Anda di halaman 1dari 36

2.2.

Deskripsi Rona Lingkungan Hidup Awal


2.2.1. Komponen Geo-Fisik-Kimia
2.2.1.1. Iklim
Iklim didefinisikan sebagai kondisi rata-rata dari cuaca dalam periode yang panjang
(bulan, tahun). Dalam kenyataannya, iklim tidak saja menggambarkan perilaku dinamika
udara yang pada satu sisi memberikan konstribusi terhadap pola-pola perilaku insitu dan
exsitu atas berbagai perubahan fisika kimia dan biologi lingkungan; pada sisi lain akan
berubah akibat dikonstribusi aktivitas yang terjadi baik secara alamiah maupun artifisial.
Pengaruh iklim terhadap perubahan-perubahan yang terjadi dapat ditangkap
sebagai faktor akumulatif yang saling mempengaruhi diantara unsur-unsurnya. Faktor
dinamik yang diimplementasikan oleh perubahan angin merupakan suatu akumulasi efek
baik langsung maupun tidak langsung dari unsur-unsur standing iklim seperti : temperatur
udara, kelembaban udara dan tekanan udara. Atas dasar hal tersebut, maka kajian iklim
berkaitan dengan aspek perubahan perubahan perilaku fisika kimia dan biologi lingkungan
tidak saja didekati dengan informasi variabel tetap akan tetapi juga variabel dinamik yang
secara signifikan memperngaruhi perubahan pergerakan air laut. Berkaitan dengan
perwilayahan sebagaimana diungkapkan di atas, maka dalam hal pembahasan tentang aspek
iklim akan dibahas dalam satu kelompok bahasan, dengan pertimbangan bahwa aspek iklim
merupakan aspek dengan sifat pengaruh dominant adalah kondisi regional. Data iklim yang
dideskripsikan meliputi temperature udara, kelembaban udara, kecepatan angin, dan lain-
lain.
a. Temperatur Udara
Temperatur udara merupakan unsur iklim yang sangat penting. Temperatur udara
adalah suatu keadaan panas atau dinginnya udara disuatu tempat pada waktu
tertentu,yang dipengaruhi oleh banyaknya atau sedikitnya panas matahari yang diterima
bumi. Suhu udara merupakan unsur iklim yang sangat penting untuk lingkungan. Suhu
udara di suatu tempat antara lain ditentukan oleh tinggi rendahnya tempat tersebut dari
permukaan air laut dan jaraknya dari pantai. Temperatur udara (maksimum, minimum
dan rata-rata) di wilayah studi, selengkapnya disajikan pada Tabel berikut ini.
Tabel 2.1. Temperatur udara maksimum dan minimum di wilayah studi tahun 2016 –
2020 (dalam oC)
Maks Bulan
Tahun /min/
Rata-rata Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des

2016 Maks 30 30 30,4 31,6 31,7 32,2 32,2 33,1 33,7 33,4 32,2 31
Min 21,9 22 21,9 22,5 22,2 21,4 20,3 20,6 21,3 21,9 22,5 22
Maks Bulan
Tahun
/min/ Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des
Rata-rata

Rata-rata 25,95 26 26,15 27,05 26,95 26,8 26,25 26,85 27,5 27,65 27,35 26,5
Maks 30 30 30,4 31,6 31,7 32,2 32,2 33,1 33,7 33,4 32,2 31
2017 Min 21,9 22 21,9 22,5 22,2 21,4 20,3 20,6 21,3 21,9 22,5 22
Rata-rata 25,95 26 26,15 27,05 26,95 26,8 26,25 26,85 27,5 27,65 27,35 26,5
Maks 30,5 30 30,7 33 32,7 33,4 33,3 33,8 34,8 33,1 32,4 31,7
2018 Min 24,4 24 24,7 25,3 25,7 24,6 23,2 22,7 24 24,9 25,1 20,1
Rata-rata 27 26,8 27,5 28,9 29,2 28,6 27,6 27,6 28,6 29,3 28,7 27,2
Maks 30,5 30 30,7 33 32,7 33,4 33,3 33,8 34,8 33,1 32,4 31,7
2019 Min 24,4 24 24,7 25,3 25,7 24,6 23,2 22,7 24 24,9 25,1 20,1
Rata-rata 27 26,8 27,5 28,9 29,2 28,6 27,6 27,6 28,6 29,3 28,7 27,2
Maks 24,2 24,0 24,4 25,8 25,8 26,2 26,2 26,8 27,4 26,6 25,8 25,1
Rerata Min 23,2 23,0 23,3 23,9 24,0 23,0 21,8 21,7 22,7 23,4 23,8 21,1
Rata-rata 26,5 26,4 26,8 28,0 28,1 27,7 26,9 27,2 28,1 28,5 28,0 26,9
Sumber : Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika Kota Semarang

Berdasarkan Tabel diatas menunjukkan bahwa kondisi suhu rata rata (maks) tertinggi
terjadi pada bulan September yaitu sebesar 27,4 oC, sedangkan suhu rata rata (maks)
terendah terjadi pada bulan Februari yaitu sebesar 24,0 oC. Suhu rata-rata (min)
tertinggi terjadi pada bulan Mei sebesar 24,0 oC, sedangkan suhu rata-rata (min)
terendah terjadi pada bulan Desember sebesar 21,1 oC.
b. Kelembaban Udara
Kelembaban udara adalah banyaknya kandungan uap air di atmosfer. Udara atmosfer
adalah campuran dari udara kering dan uap air. Kelembaban udara merupakan salah
satu faktor penting untuk lingkungan. Salah satu fungsi kelembaban udara secara umum
adalah menjaga kestabilan suhu lingkungan agar tidak terlalu panas akibat paparan sinar
matahari. Salah satu fungsi lain kelembaban udara adalah salah satu penentu dari
pertumbuhan vegetasi. Rata-rata kelembaban udara di wilayah studi pada disajikan pada
Tabel berikut ini.
Tabel 2.2. Rata-rata kelembaban udara menurut bulan di wilayah studi
Kelembaban Udara
Bulan
(%)
Januari 83,29
Februari 85,64
Maret 83,26
April 77,77
Mei 75,16
Juni 75,00
Juli 71,65
Agustus 69,03
September 66,93
Oktober 71,39
November 79,47
Desember 80,74
Rata-rata 76,61
Sumber : Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika Kota Semarang
Berdasarkan Tabel diatas menunjukkan bahwa rata-rata kelembaban udara di wilayah
studi memiliki kisaran nilai 66,93 – 85,64 %. Rata-rata kelembaban udara tertinggi pada
terjadi pada bulan Februari, sedangkan rata-rata kelembaban udara terendah terjadi pada
bulan September. Fluktuasi rata-rata kelembaban udara di wilayah studi disajikan pada
Gambar berikut ini.
K elembaban udara

83.29 85.64 83.26 80.74


79.47
(% )

77.77 75.16 75 71.65 69.03 66.93 71.39

Sep tem b er

N o v em b er

D esem b er
Feb ru ari

A g u stu s

O k to b er
Jan u ar i

M aret

A p ril

M ei

Ju n i

Ju li
Bulan

Gambar 2.1 Fluktuasi rata-rata kelembaban udara di wilayah studi

c. Kecepatan Angin
Arah dan kecepatan angin sangat menentukan persebaran dampak khususnya yang
berkaitan dengan media udara. Kecepatan dan arah angin yang ada di wilayah studi
dapat dilihat pada Tabel berikut ini.
Tabel 2.3. Kecepatan dan arah angin yang ada di wilayah studi
Kecepatan Angin
Bulan Arah Angin
(Knot)
Januari 3,19 21
Februari 3,07 22
Maret 2,52 16
April 2,33 18
Mei 3,10 12
Juni 2,37 10
Juli 2,74 11
Agustus 2,97 14
September 2,74 3
Oktober 2,97 4
November 2,73 14
Desember 1,68 17
Rata-rata 2,7 13,5
Sumber : Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika Kota Semarang

Berdasarkan Tabel diatas menunjukkan bahwa rata-rata kecepatan angin di wilayah


studi memiliki kisaran nilai 1,68 – 3,19 %. Rata-rata kecepatan angin tertinggi pada
terjadi pada bulan Januari. Rata-rata kecepatan angin terendah terjadi pada bulan
Desember. Sedangkan rata-rata arah angin di wilayah studi memiliki kisaran nilai 3 –
22. Fluktuasi rata-rata kecepatan angin di wilayah studi disajikan pada Gambar
berikut.
3.5
3
Kecepatan Angin

2.5
(knot)

2
1.5
1
0.5
0

September

Oktober

November

Desember
Maret
Januari

Februari

April

Mei

Agustus
Juni

Juli
Bulan

Gambar 2.2 Fluktuasi rata-rata kecepatan angin di wilayah studi

d. Curah Hujan dan Penyinaran Matahari


Curah hujan merupakan jumlah air yang jatuh di permukaan tanah datar selama periode
tertentu yang diukur dengan satuan tinggi milimeter (mm) diatas permukaan horizontal.
Curah hujan di suatu tempat antara lain dipengaruhi oleh keadaan iklim, keadaan
topografi dan perputaran/ pertemuan arus udara. Menurut Sutedjo dan Kartasapoetra,
(2002) menunjukkan bahwa curah hujan merupakan salah satu unsur iklim yang besar
perannya terhadap terjadinya longsor dan erosi. Curah hujan dan penyinaran matahari di
wilayah studi selengkapnya disajikan pada Tabel berikut ini.
Tabel 2.4. Curah hujan dan penyinaran matahari di wilayah studi
Bulan Curah Hujan (mm3) Penyinaran Matahari (Jam)
Januari 10,37 3,28
Februari 19,21 4,23
Maret 7,42 4,61
April 7,13 6,53
Mei 0,58 6,64
Juni 1,50 6,76
Juli 0,00 7,55
Agustus 0,00 7,46
September 0,67 6,91
Oktober 4,35 7,55
November 8,70 5,52
Desember 7,80 4,04
Rata-rata 5,64 5,92
Sumber : Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika Kota Semarang

