DESKRIPSI KEGIATAN
Lokasi pembangunan smelter ini tidak berada dalam lokasi WPPMU Kelas I.
Kegiatan smelter ini memiliki Kode KBLI 24202 berdasarkan Tabel Klasifikasi
Baku Lapangan Usaha Indonesia, pengoperasian tersebut termasuk kegiatan
yang memiliki dampak emisi tinggi, sehingga PT Ceria Metalindo Prima
diwajibkan menyusun dokumen kajian teknis. Berdasarkan Peraturan Menteri
Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 5 Tahun 2021 tentang Tata Cara
Penerbitan Persetujuan Teknis dan Surat Kelayakan Operasional Bidang
Pengendalian Pencemaran Lingkungan untuk menentukan jenis dokumen
pertimbangan teknis diuraikan pada bagan penapisan berikut:
1
PT Ceria Metalindo Prima akan membangun smelter dengan menggunakan
Teknologi RKEF. Teknologi RKEF terdiri dari 4 (empat) peralatan utama yaitu
rotary dryer (pengeringan), rotary kiln (kalsinasi-reduksi), electric furnace
(smelting) dan refining (pemurnian/pembersihan) yang dilanjutkan dengan
casting (pencetakan). Untuk produk FeNi dengan kadar sedang 10,0 % Ni,
tahapan refining umumnya tidak dilakukan, sehingga lelehan metal FeNi
langsung diarahkan ke mesin casting.
2
Gambar 1. Bagan Alir Proses Pengoperasian Smelter Teknologi RKEF PT Ceria Metalindo Prima
3
Proses RKEF dimulai dengan pengeringan bijih basah di rotary dryer agar
menjadi biji kering dengan ukuran -1” yang mudah untuk ditangani untuk
proses berikutnya. Disimpan sementara di dry ore storage (DOS), blending
dilakukan terhadap bijih tersebut dan agen reduktor ditambahkan. Campuran
bijih kering diumpankan ke dalam rotary kiln untuk dikalsinasi dan direduksi
pada temperatur 750 °C sebelum diumpankan ke electric furnace melalui sistem
transfer calcine. Calcine dilebur dengan tenaga listrik menjadi dua fasa yaitu
metal FeNi dan slag (terak). Lelehan FeNi dicetak menjadi ingot FeNi, dan slag
digranulasi dengan air dingin sebelum diangkut ke slag dump.
4
Gambar 2. Proses pada Rotary Dryer
Bijih kering langsung diarahkan ke rotary kiln feed bin untuk diumpankan
bersama dengan debu pelet dan batubara reduktor ke dalam rotary kiln. Hanya
dalam keadaan emergensi, bijih kering itu diarahkan ke dry ore storage (DOS)
untuk disimpan sementara. Sehingga tidak ada proses blending lagi bagi umpan
rotary kiln, blending sudah dilakukan di area tambang sebelum bijih dikirim ke
smelter.
Pengeringan (drying) yaitu pemanasan bijih basah untuk menurunkan kadar air
permukaan (free moisture) di dalam bijih dari 33 % H₂O menjadi 20-22 % H₂O.
Proses pengeringan ini dilakukan di dalam rotary dryer. Pada saat akan keluar
dari rotary dryer, bijih kering disaring menjadi ukuran -2” (oversize atau +2”
diarahkan ke crusher untuk dipecah menjadi -2” dan digabung dengan -2” hasil
saringan).
5
Gambar 3. Bagan Alir Proses pada Rotary Dryer
Emisi yang dihasilkan dari proses rotary dryer sebelum masuk alat pengendali
emisi (ESP) yaitu 7.881.456 g/jam laju partikulat atau equivalen dengan
konsentrasi debu 24,08 g/m³.
b. Rotary Kiln
Kalsinasi dan reduksi (calcining and reduction): pemanasan bijih kering (plus
dust pellet) untuk menuntaskan sampai habis kadar air permukaan, dilanjutkan
dengan peningkatan temperatur sampai 800 °C untuk menghilangkan
kandungan air kristal (chemical bounded moisture - LOI) dan berlanjut dengan
reaksi reduksi yaitu melepas sebagian unsur oksigen di dalam bijih dengan
menggunakan reduktan carbon (C) batubara. Proses ini berlangsung di dalam
rotary kiln, dan produknya disebut calcine.
6
Gambar 4. Bagan Alir Proses pada Rotary Kiln
Emisi yang dihasilkan dari proses diatas berupa energi dari gas buang
digunakan kembali pada proses dryer sehingga tidak ada emisi yang keluar pada
proses rotary kiln.
c. Electric Furnace
Peleburan (smelting): peleburan calcine pada temperatur tinggi menggunakan
tenaga listrik di dalam electric furnace, pada saat yang sama terjadi proses
reduksi lanjutan untuk melepaskan unsur oksigen yang terikat oleh nikel dan
besi. Calcine meleleh dan terpisah oleh berat jenis menjadi metal FeNi dan slag.
7
Gambar 5. Bagan Alir Proses pada Electric Furnace
Emisi yang dihasilkan dari proses rotary dryer sebelum masuk alat pengendali
emisi (Bag Filters) yaitu 1.560.104 g/jam laju partikulat atau equivalen dengan
konsentrasi debu 33,95 g/Nm³.
d. Pencetakan (Shotting):
Pencetakan molten (lelehan) FeNi menjadi butiran shot. Shot basah dikeringkan
dalam dryer kecil sebelum packing.
