Anda di halaman 1dari 33

BAB II.

RUANG LINGKUP STUDI

2.1. Lingkup Rencana Kegiatan yang Akan Ditelaah dan Alternatif


Komponen Rencana Kegiatan
2.1.1. Status dan Lingkup Rencana Rencana Kegiatan yang Akan Ditelaah
Studi AMDAL kegiatan penambangan batubara yang akan dilaksanakan
oleh PT. Borneo Indobara di Kabupaten Tanah Bumbu merupakan proses kegiatan
penambangan. Berdasarkan kajian teknis dan ekonomis, kegiatan penambangan
batubara lokasi tersebut layak untuk dilanjutkan, mengingat kandungan batubara
yang terkandung cukup memadai untuk ditambang hingga beberapa tahun
mendatang. Teknis pelaksanaan penambangan akan mengikuti standar dan
prosedur penambangan umum.
2.1.2. Alternatif- Alternatif yang Kaji dalam AMDAL
Berdasarkan kajian teknis dan ekonomis, kegiatan penambangan batubara
dilokasi tersebut layak untuk dilanjutkan, mengingat kandungan materialnya yang
terkandung cukup memadai untuk ditambang hingga beberapa tahun mendatang.
Teknis pelaksanaan penambangan akan mengikuti standar dan prosedur
penambangan yang berlaku. Lokasi penambangan batubara oleh PT. Borneo
Indobara di Kecamatan Angsana merupakan Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang
diberikan oleh Pemerintah Kabupaten Tanah Bumbu.
2.1.3. Pelaksanaan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan
Mengacu pada Perda, maka Pemerintah Kabupaten Tanah Bumbu telah
memberikan izin eksplorasi penambangan batubara kepada PT. Borneo Indobara
dengan SK Bupati Nomor : 545/44/PIUP-OP/D.PE/2010 tentang Persetujuan Izin
Usaha Pertambangan batubara Kepada PT. Borneo Indobara dengan luas areal
24.100 Ha.
2.2. Lingkup Rona Lingkungan Hidup Awal
Rona lingkungan hidup awal adalah gambaran awal kegiatan yang
didapatkan berdasarkan data primer hasil survei dan data sekunder, serta hasil
penelitian sebelumnya. Komponen rona lingkungan yang ditelaah dalam studi ini
adalah komponen abiotik, biotik dan sosial ekonomi budaya dan kesehatan
masyarakat. Komponen abiotik meliputi iklim dan kualitas udara, fisiologi dan
geologi, hidrologi, kualitas air. Komponen biotik meliputi biota darat dan botaa
perairan. Adapun komponen sosial ekonomi meliputi kepadatan penduduk,
agama, mata pencaharian, dan pendapatan penduduk. Komponen sosial budaya
meliputi asal usul penduduk, adat istiadat, interaksi sosial budaya dan persepsi
masyarakat terhadap proyek. Komponen kesehatan masyarakat meliputi kondisi
kesehatan masyarakat dan kesehatan lingkungan.
2.2.1. Komponen Geofisik-Kimia
2.2.1.1. Iklim
Untuk menjelaskan keberadaan iklim kegiatan penambangan batubara oleh
PT. Borneo Indobara menggunakan data iklim (stasiun yang ada di Kabupaten
Tanah Bumbu) curah hujan daerah Tanah Bumbu yang diwakili oleh Stasiun
Klimatologi Batulicin (Kabupaten Tanah Bumbu) menunjukkan adanya variasi
tebal hujan rata rata tahunan.
Tabel 2.1. Curah Hujan di Kecamatan Angsana Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi
Kalimantan Selatan Tahun 2005-2014 (mm)
Bulan
Tahun
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sept Okt Nov Des
2005 430 273 469 252 100 16 76 64 20 249 162 282
2006 459 296 123 262 90 129 0 69 20 19 67 273
2007 200 308 461 369 111 165 176 65 26 114 338 469
2008 205 138 456 218 41 47 120 94 66 239 355 519
2009 247 288 109 255 178 38 50 50 18 190 662 166
2010 302 384 521 335 286 157 160 114 358 288 249 385
2011 370 233 395 223 123 97 43 15 71 105 177 570
2012 277 305 304 215 89 8 133 36 18 164 130 491
2013 271 199 300 261 253 96 86 71 7 21 230 270
2014 320 229 256 109 280 118 37 85 9 15 196 361
Rerata 308 265 339 250 155 87 88 66 61 140 257 378.6
Sumber : Data BMKG Tanah Bumbu, 2014
1. Kurva Curah Hujan Tahunan

Curah Hujan Tahunan


350

300

250

200
Rerata
150

100

50

0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Berdasarkan kurva di atas dapat diketahui cutah hujan tahunan tertinggi
yang terdapat di Kecamatan Angsana Kabupaten Tanah Bumbu Kalimantan
Selatan adalah pada tahun 2010 dan curah hujan terendah terjadi pada tahun 2006.
2. Kurva Curah Hujan Bulanan

Curah Hujan Bulanan


400
350
300
250
200
Rerata
150
100
50
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Berdasarkan kurva di atas dapat diketahui cutah hujan tahunan tertinggi


