Anda di halaman 1dari 67

BAB 1

DESKRIPSI KEGIATAN

1.1. Identifikasi Sumber Emisi


PT Ceria Metalindo Prima akan membangun smelter pengolahan dan permurnian
bijih nikel dengan menggunakan Teknologi RKEF (rotary kiln - electric furnace).
Pabrik RKEF didesain untuk mampu mengolah 5 Juta ton basah atau setara
3,49 Juta ton kering bijih nikel dengan kadar rata-rata 1,53 % Ni, menghasilkan
FeNi dengan kadar 22,0 % Ni yang terkandung dalam 50.400 ton Ni dalam FeNi
pertahun, lokasi pembangunan smelter ini terletak di Kecamatan Wolo,
Kabupaten Kolaka, Provinsi Sulawesi Tenggara dengan luas 28,75 Ha.
Pengoperasiaan smelter ini akan menghasilkan limbah emisi.

Lokasi pembangunan smelter ini tidak berada dalam lokasi WPPMU Kelas I.
Kegiatan smelter ini memiliki Kode KBLI 24202 berdasarkan Tabel Klasifikasi
Baku Lapangan Usaha Indonesia, pengoperasian tersebut termasuk kegiatan
yang memiliki dampak emisi tinggi, sehingga PT Ceria Metalindo Prima
diwajibkan menyusun dokumen kajian teknis. Berdasarkan Peraturan Menteri
Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 5 Tahun 2021 tentang Tata Cara
Penerbitan Persetujuan Teknis dan Surat Kelayakan Operasional Bidang
Pengendalian Pencemaran Lingkungan untuk menentukan jenis dokumen
pertimbangan teknis diuraikan pada bagan penapisan berikut:

1
PT Ceria Metalindo Prima akan membangun smelter dengan menggunakan
Teknologi RKEF. Teknologi RKEF terdiri dari 4 (empat) peralatan utama yaitu
rotary dryer (pengeringan), rotary kiln (kalsinasi-reduksi), electric furnace
(smelting) dan refining (pemurnian/pembersihan) yang dilanjutkan dengan
casting (pencetakan). Untuk produk FeNi dengan kadar sedang 10,0 % Ni,
tahapan refining umumnya tidak dilakukan, sehingga lelehan metal FeNi
langsung diarahkan ke mesin casting.

Bagan alir proses pengoperasian smelter dengan menggunakan Teknologi RKEF


diuraikan pada gambar 1.

2
Gambar 1. Bagan Alir Proses Pengoperasian Smelter Teknologi RKEF PT Ceria Metalindo Prima

3
Proses RKEF dimulai dengan pengeringan bijih basah di rotary dryer agar
menjadi biji kering dengan ukuran -1” yang mudah untuk ditangani untuk
proses berikutnya. Disimpan sementara di dry ore storage (DOS), blending
dilakukan terhadap bijih tersebut dan agen reduktor ditambahkan. Campuran
bijih kering diumpankan ke dalam rotary kiln untuk dikalsinasi dan direduksi
pada temperatur 750 °C sebelum diumpankan ke electric furnace melalui sistem
transfer calcine. Calcine dilebur dengan tenaga listrik menjadi dua fasa yaitu
metal FeNi dan slag (terak). Lelehan FeNi dicetak menjadi ingot FeNi, dan slag
digranulasi dengan air dingin sebelum diangkut ke slag dump.

1.2. Karakteristik Sumber Emisi


a. Rotary Dryer
Bijih nikel laterit pada umumnya ditambang di permukaan sehingga selalu
basah dan lengket. Oleh karenanya, tahap pertama yang dilakukan pada proses
pengolahan nikel laterit adalah penghilangan air di permukaan bijih nikel (free
moisture) agar material tersebut bisa ditangani lebih mudah pada tahap
berikutnya. Peralatan yang digunakan adalah rotary dryer untuk menurunkan
kandungan air permukaan dalam bijih nikel laterit dari sekitar 33 % menjadi
sekitar 20 %. Bijih basah yang tersimpan di stockpile kecil diangkat oleh loader
dimasukkan ke apron feeder hopper. Static grizzly dipasang di atas hopper untuk
mencegah boulder (batu besar) lewat.

Proses penghilangan air bebas ini adalah endotermik, yaitu membutuhkan


energi panas agar proses bisa berlangsung. Untuk memenuhi kebutuhan energi
ini, gas panas (hot gas) yang dihasilkan dari pembakaran batubara halus dengan
temperatur 900 °C dialirkan ke dalam rotary dryer. Gas panas dialirkan via
burner ini dihembuskan ke dalam dryer dengan arah berlawanan dengan bijih
basah yang dimasukkan ke dalam dryer (co-current). Pasokan gas panas juga
dibantu oleh resirkulasi gas buang gas buang rotary kiln yang bergabung dengan
gas panas pembakaran batubara halus di combustion chamber. Putaran dryer
dan keberadaan lifter pada internal dryer membantu meningkatkan kontak
antara udara panas dan bijih nikel sehingga pengeringan menjadi lebih efektif.
Gas buang dari rotary dryer adalah gas panas dan uap air dengan temperatur
sekitar 180 °C.

4
Gambar 2. Proses pada Rotary Dryer

Bijih kering langsung diarahkan ke rotary kiln feed bin untuk diumpankan
bersama dengan debu pelet dan batubara reduktor ke dalam rotary kiln. Hanya
dalam keadaan emergensi, bijih kering itu diarahkan ke dry ore storage (DOS)
untuk disimpan sementara. Sehingga tidak ada proses blending lagi bagi umpan
rotary kiln, blending sudah dilakukan di area tambang sebelum bijih dikirim ke
smelter.

Pengeringan (drying) yaitu pemanasan bijih basah untuk menurunkan kadar air
permukaan (free moisture) di dalam bijih dari 33 % H₂O menjadi 20-22 % H₂O.
Proses pengeringan ini dilakukan di dalam rotary dryer. Pada saat akan keluar
dari rotary dryer, bijih kering disaring menjadi ukuran -2” (oversize atau +2”
diarahkan ke crusher untuk dipecah menjadi -2” dan digabung dengan -2” hasil
saringan).

5
Gambar 3. Bagan Alir Proses pada Rotary Dryer

Emisi yang dihasilkan dari proses rotary dryer sebelum masuk alat pengendali
emisi (ESP) yaitu 7.881.456 g/jam laju partikulat atau equivalen dengan
konsentrasi debu 24,08 g/m³.

b. Rotary Kiln
Kalsinasi dan reduksi (calcining and reduction): pemanasan bijih kering (plus
dust pellet) untuk menuntaskan sampai habis kadar air permukaan, dilanjutkan
dengan peningkatan temperatur sampai 800 °C untuk menghilangkan
kandungan air kristal (chemical bounded moisture - LOI) dan berlanjut dengan
reaksi reduksi yaitu melepas sebagian unsur oksigen di dalam bijih dengan
menggunakan reduktan carbon (C) batubara. Proses ini berlangsung di dalam
rotary kiln, dan produknya disebut calcine.

6
Gambar 4. Bagan Alir Proses pada Rotary Kiln

Emisi yang dihasilkan dari proses diatas berupa energi dari gas buang
digunakan kembali pada proses dryer sehingga tidak ada emisi yang keluar pada
proses rotary kiln.

c. Electric Furnace
Peleburan (smelting): peleburan calcine pada temperatur tinggi menggunakan
tenaga listrik di dalam electric furnace, pada saat yang sama terjadi proses
reduksi lanjutan untuk melepaskan unsur oksigen yang terikat oleh nikel dan
besi. Calcine meleleh dan terpisah oleh berat jenis menjadi metal FeNi dan slag.

7
Gambar 5. Bagan Alir Proses pada Electric Furnace

Emisi yang dihasilkan dari proses rotary dryer sebelum masuk alat pengendali
emisi (Bag Filters) yaitu 1.560.104 g/jam laju partikulat atau equivalen dengan
konsentrasi debu 33,95 g/Nm³.

d. Pencetakan (Shotting):
Pencetakan molten (lelehan) FeNi menjadi butiran shot. Shot basah dikeringkan
dalam dryer kecil sebelum packing.

8
Gambar 6. Bagan Alir Proses pada Shotmaking dan Product Drying.

1.3. Perhitungan Neraca Massa


a. Neraca Massa Pada Rotary Dryer

9
b. Neraca Massa Pada Rotary Kiln

10
c. Neraca Massa Pada Electric Furnace

11
1.4. Bahan Baku dan Penunjang
Bahan baku dan bahan penolong pengoperasian pabrik pengolahan nikel dengan
menggunakan dengan menggunakan Teknologi RKEF (rotary kiln - electric
furnace):
bahan baku:
 bijih nikel basah 1.419.602 ton pertahun
 bijih nikel kering 944.035 ton pertahun
bahan penunjang yang digunakan diuraikan dalam tabel berikut:
 batu bara 157.000 ton pertahun
 diesel 2.630 ton pertahun
 elektroda pasta 1.470 ton pertahun

1.5. Proses Produksi


a. Jenis dan Kapasitas Produksi atau Kegiatan yang Direncanakan
Jenis produk yang dihasilkan dari pengolahan nikel dengan menggunakan
dengan menggunakan Teknologi RKEF (rotary kiln - electric furnace) yaitu FeNi
dengan kapasitas produksi 7,9 ton/jam

12
b. Proses Produksi atau Kegiatan yang Direncanakan (Pra Konstruksi,
Konstruksi, Operasi dan Pasca Operasi)
Proses kegiatan direncanakan pada tahap operasi yaitu pengolahan bijh nikel
dengan menggunakan dengan menggunakan Teknologi RKEF (rotary kiln -
electric furnace) yang menghasilkan prodak FeNi.

c. Jenis Proses Kegiatan


Jenis proses kegiatan pengolahan bijh nikel adalah proses tungku listrik atau
electric furnance dengan kapsitas produksi 7,9 ton/jam.