8
Gambar 6. Bagan Alir Proses pada Shotmaking dan Product Drying.
9
b. Neraca Massa Pada Rotary Kiln
10
c. Neraca Massa Pada Electric Furnace
11
1.4. Bahan Baku dan Penunjang
Bahan baku dan bahan penolong pengoperasian pabrik pengolahan nikel dengan
menggunakan dengan menggunakan Teknologi RKEF (rotary kiln - electric
furnace):
bahan baku:
bijih nikel basah 1.419.602 ton pertahun
bijih nikel kering 944.035 ton pertahun
bahan penunjang yang digunakan diuraikan dalam tabel berikut:
batu bara 157.000 ton pertahun
diesel 2.630 ton pertahun
elektroda pasta 1.470 ton pertahun
12
b. Proses Produksi atau Kegiatan yang Direncanakan (Pra Konstruksi,
Konstruksi, Operasi dan Pasca Operasi)
Proses kegiatan direncanakan pada tahap operasi yaitu pengolahan bijh nikel
dengan menggunakan dengan menggunakan Teknologi RKEF (rotary kiln -
electric furnace) yang menghasilkan prodak FeNi.
1.6. Konsumsi Energi yang Digunakan untuk Proses dan Alat Pengendali
Emisi yang Digunakan
Konsumsi energi yang digunakan untuk pengoperasian smelter pengolahan dan
permurnian bijih nikel dengan menggunakan Teknologi RKEF bersumber dari
PLN sebagai sumber utama dan menggunkan BMPP dan genset sebagai energi
cadangan. uraian jumlah energi yang dibutuhkan untuk untuk proses dan alat
pengendali emisi yang digunakan diuraikan pada tabel berikut:
13
BAB 2
RONA AWAL LINGKUNGAN
14
Gambar 7. Peta Overlay Lokasi Kegiatan dengan RT/RW Kabupaten Kolaka
15
BAB 3
DESAIN SARANA DAN PRASARANA SISTEM PENGENDALIAN EMISI
16
Bagan alir alat pengendali emisi diuraikan pada gambar berikut:
Gambar 8. Bagan Alir Alat Pengendali Emisi Electrostatic Precipitator (ESP) dan
Bag Filters
17
Gambar 9. Alat Pengendali Emisi ESP
Bag Filters
Unit Bag Filters merupakan unit yang digunakan sebagai alat pengendali
pencemaran udara dari emisi cerobong, khususnya untuk parameter partikulat).
Efisiensi alat ini dalam mengendalikan emisi TSP lebih dari 99,5%, Desain Alat
yang digunakan diuraikan sebagai berikut:
18
Gambar 10. Alat Pengendali Emisi Bag Filters
19
Tabel 3. Spesifikasi Peralatan Pengendaliaan Emisi
Jumlah
No. Alat Pengendali Spesifikasi
(unit)
Dimensi (PxLxT): 20,30 m x
15,18 m x 12,61 m
Electrostatic
1. 1 Efisiensi: 99,6%
Precipitator (ESP)
Temperatur: 150 °C
Tekanan: 100 mmH₂0
Dimensi (PxLxT)
Efisiensi: 99,5%
Bag Filters
2. 1 Temperatur: 200 °C
Tekanan: 100 mmH₂O
3.1.5. Detil Jumlah Emisi Gas yang Dikontrol Alat Pengendali Gas
Konsentrasi gas buang pada dryer dan furnace menghasilkan gas SO₂ dengan
nilai yang sangat rendah dibawah baku mutu sehingga tidak terdapat alat
20
pengendali gas. Dimana konsentrasi gas pada ke dua proses tersebut nilai
konsentrasi SO₂ sebesar 523,48 mg/Nm³ pada dryer dan 36,75 mg/Nm³ pada
furnace.
21
Gambar 11. Infrastruktur Sampling di Cerobong
22
3.1.7. Pengelolaan debu yang dihasilkan
Debu yang dihasilkan akan diangkut pakai dump truck dan ditampung disuatu
tempat penyimpanan limbah padat. limbah ini akan dimanfaatkan sebagai
bahan pembuatan batako dan sebagai bahan timbunan.
3
147 m /s
V= 2
=11, 6 m/s
12 , 6 m
Kecepatan alir adalah 11,6 m/s
Tabel 8. Hasil Perhitungan Efisiensi Alat Terhadap Parameter Emisi (Bag Filters)
Konsentrasi Standar Emisi
Parameter Baku Mutu Efisiensi Alat
No. Emisi yang Dibuang di
Emisi (mg/Nm3) (%)
(mg/Nm ) 3
Udara (mg/Nm³)
1. SO2 36,75 700 36,75 NR
2. NOₓ 0 800 0 -
3. H₂S 0 10 0 -
4. PM 33.950 250 ≤ 50 99,5
5. Zn 0 50 0 -
6. Ni 543,2 50 0,8 99,5
24
3.1.11. Teknologi Alat Pengendali Emisi dan Prinsip Kerja Prinsip ESP
Electrostatic Precipitator (ESP) adalah perangkat yang digunakan untuk
mengendalikan polusi udara dengan menghilangkan partikel halus, seperti debu
dan asap, dari gas buang dari berbagai proses.