yang terdapat di Kecamatan Angsana Kabupaten Tanah Bumbu Kalimantan
Selatan adalah pada bulan Desember dan curah hujan terendah terjadi pada bulan
September.
Dalam penentuan pola musim di daerah penelitian, dianalogikan dengan
kriteria hujan menurut Mohr (1933) dalam Santosa (2010), yaitu:
a. Bulan basah yang dianalogikan dengan musim penghujan, apabila curah hujan
> 100 mm, dengan curah hujan lebih besar dari penguapan;
b. Bulan lembab yang dianalogikan dengan transisi musim dari penghujan ke
kemarauatau sebaliknya, apabila curah hujan 60 hingga 100 mm, dimana
besarnya curahhujan sebanding dengan penguapan; dan
c. Bulan kering yang dianalogikan dengan musim kemarau apabila curah hujan <
60 mm ,dengan curah hujan lebih kecil dari pengupan.
Tabel 2.2. Tipe Iklim
Tahun BB BL BK Jumlah
2005 7 3 2 12
2006 6 3 3 12
2007 10 1 1 12
2008 8 2 2 12
2009 8 0 4 12
2010 12 0 0 12
2011 8 2 2 12
2012 8 1 3 12
2013 7 3 2 12
2014 8 1 3 12
Jumlah 84 16 22
Rerata 8,4 1,6 2,2
Nilai Q = BK / BB x 100%
= 2,2 / 8,4 x 100%
= 26,2 %
Maka Tipe Iklim di Kecamatan Angsana Kabupaten Tanah Bumbu
Provinsi Kalimantan Selatan mempunyai nilai Q = 26,6% yang dimana termasuk
Tipe B (14,3 ≤ 33,3) atau basah. Pada Tipe B vegetasinya yaitu hutan hujan
tropis seperti, pinus, pohon jati, anggrek hutan berbagai jenis, pohon moroni,
pohon meranti, pohon keruing, pohon kayu hitam, pohon kapur, pohon kayu besi,
pohon Sonokeling, pohon pilang, kelampis, tanaman Eukaliptus (leda), tanaman
Avicennia alba (api-api hitam), pohon kayu buta-buta lumut, lumut kerak,
berbagai jenis rerumputan.
Tabel 2.3. Suhu dan Kelembaban Udara di Kabupaten Tanah Bumbu tahun 2015
Suhu Udara / Temperture (oC) kelembaban Udara (%)
No Bulan
Maks Min Rerata Maks Min Rerata
1 Jan 33,2 22,5 26,8 98 42 84
2 Feb 33 22,5 26,5 98 59 86
3 Mar 33,3 20 26,7 98 54 85
4 Apr 34 19,6 27,2 97 53 84
5 Mei 35,1 22,2 27,1 99 50 85
6 Jun 33,8 20,1 26,4 99 54 87
7 Jul 33,2 21,2 26,5 97 50 81
8 Ags 33,4 20 26,3 98 46 79
9 Sept 34,3 21 26,9 98 32 76
10 Okt 35 19,4 27,7 99 35 75
11 Nov 35 22 27,7 98 50 81
12 Des 34,6 22,7 27,6 98 53 83
Sumber : BPS
Berdasar tabel diperoleh suhu udara/ temperature pada tahun 2015 bahwa
memliki rerata tertinggi yaitu 27,7 oC dan rerata tertunggi kelembaban udara
sebesar 87 %.
2.2.1.2. Kualitas Udara dan Kebisingan
Parameter yang diteliti dan cara pengambilan sampel udara mengacu pada
SNI 19-7119.9-2005 tentang Penentuan Lokasi Pengambilan Contoh Uji
Pemantauan Kualitas Udara Ambien, hasil analisis kemudian dibandingkan
dengan mutu lingkungan udara berdasarakan PP No. 41 tahun 1999 tentang
Pengendalian Pencemaran Udara. Hasil pengukuran kualitas udara
rona lingkungan awal sekitar lokasi rencana kegiatan, disajikan pada Tabel 3. Dari
tabel tersebut tampak bahwa kondisi semua parameter kualitas udara di sekitar
wilayah studi mempunyai angka masih berada di bawah baku mutu lingkungan,
sehingga dapat dikatergorikan masih baik.
Tabel 2.4. Kualitas Udara Sekitar Rencana Penambangan PT. Borneo Indobara di
Kecamatan Angsana Kabupaten Tanah Bumbu
Waktu
Parameter Satuan BML
Pengukuran
TSP (Debu) 24 jam µg/m3 0,23
Kebisingan 5 menit dB (A) 55 & 70
Sulfur Oksida (SOX) 1 jam (µg/Nm3) 900
3
Nitrogen Ioksida (NOX) 1 jam (µg/Nm ) 400
Sumber : Baku Mutu Kebisingan menurut Keputusan Menteri Lingkungan Hidup
No. Kep. 48/LH/1996
Jika nilai-nilai pada Tabel di atas dikonversi menjadi nilai dalam skala
Indeks Standar Pencemar Udara atau disingkat ISPU, perhitungan konversi
berpedoman pada Keputusan Kepala BAPEDAL Nomor
107/KABAPEDAL/11/1997 tentang Pedoman Teknis Perhitungandan Pelaporan
Serta Informasi ISPU, menggunakan persamaan:
I = Ia – Ib (Xx – Xb) + Ib
Xa – Xb
dimana :
I : ISPU terhitung
Ia : ISPU batas atas
Ib : ISPU batas bawah
Xa : Ambien batas atas
Xb : Ambien batas bawah
Xx : Kadar ambien nyata hasil pengukuran
Hasil perhitungan menunjukkan angka-angka di atas masih masuk dalam
kategori baik dimana nilai ISPU dalam range ini tidak memberikan efek bagi
kesehatan manusia atau hewan dan tidak berpengaruh pada tumbuhan, bangunan
ataupun nilai estetika. Nilai skala ISPU ini kemudian dikonversi menjadi Skala
Kualitas Lingkungan untuk memprakirakan besarnya dampak rencana kegiatan
terhadap lingkungan hidup disekitarnya, hasilnya disajikan pada Tabel 4.
Tabel 2.5. Konversi ISPU menjadi Skala Kualitas Lingkungan
Skala Kualitas
ISPU Kategori Kategori
Lingkungan
1 – 50 Baik 5 Sangat bail
51 – 100 Sedang 4 Baik
101 – 199 Tidak sehat 3 Sedang
200 – 299 Sangat tidak sehat 2 Buruk
> 300 Berbahaya 1 Sangat buruk
Sumber : BAPELDA Nomor 107/KABAEDAL/11/1997
Berdasarkan Tabel 2.5. tampak bahwa kualitas udara dalam wilayah studi
menunjukkan kondisi kualitas udara yang masih relatif alami.
Tabel 2.6. Rata-Rata Tekanan Udara, Kecepatan, Angin dan Penyinaran Matahari
Menurut Bulan di Kabupaten Tnaha Bumbu tahun 2015
Tekanan Kecepatan Penyinaran
No Bulan
Udara (mb) Angin (knot) Matahari (%)
1 Januari 1009,9 3 52
2 Februari 1010,1 2 50
3 Maret 1010,6 2 61
4 April 1009,3 2 69
5 Mei 1010,1 2 62
6 Juni 1010 2 49
7 Juli 1010,8 3 84
8 Agustus 1011,1 4 91
9 September 1011,2 4 92
10 Oktober 1011,2 4 78
11 November 1009,2 2 69
12 Desember 1010,2 3 41
Sumber : BPS
Berdasarakan Tabel 2.6. diperoleh tekanan udara terbesar yaitu pada bulan
September dan November dengan kecepatan angina 4 knot dalam penyinaran
matahari sebesar 92%.
2.2.1.3. Morfologi (Bentang Alam)
Kabupaten Tanah Bumbu adalah salah satu kabupaten di provinsi
Kalimantan Selatan, Indonesia. Sebelumnya kabupaten ini termasuk dalam
wilayah Kabupaten Kotabaru. Secara historis semula dinamakan Daerah Tingkat
II Persiapan Tanah Bumbu Selatan. Ibukota kabupaten terletak di Batulicin,
tepatnya di Kelurahan Gunung Tinggi yang dulunya bernama Desa Pondok
Butun. Adapun yang menjadi sentral kegiatan usaha dan ekonomi adalah
kecamatan Simpang Empat, yang dulunya merupakan bagian dari Kecamatan
Batulicin.
Kabupaten ini memiliki luas wilayah 5.066,96 km² dan jumlah penduduk
sebanyak 267.913 jiwa (hasil Sensus Penduduk Indonesia 2010), dan pada tahun
2014 berdasarkan proyeksi penduduk, jumlah penduduk Tanah Bumbu mencapai
315.815 jiwa. Kabupaten Tanah Bumbu merupakan kabupaten pemekaran dari
Kabupaten Kotabaru yang ditetapkan berdasarkan Undang-undang Nomor 2
Tahun 2003 tanggal 8 April 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Tanah Bumbu
dan Kabupaten Balangan di Provinsi Kalimantan Selatan.
Morfologi wilayah Kabupaten Tanah Bumbu sebagian besar beruapa
