Anda di halaman 1dari 7

KAJIAN HUKUM TERKAIT MASTERLIST DAN TKDN DALAM PROYEK HSR

I. Latar Belakang

Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (JKT-BDG HSR) menghubungkan Jakarta dan Bandung.
Melewati 9 kota dan kabupaten, termasuk Jakarta provinsi, kota Bekasi, Kabupaten Bekasi,
Kabupaten Karawang, Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Bandung Barat, Kota Cimahi, Kota
Bandung dan Kabupaten Bandung dengan panjang total trase adalah sekitar 142.3 km, di
antaranya sekitar 4.7km berada di dalam area jabodetabek dan sekitar 137.6 km berada di
wilayah Provinsi Jawa Barat, serta termasuk empat stasiun dari Halim, Karawang, Walini dan
Tegal Luar. dan depot EMU dan basis perawatan terpadu di Tegal Luar, dan terdapat beberapa
pekerjaan konstruksi berupa terowongan, jembatan, subgrade.

II. Permasalahan:
a. Bagaimana pemberlakuan fasilitas pembebasan bea masuk, PPN dan PPH terhadap
masterlist pelaksanaan proyek HSR?
b. Bagaimana pemberlakuan proses TKDN dalam pelaksanaan proyek HSR?

III. Dasar Hukum:

1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal


2. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian
3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 2015 tentang Impor dan
Penyerahan Alat Angkut Tertentu dan Penyerahan Jasa Kena Pajak Terkait Alat Angkut
Tertentu Yang Dipungut Pajak Pertambahan Nilai
4. Peraturan Menteri Perindustrian No. 16/M-IND/PER/2/2011 tentang Ketentuan dan Tata Cara
Perhitungan Tingkat Komponen Dalam Negeri
5. Peraturan Menteri Kuangan Republik Indonesia Nomor 193/PMK.03/2015 tentang Tata Cara
Pemberian Fasilitas Tidak Dipungut Pajak Pertambahan Nilai Atas Impor dan/atau
Penyerahan Alat Angkat Tertentu dan Penyerahan Jasa Terkait Alat Angkut Tertentu.
6. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 176/PMK.011/2009 tetang Pembebasan Bea Masuk
atas Impor Mesin serta Barang dan Bahan Untuk Pembangunan atau Pengembangan
Industri Dalam Rangka Penanaman Modal
7. Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor: Per-51/BC/2012 tentang Petunjuk
Pelaksaaan Impor Sementara
8. Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 14 Tahun 2015 tentang
Pedoman dan Tata Cara Izin Prinsip Penanaman Modal
9. Joint Venture PT. PILAR SINERGI BUMN INDONESIA (PT. PSBI) and CHINA RAILWAY
INTERNATIONAL CO., LTD tanggal 16 Oktober 2015

IV. Telaahan

1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal

Pasal 1 angka (1):

Penanaman modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanam
modal dalam negeri maupun penanam modal asing untuk melakukan usaha di wilayah
negara Republik Indonesia.

Pasal 1 angka (3):


Penanaman modal asing adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di
wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik
yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan
penanam modal dalam negeri.

Terkait dengan Fasilitias Penanaman Modal diatur dalam Pasal 18 ayat (4) huruf (b):
b. pembebasan atau keringanan bea masuk atas impor barang modal, mesin, atau
peralatan untuk keperluan produksi yang belum dapat diproduksi di dalam
negeri;

Pasal 21 menjelaskan bahwa:


Selain fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, Pemerintah memberikan
kemudahan pelayanan dan/atau perizinan kepada perusahaan penanaman modal
untuk memperoleh:
a. hak atas tanah;
b. fasilitas pelayanan keimigrasian; dan
c. fasilitas perizinan impor.

2. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian

Pasal 85:

Untuk pemberdayaan Industri dalam negeri, Pemerintah meningkatkan penggunaan


produk dalam negeri
Pasal 86:

(1) Produk dalam negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 85 wajib digunakan oleh:

a. Lembaga negara, kementerian, Lembaga pemerintah nonkementerian, dan


satuan kerja perangkat daerah dalam pengadaan barang/jasa apabila sumber
pembiayaannya berasal dari anggaran pendapatan dan belanja negara,
anggaran pendapatan dan belanja daerah, termasuk pinjaman atau hibah dai
dalam negeri atau luar negeri; dan
b. Badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, dan badan usaha swasta
dalam pengadaan barang/jasa yang pembiayaannya berasal dari anggaran
pendapatan dan belanja negara, anggaran pendapatan dan belanja daerah
dan/atau pekerjaannya dilakukan melalui pola kerja sama antara Pemerintah
dengan badan usaha swasta dan/atau mengusahakan sumber daya yang
dikuasai oleh negara.

3. Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 14 Tahun 2015 tentang
Pedoman dan Tata Cara Izin Prinsip Penanaman Modal
Pasal 13 ayat (1):
Perusahaan PMA wajib melaksanakan ketentuan dan persyaratan nilai investasi dan
permodalan dalam rangka memperoleh Izin Prinsip.

