ACUAN
A. Iklim
Iklim merupakan salah satu komponen fisika-kimia yang berperan penting dalam
proses hidrologi di suatu wilayah. Beberapa proses hidrologi yang berkaitan dengan
parameter iklim meliputi laju aliran permukaan, erosi dan sedimentasi serta ancaman
banjir. Tipe iklim pada daerah Kabupaten Takalar dan juga umumnya kabupaten lain di
Provinsi Sulawesi Selatan mempunyai tipe iklim sub tropis. Berdasarkan sistem klisifikasi
koppen yang didasari oleh suhu dan hujan rata-rata bulanan maupun tahunan lalu
dihitung dengan keadaan vegetasi alami (Handoko, 1995), maka iklim di Kabupaten
Takalar tergolong daerah iklim hujan sub tropis.
Gambaran mengenai kondisi iklim dan unsur cuaca yang dikaji dalam studi ini
menggunakan data yang tercatat pada Stasiun Klimatologi Galesong yang diperoleh dari
Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika Wilayah IV Kota Makassar. Parameter iklim
dan unsur cuaca yang dikaji meliputi temperatur udara, curah hujan, kelembaban udara,
arah dan kecepatan angin serta penyinaran matahari, selama kurun waktu 10 tahun
(2003-2013).
Temperatur udara rata-rata tahunan pada lokasi studi secara umum berkisar
antara 27,0-28,2 oC. Temperatur udara rata-rata bulanan tertinggi terjadi pada bulan
Oktober dan Nopember dan terendah pada bulan Februari. Temperatur udara minimum
rata-rata bulanan berkisar antara 25,90C yang terjadi pada bulan Agustus dan tertinggi
28,90C pada bulan Nopember.
Musim hujan terjadi pada bulan-bulan September sampai Maret dan musim
kemarau terjadi pada bulan-bulan April sampai Agustus. Curah hujan rata-rata berkisar
3097,9 mm/tahun. Curah hujan terendah adalah sebesar 6,2 mm terjadi pada bulan
Agustus dan tertinggi 701,2 mm pada bulan Februari.
Tabel 2.11. Curah Hujan Rata-Rata Bulanan di Lokasi Rencana Pertambangan Pasir Laut
PT Gasing Sulawesi di Kecamatan Galesong Utara
Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nop Des
CH Sanrobone 666.5 701.7 494.3 353.2 129.3 53.3 70.2 20.3 6.2 37.4 155.6 410.3
CH Galesong 688 664 483 353 133 55 65 20 20 44 130 428
Sumber : :BMKG
Sumber BMKGWilayah IV Makassar
Wilayah IV Makassar, Tahun 2014
Sumber:
Sumber :Badan
BMKGMetereologi
Wilayah IV dan Geofisika
Makassar, Wilayah
Tahun IV
2014
Gambar 2.13. Lama Penyinaran Rata-Rata Bulanan di Lokasi Rencana Pertambangan
Pasir Laut oleh PT. Gasing Sulawesi di Kecamatan Galesong Utara
(5). Angin Musim
Pemanasan oleh sinar matahari yang tidak merata di atas permukaan bumi
mengakibatkan naiknya suhu yang dibarengi naiknya tekanan di beberapa tempat
sementara di tempat tertentu terjadi penurunan tekanan sehingga fenomena tersebut
menimbulkan pergerakan aliran massa udara sebagai bentuk pertukaran massa udara,
sehingga fenomena ini disebut hembusan angin, seperti disajikan pada Gambar 2.14.
Gambar 2.14. Mawar angin harian dengan rata-rata kecepatan selama periode 5 tahun
terakhir (2011-2015) (Sumber Laporan Eksplorasi PT Gasing Sulawesi,
Tahun 2016)
Angin yang berhembus dari tekanan tinggi menimbulkan aliran massa udara ke
daerah yang bertekanan lebih rendah, sementara daerah yang dilalui meliputi daratan
dan lautan. Distribusi angin baik arah maupun kecepatannya dapat ditunjukkan melalui
windrose atau mawar angin. Windrose menggambarkan frekuensi kejadian angin pada
tiap arah mata angin dan kelas kecepatan angin pada lokasi dan waktu tertentu.
Windrose dapat pula digunakan untuk menampilkan grafik dari kecenderungan arah.
Data angin yang digunakan selama 5 tahun terakhir (2011-2015) diperoleh dari Badan
Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Klas I Makassar.
Rata-rata arah dan kecepatan angin selama periode 2012-2015 menunjukkan
bahwa arah angin dominan yang terjadi di perairan pesisir Kabupaten Takalar dan
sekitarnya lebih banyak dari arah barat dengan rata-rata kecepatan antara 5,7 sampai
8,8 m/s, sedangkan pada kondisi ekstrim kecepatan angin mencapai 8,8 – 11,1 m/s yang
dominan dari arah barat, barat laut dan barat daya.
B. Transportasi Laut
Gambar 2.15. Peta Alur Pelayaran Disekitar Lokasi Pertambangan Pasir Laut PT.
Gasing Sulawesi
Gambar 2.16. Alur Pelayaran Menuju dan dari Makassar
C. Geologi Regional
Kondisi geologi regional lokasi tapak proyek baik dipermukaan maupun bawah
permukaan didasarkan pada data sekunder maupun primer hasil pengamatan singkapan
di lapangan dan hasil pemboran yang pernah dilakukan Muliadi sejak tahun 1982.
Berdasarkan Peta Geologi Lembar 2010, 2110 dan 2109; Ujung Pandang, Benteng dan
Sinjai skala 1:250.000 (Rab Sukamto dan Supriatna, 1982) lokasi tapak proyek Rencana
Pertambangan Eksplorasi Pasir Laut oleh PT Gasing Sulawesi dan sekitarnya ditutupi oleh
jenis batuan Tersier dan Kuarter, yaitu batuan gunung api dan endapan aluvium.
Endapan Aluvial terletak tidak selaras di atas batuan yang lebih tua (batuan
Gunungapi Baturape-Cindako), penyebarannya sangat luas terutama di lokasi tapak
proyek dan sekitarnya. Batuan ini terbentuk pada zaman Kuarter (Aluvium) dan dalam
geologi regional endapan aluvial sungai, rawa dan pantai (Qac). Berdasarkan sifat fisik
litologi penyusun dan posisi terdapatnya, endapan aluvial merupakan batuan termuda di
kawasan ini. Umumnya satuan batuan ini terdiri atas pasir kasar, pasir halus, lempung
dan liat, serta beberapa tempat ditemukan pecahan binatang laut. Menindih tidak selaras
Formasi Camba
Proses sedimentasi yang terjadi di lokasi tapak proyek bersumber dari Sungai
Palleko, Sungai Dingau, Sungai Tekolahua, Sungai Pamakulu termasuk Sungai
Jeneberang. Sungai Jeberang merupakan sumber utama yang mengalir sejauh ± 70
km dari G. Bawakaraeng, bermuara ke Selat Makassar. Sungai tersebut membawa
material sediment dalam jumlah yang sangat besar, jumlahnya berkisar antara
400.000 sampai 600.000 m 3 (CTI,1993). Kecepatan sedimentasi lebih besar daripada
penurunan dasar cekungan Selat Makassar, sehingga terbentuklah Delta, Teluk Losari
dan garis pantai berkembang ke arah laut, sehingga daratan menjadi lebih luas dan
terbentuknya banyak gosong pasir (sand bar) sejalan dengan bertambahnya waktu
geologi.
Karena aktivitas manusia pada sungai sungai tersebut di atas, baik di bagian hulu
maupun di sekitar muaranya, maka keseimbangan proses pantai di sekitar muara sungai
ini mengalami gangguan. Untuk mencapai keseimbangannya kembali, maka terjadi
perubahan proses-proses alami di pantai tersebut yang mengakibatkan terjadinya
perubahan garis pantai di sekitar muara sungai.