1.6. Konsumsi Energi yang Digunakan untuk Proses dan Alat Pengendali
Emisi yang Digunakan
Konsumsi energi yang digunakan untuk pengoperasian smelter pengolahan dan
permurnian bijih nikel dengan menggunakan Teknologi RKEF bersumber dari
PLN sebagai sumber utama dan menggunkan BMPP dan genset sebagai energi
cadangan. uraian jumlah energi yang dibutuhkan untuk untuk proses dan alat
pengendali emisi yang digunakan diuraikan pada tabel berikut:

Tabel 1. Konsumsi Energi pertahun


Konsumsi
No. Jenis Penggunaan TOE
pertahun

1. Listrik PLN 100 MW Operasional Pabrik 8,59

Barge Mounted Power Plant


2. 60 MW Energi Cadangan 5,15
(BMPP)

3. Genset 3 MW Energi Cadangan 0,25

13
BAB 2
RONA AWAL LINGKUNGAN

2.1. Wilayah Udara Ambien Penerima sesuai WPPMU (Wilayah


Perlindungan dan Pengelolaan Mutu Udara) (bila sudah ada penetapan
WPPMU)
Lokasi pembangunan kawasan industri PT Ceria Metalindo Prima terletak di
Kecamatan Wolo, Kabupaten Kolaka, Provinsi Sulawesi Tenggara. Lokasi ini tidak
termasuk Wilayah Perlindungan dan Pengelolaan Mutu Udara (WPPMU).
Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Kolaka Nomor 03 Tahun 2023
Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Konawe Kolaka (RTRW) tahun
2023–2042, lokasi rencana Kegiatan PT Ceria Metalindo Prima berada pada
Kawasan peruntukan industrI. Hal ini sesuai dengan Persetujuaan Kesesuaian
Kegiatan Pemanfaatan Untuk Kegiatan Berusaha nomor ........................ yang
diterbitkan oleh sistem OSS. Peta overlay lokasi kegiatan dengan peta tata ruang
diuraikan pada gambar berikut:

14
Gambar 7. Peta Overlay Lokasi Kegiatan dengan RT/RW Kabupaten Kolaka

15
BAB 3
DESAIN SARANA DAN PRASARANA SISTEM PENGENDALIAN EMISI

3.1. Alat Pengendali Emisi


3.1.1. Desain Alat Pengendali Emisi
Sumber emisi yang dihasilkan dari penoperasian smelter pengolahan dan
permurnian bijih nikel dengan menggunakan Teknologi RKEF oleh PT Ceria
Metalindo Prima dikendalikan dengan beberapa alat pengendalian emisi yang
ditabulasikan pada tabel berikut:

Tabel 2. Penggunaan Alat Pengendali Emisi


Alat
Sumber Parameter yang
No. Pengendali Efisiensi Sifat Emisi
Emisi Dikendalikan
Emisi
Electrostatic
Rotary
1. TSP Precipitator 99,6 % Partikulat
Dryer/Kiln
(ESP)
Electric
2. TSP Bag Filters 99,5 % Partikulat
Furnace

16
Bagan alir alat pengendali emisi diuraikan pada gambar berikut:

Gambar 8. Bagan Alir Alat Pengendali Emisi Electrostatic Precipitator (ESP) dan
Bag Filters

3.1.2. Informasi Kriteria Desain Yang digunakan


Saat pabrik beroperasi akan menghasilkan emisi gas buang. Gas buang yang
dikontrol pada kegiatan ini didasarkan pada Peraturan Menteri Lingkungan
Hidup Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2014 Baku Mutu Emisi Sumber Tidak
Bergerak Bagi Usaha Dan/Atau Kegiatan Pertambangan. Lampiran I poin B
(Baku Mutu Emisi Pengolahan Bijih Nikel) Hasil dari gas buang ini akan dikelola
dengan menggunakan alat ESP dan Bag Filters Informasi kriteria desain masing-
masing peralatan ini diuarikan sebagai berikut:
 ESP
ESP yang digunakan dalam mengendalikan emisi partikulat memilik evisiensi
alat mencapai 99,6 %. Dengan menggunakan ESP ini, jumlah emisi Partikulat
yang keluar dari cerobong diharapkan hanya sekitar 0,4 %. Jenis ESP diuraikan
pada gambar berikut

17
Gambar 9. Alat Pengendali Emisi ESP

 Bag Filters
Unit Bag Filters merupakan unit yang digunakan sebagai alat pengendali
pencemaran udara dari emisi cerobong, khususnya untuk parameter partikulat).
Efisiensi alat ini dalam mengendalikan emisi TSP lebih dari 99,5%, Desain Alat
yang digunakan diuraikan sebagai berikut:

18
Gambar 10. Alat Pengendali Emisi Bag Filters

3.1.3. Infrastruktur Alat Pengendali Emisi


a. Bahan Bakar, Bahan aku, Bahan Penolong
Bahan bakar yang digunakan dalam alat pengendali emisi ini adalah energi
listrik.

b. Temperatur, Tekanan, Oksigen Pada Alat Pengendali


Temperatur, tekanan serta spesifikasi alat yang digunakan diuraikan pada tabel
berikut:

19
Tabel 3. Spesifikasi Peralatan Pengendaliaan Emisi
Jumlah
No. Alat Pengendali Spesifikasi
(unit)
Dimensi (PxLxT): 20,30 m x
15,18 m x 12,61 m
Electrostatic
1. 1 Efisiensi: 99,6%
Precipitator (ESP)
Temperatur: 150 °C
Tekanan: 100 mmH₂0
Dimensi (PxLxT)
Efisiensi: 99,5%
Bag Filters
2. 1 Temperatur: 200 °C
Tekanan: 100 mmH₂O

3.1.4. Detail Jumlah Padatan yang Dihasilkan dari Alat Pengendali


Partikulat
Jumlah padatan yang dihasilkan dari alat pengendali partikulat diuraikan pada
tabel berikut:

Tabel 4. Jumlah Padatan Yang Dihasilkan Dari Alat Pengendali Partikulat


Efisiensi alat Konsentrasi Jumlah Padatan
No. Jenis alat Pengendali Emisi yang Dihasilkan
Emisi (%) (mg/Nm3) (g/jam)
1. Electrostatic 99,6 ≤ 50 16.175
Precipitator (ESP)

2. Bag Filters 99,5 ≤ 50 2.298

3.1.5. Detil Jumlah Emisi Gas yang Dikontrol Alat Pengendali Gas
Konsentrasi gas buang pada dryer dan furnace menghasilkan gas SO₂ dengan
nilai yang sangat rendah dibawah baku mutu sehingga tidak terdapat alat
20
pengendali gas. Dimana konsentrasi gas pada ke dua proses tersebut nilai
konsentrasi SO₂ sebesar 523,48 mg/Nm³ pada dryer dan 36,75 mg/Nm³ pada
furnace.

Gambaran infrastruktur untuk kegiatan sampling di cerobong sesuai dengan


ketentuan Keputusan Kepala Bapedal No. 205 Tahun 1996 Tentang: Pedoman
Teknis Pengendalian Pencemaran Udara Sumber Tidak Bergerak. Titik
pengambilan sampling emisi yaitu posisi 8D dari aliran bawah setelah gangguan
(belokan, pembesaran, dan penyempitan) dan 2D dari aliran atas secara detail
diuraikan pada tabel berikut:

Tabel 5. Lokasi Pemantauan Emisi


Posisi Lubang
Titik
No. Sumber emisi Diameter Sampling
Koordinat
2D 8D
Rotary X9573869,772
1. 3,1 19 41
Dryer/Kiln Y310943,570
X9573612,292
2. Electric Furnace 1,8 30,7 29,3
Y311206,901

21
Gambar 11. Infrastruktur Sampling di Cerobong

3.1.6. Tempat Penampungan Hasil Reduksi Emisi


Tempat penampungan hasil reduksi emisi yaitu ditampung di dust bin
kemudiaan ditransfer ke alat pengolah debu yang disebut dust pelletizer untuk
menjadi debu pellet. Dimana debu pellet ini dicampur dengan bijih kering
diumpankan kembali ke rotary kiln.

22
3.1.7. Pengelolaan debu yang dihasilkan
Debu yang dihasilkan akan diangkut pakai dump truck dan ditampung disuatu
tempat penyimpanan limbah padat. limbah ini akan dimanfaatkan sebagai
bahan pembuatan batako dan sebagai bahan timbunan.