Berdasarkan Tabel diatas menunjukkan bahwa rata-rata curah hujan di wilayah studi
adalah sekitar 5,64 mm3. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Februari yaitu sekitar
19,21 mm3. Sedangkan pada bulan Juli dan Agustus tidak mengalami hujan. Rata-rata
penyinaran matahari di wilayah studi adalah sekitar 5,92 mm 3. Penyinaran matahari
tertinggi terjadi pada bulan Juli dan Oktober yaitu sekitar 7,55 jam, sedangkan
penyinaran matahari terendah terjadi pada bulan Januari yaitu sekitar 3,28 jam.
2.2.1.2. Geologi
Kabupaten Jepara merupakan dataran aluvial yang tersusun oleh endapan lumpur
yang berasal dari sungai-sungai yang bermuara di pesisir pantai dan terbawa oleh arus
sepanjang pantai. Sebaran jenis tanah pada wilayah ini yaitu berupa aluvial hidromorf,
regosol coklat, asosiasi mediteran coklat tua dan mediteran coklat, grumosol kelabu tua,
asosiasi hidromorf kelabu, dan planosol coklat keabuan.Kabupaten Jepara terletak dalam
lereng utara dan barat Gunung Muria.
Bentang alam Semenanjung Muria terdiri atas dataran, perbukitan, dan
pegunungan, yang proses geomorfologinya dikontrol oleh kegiatan gunung api. Daerah
dataran menempati seluruh pantai barat, utara dan timur, serta dataran Kudus - Pati di
sebelah selatan. Litologi penyusun daerah dataran adalah bahan rombakan berupa endapan
lahar dan aluvium; secara setempat dijumpai pula endapan piroklastika dan lava. Daerah
perbukitan merupakan kaki dan lereng bawah Gunung Api Muria, Gunung Api Genuk dan
sekitarnya, serta perbukitan yang terletak di kompleks Gunung Api Patiayam. Litologi
penyusun daerah perbukitan adalah lava, endapan piroklastika, dan lahar. Daerah
pegunungan meliputi kawasan puncak Muria dan Genuk yang merupakan pusat erupsi
gunung api di Semenanjung Muria. Batuan penyusun terdiri atas lava, intrusi, dan breksi
piroklastika.
Gunung Api Muria terletak di bagian tengah Semenanjung Muria, sedangkan
Gunung Api Genuk berada di sebelah timur laut Gunung Api Muria. Dengan demikian
bentang alam Semenanjung Muria dibangun oleh hasil kegiatan atau erupsi Gunung Api
Muria dan Gunung Api Genuk beserta gunung api parasitnya pada masa lampau. Aktivitas
vulkanisme tersebut kemudian diikuti oleh proses eksogen, mulai dari pelapukan, erosi,
transportasi, dan sedimentasi di sekeliling gunung api tersebut yang berlanjut sampai ke
lepas pantai, sehingga membentuk endapan rombakan.
Berdasarkan data geologi regional Lembar Kudus (Suwarti dan Wikarno, 1992),
batuan tertua yang tersingkap di daerah Semenanjung Muria adalah Formasi Bulu yang di
atasnya menumpang secara berturut-turut Formasi Ujungwatu, batuan Gunung Api Genuk
dan Muria. Formasi Bulu terdiri atas batuan sedimen silisiklastika halus (batulempung
sampai batupasir karbonatan) dan batugamping berumur Mio-Pliosen yang tersingkap di
daerah Semliro di bawah fasies sentral Gunung Api Muria dan di sekitar Gunung Api
Genuk. Sementara itu, Formasi Ujungwatu didominasi oleh batuan klastika gunung api kaya
batuapung, seperti tuf batuapung, lapili batuapung, dan breksi batuapung. Batuan Gunung
Api Genuk dan Muria yang terletak dekat dengan kawah atau pusat erupsi sampai fasies
proksimal berupa batuan beku (aliran lava dan intrusi) dan breksi gunung api. Sedangkan
daerah kaki dan dataran di sekelilingnya, pada umumnya berupa batuan klastika gunung api
fraksi halus-sedang, mulai dari batulanau, batupasir sampai dengan konglomerat dan breksi
gunung api.
Geologi Kota Jepara berdasarkan Peta Geologi Lembar Magelang - Jepara (RE.
Thaden, dkk; 1996), susunan stratigrafinya adalah sebagai berikut :
o Aluvium
Aluvium merupakan endapan aluvium pantai, sungai dan danau. Endapan pantai
litologinya terdiri dari lempung, lanau dan pasir dan campuran diantaranya mencapai
ketebalan 50 m atau lebih. Endapan sungai dan danau terdiri dari kerikil, kerakal, pasir
dan lanau dengan tebal 1 - 3 m. Bongkah tersusun andesit, batu lempung dan sedikit
batu pasir.
o Batuan Gunung Api
Batuannya berupa lava basalt, berwarna abu-abu kehitaman, halus, komposisi mineral
terdiri dari felspar, olivin dan augit, sangat keras.
o Formasi Jongkong
Breksi andesit hornblende augit dan aliran lava, sebelumnya disebut batuan gunungapi
Ungaran Lama. Breksi andesit berwarna coklat kehitaman, komponen berukuran 1 - 50
cm, menyudut - membundar tanggung dengan masa dasar tufaan, posositas sedang,
kompak dan keras. Aliran lava berwarna abu-abu tua, berbutir halus, setempat
memperlihatkan struktur vesikuler (berongga).
o Formasi Damar
Batuannya terdiri dari batu pasir tufaan, konglomerat, dan breksi volkanik. Batu pasir
tufaan berwarna kuning kecoklatan berbutir halus - kasar, komposisi terdiri dari mineral
mafik, felspar, dan kuarsa dengan masa dasar tufaan, porositas sedang, keras.
Konglomerat berwarna kuning kecoklatan hingga kehitaman, komponen terdiri dari
andesit, basalt, batuapung, berukuran 0,5 - 5 cm, membundar tanggung hingga
membundar baik, agak rapuh. Breksi volkanik mungkin diendapkan sebagai lahar,
berwarna abu-abu kehitaman, komponen terdiri dari andesit dan basalt, berukuran 1 - 20
cm, menyudut membundar tanggung, agak keras.
o Formasi Kaligetas
Batuannya terdiri dari breksi dan lahar dengan sisipan lava dan tuf halus sampai kasar,
setempat di bagian bawahnya ditemukan batu lempung mengandung moluska dan batu
pasir tufaan. Breksi dan lahar berwarna coklat kehitaman, dengan komponen berupa
andesit, basalt, batuapung dengan masa dasar tufa, komponen umumnya menyudut -
menyudut tanggung, porositas sedang hingga tinggi, breksi bersifat keras dan kompak,
sedangkan lahar agak rapuh. Lava berwarna hitam kelabu, keras dan kompak. Tufa
berwarna kuning keputihan, halus - kasar, porositas tinggi, getas. Batu lempung,
berwarna hijau, porositas rendah, agak keras dalam keadaan kering dan mudah hancur
dalam keadaan basah. Batu pasir tufaan, coklat kekuningan, halus - sedang, porositas
sedang, agak keras.
o Formasi Kalibeng
Batuannya terdiri dari napal, batupasir tufaan dan batu gamping. Napal berwarna abu-
abu kehijauan hingga kehitaman, komposisi terdiri dari mineral lempung dan semen
karbonat, porositas rendah hingga kedap air, agak keras dalam keadaan kering dan
mudah hancur dalam keadaan basah. Pada napal ini setempat mengandung karbon
(bahan organik). Batupasir tufaan kuning kehitaman, halus - kasar, porositas sedang,
agak keras, Batu gamping merupakan lensa dalam napal, berwarna putih kelabu, keras
dan kompak.
o Formasi Kerek
Perselingan batu lempung, napal, batu pasir tufaan, konglomerat, breksi volkanik dan
batu gamping. Batu lempung kelabu muda - tua, gampingan, sebagian bersisipan
dengan batu lanau atau batu pasir, mengandung fosil foram, moluska dan koral-koral
koloni.
Peta geologi di wilayah studi pembangunan pembangunan pengolahan limbah B3 medis
disajikan pada Gambar 2.3.
2.2.1.3. Morfologi
Morfologi daerah Jepara berdasarkan pada bentuk topografi dan kemiringan
lerengnya dapat dibagi menjadi 7 (tujuh) satuan morfologi yaitu:
a. Dataran
Merupakan daerah dataran aluvial pantai dan sungai. daerah bagian barat daya
merupakan punggungan lereng perbukitan, bentuk lereng umumnya datar hingga sangat
landai dengan kemiringan lereng medan antara 0 - 5% (0-3%), ketinggian tempat di
bagian utara antara 0 - 25 m dpl dan di bagian barat daya ketinggiannya antara 225 -
275 m dpl. Luas penyebaran sekitar 164,9 km2 (42,36%) dari seluruh daerah Jepara.
Gambar 2.3 Peta geologi di wilayah studi
b. Daerah Bergelombang
Satuan morfologi ini umumnya merupakan punggungan, kaki bukit dan lembah sungai,
mempunyai bentuk permukaan bergelombang halus dengan kemiringan lereng medan 5
- 10% (3-9%), ketinggian tempat antara 25 - 200 m dpl. Luas penyebarannya sekitar
68,09 km2. (17,36%) dari seluruh daerah Jepara.
c. Perbukitan Berlereng Landai
Satuan morfologi ini merupakan kaki dan punggungan perbukitan, mempunyai bentuk
permukaan bergelombang landai dengan kemiringan lereng 10 - 15 % dengan
ketinggian wilayah 25 - 435 m dpl. Luas penyebaran sekitar 73,31 km2 (18,84%) dari
seluruh daerah Jepara.
d. Perbukitan Berlereng Agak Terjal
Satuan morfologi ini merupakan lereng dan puncak perbukitan dengan lereng yang agak
terjal, mempunyai kemiringan lereng antara 15 - 30%, ketinggian tempat antara 25 -
445 m dpl. Luas penyebarannya sekitar 57,91Km2 (14,8%) dari seluruh daerah Jepara.
e. Perbukitan Berlereng Terjal
Satuan morfologi ini merupakan lereng dan puncak perbukitan dengan lereng yang
terjal, mempunyai kemiringan lereng antara 30 - 50%, ketinggian tempat antara 40 -
325 m dpl. Luas penyebarannya sekitar 17,47 Km2 (4,47%) dari seluruh daerah Jepara.
f. Perbukitan Berlereng Sangat Terjal
Satuan morfologi ini merupakan lereng bukit dan tebing sungai dengan lereng yang
sangat terjal, mempunyai kemiringan lereng antara 50 - 70%, ketinggian tempat antara
45 - 165 m dpl. Luas penyebarannya sekitar 2,26 Km2 (0,58%) dari seluruh daerah
Jepara.
g. Perbukitan Berlereng Curam
Satuan morfologi ini umumnya merupakan tebing sungai dengan lereng yang curam,
mempunyai kemiringan >70%, ketinggian tempat antara 100 - 300 m dpl. Luas
penyebarannya sekitar 6,45 Km2 (1,65%) dari seluruh daerah Jepara.
2.2.1.4. Topografi
Secara garis besar topografi yang berada di wilayah studi terdiri atas daerah pesisir/
tepi laut, lereng/ punggung bukit dan dataran. Topografi Desa Tubanan (wilayah
administrasi kegiatan) termasuk dalam kategori dalam topografi di tepi laut/ pesisir.
Topografi di wilayah studi selengkapnya disajikan pada Tabel berikut ini.
Tabel 2.5. Topografi di wilayah studi
Pesisir/ Tepi Lembah/ Daerah Lereng/
Desa Dataran
Laut Aliran Sungai Punggung Bukit
Dudakawu - - √ -
Sumanding - - √ -
Bucu - - √ -
Cepogo - - √ -
Pendem - - √ -
Jinggotan - - - √
Kancilan - - - √
Dermolo - - - √
Balong √ - - -
Tubanan √ - - -
Kaliaman - - - -
Jumlah 2 - 5 4
Sumber : Kecamatan Kembang dalam Angka (2019)