Gambar 2.17.. Peta Geologi Regional Daerah Penelitian dan sekitarnya
(Sumber Laporan Eksplorasi PT Gasing Sulawesi 2016)
Qac ENDAPAN ALUVIUM, RAWA DAN PANTAI: Kerikil, pasir, lempung, lumpur dan
pecahan batugamping koral serta kerang-kerangan
FORMASI CAMBA: Batuan sedimen laut berselingan dengan batuan gunungapi, batu-
Tmc
pasir tufaan berselingan denga tufa, batupasir batulempung; bersisipan napal,
batugamping, konglomerat dan breksi gunungapi, dan batubara; warna beraneka dari
putih, coklat, merah, kelabu muda samapi kehitaman, umumnya mengeras kuat;
berlapis-lapis dengan tebal antara 4 cm dan 100 cm. tufa berbutir halus hingga lapili;
tufa lempungan berwarna merah mengandung banyak mineral biotit; konglomerat dan
breksinya terutama berkomponen andesit dan basal dengan ukuran antara 2 cm dan 30
cm; batugamping pasiran mengandung koral dan moluska; batulempung kelabu tua
Sumber : Geologi Lembar Ujung Pandang Benteng dan Sinjai
Lembar : 2010, 2110, 2109
Skala 1 : 250.000
Rab Sukamto & Supriatna, 1982
DOKUMEN KERANGKA ACUAN 2016
RENCANA PERTAMBANGAN EKSPLORASI PASIR LAUT
Pada bagian ini akan dijelaskan tentang kondisi rona lingkungan pada kawasan
Studi Amdal Rencana Pertambangan Eksplorasi Pasir Laut oleh PT Gasing Sulawesi di
Perairan Laut Galesong Utara Kabupaten Takalar dan sekitarnya. Gambaran umum
kondisi rona lingkungan kawasan ini diperoleh dari hasil survei lapangan dan data
sekunder yang diperoleh dari berbagai sumber data. Berdasarkan penelahan, kawasan
ini tidak dijumpai adanya gejala yang memberikan indikasi struktur geologi yang
dinamis dan penting, yaitu sesar (patahan) aktif dan pusat gempabumi merusak.
Wilayah Studi Pertambangan Eksplorasi Pasir Laut yang meliputi Pengerukan Pasir Laut
untuk mereklamasi Center of Indonsia (COI) di Kota Makassar terletak di Selat
Makassar. Wilayah ini relatif sangat jauh dari sesar normal regional yang terdapat di
sebelah timur dan sesar geser yang terdapat di lepas pantai pada bagian barat daya
dan pusat gempa bumi merusak. Untuk jelas terdapat pada Gambar 2.18, Peta
Seismotektonik Provinsi Sulawesi Selatan dan Gambar 2.19 Peta Sesar Aktif dan
Sebaran Pusat Gempabumi Merusak Wilayah Sulawesi. Keadaan lingkungan geologi
struktur batuan alas ( bed rocks ) di daerah ini berada dalam keseimbangan, relatif
sangat aman dari proses geologi dinamis yang dapat mengakibat gangguan
terhadap kegiatan dan hasil pembangunan atau bencana geologi.
(5). Kegempaan
Bila mengacu pada Peta Wilayah Gempa Indonesia (Pekerjaan Umum, 2010)
lokasi tapak proyek tersebut terdapat pada wilayah gempa 2 (dua), berwarna biru,
koefisien daerah lokasi tapak proyek dan sekitarnya termasuk 0,10 g masih termasuk
kriteria rendah.
o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o
94 96 98 100 102 104 106 108 110 112 114 116 118 120 122 124 126 128 130 132 134 136 138
o o o
10 140 10
o 0 80
8 200 400 o
8
Kilometer
o o
6 6
Banda Aceh
1
2
3 4 5
o 6 5 4 3 2 1 o
4 4
Medan
o o
2 2
Manado
Ternate
Pekanbaru
1
o
0 Sama rinda 0
o
2
1
Padang Palu Manokwari 3
3 2
4 Sorong
5 4
6 Jambi Bia k
o Palangkaraya
2 4
5 5
o
3 2
2
6 Jayapura
1
Banjarmasin
Palemban
5
o Bengkulu Kendari
4 Ambo n o
4 4
1 Makasar 3
Bandarlampung
Tual
2
o o
6 2 1 6
Jakarta
Bandung
Garut Sema rang
Sukabumi Surabaya
Tasikmalaya Solo
Jogjakarta 3
o Cilacap Blitar Malang
8 Banyuwangi 8
o
Denpasar Mataram 4
Merauke
5
6
o o
10 10
5 Kupang
4
Wilayah 1 : 0,03 g 3
12
o
Wilayah 2 : 0,10 g 12
o
1
Wilayah 3 : 0,15 g
Wilayah 4 : 0,20 g
o o
14 14
Wilayah 5 : 0,25 g
Wilayah 6 : 0,30 g
o
16
o
16
o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o
94 96 98 100 102 104 106 108 110 112 114 116 118 120 122 124 126 128 130 132 134 136 138
o
140
Sumber: Peta percepatan gempa maksimum di batuan dasar (SB) Indonesia dalam
Gambar 2.1. W il ay a h G em p a In d o ne si a d en ga
S N I 0 3 - 17 2 6 -2 0 0 2 y a n g s an
pe rc e p at a n p un c ak b a tu a n d as ar dengan perioda ulang 500 tahun
t in i b e r la k u d i In d o n e s i .
Tabel 2.14. Data Gempa dan Tsunami Provinsi Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat
No. Tahun Lokasi Jenis Kekuatan Menimbulkan
Kerusakan dan korban
1 29-12-1828 Bulukumba Tsunami - jiwa
58 orang meninggal, 100
Gempa - luka-luka, dan 13 hilang
2 11- 4-1967 Tinambung 5,3 SR dan terjadi tanah
Tsunami
longsor.
64 orang meninggal, 97
Gempa - luka-luka, 1.287 rumah
3 23- 2-1969 Majene 6,9 SR dan mesjid rusak berat/
Tsunami
ringan.
Kerusakan pada
bangunan, getaran
4 6- 9 - 1972 Mamuju Gempa 5,8 SR dirasakan sampai
Majene
2 orang meninggal, 5
luka berat, 24 luka
5 8 - 1 - 1984 Mamuju Gempa 6,6 SR ringan dan 70 bangunan
rusak berat dan 278
rusak ringan.
Tanah longsor, dan
Ulaweng, bangun an rusak berat
6 8- 4 - 1993 Gempa 5,3 SR
Mamuju dan ringan.
20 orang meninggal, 22
Pinrang dan luka berat, 10 luka
7 28- 9- 1997 Gempa 6,0 SR ringan dan berbagai
Parepare
bangunan rusak berat.
Sumber: Diolah dari BMKG Balai Wilayah IV Makassar dan beberapa sumber.
Sumber daya pasir laut (Resources) adalah bagian dari endapan pasir laut yang
diharapkan dapat dimanfaatkan. Sumber daya Pasir laut ini dibagi dalam kelas-kelas
sumber daya berdasarkan tingkat keyakinan geologi yang ditentukan secara kualitatif
oleh kondisi geologi/tingkat kompleksitas dan secara kuantitatif oleh jarak titik informasi.
Sumber daya ini dapat meningkat menjadi cadangan apabila setelah dilakukan kajian
kelayakan dinyatakan layak.
Cadangan pasir laut (Reserves) adalah bagian dari sumber daya pasir laut yang
telah diketahui dimensi, sebaran kuantitas, dan kualitasnya, yang pada saat pengkajian
kelayakan dinyatakan layak untuk ditambang.
Klasifikasi sumber daya dan cadangan pasir laut didasarkan pada tingkat keyakinan
geologi dan kajian kelayakan. Pengelompokan tersebut mengandung dua aspek, yaitu
aspek geologi dan aspek ekonomi.
