Anda di halaman 1dari 64

DOKUMEN KERANGKA 2016

ACUAN

2.2. Rona Lingkungan Hidup Awal

2.2.1. Komponen Geofisik-Kimia

A. Iklim

Iklim merupakan salah satu komponen fisika-kimia yang berperan penting dalam
proses hidrologi di suatu wilayah. Beberapa proses hidrologi yang berkaitan dengan
parameter iklim meliputi laju aliran permukaan, erosi dan sedimentasi serta ancaman
banjir. Tipe iklim pada daerah Kabupaten Takalar dan juga umumnya kabupaten lain di
Provinsi Sulawesi Selatan mempunyai tipe iklim sub tropis. Berdasarkan sistem klisifikasi
koppen yang didasari oleh suhu dan hujan rata-rata bulanan maupun tahunan lalu
dihitung dengan keadaan vegetasi alami (Handoko, 1995), maka iklim di Kabupaten
Takalar tergolong daerah iklim hujan sub tropis.

Gambaran mengenai kondisi iklim dan unsur cuaca yang dikaji dalam studi ini
menggunakan data yang tercatat pada Stasiun Klimatologi Galesong yang diperoleh dari
Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika Wilayah IV Kota Makassar. Parameter iklim
dan unsur cuaca yang dikaji meliputi temperatur udara, curah hujan, kelembaban udara,
arah dan kecepatan angin serta penyinaran matahari, selama kurun waktu 10 tahun
(2003-2013).

(1). Temperatur Udara

Temperatur udara rata-rata tahunan pada lokasi studi secara umum berkisar
antara 27,0-28,2 oC. Temperatur udara rata-rata bulanan tertinggi terjadi pada bulan
Oktober dan Nopember dan terendah pada bulan Februari. Temperatur udara minimum
rata-rata bulanan berkisar antara 25,90C yang terjadi pada bulan Agustus dan tertinggi
28,90C pada bulan Nopember.

Temperatur udara maksimum rata-rata bulanan berkisar 30,50C pada bulan


Januari dan Februari dan 33,1oC pada bulan Oktober. Selanjutnya temperatur udara
minimum rata-rata bulanan berkisar 23,50C pada bulan Agustus dan 25,20C pada bulan
Nopember. Variasi temperatur udara rata-rata bulanan dapat dilihat pada pada Tabel 2.9
s/d Tabel 2.10 dan Gambar 2.11.

PT. GASING SULAWESI II - 30


Tabel 2.9. Temperatur Udara Rata-Rata Bulanan di Lokasi Rencana Pertambangan
Eksplorasi Pasir Laut PT Gasing Sulawesi di Kecamatan Galesong Utara
Tahun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des * **
2004 26.5 26.5 27.1 27.8 28.0 27.8 27.6 27.0 27.6 28.4 28.9 27.5 330.7 27.56
2005 26.8 27.0 27.5 28.1 28.0 27.7 27.7 27.4 27.7 28.6 28.5 26.7 331.7 27.64
2006 27.2 26.5 27.4 28.4 28.2 27.2 27.9 26.3 27.9 28.4 28.6 27.3 331.3 27.61
2007 27.2 27.5 27.7 27.8 28.6 28.1 28.3 27.7 28.3 28.4 27.8 27.3 334.7 27.89
2008 27.7 27.3 27.3 27.6 28.2 27.2 28.0 27.3 28.0 28.5 29.2 28.1 334.4 27.87
2009 27.7 26.9 27.7 27.9 28.4 27.8 27.9 27.4 27.9 28.4 28.0 27.2 333.2 27.77
2010 27.1 26.7 27.3 27.8 28.1 27.5 28.3 27.5 28.3 28.7 27.8 26.7 331.8 27.65
2011 26.3 26.8 27.7 28.3 28.5 27.9 27.2 28.0 28.2 28.7 29.3 27.8 334.7 27.89
2012 26.6 27.8 28.2 28.4 28.5 28.0 27.8 28.0 28.0 28.4 28.2 26.6 334.5 27.88
2013 26.8 27.0 26.7 27.3 28.5 27.7 27.4 27.7 28.3 28.7 28.4 27.0 331.5 27.63
* 269.9 270.0 274.6 279.4 283.0 276.9 278.1 274.3 280.2 285.2 284.7 272.2 3328.5 277.38
** 26.99 27 27.46 27.94 28.3 27.69 27.81 27.43 28.02 28.52 28.47 27.22 332.85 27.738

“ * “ = Jumlah “**” = Rata-Rata Sumber: Badan Metereologi, Klimatologi dan Geofisika


Wilayah IV
Tabel 2.10. Temperatur Udara Maksimum Rata-Rata Bulanan di Lokasi Rencana
Pertambangan Pasir Laut PT Gasing Sulawesi
Temperatur Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des
Maksimum 30.5 30.5 31.3 31.9 32.5 32 31.8 31.9 32.8 33.1 32.4 30.5
Minimum 24.7 24.7 24.9 24.8 25.1 24.3 23.7 23.5 24.1 24.8 25.2 25
Rata-Rata 27.6 27.6 28.1 28.4 28.8 28.2 27.8 27.7 28.5 29.0 28.8 27.8
Sumber : BMKG Galesong

TEMPERATUR UDARA BULANAN PERIODE 2004-2013

Gambar 2.11. Temperatur Udara Rata-Rata Bulanan di Lokasi Rencana


Pertambangan Pasir Laut PT Gasing Sulawesi di Kecamatan
Galesong Utara.
(2). Curah Hujan
Gambaran mengenai kondisi curah hujan di lokasi Rencana Pertambangan
Eksplorasi Pasir Laut oleh PT Gasing Sulawesi di Perairan Laut Galesong Utara
Kabupaten Takalar dan sekitarnya ditunjukkan pada Tabel 2.11.

Musim hujan terjadi pada bulan-bulan September sampai Maret dan musim
kemarau terjadi pada bulan-bulan April sampai Agustus. Curah hujan rata-rata berkisar
3097,9 mm/tahun. Curah hujan terendah adalah sebesar 6,2 mm terjadi pada bulan
Agustus dan tertinggi 701,2 mm pada bulan Februari.

Tabel 2.11. Curah Hujan Rata-Rata Bulanan di Lokasi Rencana Pertambangan Pasir Laut
PT Gasing Sulawesi di Kecamatan Galesong Utara
Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nop Des
CH Sanrobone 666.5 701.7 494.3 353.2 129.3 53.3 70.2 20.3 6.2 37.4 155.6 410.3
CH Galesong 688 664 483 353 133 55 65 20 20 44 130 428
Sumber : :BMKG
Sumber BMKGWilayah IV Makassar
Wilayah IV Makassar, Tahun 2014

(3). Kelembaban Udara

Kelembaban udara di lokasi Rencana Pertambangan Pasir Laut oleh PT Gasing


Sulawesi di Perairan Laut Galesong Utara Kabupaten Takalar dan sekitarnya berkisar dari
68,2 % pada bulan Agustus sampai 85,3 % pada bulan Maret. Data mengenai
kelembaban udara bulanan ditunjukkan pada Tabel 2.12 Gambar 2.12. berikut.

Tabel 2.12. Kelembaban Udara Rata-Rata Bulanan di Lokasi Rencana Pertambangan


Pasir Laut PT Gasing Sulawesi di Kecamatan Galesong Utara
BULAN Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des
SANDROBONE 79.3 85.3 83.8 74.6 81.2 78.2 68.2 78.1 75.8 74.8 80
GALESONG 85.6 85.4 83.7 81.3 80.5 77.5 74 72.9 75.8 80.6 86
Sumber : BMKG
Sumber : BMKG Wilayah
Wilayah IV Makassar, Tahun 2014
IV Makassar
Gambar 2.12. Kelembaban Udara Rata-Rata Bulanan di Lokasi Rencana Pertambangan
Pasir Laut oleh PT. Gasing Sulawesi di Kecamatan Galesong Utara

(4). Penyinaran Matahari

Penyinaran matahari rata-rata bulanan di lokasi Rencana Pertambangan Pasir


Laut oleh PT Gasing Sulawesi, Kabupaten Takalar berkisar antara 46-94 %. Penyinaran
matahari cenderung meningkat dari bulan Januari sampai mencapai maksimum pada
bulan September, kemudian menurun pada bulan Desember, seperti yang disajikan pada
Tabel 2.13 dan Gambar 2.13.

Tabel 2.13. Penyinaran Matahari Rata-Rata Bulanan di Lokasi Rencana Pertambangan


Eksplorasi Pasir Laut PT Gasing Sulawesi di Kecamatan Galesong Utara
Bulan
Tahun
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nop Des
2004 - 51 49 49 63 66 69 90 92 70 - -
2005 33 45 61 63 95 53 85 - 91 69 64 39
2006 41 48 49 66 85 67 93 93 83 91 53 41
2007 45 - 60 73 - 71 91 92 98 98 85 56
2008 34 40 64 73 81 86 83 88 90 85 75 34
2009 57 40 54 87 78 87 89 94 96 94 77 51
2010 46 64 64 69 77 89 85 90 99 80 66 43
2011 42 - 55 63 - 61 - 98 97 98 89 65
2012 47 37 47 69 76 56 82 86 92 81 66 35
2013 49 30 60 73 76 70 87 85 84 86 58 32
Rata 46 48 60 69 80 64 82 91 93 85 71 50

Sumber:
Sumber :Badan
BMKGMetereologi
Wilayah IV dan Geofisika
Makassar, Wilayah
Tahun IV
2014
Gambar 2.13. Lama Penyinaran Rata-Rata Bulanan di Lokasi Rencana Pertambangan
Pasir Laut oleh PT. Gasing Sulawesi di Kecamatan Galesong Utara
(5). Angin Musim

Wilayah pesisir Kecamatan Galesong Utara, Kabupaten Takalar sebagain


termasuk wilayah pesisir dan dipengaruhi oleh dua musim yaitu, periode musim barat
dengan kejadian angin munson barat pada biasanya dimulai pada bulan Desember,
Januari, hingga Februari. Sedangkan periode musim timur dengan kejadian angin
munsun timur pada umumnya dimulai pada bulan Juli, Agustus hingga September.
Selain kedua musim tersebut, dikenal pula dua musim peralihan (pancaroba) yakni
musim peralihan barat-timur pada bulan Maret, April, Mei yang ditandai dengan
berkurangnya curah hujan dan arah angin sudah berganti arah. Sedangkan musim
peralihan timur-barat umumnya dimulai pada bulan September, Oktober hingga
Nopember yang ditandai curah hujan mulai bertambah.
Terjadinya keempat musim tersebut, tidak terlepas daripada pengaruh tekanan
angin di benua Asia, dan benua Australia. Pada musim barat, di belahan bumi utara
(daratan Asia) terjadi musim dingin dan di belahan bumi selatan (daratan Australia)
terjadi musim panas. Pada saat ini, pusat tekanan tinggi berada di daratan Asia dan
pusat tekanan rendah di daratan Australia. Keadaan ini menyebabkan angin bertiup dari
daratan Asia menuju daratan Australia, dan sebaliknya terjadi pada saat musin timur.

(6). Arah dan Kecepatan Angin

Pemanasan oleh sinar matahari yang tidak merata di atas permukaan bumi
mengakibatkan naiknya suhu yang dibarengi naiknya tekanan di beberapa tempat
sementara di tempat tertentu terjadi penurunan tekanan sehingga fenomena tersebut
menimbulkan pergerakan aliran massa udara sebagai bentuk pertukaran massa udara,
sehingga fenomena ini disebut hembusan angin, seperti disajikan pada Gambar 2.14.

Gambar 2.14. Mawar angin harian dengan rata-rata kecepatan selama periode 5 tahun
terakhir (2011-2015) (Sumber Laporan Eksplorasi PT Gasing Sulawesi,
Tahun 2016)

Angin yang berhembus dari tekanan tinggi menimbulkan aliran massa udara ke
daerah yang bertekanan lebih rendah, sementara daerah yang dilalui meliputi daratan
dan lautan. Distribusi angin baik arah maupun kecepatannya dapat ditunjukkan melalui
windrose atau mawar angin. Windrose menggambarkan frekuensi kejadian angin pada
tiap arah mata angin dan kelas kecepatan angin pada lokasi dan waktu tertentu.
Windrose dapat pula digunakan untuk menampilkan grafik dari kecenderungan arah.
Data angin yang digunakan selama 5 tahun terakhir (2011-2015) diperoleh dari Badan
Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Klas I Makassar.
Rata-rata arah dan kecepatan angin selama periode 2012-2015 menunjukkan
bahwa arah angin dominan yang terjadi di perairan pesisir Kabupaten Takalar dan
sekitarnya lebih banyak dari arah barat dengan rata-rata kecepatan antara 5,7 sampai
8,8 m/s, sedangkan pada kondisi ekstrim kecepatan angin mencapai 8,8 – 11,1 m/s yang
dominan dari arah barat, barat laut dan barat daya.
B. Transportasi Laut

Pengamatan transportasi laut disekitar lokasi rencana pertambangan Pasir Laut di


wilayah perairan laut Kecamatan Galesong Utara, Kabupaten Takalar dilakukan untuk
melihat pergerakan alur lalulintas pelayaran kapal yang melintas disekitar lokasi rencana
kegiatan, yang meliputi kapal penumpang, kapal angkutan barang dan peti kemas serta
kapal nelayan yang berasal dari Galesong Utara dan sekitarnya. Peta alur pelayaran di
perairan Takalar disajikan pada Gambar 2.15 dan 2.16.

Gambar 2.15. Peta Alur Pelayaran Disekitar Lokasi Pertambangan Pasir Laut PT.
Gasing Sulawesi
Gambar 2.16. Alur Pelayaran Menuju dan dari Makassar

C. Geologi Regional

Kondisi geologi regional lokasi tapak proyek baik dipermukaan maupun bawah
permukaan didasarkan pada data sekunder maupun primer hasil pengamatan singkapan
di lapangan dan hasil pemboran yang pernah dilakukan Muliadi sejak tahun 1982.
Berdasarkan Peta Geologi Lembar 2010, 2110 dan 2109; Ujung Pandang, Benteng dan
Sinjai skala 1:250.000 (Rab Sukamto dan Supriatna, 1982) lokasi tapak proyek Rencana
Pertambangan Eksplorasi Pasir Laut oleh PT Gasing Sulawesi dan sekitarnya ditutupi oleh
jenis batuan Tersier dan Kuarter, yaitu batuan gunung api dan endapan aluvium.

Penelaahan kondisi geologi daerah studi baik di permukaan maupun bawah


permukaan didasarkan pada data sekunder maupun primer hasil pemboran dan/atau
sondir yang sudah pernah dilakukan. Wilayah studi dan sekitarnya ditutupi oleh jenis
batuan gunungapi dan endapan aluvial. Berdasarkan geologi regional terdapat tiga
satuan batuan di daerah ini disajikan pada Gambar 2.17 Urutannya dari muda ke tua
adalah sebagai berikut :

(1). Endapan Aluvial

Endapan Aluvial terletak tidak selaras di atas batuan yang lebih tua (batuan
Gunungapi Baturape-Cindako), penyebarannya sangat luas terutama di lokasi tapak
proyek dan sekitarnya. Batuan ini terbentuk pada zaman Kuarter (Aluvium) dan dalam
geologi regional endapan aluvial sungai, rawa dan pantai (Qac). Berdasarkan sifat fisik
litologi penyusun dan posisi terdapatnya, endapan aluvial merupakan batuan termuda di
kawasan ini. Umumnya satuan batuan ini terdiri atas pasir kasar, pasir halus, lempung
dan liat, serta beberapa tempat ditemukan pecahan binatang laut. Menindih tidak selaras
Formasi Camba

(2). Formasi Camba

Penyebaran Formasi Camba (Tmc) dijumpai di sekitar daerah Sero dan


Borong. Batuannya terdiri atas batuan sedimen laut berselingan dengan batuan
gunungapi, batupasir tufa berselingan dengan t ufa, batupasir dan batulempung
bersisipan dengan napal, batugamping, konglomerat dan breksi gunungapi.
Warnanya beraneka, yaitu coklat merah, kelabu muda sampai hitam. Umumnya
mengeras kuat, berlapis-lapis dengan tebal antara 4,0 cm hingga 100,0 cm. Batuan
ini terbentuk pada Kala Miosen Tengah.