4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 176/PMK.011/2009 tetang Pembebasan Bea Masuk


atas Impor Mesin serta Barang dan Bahan Untuk Pembangunan atau Pengembangan
Industri Dalam Rangka Penanaman Modal
Pasal 2 ayat (3):
Pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberikan sepanjang
mesin, barang dan bahan tersebut:
a. belum diproduksi di dalam negeri;
b. sudah diproduksi di dalam negeri namun belum memenuhi spesifikasi yang
dibutuhkan; atau
c. sudah diproduksi di dalam negeri namun jumlahnya belum mencukupi
kebutuhan industri,
berdasarkan daftar mesin, barang dan bahan yang ditetapkan oleh menteri yang
bertanggungjawab di bidang perindustrian atau pejabat yang ditunjuk, setelah
berkoordinasi dengan instansi teknis yang terkait.

5. Peraturan Menteri Perindustrian No. 16/M-IND/PER/2/2011 tentang Ketentuan dan Tata


Cara Perhitungan Tingkat Komponen Dalam Negeri
Pasal 2 ayat (6):
“Penentuan komponen dalam negeri untuk alat kerja/fasilitas kerja sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) huruf b, dengan ketentuan:
(f) alat kerja yang diproduksi luar negeri dan dimiliki oleh penyedia barang/jasa
kerjasama antara perusahaan dalam negeri dan perusahaan luar negeri, dinilai
komponen dalam negerinya secara proporsional terhadap komposisi (perbandingan)
saham perusahaan dalam negeri.

6. Joint Venture PT. PILAR SINERGI BUMN INDONESIA (PT. PSBI) and CHINA RAILWAY
INTERNATIONAL CO., LTD tanggal 16 Oktober 2015, Sub-Clause 3.3 [Shareholding
Composition]:
(a) The composition of share ownership of the Company shall be as follows:

Shareholders Shareholding Interest


PSBI 60%
CRIC 40%

(b) The Shares held by CRIC can be transferred to a company owned by : (i) CRJC; (ii)
China Railway Group Limited; (iii) Sinohydro Corporation Limited; (iv) CRRC
Corporation Ltd; and (v) China Railway Signal Communication Corp (the "Chinese
Consortium SPV"), provided that the Chinese Consortium SPV agrees to be bound to
the terms of this Agreement through execution of an accession deed in the form
attached as Schedule 5 of this Agreement and the Chinese Consortium SPV will also
deliver the legal opinion as referred to in Article 3.1 (d) to PSBI.

7. Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor: Per-51/BC/2012 tentang Petunjuk
Pelaksaaan Impor Sementara
Pasal 3 ayat (2) huruf (d) angka (3):
Barang untuk keperluan tenaga ahli, yaitu Barang Impor Sementara yang dibawa
bersamaan atau tidak oleh tenaga ahli yang datang ke Indonesia untuk melaksanakan
pekerjaan tertentu sesuai keahliannya dengan memenuhi kriteria:
1. didukung dokumen yang menunjukan sebagai tenaga ahli;
2. barang tersebut digunakan oleh tenaga ahli atau penggunaanya dibawah
pengawasan tenaga ahli; dan
3. tidak termasuk peralatan yang akan digunakan dalam industri manufaktur,
pengemasan barang, eksplorasi sumber daya alam, keperluan konstruksi,
perbaikan atau pemeliharaan gedung, proyek perataan tanah atau semacam
itu, kecuali dalam bentuk perkakas tangan.
Berdasarkan pemaparan peraturan-peraturan di atas, terkait dengan pemberlakuan fasilitas bebas
bea masuk terhadap masterlist KCIC dan pelaskaan TKDN dalam proyek HSR adalah sebagai
berikut:

i. KCIC adalah perusahaan penanaman modal asing, dengan demikian tunduk kepada
peraturan mengenai penanaman modal dan Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman
Modal Nomor 14 Tahun 2015 tentang Pedoman dan Tata Cara Izin Prinsip Penanaman
Modal, dalam hal ini izin yang wajib dimiliki adalah dalam rangka memulai atau melanjutkan
usaha.

ii. Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 176/PMK.011/2009 tetang Pembebasan


Bea Masuk atas Impor Mesin serta Barang dan Bahan Untuk Pembangunan atau
Pengembangan Industri Dalam Rangka Penanaman Modal jelas diatur bahwa pembebasan
bea masuk tersebut di berikan sepanjang mesin, barang dan bahan tersebut belum
diproduksi di dalam negeri; sudah diproduksi di dalam negeri namun belum memenuhi
spesifikasi yang dibutuhkan; atau sudah diproduksi di dalam negeri namun jumlahnya
belum mencukupi kebutuhan industri,