Sejumlah kelas sumber daya yang belum ditemukan yang sama dengan
cadangan pasir laut yang diharapkan mungkin ada di daerah atau wilayah pasir laut
yang sama dibawah kondisi geologi atau perluasan dari sumber daya pasir laut tereka.
Pada umumnya, sumber daya berada pada daerah dimana titik-titik sampling dan
pengukuran serta bukti untuk ketebalan dan keberadaan pasir laut diambil dari
pengukuran bathimetri dan sampling. Jika eksplorasi menyatakan bahwa kebenaran dari
hipotesis sumber daya dan mengungkapkan informasi yang cukup tentang kualitasnya
dan jumlah, maka akan di klasifikasikan kembali sebagai sumber daya teridentifikasi
(identified resources).
E. Pemetaan Geologi
Pada kegiatan penyelidikan ini karena berada pada daerah perairan maka
pemetaan geologi dilakukan dengan pengambilan sampel dengan menggunakan grab
dan vibrocore. Secara sederhana kegiatan penyelidikan ini dilakukan dengan cara
pengambilan data menggunakan kapal survei. Pada titik yang ditentukan secara
sistematis yang dianggap mewakili dari luasan Wilayah Izin Usaha Pertambangan
(WIUP) PT. Gasing Sulawesi.
Pada posisi tersebut diambil titik koordinat menggunakan GPS (Global Positioning
System), lalu diturunkan pipa Vibracore, saat diturunkan pipa tersebut data kedalaman
air laut bisa terdata. Dengan menggunakan kamera bawah air dapat diketahui saat core
catcher mencapai dasar laut dan mulai proses penetrasi pipa vibracore dengan cara
digetarkan. Penetrasi dihentikan bila core catcher telah mencapai batuan dasar.
(3). Vibrocore
Vibrocore adalah metode lain mengambil sampel dari bawah dasar laut. Dengan
mendapatkan inti (core) dari 3 atau 6 meter tergantung pada jenis sedimen. Penetrasi
lebih baik lagi pada sedimen berbutir halus. Vibrocore yang terdiri dari : landasan yang
duduk di dasar laut, motor yang memberikan getaran yang memungkinkan sebuah
silinder logam (dimana dapat dimasukan pipa PVC untuk mengambil sampel)
Saat core diangkat dari dasar laut pipa PVC dapat menahan kontaminasi dan
utuh sesuai dengan kondisi awalnya. Core ini kemudian dipotong dipotong setengah,
difoto, scan dan dianalisa untuk menentukan kondisi sedimen berupa ukuran butir,
struktur dan ketebalan sedimen. Khusus pada lokasi IUP PT Gasing berdasarkan hasil
pelaksanaan pengeboran diketahui bawah jenis material penyusun lokasi IUP berupa
endapan alluvium pantai yang terdiri dari pasir, lanau dan lempung. Pada Gambar 2.22
merupakan titik lokasi pelaksanan pengeboran yang kemudian dituangkan dalam bentuk
penampang sayatan (Gambar 2.22) untuk menghasilkan profil stratigrafi jenis material.
C E
MPK-55
MPA-30 MPA-36
F
MPK-54
MPA-31
MPA-32
MPA-50
MPK-52
A
MPA-42
MPA-43
MPK-53
MPA-44
MPA-45
MPA-51
D
MPA-40
MPA-41
A B
-08
-09
-10
-11
-12
-13
-14
-15
-16
-17 MPA 40 Lempung
MPA 45
-18
-19 MPA 50 MPA 53
Lempung
-20 Pasir
Pasir
-21 Lempung
Lanau
-22 Pasir Lempung
-23 Lempung
-24
000 250 500 750 1000 1250 1500 1750 2000 2250 2500 2750 3000 3250 3500 3750
C D
-13
-14
-15 MPA 51
-16
-17 MPA 44 Pasir
-18
-19 MPK 52
MPK 54 MPA 42 MPA 43
-20 Pasir Pasir Pasir
-21
-22 Pasir
-23
-24 Lempung Lempung Pasir
-25
000 250 500 750 1000 1250 1500 1750 2000 2250 2500 2750 3000 3250 3500 3750 4000 4250
E
-18 F
-19
MPA 30
-20 MPA 36
MPK 55
-21 Pasir Pasir
Pasir Pasir
-22
-23
Lempung Lempung
-24
-25
000 250 500 750 1000 1250 1500 1750 2000
Peta Isopach lapisan pasir WIUP PT Gasing Sulawesi dan tabel hasil analisa
ukuran butir terlampir, sedangkan metode pengeboran disajikan pada Gambar 2.24.
Kondisi awal kualitas air di lokasi rencana kegiatan pertambangan pasir laut di
wilayah perairan laut Kecamatan Galesong Utara dapat digambarkan dari data hasil
pengukuran kualitas air laut di dua stasiun dalam wilayah studi ini, yaitu pada titik
koordinat S: 5°14’30”/E: 119°22’0” dan S: 5°14’30”/E: 119°20’30” . Kualitas air ini
digambarkan berdasarkan beberapa parameter uji, meliputi parameter fisik dan kimia
serta tingkat pencemaran relatif atau Indeks Pencemaran (IP) yang mengacu pada
Peraturan Gubernur Sulawesi Selatan Nomor 69 Tahun 2010 tentang Baku Mutu dan
Kriteria Kerusakan Lingkungan Hidup (Lampiran I: B.2 dan C.3).
Parameter Fisik. Air laut tampak jernih dengan tingkat kekeruhan 0,638 -1,04
NTU (baku mutu:5 NTU) dan TSS hanya 6 - 8 mg/L (baku mutu:80 mg/L). Suhu
perairan sekitar 27 °C.Salinitas berkisar antara 9,6 – 18,3‰, dibawah kisaran salinitas
air laut pada umumnya, yaitu 30 – 36‰. Salinitas yang relatif rendah ini diperkirakan
karena pengaruh air muara sungai terdekat atau lingkungan estuaria.
Parameter Kimia. Kandungan amonia dan senyawa nitrogen lainnya seperti
nitrat dan nirit masih rendah bahkan dibawah batas deteksi alat. Kadungan nutrien
fosfat dibawah 0,1 mg/L. Oksigen terlarut masih mendukung kehidupan biota perairan
laut, yaitu 7 mg/L (baku mutu: 5 mg/L), sementaraBOD5 relatif tinggi, yaitu 29,4 mg/L
(baku mutu: 20 mg/L). Sumber utama bahan organik yang relatif tinggi untuk suatu
lingkungan biota laut ini diperkirakan berasal dari komponen organik air sungai yang
bermuara dekat lokasi studi. Kecuali Pb, semua logam yang diuji (Cd, Cr, Hg, Zn, Cu,
dan Pb) masih memenuhi baku mutu yang ditetapkan bahkan sangat rendah sehingga
nilainya berada dibawah batas deteksi alat. Kandungan Pb cukup tinggi, yaitu 0,11 –
0,12 mg/L sementara baku mutu parameter ini untuk lingkungan biota laut hanya 0,008
mg/L. Keberadaan Pb ini diperkirakan bersumber dari darat baik sebagai limbah atau
sumber alamiah yang masuk ke laut melalui aliran air sungai atau dapat pula kontribusi
dari partikulat Pb dalam emisi gas buang kapal atau perahu nelayan yang beraktivitas di
wilayah studi dan sekitarnya.
Indeks Pencemaran (IP). Indeks pencemaran relatif ditentukan sesuai nilai
terukur beberapa parameter kualitas air yang signifikan terhadap sampel uji. Paremeter
uji yang dimaksud adalah kekeruhan, TSS, DO, BOD5, NH3, Zn dan Pb. Hasil perhitungan
menunjukkan bahwa air laut di wilayah studi masuk kategori tercemar sedang – berat
dengan IP sebesar 9,9 – 10,8. Kondisi tercemar ini terutama disebabkan oleh nilai BOD5
dan kandungan Pb yang tinggi untuk suatu lingkungan biota laut.