3.1.8. Sifat emisi yang dihasilkan


Sifat emisi yang dihasilkan dari proess pengoperasian smelter pengolahan dan
permurnian bijih nikel dengan menggunakan Teknologi RKEF ini diuraikan pada
tabel berikut:

Tabel 6. Sifat Emisi Yang Dihasilkan Dari Proses Pengoperasian Smelter


Pengolahan dan Permurnian Bijih Nikel Dengan Menggunakan Teknologi RKEF
Parameter Sifat Pencemar
No. Sumber emisi
Emisi yang Dihasilkan
SO2 Asam
NOₓ Asam
H₂S Asam
O₂ -
1. Rotary Dryer/Kiln
Zn -
Ni -
Partikulat -
Opasitas -
SO2 Asam
NOₓ Asam
H2S Asam
O₂ -
2. Electric Furnace
Zn -
Ni -
Partikulat -
Opasitas -

3.1.9. Kecepatan Alir


Cerobong 1
Kecepatan alir dihitung dengan persamaan:
23
3
Q(m /s )
V (m/ s)=
A (m2 )

 Laju Alir Volumetrik =34 , 5 m /s


3

 Luas Penampang Cerobong=12 , 6 m


2

3
147 m /s
 V= 2
=11, 6 m/s
12 , 6 m
Kecepatan alir adalah 11,6 m/s

3.1.10. Perhitungan Efisiensi Alat Pengendali Terhadap Parameter Baku


Mutu Emisi
Alat yang digunakan dalam mengendalikan emisi adalah ESP dan Bag Filters.
perhitungan efisiensi alat pengendali emisi
Jumlah Emisi Yang Dihasilkan−Standar Baku Mutu
% penghilangan emisi= x 100 %
Jumlah Jumlah Emisi Yang Dihasilkan

Tabel 7. Hasil Perhitungan Efisiensi Alat Terhadap Parameter Emisi (ESP)


Konsentrasi Standar Emisi
Parameter Baku Mutu Efisiensi Alat
No. Emisi yang Dibuang di
Emisi (mg/Nm3) (%)
(mg/Nm ) 3
Udara (mg/Nm3)
1. SO2 523,48 700 523,48 NR
2. NOₓ 0 800 0 -
3. Partikulat 24.080 250 ≤ 50 99,6

Tabel 8. Hasil Perhitungan Efisiensi Alat Terhadap Parameter Emisi (Bag Filters)
Konsentrasi Standar Emisi
Parameter Baku Mutu Efisiensi Alat
No. Emisi yang Dibuang di
Emisi (mg/Nm3) (%)
(mg/Nm ) 3
Udara (mg/Nm³)
1. SO2 36,75 700 36,75 NR
2. NOₓ 0 800 0 -
3. H₂S 0 10 0 -
4. PM 33.950 250 ≤ 50 99,5
5. Zn 0 50 0 -
6. Ni 543,2 50 0,8 99,5

24
3.1.11. Teknologi Alat Pengendali Emisi dan Prinsip Kerja Prinsip ESP
Electrostatic Precipitator (ESP) adalah perangkat yang digunakan untuk
mengendalikan polusi udara dengan menghilangkan partikel halus, seperti debu
dan asap, dari gas buang dari berbagai proses.

Prinsip kerja ESP:


ESP beroperasi berdasarkan prinsip tarikan elektrostatis. Prosesnya melibatkan
tiga langkah utama:
 Ionisasi: Saat off-gas memasuki ESP, ia melewati serangkaian elektroda
tegangan tinggi (biasanya terbuat dari kabel atau pelat logam) yang diisi
dengan tegangan tinggi (biasanya beberapa ribu volt). Hal ini menciptakan
lucutan korona, yang menghasilkan ion bermuatan di dalam gas.
 Pengisian Partikel: Ion-ion bermuatan dalam aliran gas bertabrakan dan
menempel pada partikel padat di dalam gas. Hal ini memberikan muatan
listrik pada partikel-partikel ini, menjadikannya bermuatan negatif.
 Pengumpulan Partikel: Partikel bermuatan negatif kemudian ditarik ke
permukaan pengumpul, biasanya serangkaian pelat atau tabung logam yang
diarde, yang disebut elektroda pengumpul. Elektroda pengumpul ini
ditempatkan di antara elektroda pengion, menciptakan medan elektrostatis.
Partikel bermuatan ditarik ke arah elektroda-elektroda ini dan menempel
padanya, sehingga secara efektif mengeluarkannya dari aliran gas.

Prinsip Bag Filters


Bag Filters, juga dikenal sebagai filter kain atau pengumpul debu, adalah sistem
filtrasi yang digunakan dalam sistem pembuangan gas industri untuk
mengendalikan polusi udara dengan menghilangkan partikel halus dan debu dari
gas buang berbagai proses industri.

Konsep Bag Filters


Bag Filters dirancang untuk menangkap dan menghilangkan partikel padat,
termasuk debu halus dan partikel, dari aliran gas buang. Ini menggunakan
kumpulan tas kain atau tabung filter sebagai media filtrasi, oleh karena itu
25
dinamakan "Bag Filters". Kantong ini terbuat dari berbagai bahan penyaring
seperti kain tenun atau kain kempa, dan berfungsi sebagai penghalang aliran
gas. Partikel yang ditangkap terakumulasi pada permukaan bagian dalam
kantong ini, dan akan diambil sebagai hasil bawah berupa kumpulan debu yang
akan dikirim dan digunakan pada proses lainnya. Sementara gas yang sudah
bersih akan dikeluarkan melalui stack.

Prinsip kerja Bag Filters


 Saluran Masuk Gas: Gas buang dari proses industri diarahkan ke Bag Filters.
Biasanya mengandung partikel padat dalam suspensi.
 Media Filtrasi: Di dalam Bag Filters terdapat kumpulan tas kain atau tabung
filter. Kantong ini terbuat dari bahan berpori yang memungkinkan gas
melewatinya sekaligus menangkap partikel padat di permukaannya.
 Proses Filtrasi: Saat gas melewati kantong, partikel padat dalam aliran gas
dicegat dan menempel pada media filter karena berbagai mekanisme,
termasuk impaksi inersia, intersepsi, difusi, dan gaya elektrostatik (jika
kantong bermuatan listrik statis).
 Saluran Keluar Udara Bersih: Setelah melewati kantong filter, gas yang telah
dibersihkan keluar dari Bag Filters, dengan sebagian besar partikel padat
dihilangkan.
 Akumulasi Debu: Seiring waktu, debu dan partikel menumpuk di permukaan
bagian dalam kantong filter, membentuk lapisan yang biasa disebut sebagai
"kue debu".
 Pengumpulan Debu: Debu yang jatuh ke dalam hopper dikumpulkan akan
dikirim ke area lain untuk digunakan dalam proses lainnya.

3.1.12. Detil Jumlah Pemanfaatan Sisa Panas


Sisa panas pada gas buang rotary kiln (temperature 300 °C) dimanfaatkan untuk
pengeringan bijih basah di rotary dryer. Sementara itu sisa panas pada gas
buang electric furnace (temperature 900 °C) dimanfaatkan untuk pemanasan
calcine di rotary kiln.

3.1.13. Layout Sumber Emisi


Layout sumber emisi diuraikan pada gambar berikut:

26
Gambar 12. Layout Sumber Emisi (Denah Pabrik)

27
3.2. Usulan Nilai Mutu Emisi, Angka Baku Mutu dan/atau Beban Emisi
Yang Mempertimbangkan Teknologi Pengolahan dan Alat Pengendali
Emisi

Tabel 1. Baku Mutu Emisi Pengolahan Bijih Nikel


Unit Metode
No. Parameter Baku Mutu
Pemantauan
1. SO2 700 mg/Nm3 CEMS
2. NOₓ 800 mg/Nm3 CEMS
3. H₂S 10 mg/Nm3 CEMS
4. Partikulat 150 mg/Nm3 CEMS
5. Opasitas 20 % CEMS

Catatan:
- Volume gas diukur pada keadaan standar (250C, 1 atmosfir).
- Semua parameter dikoreksi dengan O2 sebesar 10%

3.3. Rencana Pengelolaan emisi


a. Struktur organisasi
Struktur organisasi pengendali emisi diuraikan pada gambar berikut:

Gambar 1. Struktur Organisasi Pengendali Emisi PT CMP

28
Uraian tugas berdasarkan struktur organisasi pengendali Emisi diuraikan pada
tabel berikut:

Tabel 2. Uraian tugas masing-masing jabatan pengedali emisi


No. Jabatan/Posisi Tugas dan Tanggung Jawab
1. Kepala Divisi - Betanggung jawab secara
Pengelolaan Emisi keseluruhan terhadap proses
(General Manager PP) pengendalian emisi.
- Melakukan koordinasi kepada semua
divisi yang bertanggung jawab dalam
pengelolaan emisi.
- Mengevaluasi laporan yang masuk
dari setiap divisi.
- Medokumentasikan setiap kegiatan
yang dilakukan dalam proses
pengedalian emisi.
- Memeriksa laporan pengelolaan dan
pemantauan emisi sebelum
disampaikan kepada Instansi
Lingkungan hidup dan KLHK.
2. Sub-Divisi - Bertanggung jawab terhadap proses
Pengendalian pengedalian emisi.
(Manager - Membuat laporan tentang kinerja &
Dryer/Klin/Furnace kondisi keseluruhan alat pengendali
Area) emisi yang disampaikan kepada
Manager Pengelolaan Emisi.
- Melakukan koordinasi, kontrol dan
evaluasi kepada sub divisi yang ada
dibawahnya, maupun Manager Area
yang lain.
3. Field Management - Melakukan koordinasi langsung
(Superintendent & dengan Field Staff untuk control
Supervisor) peralatan pengendali emisi udara.
- Melaporkan kepada kepala divisi
29
No. Jabatan/Posisi Tugas dan Tanggung Jawab
tentang kinerja & kondisi
pengendalian emisi.
- Melakukan koordinasi dengan pihak
Maintenance untuk memastikan
kinerja peralatan pengendali emisi.
4. Field Staff (Control - Melakukan control langsung pada
Room Operator) alat-alat pengendali emisi udara.
- Melakukan dokumentasi parameter
operasi & aktivitas lainnya untuk
memastikan pengendaliaan emisi
berjalan baik.
- Melaporkan kondisi & melakukan
koordinasi dengan Field Management
mengenai perawatan alat
pengendaliaan emisi.
5. Sub-Divisi - Bertanggung jawab terhadap aktivitas
Laboratorium laboratorium terkait proses
(Manager Process pengedalian emisi.
Tech) - Membuat laporan tentang aktifitas
laboratorium & analisa sampel
kepada Manager Pengelolaan Emisi.
- Melakukan kontrol dan evaluasi
kepada sub divisi yang ada
dibawahnya.
6. Sub Divisi Sampling - Melengkapi peralatan laboratorium
& Analisa/Field yang digunakan pada saat
Management pengambilan sampel.
- Berkoordinasi langsung dengan staff
sampling & Analisa terkait proses
pengendalian emisi.
- Melakukan dokumentasi shift &
harian dari aktivitas analisa sampel.
7. Staff - Melakukan pengambilan sampel.
30
No. Jabatan/Posisi Tugas dan Tanggung Jawab
Laboratorium/Field
Satf - Melakukan persiapan sampel yang
akan dianalisa.
- Melakukan analisis sampel.
- Melakukan pelaporan hasil Analisa.
8. Sub-Divisi - Bertanggung jawab terhadap
Diseminasi, Analisa pengelolaan & pemantauan proses
dan pelaporan hasil pengedalian emisi.
pemantauan - Membuat laporan tentang
(Manager HSE) pengelolaan dan pemantauan yang
telah dilakukan kepada Manager
Pengelolaan Emisi.
- Memeriksa laporan pengelolaan dan
pemantauan emisi sebelum
disampaikan kepada Instansi
Lingkungan hidup dan KLHK.
- Melakukan koordinasi dan evaluasi
kepada sub divisi yang ada
dibawahnya, Manager Area lainnya, &
pihak eksternal terkait pengendalian
emisi.
9. HSE - Membantu kepala divisi dalam
Supt/Environment kaitannya dengan proses operasi,
Supervisor/Field pemantauan, pengelolaan, &
Management pelaporan terkait pengendalian emisi.
- Membuat laporan pengelolaan dan
pemantauan emisi yang disampaikan
kepada Instansi Lingkungan hidup
dan KLHK setelah diperiksa Manager
Divisi dan Manager Pengelolaan Emisi

b. SDM yang bertugas mengelola Emisi


31
Sumber Daya Manusia yang bertugas mengelola Emisi Wajib mempunyai
sumberdaya manusia bersertifikat kompetensi BNSP untuk Penanggung Jawab
Pengendalian Pencemaran Udara dan Penanggung Jawab Operasional
Pengendaliaan Emisi Udara dan kompetensi lainnya sesuai kebutuhan. Sumber
daya manusia yang dimaksud akan dipenuhi paling lambat 1 (satu) tahun sejak
Sertifikat Laik Operasi (SLO) diterbitkan.

Gambar 2. Surat pernyataan kesanggupan untuk menyiapkan sumber daya


manusia paling lambat 1 (satu) tahun sejak Sertifikat Laik Operasi
(SLO) diterbitkan

32
Time line pengajuaan SLO pengperasiaan smelter pengolahan dan permurnian
bijih nikel dengan menggunakan Teknologi RKEF yaitu pada bulan Juni tahun
2024.

c. Rencana Pengelolaan Emisi Fugitif


Tahapan kegiatan produksi yang menimbulkan emisi fugitif diuraikan pada
tabel berikut:

Tabel 3. Sumber Emisi Fugitif dan Pengelolaannya


No
Sumber Emisi Lokasi Pengelolaan Bentuk Pengelolaan
.
1. Proses Pencetakan Shooting area Bag Filters
(shotting)
2. Slag skimming Skimming area Bag Filters
furnace
3 FeNi Tapping Tapping Area Bag Filters
Furnace
4 Proses pulverizing Coal mill area Bag Filters
coal

Tabel 4. Rencana Pengelolaan gangguaan (kebisingan/getaran dan kebauaan)


Tahapan Proses Produksi
Jenis Sumber
Rencana pengelolaan
Gagguaan Gangguaan
Kebisinga Proses  Menyiapkan RTH di lingkungan PLTU
n penggiliga dengan menanam spesies tanaman
n batu pilihan yang mempunyai fungsi ekologis
bara (memberi keteduhan, kesejukan, fungsi
resapan air. Mengurangi kebisingan),
 Membuat Standard Operating
Procedure, work instruction untuk
menangani kebisingan

33
Tabel 5. Matriks Pengelolaan Emisi Untuk Emisi Proses Permurnian bijih
nikel dengan menggunakan Teknologi RKEF
Sumber Paramete
Rencana pengelolaan
emisi r emisi
Rotary SO2  Mengontrol peralatan pengendali emisi yang
Dryer NOₓ digunakan secara rutin
Partikulat  Mengganti alat atau komponen alat pengendali
Opasitas emisi jika terjadi kerusakan
Rotary Kiln SO2  Mengontrol peralatan pengendali emisi yang
NOₓ digunakan secara rutin
H2S  Mengganti alat atau komponen alat pengendali
Zn emisi jika terjadi kerusakan
Ni
Partikulat
Opasitas
Electric SO2  Mengontrol peralatan pengendali emisi yang
Furnace NOₓ digunakan secara rutin
H2S  Mengganti alat atau komponen alat pengendali
Zn emisi jika terjadi kerusakan
Ni
Partikulat
Opasitas

34
d. Tatalaksana Pemantauan Emisi Manual dan/atau Kontinyu (CEMS):
Pemantauan emisi dengan menggunakan alat CEMS, CEMS ini akan
diintegrasikan dengan KLHK sebanyak 1 unit. CEMS yang digunakan yaitu
insitu. Spesifik cems diuraikan pada tabel berrikut:

Tabel 6. Uraian Model CEMS yang digunakan dalam pemantauan emisi


No. Model Cems Parameter yang diukur Jumlah unit
1 Extractive SO₂, NOₓ, H₂S, O₂ 1
Analyzer
2 Insitu Partikulat, Opasitas 1
Analyzer

 Kapasitas Produksi
Jenis produk yang dihasilkan dari pengolahan nikel dengan menggunakan
dengan menggunakan Teknologi RKEF (rotary kiln – electric furnace) yaitu FeNi
dengan kapasitas produksi 7,9 ton/jam.
 Jenis Sifat Pencemar
Jenis sifat pencemar yang dihasilkan dari pengoperasian pengolahan nikel
dengan menggunakan dengan menggunakan Teknologi RKEF oleh PT Ceria
Metalindo Prima diuraikan pada tabel berikut:

Tabel 7. Sifat Emisi Yang Dihasilkan Dari Proess Pengoperasian proess


pengoperasian smelter pengolahan dan permurnian bijih nikel dengan
menggunakan Teknologi RKEF
No. Sifat emisi
Parameter
Sumber emisi yang
emisi
dihasilkan
1. Rotary Dryer/Kiln SO2 toksik
NOₓ toksik
H₂S toksik
Partikulat toksik
Zn toksik
Ni toksik
2. Electric Furnace SO2 toksik
35
NOₓ toksik
H2S toksik
Partikulat toksik
Zn toksik
Ni toksik

 Tipe Pemantauan
- Pemantauan emisi
Tipe pemantauan emisi untuk proses pengoperasian smelter pengolahan dan
permurnian bijih nikel dengan menggunakan Teknologi RKEF dalam boiler yaitu
tipe kontinu dengan menggunakan CEMS
- Pemantauan kebisingan dan getaran
Pemantauan tingkat kebisingan, dilakukan di lokasi sumber kebisingan
menggunakan Sound Level Meter, mengacu pada Kepmen LH No:
KEP.48/MENLH/1996 Tentang Baku Mutu Tingkat Kebisingan, setiap 6 bulan
sekali.
Pemantauan getaran, dilakukan di lokasi sumber getaran menggunakan Alat
Penangkap Getaran, mengacu pada Kepmen LH No: KEP.49/MENLH/1996
Tentang Baku Tingkat Getaran, setiap 6 bulan sekali.

