Menurut saya secara pribadi, David Attenborough: A Life in Our Planet merupakan
sebuah film yang sangat luar biasa. Selama menonton, saya merasa seakan-akan berada di
dalam film tersebut, bersama dengan David melihat bumi kita yang hancur secara
perlahan akibat ulah manusia. Selesai menonton, pemahaman yang lebih jelas saya
peroleh terkait situasi darurat yang sedang terjadi hingga detik ini juga. Film ini juga
sangat bermanfaat, karena telah mengajarkan saya banyak hal baru.
Memilih bagian yang menarik dalam film ini tentu bukan menjadi hal yang sulit,
karena hal yang saya anggap menarik adalah konsep dari film itu sendiri, bagaimana film
ini secara satu per satu memaparkan aktivitas-aktivitas manusia yang merusak
keseimbangan alam dan juga dampaknya, disertai dengan bagaimana proses aktivitas
tersebut sampai bisa berakibat buruk bagi lingkungan.
Hal lain yang saya sukai dari film ini adalah dokumentasi dari petualangan David
ketika ia masih muda, karena foto-foto dan video yang ditampilkan tersebut mampu
memberikan gambaran mengenai keindahan alam bumi kita yang patut untuk disyukuri
dan dilindungi.
Dari satu film ini, hal paling menarik bagi saya adalah ketika David membicarakan
mengenai tragedi Chernobyl. Awalnya, tragedi tersebut memang menimbulkan kerusakan
yang luar biasa, mengakibatkan daerah tersebut sama sekali tidak bisa dihuni oleh
manusia. Setelah kurang lebih 30 tahun dibiarkan tanpa sentuhan tangan manusia, daerah
yang awalnya hancur tersebut, sekarang bertransformasi menjadi hutan tempat
berlindungnya spesies-spesies tertentu. Rasanya sungguh ajaib, melihat bagaimana di sisi
lain, malapetaka sebesar itu dapat melahirkan peluang baru bagi kehidupan. Melihat hal
tersebut, sebagai manusia, kita seharusnya menjadi semakin sadar akan kemampuan luar
biasa alam yang dapat merestorasi dirinya sendiri. Peristiwa ini mengungkapkan
kenyataan yang pahit, bahwa kehadiran umat manusia dengan segala aktivitasnya, justru
membawa dampak negatif bagi alam. Alam justru bisa hidup dengan lebih baik tanpa
kehadiran kita, tetapi tanpa kehadiran alam, bertahan hidup saja akan sulit bagi kita.
B. Korelasi antara Gaya Hidup Manusia dengan Permasalahan Lingkungan Hidup
Manusia, sebagai spesies hewan yang paling cerdas di bumi ini, secara terus
menerus merusak alam melalui inovasi perkembangan zaman dan teknologi, yang
memungkinkan manusia untuk mengeksploitasi sumber daya alam serta melakukan
interfensi terhadap lingkungan hidup, tanpa mempedulikan bahwa hal tersebut membawa
kehancuran dan melenyapkan keanekaragaman hayati yang menjadi penopang stabilitas
kehidupan.
Selain menghambat siklus daur energi, penangkapan ikan secara berlebihan tentu
juga mengancam keberlangsungan hidup spesies ikan tertentu yang dijadikan sebagai
target manusia. Apabila tidak segera dikendalikan, spesies ikan yang bersangkutan bisa
saja berujung kepada kepunahan, yang akan menurunkan keanekaragaman hayati. Karena
setiap spesies memiliki peranannya masing-masing, maka menghilangkan salah satu
spesies saja sudah cukup untuk memperburuk keseimbangan ekosistem.
Penggunaan bahan bakar fosil seperti batubara dan minyak bumi, menghasilkan
gas-gas efek rumah kaca yang menjadi penyebab dari pemanasan global. Gas-gas tersebut
terkonsentrasi di atmosfer dan memerangkap panas matahari yang seharusnya dipantulkan
kembali oleh bumi ke luar angkasa. Karena peristiwa tersebut, suhu bumi terus
mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Hal ini sekarang biasa dikenal dengan istilah
“pemanasan global”.
Fenomena pemanasan global yang sedang disaksikan oleh seluruh bentuk kehidupan di
muka bumi saat ini, menimbulkan banyak sekali permasalahan bagi lingkungan hidup.
Peningkatan suhu bumi mengakibatkan es di kutub mencair dan melepas gas metana yang
sangat berbahaya. Apabila dibandingkan dengan karbondioksida, gas metana memiliki
potensi yang jauh lebih besar dalam menyebabkan pemanasan global melalui efek rumah
kaca yang ditimbulkan. Selain itu, gas metana juga dapat mempertipis lapisan ozon yang
melindungi bumi dari radiasi sinar ultraviolet matahari.
Selain mencairnya es di kutub, terumbu karang pun juga ikut mati akibat peningkatan
suhu air laut. Ketika suhu air mengalami peningkatan, terumbu karang akan mengeluarkan
tumbuhan – tumbuhan kecil yang hidup di dalam terumbu karang, dan tumbuhan kecil ini
merupakan pemberi warna dan sumber utama makanan terumbu karang, sehingga terumbu
karang kehilangan sumber makanan utamanya dan berubah menjadi putih. Apabila suhu air
laut tetap tinggi selama beberapa minggu ke depan, terumbu karang akan kelaparan dan pada
akhirnya mati. Tidak sampai 1 persen dasar laut yang ditutupi oleh terumbu karang, tetapi
terumbu karang menjadi rumah bagi seperempat dari seluruh spesies makluk hidup laut di
bumi. Hilangnya terumbu karang akan memusnahkan seluruh komunitas yang bergantung
padanya, dan hal tersebut akan memberikan pengaruh signifikan terhadap menurunnya
angka keanekaragaman hayati yang berujung pada terganggunya keseimbangan ekosistem
bawah laut.
Berdasarkan uraian di atas, terlihat jelas bahwa terdapat korelasi yang kuat antara gaya
hidup manusia dengan permasalahan lingkungan hidup. Beberapa aktivitas tertentu yang
dilakukan oleh manusia, seperti penangkapan ikan secara berlebih, deforestasi, peternakan,
pertanian, perkebunan, pembakaran bahan bakar fosil, dan lain-lain, dapat mengganggu
keseimbangan ekosistem yang berpotensi untuk melahirkan berbagai macam permasalahan
lingkungan. Maka dari itu, manusia harus berkomitmen untuk mengurangi aktivitas-aktivitas
yang bersifat merusak tersebut, demi memberikan kesempatan bagi alam untuk memperbaiki
diri serta memulihkan stabilitas di muka bumi ini.