Tabel 2.16. Indeks Pencemaran Air Laut di Lokasi Rencana Pertambangan Pasir Laut
di Kecamatan Galesong Utara, Kabupaten Takalar
A. Bathimetri
Pengolahan Data satelit Topex/Poseidon yang dapat diakses di http:/ /topex. ucsd.
Edu/cgi-bin/get_data.cgi dengan skala 1 menit/grid memperlihatkan bahwa Batimetri di
sekitar perairan lokasi penambangan pasir di Kabupaten Takalarmengikuti kontur garis
pantai. Dari Gambar 2.25 terlihat bahwa perubahan kedalaman terjadi secara perlahan
kearah Selat Makassar (Barat) ini menggambarkan bahwa pantai di sekitar wilayah
penambangan tergolong pantai yang landai.
B T
Gambar 2.25 Kondisi Bathymetri Lokasi Penambangan Pasir Laut PT. Gasing Sulawesi
B. Angin
Menurut McBride, pada kondisi normal wilayah Indonesia dipengaruhi oleh empat
musim utama, yaitu:
1. Monsun Barat terjadi pada bulan Desember, Januari dan Februari (DJF)
2. Transisi dari monson barat ke monson timur yang terjadi pada bulan Maret, April
dan Mei (MAA).
3. Monsun timur yang terjadi pada bulan Juni, Juli dan Agustus (JJA).
4. Transisi dari monson timur ke barat, yang terjadi pada bulan September,
Oktober dan Nopember (SON).
Dari pengolahan data angin yang direkam oleh satelit/4 jam dapat diketahui
bahwa pengaruh angin sangat dominan membangkitkan arus di sekitar perairan
Penambangan pasir di Kabupaten Takalar karena lokasinya berbatasan langsung dengan
Selat Makassar dan merupakan lautan yang agak terbuka sehingga pola dan kecepatan
arus lebih dipengaruhi oleh angin. Berikut gambar pola angin berdasarkan empat musim
yang dominan di Indonesia:
Arah angin rata-rata pada musim barat bertiup dari utara dominan barat laut ke
tenggara dengan kecapatan maksimum sebesar 4,18 m/dtk (Gambar 2.26). Arah angin
rata-rata pada peralihan I (transisi monsun barat ke monsun timur) di sekitar lokasi
penambangan bertiup dari arah barat laut dan selatan kemudian bertemu dan berbelok
arah menuju ke arah dengan kecepatan maksimum sebesar 1,14 m/dtk(Gambar 2.27).
Kecepatan maksimum 1,14 m/dtk
Gambar 2.27 Pola Angin Rata-Rata Musim Peralihan I di Lokasi penambangan
Penambangan Pasir Laut PT. Gasing Sulawesi
Sementara pada musim timur dan peralihan II (transisi monson timur ke monson
barat) angin berubah arah dominan menuju barat laut dari arah tenggara dengan
kecepatan maksimum 5,3 m/dtk pada musim timur (Gambar 2.28), dan pada musim
peralihan II arah angin arahnya sama dengan musim timur yakni dominan kearah barat
laut dari tenggara dengan kecepatan maksimum sebesar 3,38 m/dtk (Gambar 2.29).
C. Pasang Surut
Pasang surut diartikan sebagai proses naik turunnya paras laut (Sea level) secara
berkala yang ditimbulkan oleh adanya gaya tarik dari benda-benda angkasa terutama
bulan dan matahari, terhadap massa air laut di bumi. Meskipun massa bulan jauh lebih
kecil dari pada massa matahari, tetapi karena jaraknya jauh lebih dekat, maka pengaruh
gaya tarik bulan terhadap bumi jauh lebih besar dari pada gaya tarik matahari. Gaya
tarik bulan yang mempengaruhi pasang surut adalah 2,2 kali lebih besar gaya tarik
matahari. Fenomena ini memberikan kekhasan karakteristik pada kawasan pesisir dan
lautan, sehingga menyebabkan kondisi fisik perairan yang berbeda-beda. Secara umum
pasang surut di berbagai perairan di Indonesia dibedakan dalam 4 tipe, yaitu :
1. Pasang surut harian ganda (semi diurnal tide), yang berarti dalam satu hari
terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dengan tinggi yang hampir sama dan
pasang surut terjadi secara berurutan secara teratur. Periode pasang surut rata-
rata adalah 12 jam 24 menit.
2. Pasang surut harian tunggal (diurnal tide), yang berarti dalam satu hari terjadi
satu kali pasang dan satu surut. Periode pasang surut adalah 24 jam 50 menit.
3. Pasang Surut campuran condong ke harian ganda (mixed tide prevailing semi
diurnal), yang berarti dalam satu hari terjadi dua kali pasang dan dua kali surut
tetapi tinggi dan periodenya berbeda.
4. Pasang Surut campuran condong ke harian tunggal (mixed tide prevailing
diurnal), yang berarti dalam satu hari terjadi satu kali pasang dan satu kali surut
tetapi kadang-kadang untuk sementara waktu terjadi dua kali pasang dan dua
kali surut dengan tinggi dan periode yang berbeda.
Posisi bulan dan posisi matahari selalu berubah terhadap bumi sehingga
mempengaruhi ketinggian paras air laut (nilai tunggang pasang surut). Jika bulan dan
matahari berada dalam satu garis lurus dengan bumi maka gaya tarik keduanya akan
saling memperkuat maka akan terjadi pasang surut purnama (spring tide), pada saat
pasang paras air laut sangat tinggi dan pada saat surut maka paras air laut sangat
rendah. Tetapi jika posisi bulan dan matahari membentuk sudut siku-siku terhadap
bumi, maka gaya tarik keduanya akan saling meniadakan maka akan terjadi pasang
surut perbani (neap tide) dimana perbedaan tinggi paras air laut antara pasang dan
surut hanya kecil saja.
So M2 S2 N2 K1 O1 M4 MS4 K2 P1
dimana :
F = Bilangan Formzal
AK1 =Amplitudo komponen pasang surut tunggal utama yang disebabkan oleh
gaya tarik bulan dan matahari
AO1= Amplitudo komponen pasang surut tunggal utama yang disebabkan oleh
gaya tarikbulan
AM2 = Amplitudo komponen pasang surut ganda utama yang disebabkan oleh
gaya tarikbulan
AS2 = Amplitudo komponen pasang surut tunggal utama yang disebabkan oleh
gaya tarik matahari
Hasil analisa formzahl tersebut di atas, diperoleh nilai F dari pasang surut Pantai
adalah 2,291, yang berarti tipe pasang surutnya adalah campuran cenderung ke harian
tunggal (mixed, prevailing diurnal), yaitu dalam sehari terjadi satu kali pasang dan satu
kali surut tetapi dalam beberapa hari tertentu terjadi pasang dua kali atau surut dua kali
sehari.
D. Arus
Daerah rencana merupakan perairan dengan karakteristik berupa perairan terbuka,
dan di bagian selatan terdapat selat antara Pulau Tanakeke dan daratan Kabupaten
Takalar. Dengan kondisi topografi dan morfologi tersebut, memberikan pengaruh
terhadap pola gerakan massa air dari Selat Makassar yang melewati daerah rencana
penambangan pasir.