e. Pelaporan Secara Daring


Pelaporan pemantuaan emisi ini akan dilakukan secara kontinu melalui aplikasi
SIMPEL dan SISPEK sesuai dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan
Kehutanan Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2021 Lampiran I Tentang
Sistem Informasi Pemantauan Emisi Industri Secara Terus Menerus.
Pihak PT Ceria Metalindo Prima telah melakukan pendaftaran Akun SIMPEL di
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia. Bukti
pendaftaran SIMPEL diuraikan pada gambar berikut:

Gambar 3. Bukti pendaftaran SIMPEL

BAB 4
PRAKIRAAN DAMPAK
36
4.1 Perhitungan Beban Emisi yang dihasilkan
Perhitungan beban emisi berdasarkan dengan Peraturan Menteri Lingkungan
Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.15/Menlhk/Setjen/Kum.
1/4/2019 lampiran XV. Persamaan untuk perhitungan beban emisi yang
dihasilkan yaitu:
E= C x Q x 0,0036 x [OP Hours]
Q= V x A
Keterangan rumus:
E = Laju emisi pencemar (kg/hari)
Cav = Konsentrasi terukur rata-rata harian (mg/Nm3)
Q = Laju alir emisi volimetrik (m3/detik)
0,0036 = Faktor konversi dari mg/detik ke kg/jam
OP Hours = Jam operasi pembangkit selama satu hari
Vav = Laju alir rata-rata harian (m/detik)
A = Luas penampang cerobong (m2)
Dengan menggunakan waktu operasi satu tahun yaitu 365 Hari,
maka hasil perhitungan beban emisi yang dihasilkan diuraikan pada tabel
berikut:

37
Tabel 8.
Perhitungan Beban Emisi
Konsentrasi tiap Parameter
Laju Beban Emisi (ton/tahun)
Luas Laju Waktu (mg/Nm3)
Sumber Alir
No. Penampan Alir Operasi Parti Part
Emisi Emisi NO SO
g (m2) (m/s) (jam) SO2 H2S Zn Ni kula NOx H2S Zn Ni ikul
(m3/s) x 2
t at
Rotary
1. 320
Dryer
Rotary
2. Kiln 320

Electric
3. 320
Furnace

Total Beban Emisi (ton/tahun)

38
4.2 Perhitungan Simulasi Dispersi
(Kajian dispersi: titik sebaran dan potensi jatuhan emisi)
Dalam kajian dispersi sebaran emisi dan potensi jatuhnya emisi di lokasi
pembangunan pabrik pengolahan bijh nikel oleh PT..... dengan menggunakan
pemodelan armod, parameter yang dijadikan acuan dalam perhitungan ini
diuraikan sebagai berikut:
Tabel 9.
Parameter Sebagai Acuan Hitungan Kajian Dispersi
Koordinat stasiun
Base elevation
Reference Point (SW)
Reference Point (NE)
Jarak (meter)
Jumlah grid

Tabel 10.
Perhitungan Beban Emisi pada Cerobong

Cerobong
Keterangan Satuan
1 2
Koordinat (geografi)
Latitude
Longitude
Kecepatan alir 34,5 m/s
Temperatur (celcius) 180 celcius
Temperatur (kelvin) kelvin
Tinggi cerobong 60 meter
Base elevation meter
Diameter cerobong 5,3 meter
Densitas SO₂ mg/m³
Laju emisi (flowrate) SO₂ m³/s
Beban emisi SO₂ g/s
Densitas NOₓ mg/m³

39
Laju emisi (flowrate) NOₓ m3/s
Beban emisi NOx g/s
Densitas Partikulat mg/m³
Laju emisi (flowrate) Partikulat m3/s
Beban emisi Partikulat g/s
Densitas H2S mg/m³
Laju emisi (flowrate) H2S m3/s
Beban emisi H2S g/s
Densitas Ni mg/m³
Laju emisi (flowrate) Ni m3/s
Beban emisi Zn g/s
Densitas Zn mg/m³
Laju emisi (flowrate) Zn m3/s
Beban emisi Zn g/s

Titik sebaran Emisi dan Potensi Jatuhnya Emisi


Sebaran emisi dan potensi jatuhan emisi dilakukan untuk partikulat, SO2, NO,
Ni, H2S dan Zn Sebaran emisi dan potensi jatuhan emisi dikaji dalam dua musim
yaitu pada musim kemarau atau Bulan Kering dan muisim hujan atau bulan
basah.
 Bulang Kering
1. Partikulat
- Konsentrasi 24 jam

40
Gambar 4. Sebaran Emisi Partikulat Untuk Konsentrasi 24 Jam
pada bulan kering

Gambar 5. Jarak Jatuh Emisi Partikulat Untuk Konsentrasi 24 Jam


pada bulan kering

Tabel 11. Rata-Rata Konsentrasi Emisi Partikulat Berdasarkan Titik Koordinat


Untuk Konsentrasi 24 Jam pada bulan kering
Koordinat Geografi Rata-Rata Konsentrasi Jarak dari
No. Emisi selama 24 jam cerobong
LS BT
[µg/m³] (meter)
1 4°27'9" 122°20'25" 0.504 185
2 4°27'2" 122°20'17" 0.765 370
3 4°26'55" 122°20'8" 0.898 740
4 4°26'48" 122°20'0" 1.02 1110
5 4°26'42" 122°19'52" 0.913 1480
Pemukiman 1 4°26'31" 122°21'11" 0,705 1164
Pemukiman 2 4°26'29" 122°20'15" 0,691 1554
Pemukiman 3 4°26'58" 122°20'5" 0,342 1689

4.3 Besaran Dampak Pembuangan Emisi


a. Beban emisi yang dihasilkan
Beban emisi yang dihasilkan yang terbuang dilingkungan ditentukan sebanyak
lima stasiun pengamatan disesuakan dengan dta rona awal kualitas udara
amben. Uraian titik-titik pengamatan ini disajikkan dalam tabel berikut:

41
Tabel 12.

42
Uraian Titik Pengamatan Pembuangan Emisi
Titik Koordinat Jarak Dari Arah Dari
Stasiun
Lokasi Cerobong Cerobong
Pengamatan LS BT
(meter) (°dari Utara)
ST. 1 Lokasi
Kawasan 4°26'54" 122°21'43" 2070 72,73
Industri 1
ST. 2 Lokasi
Kawasan 4°26'54" 122°20'31" 660 338,24
Industri 2
ST. 3 Pemukiman
4°26'31" 122°21'11" 1164 295,77
1
ST. 4 Pemukiman
4°26'29" 122°20'15" 1554 332,13
2
ST. 5 Pemukiman
4°26'58" 122°20'5" 1689 36,02
3

43
 Bulang Kering
Beban emisi yang dihasilkan diuraikan pada tabel berikut:

Tabel 13.
Beban Emisi yang terbuang ke lingkungan (Bulan Kering)
Konsentrasi Emisi PLTU
No Parameter Satuan (Bulan Kering)
ST 1 ST 2 ST 3 ST 4 ST 5
1 Sulfur µg/Nm³
Dioksida 17, 37 26,73 20,09 17,50 20,93
(SO₂)
2 Nitrogen µg/Nm³
Dioksida 4,19 6,44 4,847 4,22 5,04
(NOₓ)
3 Debu (TSP) µg/Nm³ 0,22 0,64 0,705 0,691 0,342
4 Hg µg/Nm³ 0,00059 0,0009 0,00068 0,00059 0,00071
Keterangan:
ST. 1. Lokasi Kawasan Industri 1 : 4°26'54.95"S122°21'43.02"E
ST. 2. Lokasi Kawasan Industri 2 : 4°26'54.85"S122°20'31.25"E
ST. 3. Pemukiman masyarakat titik 1: 4°26'31.44"S;122°21'11.83"E
ST. 4. Pemukiman masyarakat titik 2: 4°26'29.53"S;122°20'15.37"E
ST. 5. Pemukiman masyarakat titik 3: 4°26'58.08"S;122°20'5.06"E

 Bulang Basah
Beban emisi yang dihasilkan diuraikan pada tabel berikut:

Tabel 14. Beban Emisi yang terbuang ke lingkungan (Bulan Basah)


Konsentrasi Emisi PLTU
No Parameter Satuan (Bulan Basah)
ST 1 ST 2 ST 3 ST 4 ST 5
1 Sulfur µg/Nm³ 18,33 26,9 21,7 16,7 19,2
Dioksida 8