(3). Sedimen Tektonik

Proses sedimentasi yang terjadi di lokasi tapak proyek bersumber dari Sungai
Palleko, Sungai Dingau, Sungai Tekolahua, Sungai Pamakulu termasuk Sungai
Jeneberang. Sungai Jeberang merupakan sumber utama yang mengalir sejauh ± 70
km dari G. Bawakaraeng, bermuara ke Selat Makassar. Sungai tersebut membawa
material sediment dalam jumlah yang sangat besar, jumlahnya berkisar antara
400.000 sampai 600.000 m 3 (CTI,1993). Kecepatan sedimentasi lebih besar daripada
penurunan dasar cekungan Selat Makassar, sehingga terbentuklah Delta, Teluk Losari
dan garis pantai berkembang ke arah laut, sehingga daratan menjadi lebih luas dan
terbentuknya banyak gosong pasir (sand bar) sejalan dengan bertambahnya waktu
geologi.

Karena aktivitas manusia pada sungai sungai tersebut di atas, baik di bagian hulu
maupun di sekitar muaranya, maka keseimbangan proses pantai di sekitar muara sungai
ini mengalami gangguan. Untuk mencapai keseimbangannya kembali, maka terjadi
perubahan proses-proses alami di pantai tersebut yang mengakibatkan terjadinya
perubahan garis pantai di sekitar muara sungai.
Gambar 2.17.. Peta Geologi Regional Daerah Penelitian dan sekitarnya
(Sumber Laporan Eksplorasi PT Gasing Sulawesi 2016)

Qac ENDAPAN ALUVIUM, RAWA DAN PANTAI: Kerikil, pasir, lempung, lumpur dan
pecahan batugamping koral serta kerang-kerangan

FORMASI CAMBA: Batuan sedimen laut berselingan dengan batuan gunungapi, batu-
Tmc
pasir tufaan berselingan denga tufa, batupasir batulempung; bersisipan napal,
batugamping, konglomerat dan breksi gunungapi, dan batubara; warna beraneka dari
putih, coklat, merah, kelabu muda samapi kehitaman, umumnya mengeras kuat;
berlapis-lapis dengan tebal antara 4 cm dan 100 cm. tufa berbutir halus hingga lapili;
tufa lempungan berwarna merah mengandung banyak mineral biotit; konglomerat dan
breksinya terutama berkomponen andesit dan basal dengan ukuran antara 2 cm dan 30
cm; batugamping pasiran mengandung koral dan moluska; batulempung kelabu tua
Sumber : Geologi Lembar Ujung Pandang Benteng dan Sinjai
Lembar : 2010, 2110, 2109
Skala 1 : 250.000
Rab Sukamto & Supriatna, 1982
DOKUMEN KERANGKA ACUAN 2016
RENCANA PERTAMBANGAN EKSPLORASI PASIR LAUT

(4). Struktur Geologi

Pada bagian ini akan dijelaskan tentang kondisi rona lingkungan pada kawasan
Studi Amdal Rencana Pertambangan Eksplorasi Pasir Laut oleh PT Gasing Sulawesi di
Perairan Laut Galesong Utara Kabupaten Takalar dan sekitarnya. Gambaran umum
kondisi rona lingkungan kawasan ini diperoleh dari hasil survei lapangan dan data
sekunder yang diperoleh dari berbagai sumber data. Berdasarkan penelahan, kawasan
ini tidak dijumpai adanya gejala yang memberikan indikasi struktur geologi yang
dinamis dan penting, yaitu sesar (patahan) aktif dan pusat gempabumi merusak.
Wilayah Studi Pertambangan Eksplorasi Pasir Laut yang meliputi Pengerukan Pasir Laut
untuk mereklamasi Center of Indonsia (COI) di Kota Makassar terletak di Selat
Makassar. Wilayah ini relatif sangat jauh dari sesar normal regional yang terdapat di
sebelah timur dan sesar geser yang terdapat di lepas pantai pada bagian barat daya
dan pusat gempa bumi merusak. Untuk jelas terdapat pada Gambar 2.18, Peta
Seismotektonik Provinsi Sulawesi Selatan dan Gambar 2.19 Peta Sesar Aktif dan
Sebaran Pusat Gempabumi Merusak Wilayah Sulawesi. Keadaan lingkungan geologi
struktur batuan alas ( bed rocks ) di daerah ini berada dalam keseimbangan, relatif
sangat aman dari proses geologi dinamis yang dapat mengakibat gangguan
terhadap kegiatan dan hasil pembangunan atau bencana geologi.

PT. GASING SULAWESI II - 83


Gambar 2.18. Peta Seismotektonik Propinsi Sulawesi Selatan
Sumber: BMG Wilayah IV Makassar

Sumber: Peta Seismotektonik Indonesia, E.K. Kertapati, A. Soehaimi & A. Djuhanda,


(1992)
Sumber: Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, 2010
Gambar 2.19. Peta Sesar Aktif dan Sebaran Pusat Gempa bumi Merusak Wilayah
Sulawesi

(5). Kegempaan

Berdasarkan studi pustaka kegempaan yang telah dilakukan menunjukkan,


bahwa pengaruh struktur geologi seperti sesar aktif, tidak nampak berperan terhadap
kejadian gempa dan tsunami di wilayah lokasi Studi Amdal Pertambangan Eksplorasi
Pasir Laut yang meliputi Pengerukan Pasir Laut untuk mereklamasi Center Point of
Indonesia dan sekitarnya. Berdasarkan Peta Pembagian Wilayah Gempa Indonesia
Gambar 2.20, lokasi tapak proyek tersebut terdapat pada wilayah zona gempa A,
koefisien zona gempa (0,00 - 0,30) termasuk kriteria rendah (Pusat Litbang Sumber
Daya Air, 2004).

Bila mengacu pada Peta Wilayah Gempa Indonesia (Pekerjaan Umum, 2010)
lokasi tapak proyek tersebut terdapat pada wilayah gempa 2 (dua), berwarna biru,
koefisien daerah lokasi tapak proyek dan sekitarnya termasuk 0,10 g masih termasuk
kriteria rendah.
o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o
94 96 98 100 102 104 106 108 110 112 114 116 118 120 122 124 126 128 130 132 134 136 138
o o o
10 140 10

o 0 80
8 200 400 o
8
Kilometer

o o
6 6
Banda Aceh

1
2
3 4 5
o 6 5 4 3 2 1 o
4 4
Medan

o o
2 2
Manado

Ternate
Pekanbaru

1
o
0 Sama rinda 0
o
2
1
Padang Palu Manokwari 3
3 2
4 Sorong
5 4
6 Jambi Bia k

o Palangkaraya
2 4
5 5
o
3 2
2
6 Jayapura
1
Banjarmasin
Palemban

5
o Bengkulu Kendari
4 Ambo n o
4 4
1 Makasar 3
Bandarlampung
Tual
2
o o
6 2 1 6
Jakarta
Bandung
Garut Sema rang
Sukabumi Surabaya
Tasikmalaya Solo
Jogjakarta 3
o Cilacap Blitar Malang
8 Banyuwangi 8
o
Denpasar Mataram 4
Merauke
5

6
o o
10 10
5 Kupang
4

Wilayah 1 : 0,03 g 3

12
o
Wilayah 2 : 0,10 g 12
o
1

Wilayah 3 : 0,15 g
Wilayah 4 : 0,20 g
o o
14 14
Wilayah 5 : 0,25 g
Wilayah 6 : 0,30 g
o
16
o
16
o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o
94 96 98 100 102 104 106 108 110 112 114 116 118 120 122 124 126 128 130 132 134 136 138
o
140

Sumber: Peta percepatan gempa maksimum di batuan dasar (SB) Indonesia dalam
Gambar 2.1. W il ay a h G em p a In d o ne si a d en ga
S N I 0 3 - 17 2 6 -2 0 0 2 y a n g s an
pe rc e p at a n p un c ak b a tu a n d as ar dengan perioda ulang 500 tahun
t in i b e r la k u d i In d o n e s i .

Gambar 2.20. Peta Pembagian Wilayah Gempa Indonesia (2010)

Lokasi Studi Amdal Pertambangan Eksplorasi Pasir Laut yang meliputi


Pengerukan Pasir Laut untuk mereklamasi Center Point of Indonsia tidak termasuk
dalam 188 Daerah Berisiko Tsunami Indonesia atau dengan kata lain jauh dari
Lokasi Gempa Penyebab Tsunami Indonesia, untuk jelasnya disajikan pada Gambar 2.21,
maka dapat disimpulkan lokasi Studi Amdal Pertambangan Eksplorasi Pasir Laut yang
meliputi Pengerukan Pasir Laut untuk mereklamasi Center Point of Indonesia ini
sangat aman dari gempa bumi dan tsunami. Kondisi pantai aman dari pusat gempa
penyebab tsunami inilah yang menyebabkan banyak pemodal berlomba-lomba untuk
mereklamasi dan membangun wilayah lepas pantai Kota Makassar dan sekitarnya.
Sumber : Badan Nasional Penanggulangan Bencana (2012).
Gambar 2.21. Peta 188 daerah gempa yang berisiko menimbulkan Tsunami di
Indonesia
Selain itu berdasarkan historis gempa yang merusak di Sulawesi Selatan dan
Sulawesi Barat kurun waktu 110 tahun lebih dari tahun 1900 hingga 2015 (Tabel 21.4 )
menunjukkan bahwa belum pernah terjadi gempa bumi dan tsunami yang merusak Kota
Makassar dan Kabupaten Takalar. Hal ini menunjukkan bahwa lokasi Studi Amdal
Pertambangan Eksplorasi Pasir Laut yang meliputi Pengerukan Pasir Laut dan lokas
reklamasi Center of Indonsia relatif sangat aman terhadap gempa bumi, tsunami dan
gejala struktur geologi dinamis yang dapat merusak hasil pembangunan.

Tabel 2.14. Data Gempa dan Tsunami Provinsi Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat
No. Tahun Lokasi Jenis Kekuatan Menimbulkan
Kerusakan dan korban
1 29-12-1828 Bulukumba Tsunami - jiwa
58 orang meninggal, 100
Gempa - luka-luka, dan 13 hilang
2 11- 4-1967 Tinambung 5,3 SR dan terjadi tanah
Tsunami
longsor.
64 orang meninggal, 97
Gempa - luka-luka, 1.287 rumah
3 23- 2-1969 Majene 6,9 SR dan mesjid rusak berat/
Tsunami
ringan.
Kerusakan pada
bangunan, getaran
4 6- 9 - 1972 Mamuju Gempa 5,8 SR dirasakan sampai
Majene
2 orang meninggal, 5
luka berat, 24 luka
5 8 - 1 - 1984 Mamuju Gempa 6,6 SR ringan dan 70 bangunan
rusak berat dan 278
rusak ringan.
Tanah longsor, dan
Ulaweng, bangun an rusak berat
6 8- 4 - 1993 Gempa 5,3 SR
Mamuju dan ringan.
20 orang meninggal, 22
Pinrang dan luka berat, 10 luka
7 28- 9- 1997 Gempa 6,0 SR ringan dan berbagai
Parepare
bangunan rusak berat.
Sumber: Diolah dari BMKG Balai Wilayah IV Makassar dan beberapa sumber.

D. Klasifikasi Sumber Daya dan Cadangan Pasir Laut.

Sumber daya pasir laut (Resources) adalah bagian dari endapan pasir laut yang
diharapkan dapat dimanfaatkan. Sumber daya Pasir laut ini dibagi dalam kelas-kelas
sumber daya berdasarkan tingkat keyakinan geologi yang ditentukan secara kualitatif
oleh kondisi geologi/tingkat kompleksitas dan secara kuantitatif oleh jarak titik informasi.
Sumber daya ini dapat meningkat menjadi cadangan apabila setelah dilakukan kajian
kelayakan dinyatakan layak.
Cadangan pasir laut (Reserves) adalah bagian dari sumber daya pasir laut yang
telah diketahui dimensi, sebaran kuantitas, dan kualitasnya, yang pada saat pengkajian
kelayakan dinyatakan layak untuk ditambang.
Klasifikasi sumber daya dan cadangan pasir laut didasarkan pada tingkat keyakinan
geologi dan kajian kelayakan. Pengelompokan tersebut mengandung dua aspek, yaitu
aspek geologi dan aspek ekonomi.

(1). Kelas Sumber Daya


a. Sumber Daya Pasir Laut Hipotetik (Hypothetical
Resource)
Sumber daya Pasir laut hipotetik adalah pasir laut di daerah penyelidikan atau
bagian dari daerah penyelidikan, yang dihitung berdasarkan data yang memenuhi
syarat-syarat yang ditetapkan untuk tahap penyelidikan survei tinjau.