Sedangkan ketinggian wilayah yang berada di wilayah studi terdiri atas < 500 m dan 500 –
700 m. Ketinggian wilayah Desa Tubanan (wilayah administrasi kegiatan) berada pada <
500 m. Ketinggian wilayah di wilayah studi selengkapnya disajikan pada Tabel berikut ini.
Tabel 2.6. Ketinggian wilayah di wilayah studi
Desa < 500 m 500 – 700 m > 700 m
Dudakawu - √ -
Sumanding - √ -
Bucu - √ -
Cepogo - √ -
Pendem - √ -
Jinggotan √ - -
Kancilan √ - -
Dermolo √ - -
Balong √ - -
Tubanan √ - -
Kaliaman √ - -
Jumlah 6 5 -
Sumber : Kecamatan Kembang dalam Angka (2019)

2.2.2. Komponen Biologi


2.2.2.1. Flora Alami
Lokasi rencana kegiatan pembangunan pengolahan limbah B3 medis terdapat tipe
ekosistem alami dan ekosistem budidaya. Ekosistem alami terdapat secara terbatas di tepi
pantai. Sedangkan ekosistem budidaya yang ada di sekitar lokasi rencana kegiatan adalah
agroekosistem yang meliputi persawahan, perkebunan dan pekarangan. Kondisi flora alami
di jumpai di tepi pantai dengan jarak hingga 30 m dari garis pantai. Vegetasi alami yang
dijumpai di pantai sekitar lokasi kegiatan terdiri atas dua formasi yaitu pescaprae dan
baringtonia. Formasi pescaprae adalah formasi yang dibentuk oleh tumbuhan menjalar
menutupi pasir pantai. Tumbuhan dari formasi pescaprae di lokasi pengamatan hanya
meliputi satu jenis saja yaitu Ipomoea pescaprae. Formasi baringtonia merupakan formasi
tumbuhan pantai yang terdapat di belakang formasi pescaprae. Tumbuhan penyusun formasi
ini di lokasi pengamatan terdiri dari semak belukar dan pohon pantai seperti waru laut
(Hibiscus tiliaceus), pandan (Pandanus tectorius), nipah (Nypa fruticans) dan ketapang
(Terminalia catappa). Di wilayah studi (Desa Tubaban) beberapa lahan di pantai
dimanfaatkan sebagai lahan persawahan. Komposisi tumbuhan tingkat pohon yang dijumpai
meliputi kelapa (Cocos nucifera), waru laut (Hibiscus tiliaceus), Kersen (Muntingia
calabura), Nipah (Nypa fruticans), Segon (Paraserianthes falcataria) dan Ketapang
(Terminalia catappa). Di area ini juga dijumpai tumbuhan mangrove jenis Rhizopora sp
(bakau). Berdasarkan hasil observasi menunjukkan bahwa keanekaragaman spesies di
wilayah studi termasuk dalam kategori sedang melimpah. Keanekaragaman flora alami
tingkat pohon di wilayah studi selengkapnya disajikan pada Tabel berikut ini.
Tabel 2.7. Keanekaragaman flora alami tingkat pohon di wilayah studi
Jumlah Status
No Nama Ilmiah Nama Lokal
Individu Perlindungan
1. Cocos nucifera Kelapa 2 -
2. Hibiscus tiliaceus Waru Laut 5 -
3. Muntingia calabura Kresen 2 -
4. Nypa fruticans Nipah 6 -
5. Paraserianthes falcataria Sengon 1 -
6. Terminalia catappa Ketapang 2 -
7. Leucaena leucochepala Lamtoro 2 -
8. Pandanus tectorius Pandan kowang 2 -
9. Rhizopora sp. Bakau 1 -
Jumlah Jenis 9
Jumlah Seluruh Individu 23
Indeks Dominasi 0,91
Indeks Keanekaragaman Jenis (H’) 1,80
Keterangan :
Klasifikasi nilai Indeks Keanekaragaman Shanon-Wienner (H’) menurut Odum (1971) dalam Fachrul (2007)
adalah sebagai berikut:
H”>3 : menunjukkan bahwa keanekaragaman spesies pada suatu lokasi adalah melimpah tinggi
1<H”<3 : menunjukkan bahwa keanekaragaman spesies pada suatu lokasi adalah sedang melimpah
H”<1 : menunjukkan bahwa keanekaragaman spesies pada suatu lokasi adalah sedikit atau rendah

2.2.2.2. Flora Budidaya


Berdasarkan hasil survei yang telah dilakukan, didapatkan bahwa area budidaya di
wilayah sekitar lokasi rencana kegiatan berupa ekosistem tipe agroekosistem yaitu
persawahan, perladangan, perkebunan dan pekarangan. Sistem budidaya pertanian yang
berkembang di wilayah ini adalah sistem pertanian bergilir. Pada musim hujan dilakukan
pertanian padi sedangkan pada musim kering (kemarau) dilakukan penggantian jenis
tanaman budidaya menjadi tanaman palawija dan jagung. Hal ini terkait dengan penyediaan
air untuk budidaya. Pada saat musim kemarau penyediaan air sangat terbatas, hanya area
budidaya yang mampu menggunakan air tanah dangkal untuk dialirkan ke persawahan saja
yang menunjukkan adanya aktivitas pertanian. Sedangkan di daerah yang tidak ada
pengairan menggunakan air tanah, lahan persawahan di biarkan dalam kondisi puso (tidak
ditanam).
Jenis-jenis flora budidaya yang dijumpai di lokasi sampling adalah padi (Oryza
sativa), jagung (Zea mays), kacang tanah (Arachis hypogaea), kacang panjang (Vigna
unguiculata), cabe (Capsicum sp.), dan terong ungu (Solanum melongena). Kondisi flora
budidaya bervariasi tergantung dari lokasinya. Secara umum kondisi flora budidaya di lahan
persawahan dan perladangan menunjukkan kondisi yang baik. Hal ini ditunjukkan dari
kenampakan morfologi tumbuhannya dan warna daunnya. Jenis ekosistem budidaya yang
lain yang berkembang di wilayah studi ini adalah perkebunan karet (Hevea brasiliensis), jati
(Tectona grandis) dan sengon (Paraserianthes falcataria). Lahan perkebunan ini terletak
setelah formasi baringtonia dan tanaman jabon. Formasi baringtonia berupa tumbuhan
semak dan pohon pantai. Kondisi tanaman jabon pada saat dilakukan survei banyak yang
dililit dengan tumbuhan merambat sehingga pertumbuhannya menjadi terganggu. Lahan
budidaya sengon yang ada di wilayah studi juga dimanfaatkan sebagai lahan tumpangsari
untuk tanaman pertanian yaitu tanaman terong ungu.