44
(SO₂)
Nitrogen
2 Dioksida µg/Nm³ 4,42 6,50 5,24 4,05 4,63
(NOₓ)
3 Debu (TSP) µg/Nm³ 0,16 0,78 0,84 0,56 0,24
0,0006
4 Hg µg/Nm³ 0,00091 0,00073 0,00057 0,00065
2
Keterangan:
ST. 1. Lokasi Kawasan Industri 1 : 4°26'54. "S122°21'43"E
ST. 2. Lokasi Kawasan Industri 2 : 4°26'54"S122°20'31"E
ST. 3. Pemukiman masyarakat titik 1: 4°26'31"S;122°21'11"E
ST. 4. Pemukiman masyarakat titik 2: 4°26'29"S;122°20'15"E
ST. 5. Pemukiman masyarakat titik 3: 4°26'58"S;122°20'5"E

Akumulasi beban emisi yang ada dilingkungan sekitar akan disimulasi


dengan menjumlahkan beban emisi yang terbuang kelingkungan dengan analis
kualitas udara Ambien rona awal lokasi kegiatan. Hasil analisis kualitas kualitas
udara rona awal lokasi kegiatan diuraikan pada tabel berikut:

Tabel 15.
Hasil analis kualitas udara rona awal lokasi kegiatan
Baku Hasil Analisis Laboratorium
No Parameter
Satuan Mutu ST 1 ST 2 ST 3 ST 4 ST 5
1 Sulfur Dioksida µg/Nm³ 150 10,4 19,80 8,90 15,8 7,5
(SO₂) 0 0 0
2 Nitrogen µg/Nm³ 200 23,1 47,80 19,6 21,7 15,8
Dioksida (NO₂) 0 0 0 0
3 Debu (TSP) µg/Nm³ 230 78,9 115,2 75,2 87,9 70,5
5 5 5 5 5
Sumber hasil Analisis Laboratorium Tahun 2022
Keterangan:

45
ST. 1. Lokasi Kawasan Industri 1 : 4°26'54. "S122°21'43"E
ST. 2. Lokasi Kawasan Industri 2 : 4°26'54"S122°20'31"E
ST. 3. Pemukiman masyarakat titik 1: 4°26'31"S;122°21'11"E
ST. 4. Pemukiman masyarakat titik 2: 4°26'29"S;122°20'15"E
ST. 5. Pemukiman masyarakat titik 3: 4°26'58"S;122°20'5"E

Hasil analisis Akumulasi Beban Emisi yang terbuang ke lingkungan yang


di jumlahkan dengan kondisi rona awal diuraikan pada tabel berikut:

Tabel 16.
Akumulasi Beban Emisi yang terbuang ke lingkungan PLTU (bulan Kering)
dengan rona awal
Baku Rona Awal + Emisi (bulan Kering)
No
Parameter Satuan Mutu ST 1 ST 2 ST 3 ST 4 ST 5
1 Sulfur Dioksida µg/ 150 28,4
27,77 46,53 28,99 33,3
(SO2) Nm3 3
2 Nitrogen µg/ 200 24,44 20,8
27,29 54,24 25,92
Dioksida (NO2) Nm3 7 4
3 Debu (TSP) µg/ 230 115,8 75,95 88,64 70,8
79,17
Nm3 9 5 1 92
Keterangan:
ST. 1. Lokasi Kawasan Industri 1 : 4°26'54. "S122°21'43"E
ST. 2. Lokasi Kawasan Industri 2 : 4°26'54"S122°20'31"E
ST. 3. Pemukiman masyarakat titik 1: 4°26'31"S;122°21'11"E
ST. 4. Pemukiman masyarakat titik 2: 4°26'29"S;122°20'15"E
ST. 5. Pemukiman masyarakat titik 3: 4°26'58"S;122°20'5"E

Tabel 17.
Akumulasi Beban Emisi yang terbuang ke lingkungan PLTU (bulan Basah)
dengan rona awal
Baku Rona Awal + Emisi (bulan Basah)
No
Parameter Satuan Mutu ST 1 ST 2 ST 3 ST 4 ST 5

46
1 Sulfur Dioksida µg/ 150
28,73 46,78 30,6 32,5 26,7
(SO2) Nm3
2 Nitrogen µg/ 200 20,4
27,52 54,3 24,84 25,75
Dioksida (NO2) Nm3 3
3 Debu (TSP) µg/ 230 116,0 70,7
79,11 76,09 88,51
Nm3 3 9
Keterangan:
ST. 1. Lokasi Kawasan Industri 1 : 4°26'54. "S122°21'43"E
ST. 2. Lokasi Kawasan Industri 2 : 4°26'54"S122°20'31"E
ST. 3. Pemukiman masyarakat titik 1: 4°26'31"S;122°21'11"E
ST. 4. Pemukiman masyarakat titik 2: 4°26'29"S;122°20'15"E
ST. 5. Pemukiman masyarakat titik 3: 4°26'58"S;122°20'5"E

Berdasarkan uraian tabel akumulasi beban emisi yang tebubung


kelingkungan degan kondisi rona awal masih berada di bawah baku mutu sesuai
dengan baku mutu udara Ambien Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 22 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Perlindungan Dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup.

b. Lokasi yang berdampak kepada masyarakat sekitar


Berdasarkan hasil simulasi menggunakan aremod lokasi yang berdampak
dengan luas kajian 10 km x 10 km, masyarakat yang berada pada radius 400 m.

47
BAB 5
RENCANA PEMANTAUAN LINGKUNGAN

5.1 Rencana Pemantuan Emisi Untuk Semua Sumber Emisi


a. Lokasi titik pemantauan emisi dengan nama dan titik koordinat
Lokasi titik pemantauan emisi yaitu di lokasi cerobong dengan titik
koordinat sebagai berikut:
 Cerobong 1: X9573869,772 Y310943,570
 Cerobong 2: X9573612,292 Y311206,901
Penentuan titik lokasi pemantauan masing-masing parameter emisi didasarkan
pada titik jatuhnya emisi terjauh dan nilai emisi yang tinggi untuk masing-
masing parameter.

Tabel 18.
Lokasi Pemantuaan Masing-Masing Parameter Emisi Pada Bulan Kering
No. Parameter Koordinat Tipe Frekuensi
pemantauan pemantauan
SO2 S. 3°49'33.91" Manual Setiap 6 Bulan
1 E. Manual Setiap 6 Bulan
121°17'53.76"
NOx S. 3°49'33.91" Manual Setiap 6 Bulan
2 E. Manual Setiap 6 Bulan
121°17'53.76"
S. 3°49'33.91" Manual Setiap 6 Bulan
H2S
3 E. Manual Setiap 6 Bulan
121°17'53.76"
S. 3°49'33.91" Manual Setiap 6 Bulan
4. Zn E. Manual Setiap 6 Bulan
121°17'53.76"
5 S. 3°49'33.91" Manual Setiap 6 Bulan
Ni E. Manual Setiap 6 Bulan
121°17'53.76"
6 Partikulat S. 3°49'33.91" Manual Setiap 6 Bulan

48
No. Parameter Koordinat Tipe Frekuensi
pemantauan pemantauan
E. Manual Setiap 6 Bulan
121°17'53.76"

Tabel 19.
Lokasi Pemantuaan Masing-Masing Parameter Emisi Pada Bulan Basah
No. Parameter Koordinat Tipe Frekuensi
pemantauan pemantauan
SO2 S. 03o50’25,3” Manual Setiap 6 Bulan
1 E. Manual Setiap 6 Bulan
121o18’04,6”
NOx S. 03o50’25,3” Manual Setiap 6 Bulan
2 E. Manual Setiap 6 Bulan
121o18’04,6”
S. 03o50’25,3” Manual Setiap 6 Bulan
H2S
3 E. Manual Setiap 6 Bulan
121o18’04,6”
S. 03o50’25,3” Manual Setiap 6 Bulan
4. Zn E. Manual Setiap 6 Bulan
121o18’04,6”
S. 03o50’25,3” Manual Setiap 6 Bulan
4. Ni E. Manual Setiap 6 Bulan
121o18’04,6”
5 S. 03o50’25,3” Manual Setiap 6 Bulan
Zn E. Manual Setiap 6 Bulan
121o18’04,6”

b. Diameter cerobong
Jenis cerobong yang digunakan berbentuk bulat. Jumlah cerobong yaitu ada
2, diamater cerobong yaitu:
- cerobong 1: 3 meter
- cerobong 2: 1,8 meter

49
c. Tinggi cerobong dan posisi lubang sampling setiap cerobong (m).
Titik pengambilan sampling emisi yaitu posisi 8D dari aliran bawah setelah
gangguan (belokan, pembesaran, dan penyempitan) dan 2D dari aliran atas.
Tinggi cerobong dan titik pengambilan sampel emisi yaitu:
 cerobong 1: Cerobong berbentuk bulat tinggi 60 meter, posisi lubang
sampling aliran bawah yaitu 24 meter dan sampel aliran atas yaitu 6 meter
 cerobong 2: Cerobong berbentuk bulat tinggi 60 meter, posisi lubang
sampling aliran bawah yaitu 14,4 meter dan sampel aliran atas yaitu 3,6
meter.
Secara detail desain cerobong (tinggi, diameter, posisi lubang samping, dan
sarana prasaran pengambilan sampling) diuraikan pada gambar dan tabel
berikut:
Tabel 20.
Parameter Cerobong 1
No Parameter Cerobong Keterangan
1 Diameter Atas Cerobong 3184 mm
2 Diameter Bawah Cerobong 5623 mm
3 Diameter Ekvalen (DE) 4065,773 mm
4 Jarak lubang Pantau dari atas (2 x 19000 mm (Extractive Analyzer)
DE) dan 18700 (Insitu Analyzer)
5 Jarak Lubang Pantau dari bawah (8 41000 mm (Extractive Analyzer)
x DE) dan 41300 (Insitu Analyzer)
6 Diameter lubang pantau 101,6 mm
7 Panjang x lebar platform …………… m2
8 Jumlah lubang pantau 7 lubang
9 Sudut antar lubang 90o
10 Tinggi Cerobong 60000 mm

