Anda di halaman 1dari 13

Ranah Afektif Dalam Evaluasi Pendidikan Agama Islam,

Penting Tapi Sering Terabaikan


Ahmad Darmadji1

Abstract
This paper discusses the neglectedness of affective aspect on study evaluation of Islamic Religion Education
course (Pendidikan Agama Islam) at higher education institution. It is found that the neglectedness of
affective aspect is caused by some critical factors: 1) different perspective among scholars on what aspect of
affection that cannot be measured, for example: faith; 2) the learning objective of Islamic Religion Education
course is too ideal, that make it difficult to measure; 3) vast majority of Islamic Religion Education lecturer
are unable to develop good teaching instruments which cover affective aspect; and 4) the students-lecturers
ratio are too wide and far from ideal. To solve this problem, some suggestions are proposed; strengthening
the good understanding of affective aspect on Islamic Religion Education among lecturers; and enriching
evaluation design and model to reveal affective aspect of students.

Keywords: Islamic Religion Education course, affective evaluation, evaluation design.

1
Penulis adalah dosen tetap Program Studi Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Agama Islam UII

A. Pendahuluan Selain itu juga dimaklumi bahwa tujuan


Sebagaimana dimaklumi bersama bahwa dan hasil pendidikan setidaknya diharapkan
pendidikan agama Islam (PAI) -bahkan mencakup tiga ranah penting: kognitif,
pendidikan apapun - adalah sebuah proses yang psikomotorik dan afektif sebagaimana lebih
melibatkan sejumlah unsur. Di antaranya unsur sering dikenal dengan Taxonomi Bloom (1956).
insani sebagai subyek (peserta didik dan Anderson (1981) sependapat dengan Bloom
pendidik) serta orang lain di sekitarnya, dan bahwa ranah di atas sesuai dengan karakteristik
unsur non-insani seperti tujuan, materi, media atau tipikal manusia dalam berpikir, berbuat
pendidikan, sarana prasarana pendukung dan dan berperasaan. Tipikal berpikir berkaitan
lingkungan di mana proses pendidikan dilaku- dengan ranah kognitif yaitu yang berhubungan
kan. Demikian pula ketercapaian tujuan dan dengan cara berfikir yang khas; tipikal berbuat
hasil pendidikan dipengaruhi banyak faktor, berkaitan dengan ranah psikomotor, yaitu yang
mulai faktor proses hingga faktor lain sebagai- berhubungan dengan cara bertindak yang khas;
mana disebutkan di atas. Tercapai-tidaknya dan tipikal perasaan berkaitan dengan ranah
tujuan tersebut juga perlu diketahui banyak afektif. Ranah afektif yaitu cara yang khas
pihak, mulai pendidik dan peserta didik hingga dalam merasakan atau mengungkapkan emosi,
masyarakat luas. Ketercapaian tujuan dan hasil dan mencakup watak perilaku seperti perasaan,
pendidikan tersebut antara lain diketahui minat, sikap, emosi, atau nilai. Ketiga ranah
melalui proses penilaian dan evaluasi. tersebut merupakan karakteristik manusia

EL-TARBAWI VOL. 7 NO.1 2014 13


Ranah Afektif Dalam Evaluasi Pendidikan Agama Islam, Penting Tapi Sering Terabaikan

sebagai hasil belajar dan proses pendidikan (UAS), sementara aspek perubahan tingkah
pada umumnya (Anderson, 1981: 44). Pada laku (psikomotorik) dan afektif belum
konteks ini, karakteristik tersebut dipahami dilakukan secara memadai. Disadari juga bahwa
sebagai kualitas yang menunjukkan cara-cara ranah afektif merupakan ranah atau domain
khusus manusia dalam berfikir, bertindak dan yang sering terabaikan, dan bahkan hal ini
merasakan dalam berbagai suasana (Zuchdi, terjadi hampir pada semua jenjang atau satuan
2008: 22). pendidikan.
Sebagaimana disebutkan sebelumnya Dengan gambaran singkat di atas, penulis
bahwa untuk mengetahui perkembangan terdorong untuk mengupas mengapa hingga
tujuan pendidikan dan hasil belajar, diperlukan saat ini keterabaian ranah afektif itu masih ter-
penilaian dan evaluasi secara menyeluruh, jadi? Upaya apa yang dapat dilakukan untuk
sistematik, sistemik dan terstandar. Standar meminimalisir keterabaian ranah afektif
penilaian pendidikan pada umunya adalah sebagaimana disinggung di atas? Tulisan ini
standar yang berkaitan dengan mekanisme, diharapkan menjadi bagian dari kontribusi dan
prosedur dan instrumen penilaian hasil belajar partsipasi penulis dalam mengurangi
peserta didik. Lebih lanjut ditegaskan bahwa keterabaian ranah afektif khususnya dalam
penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan proses pendidikan dan penilaian PAI pada
tinggi khususnya, terdiri atas: (1) penilaian hasil perguruan tinggi umum (PTU). Guna
belajar oleh pendidik; dan (2) penilaian hasil mendukung pembahasan di atas, tulisan ini juga
belajar oleh satuan pendidikan tinggi. memuat tinjauan tentang mata kuliah PAI di
Terkait dengan penilaian dan evaluasi hasil PTU, tinjauan teori ranah afektif dan penilaian/
belajar bidang PAI di perguruan tinggi umum evaluasi ranah afektif.
(PTU), sercara formal sistem evaluasi PAI
merujuk pada sistem penilaian program mata B. Pembahasan
kuliah dasar umum (MKDU) yang menerapkan 1. PAI sebagai Mata Kuliah Dasar Umum
prinsip-prinsip perolehan secara berimbang (MKDU): Tinjauan Sekilas
antara tiga komponen. Ketiga komponen di-
Sesuai dengan ketetapan Badan Standar
maksud adalah: (1) perolehan pengetahuan dan
Nasional Pendidikan (BSNP) bahwa Pendidikan
pemahaman; (2) pembentukan keterampilan
Agama —termasuk PAI pada semua jenjang
intelektual dan hubungan antar pribadi, dan (3)
atau satuan pendidikan— dimaksudkan untuk
pembentukan dan pengamalan nilai (Syahidin,
peningkatan potensi atau kemampuan spiritual
2010: 1). Ketiga komponen tersebut mencermin-
dan membentuk peserta didik agar menjadi
kan konsepsi pembinaan kepribadian secara
manusia yang beriman dan bertakwa kepada
menyeluruh, berimbang dan berkesinambung-
Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia.
an. Prinsip di atas perlu dijabarkan secara
Akhlak mulia mencakup etika (baik-buruk, hak-
operasional sehingga hasil pendidikan PAI
kewajiban), budi pekerti (tingkah laku), dan
dapat dievaluasi dengan baik.
moral (baik-buruk menurut umum) sebagai
Selama ini evaluasi PAI di PTU pada perwujudan dari pendidikan (BSNP, 2006: 3).
umumnya baru sampai pada pengukuran aspek
Hal demikian tidak terkecuali PAI pada
intelektual-kognitif secara formal seperti ujian
perguruan tinggi umum (PTU) yang ditetapkan
tengah semester (UTS) dan ujian akhir semester
sebagai salah satu mata kuliah dasar umum