2.2.2.3. Fauna (Darat)


Fauna darat yang terdapat di wilayah studi dibedakan menjadi fauna liar dan fauna
budidaya.
 Fauna Domestik
Hasil inventarisasi jenis-jenis fauna budidaya menunjukkan bahwa jenis fauna budidaya
yang paling umum dijumpai adalah mamalia dan unggas. Jenis-jenis mamalia yang
dijumpai yaitu sapi, kambing, domba, kelinci, dan kerbau, sedangkan jenis-jenis unggas
yang dijumpai meliputi ayam, bebek dan entok. Selain itu juga masih dijumpai adanya
hewan peliharaan berupa kucing dan anjing. Tingkat perjumpaan fauna domestik
didasarkan pada banyaknya perjumpaan di lokasi studi tanpa menghitung populasi atau
jumlah individu. Inventarisasi fauna domestik pada wilayah studi disajikan pada Tabel
berikut ini.
Tabel 2.8. Daftar fauna domestik yang berada di wilayah studi

No Nama Ilmiah Nama Lokal Perjumpaan Keterangan


1. Canis sp. Anjing ++ -
2. Bos taurus Sapi ++ -
3. Capra sp. Kambing +++ -
4. Ovis aries Domba +++ -
5. Cairina moschata Entok +++ -
6. Felis catus Kucing +++ -
7. Lepus sp. Kelinci ++ -
8. Bubalus bubalis Kerbau +++ -
9. Gallus Gallus Ayam +++ -
Keterangan tingkat Perjumpaan :
+ : Jarang < 5
++ : Sedang 5 <H>10
+++ : Sering> 10

 Fauna Liar
Kondisi lokasi studi sebagian besar merupakan area budidaya sehingga jenis fauna yang
dijumpai menjadi terbatas. Fauna liar yang terinventarisasi merupakan jenis fauna dari
kelas Aves, Reptil, Amfibi, Insecta, dan Gastropoda. Inventarisasi fauna liar pada
wilayah studi disajikan pada Tabel berikut ini.
Tabel 2.9. Daftar fauna liar yang berada di wilayah studi
Status Perlindungan
No Nama Ilmiah Nama Lokal Perjumpaan
UI CI UU
A. AVES
1. Bubulcus ibis Kuntul Kerbau +++ - - -
2. Egretta garzetta Kuntul Kecil +++ - - -
3. Ardea alba Cangak Besar +++ - - -
4. Halcyon chloris Cekakak sungai + - - -
5. Lonchura leucogastroides Bondol Jawa +++ - - -
6. Ixobrychus cinnamomeus Bambangan Merah + - - -
7. Himantopus leucocephalus Gagang Bayam Timur + - - -
8. Delichon dasypus Layang-Layang Rumah ++ - - -
9. Lonchura punctulata Bondol Peking +++ - - -
10. Lonchura maja Bondol Haji + - - -
B. HERPETOFAUNA
11. Eutropis multifasciata Kadal ++ - - -
12. Fejervarya cancrivora Katak sawah +++ - - -
Keterangan status perlindungan:
CI Status perdagangan menurut Convention on International Trade in Endangered Spesies (CITES),
IU Status keterancaman menurut International Union for Conservation of Nature (IUCN) Red List,
UU Status Undang-undang Negara Republik Indonesia:
(A) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati
Dan Ekosistemnya
(B) Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan Dan Satwa
Hasil kajian status konservasi terhadap jenis-jenis fauna liar yang berhasil diinventarisasi
menunjukkan terdapat beberapa jenis fauna yang ditetapkan status perlindungannya
melalui Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi
Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dan Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun
1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan Dan Satwa yaitu Cangak Besar (Ardea alba),
Kuntul Kecil (Egretta garzetta) dan Kuntul Kerbau (Bubulcus ibis) yang termasuk ke
dalam Famili Ardeidae. Jenis avifauna tersebut banyak dijumpai di wilayah studi. asil
penelusuran status keterancaman jenis burung dari kelompok famili Ardeidae tersebut
menurut IUCN Red List (melalui www.iucnredlist.org) menunjukkan status
keterancaman tingkat Least Concern (beresiko rendah) akan tetapi terdapat
kecenderungan peningkatan jumlah individu pada habitat alaminya. Sedangkan daftar
jenis avertebrata yang dijumpai saat pengamatan disajikan pada Tabel berikut ini.
Tabel 2.10. Daftar jenis avertebrata yang dijumpai saat pengamatan
Status Perlindungan
No Nama Ilmiah Nama Lokal Perjumpaan
UI CI UU
B. HERPETOFAUNA
1. Pila ampullacea Keong Sawah ++ - - -
A. GASTROPODA
2. Hymenoptera sp. Semut ++ - - -
3. Lepidoptera Kupu-Kupu ++ - - -
4. Libelulla forensis Capung Hijau + - - -
5. Crocothemis servilia Capung Merah + - - -
6. Coccinella magnifica Kepik + - - -
7. Trigoniulus corallinus Kaki Seribu, Luwing +++ - - -
8. Parathelphusa convexa Kepiting + - - -
9. Chrysolina graminis Kumbang Pelangi (Tansy + - - -
Beetle)
10. Nilaparvata lugens Wereng + - - -

Spesies fauna dari kelompok Arthropoda yang ditemukan pada pada saat pengamatan
sebanyak 7 jenis. kelompok serangga yang teridentifikasi seperti semut (Hymenoptera
sp.), Kupu-kupu (Lepidoptera), Capung Hijau (Libelulla forensic), Capung Merah
(Crocothemis servilia) dan Kumbang Pelangi (Chrysolina graminis) dijumpai di semua
lokasi sampling. Arthropoda lain yang dijumpai adalah Kaki seribu (Trigoniulus
corallines) dan kepiting (Parathelphusa convexa) dengan lokasi penyebarannya berada
dekat sumber air seperti di bantaran sungai dan lahan persawahan. Jenis – jenis serangga
yang teridentifikasi dari perjumpaan langsung tidak berpotensi untuk berkembang
menjadi hama. Menurut informasi petani sekitar, jenis serangga yang biasa menjadi hama
pada tanaman budidaya adalah spesies wereng (Nilaparvata lugens) dan beberapa jenis
larva serangga (ulat).

2.2.3. Komponen Sosial-Ekonomi-Budaya


2.2.3.1. Kependudukan
Sebagai modal dasar pembangunan, penduduk dapat dikatakan sebagai aset penting
dalam menggerakkan roda pembangunan suatu daerah. Bukan hanya dengan jumlah yang
besar saja, akan tetapi tetapi kualitas yang baik jauh lebih berguna dan bermanfaat dalam
meningkatkan mutu kehidupan dan kesejahteraan masyarakat secara umum. Hasil proyeksi
penduduk menunjukkan bahwa jumlah penduduk Kecamatan Kembang mencapai 72.146
jiwa (Kecamatan Kembang dalam Angka, 2019). Jumlah penduduk tersebar di delapan (11)
keurahan yaitu Kelurahan Dudakawu, Sumanding, Bucu, Cepogo, Pendem, Jinggotan,
Kacilan, Dermolo, Balong, Tubanan dan Kaliaman. Desa Tubanan merupakan desa dengan
jumlah penduduk terpadat berada di Kecamatan Kembang. Jumlah penduduk kecamatan
Kembang menurut Kelurahan disajikan pada Tabel berikut ini.
Tabel 2.11. Jumlah Penduduk berdasarkan kelurahan dan jenis kelamin di Kecamatan
Kembang
Jumlah
No Kelurahan Laki-laki Perempuan
Penduduk
1. Dudakawu 1.368 1.449 2.817
2. Sumanding 1.528 1.561 3.089
3. Bucu 2.167 2.243 4.410
4. Cepogo 4.669 4.837 9.506
5. Pendem 3.503 3.639 7.142
6. Jinggotan 2.550 2.560 5.110
7. Kacilan 4.784 5.089 9.873
8. Dermolo 2.723 2.759 5.482
9. Balong 2.895 2.843 5.738
10. Tubanan 5.513 5.816 11.329
11. Kaliaman 3.761 3.889 7.650
Jumlah 35.461 36.685 72.146
Sumber : Kecamatan Kembang Dalam Angka, 2019