PMKL dan PMK. Selain itu, besar wilayah Kabupaten Tanah Bumbu berada di
kelas ketinggian 25-100 m dan kemiringan 2-15%. Geologi wilayah mempunyai
ketinggian di atas 100 m sebesar 31,01% dari wilayah Kabupaten Tanah Bumbu,
sehingga terdapat beberapa daerah yang merupakan dataran tinggi. Daerah dataran
tinggi tersebut sebagian besar termasuk dalam jalur barisan pengunungan
Meratus. Tercatat ada 18 puncak pengunungan yang berada di wilayah ini.
Gunung Mariringin, Mengili, Baturaya, dan Gunung Gara Kunyit merupakan
puncak pengunungan yang puncaknya mencapai 600 m lebih permukaan air laut
(dpl).
Tabel 2.7. Luas Wilayah Menurut Ketinggian Dari Permukaan Laut Kabupaten
Tanah Bumbu
No Kelas Ketinggian (m) Luas (Ha) %
1 0-7 5.983 1,19
2 >7 – 25 131.718 26,31
3 >25 – 100 207.712 41,48
4 >100-500 153.613 30,68
5 >500 – 1.000 1.650 0,33
6 >1.000 20 0,00
Jumlah 506.696 100,00
Sumber : Kab. Tanah Bumbu dalam Angka 2011
Tabel 2.8. Luas Wilayah Menurut Kelas Kemiringan Lereng Kabupaten Tanah
Bumbu
No Kelas Kemiringan (%) Luas (Ha) %
1 0–2 54.983 10,85
2 >2 – 15 271.136 53,51
3 >15 – 40 150.452 29,69
4 >40 30.125 5,95
Jumlah 506.696 100,00
Sumber : Kab. Tanah Bumbu dalam Angka 2011
2.2.1.4. Geologi Daerah Penyidikan
Formasi dahor tersusun oleh batupasir kuarsa putih kurang padat, sebagian
berupa pasir lepas, bersisipan lempung, lanau abu-abu, lignit dan limonit. Di
beberapa lokasi ditemukan sisipan kerakal kuarsa, kerakal batuan beku bersifat
granitis dan batuan metasedimen. Formasi ini diperkirakan berumur Miosen Akhir
sampai Pliosen dengan lingkungan pengendapan paralik. Formasi ini mempunyai
ketebalan 300 m.
Tabel 2.9. Luas Wilayah Menurut Kecamatan di Kabupaten Tanah Bumbu tahun
2015.
No Kecamatan Luas (km2) Presentase (%)
1 Kusan Hilir 401,54 7,92
2 Sungai Loban 358,41 7,07
3 Satui 876,58 17,3
4 Angsana 15,54 2,99
5 Kusan Hulu 1.609,39 31,76
6 Kuranji 110,42 2,18
7 Batulicin 127,71 2,33
8 Karang Bintang 118,02 2,33
9 Simpang Empat 302,32 5,97
10 Mantewe 1.011,21 19,96
Tanah Bumbu 5.067,14 100
Sumber : BPS
Berdasarkan tabel diperoleh bahwa Tanah Bumbu memiliki 10 kecamatan,
dengan kecamatan tebesar yaitu Kusan Hulu seluas 1.609,39 (31,76%) sedangkan
kecamatan terkecil yaitu Kuranji seluas 110,42 (2,18%).
2.2.1.5. Hidrologi
Setiap perubahan masing-masing bentuk lahan tersebut ditandai oleh
adanya tekuk lereng yang pada umumnya merupakan tempat-tempat keluarnya
mata air yang menjalur mengelilingi lereng atas, tengah dan bawah. Oleh karena
itu dengan adanya sabuk mata air (sprink belt) tersebut menjadikan wilayah-
wilayah tertentu mendapat suplai air dari mata air cukup besar untuk mengairi
penduduk setempat. Karakteristik debit aliran deras, air jernih karena bersumber
dari mata air pegunungan di atasnya, tebing sungai yang landai dengan pinggir
sungai yang merupakan habitat rerumputan.
Sumberdaya air khususnya untuk kebutuhan air tawar dapat diperoleh di
wilayah tersebut, mengingat pada wilayah tersebut terdapat sumber mata air yang
berasal dari beberapa aliran sungai dan mata air karena daerah tersebut berbatasan
dengan daerah resapan air (hutan). Demikian pula kebutuhan lain seperti
keperluan sehari-hari karyawan akan didatangkan dari wilayah sekitar Kecamatan
Angsana. Energi listrik yang akan digunakan kawasan penambangan akan
bersumber dari PLN dan genset milik PT. Borneo Indobara. Sedangkan
sumberdaya manusia sebagai tenaga kerja akan diprioritaskan bagi masyarakat
Desa Angsana secara khusus dan masyarakat Kabupaten Tanah Bumbu secara
umum.
2.2.1.6. Tata Guna Lahan
Sebagian besar wilayah Kabupaten Tanah Bumbu masih merupakan hutan
yaitu seluas 319.476 Ha atau 63,05% dari keseluruhan wilayah tersebut. Hanya
19,51% atau 98.827 Ha yang sudah dimanfaatkan untuk pertanian sawah, ladang
dan perkebunan. Penduduk Kabupaten Tanah Bumbu menempati 7.831 Ha yang
digunakan sebagai pemukiman, selebihnya digunakan untuk pertambangan,
peraiaran darat, padang rumput dan tanah terbuka.
Tabel 2.10. Luas Penggunaan Lahan Kabupaten Tanah Bumbu
No Jenis Penggunaan Lahan Luas (Ha) %
1 Kampung 7.831 1,56
2 Industri 810 0,16
3 Pertambangan 1.563 0,31
4 Sawah 14.329 2,83
5 Pertanian Tanah Kering 1.810 0,36
6 Kebun Campuran 40.321 7,96
7 Perkebunan 42.367 8,36
8 Padang (Semak, Alang, Rumput) 65.452 12,92
9 Hutan 319.476 63,05
10 Perairan Darat 932 0,18
11 Tanah Terbuka 95 0,02
12 Lain-Lain 11.710 2,31
Jumlah 506,696 100,00
2.2.1.7. Tanah
Tabel 2.11. Luas Wilayah Menurut Jenis Tanah Kabupaten Tanah Bumbu
No Jenis Tanah Luas (Ha) %
1 OGH - -
2 PMK Dataran Tinggi - -
3 PMKL 159.121 31,78
4 PMKL Pengunungan - -
5 KPMK 70.799 14,14
6 Aluvial 88.323 17,64
7 Latosol 53.327 11,05
8 Litasol - -
9 Podsoid - -
10 PMK 127.127 25,39
Jumlah 506.696 100,00
Sumber : Kab. Tamah Bumbu dalam Angka 2011
2.2.1.8. Erosi dan Sedimentasi
Komponen erosi dan sedimentasi akan mengalami dampak oleh aktivitas
proyek,yang menyebabkan meningkatnya laju erosi dan sedimentasi. Beberapa
kegiatan yang menimbulkan dampak terhadap komponen ini antara lain :
1. Konstruksi : Kegiatan clearing (pembersihan) dan stripping (pengupasan) tanah
pucuk dan tanah penutup, penambangan batubara.
2. Pasca Operasi : Kegiatan rehabilitasi/penataan dan reklamasi lahan /revegetasi
lahan bekas tambang.
Dampak peningkatan laju erosi dan sedimentasi akan mengakibatkan
dampak turunan berupa terganggunya kehidupan flora fauna di sungai.
2.2.1.9. Analisis Air Asam Tambang
Pembentukan air asam tambang (AAT) terbentuk saat mineral sulfida
tertentu yang ada pada batuan terpapar dengan kondisi dimana terdapat air dan
oksigen (sebagai faktor utama) yang menyebabkan terjadinya proses oksidasi dan
menghasilkan air dengan kondisi asam. Air yang bersifat asam dapat keluar dari
asalnya jika terdapat air pengelontor yang cukup, umumnya air hujan yang pada
timbunan batuan dapat meresap (infiltrasi).
Air yang keluar dari sumbernya inilah yang lazim disebut dengan istilah air
asam tambang (AAT). AAT adalah air asam yang timbul akibat kegiatan
penambangan, untuk membedakan dengan air asam yang timbul akibat kegiatan
lain seperti penggalian untuk pembangunan fondasi bangunan, pembuatan tambak
dan sebagainya. Pyrite dan marcasite merupakan mineral sulfida yang umum
ditemukan pada kegiatan penambangan terutama batubara. Terbentuknya AAT
ditandai oleh pH yang rendah (1,5-4) konsentrasi logam terlarut yang tinggi
seperti logam tembaga (Cu), aluminium (Al), besi (Fe), timbal (Pb), mangan