50
Tabel 21.
Parameter Cerobong 2
No Parameter Cerobong Keterangan
1 Diameter Atas Cerobong 1784 mm
2 Diameter Bawah Cerobong 5268 mm
3 Diameter Ekvalen (DE) 2665,375 mm
4 Jarak lubang Pantau dari atas (2 x 30700 mm (Extractive Analyzer)
DE) dan 30400 mm (Insitu Analyzer)
5 Jarak Lubang Pantau dari bawah (8 29300 mm (Extractive Analyzer)
x DE) dan 29600 mm (Insitu Analyzer)
6 Diameter lubang pantau 101,6 mm
7 Panjang x lebar platform …………… m2
8 Jumlah lubang pantau 7 lubang
9 Sudut antar lubang 90o
10 Tinggi Cerobong 60000 mm

Gambar
Cerobong 1

51
d. Tipe pemantauan emisi (manual/kontinu)
Tipe pemantauan emisi untuk pengoperasian smelter RKEF ini menggunakan
sistem kontinu. paremeter emisi yang dipantau secara kontinu diuraikan sebagai
berikut:

Tabel 1.
Parameter pemantauan emisi Kontinu
No. Parameter Emisi Tipe Pemantauan Emisi
1 SO2 kontinu
2 Nox kontinu
3 H2S kontinu
4 CO2 kontinu
5 Partikulat kontinu
6 Zn Kontinu
7 Ni Kontinu

e. Frekuensi pemantauan sumber emisi


Frekuensi pemantauan sumber emisi yaitu kontinu dengan menggunakan
sitem CEMS, sehingga tidak ada frekuensi pemantuaan. Jika CEMS rusak/tidak
berfungsi maka penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan akan
menyampaikan laporan kepada instansi terkait. Selama CEMS rusak/tidak
berfungsi maka pemantauan dilakukan pemantauan secara manual sesuai
dengan peraturan yang berlaku (3 bulan sekali). Apabila CEMS rusak/tidak
berfungsi lebih dari 1 tahun, maka pemantauan dilakukan secara manual
dengan frekuensi 1 bulan sekali. Frekuensi pemantauan untuk pemantauan tipe
manual dilakukan 6 bulan sekali. Parameter pemantauan emisi secara kontinu
dengan menggunakan CEMS diuraikan dalam tabel berikut:

Tabel 2.
Frekuensi pemantauan emisi Kontinu dengan menggunakan CEMS

52
No. Parameter Emisi Frekuensi Pemantauan Emisi
1 SO2 Kontinu
2 NOx Kontinu
3 H2S Kontinu
4 O2 Kontinu
5 Partikulat Kontinu
6 Opasitas Kontinu

Lokasi posisi lubang sampling untuk CEMS diuraikan pada gambar ….. Rencana
Pemasangan CEMS dilakukan setelah kegatan konstruksi bangunan selesai.
Pemasangan CEMS akan dintegrasikan dengan SISPEK.

Uraian jarak penempatan CEMS diuraikan dalam tabel berikut:

Tabel 3.
Jarak penempatan cems berdasakan lubang sampling cerobong
Item Jarak Satuan
Jarak Antara CEMS Di Cerobong 300 mm
41000 dan mm
Tinggi Lokasi CEMS Dari Bawah Cerobong
41300
Diameter Luar Cerobong Pada Lubang mm
Sampling 3200
Diameter Dalam Cerobong Pada Lubang mm
Sampling 3184
Jarak Antara Peralatan CEMS Dan Cerobong 60000 mm
Panjang Pipa Sampling Cems Ke Peralatan mm
Cems 60000

53
Gambar 6. Posisi Lubang Sampling untuk CEMS

f. Laboratorium pengujian yang digunakan


Laboratorium yang akan digunakan untuk pengujiaan emisi pada saat
pemantauan yaitu laboratorium yang sudah memiliki identitas registrasi dari
Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup.
Matriks Pemantuan Emisi Untuk Semua Sumber Emisi diuaraikan pada
tabel berikut:

54
Matriks Pemantuan Emisi Untuk Semua Sumber Emisi
Tipe
Parameter Lokasi Frekuensi
Sumber emisi pemantaua pelaporan Penerima laporan
emisi pemantauan pemantauan
n
Rotary Dryer SO2  Cerobong 1 Kontinu Setiap 6 kontinu  KLHK Republik Indonesia
bulan melalui  DLH Prov. Sulawesi
aplikasi Tenggara
SIMPEL dan  DLH Kab. Kolaka
SISPEK
NOx  Cerobong 1 Kontinu Kontinu kontinu  KLHK Republik Indonesia
melalui  DLH Prov. Sulawesi
aplikasi Tenggara
SIMPEL dan  DLH Kab. Kolaka
SISPEK
Partikulat  Cerobong 1 Kontinu Kontinu kontinu  KLHK Republik Indonesia
melalui  DLH Prov. Sulawesi
aplikasi Tenggara
SIMPEL dan  DLH Kab. Kolaka
SISPEK
H2S  Cerobong 1 Kontinu Kontinu kontinu  KLHK Republik Indonesia
melalui  DLH Prov. Sulawesi
aplikasi Tenggara

55
SIMPEL dan  DLH Kab. Kolaka
SISPEK
02  Cerobong 1 Kontinu Kontinu kontinu  KLHK Republik Indonesia
melalui  DLH Prov. Sulawesi
aplikasi Tenggara
SIMPEL dan  DLH Kab. Kolaka
SISPEK
Opasitas  Cerobong 1 Kontinu Kontinu kontinu  KLHK Republik Indonesia
melalui  DLH Prov. Sulawesi
aplikasi Tenggara
SIMPEL dan  DLH Kab. Kolaka
SISPEK
Electric SO2  Cerobong 2 Manual Setiap 6 kontinu  KLHK Republik Indonesia
Furnace bulan melalui  DLH Prov. Sulawesi
aplikasi Tenggara
SIMPEL dan  DLH Kab. Kolaka
SISPEK
Nox  Cerobong 2 Manual Setiap 6 kontinu  KLHK Republik Indonesia
bulan melalui  DLH Prov. Sulawesi
aplikasi Tenggara
SIMPEL dan  DLH Kab. Kolaka
SISPEK

56
H2S  Cerobong 2 Manual Setiap 6 kontinu  KLHK Republik Indonesia
bulan melalui  DLH Prov. Sulawesi
aplikasi Tenggara
SIMPEL dan  DLH Kab. Kolaka
SISPEK
H2O  Cerobong 2 Manual Setiap 6 kontinu  KLHK Republik Indonesia
bulan melalui  DLH Prov. Sulawesi
aplikasi Tenggara
SIMPEL dan  DLH Kab. Kolaka
SISPEK
O2  Cerobong 2 Manual Setiap 6 kontinu  KLHK Republik Indonesia
bulan melalui  DLH Prov. Sulawesi
aplikasi Tenggara
SIMPEL dan  DLH Kab. Kolaka
SISPEK
CO2  Cerobong 2 Manual Setiap 6 kontinu  KLHK Republik Indonesia
bulan melalui  DLH Prov. Sulawesi
aplikasi Tenggara
SIMPEL dan  DLH Kab. Kolaka
SISPEK
Partikulat  Cerobong 2 Manual Setiap 6 kontinu  KLHK Republik Indonesia
bulan melalui  DLH Prov. Sulawesi

57
aplikasi Tenggara
SIMPEL dan  DLH Kab. Kolaka
SISPEK
N2  Cerobong 2 Kontinu Kontinu kontinu  KLHK Republik Indonesia
melalui  DLH Prov. Sulawesi
aplikasi Tenggara
SIMPEL dan  DLH Kab. Kolaka
SISPEK
Opasitas  Cerobong 2 Kontinu Kontinu kontinu  KLHK Republik Indonesia
melalui  DLH Prov. Sulawesi
aplikasi Tenggara
SIMPEL dan  DLH Kab. Kolaka
SISPEK