Berdasarkan Tabel diatas menunjukkan bahwa jumlah penduduk di Kecamatan Kembang


didominasi oleh perempuan dibandingkan dengan jumlah penduduk laki-laki. Jumlah
penduduk perempuan di Kecamatan Kembang adalah sekitar 36.685 jiwa, sedangkan jumlah
penduduk laki-laki di Kecamatan Kembang adalah sekitar 35.461 jiwa.
2.2.3.2. Tenaga Kerja
Menurut UU No. 13 tahun 2003 Bab I pasal 1 ayat 2 disebutkan bahwa tenaga kerja
adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang atau jasa
baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Secara garis besar
penduduk suatu negara dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu tenaga kerja dan bukan
tenaga kerja. Komposisi penduduk menurut umur diperlukan sebagai salah satu indikator
untuk mengetahui struktur penduduk dalam suatu wilayah. Penduduk tergolong tenaga kerja
jika penduduk tersebut telah memasuki usia kerja. Batas usia kerja yang berlaku
di Indonesia adalah berumur 15 tahun – 64 tahun. Berdasarkan hal tersebut maka, jumlah
penduduk di Kecamatan Kembang yang termasuk dalam usia kerja dan sudah tidak usia kerja
disajikan pada Tabel berikut ini.
Tabel 2.12. Jumlah penduduk menurut kelompok umur dan jenis kelamin di Kecamatan
Kembang
Kelompok Umur Laki-laki Perempuan Total
0–4 3.074 3.028 6.102
5–9 3.091 3.001 6.092
10 – 14 2.938 2.879 5.817
15 – 19 3.035 3.063 6.098
20 – 24 3.279 3.196 6.475
25 – 29 2.909 2.896 5.805
30 – 34 2.620 2.709 5.329
35 – 39 2.570 2.765 5.335
40 – 44 2.427 2.506 4.933
45 – 49 2.196 2.350 4.546
50 – 54 2.002 2.109 4.111
55 – 59 1.691 1.804 3.495
60 – 64 1.431 1.541 2.972
65 – 69 952 1.071 2.023
70 – 74 596 772 1.368
75+ 650 995 1.645
Jumlah 35.461 36.685 72.146
Sumber : Kecamatan Kembang dalam Angka, 2019
Keterangan :
: Kelompok usia kerja (usia produktif)

: Kelompok usia belum dan/atau tidak kerja (usia belum dan/atau tidak produktif)

Berdasarkan Tabel diatas menunjukkan bahwa terdapat potensi yang cukup besar
terhadap mobilisasi tenaga kerja di Kecamatan Kembang dengan kebutuhan jumlah tenaga
kerja yang sudah termasuk usia kerja. Jumlah masyarakat di Kecamatan Kembang yang
sudah termasuk kedalam usia kerja adalah sekitar ± 49.099 jiwa. Sedangkan jumlah
masyarakat di Desa Tubanan yang sudah termasuk kedalam usia kerja adalah sekitar ± 7.788
jiwa. Jumlah penduduk menurut kelompok umur dan jenis kelamin di Desa Tubaban
disajikan pada Tabel berikut ini.
Tabel 2.13. Jumlah penduduk menurut kelompok umur dan jenis kelamin di Desa Tubaban
Kelompok Umur Laki-laki Perempuan Total
0–4 471 448 919
5–9 452 486 938
10 – 14 423 420 843
15 – 19 472 527 999
20 – 24 542 494 1036
25 – 29 479 446 925
30 – 34 392 410 802
35 – 39 356 416 772
40 – 44 358 403 761
45 – 49 322 371 693
50 – 54 349 344 693
55 – 59 305 310 615
60 – 64 232 260 492
65 – 69 152 166 318
70 – 74 83 123 206
75+ 125 192 317
Jumlah 5.513 5.816 11.329
Sumber : Kecamatan Kembang dalam Angka, 2019
Keterangan :
: Kelompok usia kerja (usia produktif)
: Kelompok usia belum dan/atau tidak kerja (usia belum dan/atau tidak produktif)

Mobilisasi tenaga kerja (konstruksi dan operasi) diperkirakan dapat memberikan dampak/
manfaat yang positif terkait penerimaan tenaga kerja di wilayah studi terutama di Desa
Tubaban terutama terhadap masyarakat yang belum mendapatkan pekerjaan/ pengangguran
dan masyarakat yang berprofesi sejalur dengan kebutuhan yang dibutuhkan untuk kegiatan
pembangunan. Jumlah masyarakat di Desa Tubaban berdasarkan jenis pekerjaan
selengkapnya disajikan pada Gambar berikut ini.
2400
1901

2000

1600
1194
1163

1101

1200
972
920
784
744

741
659

800
377
329

325
295

400
179

160

0
Belum/ Tidak Bekerja

Karyawan Swasta

Pelajar/ Mahasiswa

Wiraswasta
Mengurus Rumah Tangga
Buruh Tani/ Perkebunan

Petani/ Pekebun

Tukang Kayu

Lain-lain

Laki-laki Perempuan

Gambar 2.4 Jumlah masyarakat di Desa Tubaban berdasarkan jenis pekerjaan


2.2.3.3. Pendidikan
Jalur Pendidikan merupakan salah satu faktor pendukung keberhasilan
pembangunan adalah adanya sumber daya manusia yang berkualitas. Melalui jalur
pendidikan pemerintah berupaya untuk menghasilkan dan meningkatkan sumber daya
manusia yang berkualitas. Pendidikan merupakan program pembangunan yang perlu
diutamakan. Pembangunan tanpa pendidikan yang baik maka pembangunan berkelanjutan
akan terhambat karena tidak ada yang akan meneruskan pembangunan dengan kemampuan
yang lebih baik. Salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas pendidikan adalah
tersedianya fasilitas pendidikan seperti sekolahan. Penduduk yang menyebar di pulau-pulau
menjadi tantangan berat terutama dalam memajukan sektor pendidikan di daerah ini.
Tingkat pendidikan mempunyai korelasi terhadap pembangunan suatu daerah, dengan mutu
kualitas sumber daya manusia yang bagus akan mendorong percepatan pembangunan.
Fasilitas pendidikan dan jumlah murid dan guru di Kecamatan Kembang selengkapnya
disajikan pada Tabel berikut ini.
Tabel 2.14. Fasilitas pendidikan dan jumlah murid dan guru di Kecamatan Kembang
Jumlah Sekolah Jumlah Murid Rasio Murid dan
Sekolah Jumlah Guru
Negeri Swasta Negeri Swasta Guru
SD 41 1 4.946 65 404 12,40
MI - 11 - 1.321 111 11,90
SLTP 4 1 962 1.041 93 10,34
MTs - 6 - 930 63 14,76
SMA 1 - 733 - 33 23,06
MA - 3 - 312 26 12,00
SMK - 1 - 124 4 31,00
Sumber : Kabupaten Jepara dalam Angka, 2020

Berdasarkan Tabel diatas menunjukkan bahwa Kecamatan Kembang memiliki 41


Sekolah Dasar (SD) Negeri dan 1 Sekolah Dasar (SD) Swasta, jumlah murid Sekolah Dasar
(SD) Negeri di Kecamatan Kembang adalah 4.946 siswa dan jumlah murid Sekolah Dasar
(SD) Swasta di Kecamatan Kembang adalah 65 siswa. Jumlah guru Sekolah Dasar (SD)
Negeri di Kecamatan Kembang adalah 404 guru. Berdasarhan hal tersebut, maka rasio murid
dan guru SD Kecamatan Kembang adalah 12,40. Jumlah Madrasah Ibtidaiyah (MI) Swasta di
Kecamatan Kembang adalah 11 dengan jumlah murid MI Swasta di Kecamatan Kembang
adalah 1.321 siswa dan jumlah guru MI Swasta di Kecamatan Kembang adalah 111 guru.
Berdasarhan hal tersebut, maka rasio murid dan guru MI Kecamatan Kembang adalah 11,90.
Jumlah SLTP di Kecamatan Kembang adalah 4 SLTP Negeri dan 1 SLTP Swasta. Jumlah
murid SLTP Negeri di Kecamatan Kembang adalah 962 siswa dan jumlah murid SLTP
Swasta di Kecamatan Kembang adalah 1.041 siswa. Jumlah guru SLTP Negeri di Kecamatan
Kembang adalah 93 guru. Berdasarhan hal tersebut, maka rasio murid dan guru SLTP
Kecamatan Kembang adalah 10,34. Jumlah MTs Swasta di Kecamatan Kembang adalah 6
sekolah dengan jumlah murid MTs Swasta di Kecamatan Kembang adalah 930 siswa dan
jumlah guru MTs Swasta di Kecamatan Kembang adalah 63 guru. Berdasarhan hal tersebut,
maka rasio murid dan guru MTs Kecamatan Kembang adalah 14,76. Jumlah SMA Negeri di
Kecamatan Kembang adalah 1 sekolah dengan jumlah murid SMA Negeri di Kecamatan
Kembang adalah 733 siswa dan jumlah guru SMA Negeri di Kecamatan Kembang adalah 33
guru. Berdasarhan hal tersebut, maka rasio murid dan guru SMA Kecamatan Kembang
adalah 23,06. Jumlah MA Swasta di Kecamatan Kembang adalah 3 sekolah dengan jumlah
murid MA Swasta di Kecamatan Kembang adalah 312 siswa dan jumlah guru MA Swasta di
Kecamatan Kembang adalah 26 guru. Berdasarhan hal tersebut, maka rasio murid dan guru
MA Kecamatan Kembang adalah 12,00. Jumlah SMK Swasta di Kecamatan Kembang adalah
1 sekolah dengan jumlah murid SMK Swasta di Kecamatan Kembang adalah 124 siswa dan
jumlah guru SMK Swasta di Kecamatan Kembang adalah 4 guru. Berdasarhan hal tersebut,
maka rasio murid dan guru MA Kecamatan Kembang adalah 31,00.
Berdasarkan Kabupaten Jepara dalam Angka (2020) menyebutkan bahwa secara
umum jumlah angkatan kerja tertinggi di Kabupaten Jepara didominasi oleh masyarakat
dengan Pendidikan tertinggi yang ditamatkan adalah Sekolah Dasar (SD). Penduduk berumur
15 tahun ke atas menurut Pendidikan tertinggi yang ditamatkan dan jenis kegiatan selama
seminggu yang lalu di Kabupaten Jepara disajikan pada Tabel berikut ini.
Tabel 2.15. Penduduk berumur 15 tahun ke atas menurut Pendidikan tertinggi yang
ditamatkan dan jenis kegiatan selama seminggu yang lalu di Kabupaten Jepara
Angkatan Kerja Persentase
Pendidikan Tertinggi
Jumlah Angkatan Bekerja Terhadap
yang Ditamatkan Bekerja Pengangguran
Kerja Angkatan Kerja
0 17.246 336 17.582 98,09
1 56.999 341 57.340 99,41
2 201.618 2.881 204.499 98,59
3 159.100 5.231 164.331 96,82
4 121.952 3.335 125.287 97,34
5 43.189 4.201 47.390 91,14
6 5.861 0 5.861 100,00
7 23.029 2.914 25.943 88,77
Jumlah 97,03
Sumber : Kabupaten Jepara dalam Angka, 2020

