Anda di halaman 1dari 21

c.

Melaksanakan pengabdian masyarakat dalam pengembangan


ekosistem IKM

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang


Pendidikan Tinggi Pasal 47 ayat (1) menjelaskan bahwa
Pengabdian kepada Masyarakat (PkM) merupakan kegiatan
sivitas akademika dalam mengamalkan dan membudayakan ilmu
pengetahuan dan teknologi untuk memajukan kesejahteraan
umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa; (2) PkM
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam berbagai
bentuk kegiatan sesuai dengan budaya akademik, keahlian,
dan/atau otonomi keilmuan sivitas akademika serta kondisi
sosial budaya masyarakat; (3) Hasil PkM digunakan sebagai
proses pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,
pengayaan sumber belajar, dan/atau untuk pembelajaran dan
pematangan sivitas akademika.
1) Pengembangan ekosistem industri kecil menengah
Kegiatan PkM pada dasarnya dilakukan dalam berbagai
bentuk kegiatan sesuai dengan budaya akademik, keahlian,
dan/atau otonomi keilmuan dosen dan mahasiswa serta
kondisi sosial budaya masyarakat. Semua kegiatan yang
dilakukan untuk menyelesaikan persoalan umum dan
persoalan kesehatan di masyarakat, membantu
pengembangan ekosistem industri kecil menengah dapat
menjadi kegiatan PkM.
Bentuk kegiatan pengabdian kepada masyarakat meliputi:
a) Pengabdian kepada Masyarakat Terprogram Kegiatan
PkM yang dilakukan secara terencana/terjadwal dan
diprogramkan di Politeknik/Akademi Komunitas dalam
kurun waktu 1 (satu) tahun anggaran. PkM terprogram
didasarkan pada kajian-kajian permasalahan pada
116
masyarakat dan diselenggarakan atas dasar
perencanaan yang jelas mulai analisa situasi, perumusan
masalah, tujuan, metode, pelaksanaan dan, evaluasi,
pelaporan termasuk di dalamnya luaran. Ketentuan
Pengabdian kepada Masyarakat Terprogram, adalah
sebagai berikut:
(1) berbasis riset;
(2) sesuai ranah keilmuan;
(3) waktu minimal 3 bulan;
(4) melalui proses seleksi tim pakar; dan
(5) memiliki output.
b) Kegiatan PkM yang dilakukan tidak terikat waktu, tidak
terencana dan tidak diprogramkan di
Politeknik/Akademi Komunitas. Kegiatan pengabdian
kepada masyarakat yang dilakukan atas dasar
permintaan/kebutuhan masyarakat/luar institusi, kerja
sama dengan lembaga sebagai sponsor atau kondisi
bencana.
Kerja sama dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangan. Ketentuan PkM Insidental
adalah sebagai berikut:
(1) ada Permintaan dari Masyarakat/Lembaga;
(2) ditindaklanjuti dalam bentuk MoU/MoA;
(3) waktu penyelenggaraan sesuai kebutuhan; dan
(4) sesuai ranah keilmuan.

2) Membangun kemitraan
Dalam upaya peningkatan kompetensi terkait dengan
kegiatan pengabdian kepada masyarakat, dilakukan kerja
sama dengan pola saling memberikan manfaat bagi kedua

117
belah pihak. Pengabdian kepada masyarakat menjadi
kebijakan penting bagi Politeknik/Akademi Komunitas dalam
rangka untuk:
a) menggali dan memahami kebutuhan dan permasalahan
masyarakat yang menjadi objek pelaksanaan kegiatan;
b) pelaksanaan kegiatan Pengabdian kepada masyarakat
yang berorientasi kebutuhan masyarakat dan
diutamakan kegiatan pengabdian kepada masyarakat
berupa pemanfaatan hasil penelitian secara konkret;
c) mendapatkan pendanaan pengabdian kepada
masyarakat yang memadai;
d) memberikan ruang untuk membangun daya kompetisi
serta pengalaman pengabdian kepada masyarakat yang
lebih luas bagi setiap dosen Politeknik/Akademi
Komunitas; dan
e) peningkatan profesionalisme dosen dalam
implementasi Tridharma Perguruan Tinggi.