(Mn), nilai keasaman (acidity) yang tinggi, nilai sulfat yang tinggi dan konsentrasi
O2 yang rendah. Jika AAT keluar dari tempat terbentuknya dan keluar ke
lingkungan umum maka faktor lingkungan akan terpengaruhi.
Faktor penting yang mempengaruhi terbentuknya AAT disuatu tempat
adalah:
1. Konsentrasi, distribusi, mineralogi dan bentuk fisik dari mineral sulphida.
2. Keberadaan oksigen, termasuk dalam hal ini adalah asupan dari atmosfir
melalui mekanisme adveksi dan difusi.
3. Jumlah dan komposisi kimia air yang ada.
4. Temperatur.
5. Mikrobiologi.
Terbentuknya air asam tambang ditandai oleh satu atau lebih karakteristik
kualitas air sebagai berikut :
1. Nilai pH yang rendah (1,5–4).
2. Konsentrasi logam terlarut yang tinggi, seperti logam besi, aluminium,
mangan, cadmium, tembaga, timbal, seng, arsenik dan mercury.
3. Nilai acidity yang tinggi (50–1500 mg/L).
4. Nilai sulfat yang tinggi (500–10.000 mg/L).
5. Kadar garam terlarut (salinitas) (1–20 mS/cm).
6. Konsentrasi oksigen terlarut yang rendah.
Reaksi umum pembentukan air asam tambang (AAT) sebagai berikut:
4 FeS2 + 15 O2 + 14 H2O →4 Fe (OH3) + 8 H2SO4
Pyrite + Oxygen + water → yellowboy + sulfuric acid
Reaksi antara pyrite, oksigen, dan air akan membentuk asam sulfat dan
endapan besi hidroksida. Warna kekuningan yang mengendap di dasar saluran
tambang atau pada dinding kolam pengendap lumpur merupakan gambaran visual
dari endapan besi hidroksida (yellowboy).
2.2.2. Komponen Lingkungan Biologi
2.2.2.1. Biota Darat
Kawasan hutan di Kabupaten Tanah Bumbu seperti umumnya kawasan
tropis di wilayah bagian tengah dan timur, terpengaruh erat dengan ekosistem
daerah aliran sungai (DAS) yang terdiri atas beberapa bagian Sub DAS. Kawasan
hutan Kabupaten Tanah Bumbu berdasarkan Tata Guna Hutan Kesepakatan yang
ditetapkan berdasarkan SK Menteri Kehutanan Nomor757/Kpts-II/1995 seluas
24.100 ha.
Tabel 2.12. Jenis-Jenis Biota Darat yang Ditemukan atau Teridentifikasi Hidup di
Sekitar Lokasi UIP PT. Boreneo Indobara
No Nama Indonesia/ Lokal Nama Ilmiah
1 Tikus Hutan Rattus rattus
2 Kadal Mabuya multifasciata
3 Ular Phiton sp.
4 Biawak Varanus bengalensis
5 Katak Batu Bufo spp.
6 Katak Sungai Kecil Limnonectes modestus
7 Katak Pohon Polypedates leucomystax
8 Katak Rana sp.
9 Kupu-Kupu Ordo. Lepidoptera
10 Capung Ordo. Odonata
11 Semut Merah Monomorium pharaonis
12 Semut Hitam Componotus pennsylvnicus
13 Semut Raja Polyrhacthis hauxwelli
14 Semut Hitam Besar Iridomyrmex anceps
15 Semut Merah Besar Lobopelta ocilifera
16 Laba-Laba Lactrodectus mactans
17 Kumbang Kulit Phyllophaga portorice
18 Jangkrik Tanah Allone,obius fasciatus
19 Jangkrik Pohon Neoxabea bipunciata G
20 Nyamuk Hutan Aedes stimulans Walk
21 Belalang Melanoplus sanguinipes
22 Kaki Seribu Polydesmid millipede
23 Apu Gironniera subaequatis
24 Daun Kecil Diospyros buxifolia
25 Pandan Pandarus sp
26 Palem Palmaceae sp
27 Teki Cyperus rotundus
28 Alang-Alang Imperata cylindrical
29 Pakis Glecheria linearis
Sumber : Data Primer
2.2.2.2. Biota Perairan
Kegiatan penambangan terutama pada saat pembersihan lahan, pengupasan
tanah pucuk, prakonstruksi, konstruksi diduga akan dapat mengalami erosi bila
musim hujan, yang berpotensi meningkatkan kadar total padatan terlarut, pH dan
kekeruhan serta pencucian dan pelarutan beberapa logam tertentu kedalam badan
air penerima limpahan di sekitar lokasi kegiatan, sebagai akibatnya dapat
meningkatkan kekeruhan, BOD5, dan COD, serta dapat meningkatkan kadar
logam atau bahan-bahan tertentu di dalam perairan, yang menurunkan kualitas
badan air penerima sehingga berpengaruh pada kesehatan masyarakat yang
menggunakan badan air tersebut serta biota yang hidup di dalamnya, walaupun
diketahui bahwa air memiliki kemampuan untuk membersihkan diri (water self
furification). Makin besar debit air makin tinggi kemampuan dari badan air untuk
membersihkan diri.
Kualitas air yang diamati adalah kualitas air sungai, dan air sumur
gali. Untuk mengetahui kualitas air tersebut di sekitar lokasi wilayah studi, maka
dilakukan pengukuran terhadap kualitas air sungai dan air sumur warga.
Berdasarkan hasil pengamatan kualitas air pada IUP PT. Borneo Indobara untuk
komponen fisik-kimia secara umum berada dalam kisaran dibawah baku mutu
lingkungan. Nilai parameter berada dibawah nilai baku mutu lingkungan.
Tabel 2. 13. Jenis-Jenis Biota Perairan yang Ditemukan atau Teridentifikasi Hidup
di Sekitar Lokasi UIP PT. Boreneo Indobara
No Nama Indonesia/ Lokal Nama Ilmiah
1 Haruan Channa striata
2 Hampala Hampala macrolepidota
3 Teri Stolesphorus sp.
4 Cumi-Cumi Loligo sp.
5 mangrove Rhizophora
6 Nipah Nypa fruticans
7 Tanaman Paku Monilophyta
Sumber : Data Primer
2.2.3. Komponen Sosial Ekonomi-Budaya
2.2.3.1. Kependudukan
Wilayah konsesi penambangan material batubara oleh PT. Borneo
Indobara secara adminstratif lokasinya berada di Kecamatan Angsana, Kabupaten
Tanah Bumbu, Provinsi Kalimantan Selatan. Wilayah kajian proyek berada di
Kecamatan Angsana yang memiliki jumlah penduduk 315.815 jiwa (hasil Sensus
Penduduk Indonesia 2014). Hal ini mengindikasikan bahwa kepadatan penduduk
di daerah kajian rendah. Pertumbuhan penduduk di sekitar proyek tidak secepat di
kecamatan lainnya.
Tabel 2.14. Distribusi Penduduk Menurut Kecamatan di Kabupaten Tanah
Bumbu tahun 2015
No Kecamatan Persentase Penduduk (%)
1 Kusan Hilir 15,6
2 Sunagi Loban 6,9
3 Satui 18,8
4 Angsana 6
5 Kusan Hulu 6,5
6 Kuranji 3,2
7 Batulicin 5,2
8 Karang Bintang 5,9
9 Simpang Empat 257
10 Mantewe 6,2
Sumber : BPS
2.2.3.2.Perekonomian
Seiring dengan adanya kegiatan di daerah ini, kesempatan kerja bagi
angkatan kerja semakin terbuka. Khususnya di Desa Angsana dan Bunati
di Kecamatan Angsana, serapan tenaga kerja cukup signifikan, baik yang berasal
dari desa setempat maupun dari desa tetangga. Secara otomatis dengan berdirinya
PT. Borneo Indobara yang akan datang akan semakin membuka lapangan kerja.
Jumlah angkatan kerja yang terserap lapangan kerja di Desa Angsana dapat
digambarkan dari jumlah penduduk berdasarkan mata pencaharian.
Tabel 2.15. Sektor Pekerjaan Menurut Mata Pencaharian Di Kabupaten Tanah
Bumbu
Tahun
No Sektor
2009 (%) 2010 (%) 2011(%)
1 Perikanan 20,31 24,39 28,26
2 Pertambangan 0,67 3,33 2,47
3 Industri 12,83 8,05 11,24
4 Listrik dan Gas 0,30 2,20 2,06
5 Bangunan 7,71 8,01 11,47
6 Perdagangan 26,36 12,10 10,53
7 Angkutan 3,42 4,00 4,23
8 Keuangan 3,43 3,36 4,3
9 Jasa-Jasa 24,90 34,57 24,95
Jumlah 100,00 100,00 100,00
Sumber : BPS