26
Gambar 12. Layout Sumber Emisi (Denah Pabrik)
27
3.2. Usulan Nilai Mutu Emisi, Angka Baku Mutu dan/atau Beban Emisi
Yang Mempertimbangkan Teknologi Pengolahan dan Alat Pengendali
Emisi
Catatan:
- Volume gas diukur pada keadaan standar (250C, 1 atmosfir).
- Semua parameter dikoreksi dengan O2 sebesar 10%
28
Uraian tugas berdasarkan struktur organisasi pengendali Emisi diuraikan pada
tabel berikut:
32
Time line pengajuaan SLO pengperasiaan smelter pengolahan dan permurnian
bijih nikel dengan menggunakan Teknologi RKEF yaitu pada bulan Juni tahun
2024.
33
Tabel 5. Matriks Pengelolaan Emisi Untuk Emisi Proses Permurnian bijih
nikel dengan menggunakan Teknologi RKEF
Sumber Paramete
Rencana pengelolaan
emisi r emisi
Rotary SO2 Mengontrol peralatan pengendali emisi yang
Dryer NOₓ digunakan secara rutin
Partikulat Mengganti alat atau komponen alat pengendali
Opasitas emisi jika terjadi kerusakan
Rotary Kiln SO2 Mengontrol peralatan pengendali emisi yang
NOₓ digunakan secara rutin
H2S Mengganti alat atau komponen alat pengendali
Zn emisi jika terjadi kerusakan
Ni
Partikulat
Opasitas
Electric SO2 Mengontrol peralatan pengendali emisi yang
Furnace NOₓ digunakan secara rutin
H2S Mengganti alat atau komponen alat pengendali
Zn emisi jika terjadi kerusakan
Ni
Partikulat
Opasitas
34
d. Tatalaksana Pemantauan Emisi Manual dan/atau Kontinyu (CEMS):
Pemantauan emisi dengan menggunakan alat CEMS, CEMS ini akan
diintegrasikan dengan KLHK sebanyak 1 unit. CEMS yang digunakan yaitu
insitu. Spesifik cems diuraikan pada tabel berrikut:
Kapasitas Produksi
Jenis produk yang dihasilkan dari pengolahan nikel dengan menggunakan
dengan menggunakan Teknologi RKEF (rotary kiln – electric furnace) yaitu FeNi
dengan kapasitas produksi 7,9 ton/jam.
Jenis Sifat Pencemar
Jenis sifat pencemar yang dihasilkan dari pengoperasian pengolahan nikel
dengan menggunakan dengan menggunakan Teknologi RKEF oleh PT Ceria
Metalindo Prima diuraikan pada tabel berikut:
Tipe Pemantauan
- Pemantauan emisi
Tipe pemantauan emisi untuk proses pengoperasian smelter pengolahan dan
permurnian bijih nikel dengan menggunakan Teknologi RKEF dalam boiler yaitu
tipe kontinu dengan menggunakan CEMS
- Pemantauan kebisingan dan getaran
Pemantauan tingkat kebisingan, dilakukan di lokasi sumber kebisingan
menggunakan Sound Level Meter, mengacu pada Kepmen LH No:
KEP.48/MENLH/1996 Tentang Baku Mutu Tingkat Kebisingan, setiap 6 bulan
sekali.
Pemantauan getaran, dilakukan di lokasi sumber getaran menggunakan Alat
Penangkap Getaran, mengacu pada Kepmen LH No: KEP.49/MENLH/1996
Tentang Baku Tingkat Getaran, setiap 6 bulan sekali.
BAB 4
PRAKIRAAN DAMPAK
36
4.1 Perhitungan Beban Emisi yang dihasilkan
Perhitungan beban emisi berdasarkan dengan Peraturan Menteri Lingkungan
Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.15/Menlhk/Setjen/Kum.
1/4/2019 lampiran XV. Persamaan untuk perhitungan beban emisi yang
dihasilkan yaitu:
E= C x Q x 0,0036 x [OP Hours]
Q= V x A
Keterangan rumus:
E = Laju emisi pencemar (kg/hari)
Cav = Konsentrasi terukur rata-rata harian (mg/Nm3)
Q = Laju alir emisi volimetrik (m3/detik)
0,0036 = Faktor konversi dari mg/detik ke kg/jam
OP Hours = Jam operasi pembangkit selama satu hari
Vav = Laju alir rata-rata harian (m/detik)
A = Luas penampang cerobong (m2)
Dengan menggunakan waktu operasi satu tahun yaitu 365 Hari,
maka hasil perhitungan beban emisi yang dihasilkan diuraikan pada tabel
berikut:
37
Tabel 8.