Jenis kegiatan PkM yang dapat diterapkan di


Politeknik/Akademi Komunitas adalah sebagai berikut:

a. Pendampingan teknologi, yaitu penerapan teknologi


pada industri yang berkaitan dengan peningkatan
produksi maupun efesiensi produksi, dan dapat juga
berupa tindak lanjut hasil-hasil penelitian yang
mempunyai kemanfaatan tinggi bagi industri.
b. Pelatihan, yaitu keterlibatan sivitas akademika
dalam mengaplikasikan keilmuannya sebagai
penyelenggara kegiatan dan/atau
narasumber/fasilitator pelatihan di industri dalam
kegiatan pelatihan/seminar/workshop atau
sejenisnya.
118
c. Pelayanan konsultasi industri, yaitu pelayanan
konsultasi kepada masyarakat industri untuk
memberikan bimbingan teknis yang berkaitan
dengan peningkatan kemampuan industri.
d. Penyuluhan, yaitu pendidikan kepada masyarakat,
baik berupa penyuluhan industri secara langsung
maupun melalui media radio dan televisi.

d. Mengembangkan kompetensi industri 4.0 melalui


pembangunan satelit PIDI 4.0

Implementasi industri 4.0 memiliki peluang berupa 20 juta


lapangan pekerjaan baru serta tantangan re-skilling dan up-
skilling tenaga kerja mencapai 6 hingga 29 juta pekerjaan pada
tahun 2030. Mengantisipasi hal ini, pengembangan Pendidikan
vokasi harus mampu mengadaptasi perubahan melalui
pengembangan dan implementasi kurikulum industri 4.0 dalam
penyelenggaraan Pendidikan sekaligus menyiapkan Politeknik
dan Akademi Komunitas sebagai showcase dan capability center
industri 4.0 khususnya untuk industri kecil dan menengah yang
akan menjadi bagian (satelit) dari Pusat Industri Digital 4.0 (PIDI
4.0).

1) Pembangunan satelit PIDI 4.0

Beberapa hal yang perlu disiapkan bagi Politeknik/Akademi


Komunitas untuk menjadi satelit PIDI 4.0 sebagai berikut:
a) Produk dan layanan satuan kerja (Lab/Teaching
Factory/Workshop) dinilai dari ketersediaan model
proses manufaktur produk yang sudah terintegrasi

119
(RFID, interface koneksi ke internet, condition
monitoring, GPS, Barcode).
b) Teknologi satuan kerja (Lab/Teaching
Factory/Workshop) dinilai dari penerapan keamanan
cyber untuk mendukung konektivitas M2M (komunikasi
antar mesin) dan antar satuan kerja dengan teknologi
dan digitalisasi.
c) Operasi Lab/Teaching Factory/Workshop di mana data
disimpan serta diintegrasikan dengan rantai pasok
logistik secara real time dengan proses otomasi serta
menerapkan sistem perawatan mesin secara real time &
OEE monitoring system.
d) Capability satuan kerja memiliki tempat
training/pelatihan dengan pengajar, fasilitas penunjang
yang memadahi, serta penerapan kurikulum
training/pelatihan sesuai dengan modul dan
fasilitas/alat yang dimiliki.
e) Innovation satuan kerja melakukan penelitian serta
banyaknya pegawai serta kerja sama dengan pihak
eksternal (nasional/internasional) serta memiliki
fasilitas penunjang yang memadahi, penelitian
dipublikasikan skala nasional dan internasional
terakreditasi.

120
2) Implementasi kurikulum dan modul pembelajaran 4.0

Untuk menghasilkan lulusan Pendidikan vokasi yang adaptif


dengan perkembangan revolusi industri 4.0, model
pengembangan kurikulum, silabus dan modul pembelajaran
industri 4.0 harus mulai diterapkan pada Politeknik dan
Akademi Komunitas.