Dengan demikian dalam hal pengajuan pembebasan bea masuk atas mesin, barang dan
bahan dalam pelaksanaan pekerjaan proyek,KCIC dapat menjelaskan kepada pihak terkait
mengenai kebutuhan mesin, barang dan bahan untuk pelaksaam proyek dan sesuai dengan
ijin prinsip yang dimiliki KCIC dalam pelaksanaan proyek, dan KCIC harus memastikan
bahwa ijin prinsip yang dimiliki KCIC adapt mengakomodir pengadaan barang, mesin dan
bahan yang diperlukan pada proyek HSR tersebut.

iii. Terkait dengan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor: Per-51/BC/2012 tentang
Petunjuk Pelaksaaan Impor Sementara, disebutkan dalam Pasal 3 ayat (2) huruf (d) angka
(3) yang menjelaskan mengenai tentang pengecualian import sementara salah satunya
adalah untuk keperluan konstruksi,
Dengan demikian, KCIC dan HSRCC selaku pelaksana pekerjaan memberikan penjelasan
terkait pengadaan impor barang-barang untuk keperluan konstruksi.

iv. Bahwa terkait untuk penggunaan produk dalam negeri KCIC tunduk pada UU No 3 Tahun
2014 tentang Perindustrian, Pasal 86.
Dalam hal ini, Pemegang Saham PT. KCIC adalah PT. PSBI (terdiri dari 4 BUMN yang
ditunjuk berdasarkan Perpres 107 tahun 2015) dengan Beijing Yawan. Dengan demikian
sebagian modal dari PT. KCIC adalah berasal dari modal BUMN.

Bila dikaitkan dengan UU No 19 Tahun 2003, Pasal 1 angka (1) dan angka (10) dan UU No.
18 Tahun 2016 Pasal 1 angka (31), PT. PSBI adalah gabungan dari 4 (empat) BUMN
Indonesia (WIKA, Jasa Marga, PTPN8 dan KAI), modal BUMN ini diberikan oleh negara
melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan,
dan kekayaan negara yang dipisahkan ini adalah kekayaan negara yang berasal dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Dengan demikian, PT. KCIC dapat dikategorikan sebagai perusahaan yang menerima modal
dari BUMN berdasarkan point B diatas, sehingga PT. KCIC harus tunduk pada ketentuan
dalam UU No.3 Tahun 2014 pasal 86 ayat (1) (b).

v. Berdasarkan Peraturan Menteri Perindustrian No. 16/M-IND/PER/2/2011 tentang Ketentuan


dan Tata Cara Perhitungan Tingkat Komponen Dalam Negeri, pasal 6 ayat (2) (f),
menjelaskan besaran komponen dalam negeri yang akan gunakan adalah berdasarkan
besarannya dinilai secara proposional terhadap komposisi (perbandingan) saham
perusahaan.

Dikaitkan dengan Joint Venture Agreement antara PT. PILAR SINERGI BUMN INDONESIA
(PT. PSBI) and CHINA RAILWAY INTERNATIONAL CO., LTD tanggal 16 Oktober 2015
(yang saat ini CHINA RAILWAY INTERNATIONAL CO., LTD telah dirubah menjadi Beijing
Yawan) adalah sebesar 60% : 40%, dengan demikian sepatutnya bila proporsi nilai TKDN
dalam proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung adalah 60% komponen dalam negeri
berdasarkan besaran saham PT. PSBI pada PT. KCIC, dan 40% komponen luar negeri
berdasarkan besaran saham CRIC pada PT. KCIC.

Selanjutnya tertuang dalam Feasibility Study of Jakarta-Bandung High Speed Railway,


dijelaskan lebih detail mengenai perhitungan komposisi penggunaan produk adalah:
- Chinese : 41,4%
- Indonesia : 58,6%

Dengan demikian, jelas bahwa dalam pengadaan barang/jasa dalam proyek Kereta Cepat
Jakarta-Bandung ini harus tunduk pada peraturan yang berlaku di Indonesia dan mengikuti
aturan yang telah ditetapkan pada Joint Venture Agreement antara PT. PILAR SINERGI BUMN
INDONESIA (PT. PSBI) and CHINA RAILWAY INTERNATIONAL CO., LTD tanggal 16 Oktober
2015.

V. Kesimpulan

Bahwa untuk pengajuan masterlist terhadap barang modal KCIC harus disesuaikan dengan izin
prinsip yang diberikan kepada KCIC dalam pelaksanaan proyek HSR, dan memberikan penjelasan
detail tentang penggunaan bahan-bahan konstruksi dalam pelaksanaan proyek. Dalam hal ini
mengenai perijinan yang dimiliki oleh KCIC dalam pelaksanaan proyek ini adalah ijin sarana dan
prasarana transportasi.

Dengan demikian dalam pengadaan barang, mesin, dan bahan dalam proyek kereta cepat ini harus
mengacu pada ijin yang dimiliki oleh KCIC yakni dalam ijin sarana dan prasarana transportasi.

Anda mungkin juga menyukai