Berdasarkan tabel tersebut di atas, serapan tenaga kerja dari sektor nelayan
padatahan 2011 sebesar 28,26%. Jadi masih ada angkatan kerja yang bisa terserap
di sector pertambangan di estimasi bertambah 3 % yang awalnya pada tahun 2011
sebesar 2,4%. Angkatan kerja yang tidak terserap lapangan kerja pada umumnya
bekerja di sawah maupun di kebun masyarakat, maupun buruh harian pada
kontraktor yang secara temporer mendapat pekerjaan kontruksi di daerah ini. Hal
ini cukup signifikan untuk mengurangi angka penganguran di daerah setempat.
Diharapkan dengan beroperasinya kegiatan penambangan Batubara di daerah ini,
kesempatan kerja dan serapan tenaga kerja semakin meningkat khususnya di
Angsana dan di desa-desa tetangga sekitar lokasi tambang.
2.2.3.3. Sosial Budaya
Batasan sosial adalah ruang di sekitar rencana kegiatan kawasan yang
merupakan tempat berlangsungnya berbagai interaksi sosial yang mengandung
norma dan nilai tertata yang sudah mapan, sesuai dengan proses dinamika sosial
suatu kelompok masyarakat yang diperkirakan mengalami perubahan mendasar
akibat rencana kegiatan nantinya. Kemungkinan yang akan terkena dampak dari
adanya kegiatan tersebut adalah masyarakat di sekitar proyek. Cakupan batas
sosial kegiatan penambangan batubara oleh PT. Borneo Indobara adalah Desa
Angsana dan Bunati Kecamatan Angsana Kabupaten Tanah Bumbu.
Pada lokasi rencana lokasi tambang ditemukan bahwa nilai budaya dan
adat istiadat setempat masih begitu kuat eksistensinya di masyarakat, baik dalam
konteks hubungan manusia dengan Tuhannya, manusia dengan manusia maupun
manusia dengan lingkungannya. Dalam hal hubungan manusia dengan Tuhannya,
baik orang Banjar, maupun suku-suku minoritas yang lain sangat meyakini
mengenai adanya kekuatan yang lebih tinggi yang mengatasi kekuatan manusia
dan alam yaitu kekuatan Tuhan semesta alam. Oleh karena itu, masyarakat
meyakini bahwa manusia harus taat dan patuh terhadap Tuhan yang Maha Kuasa.
Dalam hal hubungan manusia dengan manusia, dikalangan masyarakat di Desa
Angsana masih menjunjung tinggi adat istiadat setempa tseperti orang tua harus
dihormati dan orang seusia harus saling menghargai. Adat istiadat seperti ini
masih cukup melekat kuat baik di kalangan orang tua maupun di kalangan
generasi muda.
2.2.4. Komponen Lingkungan Kesehatan Masyarakat
Kondisi kesehatan lingkungan pada Desa Angsana sesuai hasil wawancara
sebagai berikut :
a. Sumber air yang digunakan masyarakat berasal dari sumur gali dan sumur
pompa serta pesisir pantai Bunati dan Angsana.
b. Perumahan warga pada umumnya permanen.
c. Pembuangan sampah RT dilakukan di tempat pembuangan sampah, dilahan
kosong.
d. Jamban keluarga menggunakan jamban sendiri, jamban umum.
e. Sumber air untuk mencuci berasal dari sumur gali, sumur pompa dan air hujan.
2.2.5. Pemberdayaan Masyarakat
Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat atau disingkat PPM adalah
upaya dalam rangka mendorong peningkatan perekonomian, pendidikan, sosial
budaya, kesehatan, dan lingkungan kehidupan masyarakat sekitar tambang, baik
secara individu maupun kolektif agar tingkat kehidupa masyarakat sekitar
tambang menjadi lebih baik dan mandiri.
Dalam upaya memberdayakan masyarakat dapat dilihat dari tiga sisi yaitu,
pertama menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat
berkembang (enabling). Kedua, memperkuat atau daya yang dimiliki masyarakat
(empowering). Ketiga, memperdayakan dalam arti pula melindungi.
Tambang adalah termasuk sumber kekayaan alam yang tidak dapat
diperbaharui. Kemampuan sumberdaya alam yang tersedia sangat terbatas untuk
menyerap pengaruh-pengaruh aktivitas manusia. Oleh sebab itu, untuk kelanjutan
usaha pertambangan, maka seyogyanya pengelolaannya dilakukan secara bijak
dan berdasarkan pada prinsip-prinsip pengelolaan pertambangan sebagaimana
ditentukan dalam peraturan perundang-undangan.
Pengembangan masyarakat merupakan upaya untuk meningkatkan kualitas
masyarakat yang bermukim dilingkar tambang sehingga mampu mengejar
ketertinggalan dalam berbagai bidang kehidupan. Secara normatif, kewajiban
pengembangan masyarakat hanya mengikuti pengembangan kualitas sumberdaya
manusia, kesehatan dan pertumbuhan ekonomi. Sebagai perusahaan pertambangan
PT. Borneo Indobara bertanggung jawab atas kesejahteraan masyarakat local
sekitar. Dalam hal ini masyarakat local yang sejahtera sangat penting untuk
kemitraan dan kerjasama dengan pemerintah, karyawan, dan masyarakat local.
2.3. Pelingkupan
2.3.1. Proses Pelingkupan
Potensi dampak penting dari kegiatan penambangan batubara yang akan
dilakukan oleh PT. Borneo Indobara di Angsana merupakan kegiatan
pertambangan batubara. Dampak penting yang diperkirakan akan timbul
merupakan hasil dari rangkaian proses identifikasi dan pelingkupan dampak
potensial dengan mendasarkan pada interaksi antara deskripsi rencana kegiatan
dengan kondisi rona lingkungan hidup awal. Proses pelingkupan yang dilakukan
untuk menelaah dampak potensial dalam kegiatan ini adalah sebagai berikut :
1. Identifikasi Dampak Potensial
Secara hipotetik, komponen lingkungan yang potensial terkena dampak
proyek adalah sebagai berikut :
a. Komponen fisik kimia
1. Perubahan Bentang Lahan
Dampak terhadap komponen fisik kimia berupa perubahan bentang lahan
merupakan dampak primer yang disebabkan oleh kegiatan penambangan
terutama akibat kegiatan pembukaan lahan untuk badan jalan angkut
material, pembersihan dan pengupasan tanah penutup pada tahap kegiatan
penambangan. Perubahan bentang lahan ini akan berdampak terhadap
perubahan jenis dan fungsi ekosistem (komponen biologi), dan
peningkatan erosi. Beberapa kegiatan yang menimbulkan dampak
terhadap komponen bentang lahan antara lain :
a) Operasional : Pembukaan jalan angkut material, clearing (pembersihan)
dan stripping (pengupasan) tanah pucuk dan tanah penutup proses
penambangan pasir dan batu dan reklamasi..
b) Pasca Operasi : Kegiatan rehabilitasi/penataan dan reklamasi lahan/
revegetasi lahan bekas tambang.
2. Penurunan Kualitas Udara dan Peningkatan Kebisingan
Komponen udara akan mengalami dampak oleh aktivitas proyek, yang
menyebabkan perubahan dan penurunan kualitas udara, yaitu dengan
meningkatnya konsentrasi gas ambien, debu, maupun peningkatan
kebisingan. Beberapa kegiatan yang menimbulkan dampak terhadap
komponen udara dan kebisingan antara lain :
a) Konstruksi : Mobilisasi alat dan material, pembuatan jalan angkut, dan
pembangunan sarana penunjang dan perumahan.
b) Operasional : Kegiatan clearing (pembersihan) dan stripping
(pengupasan) tanah pucuk dan tanah penutup, penambangan pasir dan
batu, reklamasi, dan pengangkutan dan pemuatan hasil tambang.
Dampak terhadap komponen udara dan kebisingan merupakan dampak
primer, sedangkan dampak sekundernya adalah menurunnya kesehatan
masyarakat dan kesehatan lingkungan.
3. Transportasi
Komponen transportasi yang akan terkena dampak adalah peningkatan
volume lalu lintas akibat kegiatan penambangan ini. Beberapa kegiatan
yang menimbulkan dampak terhadap komponen transportasi antara lain :
a) Konstruksi : Mobilisasi alat dan material
b) Operasional : Kegiatan penambangan pasir dan batu serta pengangkutan
dan pemuatan hasil tambang.
Dampak peningkatan volume lalu lintas akan mengakibatkan dampak
turunan berupa potensi terjadinya kecelakaan lalu lintas, penurunan
kualitas udara dan peningkatan kebisingan. Tetapi di sisi lain akan
memberikan dampak positif.
4. Penurunan Kualitas Air Sungai
Komponen perairan sungai yang akan terkena dampak adalah akibat
meningkatnya laju erosi dan sedimentasi dari kegiatan penambangan.
Beberapa kegiatan yang menimbulkan dampak terhadap komponen
perairan sungai antara lain : Dampak penurunan kualitas air sungai akan
mengakibatkan dampak turunan berupa terganggunya kehidupan flora
fauna di sungai.
b. Komponen Biologi
1) Tergangunya Biota Darat
Komponen biota darat dijabarkan dalam kepadatan satwa dan vegetasi baik
yang dilindungi maupun tidak. Dengan adanya kegiatan penambangan ini,
dampak yang timbul terhadap biota darat adalah menurunnya populasi satwa
liar dan dilindungi maupun vegetasi darat.
Kegiatan yang menimbulkan dampak terhadap komponen biota darat
tersebut antara lain :
a) Operasional : Kegiatan clearing (pembersihan) dan stripping
(pengupasan) tanah pucuk dan tanah penutup, penambangan batubara,
dan reklamasi, serta pemuatan hasil tambang ke kapal.
b) Pasca Operasi : Kegiatan reklamasi lahan/revegetasi lahan bekas
tambang.
2) Terganggunya Biota Perairan
Terganggunya biota perairan berupa terganggunya kehidupan nekton di
sungai. Dampak yang ditimbulkan dari kegiatan penambangan ini adalah
berupa menurunnya kuantitas biota perairan tersebut. Kegiatan yang
menimbulkan dampak terhadap komponen biota perairan antara lain :
a) Operasional : Kegiatan clearing (pembersihan) dan stripping
(pengupasan) tanah pucuk dan tanah penutup, penambangan pasir dan
batu, serta operasional sarana penunjang.
b) Pasca Operasi : Kegiatan rehabilitasi/penataan dan reklamasi lahan/
revegetasi lahan bekas tambang.
Menurunnya biota perairan terutama nekton akan berdampak pada
menurunnya pendapatan (mata pencaharian) sebagian masyarakat yang
sehari-harinya menangkap ikan di perairan.