Gambar 18 Kurikulum dan Modul Pembelajaran 4.0

Kurikulum industri 4.0 akan diimplementasikan di


tahun pertama dan tahun ketiga (untuk D3) dan keempat
(untuk D4), dengan pembagian sebagai berikut.

a) Dasar Industri 4.0.


(1) Topik pembelajaran: dasar revolusi industri 4.0
dan peta jalan industri 4.0 (smart industry),
teknologi kunci industri 4.0 dan aplikasinya,
peranan data informasi dan kolaborasi organisasi
industri 4.0.

121
(2) Penerapan pada unit pendidikan: seluruh prodi
politeknik/AK dan SMK.
b) Transformasi Industri 4.0 Proses.
(1) Topik pembelajaran: proses bisnis industri
manufaktur proses, strategi transformasi industri
4.0, perencanaan solusi digital sesuai proses
bisnis industri manufaktur proses.
(2) Penerapan pada unit pendidikan: prodi industri
manufaktur proses (industri tekstil, industri kimia,
industri makanan dan minuman, industri kulit,
industri logam, atau logistik).
c) Transformasi Industri 4.0 Diskrit.
(1) Topik pembelajaran: proses bisnis industri
manufaktur diskrit, strategi transformasi industri
4.0, Perancangan solusi digital sesuai proses bisnis
industri manufaktur diskrit.
(2) Penerapan pada unit pendidikan: prodi industri
manufaktur diskrit (otomotif, elektronika, alas
kaki, furnitur, permesinan, atau logistik).

e. Membangun kelembagaan Inkubator bisnis industri yang


terintegrasi

Unit Pendidikan tinggi di Kementerian Perindustrian


memiliki tugas tidak hanya menciptakan tenaga kerja kompeten
akan tetapi juga menghasilkan wirausaha industri. Dengan
demikian unit Pendidikan tinggi perlu berkolaborasi dengan
Direktorat Jenderal Industri Kecil Menengah dan Aneka, Balai
Diklat Industri, Asosiasi Industri, dan pihak terkait lainnya.

122
Program Inkubator Bisnis merupakan suatu proses
pembinaan, pendampingan, dan pengembangan yang diberikan
kepada Peserta Inkubasi (Tenant). Tenant inkubator bisnis di
Perguruan Tinggi adalah mahasiswa tingkat akhir yang telah
memiliki prospektif usaha.
Adapun tahapan kegiatan inkubator bisnis di perguruan
tinggi, meliputi:
1) Tahap Pra Inkubasi
Pada tahap ini dilaksanakan proses sosialisasi, pendaftaran,
dan seleksi peserta. Setelah memiliki tenant, peserta akan
diberikan penguatan materi pada produksi, pemasaran, dan
kelayakan usaha.
2) Tahap Inkubasi
Pada tahap ini, tenant akan diberikan bantuan
pendampingan berupa konsultasi dan mentoring dalam
menjalankan usaha.
3) Tahap Pasca Inkubasi
Pada tahap ini dilaksanakan monitoring terhadap
pelaksanaan proses inkubator bisnis. Proses inkubasi
dilaksanakan sampai tahap penyiapan tenant menjadi usaha
mandiri.

Pengembangan inkubator bisnis industri terintegrasi yang


dapat dilakukan dengan menjalin kemitraan dengan asosiasi,
pelaku industri, politeknik, BDI dan Kementerian/Lembaga
terkait sebagai akselarator pengembangan inkubator bisnis
vokasi industri. Inkubator bisnis merupakan program kolaborasi
dengan konsep quadruple helix yaitu melibatkan pemerintah,
akademisi, industri dan komunitas.