2.2.3.4. Keagamaan
Sebagaimana pembangunan di bidang fisik, pembangunan di bidang mental dan
spiritual tidak boleh terlupakan. Kedua-duanya harus seimbang agar tidak terjadi
ketimpanganketimpangan dalam kehidupan bermasyarakat. Di Kecamatan Kembang,
kehidupan antar umat beragamanya berjalan dengan harmonis. Rumah-rumah ibadah dari
berbagai agama pun banyak berdiri di Kecamatan Kembang. Berdasarkan Kecamatan
Kembang dalam Angka (2019) menyebutkan bahwa sebagian besar pemeluk agama Islam
yaitu sebanyak 71.385 jiwa atau sekitar 98,95 persen (%) dari seluruh penduduk yang ada di
Kecamatan Kembang. Jumlah penduduk menurut kelurahan dan agama yang dianut di
Kecamatan Kembang selengkapnya disajikan pada Tabel berikut ini.
Tabel 2.16. Jumlah penduduk menurut agama yang dianut di Kecamatan Kembang
berdasarkan Desa
No Desa Islam Khatolik Kristen Hindu Budha
1 Dudakawu 2.818 0 0 0 0
2 Sumanding 3.090 0 0 0 0
3 Bucu 4.351 0 61 0 0
4 Cepogo 9.455 0 54 0 0
5 Pendem 7.144 0 0 0 0
6 Jinggotan 5.108 0 3 0 1
7 Kacilan 9.724 1 150 0 0
8 Dermolo 5.374 1 40 0 69
9 Balong 5.673 4 37 0 28
10 Tubanan 11.176 0 131 0 2
11 Kaliaman 7.472 0 180 0 0
Jumlah 71,385 6 655 0 100
Sumber : Kecamatan Kembang dalam Angka, 2019

2.2.3.5. Perekonomian
 Perekonomian regional
Guna mengetahui kinerja suatu wilayah dapat dinilai dari tingkat produktivitas wilayah
tersebut. Salah satu indikator dari produktivitas suatu wilayah adalah nilai PDRB
(Produk Domestik Regional Bruto) wilayah tersebut. PDRB didefinisikan sebagai jumlah
barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu wilayah dalam kurun waktu satu tahun yang
ditransaksikan melalui mekanisme pasar. Dengan adanya perubahan secara Nasional
perhitungan tahun dasar PDRB 2000 ke tahun dasar 2010 maka laju pertumbuhan
ekonomi mengalai perbaikan. Sektor-sektor perekonomian di wilayah studi yang mampu
menghasilkan pendapatan bersumber pada 9 sektor utama, yaitu sektor pertanian, sektor
pertambangan dan penggalian, sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas dan air
bersih, sektor bangunan, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor angkutan dan
komunikasi, sektor keuangan, persewaan dan jasa, serta sektor jasa. Kontribusi sektor-
sektor tersebut terhadap pendapatan daerah di wilayah wilayah studi disajikan pada
Tabel berikut ini.
Tabel 2.17. PDRB atas dasar harga berlaku dan PDRB per kapita Kabupaten Jepara
Tahun
No Rincian Satuan/ Unit
2017 2018 2019
1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Triliun Rupiah 13.587,2 14.837,4 14.837,4
Harga Berlaku
2 Laju Pertumbuhan Ekonomi % 5,1 5,2 5,2
3 PDRB Per Kapita Harga Berlaku Juta Rupiah 51,9 56,0 56,0

Berdasarkan Tabel diatas menunjukkan bahwa PDRB berdasarkan harga berlaku selama
2019 di Kabupaten Jepara tercatat sebanyak Rp. 13.587,2 triliun. Nilai tersebut jika
dibandingkan nilai PDRB pada tahun 2018 tidak mengalami kenaikan dan relative sama.
Pendapatan per kapita dapat mencerminkan tingkat produktivitas tiap penduduk. PDRB
per kapita Kabupaten Jepara tahun 2019 sebesar Rp. 56.000.000. Angka ini sama dengan
tahun sebelumnya. PDRB menurut sektor penggerak ekonomi (lapangan usaha berdasar
harga berlaku) disajikan pada Tabel berikut ini.
Tabel 2.18. PDRB Kabupaten Jepara Atas Dasar Harga Berlaku menurut lapangan
usaha 2017-2019 (Juta Rupiah)
Lapangan Usaha 2015 2016 2017 2018 2019
Pertanian, Kehutanan, dan 3.394.047,62 3.539.460,10 3.608.795,03 3.805.518,69 3.949.098,78
Perikanan
Pertambangan dan Penggalian 429.146,69 468.784,23 508.531,59 544.806,43 576.735,22
Industri Pengolahan 7.594.052,58 8.265.133,69 8.912.818,77 9.742.644,56 10.471.691,30
Pengadaan Listrik dan Gas 18.587,69 21.845,54 25.483,09 28.093,48 31.279,64
Pengadaan Air, Pengelolaan 13.983,22 14.597,72 15.664,16 16.490,44 17.535,30
Sampah, Limbah dan Daur Ulang
Konstruksi 1.471.459,45 1.597.389,32 1.759.082,19 1.948.282,74 2.176.428,92
Perdagangan Besar dan Eceran; 3.691.321,64 3.995.410,22 4.334.934,02 4.681.152,10 5.066.090,21
Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
Transportasi dan Pergudangan 819.917,10 878.784,26 955.700,44 1.030.469,65 1.141.010,97
Penyediaan Akomodasi dan Makan 870.640,38 971.268,55 1.049.503,70 1.148.311,65 1.283.545,45
Minum
Informasi dan Komunikasi 512.510,83 555.880,94 663.711,83 756.743,79 853.538,17
Jasa Keuangan dan Asuransi 465.943,73 523.964,79 575.840,27 616.595,92 647.719,27
Real estate 337.697,33 366.584,51 397.146,53 428.930,45 468.323,70
Jasa Perusahaan 100.710,88 115.668,70 131.206,97 147.560,52 171.849,67
Administrasi Pemerintahan, 549.364,96 593.189,40 624.080,27 650.170,62 677.617,39
Pertahanan dan Jaminan Sosial
Wajib
Jasa Pendidikan 1.161.119,79 1.289.850,27 1.400.937,41 1.549.571,47 1.710.822,39
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 207.850,97 230.536,39 254.135,00 280.378,66 306.155,28
Jasa Lainnya 457.993,39 521.468,08 567.806,21 619.557,17 681.149,03
PDRB 22.096.348,25 23.949.816,71 25.785.377,48 27.995.278,34 30.230.590,69
Sumber : Kabupaten Jepara dalam Angka, 2020

Berdasarkan Tabel diatas menunjukkan bahwa sektor industry pengolahan merupakan


sektor yang memberikan kontribusi tertinggi di tahun 2019 dibandingkan dengan sektor-
sektor lainnya. Kontribusi sektor industry pengolahan adalah sebesar Rp. 10.471.691,30
juta. Dilihat dari laju pertumbuhan perekonomian dalam kurun waktu 5 tahun terakhir
terlihat dari jumlah total PDRB atas dasar harga berlaku yang berasal dari pengadaan air,
pengelolaan sampah, limbah dan daur ulang konstruksi mengalami peningkatan. Tren
PDRB atas dasar harga berlaku yang berasal dari pengadaan air, pengelolaan sampah,
limbah dan daur ulang konstruksi disajikan pada Gambar berikut ini.