Sejumlah kelas sumber daya yang belum ditemukan yang sama dengan
cadangan pasir laut yang diharapkan mungkin ada di daerah atau wilayah pasir laut
yang sama dibawah kondisi geologi atau perluasan dari sumber daya pasir laut tereka.
Pada umumnya, sumber daya berada pada daerah dimana titik-titik sampling dan
pengukuran serta bukti untuk ketebalan dan keberadaan pasir laut diambil dari
pengukuran bathimetri dan sampling. Jika eksplorasi menyatakan bahwa kebenaran dari
hipotesis sumber daya dan mengungkapkan informasi yang cukup tentang kualitasnya
dan jumlah, maka akan di klasifikasikan kembali sebagai sumber daya teridentifikasi
(identified resources).

b. Sumber Daya Pasir laut Tereka (inferred


Resource)
Sumber daya Pasir laut tereka adalah jumlah Pasir laut di daerah penyelidikan
atau bagian dari daerah penyelidikan, yang dihitung berdasarkan data yang memenuhi
syarat-syarat yang ditetapkan untuk tahap penyelidikan prospeksi.
Titik pengamatan mempunyai jarak yang cukup jauh sehingga penilaian dari
sumber daya tidak dapat diandalkan. Daerah sumber daya ini ditentukan dari proyeksi
ketebalan, dan kualitas data dari titik pengukuran dan sampling berdasarkan bukti
geologi dalam daerah antara 1,2 km – 4,8 km.
c. Sumber Daya Pasir Laut Tertunjuk (Indicated
Resource)
Sumber daya Pasir laut tertunjuk adalah jumlah Pasir laut di daerah penyelidikan
atau bagian dari daerah penyelidikan, yang dihitung berdasarkan data yang memenuhi
syarat-syarat yang ditetapkan untuk tahap eksplorasi pendahuluan.
Densitas dan kualitas titik pengamatan cukup untuk melakukan penafsiran secara
realistik dari ketebalan, kualitas, kedalaman, dan jumlah insitu pasir laut dan dengan
alasan sumber daya yang ditafsir tidak akan mempunyai variasi yang cukup besar jika
eksplorasi yang lebih detail dilakukan. Daerah sumber daya ini ditentukan dari proyeksi
ketebalan dan kualitas data dari titik pengukuran dan sampling berdasarkan bukti
geologi dalam daerah antara 0,4 km – 1,2 km.

d. Sumber Daya Pasir Laut Terukur (Measured


Resourced)
Sumber daya Pasir laut terukur adalah jumlah Pasir laut di daerah peyelidikan
atau bagian dari daerah penyelidikan, yang dihitung berdasarkan data yang memenuhi
syarat–syarat yang ditetapkan untuk tahap eksplorasi rinci.
Densitas dan kualitas titik pengamatan cukup untuk diandalkan untuk melakukan
penafsiran ketebalan pasir laut, kualitas, kedalaman, dan jumlah pasir laut. Daerah
sumber daya ini ditentukan dari proyeksi ketebalan dan kualitas data dari titik
pengukuran dan sampling berdasarkan bukti geologi dalam radius 0,4 km.
Cadangan terbagi menjadi dua, yaitu cadangan terkira (probable reserve) dan
cadangan terbukti (proved reserve). Cadangan Terkira (probable reserve), adalah
sumber daya tertunjuk dan sebagian sumber daya terukur yang tingkat keyakinan
geologinya masih rendah, akan tetapi berdasarkan studi kelayakan awal semua faktor
yang terkait telah terpenuhi sehingga kegiatan penambangan dapat dilakukan secara
ekonomis.
Cadangan Terbukti (proved reserve), adalah sumber daya terukur yang
berdasarkan studi kelayakan tambang semua faktor yang terkait telah terpenuhi,
sehingga penambangan dapat dilakukan secara ekonomis.
Tabel 2.15. Klasifikasi Sumber Daya dan Cadangan

E. Pemetaan Geologi

Pada kegiatan penyelidikan ini karena berada pada daerah perairan maka
pemetaan geologi dilakukan dengan pengambilan sampel dengan menggunakan grab
dan vibrocore. Secara sederhana kegiatan penyelidikan ini dilakukan dengan cara
pengambilan data menggunakan kapal survei. Pada titik yang ditentukan secara
sistematis yang dianggap mewakili dari luasan Wilayah Izin Usaha Pertambangan
(WIUP) PT. Gasing Sulawesi.
Pada posisi tersebut diambil titik koordinat menggunakan GPS (Global Positioning
System), lalu diturunkan pipa Vibracore, saat diturunkan pipa tersebut data kedalaman
air laut bisa terdata. Dengan menggunakan kamera bawah air dapat diketahui saat core
catcher mencapai dasar laut dan mulai proses penetrasi pipa vibracore dengan cara
digetarkan. Penetrasi dihentikan bila core catcher telah mencapai batuan dasar.

(1). Penentuan Posisi Survei


Penentuan posisi pada survei menggunakan sistem satelit Differensial GPS.
Pereduksian kesalahan akibat ionosfer dan troposfer dapat dilakukan dengan penentuan
posisi secara differential. Dalam penentuan posisi secara differential, ada beberapa
aplikasi yang menuntut informasi posisi secara real-time. Sistem ini umumnya digunakan
untuk penentuan posisi obyek yang bergerak seperti kapal saat melakukan survei
batimetri.

(2). Metode Grab Sampling


Secara umum, metode grab sampling ini merupakan teknik sampling dengan
cara mengambil bagian dari suatu material (baik di alam maupun dari suatu tumpukan)
yang mengandung endapan secara acak (tanpa seleksi yang khusus). Tingkat ketelitian
sampling pada metode ini relatif mempunyai bias yang cukup besar.

(3). Vibrocore
Vibrocore adalah metode lain mengambil sampel dari bawah dasar laut. Dengan
mendapatkan inti (core) dari 3 atau 6 meter tergantung pada jenis sedimen. Penetrasi
lebih baik lagi pada sedimen berbutir halus. Vibrocore yang terdiri dari : landasan yang
duduk di dasar laut, motor yang memberikan getaran yang memungkinkan sebuah
silinder logam (dimana dapat dimasukan pipa PVC untuk mengambil sampel)
Saat core diangkat dari dasar laut pipa PVC dapat menahan kontaminasi dan
utuh sesuai dengan kondisi awalnya. Core ini kemudian dipotong dipotong setengah,
difoto, scan dan dianalisa untuk menentukan kondisi sedimen berupa ukuran butir,
struktur dan ketebalan sedimen. Khusus pada lokasi IUP PT Gasing berdasarkan hasil
pelaksanaan pengeboran diketahui bawah jenis material penyusun lokasi IUP berupa
endapan alluvium pantai yang terdiri dari pasir, lanau dan lempung. Pada Gambar 2.22
merupakan titik lokasi pelaksanan pengeboran yang kemudian dituangkan dalam bentuk
penampang sayatan (Gambar 2.22) untuk menghasilkan profil stratigrafi jenis material.
C E
MPK-55

MPA-30 MPA-36
F
MPK-54

MPA-31

MPA-32

MPA-50
MPK-52
A
MPA-42
MPA-43

MPK-53

MPA-44

MPA-45

MPA-51
D
MPA-40
MPA-41

Gambar 2.22. Titik Bor eksplorasi IUP PT. Gasing Sulawesi

A B
-08
-09
-10
-11
-12
-13
-14
-15
-16
-17 MPA 40 Lempung
MPA 45
-18
-19 MPA 50 MPA 53
Lempung
-20 Pasir
Pasir
-21 Lempung
Lanau
-22 Pasir Lempung
-23 Lempung
-24
000 250 500 750 1000 1250 1500 1750 2000 2250 2500 2750 3000 3250 3500 3750

C D
-13
-14
-15 MPA 51
-16
-17 MPA 44 Pasir
-18
-19 MPK 52
MPK 54 MPA 42 MPA 43
-20 Pasir Pasir Pasir
-21
-22 Pasir

-23
-24 Lempung Lempung Pasir
-25

000 250 500 750 1000 1250 1500 1750 2000 2250 2500 2750 3000 3250 3500 3750 4000 4250
E
-18 F
-19
MPA 30
-20 MPA 36
MPK 55
-21 Pasir Pasir
Pasir Pasir
-22
-23
Lempung Lempung
-24
-25
000 250 500 750 1000 1250 1500 1750 2000

Gambar 2.23. Potongan profile stratigrafi IUP PT. Gasing Sulawesi

Peta Isopach lapisan pasir WIUP PT Gasing Sulawesi dan tabel hasil analisa
ukuran butir terlampir, sedangkan metode pengeboran disajikan pada Gambar 2.24.

Gambar 2.24. Kegiatan pengambilan data Pasir Laut menggunakan vibrocore

F. Kualitas Air Laut

Kondisi awal kualitas air di lokasi rencana kegiatan pertambangan pasir laut di
wilayah perairan laut Kecamatan Galesong Utara dapat digambarkan dari data hasil
pengukuran kualitas air laut di dua stasiun dalam wilayah studi ini, yaitu pada titik
koordinat S: 5°14’30”/E: 119°22’0” dan S: 5°14’30”/E: 119°20’30” . Kualitas air ini
digambarkan berdasarkan beberapa parameter uji, meliputi parameter fisik dan kimia
serta tingkat pencemaran relatif atau Indeks Pencemaran (IP) yang mengacu pada
Peraturan Gubernur Sulawesi Selatan Nomor 69 Tahun 2010 tentang Baku Mutu dan
Kriteria Kerusakan Lingkungan Hidup (Lampiran I: B.2 dan C.3).
Parameter Fisik. Air laut tampak jernih dengan tingkat kekeruhan 0,638 -1,04
NTU (baku mutu:5 NTU) dan TSS hanya 6 - 8 mg/L (baku mutu:80 mg/L). Suhu
perairan sekitar 27 °C.Salinitas berkisar antara 9,6 – 18,3‰, dibawah kisaran salinitas
air laut pada umumnya, yaitu 30 – 36‰. Salinitas yang relatif rendah ini diperkirakan
karena pengaruh air muara sungai terdekat atau lingkungan estuaria.
Parameter Kimia. Kandungan amonia dan senyawa nitrogen lainnya seperti
nitrat dan nirit masih rendah bahkan dibawah batas deteksi alat. Kadungan nutrien
fosfat dibawah 0,1 mg/L. Oksigen terlarut masih mendukung kehidupan biota perairan
laut, yaitu 7 mg/L (baku mutu: 5 mg/L), sementaraBOD5 relatif tinggi, yaitu 29,4 mg/L
(baku mutu: 20 mg/L). Sumber utama bahan organik yang relatif tinggi untuk suatu
lingkungan biota laut ini diperkirakan berasal dari komponen organik air sungai yang
bermuara dekat lokasi studi. Kecuali Pb, semua logam yang diuji (Cd, Cr, Hg, Zn, Cu,
dan Pb) masih memenuhi baku mutu yang ditetapkan bahkan sangat rendah sehingga
nilainya berada dibawah batas deteksi alat. Kandungan Pb cukup tinggi, yaitu 0,11 –
0,12 mg/L sementara baku mutu parameter ini untuk lingkungan biota laut hanya 0,008
mg/L. Keberadaan Pb ini diperkirakan bersumber dari darat baik sebagai limbah atau
sumber alamiah yang masuk ke laut melalui aliran air sungai atau dapat pula kontribusi
dari partikulat Pb dalam emisi gas buang kapal atau perahu nelayan yang beraktivitas di
wilayah studi dan sekitarnya.
Indeks Pencemaran (IP). Indeks pencemaran relatif ditentukan sesuai nilai
terukur beberapa parameter kualitas air yang signifikan terhadap sampel uji. Paremeter
uji yang dimaksud adalah kekeruhan, TSS, DO, BOD5, NH3, Zn dan Pb. Hasil perhitungan
menunjukkan bahwa air laut di wilayah studi masuk kategori tercemar sedang – berat
dengan IP sebesar 9,9 – 10,8. Kondisi tercemar ini terutama disebabkan oleh nilai BOD5
dan kandungan Pb yang tinggi untuk suatu lingkungan biota laut.

Tabel 2.16. Indeks Pencemaran Air Laut di Lokasi Rencana Pertambangan Pasir Laut
di Kecamatan Galesong Utara, Kabupaten Takalar

No. Stasiun IP Kategori


1 A2 9,9 Cemar ringan
2 A3 10,8 Cemar ringan
Sumber: Hasil Pengukuran, Tahun 2016.

2.2.2. Hidro - oceanografi

A. Bathimetri

Pengolahan Data satelit Topex/Poseidon yang dapat diakses di http:/ /topex. ucsd.
Edu/cgi-bin/get_data.cgi dengan skala 1 menit/grid memperlihatkan bahwa Batimetri di
sekitar perairan lokasi penambangan pasir di Kabupaten Takalarmengikuti kontur garis
pantai. Dari Gambar 2.25 terlihat bahwa perubahan kedalaman terjadi secara perlahan
kearah Selat Makassar (Barat) ini menggambarkan bahwa pantai di sekitar wilayah
penambangan tergolong pantai yang landai.

B T

Gambar 2.25 Kondisi Bathymetri Lokasi Penambangan Pasir Laut PT. Gasing Sulawesi

B. Angin
Menurut McBride, pada kondisi normal wilayah Indonesia dipengaruhi oleh empat
musim utama, yaitu:
1. Monsun Barat terjadi pada bulan Desember, Januari dan Februari (DJF)
2. Transisi dari monson barat ke monson timur yang terjadi pada bulan Maret, April
dan Mei (MAA).
3. Monsun timur yang terjadi pada bulan Juni, Juli dan Agustus (JJA).
4. Transisi dari monson timur ke barat, yang terjadi pada bulan September,
Oktober dan Nopember (SON).

Dari pengolahan data angin yang direkam oleh satelit/4 jam dapat diketahui
bahwa pengaruh angin sangat dominan membangkitkan arus di sekitar perairan
Penambangan pasir di Kabupaten Takalar karena lokasinya berbatasan langsung dengan
Selat Makassar dan merupakan lautan yang agak terbuka sehingga pola dan kecepatan
arus lebih dipengaruhi oleh angin. Berikut gambar pola angin berdasarkan empat musim
yang dominan di Indonesia:

Kecapatan Maksimum 4,18 m/dtk


Gambar 2.26 Pola Angin Rata-Rata Musim Barat di Lokasi Penambangan Pasir Laut PT.
Gasing Sulawesi

Arah angin rata-rata pada musim barat bertiup dari utara dominan barat laut ke
tenggara dengan kecapatan maksimum sebesar 4,18 m/dtk (Gambar 2.26). Arah angin
rata-rata pada peralihan I (transisi monsun barat ke monsun timur) di sekitar lokasi
penambangan bertiup dari arah barat laut dan selatan kemudian bertemu dan berbelok
arah menuju ke arah dengan kecepatan maksimum sebesar 1,14 m/dtk(Gambar 2.27).
Kecepatan maksimum 1,14 m/dtk
Gambar 2.27 Pola Angin Rata-Rata Musim Peralihan I di Lokasi penambangan
Penambangan Pasir Laut PT. Gasing Sulawesi
Sementara pada musim timur dan peralihan II (transisi monson timur ke monson
barat) angin berubah arah dominan menuju barat laut dari arah tenggara dengan
kecepatan maksimum 5,3 m/dtk pada musim timur (Gambar 2.28), dan pada musim
peralihan II arah angin arahnya sama dengan musim timur yakni dominan kearah barat
laut dari tenggara dengan kecepatan maksimum sebesar 3,38 m/dtk (Gambar 2.29).

Kecepatan Maksimum =5,3 m/dtk


Gambar 2.28 Pola Angin Rata-Rata Musim Timur di Lokasi penambangan
Kecapatan Maksimum = 3,38 m/dtk
Gambar 2.29 Pola Angin Rata-Rata Musim Peralihan II di Lokasi penambangan

C. Pasang Surut

Pasang surut diartikan sebagai proses naik turunnya paras laut (Sea level) secara
berkala yang ditimbulkan oleh adanya gaya tarik dari benda-benda angkasa terutama
bulan dan matahari, terhadap massa air laut di bumi. Meskipun massa bulan jauh lebih
kecil dari pada massa matahari, tetapi karena jaraknya jauh lebih dekat, maka pengaruh
gaya tarik bulan terhadap bumi jauh lebih besar dari pada gaya tarik matahari. Gaya
tarik bulan yang mempengaruhi pasang surut adalah 2,2 kali lebih besar gaya tarik
matahari. Fenomena ini memberikan kekhasan karakteristik pada kawasan pesisir dan
lautan, sehingga menyebabkan kondisi fisik perairan yang berbeda-beda. Secara umum
pasang surut di berbagai perairan di Indonesia dibedakan dalam 4 tipe, yaitu :

1. Pasang surut harian ganda (semi diurnal tide), yang berarti dalam satu hari
terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dengan tinggi yang hampir sama dan
pasang surut terjadi secara berurutan secara teratur. Periode pasang surut rata-
rata adalah 12 jam 24 menit.
2. Pasang surut harian tunggal (diurnal tide), yang berarti dalam satu hari terjadi
satu kali pasang dan satu surut. Periode pasang surut adalah 24 jam 50 menit.
3. Pasang Surut campuran condong ke harian ganda (mixed tide prevailing semi
diurnal), yang berarti dalam satu hari terjadi dua kali pasang dan dua kali surut
tetapi tinggi dan periodenya berbeda.
4. Pasang Surut campuran condong ke harian tunggal (mixed tide prevailing
diurnal), yang berarti dalam satu hari terjadi satu kali pasang dan satu kali surut
tetapi kadang-kadang untuk sementara waktu terjadi dua kali pasang dan dua
kali surut dengan tinggi dan periode yang berbeda.