Perhitungan Beban Emisi
Konsentrasi tiap Parameter
Laju Beban Emisi (ton/tahun)
Luas Laju Waktu (mg/Nm3)
Sumber Alir
No. Penampan Alir Operasi Parti Part
Emisi Emisi NO SO
g (m2) (m/s) (jam) SO2 H2S Zn Ni kula NOx H2S Zn Ni ikul
(m3/s) x 2
t at
Rotary
1. 320
Dryer
Rotary
2. Kiln 320
Electric
3. 320
Furnace
38
4.2 Perhitungan Simulasi Dispersi
(Kajian dispersi: titik sebaran dan potensi jatuhan emisi)
Dalam kajian dispersi sebaran emisi dan potensi jatuhnya emisi di lokasi
pembangunan pabrik pengolahan bijh nikel oleh PT..... dengan menggunakan
pemodelan armod, parameter yang dijadikan acuan dalam perhitungan ini
diuraikan sebagai berikut:
Tabel 9.
Parameter Sebagai Acuan Hitungan Kajian Dispersi
Koordinat stasiun
Base elevation
Reference Point (SW)
Reference Point (NE)
Jarak (meter)
Jumlah grid
Tabel 10.
Perhitungan Beban Emisi pada Cerobong
Cerobong
Keterangan Satuan
1 2
Koordinat (geografi)
Latitude
Longitude
Kecepatan alir 34,5 m/s
Temperatur (celcius) 180 celcius
Temperatur (kelvin) kelvin
Tinggi cerobong 60 meter
Base elevation meter
Diameter cerobong 5,3 meter
Densitas SO₂ mg/m³
Laju emisi (flowrate) SO₂ m³/s
Beban emisi SO₂ g/s
Densitas NOₓ mg/m³
39
Laju emisi (flowrate) NOₓ m3/s
Beban emisi NOx g/s
Densitas Partikulat mg/m³
Laju emisi (flowrate) Partikulat m3/s
Beban emisi Partikulat g/s
Densitas H2S mg/m³
Laju emisi (flowrate) H2S m3/s
Beban emisi H2S g/s
Densitas Ni mg/m³
Laju emisi (flowrate) Ni m3/s
Beban emisi Zn g/s
Densitas Zn mg/m³
Laju emisi (flowrate) Zn m3/s
Beban emisi Zn g/s
40
Gambar 4. Sebaran Emisi Partikulat Untuk Konsentrasi 24 Jam
pada bulan kering
41
Tabel 12.
42
Uraian Titik Pengamatan Pembuangan Emisi
Titik Koordinat Jarak Dari Arah Dari
Stasiun
Lokasi Cerobong Cerobong
Pengamatan LS BT
(meter) (°dari Utara)
ST. 1 Lokasi
Kawasan 4°26'54" 122°21'43" 2070 72,73
Industri 1
ST. 2 Lokasi
Kawasan 4°26'54" 122°20'31" 660 338,24
Industri 2
ST. 3 Pemukiman
4°26'31" 122°21'11" 1164 295,77
1
ST. 4 Pemukiman
4°26'29" 122°20'15" 1554 332,13
2
ST. 5 Pemukiman
4°26'58" 122°20'5" 1689 36,02
3
43
Bulang Kering
Beban emisi yang dihasilkan diuraikan pada tabel berikut:
Tabel 13.
Beban Emisi yang terbuang ke lingkungan (Bulan Kering)
Konsentrasi Emisi PLTU
No Parameter Satuan (Bulan Kering)
ST 1 ST 2 ST 3 ST 4 ST 5
1 Sulfur µg/Nm³
Dioksida 17, 37 26,73 20,09 17,50 20,93
(SO₂)
2 Nitrogen µg/Nm³
Dioksida 4,19 6,44 4,847 4,22 5,04
(NOₓ)
3 Debu (TSP) µg/Nm³ 0,22 0,64 0,705 0,691 0,342
4 Hg µg/Nm³ 0,00059 0,0009 0,00068 0,00059 0,00071
Keterangan:
ST. 1. Lokasi Kawasan Industri 1 : 4°26'54.95"S122°21'43.02"E
ST. 2. Lokasi Kawasan Industri 2 : 4°26'54.85"S122°20'31.25"E
ST. 3. Pemukiman masyarakat titik 1: 4°26'31.44"S;122°21'11.83"E
ST. 4. Pemukiman masyarakat titik 2: 4°26'29.53"S;122°20'15.37"E
ST. 5. Pemukiman masyarakat titik 3: 4°26'58.08"S;122°20'5.06"E
Bulang Basah
Beban emisi yang dihasilkan diuraikan pada tabel berikut:
44
(SO₂)
Nitrogen
2 Dioksida µg/Nm³ 4,42 6,50 5,24 4,05 4,63
(NOₓ)
3 Debu (TSP) µg/Nm³ 0,16 0,78 0,84 0,56 0,24
0,0006
4 Hg µg/Nm³ 0,00091 0,00073 0,00057 0,00065
2
Keterangan:
ST. 1. Lokasi Kawasan Industri 1 : 4°26'54. "S122°21'43"E
ST. 2. Lokasi Kawasan Industri 2 : 4°26'54"S122°20'31"E
ST. 3. Pemukiman masyarakat titik 1: 4°26'31"S;122°21'11"E
ST. 4. Pemukiman masyarakat titik 2: 4°26'29"S;122°20'15"E
ST. 5. Pemukiman masyarakat titik 3: 4°26'58"S;122°20'5"E
Tabel 15.