14 EL-TARBAWI VOL. 7 NO.1 2014


Ahmad Darmadji

(MKDU) dengan bobot 2 SKS. Kendati dengan (6) Tauhidullah: Menghayati Kehadiran Allah
alokasi waktu yang sangat terbatas, namun (7) Dzikir, Shalat dan Doa
tidak jarang PTU menggantungkan harapan (8) Cinta, Akhlaq dan Amal Sholeh
yang cukup tinggi sehingga setelah menempuh (9) Amar Ma’ruf Nahyi al-Munkar
mata kuliah PAI diharapkan mahasiswanya (10) Jihad
memiliki kompetensi yang memadai dalam (11) Keindahan Hidup Setelah Mati
bidang agama Islam. Sebuah PTUN dalam silabi (12) Tasawuf dan Tharikat
PAI-nya antara lain menetapkan bahwa setelah (13) Konsep Keluarga dalam Islam (Sumarna,
mengikuti mata kuliah PAI diharapkan 2009: 1).
mahasiswa memiliki kompetensi sebagai Demikian gambaran sekilas kedudukan
berikut: mata kuliah PAI yang pada satu sisi sejajar
(1) Mahasiswa menguasai ajaran Islam dan dengan mata kuliah dasar umum (MKDU)
menjadikannya sebagai sumber nilai, lainnya, namun di sisi lain mempunyai keluasan
pedoman dan landasan berfikir dan ber- materi dan misi yang sedemikian luas karena
perilaku dalam menerapkan ilmu dan hampir mencakup semua sisi kehidupan. Dan
profesi yang dijalaninya. karena cakupan materi yang demikian luas
(2) Menjadikan “capital intellectual” yang ber- pulalah antara lain disinyalir timbulnya ke-
iman dan bertaqwa kepada Allah I, ber- lemahan atau kekurangjelasan tujuan ranah
akhlak mulia dan berkepribadian Islami afektif yang dirumuskan sebagian besar dosen
(Sumarna, 2009: 1). atau pendidik PAI, disamping disadari bahwa
Bila ruang lingkup materi PAI umumnya tujuan afektif lebih sulit diukur bila dibanding-
mencakup Al-Qur’an-Hadits, Aqidah, Akhlak, kan dengan ranah kognitif maupun psiko-
Fiqih, Tarikh dan Kebudayaan Islam, namun motorik (Daradjat, 2010: 1).
pada sejumlah PTU cakupan materinya diper-
luas, kendati dengan alokasi waktu yang sangat 2. Teori dan Perkembangan Ranah Afektif
terbatas. Keterbatasan alokasi waktu misalnya Sebagaimana dimaklumi bersama bahwa
dicoba diatasi dengan dilakukannya program PAI merupakan salah satu mata kuliah yang
tutorial PAI pada semester sebelumnya dan sarat dengan ranah afektif. Sementara
menjadi prasyarat bagi mahasiswa yang meng- karakteristik afektif setidaknya memiliki tiga
ambil mata kuliah PAI, di samping prasyarat kriteria, yakni: (a) melibatkan perasaan dan
lain seperti terampil dan benar dalam membaca emosi seseorang; (b) bersifat khas; dan (c)
Al-Qur’an. Sebuah PTUN misalnya dalam memliki intensitas, arah dan target atau sasaran.
silabus mata kuliah PAI-nya menetapkan materi
Intensitas merupakan tingkat atau
PAI dengan cakupan sebagai berikut:
kekuatan suatu peristiwa, perilaku, atau emosi/
(1) Metode Memahami Islam. perasaan. Misalnya beberapa perasaan
(2) Manusia, Agama dan Islam. dianggap lebih kuat dari perasaan lain, seperti
(3) Al-Qur’an: Memahami dan Menghampiri- “cinta” bagi sebagian orang dianggap lebih kuat
nya. dari sekedar “sayang”. Arah perasaan bisa
(4) Al-Hadits: Sumber Kedua Ajaran Islam positif (perasaan baik) atau sebaliknya (negatif).
(5) Ijtihad: Sumber dan Metodologi Hukum Misalnya, ’senang’ dianggap perasaan yang
Islam positif, sedangkan ’benci’ merupakan perasaan
negatif. Sedangkan target atau sasaran mengacu