123
BDI

Gambar 19 Peran Pengembangan Inkubator Bisnis

Adapun peran berbagai pihak secara umum dapat


dirumuskan dalam tabel berikut:

Tabel 2 Peran Pihak dalam Inkubator Bisnis

No Pihak Terkait Kontribusi


1 BDI Dukungan pelatihan, penyiapan
fasilitas dan SDM
2 Asosiasi dan Input informasi dan link mitra industri
pelaku industri
3 Politeknik Input hasil riset dan calon wirausaha
(alumni/masyarakat) dan pengelolaan
inkubator bisnis
4 Komunitas Sharing jejaring, katalis customer
engagement
5 Ditjen, BPSDMI, Pendampingan, bantuan peralatan,
BSKJI Kemenperin akses pasar dan pemodalan

124
Konsep Inkubator Bisnis yang dikembangkan ini merupakan
wahana katalisator bagi komersialisasi inovasi dan penciptaan
lapangan kerja baru, yang pada akhirnya tercipta rantai susulan
lapangan kerja (job creation). Rangkaian proses ini akan mampu
mengubah penemuan-penemuan baru menjadi inovasi,
sehingga terjadi proses penciptaan nilai (value creation) yang
akan memberikan dampak positif pada munculnya
komersialisasi teknologi yang mampu mendorong penciptaan
dan peningkatan kesejahteraan masyarakat (social wealth
creation and social wealth improvement).
Saat ini seluruh politeknik pendidikan vokasi Kementerian
Perindustrian memiliki program Inkubator Bisnis dengan
beragam spesialisasi komoditi industri yang dikembangkan.
Selain itu berbagai Kementerian/Lembaga juga memiliki
program penyiapan wirausaha yang dapat dikolaborasikan. Di
Kementerian Perindustrian sendiri, upaya penciptaan wirausaha
baru banyak dilakukan oleh Direktorat Jenderal Industri Kecil
Menengah dan Aneka dalam bentuk bimbingan, pendampingan
dan bantuan peralatan. Penyelenggaraan inkubator bisnis yang
mencakup fase pra inkubasi, inkubasi dan pasca inkubasi dapat
dilakukan berkolaborasi dengan pihak-pihak tersebut.
f. Mengembangkan skema kompetensi dan uji kompetensi LSP

Saat ini hampir seluruh Politeknik dan Akademi Komunitas


telah memiliki LSP Pihak 1 dengan skema sertifikasi sesuai
dengan bidang keahlian yang diselenggarakan. Seiring
perkembangan kondisi dan kebutuhan, skema sertifikasi perlu
terus dikembangkan. Hal-hal yang perlu dilakukan Politeknik dan
Akademi Komunitas dalam mengembangkan perangkat
sertifikasi kompetensi adalah:

125
1) Pengembangan skema sertifikasi
Skema sertifikasi merupakan paket kompetensi dan
persyaratan spesifik yang berkaitan dengan kategori jabatan
atau keterampilan tertentu dari seseorang. Jenis skema
sertifikasi dapat dikembangkan berdasarkan KKNI, okupasi
(jabatan nasional) atau klaster. Tahapan yang harus
dilakukan dalam Pengembangan skema sertifikasi yaitu:
a) Menginterpretasi persyaratan pengembangan skema
sertifikasi, meliputi:
(1) komite skema sertifikasi dan tim penyusun skema;
(2) standar kompetensi acuan;
(3) alasan kebutuhan pengembangan skema (misalnya
perlindungan masyarakat, kebutuhan pasar seperti
kredibilitas, kepercayaan dan peningkatan
profesi/pekerjaan); dan
(4) Stakeholder yang akan terlibat dalam penerapan
skema sertifikasi.
b) Melakukan perumusan skema sertifikasi, mencakup:
(1) mengidentifikasi Struktur skema sertifikasi yang
mencakup persyaratan dasar peserta uji
kompetensi, permohonan, asesmen, keputusan
sertifikasi, program surveilan, sertifikasi ulang, dan
penggunaan sertifikat;
(2) membuat uraian rinci proses sertifikasi untuk setiap
skema sertifikasi yang sesuai, termasuk kebutuhan
biaya sertifikasi.
(3) menetapkan persyaratan sertifikasi, hak pemohon,
serta kewajiban profesi yang disertifikasi termasuk
kode etik profesi (jika ada);
126
(4) menetapkan metode asesmen yang digunakan bagi
calon peserta baik yang baru lulus pelatihan.
(5) menetapkan proses pengambilan keputusan
sertifikasi berdasarkan informasi yang dikumpulkan
selama proses sertifikasi; dan
(6) menetapkan proses survailen untuk memantau
pemenuhan kompetensi peserta yang disertifikasi
dengan persyaratan skema sertifikasi yang relevan.
c) Validasi skema sertifikasi mencakup pengajuan
penambahan skema ke BNSP dan melakukan revisi
sesuai hasil validasi. Proses penambahan skema
sertifikasi oleh setiap LSP P1 satuan Pendidikan agar
selalu dikoordinasikan dengan BPSDMI Kementerian
Perindustrian agar perkembangan kinerja LSP dalam
melakukan sertifikasi kompetensi kepada peserta didik
selalu termonitor.
d) Memelihara skema sertifikasi melalui pemantauan
secara berkelanjutan terhadap kesesuaian skema
sertifikasi yang sudah ada dengan kebutuhan di
lapangan. Bilamana diperlukan, perubahan atau
penambahan skema sertifikasi bahkan ruang lingkup
pengujian sertifikasi kompetensi dapat dilakukan
merujuk prosedur ini.
2) Mengembangkan Materi Uji Kompetensi (MUK)
MUK dirancang untuk menilai kompetensi secara tertulis,
lisan, praktik, pengamatan atau cara lain yang andal dan
objektif, serta berdasarkan dan konsisten dengan skema
sertifikasi. Materi uji disusun oleh asesor yang
berpengalaman secara teknis di bidangnya. Bila diperlukan,

127
penyusunan MUK dapat dilakukan tim asesor dengan
melibatkan praktisi industri. Langkah-langkah yang dilakukan
dalam mengembangkan MUK yaitu:
a) menyiapkan proses pengembangan perangkat asesmen
yang meliputi: identifikasi kualifikasi target peserta uji,
standar kompetensi pada setiap skema sertifikasi,
pemilihan metode-metode penilaian yang dapat
digunakan, serta alternatif perangkat asesmen yang
dibutuhkan untuk setiap metode penilaian;
b) mengembangkan perangkat asesmen untuk setiap
metode penilaian yang mungkin dilakukan pada masing-
masing skema sertifikasi seperti observasi, demonstrasi,
pertanyaan lisan dan tertulis, portofolio dan lain-lain;
dan
c) melakukan uji coba dan review perangkat asesmen
untuk mendapatkan umpan balik sebelum MUK
diterapkan pada asesi secara luas. Perangkat asesmen
yang telah diperbaiki dan ditetapkan harus
didokumentasikan dengan baik untuk menjadi milik LSP.
3) Penguatan asesor kompetensi dari segi teknis dan
metodologi
Asesor kompetensi merupakan salah satu kunci penting
dalam pelaksanaan uji kompetensi. Saat ini setiap LSP Pihak
1 Politeknik maupun Akademi Komunitas telah memiliki
asesor kompetensi yang berasal dari internal
Politeknik/Akademi Komunitas ataupun praktisi industri yang
menjadi mitra Politeknik/Akademi Komunitas dalam
penyenggaraan pendidikan. Untuk memastikan kualitas
pengujian kompetensi yang dilakukan, Politeknik/Akademi
Komunitas harus memantau kinerja dan keandalan para
128
asesor kompetensi kompetensi dalam melakukan asesmen.
Asesor kompetensi harus memenuhi persyaratan yang
ditentukan LSP Politeknik/Akademi Komunitas. Secara umum
asesor harus memenuhi beberapa kriteria antara lain:
a) memahami skema sertifikasi yang relevan;
b) memiliki kompetensi teknis terkait skema sertifikasi;
c) mampu menerapkan prosedur uji kompetensi dan
dokumentasinya;
d) fasih, secara lisan maupun tertulis; dan
e) dapat mengenali setiap benturan kepentingan yang
diketahui untuk memastikan bahwa penilaian yang
dibuat tidak berpihak.