Hasil analis kualitas udara rona awal lokasi kegiatan
Baku Hasil Analisis Laboratorium
No Parameter
Satuan Mutu ST 1 ST 2 ST 3 ST 4 ST 5
1 Sulfur Dioksida µg/Nm³ 150 10,4 19,80 8,90 15,8 7,5
(SO₂) 0 0 0
2 Nitrogen µg/Nm³ 200 23,1 47,80 19,6 21,7 15,8
Dioksida (NO₂) 0 0 0 0
3 Debu (TSP) µg/Nm³ 230 78,9 115,2 75,2 87,9 70,5
5 5 5 5 5
Sumber hasil Analisis Laboratorium Tahun 2022
Keterangan:
45
ST. 1. Lokasi Kawasan Industri 1 : 4°26'54. "S122°21'43"E
ST. 2. Lokasi Kawasan Industri 2 : 4°26'54"S122°20'31"E
ST. 3. Pemukiman masyarakat titik 1: 4°26'31"S;122°21'11"E
ST. 4. Pemukiman masyarakat titik 2: 4°26'29"S;122°20'15"E
ST. 5. Pemukiman masyarakat titik 3: 4°26'58"S;122°20'5"E
Tabel 16.
Akumulasi Beban Emisi yang terbuang ke lingkungan PLTU (bulan Kering)
dengan rona awal
Baku Rona Awal + Emisi (bulan Kering)
No
Parameter Satuan Mutu ST 1 ST 2 ST 3 ST 4 ST 5
1 Sulfur Dioksida µg/ 150 28,4
27,77 46,53 28,99 33,3
(SO2) Nm3 3
2 Nitrogen µg/ 200 24,44 20,8
27,29 54,24 25,92
Dioksida (NO2) Nm3 7 4
3 Debu (TSP) µg/ 230 115,8 75,95 88,64 70,8
79,17
Nm3 9 5 1 92
Keterangan:
ST. 1. Lokasi Kawasan Industri 1 : 4°26'54. "S122°21'43"E
ST. 2. Lokasi Kawasan Industri 2 : 4°26'54"S122°20'31"E
ST. 3. Pemukiman masyarakat titik 1: 4°26'31"S;122°21'11"E
ST. 4. Pemukiman masyarakat titik 2: 4°26'29"S;122°20'15"E
ST. 5. Pemukiman masyarakat titik 3: 4°26'58"S;122°20'5"E
Tabel 17.
Akumulasi Beban Emisi yang terbuang ke lingkungan PLTU (bulan Basah)
dengan rona awal
Baku Rona Awal + Emisi (bulan Basah)
No
Parameter Satuan Mutu ST 1 ST 2 ST 3 ST 4 ST 5
46
1 Sulfur Dioksida µg/ 150
28,73 46,78 30,6 32,5 26,7
(SO2) Nm3
2 Nitrogen µg/ 200 20,4
27,52 54,3 24,84 25,75
Dioksida (NO2) Nm3 3
3 Debu (TSP) µg/ 230 116,0 70,7
79,11 76,09 88,51
Nm3 3 9
Keterangan:
ST. 1. Lokasi Kawasan Industri 1 : 4°26'54. "S122°21'43"E
ST. 2. Lokasi Kawasan Industri 2 : 4°26'54"S122°20'31"E
ST. 3. Pemukiman masyarakat titik 1: 4°26'31"S;122°21'11"E
ST. 4. Pemukiman masyarakat titik 2: 4°26'29"S;122°20'15"E
ST. 5. Pemukiman masyarakat titik 3: 4°26'58"S;122°20'5"E
47
BAB 5
RENCANA PEMANTAUAN LINGKUNGAN
Tabel 18.
Lokasi Pemantuaan Masing-Masing Parameter Emisi Pada Bulan Kering
No. Parameter Koordinat Tipe Frekuensi
pemantauan pemantauan
SO2 S. 3°49'33.91" Manual Setiap 6 Bulan
1 E. Manual Setiap 6 Bulan
121°17'53.76"
NOx S. 3°49'33.91" Manual Setiap 6 Bulan
2 E. Manual Setiap 6 Bulan
121°17'53.76"
S. 3°49'33.91" Manual Setiap 6 Bulan
H2S
3 E. Manual Setiap 6 Bulan
121°17'53.76"
S. 3°49'33.91" Manual Setiap 6 Bulan
4. Zn E. Manual Setiap 6 Bulan
121°17'53.76"
5 S. 3°49'33.91" Manual Setiap 6 Bulan
Ni E. Manual Setiap 6 Bulan
121°17'53.76"
6 Partikulat S. 3°49'33.91" Manual Setiap 6 Bulan
48
No. Parameter Koordinat Tipe Frekuensi
pemantauan pemantauan
E. Manual Setiap 6 Bulan
121°17'53.76"
Tabel 19.