EL-TARBAWI VOL. 7 NO.1 2014 15


Ranah Afektif Dalam Evaluasi Pendidikan Agama Islam, Penting Tapi Sering Terabaikan

pada objek, aktivitas, atau ide sebagai arah dari diri biasanya menjadi kebutuhan yang paling
perasaan. besar. Hal ini terjadi bila tiga kebutuhan di
Arah dan intensitas perasaan dapat di- bawahnya sudah relatif terpenuhi. Dengan
gambarkan sebagai sesuatu yang kontinum. demikian strukturnya dapat digambarkan
Titik tengah kontinum tersebut merupakan titik sebagaimana pada gambar 3 berikut:
netral, dan dari titik tengah ke arah tertentu
merupakan arah positif serta sebaliknya
merupakan arah negatif. Anderson (1981: 4)
mengilustrasikan sebagai berikut:
Gambar 3:
Struktur kebutuhan aktualisai diri dan harga diri
Merupakan dua puncak kebutuhan yang paling besar
(Hersey & Blanchard, 1993: 38)
Gambar 1:
Ilustrasi kontinum sikap peserta didik terhadap mata
kuliah tertentu.
Teori perkembangan afektif salah satunya
diformulasikan oleh Dupont pada tahun 1976-
Bila ‘sikap’ dikaitkan dengan kebutuhan an di mana dasar teori yang dikembangkannya
individu, maka setiap individu memiliki sesuai dengan model perkembangan kognitif
kebutuhan yang berbeda tingkatannya. Glare dari Piaget. Konsep utama teorinya adalah
W. Grave mengembangkan hirarki kebutuhan sebagai berikut:
individu pada lima tingkat sebagai berikut: (1)
a) Afeksi adalah getaran refleksi disertai per-
kebutuhan fisiologis, (2) kebutuhan
ubahan psikologis dan tendensi bertindak.
keselamatan, (3) kebutuhan sosial, (4)
b) Perkembangan afektif memiliki komponen
kebutuhan harga diri, dan (5) kebutuhan
struktur dan dan organisasional di mana
aktualisasi diri. Terdapat individu yang
hal ini menimbulkan respon afektif yang
mengutamakan tingkat kebutuhan tertentu
tidak dapat diulang.
kendati bagi individu lain kebutuhan tersebut
c) Perkembangan afektif terdiri dari enam
berada pada tingkat yang lebih rendah
tahap sebagai berikut (Lecapitaine, 1980: 9):
sebagaimana tergambar pada dilustrasi gambar
2 berikut ini. Ilustrasi ini menunjukkan struktur
kebutuhan sosial lebih besar dari kebutuhan
lainnya.

Gambar 2: Tabel 1:
Struktur kebutuhan sosial merupakan kebutuhan yang Tahap Perkembangan Afektif
paling besar, kendati bukan merupakan kebutuhan Sumber: Lecapitaine, 1980: 9.
tingkat paling tingi (Hersey & Blanchard, 1993: 37)
Perlu dipahami pula bahwa pengembang-
Pada perkembangan dan kondisi yang lain, an karakteristik afektif pada peserta didik
struktur kebutuhan harga diri dan aktualisasi memerlukan upaya secara sadar dan sistematis.

16 EL-TARBAWI VOL. 7 NO.1 2014


Ahmad Darmadji

Terjadi-tidaknya proses kegiatan pembelajaran senang bekerjasama, dan sebagainya sesuai


dalam ranah afektif dapat diketahui dari dengan pokok bahasan dalam PAI. Kesenangan
tingkah laku peserta didik yang menunjukkan ini akan menjadi kebiasaan, dan hal ini yang
adanya kesenangan belajar misalnya. Perasaan, diharapkan, yaitu kebiasaan yang positif.
emosi, minat, sikap dan apresiasi yang positif Responding merupakan partisipasi aktif
menimbulkan tingkah laku yang konstruktif peserta didik, yaitu sebagai bagian dari peri-
dalam diri peserta didik. Perasaan dapat lakunya. Pada tingkat ini peserta didik tidak saja
mengontrol tingkah laku, sedangkan pikiran memperhatikan fenomena khusus tetapi ia juga
(kognisi) seringkali tidak (Anderson, 1981: 17). bereaksi. Hasil pembelajaran pada ranah ini
menekankan pada pemerolehan respon,
3. Tingkatan Ranah Afektif berkeinginan memberi respon, atau kepuasan
Tingkatan ranah afektif menurut taksonomi dalam memberi respon. Tingkat yang tinggi
Krathwohl (1964) setidaknya mencakup lima pada kategori ini adalah minat, yaitu hal-hal
tingkat, yaitu: receiving (pengenalan), responding yang menekankan pada pencarian hasil dan
(pemberian respon), valuing (penghargaan), kesenangan pada aktivitas khusus. Misalnya
organization (pengorganisasian), dan senang membaca Al-Qur’an dan mendalami
characterization (pengamalan). Kelimanya petunjuk di dalamnya, senang membantu,
merupakan hal yang hirarkis dan dapat senang terhadap kebenaran dan sebagainya.
digambarkan sebagai berikut: Tingkat valuing melibatkan penentuan nilai,
keyakinan atau sikap yang menunjukkan
derajat internalisasi dan komitmen. Derajat ini
rentangnya mulai dari menerima suatu nilai,
misalnya keinginan untuk meningkatkan
keterampilan, sampai pada tingkat komitmen.
Valuing atau penilaian berbasis pada
internalisasi dari seperangkat nilai yang
spesifik. Hasil belajar pada tingkat ini
berhubungan dengan perilaku yang konsisten
dan stabil agar nilai dikenal secara jelas. Dalam
tujuan pembelajaran PAI, penilaian ini
diklasifikasikan sebagai sikap keberagamaan.
Gambar 4: Pada tingkat organization, nilai satu dengan
Tingkatan ranah afektif
nilai lain dikaitkan, konflik antar nilai diselesai-
kan, dan mulai dibangun sistem nilai internal
Pada tingkat receiving atau attending, yang konsisten. Hasil pembelajaran pada
peserta didik memiliki keinginan memperhati- tingkat ini berupa konseptualisasi nilai atau
kan suatu fenomena khusus atau stimulus. organisasi sistem nilai. Misalnya pengembang-
Tugas pendidik mengarahkan perhatian peserta an filsafat hidup yang Islami secara substansial
didik pada fenomena yang menjadi objek (tidak fanatik buta terhadap madzhab atau
pembelajaran afektif. Misalnya pendidik meng- golongan tertentu).
arahkan peserta didik agar senang membaca,