c. Komponen Sosial Ekonomi Budaya dan Kesehatan Masyarakat
1) Kesempatan Kerja dan Peluang Berusaha
Kegiatan penambangan akan menimbulkan dampak positif dengan
terbukanya kesempatan kerja dan peluang berusaha bagi masyarakat.
Dampak ini merupakan dampak primer yang terjadi dalam tempo yang
cukup lama. Kegiatan yang menimbulkan dampak terhadap komponen
kesempatan kerja dan berusaha tersebut antara lain :
a) Konstruksi : Kegiatan mobilisasi tenaga kerja, mobilisasi alat dan
material, serta pembangunan sarana penunjang dan perumahan.
b) Operasional : Kegiatan clearing (pembersihan) dan stripping
(pengupasan) tanah pucuk dan tanah penutup, penambangan pasir dan
batu, reklamasi, pengangkutan dan pemuatan hasil tambang,
operasional sarana penunjang.
c) Pasca Operasi : Kegiatan reklamasi lahan/revegetasi lahan bekas
tambang.
2) Peningkatan Pendapatan Masyarakat
Komponen pendapatan masyarakat dan PAD dijabarkan ke dalam
pendapatan, kesejahteraan, dan pemasukan ke kas daerah. Dampak
terhadap peningkatan pendapatan masyarakat dan PAD merupakan
dampak turunan dari kesempatan kerja dan peluang berusaha. Beberapa
kegiatan yang menimbulkan dampak terhadap komponen pendapatan
masyarakat dan PAD antara lain :
a) Pra Konstruksi : Perizinan Lokasi
b) Konstruksi : Kegiatan mobilisasi tenaga kerja, mobilisasi alat dan
material, serta pembangunan sarana penunjang dan perumahan.
c) Operasional : Kegiatan clearing (pembersihan) dan stripping
(pengupasan) tanah pucuk dan tanah penutup, penambangan pasir dan
batu, reklamasi, pengangkutan hasil tambang, operasional sarana
penunjang.
d) Pasca Operasi : Kegiatan reklamasi lahan/revegetasi lahan bekas
tambang.
3) Persepsi Masyarakat
Komponen persepsi masyarakat merupakan dampak turunan dari kegiatan-
kegiatan yang berlangsung pada semua tahap kegiatan proyek. Beberapa
kegiatan yang menimbulkan dampak terhadap komponen ini antara lain :
a) Pra Kontruksi : Studi kelayakan dan detail desain serta perizinan
lokasi.
b) Konstruksi : Kegiatan mobilisasi tenaga kerja, mobilisasi alat dan
material, dan pembangunan sarana penunjang dan perumahan.
c) Operasi : Kegiatan clearing (pembersihan) dan stripping (pengupasan)
tanah pucuk dan tanah penutup, penambangan pasir dan batu,
reklamasi, operasional sarana penunjang.
d) Pasca Operasi : Kegiatan reklamasi lahan/revegetasi lahan bekas
tambang.
4) Kesehatan Masyarakat
Komponen kesehatan masyarakat terutama disebabkan oleh perubahan
kualitas llingkungan akibat kegiatan konstruksi dan operasional
penambangan. Beberapa kegiatan yang menimbulkan dampak terhadap
komponen ini antara lain :
a) Konstruksi : Kegiatan mobilisasi alat dan material.
b) Operasional : Kegiatan clearing (pembersihan) dan stripping
(pengupasan) tanah pucuk dan tanah penutup, penambangan pasir dan
batu.
c) Pasca Operasi : Kegiatan reklamasi lahan/revegetasi lahan bekas
tambang.
Selengkapnya dampak potensial yang berpengaruh terhadap komponen
lingkungan terlihat pada Tabel 4.1. berikut ini.
Tabel 2.16. Matrik Identifikasi Dampak Kegiatan Penambangan Batubara PT.
Borneo Indobara
Komponen Kegiatan
Komponen Pra Pasca
No Kontruksi Operasi
Lingkungan Kontruksi Operasi
1 2 3 4 5 6 7 8 9
A GEOFISIK-KIMIA
1 perubahan   
bentang alam
2 Kerusakan jalan   
3 Kualitas udara       
dan kebisingan
4 Transportasi   
5 Kualitas air   
sungai
6 Sedimentasi dan  
erosi
7 Gangguan lalu  
lintas
8 Run off  
9 Kualitas air  
permukaan
10 Kualitas air tanah  
11 Iklim mikro 
12 Kualitas tanah 
13 Timbulan sampah 
dan sanitasi
lingkungan
B BIOLOGI
1 Vegetasi 
2 Fauna 
3 Biota perairan  
C SOSEKBUDKESMAS
1 Kesempatan kerja  
dan peluang
usaha
2 Pendapatan  
masyarakat dan
PAD
3 Persepsi    
masyarakat
4 Gangguan      
kesehatan
masyarakat
Keterangan :
1. Perizinan Lokasi
2. Rekrutmen Tenaga Kerja
3. Mobilisasi Peralatan
4. Land Clearing dan Stripping
5. Pembuatan Jalan Masuk
6. Pembuatan Barak dan Mess
7. Penambangan Pasir dan Batu
8. Pengangkutan material pasir dan batu
9. Penataan lahan (reklamasi)
2. Evaluasi Dampak Potensial
a) Komponen Fisik Kimia
1) Perubahan bentang lahan
Dampak terhadap perubahan bentang lahan disebabkan oleh kegiatan
penambangan terutama dengan pembersihan dan pengupasan tanah
penutup. Dampak ini berlangsung lama dan menyebabkan dampak
lanjutan pada komponen lingkungan lain. Dengan menggunakan
kriteria dampak besar dan penting maka dampak terhadap bentang
lahan merupakan dampak negatif besar dan penting.
2) Penurunan kualitas udara dan peningkatan kebisingan Komponen udara
akan mengalami dampak oleh aktivitas proyek, yang menyebabkan
perubahan dan penurunan kualitas udara, baik konsentrasi gas ambien,
debu, maupun meningkatnya kebisingan. Dampak ini berlangsung lama
dan menyebabkan dampak lain berupa perubahan tingkat kesehatan
masyarakat, sehingga dengan kriteria dampak besar dan penting,
dampak ini tergolong dampak negatif besar dan penting.
3) Transportasi
Komponen transportasi yang akan terkena dampak adalah peningkatan
volume lalu lintas akibat kegiatan penambangan ini. Dampak ini
berlangsung lama (selama kegiatan penambangan), jumlah manusia
yang terkena cukup banyak, dan dampak ini berpotensi mengakibatkan
terjadinya kecelakaan lalu lintas, kerusakan jalan, dan kemacetan lalu
lintas, sehingga merupakan dampak negatif besar dan penting.
Kecelakaan dan kemacetan tidak termasuk dampak besar dan penting
karena jumlah manusia yang terkena dampak relatif kecil (intensitas
kecil) dan dapat ditanggulangi secara sederhana dengan pemasangan
rambu-rambu lalu lintas sepanjang jalan.
4) Sedimentasi dan Erosi
Komponen erosi dan sedimentasi tergolong dampak negatif besar dan
penting karena berlangsung cukup lama (selama kegiatan penambangan
berlangsung) dan cakupan wilayah yang terkena dampak ini cukup luas
(termasuk sungai), serta mempengaruhi komponen lingkungan hidup
lainnya.
5) Penurunan Kualitas Air
Komponen perairan sungai yang akan terkena dampak adalah akibat
meningkatnya laju erosi dan sedimentasi daari kegiatan penambangan
ini. Dampak ini berpengaruh luas dan berlangsung lama, berdampak
pada komponen lain dan akan berbalik terhadap keberlanjutan rencana
kegiatan, sehingga tergolong dampak negatif besar dan penting.
b) Komponen Biologi
1) Tergangunya Biota Darat
Komponen biota darat dijabarkan dalam kepadatan satwa dan vegetasi
baik yang dilindungi maupun tidak. Dampak terhadap biota darat ini
akibat perubahan bentang lahan, sehingga sebagian vegetasi pada lahan
tersebut mengalami distorsi. Karena fungsi ekosistem kawasan yang
banyak, maka dampak yang muncul termasuk dampak negatif besar dan
penting.
2) Terganggunya biota perairan Terganggunya biota perairan berupa
terganggunya kehidupan nekton. Komponen ini merupakan salah satu
rantai dalam ekosistem, meskipun tidak memiliki peran secara luas.
Dampak terhadap biota perairan berdampak cukup luas sehingga
dikategorikan sebagai dampak besar dan negatif penting.
c) Komponen Sosial Ekonomi Budaya dan Kesehatan Masyarakat
1) Kesempatan Kerja dan Peluang Berusaha
Peluang bekerja dan berusaha merupakan dampak yang dapat
berlangsung lama, jumlah manusia yang terkena dampak juga banyak,
dan dapat berbalik selama ada penerimaan tenaga kerja dan peluang
berusaha. Dampak ini akan menurun pada peningkatan pendapatan
masyarakat, sehingga dampak ini tergolong dampak positif besar dan
penting.
2) Peningkatan Pendapatan Masyarakat dan PAD
Komponen pendapatan masyarakat dan PAD dijabarkan ke dalam
pendapatan, kesejahteraan, dan pemasukan ke kas daerah. Dampak ini
berlangsung lama, jumlah manusia yang terkena dampak cukup
banyak, dan berbalik terhadap kegiatan proyek, sehingga dikategorikan
sebagai dampak positif besar dan penting.
3) Persepsi Masyarakat
Komponen persepsi masyarakat merupakan dampak turunan dari
kegiatan-kegiatan yang berlangsung pada semua tahap kegiatan
proyek. Persepsi beragam ini merupakan turunan dari peningkatan
pendapatan masyarakat dan perekonomian daerah. Dengan demikian
dampak ini tergolong besar dan penting.
4) Kesehatan masyarakat Komponen kesehatan masyarakat terutama
disebabkan oleh perubahan kualitas lingkungan akibat kegiatan
konstruksi dan operasional penambangan serta pasca operasi. Dampak
ini bersifat lama, akumulatif, berdampak luas, sehingga dikategorikan
dampak negatif besar dan penting.
2.3.2. Hasil Proses Pelingkupan
Dampak Penting Hipotetik
Setelah dilakukan evaluasi terhadap potensi dampak dari kegiatan
penambangan yang akan dilakukan oleh PT. Borneo Indobara maka diperoleh
dampak penting hipotetik antara lain :
a. Komponen Geofisik Kimia
1) Perubahan bentang lahan
2) Penurunan kualitas udara dan peningkatan kebisingan
3) Gangguan lalu lintas
4) Sedimentasi dan erosi
5) Penurunan kualitas air sungai
6) Kerusakan Jalan
7) Kualitas tanah
b. Komponen Biologi
1) Tergangunya biota darat
2) Terganggunya biota perairan
c. Komponen Sosial Ekonomi Budaya Dan Kesehatan Masyarakat
1) Kesempatan kerja dan peluang berusaha
2) Peningkatan pendapatan masyarakat dan PAD
3) Persepsi masyarakat
4) Kesehatan masyarakat
Langkah-langkah pelingkupan mulai dari identifikasi dampak potensial
menjadi dampak penting hipotetik disajikan pada Gambar 2.1. berikut ini.