Hasil simulasi pemodelan 3 dimensi barotropik menggunakan Princeton Ocean
Model (POM) yang melibatkan angin dengan kekuatan dan arah yang bervariasi
berdasarkan musim adalah sebagai berikut:
Mata
No. Jam Kecepatan (m/det) Arah
Angi n
1 8.15 0.003 71 T
2 9.3 0.044 321 BL
3 10.15 0.065 304 BL
4 11.1 0.073 319 BL
5 12 0.097 291 B
6 13.14 0.079 295 BL
7 14 0.094 218 BD
8 15.15 0.009 277 B
9 16.05 0.041 240 BD
10 17.1 0.053 210 BD
11 18 0.023 171 S
12 20.15 0.047 41 TL
13 21 0.026 79 T
14 22.1 0.07 32 TL
15 23 0.088 60 TL
16 0.1 0.091 68 T
17 1.1 0.103 51 TL
18 2.1 0.082 54 TL
19 3.1 0.033 57 TL
20 5 0.065 208 BD
21 6.25 0.157 145 TG
Dari hasil simulasi diketahui bahwa kecepatan arus maksimum terjadi yaitu 0,225
m/det dengan arah air pasang dari sisi laut berasal dari barat ke timur dan pada sisi
pesisir terjadi perubahan berarah selatan –utara membentuk arus susur pantai, pada
kondisi surut dari arah pesisir arah aliran arus utara selatan dan kemudia pada sisi laut
berubah arah barat timur
E. Gelombang
Plankton didefinisikan sebagai semua jasad hidup nabati (tumbuhan) dan hewani
(hewan) yang hidup bebas di perairan dengan kemampuan gerak terbatas, sehingga
sebagian besar gerakannya secara pasif mengikuti pergerakan arus air (Newell &
Newell, 1963). Plankton berbeda dengan nekton, yang juga merupakan organisme
pelagis, namun dapat berenang cukup kuat sehingga dapat melawan gerakan massa air.
Plankton juga memiliki perbedaan dengan bentos yang terdiri dari organisme yang hidup
di dasar perairan (Asriyana dan Yuliana, 2012)
a. Kelimpahan Plankton
Nilai indeks keanekaragaman jenis (H’) plankton yang didapatkan yaitu berkisar
antara 2,2154-2,4466, indeks keseragaman (E) yaitu berkisar 0,8915-0,9539,
dominansi (D) yaitu berkisar 0,0941-0,1260.
Pada stasiun I nilai indeks keanekaragaman jenis adalah 2,4466 hal ini
menandakan bahwa produktivitas cukup, kondisi ekosistem simbang, dan tekanan
ekologi sedang. Stasiun II nilai indeks keanekaragaman jenis adalah 2,2154 hal ini
menandakan bahwa produktivitas cukup, kondisi ekosistem simbang, dan tekanan
ekologi sedang. Stasiun III nilai indeks keanekaragaman jenis adalah 2,2430 hal ini
menandakan bahwa produktivitas cukup, kondisi ekosistem simbang, dan tekanan
ekologi sedang.
Indeks Dominansi
Pada stasiun I nilai indeks dominansi adalah 0,0941 nilai tersebut berarti pada
lokasi sampling tidak mengalami dominansi organisme plankton tertentu. Stasiun II nilai
indeks dominansi adalah 0,1260 nilai tersebut berarti pada lokasi sampling tidak
mengalami dominansi organisme plankton tertentu. Stasiun III nilai indeks dominansi
adalah 0,1123 nilai tersebut berarti pada lokasi sampling tidak mengalami dominansi
organisme plankton tertentu.
Gambar 2.37. Spesies benthos yang ditemukan berasal dari kelas Echinoidea
e. Jenis Nekton
. Nekton merupakan fauna yang aktif bergerak pada suatu perairan. Metode
pengamatan fauna nekton dilakukan secara langsung dan wawancara terhadap
masyarakat sekitar. Jenis-jenis nekton yang ada disekitar lokasi rencana pertambangan
pasir laut di wilayah perairan Galesong Utara disajikan pada Tabel 2.22.
Tabel 2.22. Jenis-jenis Nekton Yang Terdapat di Sekitar Lokasi Rencana Pertambangan
Pasir di Wilayah Perairan Galesong Utara.
No. Nama Indonesia Nama Latin
1. Baronang Siganus spp
2. Teri Stelephorus sp.
3. Kerapu Lumpur Epinephelus spp
4. Kakap Putih Lates calcarifer
5. Kakap Merah Lutjanus sp
6. Peperek Leiognathus splendus
7. Tembang Sardinella fimbriata
8. Kembung Rastrelliger sp.
9. Layur Trichirus lepturus
10. Lamuru Caranx sp
11. Belanak Mugil cephalus
12. Teripang Holoturian
13. Katamba/Lencam Lethrinus spp
14. Layang Decapterus macrosoma
Sumber: Hasil Pengamatan dan Wawancara dengan Nelayan Setempat, Tahun 2016.
Ekosistem terumbu karang merupakan bagian dari ekosistem laut yang penting
karena menjadi sumber kehidupan bagi beraneka ragam biota laut. Di dalam ekosistem
terumbu karang ini pada umumnya hidup lebih dari 300 jenis karang, yang terdiri dari
sekitar 200 jenis ikan dan berpuluh‐puluh jenis moluska, crustacean, sponge, alga, dan
biota lainnya (Dahuri, 2001).
Di sekitar wilayah tapak proyek tidak ditemukan kawasan terumbu karang. Baik
yang telah rusak ataupun yang masih terjaga. Stasiun yang menjadi derah pengamatan
berada di sekitar rencana kegiatan.
Gambar 2.38. Kecerahan pada kedalaman 5 m dan Kecerahan pada kedalaman 18 m
Di sisi lain, substrat dasar perairan yang lunak sangat menyulitkan bagi hewan
karang untuk berkembang. Substrat dasar yang keras merupakan faktor yang sangat
mempengaruhi perkembangan hewan karang, karena tanpa substrat yang keras larva
karang (planula) tidak dapat tumbuh dan berkembang.
Penduduk sebagai subyek dan sekaligus sebagai obyek dari kegiatan rencana
kegiatan Pertambangan Pasir Laut di Kecamatan Galesong Utara, Kabupaten Takalar
merupakan hal penting dalam Pengkajian terhadap aspek kependudukan, dimana setiap
rencana kegiatan pembangunan dapat menimbulkan dinamika penduduk seperti: Jumlah
penduduk, struktur penduduk menurut kelompok umur, mata pencaharian penduduk,
tingkat pendidikan Penduduk, Perkembangan dan pertumbuhan penduduk dan
partisipasi angkatan kerja.
1. Jumlah Penduduk
Jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin, ratio penduduk, dan kepadatan
penduduk di Kecamatan Galesong Utara yang menjadi wilayah lokasi rencana kegiatan
Pertambangan Pasir Laut di Kecamatan Galesong Utara, Kabupaten Takalar dapat
dilihat pada Tabel 2.23 berikut.
Tabel 2.23. Jumlah Penduduk, Kepadatan Penduduk dan Jumlah Rumah Tangga Serta
luas Wilayah di Kecamatan Galesong Utara, Kabupaten Takalar, Tahun
2015.
Pada Tabel 2.24, menunjukkan bahwa kelompok umur yang paling dominan
pada wilayah rencana kegiatan Pertambangan Pasir Laut di Kecamatan Galesong Utara,
Kabupaten Takalar adalah kelompok umur 15 sampai 59 tahun yaitu 63,13 %,
kemudian kelompok umur 0 sampai 14 tahun 28,91 % dan terakhir kelompok umur 55
tahun ke atas 7,92 %. Hal ini memiliki konsekwensi serius pada penyediaan lapangan
kerja, maupun pemenuhan berbagai kebutuhan dasar (basic human needs) lain. Basic
human needs ini dapat berbentuk kebutuhan-primer (sandang, pangan, papan) juga
sekunder seperti kebutuhan pendidikan, pemenuhan gizi, dan sebagainya. Semua
kebutuhan ini tentunya berkaitan dengan hal-hal yang bermuara pada perbaikan
tingkat kesejahteran seluruh penduduk untuk masa depan yang lebih baik.
(1) Pendidikan rendah, apabila jumlah penduduk yang tamat SD ke atas berjumlah
kurang atau sama dengan 30 persen dari jumlah penduduk.