Lokasi Pemantuaan Masing-Masing Parameter Emisi Pada Bulan Basah
No. Parameter Koordinat Tipe Frekuensi
pemantauan pemantauan
SO2 S. 03o50’25,3” Manual Setiap 6 Bulan
1 E. Manual Setiap 6 Bulan
121o18’04,6”
NOx S. 03o50’25,3” Manual Setiap 6 Bulan
2 E. Manual Setiap 6 Bulan
121o18’04,6”
S. 03o50’25,3” Manual Setiap 6 Bulan
H2S
3 E. Manual Setiap 6 Bulan
121o18’04,6”
S. 03o50’25,3” Manual Setiap 6 Bulan
4. Zn E. Manual Setiap 6 Bulan
121o18’04,6”
S. 03o50’25,3” Manual Setiap 6 Bulan
4. Ni E. Manual Setiap 6 Bulan
121o18’04,6”
5 S. 03o50’25,3” Manual Setiap 6 Bulan
Zn E. Manual Setiap 6 Bulan
121o18’04,6”
b. Diameter cerobong
Jenis cerobong yang digunakan berbentuk bulat. Jumlah cerobong yaitu ada
2, diamater cerobong yaitu:
- cerobong 1: 3 meter
- cerobong 2: 1,8 meter
49
c. Tinggi cerobong dan posisi lubang sampling setiap cerobong (m).
Titik pengambilan sampling emisi yaitu posisi 8D dari aliran bawah setelah
gangguan (belokan, pembesaran, dan penyempitan) dan 2D dari aliran atas.
Tinggi cerobong dan titik pengambilan sampel emisi yaitu:
cerobong 1: Cerobong berbentuk bulat tinggi 60 meter, posisi lubang
sampling aliran bawah yaitu 24 meter dan sampel aliran atas yaitu 6 meter
cerobong 2: Cerobong berbentuk bulat tinggi 60 meter, posisi lubang
sampling aliran bawah yaitu 14,4 meter dan sampel aliran atas yaitu 3,6
meter.
Secara detail desain cerobong (tinggi, diameter, posisi lubang samping, dan
sarana prasaran pengambilan sampling) diuraikan pada gambar dan tabel
berikut:
Tabel 20.
Parameter Cerobong 1
No Parameter Cerobong Keterangan
1 Diameter Atas Cerobong 3184 mm
2 Diameter Bawah Cerobong 5623 mm
3 Diameter Ekvalen (DE) 4065,773 mm
4 Jarak lubang Pantau dari atas (2 x 19000 mm (Extractive Analyzer)
DE) dan 18700 (Insitu Analyzer)
5 Jarak Lubang Pantau dari bawah (8 41000 mm (Extractive Analyzer)
x DE) dan 41300 (Insitu Analyzer)
6 Diameter lubang pantau 101,6 mm
7 Panjang x lebar platform …………… m2
8 Jumlah lubang pantau 7 lubang
9 Sudut antar lubang 90o
10 Tinggi Cerobong 60000 mm
50
Tabel 21.
Parameter Cerobong 2
No Parameter Cerobong Keterangan
1 Diameter Atas Cerobong 1784 mm
2 Diameter Bawah Cerobong 5268 mm
3 Diameter Ekvalen (DE) 2665,375 mm
4 Jarak lubang Pantau dari atas (2 x 30700 mm (Extractive Analyzer)
DE) dan 30400 mm (Insitu Analyzer)
5 Jarak Lubang Pantau dari bawah (8 29300 mm (Extractive Analyzer)
x DE) dan 29600 mm (Insitu Analyzer)
6 Diameter lubang pantau 101,6 mm
7 Panjang x lebar platform …………… m2
8 Jumlah lubang pantau 7 lubang
9 Sudut antar lubang 90o
10 Tinggi Cerobong 60000 mm
Gambar
Cerobong 1
51
d. Tipe pemantauan emisi (manual/kontinu)
Tipe pemantauan emisi untuk pengoperasian smelter RKEF ini menggunakan
sistem kontinu. paremeter emisi yang dipantau secara kontinu diuraikan sebagai
berikut:
Tabel 1.
Parameter pemantauan emisi Kontinu
No. Parameter Emisi Tipe Pemantauan Emisi
1 SO2 kontinu
2 Nox kontinu
3 H2S kontinu
4 CO2 kontinu
5 Partikulat kontinu
6 Zn Kontinu
7 Ni Kontinu
Tabel 2.
Frekuensi pemantauan emisi Kontinu dengan menggunakan CEMS
52
No. Parameter Emisi Frekuensi Pemantauan Emisi
1 SO2 Kontinu
2 NOx Kontinu
3 H2S Kontinu
4 O2 Kontinu
5 Partikulat Kontinu
6 Opasitas Kontinu
Lokasi posisi lubang sampling untuk CEMS diuraikan pada gambar ….. Rencana
Pemasangan CEMS dilakukan setelah kegatan konstruksi bangunan selesai.
Pemasangan CEMS akan dintegrasikan dengan SISPEK.
Tabel 3.