Sumber : author by conducted


2.4. Prakiraan Dampak Penting
Kegiatan penambangan batubara oleh PT. Borneo Indobara di Kecamatan
Angsana, Kabupaten Tanah Bumbu dapat menimbulkan dampak terhadap
lingkungan hidup, baik yang bersifat positif maupun negatif serta bersifat penting
maupun tidak penting. Besaran dampak ini akan dievaluasi menggunakan metode
Leopold modifikasi. Skala kualitas lingkungan ditentukan berdasarkan besaran
(Magnitude) dan tingkat kepentingan dampak (Importance).
Prakiraan dampak besar dikaji berdasarkan tahapan- tahapan kegiatan
penambangan, berikut ini hasil analisis tim memprakirakan dampak besar pada
setiap tahap kegiatan. Berikut ini tahapan-tahapan pada setiap kegiatan hasil
hipotetik prakiraan dampak :
A. Tahap Pra Konstruksi
1. Perizinan Lokasi
2. Rekrutmen Tenaga Kerja
B. Tahap Konstruksi
3. Mobilisasi Peralatan dan Material
4. Land Clearing dan Stripping
5. Pembuatan Jalan Masuk
6. Pembuatan Base camp
C. Tahap Operasi
7. Penambangan
8. Pengangkutan Material Sirtu
D. Tahap Pasca Operasi
9. Penataan Lahan (Reklamasi dan Rehabilitasi)
Ukuran penting dan tidak pentingnya dampak ditentukan berdasarkan
besarnya dampak dan pentingnya dampak. Berikut ini analisis prakiraan dampak
penting pada setiap tahapan kegiatan.
A. Tahap Pra-Kontruksi
Tahap pra konstruksi terdapat 2 kegiatan besar mengenai perizinan lokasi dan
onstruks tenaga kerja. Berikut ini Tabel 2.17. mengenai tingkat kepentingan
dampak pada komponen lingkungan pada tahap pra-konstruksi.
Tabel 2.17. Tingkat kepentingan dampak pada tahap pra-konstruksi
Rencana Kegiatan dan Tingkat Kepentingan Dampak
Komponen Lingkungan Terkena 1 2 3 4 5 6 SP Arti Skala
Dampak %P
A. Tahap Pra Kontruksi
1 Perizinan Lokasi
Pendapatan Masyarakat dan P P P TP TP TP 3 50 4
PAD
Persepsi Masyarakat P P P P P TP 5 83 5
2 Rekruitmen Tenaga Kerja
Kesempatan Kerja dan P P P P P TP 5 83 5
Peluang Berusaha
Pendapan Masyarakat dan P P P P P TP 5 83 5
PAD
Persepsi Masyarakat P P P TP P TP 4 67 4
Sumber: author by conducted
Berdasarkan hasil analisis tingkat kepentingan dampak pada tahap pra
konstruksi maka dapat disimpulkan berdasarkan klasifikasi kepentingan pada
setiap komponen lingkungan dalam tahapan-tahapan kegiatan.
Klasifikasi Kepentingan Keterangan
1 Tidak Penting
2 Kurang Penting
3 Cukup Penting
4 Penting
5 Sangat Penting
Pada tahap pra-kontruksi seluruh kegiatan pada komponen lingkungan
berada pada range 4-5, hal ini berarti seluruh komponen mengeneai perizinan
lokasi yang terkait dengan pendapatan masyarakat dan PAD (4) serta persepsi
masyarakat (5) berdampak penting dan sangat penting.
B. Tahap Kontruksi
Tahap konstruksi terdapat 4 kegiatan besar mengenai mobilisasi peralatan (1),
land clearing dan stripping (2), pembuatan jalan masuk (3), dan pembuatan base
cam (4). Perizinan lokasi dan rekrutmen tenaga kerja. Berikut ini Tabel 5.12.
mengenai tingkat kepentingan dampak pada komponen lingkungan pada tahap
onstruksi.
Tabel 2.18. Tingkat kepentingan dampak pada tahap konstruksi
Rencana Kegiatan dan Tingkat Kepentingan Dampak
Komponen Lingkungan Terkena 1 2 3 4 5 6 SP Arti Skala
Dampak %P
B. Tahap Kontruksi
1 Mobilisasi Peralatan
Kualitas Udara Dan P P P P P TP 5 83 5
Kebisingan
Kerusakan Jalan P P TP P P P 5 83 5
Gangguan Lalu Lintas P P TP TP TP TP 2 33 3
Gangguan Kesehatan P P TP TP P P 4 67 4
Masyarakat
2 Land Clearing & Stripping
Kualitas Udara & Kebisingan P P P P P TP 5 83 5
Perubahan Bentuk Lahan TP TP P P TP P 3 50 3
Erosi & Sedimentasi P P P P P P 6 100 5
Penurunan Kualitas & P P P P P P 6 100 5
Kuantitas Air Permukaan
Penurunan Kualitas & P P P TP P P 5 83 5
Kuantitas Air Tanah
Penurunan Kualitas Air P P P P TP TP 4 67 4
Tanah
Vegetasi P P P P P TP 5 83 5
Fauna Darat P P TP TP P TP 3 50 3
Biota Air P TP TP P P TP 3 50 3
Gangguan kesehatan P P TP P P P 5 83 5
masyarakat
Timbulan sampah dan P P TP P TP TP 3 50 3
sanitasi lingkungan
3 Pembuatan Jalan Masuk
Kualitas Udara & Kebisingan P P TP P TP TP 3 50 3
Perubahan Bentuk Lahan P TP TP P TP TP 2 33 2
4 Pembuatan Base Camp
Kualitas Udara & Kebisingan TP TP TP P TP TP 1 17 1
Sikap & Persepsi masyarakat P TP TP TP TP TP 1 17 1
Gangguan kesehatan P TP TP P TP TP 2 33 2
masyarakat
Sumber: author by conducted
Berdasarkan hasil analisis tingkat kepentingan dampak pada tahap
konstruksi maka dapat disimpulkan berdasarkan klasifikasi kepentingan pada
setiap komponen lingkungan dalam tahapan-tahapan kegiatan ditahap konstruksi.
Klasifikasi Kepentingan Keterangan
1 Tidak Penting
2 Kurang Penting
3 Cukup Penting
4 Penting
5 Sangat Penting
Pada tahap pra-kontruksi seluruh kegiatan pada komponen lingkungan berada
pada kisaran 1-5, hal ini berarti seluruh komponen mencakup sangat penting
sampai tidak penting.
C. Tahap Operasi
Tahap operasional terdapat 2 (dua) kegiatan besar mengenai penambangan
pasir dan batu (1), pengangkutan pasir dan batu (2). Berikut ini Tabel 2.19.
mengenai tingkat kepentingan dampak pada komponen lingkungan pada tahap
konstruksi.
Tabel 2.19. Tingkat kepentingan dampak pada tahap konstruksi
Rencana Kegiatan dan Tingkat Kepentingan Dampak
Komponen Lingkungan Terkena 1 2 3 4 5 6 SP Arti Skala
Dampak %P
C. Tahap Operasi
1 Penambangan Sirtu
Kualitas Udara & Kebisingan P P P P P p 6 100 5
Perubahan Bentuk Lahan P P P P P P 6 100 5