EL-TARBAWI VOL. 7 NO.1 2014 17


Ranah Afektif Dalam Evaluasi Pendidikan Agama Islam, Penting Tapi Sering Terabaikan

Tingkat ranah afektif tertinggi adalah dahulu menentukan definisi konseptual yang
characterization nilai. Pada tingkat ini peserta berasal dari teori-teori yang sesuai. Selanjutnya
didik memiliki sistem nilai yang mengendalikan mengembangkan definisi operasional berdasar-
perilaku sampai pada waktu tertentu hingga kan kompetensi dasar, yaitu kompetensi yang
terbentuk gaya hidup. Hasil pembelajaran pada dapat diukur. Definisi operasional ini kemudian
tingkat ini berkaitan dengan pribadi, emosi, dan dijabarkan menjadi sejumlah indikator. Indikator
sosial atau membentuk karakter pribadi muslim merupakan pedoman dalam menulis instrumen.
yang utuh sebagaimana pribadi Rasulullah Tiap indikator bisa dikembangkan dua atau
Muhammad . lebih butir pertanyaan atau pernyataan.
Penilaian dan evaluasi pada ranah afektif,
4. Penilaian dan Evaluasi Ranah Afektif setidaknya terkait dengan lima (5) tipe afektif.
Secara nasional ditetapkan bahwa cara Kelima tipe afektif yang penting antara lain
penilaian kelompok pelajaran agama dan adalah sikap, minat, konsep diri, nilai, dan
akhlak mulia dilakukan dengan: (a) moral. Kelima tipe ini yang biasanya dilakukan
Pengamatan terhadap perubahan perilaku dan penilaian dan/atau pengukuran dikaitkan
sikap untuk menilai perkembangan afeksi dan dengan materi tertentu termasuk materi PAI.
kepribadian peserta didik; dan (b) Ujian, dan/ Berikut penjelasan singkat kelima tipe afektif
atau penugasan untuk mengukur aspek kognitif tersebut dan instrument yang digunakan.
peserta didik. Sementara teknik penilaiannya
dilakukan dengan: (a) tes tertulis, (b) tes praktik, 4.1. Sikap
(c) pengamatan, (d) penugasan individual atau Sikap merupakan suatu kencenderungan
kelompok, (e) tes lisan, (f) portofolio, (g) jurnal untuk bertindak secara suka atau tidak suka
inventori, (h) penilaian diri, dan (i) penilaian terhadap suatu objek. Sikap dapat dibentuk
antarteman. Hasil penilaian berupa skor melalui cara mengamati dan menirukan sesuatu
(kuantitatif) untuk aspek kognitif, dan bentuk yang positif, kemudian melalui penguatan serta
deskripsi naratif (kualitatif) untuk aspek afektif menerima informasi verbal maupun non-
dan kepribadian (BNSP, 2006: 53). verbal. Perubahan sikap dapat diamati mulai
Menurut Anderson (1980) setidaknya ada dari proses pembelajaran, tujuan yang ingin
dua metode yang dapat digunakan untuk dicapai, keteguhan, dan konsistensi terhadap
mengukur ranah afektif, yaitu metode observasi sesuatu. Penilaian sikap adalah penilaian yang
dan metode laporan diri. Penggunaan metode dilakukan untuk mengetahui sikap peserta
observasi berdasarkan pada asumsi bahwa didik terhadap obyek di atas, bahkan termasuk
karakteristik afektif dapat dilihat dari perilaku pada mata kuliah PAI dan sub-sub pokok
atau perbuatan yang ditampilkan dan/atau bahasan yang ada di dalamnya.
reaksi psikologis. Metode laporan diri Sikap peserta didik terhadap PAI, terhadap
berasumsi bahwa yang mengetahui keadaan sub-sub pokok bahasan di dalamnya bahkan
afeksi seseorang adalah dirinya sendiri. Namun sikap terhadap Islam sebagai agama dan ke-
hal ini menuntut kejujuran dalam mengungkap yakinannya, penting untuk ditingkatkan. Sikap
karakteristik afektif diri sendiri. peserta didik ini harus lebih positif setelah
Dalam pengembangan spesifikasi peserta didik mengikuti pembelajaran PAI
instrumen afeksi dilakukan dengan terlebih dibanding sebelum mengikuti pembelajaran.