Gambar 2.5 PDRB atas dasar harga berlaku yang berasal dari pengadaan air,
pengelolaan sampah, limbah dan daur ulang konstruksi

 Perekonomian lokal
Perkembangan sarana perekonomian di wilayah studi di Kecamatan Kembang terdiri dari
sarana pendukung kegiatan perekonomian jasa meliputi pasar, bengkel (kendaraan
bermotor, alat elektronik), photo copy, tempat pangkas rambut, rias pengantin,
persewaan alat pesta, biro wisata serta transaksi keuangan, yaitu bank umum, BPR dan
Koperasi. Banyaknya pasar yang berada di wilayah studi adalah sekitar 7 pasar dengan
bangunan permanen dan tidak permanen. Sarana perekonomian yang terdapat di wilayah
studi berdasarkan desa selengkapnya disajikan pada Tabel berikut ini.
Tabel 2.19. Sarana perekonomian berupa jenis pasar (permanen dan tidak permanen)
yang terdapat di wilayah studi berdasarkan desa
Pasar Bangunan Pasar Bangunan
No Desa
Permanen Tidak Permanen
1 Dudakawu - -
2 Sumanding - -
3 Bucu - -
4 Cepogo 1 1
5 Pendem 1 -
6 Jinggotan 1 -
7 Kacilan 1 -
8 Dermolo - -
9 Balong - -
10 Tubanan 1 -
Pasar Bangunan Pasar Bangunan
No Desa
Permanen Tidak Permanen
11 Kaliaman - 1
Jumlah 5 2
Sumber : Kecamatan Kembang dalam Angka, 2019

Berdasarkan Tabel diatas menunjukkan bahwa secara umum sarana perekonomian di


Kecamatan Kembangan berupa pasar permanen berjumlah 5 pasar dan pasar tidak
permanen berjumlah 2 pasar. Sedangkan jumlah pasar di Desa Tubanan sejumlah 1
pasar dengan jenis pasar permanen. Sarana perekonomian berupa bengkel dan usaha
jasa lainnya yang terdapat di wilayah studi berdasarkan desa selengkapnya disajikan
pada Tabel berikut ini.
Tabel 2.20. Sarana perekonomian berupa bengkel dan usaha jasa lainnya yang terdapat
di wilayah studi berdasarkan desa
Bengkel Tempat
Photo Rias Persewaan
No Desa Kendaraan Alat Pangkas Biro Wisata
Las Copy Pengantin Alat Pesta
Bermotor Elektronik Rambut
1 Dudakawu 4 2 3 - 2 1 1 -
2 Sumanding 4 3 4 1 2 1 2 -
3 Bucu 6 2 - - - - 5 1
4 Cepogo 6 7 4 3 4 2 3 -
5 Pendem 5 2 3 3 1 1 6 -
6 Jinggotan 8 4 4 7 5 3 4 -
7 Kacilan 5 3 5 1 6 5 2 -
8 Dermolo 7 3 8 5 4 2 6 1
9 Balong 6 1 7 1 5 2 3 -
10 Tubanan 6 4 6 2 4 4 5 -
11 Kaliaman 3 1 5 1 3 5 3 -
Jumlah 60 32 49 24 36 26 42 2
Sumber : Kecamatan Kembang dalam Angka, 2019

Berdasarkan Tabel diatas menunjukkan bahwa secara umum sarana perekonomian di


Kecamatan Kembangan berupa bengkel dan usaha jasa lainnya terdiri atas 60 bengkel
bermotor, 32 bengkel elektronik, 49 bengkel las, 24 photo copy, 36 tempat pangkas
rambut, 26 rias pengantin, 42 persewaan alat pesta dan 2 biro wisata. Sedangkan sarana
perekonomian berupa bengkel dan usaha jasa lainnya di Desa Tubanan terdiri atas 6
bengkel bermotor, 4 bengkel elektronik, 6 bengkel las, 2 photo copy, 4 tempat pangkas
rambut, 4 rias pengantin dan 5 persewaan alat pesta. Sedangkan sarana perekonomian
berupa transaksi keuangan (bank dan koperasi) yang terdapat di wilayah studi
berdasarkan desa selengkapnya disajikan pada Tabel berikut ini.
Tabel 2.21. Sarana perekonomian berupa transaksi keuangan (bank dan koperasi) yang
terdapat di wilayah studi
Koperasi Unit Koperasi Koperasi Non
No Desa BPR Kopinkra
Desa Simpan Pinjam KUD Lainnya
1 Dudakawu - - - 2 -
2 Sumandin - - - 1 -
g
3 Bucu - - - 2 -
4 Cepogo - - - 2 -
5 Pendem - - - - -
6 Jinggotan 1 1 - 6 -
7 Kacilan - 1 1 1 -
8 Dermolo - - - 2 -
9 Balong - - - 1 -
10 Tubanan - - - 1 3
11 Kaliaman - 1 - 1 -
Jumlah 1 3 1 19 3
Sumber : Kecamatan Kembang dalam Angka, 2019

Berdasarkan Tabel diatas menunjukkan bahwa secara umum sarana perekonomian di


Kecamatan Kembangan berupa transaksi keuangan (bank dan koperasi) terdiri atas 1
BPR, 3 Koperasi Unit Desa, 1 Kopinkra, 19 Koperasi Simpan Pinjam dan 3 Koperasi
Non KUD lainnya. Sedangkan sarana perekonomian berupa transaksi keuangan (bank
dan koperasi) di Desa Tubanan terdiri atas 1 Koperasi Simpan Pinjam dan 3 Koperasi
Non KUD lainnya.
2.2.3.6. Sosial Budaya
 Kebudayaan
Kebudayaan adalah hal-hal yang bersangkutan dengan budi dan akal, ada juga yang
berpendapat sebagai suatu perkembangan dari majemuk budi- daya yang artinya daya
dari budi atau kekuatan dari akal (Koentjaraningrat, 1993). Manusia dan kebudayaan
merupakan suatu kesatuan yang tidak terpisahkan, dan makhluk manusia merupakan
pendukung kebudayaan. Kebudayaan merupakan cara berlaku yang dipelajari, tidak
tergantung dari transmisi biologis atau pewarisan melalui unsur genetis. Berdasarkan
Rencana Strategis Daerah (Renstrada) Kabupaten Jepara menerapkan kebijakan
Perencanaan Kota dan Wilayah, Perumahan dan Pemukiman, Sumber Daya Alam dan
Lingkungan Hidup dan Perencanaan Alokasi Penggunaan Ruang. Menurut perencanaan
alokasi penggunaan ruang, kawasan yang dikategorikan sebagai kawasan suaka cagar
alam dan budaya meliputi kawasan suaka alam laut yang meliputi persisir, muara sungai,
gugusan karang dengan ciri khas berupa keragaman dan keunikan ekosisitem, dengan
lokasi di kecamatan Karumunjawa. Sementara itu kawasan cagar budaya merupakan
kawasan yang mempunyai nilai penting bagi sejarah dan budaya, berupa peninggalan
sejarah yang berguna bagi pengembangan budaya dan ilmu pengetahuan. Beberapa
lokasi cagar budaya yang berada di kecamatan Jepara yaitu makam Ratu Kalinyamat,
masjid mantingan dan benteng VOC, sedangkan yang berada di kecamatan Keling yaitu
benteng Portugis. Berdasarkan Peraturan Nomor 2 tahun 2011 tentang Penataan Ruang
Kabupaten Jepara Tahun 2011-2031, bidang warisan budaya dan ilmu pengetahuan di
Kabupaten Jepara adalah sebagai berikut :
 Benteng Portugis di Kecamatan Donorojo,
 Makam dan Masjid di Kabupaten Mantingan Tahunan,
 Museum Kartini Jepara di Kabupaten Jepara,
 Benteng VOC di Kabupaten Jepara,
 Pendopo Kabupaten di Kabupaten Jepara,
 Kuil Hian Thian Siang Tee di Kecamatan Welahan,
 Monumen Ari-Ari Kartini di Kecamatan Mayong, dan
 Petilasan sunan bonang berupa Sumur di Pantai ombak mati.
Secara garis besar masyarakat wilayah studi masih memiliki budaya Jawa yang kental.
Hal tersebut terlihat dari banyaknya kegiatan budaya yang masih diselenggarakan
masyarakat hingga saat ini seperti halnya kegiatan sedekah bumi, sedekah laut.
Kepercayaan yang dianut oleh sebagian besar masyarakat daerah penelitian adalah
agama Islam, sehingga tidak heran jika kegiatan Islam, seperti halnya Maulud Nabi, Isra
Mi’raj juga sering dilakukan di sekitar daerah penelitian. Beberapa kegiatan agama
tersebut telah berakulturasi dengan budaya Jawa. Kegiatan agama yang telah
berakulturasi dengan budaya Jawa tersebut misalnya saja ketika masyarakat
memperingati Maulud Nabi, mereka juga tidak lupa membawa berkat/ambeng.
Berkat/ambeng tersebut merupakan salah satu bentuk dari budaya Jawa.
Koentjaraningrat (1986) menyatakan bahwa kebudayaan adalah keseluruhan sistem
gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang
dijadikan milik diri manusia dengan belajar. Ada tujuh unsur kebudayaan yang universal
menurut Koentjaraningrat, yaitu (1) Sistem Religi; (2) Sistem Mata
Pencaharian/ekonomi; (3) Sistem Kekerabatan; (4) Sistem Organisasi Sosial; (5) Bahasa;
(6) Kesenian; (7) Teknologi. Salah satu wujud kebudayaan juga dapat ditunjukkan
dengan keberadaan organisasi budaya di wilayah studi. Organisasi seni (tari) di
Kabupaten Jepara selengkapnya disajikan pada Tabel berikut ini.
Tabel 2.22. Organisasi seni (tari) di Kabupaten Jepara
Tari Jawa Barongan Reog Kuda Lumping
No Kecamatan
Org. Angg. Org. Angg. Org. Angg. Angg.
1 Kedung - - - - - - -
2 Pecangaan - - - - 2 33 -
3 Kalinyamatan - - - - - - -
4 Welahan - - - - - - -
5 Mayong - - - - - - -
6 Nalumsari - - - - - - -
7 Batealit - - - - - - -
8 Tahunan 1 40 - - 1 20 -
9 Jepara 1 10 - - - - -
10 Mlonggo - - - - - - -
11 Pakis Aji 1 10 - - - - -
12 Bangsri 1 5 - - - - -
13 Kembang - - - - 6 95 -
14 Keling - - - - 2 35 -
15 Donorojo - - - - 1 26 -
16 Karimunjawa - - - - - - -
Tahun 2013 4 65 0 0 12 209 0
Tahun 2012 7 201 3 144 9 174 2
Tahun 2011 5 146 3 144 8 154 2
Sumber : Kabupaten Jepara dalam Angka, 2014