58
5.2 Rencana Pemantauan Kualitas Udara Ambien dan/atau Gangguan
a. Lokasi pemantauan dengan nama dan titik koordinat
Lokasi pemantauan kualitas udara ambien di sesuaikan engan lokasi-
lokasi yang banyak besentuhan dengan aktifitas manusia. Secara detail lokasi
pemantauaan kualitas udara ambien disajikan pada tebel berikut:
Tabel 4.
Lokasi Pemantauan Udara Ambien, kebisingan dan getaran
Koordinat
No. Lokasi
Latitude Longitude
1. Desa Tolowe Ponre Waru S. 03o50’25,3” E. 121o18’04,6”
2. Desa Langgomali S. 3°49'33.91" E. 121°17'53.76"
3. Desa Muara Lapao-Pao S. 03o53’30,1” E. 121o18’09,0”
4. Kelurahan Ulu Wolo S. 03o50’15,6” E. 121o15’49,1”
5. Desa Samaenre S. 03o51’17,3” Ë. 121o19’02,05”
6 Area Pabrik S. 3°51'28.30" E. 121°17'49.04"

b. Parameter dan angka baku mutu udara ambien dan/atau gangguan;


 Parameter dan angka baku mutu udara ambien disesuaikan dengan
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2021 tentang
Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Lampiran VII Baku Mutu Udara Ambien.
 Parameter dan angka baku mutu kebisingan mengacu pada Kepmen LH
No: KEP.48/MENLH/1996 Tentang Baku Mutu Tingkat Kebisingan.
 Parameter dan angka baku mutu getaran mengacu pada Kepmen LH No:
KEP.49/MENLH/1996Tentang Baku Tingkat Getaran
Tabel 5.
Parameter dan angka baku mutu udara
No Parameter
Waktu Pengukuran Baku Mutu (µg/m3)
. Emisi
1. SO2 1 jam 150
2. NO2 1 jam 200
3. TSP 24 jam 230
4. CO2 1 jam 10.000

59
Tabel 6.
Baku mutu kebisingan mengacu pada Kepmen LH No KEP.48/MENLH/1996
No Parameter
Waktu Pengukuran Baku Mutu
. Emisi
 Perum &
Pemukiman =
55dB
 indust = 70 dB,
 perkantoran dan
1. Kebisingan 1 jam
perdagangan 65
dB,
 pemerinthan dan
fasilitas umum =
60 dB

Tabel 7.
Mutu Getaran Untuk Kenyamanan dan Kesehatan Mengacu Pada Kepmen LH
No: KEP.49/MENLH/1996

c. Laboratorium pengujian yang digunakan

60
Laboratorium yang akan digunakan untuk udara ambien saat pemantauan
yaitu laboratorium yang sudah memiliki identitas registrasi dari Menteri
Kehutanan dan Lingkungan Hidup RI.
d. Metode pengujian;
Metode pengujiaan untuk kualitas udara ambien mengunakan SNI daftar
SNI yang digunakan diuraikan dalam tabel berikut:
Tabel 8.
SNI yang akan digunakan untuk metode pengujiaan pada saat pemantuan
No Parameter
Nomor SNI Judul SNI
. emisi
Cara Uji Kadar Sulfur
SNI 7119.7- Dioksida (SO2) dengan Metoda
1. SO2
2017 Pararosanilin Menggunakan
Spektrofotometer
Cara uji kadar nitrogen
dioksida (NO2) dengan metode
SNI 7119.2-
2. NO2 Griess-Saltzman
2017
menggunakan
spektrofotometer
Cara uji partikel tersuspensi
total menggunakan peralatan
SNI 7119.3-
3. Debu/Partikulat High Volume Air Sampler
2017
(HVAS) dengan metode
gravimetri

e. Frekuensi pemantauan
Frekuensi Pemantauan kualitas udara ambien diuraikan pada tabel
berikut
Tabel 9.
Frekuensi Pemantauan kualitas udara ambien
Fekuensi
No. Parameter Emisi Baku Mutu (µg/m3)
Pemantuan
1. SO2 150 Setiap 6 Bulan
75 Setiap 6 Bulan
61
45 Setiap 6 Bulan
200 Setiap 6 Bulan
2. NO2 65 Setiap 6 Bulan
50 Setiap 6 Bulan

3. TSP 230 Setiap 6 Bulan

f. Pengukuran Parameter Meteorologi


Pengukuran parameter meteorology (arah dan kecepatan angin, kelembaban,
suhu udara, dan intensitas radiasi matahari) akan dilaksanakan 3 bulan
sekali dengan mengambil data dari Metereologi dan data dari Lakes
Environmental (https://www.weblakes.com/) atau data dari MM 5.
g. SOP Pengelolaan Dan Pemantauan
SOP tanggap darurat pengelolaan emisi diuraikan pada gambar berikut:

Gambar 7. SOP
tanggap darurat pengelolaan
emisi

62
BAB 6
INTERNALISASI BIAYA LINGKUNGAN

6.1 Biaya Pencegahan Pencemaran Udara


Biaya pence gahan pencemaran udara meliputi harga alat, dan biaya
perawatan alat. Secara detail diuraikan pada tabel berikut:
Tabel 10.
Uraian Biaya Alat Pencegahan Pencemaran Udara
Nama Alat Umur Biaya
Juml Harga Alat
No. Pencegahan Pakai Perawatan
ah (Rp)
Udara Emisi (Tahun) Alat (Rp)
+7 USD
1 ESP 1 USD 144.040
Tahun 3.601.760
+7 USD
2 Bag Filters 1 USD 112.560
Tahun 2.814.410

6.2 Biaya Penggunaan Bahan Bakar Bersih


Alat yang digunakan dalam pencegahan udara menggunakan energi listrik.
Biaya penggunaan bahan bakar bersih meliputi biaya energi listrik yang
digunakan alat pencegahan emisi.
Tabel 11.
Uraian Biaya Penggunaan Bahan Bakar Bersih
Nama Alat Kebutuhan Kebutuh Durasi Total
Harga
N Pencegah Energi Alat an Energi Operasi Biaya
(Rp/kW
o an Udara Alat (jam/tahu Operasi
h)
Emisi (kW) (toe) n) (Rp.)
1 Electric Compartme 996, 7184 USD.180.0
Precipitato nt 1: 7 50
r (ESP) cathode
8x0,55kW;
anode
9x0,55kW;
vibrator

63
Nama Alat Kebutuhan Kebutuh Durasi Total
Harga
N Pencegah Energi Alat an Energi Operasi Biaya
(Rp/kW
o an Udara Alat (jam/tahu Operasi
h)
Emisi (kW) (toe) n) (Rp.)
10x0,25kW

Compartme
nt 2:
cathode
8x0,55kW;
anode
9x0,55kW;
vibrator
10x0,25kW

Offgas Fan:
1120kW
Heat
Exchanger:
2x475kW;
vibrator
16x0,25kW; USD
2 Bag Filters 996,7 7622
butterfly 140.700
valve
2x3kW;
rotary valve
16x2,2kW.
Total

6.3 Biaya Pengembangan Sumber Daya Manusia


Pengembangan dan meningkatkan sumberdaya manusia pengelolaan emisi
sangat di perlu dalam suatu organisasi pengelolaan lingkungan. pengembangan
sumberdaya manusia ini memerlukan biaya meliputi biaya training atau

64
pelatihan yang berhubungan dengan pengelolaan emisi. Uraiaan biaya lain
dalam pengembangan sumber daya manusia yaitu gaji karyawan yang terlibat
dalam pengelolaan emisi.
Tabel 12.
Uraian Biaya Pengembangan Sumber Daya Manusia
Jenis kegiatan Jumlah Biaya
Jumlah
No pengembangan Sumber karyawa Satuan
(Rp)
Daya Manusia n (Rp)
Penanggung Jawab Operasional
5.500.00
1. Instalasi Pengendalian Pencemaran 5 27.500.000
0
Udara (POIPPU)
Penanggung Jawab Pengendalian 6.500.00
2. 11 71.500.000
Pencemaran Udara (PPPU) 0
99.000.00
Total
0

Tabel 13.
Jadwal Rencana Pembangunan Pabrik

65
6.4 Biaya Pelaksanaan & pemantauan dan penanganan keadaan darurat
Pemantauan ada 2 cara yakni dengan CEMS dan cara manual sesuai table
di bawah ini:

Tabel 14. Biaya Pemantauan Emisi Dengan CEMS dan Manual Emisi dan
Ambien
No.Pemantauan Metode Lokasi Harga Periode Jumlah (Harga)
1. CEMS Terus 1 Rp 6.000.000.000,-Selama Rp 6.000.000.000,-
menerus Stack kegiatan
pengolah
an dan
pemurni
an bijih
nikel
Sampling 1 Rp 5.000.000,-Setiap 6 Rp 5.000.000,-
emisi BagFilt bulan
(Isokineti er
2. Manual k) Furna
ce
Sampling 6 Rp 24.000.000,-Setiap 6 Rp 24.000.000,-
udara Pabrik bulan
ambien dan 5
(Hi-Vol desa
Sampler)

Tabel 15. Biaya Jika Terjadi Kondisi Darurat (Perawatan dan Kerusakan Alat)
No. Pemantauan Deskripsi Lokasi Harga Periode Jumlah (Harga)
1. CEMS Perawatan Rp 400.0000.000,-Setiap Rp 400.0000.000,-
gas tahun
analyzer 1
dan Stack
kalibrator

66
Biaya Rp 1.600.000.000.-Setiap Rp 1.600.000.000.-
perbaikan tahun
kerusakan
alat

67

Anda mungkin juga menyukai