Jarak penempatan cems berdasakan lubang sampling cerobong
Item Jarak Satuan
Jarak Antara CEMS Di Cerobong 300 mm
41000 dan mm
Tinggi Lokasi CEMS Dari Bawah Cerobong
41300
Diameter Luar Cerobong Pada Lubang mm
Sampling 3200
Diameter Dalam Cerobong Pada Lubang mm
Sampling 3184
Jarak Antara Peralatan CEMS Dan Cerobong 60000 mm
Panjang Pipa Sampling Cems Ke Peralatan mm
Cems 60000
53
Gambar 6. Posisi Lubang Sampling untuk CEMS
54
Matriks Pemantuan Emisi Untuk Semua Sumber Emisi
Tipe
Parameter Lokasi Frekuensi
Sumber emisi pemantaua pelaporan Penerima laporan
emisi pemantauan pemantauan
n
Rotary Dryer SO2 Cerobong 1 Kontinu Setiap 6 kontinu KLHK Republik Indonesia
bulan melalui DLH Prov. Sulawesi
aplikasi Tenggara
SIMPEL dan DLH Kab. Kolaka
SISPEK
NOx Cerobong 1 Kontinu Kontinu kontinu KLHK Republik Indonesia
melalui DLH Prov. Sulawesi
aplikasi Tenggara
SIMPEL dan DLH Kab. Kolaka
SISPEK
Partikulat Cerobong 1 Kontinu Kontinu kontinu KLHK Republik Indonesia
melalui DLH Prov. Sulawesi
aplikasi Tenggara
SIMPEL dan DLH Kab. Kolaka
SISPEK
H2S Cerobong 1 Kontinu Kontinu kontinu KLHK Republik Indonesia
melalui DLH Prov. Sulawesi
aplikasi Tenggara
55
SIMPEL dan DLH Kab. Kolaka
SISPEK
02 Cerobong 1 Kontinu Kontinu kontinu KLHK Republik Indonesia
melalui DLH Prov. Sulawesi
aplikasi Tenggara
SIMPEL dan DLH Kab. Kolaka
SISPEK
Opasitas Cerobong 1 Kontinu Kontinu kontinu KLHK Republik Indonesia
melalui DLH Prov. Sulawesi
aplikasi Tenggara
SIMPEL dan DLH Kab. Kolaka
SISPEK
Electric SO2 Cerobong 2 Manual Setiap 6 kontinu KLHK Republik Indonesia
Furnace bulan melalui DLH Prov. Sulawesi
aplikasi Tenggara
SIMPEL dan DLH Kab. Kolaka
SISPEK
Nox Cerobong 2 Manual Setiap 6 kontinu KLHK Republik Indonesia
bulan melalui DLH Prov. Sulawesi
aplikasi Tenggara
SIMPEL dan DLH Kab. Kolaka
SISPEK
56
H2S Cerobong 2 Manual Setiap 6 kontinu KLHK Republik Indonesia
bulan melalui DLH Prov. Sulawesi
aplikasi Tenggara
SIMPEL dan DLH Kab. Kolaka
SISPEK
H2O Cerobong 2 Manual Setiap 6 kontinu KLHK Republik Indonesia
bulan melalui DLH Prov. Sulawesi
aplikasi Tenggara
SIMPEL dan DLH Kab. Kolaka
SISPEK
O2 Cerobong 2 Manual Setiap 6 kontinu KLHK Republik Indonesia
bulan melalui DLH Prov. Sulawesi
aplikasi Tenggara
SIMPEL dan DLH Kab. Kolaka
SISPEK
CO2 Cerobong 2 Manual Setiap 6 kontinu KLHK Republik Indonesia
bulan melalui DLH Prov. Sulawesi
aplikasi Tenggara
SIMPEL dan DLH Kab. Kolaka
SISPEK
Partikulat Cerobong 2 Manual Setiap 6 kontinu KLHK Republik Indonesia
bulan melalui DLH Prov. Sulawesi
57
aplikasi Tenggara
SIMPEL dan DLH Kab. Kolaka
SISPEK
N2 Cerobong 2 Kontinu Kontinu kontinu KLHK Republik Indonesia
melalui DLH Prov. Sulawesi
aplikasi Tenggara
SIMPEL dan DLH Kab. Kolaka
SISPEK
Opasitas Cerobong 2 Kontinu Kontinu kontinu KLHK Republik Indonesia
melalui DLH Prov. Sulawesi
aplikasi Tenggara
SIMPEL dan DLH Kab. Kolaka
SISPEK
58
5.2 Rencana Pemantauan Kualitas Udara Ambien dan/atau Gangguan
a. Lokasi pemantauan dengan nama dan titik koordinat
Lokasi pemantauan kualitas udara ambien di sesuaikan engan lokasi-
lokasi yang banyak besentuhan dengan aktifitas manusia. Secara detail lokasi
pemantauaan kualitas udara ambien disajikan pada tebel berikut:
Tabel 4.
Lokasi Pemantauan Udara Ambien, kebisingan dan getaran
Koordinat
No. Lokasi
Latitude Longitude
1. Desa Tolowe Ponre Waru S. 03o50’25,3” E. 121o18’04,6”
2. Desa Langgomali S. 3°49'33.91" E. 121°17'53.76"
3. Desa Muara Lapao-Pao S. 03o53’30,1” E. 121o18’09,0”
4. Kelurahan Ulu Wolo S. 03o50’15,6” E. 121o15’49,1”
5. Desa Samaenre S. 03o51’17,3” Ë. 121o19’02,05”
6 Area Pabrik S. 3°51'28.30" E. 121°17'49.04"
59
Tabel 6.