Huruf a) dan b) mensyaratkan agar asesor memiliki


kehandalan dari segi teknis sedangkan huruf c) sampai
dengan e) mensyaratkan kehandalan dari segi metodologi
asesmen. Kehandalan asesor dari segi segi teknis dan
metodologi adalah mutlak diperlukan untuk mendukung
kehandalan LSP melakukan proses uji kompetensi. Untuk
itulah LSP senantiasa melakukan update dan upgrade
kapasitas asesornya menyesuaikan dengan perkembangan
industri yang sangat dinamis.
4) Pengembangan TUK
Tempat Uji Kompetensi adalah tempat kerja atau tempat
lainnya yang memenuhi persyaratan untuk digunakan
sebagai tempat pelaksanaan uji kompetensi oleh LSP. Dalam
pelaksanaan uji kompetensi, LSP Pihak 1 Politeknik/Akademi
Komunitas dapat menggunakan TUK yang bersifat sewaktu,
mandiri ataupun di perusahaan tempat kerja atau praktik
selama pendidikan. Sebelum uji kompetensi dilakukan, LSP

129
harus memastikan ketersedian dan kesiapan TUK yang
meliputi:
a) pelaksanaan uji kompetensi yang dilaksanakan;
b) persyaratan teknis TUK sesuai lingkup skema sertifikasi
yang diacu;
c) hasil verifikasi TUK yang dilakukan oleh asesor lisensi.
Khusus untuk TUK di tempat kerja dan TUK sewaktu
verifikasi TUK dapat dilakukan oleh asesor kompetensi;
d) penetapan TUK terverifikasi untuk lingkup skema
sertifikasi yang diacu;
e) jaminan ketidakberpihakan dan keamanan materi uji
kompetensi; dan
f) sistem digitalisasi uji kompetensi.

Politeknik/Akademi Komunitas harus dapat menyiapkan


sistem digital proses uji kompetensi dari sebelumnya masih
sistem manual dan konvensional. Sistem digital yang
dikembangkan harus tetap memenuhi kaidah pedoman
Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) mulai dari proses
penyiapan perangkat uji kompetensi, proses pedaftaran
asesi, proses asesmen hingga proses pencetakan sertifikat
kompetensi. Proses digital ini akan memudahkan LSP dalam
menjalankan tugasnya pada setiap tahapannya dan
mendukung terwujudnya Smart Campus Facilty.

g. Mengembangkan kelas industri


Kelas industri bertujuan untuk menyiapkan tenaga kerja
dengan keterampilan teknis sesuai standar industri tertentu yang
akan langsung bekerja pada industri. Penyiapan kelas industri
dilakukan melalui program pendidikan setara D1/D2 dan kelas
khusus program pendidikan D3/D4.
130
1) Program pendidikan setara D1/D2 kerja sama industri
Tujuan program ini adalah membekali calon tenaga
kerja dengan keahlian terapan atau keterampilan teknis yang
diperlukan untuk bidang pekerjaan tertentu yang ditempuh
selama 1 (satu) tahun atau 2 (dua) tahun dan lulusannya
langsung ditempatkan bekerja dalam rangka meningkatkann
daya saing industri.
Program ini diawali dengan permintaan industri akan
tenaga kerja yang kompeten untuk level 3 (tiga)/4 (empat)
atau setara dengan operator atau kepala regu pada bidang
tertentu kepada Kementerian Perindustrian dengan
melakukan penjajakan terlebih dahulu terhadap unit-unit
yang terkait. Apabila kesepakatan bersama diperoleh maka
dilanjutkan kerja sama tertulis berupa MoU sebagai dasar
untuk penyelenggaraan program pendidikan setara D1/D2
kerja sama industri.
Dalam pelaksanaan program ini, pembiayaan
dibebankan oleh pihak-pihak yang terlibat di dalamnya (cost
sharing). Kementerian Perindustrian dibebankan biaya
berupa biaya selama proses pendidikan sampai dengan
wisuda seperti biaya dosen, modul, bahan praktik, ujian,
wisuda dan lain-lain. Sedangkan pihak industri atau di luar
Kementerian Perindustrian dibebankan biaya di luar
pendidikan seperti biaya perekrutan tenaga kerja,
akomodasi, uang saku peserta didik, pemagangan,
penyediaan sarana dan lain-lain sesuai kemampuan dan
kesepakatan bersama.
Kegiatan program pendidikan setara D1/D2 kerja sama
industri (Pendidikan 3 in 1) meliputi 3 (tiga) tahapan, yaitu:

131
a) pendidikan;
b) sertifikasi; dan
c) penempatan kerja.
Tahapan program pendidikan setara D1/D2 kerja sama
industri, yaitu:
a) Pendidikan, meliputi:
(1) Seleksi peserta didik
(a) Jumlah peserta didik pada program ini
minimun 20 orang
(b) Secara umum, rekrutmen calon peserta
didik/tenaga kerja dilakukan oleh industri.
Namun, tidak menutup kemungkinan di dalam
perekrutan ikut melibatkan pihak lain.
(c) Persyaratan peserta didik ditentukan oleh
industri.
(2) Persiapan dan pelaksanaan program
(a) Rapat persiapan panitia.
(b) Penyusunan kurikulum dan silabi berbasis
SKKNI disusun bersama dengan industri (taylor
made curriculum) dengan komposisi teori:
praktik = 30% : 70% atau 40% : 60% dengan
metode pembelajaran dual system yaitu di
kampus dan industri.
(c) Penyusunan modul berbasis kompetensi.
(d) Penyelenggaraan TOT untuk dosen dan
instruktur industri.
(e) Pembuatan buku panduan akademik.

132
(f) Pembuatan pedoman tugas akhir.
(g) Penyusunan kalender akademik dan jadwal
pembelajaran/magang dengan sistem blok
waktu.
b) Sertifikasi, meliputi:
Peserta didik/calon tenaga kerja akan memperoleh 2
jenis sertifikat yaitu sertifikat setara ijazah dan sertifikat
kompetensi.
(1) Sertifikat setara Ijazah
Penilaian dilakukan oleh dosen untuk menilai
keberhasilan kegiatan belajar dalam jangka waktu
tertentu dengan alat ukur berdasarkan aturan yang
berlaku yang dapat dilihat pada buku panduan
akademik. Penilaian yang dimaksud meliputi cara
menentukan nilai, standar penilaian, indeks
prestasi, predikat kelulusan, evaluasi hasil studi
(UTS, UAS), dan tugas akhir.
(2) Sertifikat kompetensi
Sertifikat kompetensi kerja merupakan suatu
pengakuan terhadap tenaga kerja yang mempunyai
pengetahuan, ketrampilan dan sikap kerja sesuai
dengan standar kompetensi kerja yang telah
dipersyaratkan melalui uji kompetensi. Uji
kompetensi adalah proses penilaian (assessment)
baik teknis maupun non teknis melalui
pengumpulan bukti yang relevan untuk
menentukan apakah seseorang telah kompeten
atau belum kompeten pada suatu unit kompetensi
atau kualifikasi pekerjaan tertentu.

133
c) Penempatan Kerja
Penempatan kerja merupakan tindak lanjut dari
kebijaksanaan penerimaan karyawan. Setelah
dinyatakan lulus, lulusan/calon tenaga kerja
dikembalikan kepada industri untuk selanjutnya
ditempatkan bekerja di industri sesuai pekerjaan dan
kompetensi yang dimilikinya.