18 EL-TARBAWI VOL. 7 NO.1 2014


Ahmad Darmadji

Perubahan ini merupakan salah satu indikator psikologi ‘minat’ adalah suatu disposisi yang
keberhasilan pendidik dalam melaksanakan terorganisir melalui pengalaman yang
proses pembelajaran. Untuk itu pendidik harus mendorong seseorang untuk memperoleh objek
membuat rencana pembelajaran termasuk khusus, aktivitas, pemahaman, dan
pengalaman belajar peserta didik yang keterampilan untuk tujuan perhatian atau
membuat sikap peserta didik terhadap mata pencapaian (Departemen Pendidikan Nasional,
pelajaran menjadi lebih positif. 1990: 583). Hal penting pada minat adalah
Pertanyaan tentang sikap, meminta respon- intensitasnya. Secara umum minat termasuk
den menunjukkan perasaan yang positif atau karakteristik afektif yang memiliki intensitas
negatif terhadap suatu objek tertentu, seperti tinggi.
mata kuliah PAI, pokok bahasan tertentu, sikap Penilaian minat pada konteks PAI antara
ke-Islam-an tertentu, dan lain-lain. Kata-kata lain dapat digunakan untuk:
yang sering digunakan pada pertanyaan sikap 1) Mengetahui minat peserta didik sehingga
antara lain dengan menyatakan arah perasaan mudah untuk pengarahan dalam pem-
seseorang, misalnya menerima-menolak, belajaran,
menyenangi-tidak menyenangi, baik-buruk, 2) Menggambarkan keadaan langsung atau
diingini-tidak diingini dan lain sebagainya. keterkaitan antara pokok bahasan tertentu
Berikut ini merupakan contoh indikator dalam PAI dengan kondisi riil di masya-
sikap terhadap mata kuliah PAI: rakat,
1) Membaca buku PAI 3) Mengelompokkan peserta didik yang
2) Mempelajari PAI memiliki minat sama,
3) Melakukan interaksi dengan dosen PAI 4) Acuan dalam menilai kemampuan peserta
4) Mengerjakan tugas PAI didik secara keseluruhan dan memilih
5) Melakukan diskusi tentang PAI model atau metode pembelajaran yang
6) Memiliki buku PAI tepat,
Sementara contoh pernyataan untuk 5) Meningkatkan motivasi belajar peserta
kuesioner yang digunakan sebagai instrumen didik dan menerapkan nilai-nilai agama/
dalam penilaian antara lain: nilai Islami dalam kehidupan nyata di
dalam kehidupan.
1) Saya senang membaca buku-buku PAI Berikut ini contoh indikator minat terhadap
2) Tidak semua orang harus belajar PAI mata kuliah PAI:
3) Saya jarang bertanya pada dosen tentang
pelajaran PAI 1) Memiliki catatan mata kuliah PAI.
4) Saya tidak senang pada tugas mata kuliah 2) Berusaha memahami PAI
PAI 3) Memiliki buku-buku PAI
5) Memiliki buku PAI penting untuk semua 4) Mengikuti pembelajaran PAI
peserta didik Berikut adalah contoh pernyataan pada
kuesioner untuk penilaian PAI:
4.2. Minat 1) Catatan mata kuliah PAI saya lengkap
Secara umum ‘minat atau keinginan’ di- 2) Catatan mata kuliah PAI saya terdapat
fahami sebagai kecenderungan hati yang tinggi coretan-coretan tentang hal-hal yang
terhadap sesuatu. Sementara dalam disiplin penting

EL-TARBAWI VOL. 7 NO.1 2014 19


Ranah Afektif Dalam Evaluasi Pendidikan Agama Islam, Penting Tapi Sering Terabaikan

3) Saya selalu menyiapkan pertanyaan se- 7) Peserta didik dapat mengukur kemampuan
belum mengikuti pembelajaran PAI untuk mengikuti pembelajaran.
4) Saya berusaha memahami mata kuliah PAI 8) Peserta didik dapat mengetahui ketuntasan
5) Saya senang mengerjakan soal PAI belajarnya.
6) Saya berusaha selalu hadir pada pem- 9) Melatih kejujuran dan kemandirian peserta
belajaran dan praktikum PAI didik.
10) Peserta didik mengetahui bagian yang
4.3. Konsep Diri harus diperbaiki.
Menurut Smith, konsep diri adalah evaluasi 11) Peserta didik memahami kemampuan
yang dilakukan individu terhadap kemampuan dirinya.
dan kelemahan yang dimiliki. Target, arah, dan 12) Pendidik memperoleh masukan objektif
intensitas konsep diri pada dasarnya seperti tentang daya serap peserta didik.
ranah afektif yang lain. Arah konsep diri bisa 13) Mempermudah pendidik untuk me-
positif atau negatif, dan intensitasnya bisa di- laksanakan remedial, hasilnya dapat untuk
nyatakan dalam suatu daerah kontinum, yaitu instropeksi pembelajaran yang dilakukan.
mulai dari rendah sampai tinggi. 14) Peserta didik belajar terbuka dengan orang
lain.
Konsep diri ini penting untuk mengem-
15) Peserta didik mampu menilai dirinya.
bangkan karakter dan kepribadian peserta
16) Peserta didik dapat mencari materi sendiri.
didik, yaitu dengan mengetahui kekuatan dan
17) Peserta didik dapat berkomunikasi dengan
kelemahan diri sendiri. Hal ini diharapkan
temannya.
dapat menumbuhkan sikap introspeksi
Contoh-contoh indikator konsep diri antara
(muhasabatu al-nafs) pada peserta didik,
lain sebagai berikut:
optimism (tafâ‘ul) dengan kelebihan yang
dimilikinya namun juga tetap sadar dengan 1) Memilih sub pokok bahasan yang mudah
kekurangan atau kelemahannya. dipahami
2) Memiliki kecepatan memahami bidang dan
Penilaian konsep diri dapat dilakukan
pokok bahasan tertentu
dengan penilaian diri. Kelebihan dari penilaian
3) Mengukur kekuatan dan kelemahan dalam
diri adalah sebagai berikut:
mengkomunikasikan konsep keagamaan
1) Pendidik mampu mengenal kelebihan dan tertentu
kekurangan peserta didik. Sementara itu pernyataan untuk instrumen
2) Peserta didik mampu merefleksikan antara lain dapat dinyatakan sebagai berikut:
kompetensi yang sudah dicapai.
1) Saya sulit mengikuti pelajaran PAI
3) Pernyataan yang dibuat sesuai dengan
2) Saya mudah memahami pembahasan
keinginan penanya.
ijtihad
4) Memberikan motivasi diri dalam hal
3) Saya mudah menghapal ayat-ayat Al-
penilaian kegiatan peserta didik.
Qur‘an tentang hukum
5) Peserta didik lebih aktif dan berpartisipasi
4) Saya mampu membaca dan menerjemah-
dalam proses pembelajaran.
kan hadits hukum dengan baik
6) Dapat digunakan untuk acuan menyusun
5) Saya merasa sulit memahami konsep
bahan ajar dan mengetahui standar input
mahabbah dalam tasawuf
peserta didik.