Gambaran pasang surut perairan Takalar mengacu pada hasil pengukuran


pasang surut di Galesong selama 15 hari. Kondisi pasang surut di Perairan Takalar
berupa grafik pasang surut disajikan pada Gambar 2.30 berikut:

Gambar 2.30 Grafik pasang surut Pulau Tanakeke


(sumber :Hasil Pengukuran, 2015)

Posisi bulan dan posisi matahari selalu berubah terhadap bumi sehingga
mempengaruhi ketinggian paras air laut (nilai tunggang pasang surut). Jika bulan dan
matahari berada dalam satu garis lurus dengan bumi maka gaya tarik keduanya akan
saling memperkuat maka akan terjadi pasang surut purnama (spring tide), pada saat
pasang paras air laut sangat tinggi dan pada saat surut maka paras air laut sangat
rendah. Tetapi jika posisi bulan dan matahari membentuk sudut siku-siku terhadap
bumi, maka gaya tarik keduanya akan saling meniadakan maka akan terjadi pasang
surut perbani (neap tide) dimana perbedaan tinggi paras air laut antara pasang dan
surut hanya kecil saja.

PT. GASING SULAWESI II -


10010
Kondisi pasang surut perairan Takalar mengacu kepada hasil analisis pengukuran
data pasang surut selama 15 hari menggunakan metode Admiralty untuk mendapatkan
nilai konstanta harmonik utama pasang surut sehingga dapat diketahui beberapa
karakteristik pasang surut yaitu tipe dan tunggang pasang surut. Hasil analisis admiralty
berupa data konstanta harmonis amplitudo dan phase pasang surut sebagaimana pada
Tabel 2.17
Tabel 2.17. Hasil Analisis Konstanta Pasut

So M2 S2 N2 K1 O1 M4 MS4 K2 P1

Amplitudo (cm) 117 20 4 6 31 24 2 1 1 10

Phase 15 217 338 296 273 300 20 217 296

Sumber: Hasil analisis, 2015.

Berdasarkan konstanta harmonis pasang surut sebagaimana pada tabel di atas,


selanjutnya dipergunakan untuk menganalisis type dan tunggang pasang surut sebagai
berikut:

Type Pasang Surut

Analisis type pasang surutdengan menggunakan rumus Formzahl, yang


berbentuk:

dimana :

F = Bilangan Formzal
AK1 =Amplitudo komponen pasang surut tunggal utama yang disebabkan oleh
gaya tarik bulan dan matahari
AO1= Amplitudo komponen pasang surut tunggal utama yang disebabkan oleh
gaya tarikbulan
AM2 = Amplitudo komponen pasang surut ganda utama yang disebabkan oleh
gaya tarikbulan
AS2 = Amplitudo komponen pasang surut tunggal utama yang disebabkan oleh
gaya tarik matahari

Klasifikasi sifat pasut di lokasi tersebut adalah:


1. Pasang ganda jika F ¼
2. Pasang campuran (dominan harian ganda) jika ¼  F 1½
3. Pasang campuran (dominan harian tunggal) jika 1 ½  F 3
4. Pasang tunggal jika F  3

Hasil analisa formzahl tersebut di atas, diperoleh nilai F dari pasang surut Pantai
adalah 2,291, yang berarti tipe pasang surutnya adalah campuran cenderung ke harian
tunggal (mixed, prevailing diurnal), yaitu dalam sehari terjadi satu kali pasang dan satu
kali surut tetapi dalam beberapa hari tertentu terjadi pasang dua kali atau surut dua kali
sehari.
D. Arus
Daerah rencana merupakan perairan dengan karakteristik berupa perairan terbuka,
dan di bagian selatan terdapat selat antara Pulau Tanakeke dan daratan Kabupaten
Takalar. Dengan kondisi topografi dan morfologi tersebut, memberikan pengaruh
terhadap pola gerakan massa air dari Selat Makassar yang melewati daerah rencana
penambangan pasir.
Hasil simulasi pemodelan 3 dimensi barotropik menggunakan Princeton Ocean
Model (POM) yang melibatkan angin dengan kekuatan dan arah yang bervariasi
berdasarkan musim adalah sebagai berikut:

Kecepatan Maksimum =0,01 m/dtk


Gambar 2.31 Pola Arus Rata-Rata Permukaan pada musim barat di Sekitar Lokasi
rencana pematangan lahan untuk pengerukan pasir laut di Kabupaten
Takalar

Pola sirkulasi arus permukaan rata-rata di lokasi rencana pematangan lahan


untuk pengerukan pasir laut di Kabupaten Takalar yang terjadi pada musim barat
dengan kecepatan maksimum angin sebesar 4,18 m/dtk (Gambar 2.31) adalah sebagai
berikut Kecepatan arus antara 1,5x10-3 m/dtk hingga 1x10-2 m/dtk dengan kecepatan
terbesar di bagian selatan lokasi rencana pematangan lahan untuk pengerukan pasir
laut di Kabupaten Takalar. Kecepatan arus berkurang ketika menuju kebagian tengah
dari lokasi rencana pematangan lahan untuk pengerukan pasir laut di Kabupaten
Takalar, tetapi kemudian terjadi pertemuan arus di tengah yang berasal dari arah utara
menuju daratan kemudian berbelok menuju pantai.
Pada saat musim peralihan I (Transisi Musim Barat ke Musim Timur) Pola
sirkulasi arus permukaan rata-rata di lokasi rencana pematangan lahan untuk
pengerukan pasir laut di Kabupaten Takalar yang terjadi dengan kecepatan maksimum
angin sebesar 1,14 m/dtk (Gambar 2.32) adalah sebagai berikut Kecepatan arus sangat
kecil antara 1,5x10-5 m/dtk hingga 1x10-3 m/dtk dengan kecepatan terbesar di bagian
tengah lokasi rencana pematangan lahan untuk pengerukan pasir laut di Kabupaten
Takalar dan pada kedalaman di atas 2 meter besar kecepatannya hampir 0 m/dtk atau
dianggap tidak mengalir (steady). Kecepatan arus berkurang ketika menuju kebagian
selatan dari lokasi rencana pematangan lahan untuk pengerukan pasir laut di Kabupaten
Takalar, dengan pola arus mengalir dari utara ke selatan (Gambar 2.33).
Kecepatan Maksimum =0,001 m/dtk
Gambar 2.32 Pola Arus Rata-Rata Permukaan pada musim peralihan I di Lokasi
rencana pematangan lahan untuk pengerukan pasir laut di Kabupaten
Takalar

Musim Timur ditandai dengan peningkatan kecepatan angin maksimum yang


bertiup sebesar 5,3 m/dtk. Pola sirkulasi arus permukaan rata-rata di lokasi rencana
pematangan lahan untuk pengerukan pasir laut di Kabupaten Takalaradalah sebagai
berikut Kecepatan arus cukup besar antara 1,5x10-2 m/dtk hingga 1,1x10-1
m/dtk dengan kecepatan terbesar di bagian selatan lokasi pematangan lahan
Sandrobone. Kecepatan arus berkurang ketika menuju kebagian barat dan utara dari
lokasi (Gambar 2.33) rencana pematangan lahan untuk pengerukan pasir laut di
Kabupaten Takalar, dengan pola arus rata–rata mengalir dari timur ke barat dan
sebagian pecah membelok kearah utara.
Musim Peralihan II (Transisi Musim Timur ke Barat) terjadi penurunan kecepatan
angin yang bertiup maksimum sebesar 3,38 m/dtk (Gambar 2.34). Pola sirkulasi arus
permukaan rata-rata di lokasi rencana pematangan lahan untuk pengerukan pasir laut di
Kabupaten Takalar adalah sebagai berikut Kecepatan arus cukup besar antara 1x10-3
m/dtk hingga 5x10-2 m/dtk dengan kecepatan terbesar di bagian selatan lokasi rencana
pematangan lahan untuk pengerukan pasir laut di Kabupaten Takalar. Kecepatan arus
berkurang ketika menuju kebagian barat dan utara dari lokasi rencana pematangan
lahan untuk pengerukan pasir laut di Kabupaten Takalar, dengan pola arus rata–rata
hampir mirip dengan pola arus rata-rata di musim timur yakni mengalir dari timur ke
barat dan sebagian pecah membelok kearah utara (Gambar 2.33 dan Gambar 2.34).

Kecepatan Maksimum =0,11 m/dtk


Gambar 2.33 Pola Arus Rata-Rata Permukaan pada musim timur di Lokasi rencana
pematangan lahan untuk pengerukan pasir laut di Kabupaten Takalar

Kecepatan Maksimum =0,05 m/dtk


Gambar 2.34 Pola Arus Rata-Rata Permukaan pada musim peralihan II di Lokasi
rencana pematangan lahan untuk pengerukan pasir laut di Kabupaten
Takalar

Data pelaksanaan pengukuran lapangan merupakan data sesaat sehingga untuk


memperoleh gambaran umum pergerakan arus dan kecepatan maka dibuat dalam
bentuk pemodelan matematik dengan pasang surut sebagai energy pembangkit arus.

Tabel 2.18. Pengukuran Arus di daerah rencana

Mata
No. Jam Kecepatan (m/det) Arah
Angi n
1 8.15 0.003 71 T
2 9.3 0.044 321 BL
3 10.15 0.065 304 BL
4 11.1 0.073 319 BL
5 12 0.097 291 B
6 13.14 0.079 295 BL
7 14 0.094 218 BD
8 15.15 0.009 277 B
9 16.05 0.041 240 BD
10 17.1 0.053 210 BD
11 18 0.023 171 S
12 20.15 0.047 41 TL
13 21 0.026 79 T
14 22.1 0.07 32 TL
15 23 0.088 60 TL
16 0.1 0.091 68 T
17 1.1 0.103 51 TL
18 2.1 0.082 54 TL
19 3.1 0.033 57 TL
20 5 0.065 208 BD
21 6.25 0.157 145 TG
Dari hasil simulasi diketahui bahwa kecepatan arus maksimum terjadi yaitu 0,225
m/det dengan arah air pasang dari sisi laut berasal dari barat ke timur dan pada sisi
pesisir terjadi perubahan berarah selatan –utara membentuk arus susur pantai, pada
kondisi surut dari arah pesisir arah aliran arus utara selatan dan kemudia pada sisi laut
berubah arah barat timur

E. Gelombang

Pengetahuan akan kondisi gelombang terutama pada tinggi gelombang


maksimum sangat diperlukan dalam rangka perencanaan bangunan pantai dan untuk itu
diperlukan data beberapa tahun. Untuk itu, dalam mengetahui kondisi gelombang
perairan di daerah rencana yakni dengan melakukan pendekatan peramalan tinggi
gelombang berdasarkan data angin dan panjang fetch. Untuk data angin menggunakan
data arah dan kecepatan angin bulanan selama 14 tahun pada kodisi maksimum yang
telah dijabarkan pada bagian sebelumnya. Sedangkan untuk panjang fetch diketahui
dengan menarik garis dari perairan daerah rencana ke arah laut hingga pada batas garis
daratan/pulau terdekat, sebagaimana pada gambar 2.35.

Gambar 2.35. Garis Fetch Perairan Daerah Rencana


Berdasarkan gambaran garis Fetch Length di atas, fetch untuk perairan daerah
rencana setelah melalui analisis adalah berasal dari Barat Laut, Barat, dan Barat Daya.
Fetch terpanjang berasal dari arah Barat yakni sepanjang 279518 meter. Sedangkan
fetch terpendek berasal dari Barat Daya yakni 217525 meter.

Tabel 2.19. Frekwensi Kejadian Gelombang Perairan Daerah Rencana Kegiatan

Distribusi Tinggi Gelombang Persentase


Arah Mata
0,2 - 1,4 - >
Angin 0,6 - 1,0 1,0 - 1,4 1,8 - 2,2 Jumlah
0,6 1,8 2,2
Utara 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
Timur Laut 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
Timur 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
Tenggara 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
Selatan 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
Barat Daya 7.6 2.1 2.6 1.5 0.3 0.3 14.4
Barat 15.9 6.5 7.0 3.3 0.8 1.4 34.9
Barat Laut 5.7 2.7 3.2 2.3 1.1 2.3 17.3
Persentase 29.2 11.3 12.8 7.0 2.2 4.0 66.5
calm 33.5
Missing (data error) 0
Sumber : Hasil Analisis, Tahun 2016
Berdasarkan Tabel 2.19, menunjukkan frekwensi kejadian gelombang sebanyak
66,5% yang berarti bahwa perairan daerah rencana lebih sering mendapat pengaruh
gelombang. Tinggi gelombang maksimum yang pernah terjadi yakni di atas 2,2 meter
yang berasal dari Barat, Barat Laut dan Barat Daya dalam persentase yang sedikit yakni
4,0%. Meskipun demikian, jika gelombang tersebut terjadi dapat membahayakan
aktifitas transportasi laut, serta daerah pantai. Kondisi gelombang tertinggi yang terjadi
didominasi dari arah barat laut dan barat.

Hasil dari perhitungan tersebut kemudian digunakan untuk memodelkan


rambatan arah datang gelombang dan tinggi gelombang yang terjadi pada zona pecah
gelombang, dalam skenario ini digunakan 3 (tiga) arah rambatan yaitu ; barat daya,
barat dan barat laut.
2.2.3. Komponen Biologi
A. Biota Perairan

Plankton didefinisikan sebagai semua jasad hidup nabati (tumbuhan) dan hewani
(hewan) yang hidup bebas di perairan dengan kemampuan gerak terbatas, sehingga
sebagian besar gerakannya secara pasif mengikuti pergerakan arus air (Newell &
Newell, 1963). Plankton berbeda dengan nekton, yang juga merupakan organisme
pelagis, namun dapat berenang cukup kuat sehingga dapat melawan gerakan massa air.
Plankton juga memiliki perbedaan dengan bentos yang terdiri dari organisme yang hidup
di dasar perairan (Asriyana dan Yuliana, 2012)

Di dalam ekosistem perairan plankton memiliki peranan yang sangat penting


sebagai dasar dari kehidupan, khususnya dalam kehidupan pelagis. Proses kehidupan
berlangsung melalui struktur jaringan makanan. Fanchel (1988) menyatakan bahwa
jaringan makanan sebagai sebuah piramida, dimana produser primer (plankton
autotrofik) terletak pada bagian bawah, naik sampai zooplankton dan ikan, dan
tingkatan terakhir sampailah pada binatang paus/atau manusia yang memanfaatkan
ikan sebagai bahan makanan.

Michhael dalam Makaminan (2000) struktur komunitas plankton secara alami


tergantung pada pola penyebaran organisme dalam ekosistem tersebut. Pada umumnya
plankton dan larva planktonik dengan cara menyebar mengikuti arus. Pola penyebaran
suatu organisme akuatik dipengruhi oleh faktor fisika kimia lingkungan perairan serta
keistimewaan biologi organisme tersebut. Sifat fisika kimia yang mempengaruhi
kehidupan dan sebaran plankton di laut adalah suhu, cahaya matahari, salinitas, oksigen
terlarut, derajat keasaman (pH), kecerahan, arus dan kandungan nutrient. Selain sifat
fisika kimia perairan, sebaran plankton juga dipengaruhi oleh daur pembiakan, tingkah
laku spesies dalam populasi, dan persaingan antara spesies.

a. Kelimpahan Plankton

Komposisi jenis plankton yang ditemukan di tiga stasiun pengambilan sampel


plankton ditemukan enam belas jenis plankton.
Gambar 2.36. Pengambilan sampel plankton dilokasi rencana kegiatan

Hasil perhitungan diperoleh kelimpahan plankton pada stasiun pengamatan yaitu


berkisar antara 1400-1050 individu/L hal ini menunjukkan kondisi perairan yang cukup
subur, Komposisi jenis dan kelimpahan plankton secara rinci disajikan pada Table 2.20
Berikut.