(2) Pendidikan sedang, apabila jumlah penduduk yang tamat SD ke atas berjumlah 30
– 60 persen dari jumlah penduduk.
(3) Pendidikan tinggi, apabila jumlah penduduk yang tamat SD ke atas lebih dari 60
persen dari jumlah penduduk.
Tingkat pendidikan Penduduk Kabupaten Takalar Tahun 2015 dapat dilihat pada Tabel
2.25.
Tabel 2.25. Persentase Penduduk Usia 10 Tahun ke Atas Menurut Tingkat Pendidikan yang
Ditamatkan di Kabupaten Takalar, Tahun 2014.
Perempuan
No. Tingkat Pendidikan Laki-laki (%) Total (%)
(%)
B. Sosial Ekonomi
1. Ketenagakerjaan
Tabel 2.26. Penduduk pencarai Kerja Berdasarkan Pendidikan dan Jenis Kelamin di
Kabupaten Takalar, Tahun 2015.
No. Tingkat Pendidikan Laki-laki Perempuan Jumlah
Pada tabel 2.26, menunjukkan bahwa angka penduduk yang sedang mencari
pekerjaan dengan berbagai latar belakang pendidikan masih tergolong cukup besar
yaitu sekitar 438 orang. Di mana pencari kerja dengan pendidikan rendah sebanyak 11
orang, berpendidikan menengah (tamat SLTP, SLTA) sebanyak 239 orang dan
berpendidikan tinggi (tamat perguruan tinggi ) 188 orang.
Jumlah angkatan kerja (bekerja dan pencari kerja) dan bukan angkatan kerja
(sekolah, Mengurus rumah tangga, dan lainnya) di Kabupaten Takalar tahun 2015 dapat
dilihat pada Tabel 2.27. berikut.
Tabel 2.27. Jumlah Angkatan Kerja dan Bukan Angkatan Kerja di Kabupaten Takalar,
Tahun 2015.
Tahun 2015
Kegiatan Utama Jumlah
Laki-laki Perempuan
I. Angkatan Kerja : 78.947 40.789 119.736
1. Bekerja 76.683 38.212 114.895
2. Mencari Pekerjaan 2.264 2.577 4.841
II. Bukan Angkatan Kerja 18.700 69.570 88.270
1. Sekolah 9.011 8.869 17.880
2. Mengurus Rumah tangga 2.263 58.090 60.353
3. Lainnya 7426 2.611 10.037
Jumlah 97.647 110.359 208.006
Tingkat Partisipasi Angk. Kerja 80,85 36,96 57,56
Tingkat Pengangguran 2,87 6,32 4,04
Sumber :BPS- Kabupaten Takalar Dalam Angka, Tahun 2016.
Pada Tabel 2.27, menyajikan jumlah penduduk usia 10 tahun ke atas menurut
jenis kelamin dan kegiatan utama di Kabupaten Takalar Tahun 2015, dimana sekitar
114.895 orang penduduk usia 15 Tahun ke atas tergolong bekerja atau sekitar 57,56 %
dan sekitar 4.841 orang sedang menganggur / mencari pekerjaan atau 4,04 % dari
jumlah angkatan kerja 119.736 orang, selebihnya sebanyak 17.880 orang masih
2. Perekonomian
Tabel 2.28. Produk Domestik Regional Bruto ( PDRB ) Atas Harga Berlaku Menurut
Lapangan Usaha di Kabupaten Takalar Tahun 2013 - 2015 ( Juta
Rupiah)
No Lapangan Usaha 2013 2014 2015
Pertanian, Kehutanan dan
1 Perikanan 2.374.148,90 2.881.609,02 3.401.016,79
2 Pertambangan & Penggalian 79.049,14 104.459,73 126.483,66
3 Industri Pengolahan 308.486,62 346.689,59 383.476,44
4 Pengadaan Listrik dan Gas 5.946,11 6.260,16 5.247,33
Pengadaan Air, Pengelolaan
5 Sampah, Limbah dan Daur Ulang 2.795,73 3.038,79 3.157,66
6 Konstruksi 361.091,03 422.655,72 483.811,35
Perdagangan Besar dan Eceran:
Reparasi Mobil dan Sepeda
7 Motor 624.082,96 69.972,92 790.277,56
8 Transportasi dan Pergudangan 138.010,92 164.273,97 181.308,74
Penyediaan Akomodasi dan
9 Makan minum 16.457,19 17.981,16 19.625,36
10 Informasi dan Komunikasi 204.939,48 229.508,38 245.226,19
11 Jasa Keuangan dan Asuransi 87.089,55 97.462,59 110.385,09
12 Real Estate 284.241,33 328.014,49 375.620,64
13 Jasa Perusahaan 367,72 384,81 417,83
Administrasi Pemerintahan,
Pertahanan dan Jaminan Sosial
14 Wajib 359.683,34 402.501,21 485.354,09
15 Jasa Pendidikan 76.117,88 84.302,84 92.757,50
Jasa Kesehatan dan Kegiatan
16 Sosial 69.373,97 81.276,45 89.823,27
17 Jasa lainnya 12.303,03 13.868,81 15.966,35
Jumlah 5.004.184,86 5.882.260,83 6.809.955,87
Sumber : BPS - PDRB Kabupaten Takalar Dalam Angka, Tahun 2016.
Pada Tabel 2.28, menunjukkan bahwa selama kurung waktu tahun 2013 –
2015 nilai PDRB Kabupaten Takalar Atas Dasar Harga berlaku menunjukkan suatu
perkembangan yang cukup signifikan, dimana pada tahun 2013 nilai PDRB sebesar Rp.
5.004.184,86 Miliar berkembang menjadi Rp.5.882.260,83 Miliar pada tahun 2014, dan
mengalami perkembangan menjadi Rp.6.809.955,83 miliar pada tahun 2015.
Tabel 2.29 Realisasi dan Pendapatan Pemerintah Kabupaten Takalar menurut jenis
pendapatan Tahun 2014-2015.
Tahun
No. Jenis Pendapatan
2014 2015
1 Pendapatan Asli Daerah : 76.850,71 74.855,24
C. Sosial Budaya
Komponen lingkungan sosial budaya yang diamati dalam studi ini adalah adat
istiadat, proses sosial, sikap dan persepsi masyarakat. Dari hasil wawancara dan
pengamatan lapangan, penduduk yang berdomisili secara permanen dan atau bekerja di
sekitar lokasi rencana kegiatan Pertambangan Pasir Laut, di Desa Tamalate, Desa
Sampulungan, Desa Aeng Towa dan Desa Aeng Batubatu, Kecamatan Galesong Utara,
Kabupaten Takalar, umumnya mereka adalah penduduk asli suku Makassar dengan
menggunakan Bahasa Makassar sebagai bahasa sehari – hari. Dan sebahagian kecil
dari warga yang ada adalah warga pendatang dari daerah tetangga seperti Gowa dan
Jeneponto serta daerah lain dalam wilayah kabupaten Takalar. Oleh karena itu, antara
penduduk lokal dan pendatang yang bekerja dan berdomisili secara permanen disekitar
rencana kegiatan Pertambangan Pasir Laut menyebabkan terjadinya proses sosial yang
intens dan dinamis dalam sistem sosial masyarakat di sekitar lokasi rencana kegiatan.