20 EL-TARBAWI VOL. 7 NO.1 2014


Ahmad Darmadji

4.4. Nilai 2) Saya berkeyakinan bahwa kinerja pendidik


Nilai merupakan suatu keyakinan tentang sudah maksimal.
perbuatan, tindakan, atau perilaku yang di- 3) Saya berkeyakinan system pendidikan saat
anggap baik dan yang dianggap buruk. Bila ini belum mampu mengubah tingkat
sikap mengacu pada suatu organisasi sejumlah kesejahteraan masyarakat secara merata.
keyakinan sekitar objek spesifik atau situasi, 4) Saya berkeyakinan bahwa perubahan
maka nilai mengacu pada keyakinan. Target selalu membawa masalah.
nilai cenderung menjadi ide, atau kadang juga 5) Saya berkeyakinan bahwa hasil yang
berupa sikap dan perilaku. Arah nilai dapat dicapai peserta didik adalah atas usahanya
positif dan dapat negatif. Intensitas nilai dapat 4.5. Moral
dikatakan tinggi atau rendah tergantung pada
situasi dan nilai yang diacu. Proses pendidikan Piaget dan Kohlberg banyak disebut-sebut
dan pembelajaran PAI harus membantu peserta teorinya tentang perkembangan moral. Bahkan
didik menemukan dan menguatkan nilai yang tidak jarang teorinya menjadi landasan dasar
bermakna dan signifikan bagi dirnya untuk dalam proses pendidikan moral (Kohlberg,
memperoleh kebahagiaan personal dan 1995). Namun teori tersebut bukannya tanpa
memberi kontribusi positif terhadap kritik. Antara lain karena Kohlberg dianggap
masyarakat. mengabaikan hubungan antara judgement moral
dan tindakan moral. Ia dianggap lebih cende-
Instrumen aspek nilai sebagai bagian dari rung pada prinsip moral seseorang melalui
ranah afektif bertujuan untuk mengungkap nilai penafsiran respon verbal terhadap dilema hipo-
dan keyakinan individu. Informasi yang di- tetikalnya, bukan pada bagaimana sesungguh-
peroleh berupa nilai dan keyakinan yang positif nya seseorang bertindak atau tindakan
dan yang negatif. Hal-hal yang positif ditingkat- moralnya (Miller & Fielding, 1980: 112).
kan sedang yang negatif dikurangi dan
akhirnya dihilangkan. Seringkali moral berkaitan dengan
perasaan salah atau benar terhadap orang lain
Sebagian dari indikator nilai antara lain atau perasaan terhadap tindakan yang
adalah: dilakukan diri sendiri. Misalnya menipu orang
1) Memiliki keyakinan akan peran agama lain, membohongi orang lain, atau melukai
dalam kehidupan orang lain baik fisik maupun psikis. Moral juga
2) Menyakini keberhasilan bila melakukan sering dikaitkan dengan keyakinan agama
usaha yang optimal seseorang, seperti keyakinan akan perbuatan
3) Menunjukkan keyakinan atas kemampuan yang berdosa dan berpahala. Jadi moral
dirinya. berkaitan dengan prinsip, nilai, dan keyakinan
4) Mempertahankan keyakinan akan harapan seseorang.
demi kebaikan bersama Pada konteks PAI dan moralitas Islam,
Sementara itu contoh pernyataan untuk yang diharapkan adalah sampai pada inti
kuesioner tentang nilai peserta didik sebagai moralitas ke-Islam-an yang diyakini secara
berikut: substansial adalah moralitas universal atau
1) Saya berkeyakinan bahwa prestasi belajar rahmatan lil-‘âlamîn. Sejumlah moralitas
peserta didik dapat ditingkatkan. substansial yang universal dari moralitas Islam

EL-TARBAWI VOL. 7 NO.1 2014 21


Ranah Afektif Dalam Evaluasi Pendidikan Agama Islam, Penting Tapi Sering Terabaikan