Tabel 2..20. Kelimpahan Jenis Plankton Pada Lokasi Rencana Pertambangan


Pasir Laut
Organisme Lokasi Sampling ind/L
No
Plankton ST 1 ST 2 ST 3
I Naviculaceae
1 Navicula sp 217 217 133
2 Pleurosigma directium 283 150 0
3 Pleurosigma sp 200 0 150
4 Pleurosigma capense 67 267 67
II Thalassiosiraceae
1 Thalasiossira decipiens 0 33 67
2 Skeletonema costatum 283 33 0
III Rhizosoleniaceae
1 Rhizosolenia imbricata 83 0 0
2 Guinardia delicatula 117 17 150
3 Guinardia striata 117 233 33
III Bacillariaceae
1 Niztchia sp 150 317 233
2 Niztchia sigma 167 117 167
IV Ceratiaceae
1 Ceratium dens 0 133 233
V Fragilariaceae
1 Stritatella unipunctata 133 0 117
2 Liomophora ehrerbergii 33 67 0
VI Leptocylindraceae
1 Leptocylindricus danicus 200 50 50
Jumlah 2050 1633 1400
Sumber: Hasil Analisis, Tahun 2016.

b. Indeks Keragaman Jenis Plankton

Nilai indeks keanekaragaman jenis (H’) plankton yang didapatkan yaitu berkisar
antara 2,2154-2,4466, indeks keseragaman (E) yaitu berkisar 0,8915-0,9539,
dominansi (D) yaitu berkisar 0,0941-0,1260.

Tabel 2.21. Indeks Keanekaragaman Plankton


Organisme Lokasi Sampling
No
Plankton ST 1 ST 2 ST 3
1 H' 2,4466 2,2154 2,2430
2 E 0,9539 0,8915 0,9354
3 D 0,0941 0,1260 0,1123
Sumber : Hasil Analisis, Tahun 2016.

Pada stasiun I nilai indeks keanekaragaman jenis adalah 2,4466 hal ini
menandakan bahwa produktivitas cukup, kondisi ekosistem simbang, dan tekanan
ekologi sedang. Stasiun II nilai indeks keanekaragaman jenis adalah 2,2154 hal ini
menandakan bahwa produktivitas cukup, kondisi ekosistem simbang, dan tekanan
ekologi sedang. Stasiun III nilai indeks keanekaragaman jenis adalah 2,2430 hal ini
menandakan bahwa produktivitas cukup, kondisi ekosistem simbang, dan tekanan
ekologi sedang.

Dapat disimpulkan bahwa Indeks Keanekaragaman plankton di keseluruhan


lokasi sampling berada pada kategori sedang (2,2154-2,4466). Hal ini menunjukkan
bahwa produktivitas cukup, kondisi ekosistem simbang, dan tekanan ekologi sedang.

PT. GASING SULAWESI II -


11011
Indeks Keseragaman

Pada stasiun I nilai indeks keseragaman adalah 0,9539, nilai tersebut


menjelaskan bahwa semua sampel yang ada di lokasi sampling tersebut memiliki jumlah
jenis organisme plankton yang relatif merata dengan perbedaan yang tidak terlalu
mencolok. Stasiun II nilai indeks keseragaman adalah 0,8915, nilai tersebut menjelaskan
bahwa semua sampel yang ada di lokasi sampling tersebut memiliki jumlah jenis
organisme plankton yang relatif merata dengan perbedaan yang tidak terlalu
mencolok.Stasiun III nilai indeks keseragaman adalah 0,9354, nilai tersebut menjelaskan
bahwa semua sampel yang ada di lokasi sampling tersebut memiliki jumlah jenis
organisme plankton yang relatif merata dengan perbedaan yang tidak terlalu mencolok.

Dapat dismpulkan bahwa nilai Indeks keseragaman plankton pada lokasi


sampling termasuk tinggi. Berdasarkan data pada tabel diatas nilai indeks keseragaman
berkisar 0,8915-0,9539, nilai tersebut berarti bahwa semua sampel yang ada di lokasi
sampling tersebut memiliki jumlah jenis organisme plankton yang relatif merata dengan
perbedaan yang tidak terlalu mencolok.

Indeks Dominansi

Pada stasiun I nilai indeks dominansi adalah 0,0941 nilai tersebut berarti pada
lokasi sampling tidak mengalami dominansi organisme plankton tertentu. Stasiun II nilai
indeks dominansi adalah 0,1260 nilai tersebut berarti pada lokasi sampling tidak
mengalami dominansi organisme plankton tertentu. Stasiun III nilai indeks dominansi
adalah 0,1123 nilai tersebut berarti pada lokasi sampling tidak mengalami dominansi
organisme plankton tertentu.

Nilai indeks dominansi memperlihatkan kekayaan jenis komunitas serta


keseimbangan jumlah individu setiap jenis. Nilai indeks dominansi pada seluruh lokasi
sampling dapat disimpulkan indeks dominansi termasuk rendah berkisar antara 0,0941-
0,1260,hal ini menunjukkan bahwa pada lokasi sampling tidak mengalami dominansi
organisme plankton tertentu.
c. Kelimpahan Benthos

Komposisi jenis Benthos yang ditemukan di stasiun pengambilan sampelhanya


ditemukan satu spesies yang berasal dari kelas Echinodea. Hasil perhitungan diperoleh
kelimpahan Benthos pada stasiun pengamatan yaitu 17 individu/m.

Gambar 2.37. Spesies benthos yang ditemukan berasal dari kelas Echinoidea

d. Indeks Keragaman Jenis Benthos


Nilai indeks keragaman jenis tidak dapat dihitung karena hanya ditemukan satu
spesies benthos.

e. Jenis Nekton
. Nekton merupakan fauna yang aktif bergerak pada suatu perairan. Metode
pengamatan fauna nekton dilakukan secara langsung dan wawancara terhadap
masyarakat sekitar. Jenis-jenis nekton yang ada disekitar lokasi rencana pertambangan
pasir laut di wilayah perairan Galesong Utara disajikan pada Tabel 2.22.

Tabel 2.22. Jenis-jenis Nekton Yang Terdapat di Sekitar Lokasi Rencana Pertambangan
Pasir di Wilayah Perairan Galesong Utara.
No. Nama Indonesia Nama Latin
1. Baronang Siganus spp
2. Teri Stelephorus sp.
3. Kerapu Lumpur Epinephelus spp
4. Kakap Putih Lates calcarifer
5. Kakap Merah Lutjanus sp
6. Peperek Leiognathus splendus
7. Tembang Sardinella fimbriata
8. Kembung Rastrelliger sp.
9. Layur Trichirus lepturus
10. Lamuru Caranx sp
11. Belanak Mugil cephalus
12. Teripang Holoturian
13. Katamba/Lencam Lethrinus spp
14. Layang Decapterus macrosoma
Sumber: Hasil Pengamatan dan Wawancara dengan Nelayan Setempat, Tahun 2016.

f. Ekosistem Terumbu Karang

Ekosistem terumbu karang merupakan bagian dari ekosistem laut yang penting
karena menjadi sumber kehidupan bagi beraneka ragam biota laut. Di dalam ekosistem
terumbu karang ini pada umumnya hidup lebih dari 300 jenis karang, yang terdiri dari
sekitar 200 jenis ikan dan berpuluh‐puluh jenis moluska, crustacean, sponge, alga, dan
biota lainnya (Dahuri, 2001).

Terumbu karang sangat berperan terhadap produktivitas suatu perairan, dimana


produktivitas primernya berkisar antara 300 – 5000 gc/m2 /th (Meadows dan Campbell,
1988) lebih tinggi dari laut terbuka, upwelling, estuaria, hutan bakau, padang lamun dan
mampu menampung biomoss hewan yang tinggi antara 490 – 1.400 kg/ha (Baker &
Kaeoniam, 1986). Rusaknya terumbu karang secara langsung akan memberikan dampak
terhadap hasil tangkapan nelayan, jumlah dan jenis ikan. Hal ini disebabkan oleh
terumbu karang memiliki fungsi dan peranan yang sangat penting di dalam perairan.
Terumbu karang memiliki fungsi sebagai tempat perkembangbiakan ikan, perlindungan
dan mencari makan bagi ikan, kerang, udang dan biota lainnya. Selain itu karang juga
berfungsi sebagai pelindung pantai dari abrasi dan gempuran ombak, menstabilkan
keliling pulau-pulau dan garis pantai dari kikisan ombak yang sangat kuat. Terumbu
karang juga dapat dimanfaatkan sebagai tempat pariwisata bahari dan tempat
menangkap ikan bagi para nelayan.

g. Kondisi fisik stasiun pengamatan terumbu karang

Di sekitar wilayah tapak proyek tidak ditemukan kawasan terumbu karang. Baik
yang telah rusak ataupun yang masih terjaga. Stasiun yang menjadi derah pengamatan
berada di sekitar rencana kegiatan.
Gambar 2.38. Kecerahan pada kedalaman 5 m dan Kecerahan pada kedalaman 18 m

Pengamatan yang dilakukan stasiun pengamatan berada di kedalaman 18 m


dengan tingkat kecerahan hingga 30% di permukaan air, cukup jernih di dearah
pertengahan yang berkisar 60% dan kembali memburuk mendekati dasar perairan yang
hanya berkisar 20%. Keberadaan cahaya matahari merupakan faktor pembatas yang
sangat penting bagi terumbu karang untuk melakukan proses fotosintesa. Mengingat
binatang karang (hermatypic atau Reef build corlas) hidupnya bersimbiose dengan
ganggang (zooxanthellae) yang melakukan fotosintesa. Tingkat kecerahan yang kurang
berpotensi mempengaruhi pertumbuhan karang yang diakibatkan kurangnya cahaya
yang diterima untuk melakukan fotosintesa.

Sedimen juga merupakan unsur penting bagi kehidupan karang. Namun


sedimentasi/siltasi yang terlampau besar dari daratan merupakan ancaman besar bagi
kehidupan karang. Lumpur halus dalam bentuk sedimen terlarut yang mengendap akan
menutupi pori-pori binatang karang dan menyebabkan kematian (Lamp. Kepmen
Kelautan dan Perikanan, 2004).

Pengaruh sedimen terhadap petumbuhan binatang karang dapat mempengaruhi


secara langsung maupun tidak langsung. Pengaruh tidak langsung adalah melalui
penetrasi cahaya dan banyaknya energi yang dikeluarkan oleh binatang karang untuk
menghalau sediment tersebut, yang berakibat turunnya laju pertumbuhan karang.
Sedimen dapat langsung mematikan binatang karang, yaitu apabila sedimen tersebut
berukuran cukup besar dan banyak jumlahnya sehingga menutupi polyp (mulut) karang.

Di sisi lain, substrat dasar perairan yang lunak sangat menyulitkan bagi hewan
karang untuk berkembang. Substrat dasar yang keras merupakan faktor yang sangat
mempengaruhi perkembangan hewan karang, karena tanpa substrat yang keras larva
karang (planula) tidak dapat tumbuh dan berkembang.

2.2.4. Komponen Sosial Ekonomi dan Budaya


Kondisi sosial ekonomi dan sosial budaya di Wilayah studi Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan (AMDAL) rencana Pertambangan Pasir Laut oleh PT. Gasing
Sulawesi di Kecamatan Galesong Utara, Kabupaten Takalar diperloleh melalui data
sekunder dan data primer. Data sekunder diperoleh dari data yang tersedia pada
instansi/dinas terkait terutama dari Kecamatan Galesong Utara dalam angka dan
Kabupaten Takalar dalam angka tahun 2016, juga dari buku Indikator kesejahteraan
masyarakat serta PDRB yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik. Data primer
diperoleh dari hasil wawancara penduduk yang bermukim atau bekerja di sekitar lokasi
rencana kegiatan. Metode penentuan responden akan dilakukan dengan langkah-
langkah sebagai berikut:
(1) Pelingkupan dilakukan di sekitar lokasi studi yang diperkirakan akan terkena
dampak. Hasil pelingkupan tersebut memberikan gambaran bahwa rencana kegiatan
Pertambangan Pasir Laut di Kecamatan Galesong Utara, Kabupaten Takalar.
(2) Penentuan responden dilakukan dengan menggunakan metode pengambilan
sampling secara porvosif yaitu dengan penunjukan langsung kepada penduduk yang
akan dijadikan responden dengan mempertimbangkan kedekatan domisili dengan
lokasi rencana kegiatan, status dalam masyarakat (Tokoh masyarakat), Jenis
pekerjaan dan kepemilikan lahan pada lokasi rencana kegiatan. Responden yang
akan diwancarai dianggap mewakili masyarakat yang bermukim disekitar lokasi
rencana kegiatan. Selain itu, Sampling juga ditentukan berdasarkan professional
judgement dengan mempertimbangkan ciri-ciri dampak yang secara potensial
diprakirakan akan terjadi.
A. Demografi

Penduduk sebagai subyek dan sekaligus sebagai obyek dari kegiatan rencana
kegiatan Pertambangan Pasir Laut di Kecamatan Galesong Utara, Kabupaten Takalar
merupakan hal penting dalam Pengkajian terhadap aspek kependudukan, dimana setiap
rencana kegiatan pembangunan dapat menimbulkan dinamika penduduk seperti: Jumlah
penduduk, struktur penduduk menurut kelompok umur, mata pencaharian penduduk,
tingkat pendidikan Penduduk, Perkembangan dan pertumbuhan penduduk dan
partisipasi angkatan kerja.
1. Jumlah Penduduk
Jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin, ratio penduduk, dan kepadatan
penduduk di Kecamatan Galesong Utara yang menjadi wilayah lokasi rencana kegiatan
Pertambangan Pasir Laut di Kecamatan Galesong Utara, Kabupaten Takalar dapat
dilihat pada Tabel 2.23 berikut.

Tabel 2.23. Jumlah Penduduk, Kepadatan Penduduk dan Jumlah Rumah Tangga Serta
luas Wilayah di Kecamatan Galesong Utara, Kabupaten Takalar, Tahun
2015.