2) Kelas khusus program pendidikan D3/D4

Tujuan program ini adalah membekali calon tenaga


kerja dengan keahlian terapan atau keterampilan teknis yang
diperlukan untuk bidang pekerjaan tertentu yang ditempuh
selama 3 (tiga) tahun atau 4 (empat) tahun dan lulusannya
langsung ditempatkan bekerja.
Program ini diawali dengan permintaan industri akan
tenaga kerja yang kompeten untuk level 5 (lima)/6 (enam)
atau setara dengan teknisi/analis pada bidang tertentu
kepada Kementerian Perindustrian dengan melakukan
penjajakan terlebih dahulu terhadap unit pendidikan yang
terkait. Apabila kesepakatan bersama diperoleh maka
dilanjutkan kerja sama tertulis berupa MoU sebagai dasar
untuk penyelenggaraan program pendidikan D3/D4 kerja
sama industri. Dalam pelaksanaan program ini, biaya
pendidikan dibebankan oleh industri sebagaimana layaknya
pendidikan reguler lainnya.
Kegiatan program pendidikan D3/D4 kerja sama industri
(Pendidikan 3 in 1) meliputi 3 tahapan, yaitu:
a) pendidikan;
b) sertifikasi; dan
c) penempatan kerja.

134
Tahapan program pendidikan D3/D4 kerja sama industri,
yaitu:
a) Pendidikan, meliputi:
(1) Seleksi peserta didik
(a) jumlah peserta didik pada program ini
minimun 20 orang;
(b) secara umum, rekrutmen calon peserta
didik/tenaga kerja dilakukan oleh industri.
Namun, tidak menutup kemungkinan di dalam
perekrutan ikut melibatkan pihak lain; dan
(c) persyaratan peserta didik ditentukan oleh
perguruan tinggi.
(2) Persiapan dan pelaksanaan program
(a) rapat persiapan panitia;
(b) penyesuaian materi bahan ajar dengan
metode pembelajaran dual system yaitu di
kampus dan industri;
(c) pembuatan buku panduan akademik;
(d) pembuatan pedoman tugas akhir; dan
(e) penyusunan kalender akademik dan jadwal
pembelajaran/magang.
b) Sertifikasi, meliputi:
Peserta didik/calon tenaga kerja akan memperoleh 2
jenis sertifikat yaitu ijazah dan sertifikat kompetensi.

135
(1) Ijazah
Penilaian dilakukan oleh dosen untuk menilai
keberhasilan kegiatan belajar dalam jangka waktu
tertentu dengan alat ukur berdasarkan aturan yang
berlaku yang dapat dilihat pada buku panduan
akademik. Penilaian yang dimaksud meliputi cara
menentukan nilai, standar penilaian, indeks
prestasi, predikat kelulusan, evaluasi hasil studi
(UTS, UAS), dan tugas akhir.
(2) Sertifikat kompetensi
Sertifikat kompetensi kerja merupakan suatu
pengakuan terhadap tenaga kerja yang mempunyai
pengetahuan, ketrampilan dan sikap kerja sesuai
dengan standar kompetensi kerja yang telah
dipersyaratkan melalui uji kompetensi. Uji
kompetensi adalah proses penilaian (assessment)
baik teknis maupun non teknis melalui
pengumpulan bukti yang relevan untuk
menentukan apakah seseorang telah kompeten
atau belum kompeten pada suatu unit kompetensi
atau kualifikasi pekerjaan tertentu.
c) Penempatan Kerja
Penempatan kerja merupakan tindak lanjut dari
kebijaksanaan penerimaan karyawan. Setelah
dinyatakan lulus, lulusan/calon tenaga kerja
dikembalikan kepada industri untuk selanjutnya
ditempatkan bekerja di industri sesuai pekerjaan dan
kompetensi yang dimilikinya.

136

Anda mungkin juga menyukai