Baku mutu kebisingan mengacu pada Kepmen LH No KEP.48/MENLH/1996
No Parameter
Waktu Pengukuran Baku Mutu
. Emisi
Perum &
Pemukiman =
55dB
indust = 70 dB,
perkantoran dan
1. Kebisingan 1 jam
perdagangan 65
dB,
pemerinthan dan
fasilitas umum =
60 dB
Tabel 7.
Mutu Getaran Untuk Kenyamanan dan Kesehatan Mengacu Pada Kepmen LH
No: KEP.49/MENLH/1996
60
Laboratorium yang akan digunakan untuk udara ambien saat pemantauan
yaitu laboratorium yang sudah memiliki identitas registrasi dari Menteri
Kehutanan dan Lingkungan Hidup RI.
d. Metode pengujian;
Metode pengujiaan untuk kualitas udara ambien mengunakan SNI daftar
SNI yang digunakan diuraikan dalam tabel berikut:
Tabel 8.
SNI yang akan digunakan untuk metode pengujiaan pada saat pemantuan
No Parameter
Nomor SNI Judul SNI
. emisi
Cara Uji Kadar Sulfur
SNI 7119.7- Dioksida (SO2) dengan Metoda
1. SO2
2017 Pararosanilin Menggunakan
Spektrofotometer
Cara uji kadar nitrogen
dioksida (NO2) dengan metode
SNI 7119.2-
2. NO2 Griess-Saltzman
2017
menggunakan
spektrofotometer
Cara uji partikel tersuspensi
total menggunakan peralatan
SNI 7119.3-
3. Debu/Partikulat High Volume Air Sampler
2017
(HVAS) dengan metode
gravimetri
e. Frekuensi pemantauan
Frekuensi Pemantauan kualitas udara ambien diuraikan pada tabel
berikut
Tabel 9.
Frekuensi Pemantauan kualitas udara ambien
Fekuensi
No. Parameter Emisi Baku Mutu (µg/m3)
Pemantuan
1. SO2 150 Setiap 6 Bulan
75 Setiap 6 Bulan
61
45 Setiap 6 Bulan
200 Setiap 6 Bulan
2. NO2 65 Setiap 6 Bulan
50 Setiap 6 Bulan
Gambar 7. SOP
tanggap darurat pengelolaan
emisi
62
BAB 6
INTERNALISASI BIAYA LINGKUNGAN
63
Nama Alat Kebutuhan Kebutuh Durasi Total
Harga
N Pencegah Energi Alat an Energi Operasi Biaya
(Rp/kW
o an Udara Alat (jam/tahu Operasi
h)
Emisi (kW) (toe) n) (Rp.)
10x0,25kW
Compartme
nt 2:
cathode
8x0,55kW;
anode
9x0,55kW;
vibrator
10x0,25kW
Offgas Fan:
1120kW
Heat
Exchanger:
2x475kW;
vibrator
16x0,25kW; USD
2 Bag Filters 996,7 7622
butterfly 140.700
valve
2x3kW;
rotary valve
16x2,2kW.
Total
64
pelatihan yang berhubungan dengan pengelolaan emisi. Uraiaan biaya lain
dalam pengembangan sumber daya manusia yaitu gaji karyawan yang terlibat
dalam pengelolaan emisi.
Tabel 12.
Uraian Biaya Pengembangan Sumber Daya Manusia
Jenis kegiatan Jumlah Biaya
Jumlah
No pengembangan Sumber karyawa Satuan
(Rp)
Daya Manusia n (Rp)
Penanggung Jawab Operasional
5.500.00
1. Instalasi Pengendalian Pencemaran 5 27.500.000
0
Udara (POIPPU)
Penanggung Jawab Pengendalian 6.500.00
2. 11 71.500.000
Pencemaran Udara (PPPU) 0
99.000.00
Total
0
Tabel 13.
Jadwal Rencana Pembangunan Pabrik
65
6.4 Biaya Pelaksanaan & pemantauan dan penanganan keadaan darurat
Pemantauan ada 2 cara yakni dengan CEMS dan cara manual sesuai table
di bawah ini:
Tabel 14. Biaya Pemantauan Emisi Dengan CEMS dan Manual Emisi dan
Ambien
No.Pemantauan Metode Lokasi Harga Periode Jumlah (Harga)
1. CEMS Terus 1 Rp 6.000.000.000,-Selama Rp 6.000.000.000,-
menerus Stack kegiatan
pengolah
an dan
pemurni
an bijih
nikel
Sampling 1 Rp 5.000.000,-Setiap 6 Rp 5.000.000,-
emisi BagFilt bulan
(Isokineti er
2. Manual k) Furna
ce
Sampling 6 Rp 24.000.000,-Setiap 6 Rp 24.000.000,-
udara Pabrik bulan
ambien dan 5
(Hi-Vol desa
Sampler)
Tabel 15. Biaya Jika Terjadi Kondisi Darurat (Perawatan dan Kerusakan Alat)
No. Pemantauan Deskripsi Lokasi Harga Periode Jumlah (Harga)
1. CEMS Perawatan Rp 400.0000.000,-Setiap Rp 400.0000.000,-
gas tahun
analyzer 1
dan Stack
kalibrator
66
Biaya Rp 1.600.000.000.-Setiap Rp 1.600.000.000.-
perbaikan tahun
kerusakan
alat
67