Luas Jumlah Rumah Sex Ratio


Desa/Kelurahan Kepadatan
km2 Penduduk Tangga (KK) (%)
Bontosunggu 0,77 4.927 1.131 6.398.70 99.64
Tamasaju 1,13 5.400 1.185 4.778.76 94.38
Bontolebang 3,80 5.653 1.230 1.487.63 96.69
Tamalate 0,70 4.036 864 5.765.71 88.60
Aeng Batu-batu 2,17 5.384 1.158 2.481.11 90.92
Bonto Lanra 3,32 3.182 718 958.43 91.92
Pakkabba 1,01 3.275 680 3.275.00 98.48
Aeng Towa 1,01 2.750 624 2.722.77 98.27
Sampulungan 0,72 2.552 535 3.544.44 110.39
Bonto Kaddopepe 0,48 1.562 318 3.254.17 102.86
Kecamatan Galesong
15,11 38.721 8.443 2.562.61 95.98
Utara
Sumber: BPS-Kecamatan Galesong Utara Dalam Angka, Tahun 2016.
Pada Tabel 2.23, menunjukkan bahwa jumlah penduduk di Kecamatan Galesong
Utara sebesar 38.721 jiwa yang terdiri dari 18.963 jiwa laki – laki dan 19.758. jiwa
perempuan, dimana jumlah rumah tangga yang ada sebanyak 8.433 Kepala keluarga
(KK) tersebar pada 10 wilayah desa, dengan luas wilayah 15,11 km2. Pada wilayah
lokasi rencana kegiatan Pertambangan Pasir Laut di Desa Tamalate memiliki jumlah
penduduk 4.036 jiwa, dan 864 Kepala Keluarga, Desa Aeng Batubatu 5.384 jiwa dan
1.158 Kepala Keluarga, Desa Aeng Towa memliki jumlah penduduk 2.750, dan 624
Kepala Keluarga, dan Desa Sampulungan memiliki 2.552 jiwa dan 1.185 Kepala
Keluarga.
2. Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin
Komposisi penduduk menurut kelompok umur dan jenis kelamin di lokasi studi
rencana kegiatan Pertambangan Pasir Laut di Kecamatan Galesong Utara, Kabupaten
Takalar dapat dilihat pada Tabel 2.24.
Tabel 2.24. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur Di Lokasi Rencana
Pertambangan Pasir Laut di Kecamatan Galesong Utara, Kabupaten Takalar
No. Kelompok Umur Jumlah Persentase
(Tahun) (Jiwa) (%)
1. 0–4 3.853 9,95
2. 5–9 3.737 9,65
3. 10 – 14 3.606 9,31
4. 15 – 19 3.899 10,06
5 20 – 24 3.340 8,62
6. 25 – 29 2.879 7,43
7. 30 – 34 2.996 7,74
8. 35 – 39 2.972 7,67
9. 40 – 44 2.751 7,10
10. 45 – 49 2.491 6.43
11 50 – 54 1.784 4.61
12 55 – 59 1.345 3,47
13. 60 – 64 1.013 2,62
14 65 – 69 792 2,04
15. 70 – 74 561 1,44
15 75 + 702 1,81
. Jumlah 38.721 100,00
Sumber : BPS- Kecamatan Galesong Utara Dalam Angka, Tahun 2016.

Pada Tabel 2.24, menunjukkan bahwa kelompok umur yang paling dominan
pada wilayah rencana kegiatan Pertambangan Pasir Laut di Kecamatan Galesong Utara,
Kabupaten Takalar adalah kelompok umur 15 sampai 59 tahun yaitu 63,13 %,
kemudian kelompok umur 0 sampai 14 tahun 28,91 % dan terakhir kelompok umur 55
tahun ke atas 7,92 %. Hal ini memiliki konsekwensi serius pada penyediaan lapangan
kerja, maupun pemenuhan berbagai kebutuhan dasar (basic human needs) lain. Basic
human needs ini dapat berbentuk kebutuhan-primer (sandang, pangan, papan) juga
sekunder seperti kebutuhan pendidikan, pemenuhan gizi, dan sebagainya. Semua
kebutuhan ini tentunya berkaitan dengan hal-hal yang bermuara pada perbaikan
tingkat kesejahteran seluruh penduduk untuk masa depan yang lebih baik.

3. Mata Pencaharian Penduduk

Berdasarkan data profil Kecamatan Galesong Utara, menunjukkan bahwa mata


pencaharian penduduk di wilayah studi rencana kegiatan Pertambangan Pasir Laut di
Kecamatan Galesong Utara di Desa Tamalate, Desa Aeng Batubatu, Desa Aeng Towa
dan Desa Sampulungan Kabupaten Takalar pada umumnya adalah nelayan, petani
sawah, petani tambak, dan petani rumput laut, selebihnya adalah PNS, TNI, Polri,
peternak, pedagang dan pekerja sektor informal seperti tukang, buruh bangunan,
tukang ojek dan sopir.

4. Penduduk Menurut Pendidikan

Menurut Dirjen Pembangunan Desa (1982), kriteria penilaian tingkat pendidikan


didasarkan pada jumlah penduduk yang tamat SD ke atas. Berdasarkan ukuran itu,
maka tingkat pendidikan dapat dibagi ke dalam tiga golongan, yaitu :

(1) Pendidikan rendah, apabila jumlah penduduk yang tamat SD ke atas berjumlah
kurang atau sama dengan 30 persen dari jumlah penduduk.

(2) Pendidikan sedang, apabila jumlah penduduk yang tamat SD ke atas berjumlah 30
– 60 persen dari jumlah penduduk.

(3) Pendidikan tinggi, apabila jumlah penduduk yang tamat SD ke atas lebih dari 60
persen dari jumlah penduduk.

Tingkat pendidikan Penduduk Kabupaten Takalar Tahun 2015 dapat dilihat pada Tabel
2.25.

Tabel 2.25. Persentase Penduduk Usia 10 Tahun ke Atas Menurut Tingkat Pendidikan yang
Ditamatkan di Kabupaten Takalar, Tahun 2014.
Perempuan
No. Tingkat Pendidikan Laki-laki (%) Total (%)
(%)

1. Tidak /Belum Sekolah 37,81 38,64 38,25


2. Sekolah Dasar/MI 23,89 24,18 24,04

Sekolah Lanjutan Tingkat 16,88 19,47


3. 18,25
Pertama / MTs
4. Sekolah Menengan Atas/SMK 17,69 12,91 15,17

5. Akademi / Universitas 3,74 4,80 4,29


6. SMP + 38,30 37,18 37,71

Sumber: BPS- Kabupaten Takalar Dalam Angka, Tahun 2016.

Pada Tabel 2.25, Menunjukkan bahwa pendidikan penduduk usia 10 tahun


keatas di Kabupaten Takalar termasuk pada kategori penduduk perpendidikan sedang
karena jumlah penduduk yang tamat Sekolah Dasar diatas 30,00 %.

B. Sosial Ekonomi

1. Ketenagakerjaan

Penduduk Usia Kerja (PUK), didefinisikan sebagai penduduk yang berumur 10


tahun ke atas. Penduduk Usia Kerja terdiri dari Angkatan Kerja dan Bukan Angkatan
kerja, mereka yang termaksud Angkatan Kerja adalah Penduduk yang bekerja atau yang
sedang mencari pekerjaan. Sedangkan Bukan Angkatan kerja adalah mereka yang
bersekolah, mengurus rumah tangga atau melakukan kegiatan lainnya.

a. Penduduk Pencari Kerja


Penduduk yang sedang mencari pekerjaan di Kabupaten Takalar berdasarkan
data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2016, dapat dilihat pada tabel 2.26 berikut.

Tabel 2.26. Penduduk pencarai Kerja Berdasarkan Pendidikan dan Jenis Kelamin di
Kabupaten Takalar, Tahun 2015.
No. Tingkat Pendidikan Laki-laki Perempuan Jumlah

(Orang) (Orang) (Orang)


1. Tidak/Belum Pernah Sekolah - - -
2. Tidak/Belum Tamat SD - 1 1
3. SD 5 5 10
4. SMP 130 102 232
5. SMA 2 5 7
6. SMK - - -
7. Diploma I/II/III Akademi 10 29 39
8. Universitas 55 94 149
Jumlah 202 236 438
Sumber : BPS-Kabupaten Takalar Dalam Angka, Tahun 2016.

Pada tabel 2.26, menunjukkan bahwa angka penduduk yang sedang mencari
pekerjaan dengan berbagai latar belakang pendidikan masih tergolong cukup besar
yaitu sekitar 438 orang. Di mana pencari kerja dengan pendidikan rendah sebanyak 11
orang, berpendidikan menengah (tamat SLTP, SLTA) sebanyak 239 orang dan
berpendidikan tinggi (tamat perguruan tinggi ) 188 orang.

b. Penduduk Menurut Kegiatan Utama

Jumlah angkatan kerja (bekerja dan pencari kerja) dan bukan angkatan kerja
(sekolah, Mengurus rumah tangga, dan lainnya) di Kabupaten Takalar tahun 2015 dapat
dilihat pada Tabel 2.27. berikut.

Tabel 2.27. Jumlah Angkatan Kerja dan Bukan Angkatan Kerja di Kabupaten Takalar,
Tahun 2015.
Tahun 2015
Kegiatan Utama Jumlah
Laki-laki Perempuan
I. Angkatan Kerja : 78.947 40.789 119.736
1. Bekerja 76.683 38.212 114.895
2. Mencari Pekerjaan 2.264 2.577 4.841
II. Bukan Angkatan Kerja 18.700 69.570 88.270
1. Sekolah 9.011 8.869 17.880
2. Mengurus Rumah tangga 2.263 58.090 60.353
3. Lainnya 7426 2.611 10.037
Jumlah 97.647 110.359 208.006
Tingkat Partisipasi Angk. Kerja 80,85 36,96 57,56
Tingkat Pengangguran 2,87 6,32 4,04
Sumber :BPS- Kabupaten Takalar Dalam Angka, Tahun 2016.

Pada Tabel 2.27, menyajikan jumlah penduduk usia 10 tahun ke atas menurut
jenis kelamin dan kegiatan utama di Kabupaten Takalar Tahun 2015, dimana sekitar
114.895 orang penduduk usia 15 Tahun ke atas tergolong bekerja atau sekitar 57,56 %
dan sekitar 4.841 orang sedang menganggur / mencari pekerjaan atau 4,04 % dari
jumlah angkatan kerja 119.736 orang, selebihnya sebanyak 17.880 orang masih

PT. GASING SULAWESI II -


12012
bersekolah, 60.353 orang mengurus rumahtangga, dan 10.037 orang mengerjakan
kegiatan lainnya .

2. Perekonomian

a. PDRB Kabupaten Takalar

Produk Domestik Regional Bruto merupakan salah satu pencerminan kemajuan


ekonomi suatu daerah, yang diartikan sebagai keseluruhan nilai tambah barang dan
jasa yang dihasilkan dalam satu tahun di daerah tersebut. Besar kecilnya Produk
Domestik regional bruto (PDRB) suatu daerah sangat ditentukan oleh potensi sumber
ekonomi yang dimiliki. Berdasarkan hasil perhitungan PDRB tahun 2015 menunjukkan
nilai PDRB atas dasar harga berlaku Kabupaten Takalar adalah sebesar Rp.
6.809.955,875. Perkembangan perekonomian Kabupaten Takalar dapat dilihat dari
kinerja PDRB (Produk Domestik Regional Bruto), yang dapat memberi gambaran
perkembangan fluktuasi-konjunktur ekonomi yang cukup memadai dari tahun ke tahun.
seperti yang terlihat pada Tabel 2.28. berikut.

Tabel 2.28. Produk Domestik Regional Bruto ( PDRB ) Atas Harga Berlaku Menurut
Lapangan Usaha di Kabupaten Takalar Tahun 2013 - 2015 ( Juta
Rupiah)
No Lapangan Usaha 2013 2014 2015
Pertanian, Kehutanan dan
1 Perikanan 2.374.148,90 2.881.609,02 3.401.016,79
2 Pertambangan & Penggalian 79.049,14 104.459,73 126.483,66
3 Industri Pengolahan 308.486,62 346.689,59 383.476,44
4 Pengadaan Listrik dan Gas 5.946,11 6.260,16 5.247,33
Pengadaan Air, Pengelolaan
5 Sampah, Limbah dan Daur Ulang 2.795,73 3.038,79 3.157,66
6 Konstruksi 361.091,03 422.655,72 483.811,35
Perdagangan Besar dan Eceran:
Reparasi Mobil dan Sepeda
7 Motor 624.082,96 69.972,92 790.277,56
8 Transportasi dan Pergudangan 138.010,92 164.273,97 181.308,74
Penyediaan Akomodasi dan
9 Makan minum 16.457,19 17.981,16 19.625,36
10 Informasi dan Komunikasi 204.939,48 229.508,38 245.226,19
11 Jasa Keuangan dan Asuransi 87.089,55 97.462,59 110.385,09
12 Real Estate 284.241,33 328.014,49 375.620,64
13 Jasa Perusahaan 367,72 384,81 417,83
Administrasi Pemerintahan,
Pertahanan dan Jaminan Sosial
14 Wajib 359.683,34 402.501,21 485.354,09
15 Jasa Pendidikan 76.117,88 84.302,84 92.757,50
Jasa Kesehatan dan Kegiatan
16 Sosial 69.373,97 81.276,45 89.823,27
17 Jasa lainnya 12.303,03 13.868,81 15.966,35
Jumlah 5.004.184,86 5.882.260,83 6.809.955,87
Sumber : BPS - PDRB Kabupaten Takalar Dalam Angka, Tahun 2016.
Pada Tabel 2.28, menunjukkan bahwa selama kurung waktu tahun 2013 –
2015 nilai PDRB Kabupaten Takalar Atas Dasar Harga berlaku menunjukkan suatu
perkembangan yang cukup signifikan, dimana pada tahun 2013 nilai PDRB sebesar Rp.
5.004.184,86 Miliar berkembang menjadi Rp.5.882.260,83 Miliar pada tahun 2014, dan
mengalami perkembangan menjadi Rp.6.809.955,83 miliar pada tahun 2015.

Lapangan usaha yang paling besar sumbangannya terhadap PDRB Kabupaten


Takalar pada tahun 2015 adalah sektor pertanian yaitu sebesar Rp. 3.401.016.79, Miliar
rupiah, menyusul sektor perdagangan besar dan eceran sebesar Rp. 790.277,56, juta
rupiah dan sektor yang paling sedikit sumbangannya terhadap PDRB KabupatenTakalar
adalah sektor jasa perusahaan, yang hanya menyumbangkan Rp. 417,83 ribu rupiah.

b. Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Pendapatan daerah Kabupaten Takalar pada tahun anggaran 2015 tercatat


sebesar Rp.74.855,24 juta yang bersumber dari pajak daerah sebesar Rp. 9.470,50
juta, restribusi daerah Rp. 6.156,18, juta bagian laba perusahaan / BUMD Rp. 7.325.65,
juta dan penerimaan lain-lain yang sah Rp. 51.902,.92, juta.

Melihat angka ini, menunjukkan bahwa anggaran pendapatan daerah


Kabupaten Takalar masih tergolong rendah, sehingga masih banyak tergantung pada
dana perimbangan pusat melalui Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus
(DAK). Untuk melihat realisasi dan sumber pendapatan daerah Kabupaten Takalar pada
tahun 2014-2015 dapat dilihat pada Tabel 2.29 berikut.

Tabel 2.29 Realisasi dan Pendapatan Pemerintah Kabupaten Takalar menurut jenis
pendapatan Tahun 2014-2015.

Tahun
No. Jenis Pendapatan
2014 2015
1 Pendapatan Asli Daerah : 76.850,71 74.855,24

1. Pajak Daerah 14.956,01 9.470,50


2. Restribusi Daerah 39.111,32 6.156,18
3. Hasil Perusahaan Milik 6.149,98 7.325,65
Daerah dan Pengelolaan
kekayaan Daerah yang
dipisahkan
4. Lain-lain PAD yang Sah 16.633,39 51.902,92
2 Dana Perimbangan 643.331,,69 745.292,48
1. Bagi Hasil Pajak 5.043,06 7.788,21
2. Bagi Hasil Bukan Pajak 8.960,55 7.546,00
3. Dana ALokasi Umum 565.195,36 554.136,14

4. Dana Alokasi Khusus 64.132,72 175.822,13

Lain-lain Pendapatan yang sah 143.029,74 194.768,90


3
1. Pendapatan Hibah 494,43 846,59
2. Dana Darurat - -
3. Dana Bagi Hasil Pajak dari 30.130,47 35.467,74
Provinsi dan Pemerintah
4. Dana Penyesuaian dan 95.648,86 142.866,89
Otonomi Daerah
5. Bantuan Keuangan dari 16.719,98 15.587,69
provinsi atau Pemerintah
Daerah
6. Lainnya - -
Jumlah 863.212,14 1.014.916,63
Sumber : BPS - Kabupaten Takalar Dalam Angka, Tahun 2016.