seperti: kejujuran, integritas, keadilan, kebebasan, demikian dalam tulisan singkat ini, ketiganya
penghargaan dan lain-lain. Dengan kata lain, tidak dibahas dengan asumsi skala tersebut
pada konteks keberagamaan ke-Islam-an sudah mafhum (sering digunakan) kendati
seseorang, tercipta peserta didik yang tahu dan bukan dalam rangka penilaian atau evaluasi
hafal ajaran agama serta menghayati dan afektif PAI.
menjadi dasar kepribadiannya.
Sejumlah indikator moral sesuai dengan 5. Evaluasi PAI di PTU
definisi teoritis antara lain: Sesuai dengan apa yang penulis alami,
1) Memegang janji sejumlah faktor utama yang menjadi persoalan
2) Memiliki kepedulian terhadap orang lain dalam evaluasi PAI. Sejumlah faktor dimaksud
3) Menunjukkan komitmen terhadap tugas- antara lain: pertama, kadang ada perbedaan
tugas persepsi tentang batasan materi-materi yang
4) Memiliki Kejujuran dan Integritas tidak dapat dievaluasi seperti masalah keiman-
Di antara contoh pernyataan untuk instru- an, kendati sesungguhnya Al-Qur’an telah
men moral adalah sebagai berikut: mengisyaratkan karakter orang-orang yang
beriman. Hal ini terjadi tidak hanya pada
1) Bila saya berjanji pada teman, tidak harus pelaksanaan evaluasi PAI namun bermula sejak
menepati. proses pendidikan PAI dilakukan, terlebih bila
2) Bila berjanji kepada orang yang lebih tua, pendidikan dan pembelajaran dilakukan secara
saya berusaha menepatinya. team (team teaching).
3) Bila berjanji pada anak kecil, saya tidak
harus menepatinya. Kedua, persoalan juga muncul karena
4) Bila menghadapi kesulitan, saya selalu me- kadang perumusan tujuan PAI terlalu ideal dan
minta bantuan orang lain. terkesan kurang jelas sehingga sulit diukur
5) Bila ada orang lain yang menghadapi keberhasilannya. Hal ini dapat difahami karena
kesulitan, saya berusaha membantu. secara psikologis umumnya orang masih meng-
6) Kesulitan orang lain merupakan tanggung anggap bahwa agama adalah ajaran ’ideal’ dan
jawabnya sendiri. universal - dan memang bagaimanapun agama
7) Bila bertemu teman, saya selalu menyapa- adalah ajaran ideal dan universal, minimal bagi
nya walau ia tidak melihat saya. pemeluknya. Namun di sisi lain, pandangan
8) Bila bertemu dosen, saya selalu memberi- idealitas dan universalitas ini menjadikan
kan salam, walau ia tidak melihat saya. tujuan mata kuliah PAI kadang menjadi terlalu
9) Saya selalu bercerita hal yang menyenang- ideal dan terlalu luas.
kan teman, walau tidak seluruhnya benar. Ketiga, secara umum masih ditemukan
10) Bila ada orang yang bercerita, saya tidak persoalan klasik berupa kurangnya kemampu-
selalu mempercayainya. an sebagian besar dosen PAI dalam me-
Wujud instrumen yang sering digunakan ngembangkan instrumen PAI pada ranah
dalam penilaian tipe afektif di atas antara lain afektif dan psikomotorik, dan lebih sering
kuisioner dalam bentuk skala, khususnya untuk terbatas pada ranah kognitif. Kendati demikian,
sikap minat maupun nilai. Sementara skala memang diakui banyak ahli bahwa evaluasi
yang sering digunakan adalah Skala Thurstone, untuk ranah afektif cenderung ’lebih sulit’ bila
Skala Likert, dan Skala Beda Semantik. Namun dibanding ranah lain, namun bukan berarti

22 EL-TARBAWI VOL. 7 NO.1 2014


Ahmad Darmadji

tidak dapat dilakukan secara ideal. membaca al-Qur‘an, (i) pergaulan dengan
Keempat, persoalan klasik lain sering teman dalam kehidupan sehari-hari baik
muncul berupa rasio dosen dengan mahasiswa dilihat dari bahasa maupun perilakunya, (j)
terlalu jauh sehingga seorang dosen harus dan lain-lain yang dianggap perlu.
mengajar di luar kapasitasnya. Hal ini ber- 3) Observasi baik langsung maupun tidak
dampak pada efektivitas pelaksanaan evaluasi. langsung untuk mencari informasi dari ber-
bagai sumber tentang perilaku keagamaan
Terhadap sejumlah persoalan di atas, mahasiswa peserta didik PAI. Informan
setidaknya terdapat sejumlah strategi yang yang bisa dijadikan sumber antara lain
dapat dilakukan dalam usaha meningkatkan dapat diperoleh dari dosen-dosen jurusan,
proses menilai hasil pendidikan dan pem- himpunan mahasiswa dan tempat tinggal
belajaran PAI secara efektif. Hal ini agar mahasiswa selama masih bisa dilacak.
penilaian dapat dilakukan terhadap semua 4) Mengadakan studi sosial keagamaan di
aspek hasil belajar secara serasi dan seimbang sekitar tempat tinggalnya. Mahasiswa
sehingga aspek afektif tidak menjadi hal yang ditugaskan untuk mendata kehidupan
terabaikan. Sejumlah strategi dimaksud antara keagamaan dan kemakmuran masjid yang
lain: (1) perumusan tujuan yang jelas dan tegas dekat dengan tempat tinggalnya.
sehingga mudah dievaluasi; (2) pencatatan Sementara itu, mekanisme penilaian hasil
tingkah laku peserta didik; (3) kesinambungan belajar PAI pada PTU antara lain dapat dilaku-
dalam penilaian; (4) kualitas instrumen dalam kan dengan berbagai cara. Sejumlah cara
penilaian; dan (5) kesesuaian antara aspek yang dimaksud antara lain sebagai berikut. Pertama,
diukur dengan materi yang disampaikan. perancangan penilaian PAI oleh dosen PAI
Selain itu disadari bersama bahwa peserta dilakukan saat pengembangan program pem-
didik PAI di PTU adalah orang dewasa - belajaran, baik dalam bentuk silabus maupun
setidaknya dewasa secara biologis. Artinya, rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP).
terdapat sejumlah hal yang berbeda bila Kedua, UTS dan UAS PAI adalah teknik pe-
dibanding dengan peserta didik anak-anak dan nilaian untuk mengukur ketuntasan penguasa-
remaja. Oleh karenanya, evaluasi dan penilaian an kompetensi PAI mahasiswa pada tengah
PAI pada PT dapat dilakukan dengan berbagai semester dan akhir semester. Ujian ini dilaku-
cara berikut. kan oleh dosen PAI di bawah koordinasi satuan
pendidikan. Ketiga, penilaian tugas terstruktur
1) Menugaskan mahasiswa untuk melapor-
dan mandiri adalah teknik penilaian untuk
kan aktivitas keagamaan masing-masing,
mengukur kedalaman pengamalan ajaran
baik yang dilakukan di kampus maupun
agama dan aktifitas keagamaan mahasiswa
di lingkungan di mana mahasiswa tinggal;
dalam keseharian. Keempat, penilaian tugas
2) Sosio-matriks, yaitu memberikan penilaian
kelompok melalui diskusi adalah teknik untuk
dan merangking 5 orang teman-sekelasnya
mengukur keluasan pemahaman dan penge-
yang paling tinggi sikap kegamaannya,
tahuan mahasiswa akan ajaran agama Islam.
yang di dalamnya antara lain meliputi: (a)
Kelima, penilaian kehadiran adalah teknik untuk
cara berpakaian, (b) pelaksanaan shalat, (c)
menilai komitmen mahasiswa dalam me-
kejujuran, (d) aktivitas keagamaan, (e)
laksanakan kewajibannya sebagai seorang
menempati janji, (f) pengetahuan dan
peserta didik, dan keenam, penilaian sosiometrik
wawasan keislaman, (g) sopan santun, (h)