1. Adat Istiadat
Dalam kebudayaan suku Makassar, terdapat sejumlah nilai dan konsep yang
sangat besar pengaruhnya dalam perilaku dan pergaulan sosial etnis Makassar. Nilai
tersebut adalah : Makna nilai Tau (Orang); Makna nilai Sirik (Harga diri); Makna nilai
Pacce (Iba) Makna nilai Pangngalik (Perasaan hormat) dan Makna nilai
Pangngadakkang (Adat istiadat). Beberapa penggalan-penggalan adat istiadat yang
tumbuh dalam masyarakat suku Makassar pada masa lampau dan kini masih hidup
walaupun tidak dilaksanakan sesuai dengan adat yang diadatkan. Fragment adat yang
dimaksudkan adalah yang berkaitan dengan rumah, berpakaian, tata cara
berkomunikasi, tata krama, upacara tradisional seperti upacara perkawinan, upacara
kematian dan sebagainya yang sangat berkaitan dengan kepercayaan dalam sistem
sosial masyarakat. Adat istiadat yang berlaku di sistem sosial masyarakat Suku
Makassar adalah “Pangngadakkang”, yaitu norma-norma, patokan-patokan di dalam
bertingkah laku dalam kehidupan sehari- hari. Stratifikasi sosial secara tradisional
merupakan warisan budaya dari leluhur (nenek moyang) masyarakat suku makassar.
Dalam sistem sosial masyarakat Suku Makassar Takalar terdiri atas 3 strata
sosial, masing-masing “Karaeng” termasuk golongan kelas atas atau bangsawan,
“Daeng” termasuk golongan kelas menengah, dan To Samara termasuk golongan
kelas bawah (low class). Dalam struktur sosial masyarakat suku Makassar stratifikasi
secara mekanistik mengalami penyesuaian dengan perubahan kondisi sosial ekonomi.
Beberapa nilai yang mengawali pembentukan budaya Suku Makassar diciptakan karena
dimuliakan oleh leluhur sebagai peletak dasar kebudayaan. Nilai tersebut dialihkan
secara turun temurun dari generasi ke generasi dengan nasehat dan pesan. Nasihat
tersebut terdapat dalam Lontara-lontara yang disebut Pasang. Pasang yang berarti
wasiat yang dipertahankan, yang ditekankan pada keharusan dan pantangan. Orang
yang memeliharanya akan selalu terpandang dalam masyarakat, sebaliknya orang yang
tidak mengindahkan akan menanggung sanksi sosial yang amat besar. Adat istiadat
yang sudah turun temurun dijalankan oleh warga masyarakat Suku Makassar Takalar
dan warga pendatang di wilayah studi di Desa Tamalate, Desa Sampulungan, Desa Aeng
Towa dan Desa Aeng Batubatu, Kecamatan Galesong Utara merupakan budaya yang
sudah mengkristal dalam kehidupan bermasyarakat bagi warga. Kebiasaan – kebiasaan
tersebut dijalankan dalam bentuk kegiatan kemasyarakatan seperti tradisi upacara
perkawinan, penamatan alquran, Maulid Nabi Muhammad S.A.W, sunatan dan kematian,
juga kebiasaan menentukan hari baik untuk hari perkawinan , serta untuk memulai
pekerjaan seperti memulai kerja sawah, membangun rumah dan membangun tempat
ibadah atau kebiasaan memulai suatu usaha.
Nilai budaya yang menjadi pegangan hidup masyarakat Suku Makassar Takalar
adalah SIRI NAPACCE ( Harga diri), Oleh karena itu, masyarakat Takalar akan selalu
menjunjung karakter, mandiri, demokrasi, jujur, tegas, memperjuangkan kebenaran,
keadilan dan kemitraan dijunjung tinggi dalam kehidupan sosialnya sehari-hari. Adat
sangat kuat mengatur kehidupan sosial masyarakat dan umumnya sangat dekat dengan
norma-norma keagamaan, walaupun setiap daerah memiliki tata cara pelaksanaan
kegiatan adat yang berbeda, namun tetap menyatu dengan nilai-nilai yang dijunjung
tinggi secara bersama.
2. Proses Sosial
Interaksi sosial dan komunikasi yang terjalin antar warga disekitar lokasi
rencana kegiatan, telah terwujud dalam bentuk integrasi sosial. Proses sosial yang
terjadi diawali dengan munculnya saling curiga antar warga, khususnya warga
pendatang, kemudian diikuti dengan proses asimilasi (penyesuaian sikap dan perilaku),
akulturasi dan akhirnya tercipta akomodasi.
Selain itu, peranan berbagai lembaga sosial yang ada di kelurahan seperti BPD, Kepala
desa, Tokoh Agama, Tokoh Masyarakat untuk mendorong partisipasi masyarakat dalam
berbagai aktivitas pembangunan di tingkat desa mendorong pula terjadinya interaksi
dan komunikasi yang intensif antar warga. Integrasi sosial warga masyarakat di wilayah
studi merupakan wujud dari akulturasi sistem budaya antara penduduk asli dengan
penduduk pendatang secara partisipatif.
Situs budaya dan arkeologi adalah peninggalan sejarah berupa budaya masalah
lalu dan benda-benda atau bangunan bersejarah yang dilindungi dan dipelihara oleh
Negara atau pemerintah karena memiliki nilai sejarah yang tak ternilai seperti bangunan
mesjid tua, candi, benteng pertahanan, rumah adat, makam raja - raja, makam
pahlawan nasional dan benda-benda bersejarah lainnya. Berdasarkan hasil scoping dan
survey lapangan menunjukkan bahwa pada lokasi rencana kegiatan Pertambangan Pasir
Laut di Desa Tamalate, Desa Sampulungan, Desa Aeng Towa,dan Desa Aeng Batubatu,
Kecamatan Galesong Utara, Kabupaten Takalar terdapat situs budaya dan situs
arkeologi. Oleh Karena itu, rencana kegiatan Pertambangan Pasir Laut diwilayah
tersebut tidak akan mengganggu situs budaya maupun situs arkeologi karena dilokasi
tersebut tidak terdapat situs budaya maupun situs arkeologi.
a. Fasilitas Kesehatan
Tabel 2.31 Jumlah Fasilitas Kesehatan di Wilayah Kerja Puskesmas Aeng Towa
tahun 2016
Fasilitas Kesehatan Jumlah
Puskesmas Aeng Towa 1 unit
Pustu Aeng Batu-Batu 1 unit
Pustu Pakkabba 1 unit
Pustu Bontolanra 1 unit
Sumber: Puskesmas Aeng Towa,Tahun 2016
b. Tenaga Kesehatan
Tenaga kesehatan merupakan hal yang sangat penting dalam upaya peningkatan
dan penanggulangan kesehatan masyarakat. Dalam skala lingkungan, keberadaan
petugas pelayanan kesehatan dapat menjadi salah satu indikator tingkat kesehatan
masyarakat. Pada tabel di bawah ini dapat dilihat jumlah tenaga kesehatan yang berada
di Puskesmas Aeng Towa.
Tabel 2.32. Jumlah Tenaga Kesehatan di Puskesmas Aeng Towa Tahun 2016
Tenaga Kesehatan Jumlah
I. Puskesmas Aeng Towa
Fungsional Dokter 1
Fungsional Dokter Gigi 2
Apoteker 3
Fungsional Perawat 10
II. UPT Dinkes Aeng Towa
Fungsional Bidan 8
Fungsional Gizi 5
Fungsional Adminkes 2
Fungsional Epid 1
Fungsional Sanitarian 3
Fungsional Laboratorium 1
Perawat 4
Fungsional Perawat Gigi 3
Sumber: Puskesmas Aeng Towa, Tahun 2016.
3. Sanitasi Lingkungan
Kebiasaan masyarakat yang ada diwilayah kerja puskesmas Aeng Towa dalam
melakukan buang air besar pada umumnya dilakukan pada jamban keluarga yang sudah
tersedia dan sebagian masih melakukan disembarang tempat.
Tabel 2.34 Pola BAB Keluarga Miskin Wilayah Puskesmas Aeng Towa
Pola BAB Keluarga Miskin
1 BAB di Jamban 779 62%
2 BAB di Jamban Umum 126 10%
3 BAB di Sembarang Tempat 355 28%
Total 1,260 100%
Sumber: Puskesmas Aeng Towa, Tahun 2016.