Erosi & Sedimentasi P P P P P P 6 100 5
Penurunan Kualitas & P P P P P TP 5 83 5
Kuantitas Air Permukaan
Penurunan Kualitas & P TP P TP P P 4 67 4
Kuantitas Air Tanah
Penurunan Kualitas Tanah P TP TP TP P P 3 50 3
Biota Air P P TP TP TP TP 2 33 2
Sikap & Persepsi masyarakat P P P TP P TP 4 67 4
Gangguan kesehatan P P P P P TP 5 83 5
masyarakat
Timbulan sampah dan P P TP P TP TP 3 50 3
sanitasi lingkungan
2 Pengangkutan Sirtu
Kualitas Udara & Kebisingan P P P P P TP 5 83 5
Kerusakan jalan P P P P P TP 5 83 5
Gangguan Lalu Lintas P P P TP P TP 4 67 4
Pendapatan Masy dan PAD P P P TP P TP 4 67 4
Sikap & Persepsi masyarakat P P P TP TP TP 3 50 3
Gangguan kesehatan P P P P P P 6 100 5
masyarakat
Sumber: author by conducted
Berdasarkan hasil analisis tingkat kepentingan dampak pada tahap
operasional maka dapat disimpulkan berdasarkan klasifikasi kepentingan pada
setiap komponen lingkungan dalam tahapan-tahapan kegiatan ditahap operasional.
Klasifikasi Kepentingan Keterangan
1 Tidak Penting
2 Kurang Penting
3 Cukup Penting
4 Penting
5 Sangat Penting
Pada tahap pra-konstruksi seluruh kegiatan pada komponen lingkungan
berada pada kisaran 2-5, hal ini berarti seluruh komponen. Hanya pada komponen
biotik biota air yang berdampak kurang penting. Hal ini disebabkan pada kegiatan
operasional telah dilakukan pengelolaan dengan membuat sedimen pond (kolam
sedimen) untuk mengurangi pencemaran khsusunya kekeruhan COD dan BOD
pada badan perairan yaitu sungai di sekitar lokasi proyek.
D. Pasca Operasi
Tahap pasca operasional terdapat 1 (satu) kegiatan besar mengenai
penataan lahan (reklamasi dan revegatasi kembali lahan bekas penambangan (1).
Berikut ini Tabel 2.20. mengenai tingkat kepentingan dampak pada komponen
lingkungan pada tahap konstruksi.
Tabel 2.20. Tingkat kepentingan dampak pada tahap konstruksi
Rencana Kegiatan dan Tingkat Kepentingan Dampak
Komponen Lingkungan Terkena 1 2 3 4 5 6 SP Arti Skala
Dampak %P
D. Pasca Operasi
1 Penataan Lahan (Reklamasi & Revegetasi)
Kualitas Udara & Kebisingan P P TP P TP TP 3 50 3
Pendapatan Masy dan PAD P P P TP P TP 4 67 4
Sikap & Persepsi masyarakat P P TP P P TP 4 67 4
Sumber: author by conducted
Berdasarkan hasil analisis tingkat kepentingan dampak pada tahap
operasional maka dapat disimpulkan berdasarkan klasifikasi kepentingan pada
setiap komponen lingkungan dalam tahapan-tahapan kegiatan ditahap operasional.
Klasifikasi Kepentingan Keterangan
1 Tidak Penting
2 Kurang Penting
3 Cukup Penting
4 Penting
5 Sangat Penting
Pada tahap pra-kontruksi seluruh kegiatan pada komponen lingkungan
berada pada range 3-4, hal ini berarti seluruh komponen lingkungan yang terkena
dampak pada tahap pasca operasional berdampak cukup penting dan penting.
2.5. Lingkup Wilayah Studi dan Batas Waktu Kajian
2.5.1. Batas Wilayah Studi
Batas wilayah studi rencana kegiatan penambangan batu bara PT. Borneo
Indobara meliputi :
1. Batas Proyek
Batas proyek adalah ruang dimana rencana kegiatan batu bara terletak,
yaitu di Kecamatan Angsana. Luasan tapak proyek adalah 24.100 Ha berdasarkan
luas Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang dikeluarkan oleh Bupati Tanah Bumbu.
2. Batas Ekologi
Batas ekologi dari kegiatan penambangan batu bara PT. Borneo Indobara
adalah batas yang masih dipengaruhi persebaran dampak melalui udara, air dan
tanah. Persebaran dampak pencemaran udara yang dicermati adalah adalah
wilayah permukiman yang meliputi desa-desa yang ada di sekitar lokasi kegiatan.
3. Batas Sosial
Batasan sosial adalah ruang di sekitar rencana kegiatan kawasan yang
merupakan tempat berlangsungnya berbagai interaksi sosial yang mengandung
norma dan nilai tertata yang sudah mapan, sesuai dengan proses dinamika sosial
suatu kelompok masyarakat yang diperkirakan mengalami perubahan mendasar
akibat rencana kegiatan nantinya. Kemungkinan yang akan terkena dampak dari
adanya kegiatan tersebut adalah masyarakat di sekitar proyek. Batas Administrasi
Batas administrasi rencana kegiatan penambangan PT. Borneo Indobara
sebagai berikut :
Desa : Angsana
Kecamatan : Angsana
Kabupaten : Tanah Bumbu
Provinsi : Kalimantan Selatan
2.5.2. Batas Waktu Kajian ANDAL
Batas waktu kajian kegiatan AMDAL penambangan batuu bara PT.
Borneo Indobara selama 6 (enam) bulan, mulai dari kegiatan persiapan studi,
pengumpulan dan analisis data, analisis dan perumusan dampak, seminar-seminar
studi hingga penyelesaian dan pengumpulan laporan hasil studi. Sementara itu,
waktu kegiatan penambangan batu bara PT. Borneo Indobara akan menyesuaikan
dengan kandungan batu bara yang terkandung di wilayah IUP yang izinnya telah
dikeluarkan Bupati Tanah Bumbu.
2.6. Pelaksanaan Studi
2.6.1. Identitas Pemrakarsa
Nama Perusahaan : PT. Borneo Indobara
Penanggung Jawab : Ir. H. Mauluddin Agus, MPi
Jabatan : Direktur Utama
Alamat Kantor Perusahaan : Jl. Propinsi KM.180 Desa Angsana, RT. 2 RW. 1
Kecamatan Angsana Kabupaten Tanah Bumbu
Provinsi Kalimantan Selatan
Telepon : (0511) 3254222
Faksimil : (0511) 3254222
2.6.2. Penyusun Studi AMDAL
Pelaksana : PT. Sumber Semangat Jaya
Penanggung Jawab : Dr. Ir. Hj. Sri Haryati, M.Si
Jabatan : Direktur Utama
Alamat Kantor : Jl. Intan Sari Banjarbaru Provinsi Kalimantan Selatan
Telepon : 085849896272
Faksimil : 085849896272

Anda mungkin juga menyukai