C. Sosial Budaya

Komponen lingkungan sosial budaya yang diamati dalam studi ini adalah adat
istiadat, proses sosial, sikap dan persepsi masyarakat. Dari hasil wawancara dan
pengamatan lapangan, penduduk yang berdomisili secara permanen dan atau bekerja di
sekitar lokasi rencana kegiatan Pertambangan Pasir Laut, di Desa Tamalate, Desa
Sampulungan, Desa Aeng Towa dan Desa Aeng Batubatu, Kecamatan Galesong Utara,
Kabupaten Takalar, umumnya mereka adalah penduduk asli suku Makassar dengan
menggunakan Bahasa Makassar sebagai bahasa sehari – hari. Dan sebahagian kecil
dari warga yang ada adalah warga pendatang dari daerah tetangga seperti Gowa dan
Jeneponto serta daerah lain dalam wilayah kabupaten Takalar. Oleh karena itu, antara
penduduk lokal dan pendatang yang bekerja dan berdomisili secara permanen disekitar
rencana kegiatan Pertambangan Pasir Laut menyebabkan terjadinya proses sosial yang
intens dan dinamis dalam sistem sosial masyarakat di sekitar lokasi rencana kegiatan.
1. Adat Istiadat

Dalam kebudayaan suku Makassar, terdapat sejumlah nilai dan konsep yang
sangat besar pengaruhnya dalam perilaku dan pergaulan sosial etnis Makassar. Nilai
tersebut adalah : Makna nilai Tau (Orang); Makna nilai Sirik (Harga diri); Makna nilai
Pacce (Iba) Makna nilai Pangngalik (Perasaan hormat) dan Makna nilai
Pangngadakkang (Adat istiadat). Beberapa penggalan-penggalan adat istiadat yang
tumbuh dalam masyarakat suku Makassar pada masa lampau dan kini masih hidup
walaupun tidak dilaksanakan sesuai dengan adat yang diadatkan. Fragment adat yang
dimaksudkan adalah yang berkaitan dengan rumah, berpakaian, tata cara
berkomunikasi, tata krama, upacara tradisional seperti upacara perkawinan, upacara
kematian dan sebagainya yang sangat berkaitan dengan kepercayaan dalam sistem
sosial masyarakat. Adat istiadat yang berlaku di sistem sosial masyarakat Suku
Makassar adalah “Pangngadakkang”, yaitu norma-norma, patokan-patokan di dalam
bertingkah laku dalam kehidupan sehari- hari. Stratifikasi sosial secara tradisional
merupakan warisan budaya dari leluhur (nenek moyang) masyarakat suku makassar.

Dalam sistem sosial masyarakat Suku Makassar Takalar terdiri atas 3 strata
sosial, masing-masing “Karaeng” termasuk golongan kelas atas atau bangsawan,
“Daeng” termasuk golongan kelas menengah, dan To Samara termasuk golongan
kelas bawah (low class). Dalam struktur sosial masyarakat suku Makassar stratifikasi
secara mekanistik mengalami penyesuaian dengan perubahan kondisi sosial ekonomi.

Beberapa nilai yang mengawali pembentukan budaya Suku Makassar diciptakan karena
dimuliakan oleh leluhur sebagai peletak dasar kebudayaan. Nilai tersebut dialihkan
secara turun temurun dari generasi ke generasi dengan nasehat dan pesan. Nasihat
tersebut terdapat dalam Lontara-lontara yang disebut Pasang. Pasang yang berarti
wasiat yang dipertahankan, yang ditekankan pada keharusan dan pantangan. Orang
yang memeliharanya akan selalu terpandang dalam masyarakat, sebaliknya orang yang
tidak mengindahkan akan menanggung sanksi sosial yang amat besar. Adat istiadat
yang sudah turun temurun dijalankan oleh warga masyarakat Suku Makassar Takalar
dan warga pendatang di wilayah studi di Desa Tamalate, Desa Sampulungan, Desa Aeng
Towa dan Desa Aeng Batubatu, Kecamatan Galesong Utara merupakan budaya yang
sudah mengkristal dalam kehidupan bermasyarakat bagi warga. Kebiasaan – kebiasaan
tersebut dijalankan dalam bentuk kegiatan kemasyarakatan seperti tradisi upacara
perkawinan, penamatan alquran, Maulid Nabi Muhammad S.A.W, sunatan dan kematian,
juga kebiasaan menentukan hari baik untuk hari perkawinan , serta untuk memulai
pekerjaan seperti memulai kerja sawah, membangun rumah dan membangun tempat
ibadah atau kebiasaan memulai suatu usaha.

Nilai budaya yang menjadi pegangan hidup masyarakat Suku Makassar Takalar
adalah SIRI NAPACCE ( Harga diri), Oleh karena itu, masyarakat Takalar akan selalu
menjunjung karakter, mandiri, demokrasi, jujur, tegas, memperjuangkan kebenaran,
keadilan dan kemitraan dijunjung tinggi dalam kehidupan sosialnya sehari-hari. Adat
sangat kuat mengatur kehidupan sosial masyarakat dan umumnya sangat dekat dengan
norma-norma keagamaan, walaupun setiap daerah memiliki tata cara pelaksanaan
kegiatan adat yang berbeda, namun tetap menyatu dengan nilai-nilai yang dijunjung
tinggi secara bersama.

2. Proses Sosial

Interaksi sosial dan komunikasi yang terjalin antar warga disekitar lokasi
rencana kegiatan, telah terwujud dalam bentuk integrasi sosial. Proses sosial yang
terjadi diawali dengan munculnya saling curiga antar warga, khususnya warga
pendatang, kemudian diikuti dengan proses asimilasi (penyesuaian sikap dan perilaku),
akulturasi dan akhirnya tercipta akomodasi.

Tercipatnya akomodasi antar warga di sekitar lokasi melalui berbagai kegiatan


yang dilakukan secara gotong royong dan berbagai pertemuan-pertemuan yang
dilakukan antar warga. Berbagai kegiatan yang dilakukan seperti membersihkan
lingkungan, perbaikan jalan desa, gorong-gorong, sarana keagamaan (Masjid dan
Mushollah), membersihan kebun atau ladang secara bersama – sama serta panen
secara gotong royong, juga menghias atau memperindah kampung / dusun dan desa
untuk perayaan hari-hari nasional, penjagaan keamanan siskamling dan kegiatan
keagamaan seperti pengajian yang dilakukan oleh kelompok-kelompok masyarakat di
tiap mesjid /mushollah di dusun dan desa, yang dilaksanakan oleh Kelompok PKK,
Majelis Taqlim, kelompok remaja masjid, dan lain-lain. Berbagai kegiatan tersebut
merupakan media terjadinya interaksi dan komunikasi antar warga masyarakat.

Selain itu, peranan berbagai lembaga sosial yang ada di kelurahan seperti BPD, Kepala
desa, Tokoh Agama, Tokoh Masyarakat untuk mendorong partisipasi masyarakat dalam
berbagai aktivitas pembangunan di tingkat desa mendorong pula terjadinya interaksi
dan komunikasi yang intensif antar warga. Integrasi sosial warga masyarakat di wilayah
studi merupakan wujud dari akulturasi sistem budaya antara penduduk asli dengan
penduduk pendatang secara partisipatif.

3. Situs Budaya dan Arkeologi

Situs budaya dan arkeologi adalah peninggalan sejarah berupa budaya masalah
lalu dan benda-benda atau bangunan bersejarah yang dilindungi dan dipelihara oleh
Negara atau pemerintah karena memiliki nilai sejarah yang tak ternilai seperti bangunan
mesjid tua, candi, benteng pertahanan, rumah adat, makam raja - raja, makam
pahlawan nasional dan benda-benda bersejarah lainnya. Berdasarkan hasil scoping dan
survey lapangan menunjukkan bahwa pada lokasi rencana kegiatan Pertambangan Pasir
Laut di Desa Tamalate, Desa Sampulungan, Desa Aeng Towa,dan Desa Aeng Batubatu,
Kecamatan Galesong Utara, Kabupaten Takalar terdapat situs budaya dan situs
arkeologi. Oleh Karena itu, rencana kegiatan Pertambangan Pasir Laut diwilayah
tersebut tidak akan mengganggu situs budaya maupun situs arkeologi karena dilokasi
tersebut tidak terdapat situs budaya maupun situs arkeologi.

2.2.5. Kesehatan Masyarakat dan Kesehatan Lingkungan

Dalam melakukan kegiatan pembangunan harus memperhatikan aspek


lingkungan seperti aspek kimia fisik, biologi, sosial ekonomi dan budaya serta kesehatan
masyarakat. Aspek kesehatan masyarakat merupakan salah satu aspek yang harus
diperhatikan dalam melakukan kegiatan pembangunan. Untuk dapat melakukan kajian
aspek kesehatan masyarakat tersebut secara benar maka harus pula memperhatikan
parameter lingkungan yang terkena dampak. Setiap jenis usaha/kegiatan yang wajib
dilengkapi dokumen AMDAL harus melakukan kajian terhadap aspek kesehatan
masyarakat.

Kontribusi lingkungan dalam mewujudkan derajat kesehatan masyarakat


merupakan hal yang esensial di samping masalah perilaku, pelayanan kesehatan dan
faktor keturunan (teori Hendrik L. Blum). Lingkungan memberikan kontribusi yang
terbesar terhadap timbulnya masalah kesehatan masyarakat, sehingga keterkaitan
antara kualitas lingkungan yang bermasalah dan status kesehatan perlu dipahami secara
cermat.

Penyusunan aspek kesehatan masyarakat diatur dalam Keputusan Kepala


Bapedal No. 124 tahun 1997 tentang Panduan Aspek Kesehatan Masyarakat dalam
Penyusunan AMDAL dan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 876
tahun 2002 tentang Pedoman Teknis Analisis Dampak Kesehatan Lingkungan.

1. Pola Sebaran Penyakit


Pola penyakit merupakan alat ukur yang menunjukan kondisi kesehatan
masyarakat dengan menghubungkan antara penyakit dengan jumlah kasus. Dimana
hubungan ini dapat dinilai secara deskriptif dengan menghitung prevalensi kasus.
Prevalensi adalah jumlah kasus lama dan baru dibagi dengan jumlah penduduk di suatu
tempat, dikali dengan konstanta (k=1.000).
Tabel 2.30 10 Penyakit Rawat INAP 2015 Di Puskesmas Aeng Towa
10 BESAR PENYAKIT RAWAT INAP 2015 JUMLAH
Influensa 3.148
Demam yang tidak diketahui sebabnya 2.926
Batuk 2.829
Infeksi saluran nafas bagian atas 2.800
Gastritis 2.402
Dermatitis dan Eksim 2.388
Sakit Kepala 1.990
Hipertensi Esensial (primer) 1.962
Diare dan Gastroenteritis 1.527
Artrotis lainnya 1.241
Sumber: Puskesmas Aeng Towa, Tahun 2016

Berdasarkan Tabel 2.30 diatas diketahui bahwa 10 penyakit tertinggi di


Puskesmas Aeng Towa yaitu influensa, demam yang tidak diketahui sebabnya, batuk,
infeksi saluran nafas bagian atas, gastritis, dermatitis dan eksim, sakit kepala, hipertensi
esensial (primer), diare dan gastroenteritis, artrotis lainnya. Dari ke-10 penyakit
tersebut, penyakit yang banyak ditemui di Puskesmas Aeng Towa yaitu influensa
sebesar 3.148 dan yang paling sedikit yaitu penyait artrotis lainnya sebesar 1.241

Tabel di atas menunjukkan, bahwa pola penyakit berbasis lingkungan masih


menjadi penyebab terjadinya penyakit, seperti influenza, Infeksi saluran nafas bagian
atas, dermatitis dan diare. Oleh karena penanggulangan juga harus berbasis kesehatan
lingkungan.
2. Sumber Daya Kesehatan

Sumber daya kesehatan merupakan salah satu kebutuhan penting bagi


kesehatan masyarakat. Tujuan pemertaan sumber daya kesehatan agar seluruh lapisan
masyarakat dapat menikmati pelayanan kesehatan. Sumber daya kesehatan yang
dimaksud ini terdiri dari dua komponen, yakni fasilitas kesehatan dan sumber daya
kesehatan.

a. Fasilitas Kesehatan

Fasilitas pelayanan kesehatan merupakan ketersediaan sarana kesehatan yang


dapat diakses oleh masyarakat dalam rangka peningkatan derajad kesehatan , seperti:
puskesmas, poskesdes, posyandu, dll. Pada tabel di bawah ini dapat dilihat jumlah
fasilitas kesehatan yang berada di wilayah kerja Puskesmas Aeng Towa.

Tabel 2.31 Jumlah Fasilitas Kesehatan di Wilayah Kerja Puskesmas Aeng Towa
tahun 2016
Fasilitas Kesehatan Jumlah
Puskesmas Aeng Towa 1 unit
Pustu Aeng Batu-Batu 1 unit
Pustu Pakkabba 1 unit
Pustu Bontolanra 1 unit
Sumber: Puskesmas Aeng Towa,Tahun 2016

Fasilitas pelayanan kesehatan di sekitar rencana tapak proyek telah cukup


memadai, namun masih perlu penambahan sarana dan fasilitas melihat kondisi
masyarakat yang terus tumbuh dengan cepat dan daya dukung lingkungan yang dapat
berinteraksi dan menyebabkan permasalahan kesehatan lebih lanjut di masyarakat.
Dikatakan memadai, karena masyarakat dapat dengan mudah mengakses fasilitas
kesehatan secara cepat dan tepat serta aman.

b. Tenaga Kesehatan

Peran tenaga kesehatan dalam pencapaian SGDs sangatlah berpengaruh penting


di setiap Negara. Banyak negara maju karena bidang kesehatan dan industri. Tujuan
pembangunan bidang kesehatan yaitu diarahkan untuk; Peningkatan kemampuan
masyarakat untuk menolong dirinya sendiri dalam bidang kesehatan, Perbaikan mutu
lingkungan hidup yang dapat menjamin kesehatan. Peningkatan status gizi
masyarakat. Pengurangan kesakitan (morbiditas) dan kematian (mortalitas). Serta
pengembangan keluarga sehat sejahtera, dengan makin diterimanya norma keluarga
kecil yang bahagia dan sejahtera.

Tenaga kesehatan merupakan hal yang sangat penting dalam upaya peningkatan
dan penanggulangan kesehatan masyarakat. Dalam skala lingkungan, keberadaan
petugas pelayanan kesehatan dapat menjadi salah satu indikator tingkat kesehatan
masyarakat. Pada tabel di bawah ini dapat dilihat jumlah tenaga kesehatan yang berada
di Puskesmas Aeng Towa.

Tabel 2.32. Jumlah Tenaga Kesehatan di Puskesmas Aeng Towa Tahun 2016
Tenaga Kesehatan Jumlah
I. Puskesmas Aeng Towa
Fungsional Dokter 1
Fungsional Dokter Gigi 2
Apoteker 3
Fungsional Perawat 10
II. UPT Dinkes Aeng Towa
Fungsional Bidan 8
Fungsional Gizi 5
Fungsional Adminkes 2
Fungsional Epid 1
Fungsional Sanitarian 3
Fungsional Laboratorium 1
Perawat 4
Fungsional Perawat Gigi 3
Sumber: Puskesmas Aeng Towa, Tahun 2016.