EL-TARBAWI VOL. 7 NO.1 2014 23


Ranah Afektif Dalam Evaluasi Pendidikan Agama Islam, Penting Tapi Sering Terabaikan

adalah teknik untuk mengetahui sikap dan evaluasi PAI dengan memperhatikan
amaliah mahasiswa dalam pandangan mahasiswa sebagai peserta didik dewasa.
lingkungannya.
Demikian sekilas sejumlah persoalan dan Daftar Pustaka
cara atau mekanisme yang bisa ditempuh Anderson, Lorin W. 1981. Assessing Affective
sebagai tawaran untuk mengoptimalkan fungsi Characteristic in the Schools. Boston: Allyn
evaluasi PAI pada PTU. Namun demikian pada and Bacon, Inc.
kondisi tertentu seorang mahasiswa dinyatakan
Anonim. 2006. Panduan Penilaian Kelompok
lulus apabila telah memiliki nilai PAI minimal
Pelajaran Agama dan Akhlak Mulia. Jakarta:
nilai B dengan sejumlah kompetensi dasar.
Badan Standar Nasional Pendidikan
Kompetensi-kompetensi dasar dimaksud
(BNSP).
misalnya adalah: mampu menjawab soal UAS
dan UTS, mampu membaca al-Qur‘an dengan Bloom, B. S. ed. et al. 1956. Taxonomy of
tartil, mampu mempraktekkan gerakan shalat, Educational Objectives: Handbook 1. New
melaporkan aktivitas keagamaan di mana ia York: David McKay.
tinggal, mampu menghafal minimal 10 doa Daradjat, Zakiah. 2010. Draf Standar Penilaian
harian, kehadiran dan aktivitas di kelas, serta Pendidikan Agama Islam Pada Perguruan
mampu menghafal surat al-Nâs sampai al- Tinggi Umum. Jakarta: Direktorat Jendral
Bayyinah misalnya. Kendati ini masih dianggap Pendidikan Perguruan Tinggi Islam
minimalis, namun tidak ada kata ukuran Kemeterian Agama RI.
minimal yang buruk untuk beranjak ke arah
Zuchdi, Darmiyati. 2008. Humanisasi Pendidikan.
yang lebih baik.
Jakarta: Bumi Aksara.

C. Kesimpulan Departemen Pendidikan Nasional. 1990. Kamus


Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Berdasarkan pembahasan diatas, dapat
Pustaka.
disimpulkan beberapa poin penting. Bahwa
keterabaian ranah afektif pada evaluasi PAI di , 2007. Peraturan Menteri Pendidikan
PTU antara lain disebabkan sejumlah hal, di- Nasional (Permendiknas) nomor 20 tahun
antaranya: pertama, adanya perbedaan persepsi 2007 tentang Standar Penilaian.
tentang batasan materi yang tidak dapat Gronlund, N. E. 1978. Stating Objectives for
dievaluasi seperti masalah keimanan, kedua, Classroom Instruction 2nd ed. New York:
perumusan tujuan PAI terlalu ideal dan MacMillan Publishing.
terkesan kurang jelas sehingga sulit diukur,
Hersey, Paul and Kenneth H. Blanchard. 1993.
ketiga, masih kurangnya kemampuan sebagian
Management of Organization Behavior. New
besar dosen PAI dalam mengembangkan
Jersey: Prentice-Hall, Inc.
instrumen PAI pada ranah afektif khususnya,
dan keempat, rasio dosen dengan mahasiswa Hersh, Miller & Fielding. 1980. Model of Moral
terlalu jauh. Untuk mengatasi hal ini antara lain Education: An Appraisal. New York:
dapat ditempuh dengan memperdalam Longman Inc.
pemahaman ranah afektif pada PAI sebagai Kohlberg, Lawrence. 1985. Tahap-tahap
mata kuliah tanggungjawab dosen PAI, Perkembangan Moral, terj. John de Santo
memperkaya cara dan mekanisme pelaksanaan dan Agus Cremers. Yogyakarta: Kanisius.

24 EL-TARBAWI VOL. 7 NO.1 2014


Ahmad Darmadji

Krathwohl, D. R. ed. et al. 1964. Taxonomy of Syahidin. 2010. Draf Standar Penilaian Pendidikan
Educational Objectives: Handbook II, Affective Agama Islam Pada Perguruan Tinggi Umum.
Domain. New York: David McKay. Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan
Lecapitaine, John E. 1980. The Differential Effects Perguruan Tinggi Islam Kemeterian
of Three Psychological Education Curricula Agama RI
Affective and Moral Development. Boston: Sumarna, Elan. 2009. Silabus dan Satuan Acara
Boston University School. Perkuliahan (SAP) mata kuliah PAI Semester
Genap. Bandung: Fakultas Pendidikan
Ilmu Pengetahuan Sosial UPI.

EL-TARBAWI VOL. 7 NO.1 2014 25

Anda mungkin juga menyukai