Berdasarkan Tabel 3.35 diketahui bahwa untuk pola BAB keluarga miskin
wilayah Puskesmas Aeng Towa dari total 1.260 keluarga terdapat 779 keluarga (62%)
BAB di jamban, 126 (10%) BAB di Jamban Umum dan 355 (28%) BAB di sembarang
tempat.
Berdasarkan Tabel 2.37 diketahui bahwa untuk sarana pembuangan air wilayah
Puskesmas Aeng Towa terdapat 2.823 (87%) keluarga yang memiliki SPAL dan 424
(13%) yang tidak memiliki SPAL dari total 3.247 keluarga. Adapun SPAL yang memenuhi
syarat sebanyak 986 (32%) dan SPAL yang tidak memenuhi syarat sebanyak 2.100
(68%) dari total 3086 SPAL.
Tabel 2.39 Sumber Air Minum Keluarga di Wilayah Puskesmas Aeng Towa
Sumber Air Minum Keluarga
Resiko Rendah 2,178 52%
Resiko Sedang 1,327 32%
Rsiko Tinggi 575 14%
Resiko Amat Tinggi 93 2%
Total 4,173 100%
Sumber : Puskesmas AengTowa, Tahun 2016.
Berdasarkan Tabel 2.40 diketahui bahwa sumber air minum keluarga wilayah
Puskesmas Aeng Towa beresiko rendah sebanyak 2.178 (52%), beresiko sedang
seabanyak 1.327 (32%), beresiko tinggi sebanyak 575 (14%) dan beresiko amat tinggi
sebanyak 93 (2%) dari total sumber air minum keluarga sebanyak 4.173 (100%) sumber
air.
Tabel 2.40 Sumber Air Minum Keluarga Miskin di Wilayah Puskesmas Aeng
Towa
Berdasarkan Tabel 2.41, menunjukkan bahwa sumber air minum keluarga miskin
wilayah Puskesmas Aeng Towa beresiko rendah sebanyak 649 (52%), beresiko sedang
sebanyak 290 (23%), beresiko tinggi sebanyak 262 (21%) dan beresiko amat tinggi
sebanyak 56 (4%) dari total sumber air minum keluarga miskin 1.257 (100%) sumber air
minum.
Tabel 2.41 Cara Keluarga Mendapat Air Minum di Wilayah Puskesmas Aeng
Towa
Cara Keluarga Mendapat Air Minum
1 Dari Sumber Langsung Diminum 459 11%
2 Dari Sumber Direbus 2,533 61%
3 Dari Sumber Diolah Dengan BSF 0 0%
4 Dari Sumber Diolah Dengan Cara Lain 3 0%
5 Beli Air Botol 1,181 28%
Total 4,176 100%
Sumber : Puskesmas Aeng Towa, Tahun 2016.
Tabel 2.42 Cara Keluarga Miskin Mendapat Air Minum di Wilayah Puskesmas
Aeng Towa
Cara Keluarga Miskin Mendapat Air Minum
1 Dari Sumber Langsung Diminum 268 21%
2 Dari Sumber Direbus 748 60%
3 Dari Sumber Diolah Dengan BSF 0 0%
4 Dari Sumber Diolah Dengan Cara Lain 1 0%
5 Beli Air Botol 240 19%
Total 1,257 100%
Sumber : Puskesmas Aeng Towa, Tahun 2016.
Berdasarkan Tabel 2.43, menunjukkan bahwa cara keluarga miskin mendapat air
minum wilayah Puskesmas Aeng Towa, sebanyak 268 (21%) berasal dari sumber
langsung diminum, 748 (60%) berasal dari sumber direbus, sebanyak 1 sumber diolah
dengan cara lain, sebanyak 240 (19%) dengan cara membeli air botol dari total 1.257
(100) cara.
Tabel 2.43 Jenis dan Jumlah Sarana Air Bersih Wilayah Puskesmas Aeng Towa
Jenis Dan Jumlah Sarana Air Bersih
1 Sumur Gali 316 11%
2 Sumur Gali + Pompa 24 1%
3 Sumur Bor + Pompa 2,322 79%
4 Perlindungan Mata Air 0 0%
5 Penampung Air Hujan 40 1%
6 Terminal Air 1 0%
7 Hidran Umum 3 0%
8 Sambungan Rumah (Pipa) 239 8%
9 Lain Lain 1 0%
Total 2,946 100%
Sumber : Puskesmas Aeng Towa, Tahun 2016.
Berdasarkan Tabel 2.44 menunjukkan bahwa jenis dan jumlah sarana air bersih
wilayah Puskesmas Aeng Towa, sebanyak 316 buah berasal dari sumur gali, sumur gali
dan pompa 24 buah, sumbur bor dan pompa 2.322 buah, penampungan air hujan 40
buah, terminal air 1 buah, hidran umum 3 buah, sambungan rumah (pipa) 239 buah
dan lainnya 1 buah dari total 2.946 buah jenis dan jumlah sarana air bersih.
Tabel 2.45. Kondisi Sumur Gali dan Pompa Wilayah Puskesmas Aeng Towa
Kondisi Sumur Gali + Pompa
1 Resiko Rendah 12 50%
2 Resiko Sedang 7 29%
3 Resiko Tinggi 5 21%
4 Resiko Amat Tinggi 0 0%
Total 24 100%
Sumber : Puskesmas Aeng Towa, Tahun 2016.
Berdasarkan Tabel 2.46, memperlihatkan bahwa kondisi sumur gali dan pompa
di wilayah Puskesmas Aeng Towa, sebanyak 12 (50%) beresiko rendah, 7 (29%)
beresiko sedang, 5 (21%) beresiko tinggi dari total sumur gali dan pompa sebanyak 24
buah.
Tabel 2.46 Kondisi Sumur Bor dan Pompa Wilayah Puskesmas Aeng Towa
KONDISI SUMUR BOR + POMPA
1 Resiko Rendah 1,179 51%
2 Resiko Sedang 998 43%
3 Resiko Tinggi 117 5%
4 Resiko Amat Tinggi 28 1%
Total 2,322 100%
Sumber : Puskesmas Aeng Towa, Tahun 2016.
Berdasarkan Tabel 2.47, mennjukkan bahwa kondisi sumur bor dan pompa
wilayah Puskesmas Aeng Towa, sebanyak 1.179 (51%) beresiko rendah, sebanyak 998
(43%) beresiko sedang, sebanyak 117 (5%) beresiko tinggi dan sebanyak 28 (1%)
beresiko amat tinggi dari total sumur bor dan pomba yaitu sebanyak 2.322 (100%)
sumur bor dan pompa.
Kegiatan budidaya rumput laut yang berkembang pesat yang ada disekitar lokasi
Rencana Pertambangan Eksplorasi Pasir Laut Di Perairan Laut Kecamatan Galesong
Utara Kabupaten Takalar, juga sangat berpotensi terhadap terjadinya dampak negatif
terhadap perubahan beberapa komponen dan paramater lingkungan. Sumber dampak
yang berasal dari aktivitas usaha budidaya rumput laut tersebut adalah penggunaan
input yang relatif besar yang berpotensi menghasilkan limbah seperti proses
pengapuran, dan penggunaan pakan dan limbah dari rumput laut. Limbah dari proses
proses budidaya akan terakumulasi dan mengakibatkan terganggunya keberlangsungan
ekosistem biota perairan.
c. Aktivitas Dermaga
Secara potensial dampak yang sinergik dengan potensi dampak yang akan
ditimbulkan adalah pencemaran terhadap kualitas permukaan (air laut) Pantai Galesong
Utara akibat oil sludge dari perahu-perahu nelayan yang bersandar di dermaga. Selain
itu, dampak secara akumulatif adalah pencemaran terhadap kualitas udara yakni
peningkatan emisi gas buang (CO, SOx, Nox) dan partikulat debu.