Jumlah fasilitas kesehatan pemerintah di wilayah Puskesmas Aeng Towa terdiri


dari Puskesmas Induk, Puskesmas Pembantu. Tenaga kesehatan di wilayah Puskesmas
Aeng Towa terdiri dari satu orang dokter umum, dua orang dokter gigi, tiga orang
Apoteker, dan sepuluh orang perawat.

Puskesmas Aeng Towa juga mendapatkan tambahan petugas kesehatan dari


dinas kesehatan, masing-masing 8 orang bidan, 5 Fungsional Gizi, 2 Fungsional
Adminkes, 1 Fungsional Epid, 3 Fungsional Sanitarian dan empat tambahan perawat.
Secara umum kondisi Petuga kesehatan sudah memenuhi target, ini di dukung
oleh akses jalan di dari arah kota ke wilayah kerja puskesmas Aeng towa sangat mudah
di akses.

3. Sanitasi Lingkungan
Kebiasaan masyarakat yang ada diwilayah kerja puskesmas Aeng Towa dalam
melakukan buang air besar pada umumnya dilakukan pada jamban keluarga yang sudah
tersedia dan sebagian masih melakukan disembarang tempat.

Tabel 2.33 Pola BAB Keluarga di Wilayah Puskesmas Aeng Towa


Pola BAB Keluarga
1 BAB di Jamban 3,221 77%
2 BAB di Jamban Umum 235 6%
3 BAB di Sembarang Tempat 748 18%
Total 4,204 100%
Sumber: Puskesmas Aeng Towa, Tahun 2016.
Berdasarkan Tabel 2.33, menunjukkan pola BAB keluarga wilayah Puskesmas
Aeng Towa diketahui bahwa dari total 4.204 keluarga terdapat 3.221 keluarga (77%)
BAB di jamban , 235 (6%) BAB di Jamban Umum dan 748 (18%) BAB di sembarang
tempat.

Tabel 2.34 Pola BAB Keluarga Miskin Wilayah Puskesmas Aeng Towa
Pola BAB Keluarga Miskin
1 BAB di Jamban 779 62%
2 BAB di Jamban Umum 126 10%
3 BAB di Sembarang Tempat 355 28%
Total 1,260 100%
Sumber: Puskesmas Aeng Towa, Tahun 2016.

Berdasarkan Tabel 3.35 diketahui bahwa untuk pola BAB keluarga miskin
wilayah Puskesmas Aeng Towa dari total 1.260 keluarga terdapat 779 keluarga (62%)
BAB di jamban, 126 (10%) BAB di Jamban Umum dan 355 (28%) BAB di sembarang
tempat.

PT. GASING SULAWESI II -


13013
Tabel 2.35. Tipe Jamban Wilayah Puskesmas Aeng Towa
Type Jamban
Jamban Leher Angsa ST 0 0%
Jamban Leher Angsa Tanpa ST 2627 99%
Jamban Plengsengan 0 0%
Jamban Cemplung 18 1%
Total 2645 100%
MCK 64
Sumber: Puskesmas Aeng Towa, Tahun 2016.

Berdasarkan Tabel 4 diketahui bahwa untuk tipe jamban wilayah Puskesmas


Aeng Towa yaitu jamban leher angsa tanpa ST sebanyak 2627 unit (99%)dan jamban
cemplung sebanyak 18 unit (1%). Adapun MCK sebanyak 64 unit.

Tabel 2.36 Sarana Pembuangan Air Wilayah Puskesmas Aeng Towa

Sarana Pembuangan Air Limbah (SPAL)


1 Punya SPAL 2,823 87%
2 Tidak Punya SPAL 424 13%
Total 3,247 100%
3 SPAL-Memenuhi Syarat 986 32%
4 SPAL-Tidak Memenuhi Syarat 2,100 68%
Total 3,086 100%
Sumber: Puskesmas Aeng Towa, Tahun 2016.

Berdasarkan Tabel 2.37 diketahui bahwa untuk sarana pembuangan air wilayah
Puskesmas Aeng Towa terdapat 2.823 (87%) keluarga yang memiliki SPAL dan 424
(13%) yang tidak memiliki SPAL dari total 3.247 keluarga. Adapun SPAL yang memenuhi
syarat sebanyak 986 (32%) dan SPAL yang tidak memenuhi syarat sebanyak 2.100
(68%) dari total 3086 SPAL.

Tabel 2.37. Pengelolaan Sampah Wilayah Puskesmas Aeng Towa


Pengelolaan Sampah
1 Sampah Dikelola 3,382 100%
2 Sampah-Dibuang Sembarangan 0 0%
Total 3,382 100%
Sumber : Puskesmas Aeng Towa, Tahun 2016.
Berdasarkan Tabel 2.38 diketahui bahwa pengelolaan sampah wilayah
Puskesmas Aeng Towa terdapat 3.382 (100) sampah yang dikelola.

Tabel 2.38 Cara Pengelolaan Sampah di Wilayah Puskesmas Aeng Towa


Cara Pengelolaan Sampah
1 Sampah-Dikubur 108 3%
2 Sampah-Dibakar 2,636 78%
3 Sampah-Dibuang ke TPS 638 19%
4 Sampah-Dibuat Kompos 0 0%
Total 3,382 100%
Sumber : Puskesmas Aeng Towa, Tahun 2016.

Berdasarkan Tabel 2.39 diketahui bahwa cara pengelolaan sampah di wilayah


Puskesmas Aeng Towa terdapat 108 (3%) sampah dikelola dengan cara dikubur, 2.636
(78%) sampah dikelola dengan cara dibakar dan sebanyak 638 (19%) sampah dikelola
dengan cara dibuang ke TPS dari total 3.382 (100%) sampah.

Tabel 2.39 Sumber Air Minum Keluarga di Wilayah Puskesmas Aeng Towa
Sumber Air Minum Keluarga
Resiko Rendah 2,178 52%
Resiko Sedang 1,327 32%
Rsiko Tinggi 575 14%
Resiko Amat Tinggi 93 2%
Total 4,173 100%
Sumber : Puskesmas AengTowa, Tahun 2016.

Berdasarkan Tabel 2.40 diketahui bahwa sumber air minum keluarga wilayah
Puskesmas Aeng Towa beresiko rendah sebanyak 2.178 (52%), beresiko sedang
seabanyak 1.327 (32%), beresiko tinggi sebanyak 575 (14%) dan beresiko amat tinggi
sebanyak 93 (2%) dari total sumber air minum keluarga sebanyak 4.173 (100%) sumber
air.

Tabel 2.40 Sumber Air Minum Keluarga Miskin di Wilayah Puskesmas Aeng
Towa

Sumber Air Minum Keluarga Miskin


1 Resiko Rendah 649 52%
2 Resiko Sedang 290 23%
3 Resiko Tinggi 262 21%
4 Resiko Amat Tinggi 56 4%
Total 1,257 100%
Sumber : Puskesmas Aeng Towa, Tahun 2016.

Berdasarkan Tabel 2.41, menunjukkan bahwa sumber air minum keluarga miskin
wilayah Puskesmas Aeng Towa beresiko rendah sebanyak 649 (52%), beresiko sedang
sebanyak 290 (23%), beresiko tinggi sebanyak 262 (21%) dan beresiko amat tinggi
sebanyak 56 (4%) dari total sumber air minum keluarga miskin 1.257 (100%) sumber air
minum.

Tabel 2.41 Cara Keluarga Mendapat Air Minum di Wilayah Puskesmas Aeng
Towa
Cara Keluarga Mendapat Air Minum
1 Dari Sumber Langsung Diminum 459 11%
2 Dari Sumber Direbus 2,533 61%
3 Dari Sumber Diolah Dengan BSF 0 0%
4 Dari Sumber Diolah Dengan Cara Lain 3 0%
5 Beli Air Botol 1,181 28%
Total 4,176 100%
Sumber : Puskesmas Aeng Towa, Tahun 2016.

Berdasarkan Tabel 2.42, menunjukkan bahwa cara keluarga mendapat air


minum wilayah Puskesmas Aeng Towa yaitu sebanyak 459 (11%) berasal dari sumber
air langsung minum, 2.533 (61%) dari sumber direbus, 3 cara didapat dari sumber
diolah dengan cara lain dan 1.181 (28%) dengan cara beli air botol dari total 4.176 cara
keluarga mendapat air minum.

Tabel 2.42 Cara Keluarga Miskin Mendapat Air Minum di Wilayah Puskesmas
Aeng Towa
Cara Keluarga Miskin Mendapat Air Minum
1 Dari Sumber Langsung Diminum 268 21%
2 Dari Sumber Direbus 748 60%
3 Dari Sumber Diolah Dengan BSF 0 0%
4 Dari Sumber Diolah Dengan Cara Lain 1 0%
5 Beli Air Botol 240 19%
Total 1,257 100%
Sumber : Puskesmas Aeng Towa, Tahun 2016.

Berdasarkan Tabel 2.43, menunjukkan bahwa cara keluarga miskin mendapat air
minum wilayah Puskesmas Aeng Towa, sebanyak 268 (21%) berasal dari sumber
langsung diminum, 748 (60%) berasal dari sumber direbus, sebanyak 1 sumber diolah
dengan cara lain, sebanyak 240 (19%) dengan cara membeli air botol dari total 1.257
(100) cara.

Tabel 2.43 Jenis dan Jumlah Sarana Air Bersih Wilayah Puskesmas Aeng Towa
Jenis Dan Jumlah Sarana Air Bersih
1 Sumur Gali 316 11%
2 Sumur Gali + Pompa 24 1%
3 Sumur Bor + Pompa 2,322 79%
4 Perlindungan Mata Air 0 0%
5 Penampung Air Hujan 40 1%
6 Terminal Air 1 0%
7 Hidran Umum 3 0%
8 Sambungan Rumah (Pipa) 239 8%
9 Lain Lain 1 0%
Total 2,946 100%
Sumber : Puskesmas Aeng Towa, Tahun 2016.

Berdasarkan Tabel 2.44 menunjukkan bahwa jenis dan jumlah sarana air bersih
wilayah Puskesmas Aeng Towa, sebanyak 316 buah berasal dari sumur gali, sumur gali
dan pompa 24 buah, sumbur bor dan pompa 2.322 buah, penampungan air hujan 40
buah, terminal air 1 buah, hidran umum 3 buah, sambungan rumah (pipa) 239 buah
dan lainnya 1 buah dari total 2.946 buah jenis dan jumlah sarana air bersih.

Tabel 2.44 Kondisi Sumur Gali di Wilayah Puskesmas Aeng Towa


KONDISI SUMUR GALI
1 Resiko Rendah 78 25%
2 Resiko Sedang 40 13%
3 Resiko Tinggi 172 54%
4 Resiko Amat Tinggi 26 8%
Total 316 100%
Sumber : Puskesmas Aeng Towa, Tahun 2016.
Berdasarkan Tabel 2.45, memperlihatkan kondisi sumur gali pada wilayah
Puskesmas Aeng Towa, beresiko rendah sebanyak 78 (25%), beresiko sedang sebanyak
40 (13), beresiko tinggi sebanyak 172 (54%) dan beresiko amat tinggi sebanyak 26
(8%) dari total sumur gali sebanyak 316 (100%) sumur gali.

Tabel 2.45. Kondisi Sumur Gali dan Pompa Wilayah Puskesmas Aeng Towa
Kondisi Sumur Gali + Pompa
1 Resiko Rendah 12 50%
2 Resiko Sedang 7 29%
3 Resiko Tinggi 5 21%
4 Resiko Amat Tinggi 0 0%
Total 24 100%
Sumber : Puskesmas Aeng Towa, Tahun 2016.

Berdasarkan Tabel 2.46, memperlihatkan bahwa kondisi sumur gali dan pompa
di wilayah Puskesmas Aeng Towa, sebanyak 12 (50%) beresiko rendah, 7 (29%)
beresiko sedang, 5 (21%) beresiko tinggi dari total sumur gali dan pompa sebanyak 24
buah.

Tabel 2.46 Kondisi Sumur Bor dan Pompa Wilayah Puskesmas Aeng Towa
KONDISI SUMUR BOR + POMPA
1 Resiko Rendah 1,179 51%
2 Resiko Sedang 998 43%
3 Resiko Tinggi 117 5%
4 Resiko Amat Tinggi 28 1%
Total 2,322 100%
Sumber : Puskesmas Aeng Towa, Tahun 2016.
Berdasarkan Tabel 2.47, mennjukkan bahwa kondisi sumur bor dan pompa
wilayah Puskesmas Aeng Towa, sebanyak 1.179 (51%) beresiko rendah, sebanyak 998
(43%) beresiko sedang, sebanyak 117 (5%) beresiko tinggi dan sebanyak 28 (1%)
beresiko amat tinggi dari total sumur bor dan pomba yaitu sebanyak 2.322 (100%)
sumur bor dan pompa.

2.2.5. Kegiatan Lain Yang Terkait


Kegiatan Rencana Pertambangan Eksplorasi Pasir Laut Di Perairan Laut
Kecamatan Galesong Utara Kabupaten Takalar terkait dengan kegiatan atau rencana
kegiatan lain yang ada disekitarnya. Beberapa kegiatan tersebut adalah:
a. Budidaya Rumput Laut

Kegiatan budidaya rumput laut yang berkembang pesat yang ada disekitar lokasi
Rencana Pertambangan Eksplorasi Pasir Laut Di Perairan Laut Kecamatan Galesong
Utara Kabupaten Takalar, juga sangat berpotensi terhadap terjadinya dampak negatif
terhadap perubahan beberapa komponen dan paramater lingkungan. Sumber dampak
yang berasal dari aktivitas usaha budidaya rumput laut tersebut adalah penggunaan
input yang relatif besar yang berpotensi menghasilkan limbah seperti proses
pengapuran, dan penggunaan pakan dan limbah dari rumput laut. Limbah dari proses
proses budidaya akan terakumulasi dan mengakibatkan terganggunya keberlangsungan
ekosistem biota perairan.

b. Kegiatan Pariwisata dan Permukiman

Seiring dengan pertumbuhan kepadatan penduduk yang semakin pesat di


Kabupaten Takalar memicu terjadinya pertumbuhan di sektor properti dan pariwisata
semakin pesat. Di sekitar lokasi mulai tumbuh berbagai jenis investasi dibidang proverti
oleh Developer dan tempat-tempat objek wisata pantai bahari. Sehingga pertumbuhan
perumahan dan permukiman disekitar Rencana Pertambangan Eksplorasi Pasir Laut Di
Perairan Laut Kecamatan Galesong Utara Kabupaten Takalar, mulai semakin padat.
Aktivitas permukiman ini akan berponesi mengakibatkan terjadinya perubahan
komponen dan parameter lingkungan. Dampak yang paling signifikan terhadap
perubahan beberapa parameter lingkungan adalah berasal dari limbah rumah tangga.

c. Aktivitas Dermaga

Secara potensial dampak yang sinergik dengan potensi dampak yang akan
ditimbulkan adalah pencemaran terhadap kualitas permukaan (air laut) Pantai Galesong
Utara akibat oil sludge dari perahu-perahu nelayan yang bersandar di dermaga. Selain
itu, dampak secara akumulatif adalah pencemaran terhadap kualitas udara yakni
peningkatan emisi gas buang (CO, SOx, Nox) dan partikulat debu.

Anda mungkin juga menyukai