Berdasarkan Tabel diatas menunjukkan bahwa kondisi kebudayaan di Kabupaten Jepara


sedikit mengalami penurunan walaupun dari kacamata luar masih terlihat kental. Hal
tersebut didasarkan pada semakin berkurangnya jumlah organisasi serta jumlah anggota
seni Tari Jawa serta Kuda Lumping. Tari Jawa dan Kuda Lumping merupakan salah satu
ciri khas masyarakat Jawa, keberadaan seni tersebut menunjukkan bahwa kecintaan
masyarakat terhadap budayanya masih cukup tinggi. Sedangkan untuk Kecamatan
Kembang yang merupakan sasaran utama masyarakat terkena dampak, terlihat bahwa
organisasi kebudayaan yang ada adalah Reog. Keberadaan organisasi reog menunjukkan
bahwa masyarakat Kecamatan Kembang masih memiliki kecintaan terhadap kebudayaan
mereka.
 Adat istiadat
Adat istiadat merupakan sistem norma atau tata kelakuan yang tumbuh, berkembang, dan
dijunjung tinggi oleh suatu masyarat secara turun-temurun, sehingga integrasinya
menjadi kuat yang diiringi oleh pola perilaku masyarakat. Adat istiadat memiliki
beberapa unsur pembentuk, yaitu nilai budaya yang dianggap penting oleh masyarakat,
sistem norma, sistem hukum yang tegas, dan aturan khusus yang bersifat mengikat
masyarakat. Berdasarkan bentuknya, adat istiadat dapat dibedakan menjadi tertulis dan
tidak tertulis.
Salah satu bentuk kegiatan adat yang masih dilakukan oleh masyarakat wilayah studi
adalah slametan. Kegiatan slametan ini umum dilakukan hampir di seluruh wilayah
Jawa, tidak terkecuali Kabupaten Jepara. Suku bangsa Jawa menurut Mulder merupakan
suku bangsa yang kehidupannya bersifat seremonial. Slametan dapat diadakan untuk
memenuhi hajat semua orang sehubungan dengan suatu kejadian yang ingin diperingati,
ditebus atau dikeramatkan. Hampir seluruh kegiatan slametan tersebut masih dijalankan
secara rutin oleh masyarakat wilayah studi, mulai dari slametan memperingati kelahiran,
perkawinan, kematian, sedekah bumi, khitanan, pindahan rumah, panen, membuka usaha
baru, membangun rumah. Seringnya intensitas masyarakat wilayah studi dalam
menjalankan kegiatan adat menunjukkan bahwa budaya masyarakat masih cukup baik.
Selain kegiatan, adat istiadat juga ditunjukkan dalam bentuk nilai, norma, aturan, hukum
yang bersumber dari kehidupan masyarakat. Secara umum dapat dikatakan bahwa
masyarakat wilayah studi masih menjalankan norma, nilai, maupun aturan yang terdapat
di desa. Penjelasan terkait pelaksanaan nilai dan norma oleh masyarakat wilayah studi
akan lebih dijelaskan melalui deskripsi di bawah ini. Terkait pelaksanaan norma dan
aturan dapat pula dilihat dari sudut pandang intensitas konflik beserta cara
menyelesaikan konflik tersebut, beberapa norma dan aturan di masyarakat ada yang
tertulis maupun tidak, yang tidak tertulis berupa kesepakatan kesepakatan yang ada
dalam masyarakat tersebut sejak nenek moyang dan dilestarikan secara turun-temurun
melalui transfer lisan dari orang tua ke anak. Di wilayah studi tidak ditemukan etnis
minoritas yang memiliki adat dan kebiasaan hidup tertentu yang perlu dilindungi.
 Proses sosial
 Proses asosiatif (kerja sama)
Proses asosiatif juga disebut proses sosial integratif atau konjungtif. Proses ini penting
untuk integrasi dan kemajuan masyarakat. Interaksi sosial asosiatif atau yang
mempererat hubungan dan menghasilkan kerjasama , dalam hal ini dapat terjadi
apabila suatu kelompok yang mempunyai kesamaan pandangan melakukan interaksi
untuk mencapai tujuan yang mengarah pada kesatuan. Dalam proses sosial ini
anggota-anggota masyarakat berada dalam keadaan harmoni yang mengarah pada
pola-pola kerjasama. Kerja sama sendiri merupakan usaha bersama antara orang
perorangan atau kelompok untuk mencapai tujuan bersama. Kerjasama biasanya
berawal dari kesamaan orientasi. Adapun berbagai bentuk kerjasama yang biasa kita
temui dalam kehidupan sehari-hari adalah bargaining atau proses tawar menawar
hingga terjadi kesepatan; joint venture, yakni proses kerjasama untuk menyelesaikan
proyek tertentu; koalisi, yakni suatu kerjasama yang dibentuk untuk mencapai tujuan
masing-masing dengan cara yang sama; kooptasi, suatu proses kerjasama untuk
penerimaan unsur-unsur baru selama kepemimpinan atau pelaksanaan politik tertentu;
dan kerukunan, yakni suatu proses untuk mencapai tujuan bersama dengan
menghilangkan perbedaan-perbedaan yang ada.
Secara umum dapat dikatakan bahwa kehidupan masyarakat wilayah studi masih
menjunjung tinggi sifat kerja sama. Kerja sama di antara sesama masyarakat masih
cukup tinggi. Hal tersebut dilihat dari keguyuban yang ditunjukkan oleh masyarakat
ketika ada acara-acara sosial, seperti halnya acara sedekah bumi, sedekah laut, acara
nikahan, acara kelahiran, acara kematian ataupun acara-acara sosial budaya yang lain.
Kerukunan serta kerja sama yang dimiliki oleh masyarakat wilayah penelitian
menunjukkan bahwa proses sosial asosiatif berjalan cukup lancar. Selain kegiatan-
kegiatan sosial, proses kerja sama di antara masyarakat juga ditunjukkan dari kegiatan
gotong-royong yang saat ini masih dijalankan oleh masyarakat wilayah studi.
Kegiatan gotong royong diwilayah studi berupa kegiatan kemasyarakatan (bersih
desa, pembangunan sarana prasarana desa/dusun), perbaikan rumah warga,
siskamling, persiapan hajatan warga seperti pernikahan, supitan, selamatan orang
meninggal.
 Proses disasosiatif (konflik sosial)
Proses sosial disosiatif adalah keadaan sosial dalam keadaan disharmoni akibat
adanya pertentangan antar-anggota masyarakat. Ketidaktertiban sosial (social
disorder) memunculkan disintegrasi sosial akibat pertentangan antar-anggota
masyarakat tersebut. Maka dari itu, proses sosial disosiatif juga disebut proses sosial
disintegratif atau disjungtif. Konflik secara umum sering terjadi di dalam masyarakat
sebagai gejala sosial yang alami. Konflik adalah bagian dari proses sosial dan
mempunyai tempat tertentu di kehidupan bermasyarakat. Berdasarkan observasi awal,
dapat dikatakan bahwa konflik yang muncul di antara masyarakat di wilayah studi
cukup rendah. Menurut responden, masyarakat cenderung memberikan prioritas
proses sosial ke arah kerja sama di antara penduduk. Konflik yang terjadi di wilayah
studi termasuk pertengkaran antar pemuda yang dipicu oleh acara pertunjukan baik
kesenian maupun hiburan seperti (ketoprak, wayang orang, musik dangdut, elektone,
campursari,dll). Konflik lain yang terjadi adalah pertengkaran antar tetangga. Konflik
normalnya diselesaikan melalui kekeluargaan, baik melalui perantara RT, RW,
maupun Desa. Tetapi, jika hal konflik tidak dapat diselesaikan, maka penyelesaiannya
melalui proses hukum. Seperti dikemukakan di atas, bahwa orang Jawa mengatur
interaksi-interaksinya melalui dua prinsip, yaitu prinsip kerukunan dan prinsip
hormat. Dua prinsip itu menuntut bahwa dalam segala bentuk interaksi konflik-
konflik terbuka harus dicegah dan bahwa dalam setiap situasi pangkat dan kedudukan
semua pihak yang bersangkutan harus diakui melalui sikap-sikap hormat yang tepat.
Kedua prinsip tersebut mencukupi untuk mengatur selengkapnya segala kemungkinan
interaksi, yang kemudian oleh Franz Magnis Suseno disebut sebagai prinsip-prinsip
keselarasan.
 Sikap dan persepsi masyarakat
Menurut Notoatmodjo (2003) menyatakan bahwa sikap merupakan reaksi atau respon
yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi
sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari
perilaku yang tertutup. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di
lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek. Suatu persepsi adalah
potensi pendorong yang ada dalam jiwa individu untuk bereaksi terhadap
lingkungannya beserta segala hal yang ada di dalam lingkungan itu berupa manusia
lain, hewan, tumbuh-tumbuhan, benda atau konsep-konsep yang tercermin melalui
sikap. Menurut Mattulada (1985), walaupun sikap itu ada dalam jiwa masing-masing
individu dalam masyarakat dan seolah-olah bukan bagian dari kebudayaannya, tetapi
sikap itu terpengaruh oleh kebudayaan, artinya dipengaruhi oleh norma-norma atau
konsep-konsep nilai budaya yang dianut oleh individu bersangkutan. Sikap individu
tersebut biasanya ditentukan oleh tiga unsur, yaitu keadaan fisik individu tersebut,
keadaan jiwanya dan norma- norma serta konsep-konsep nilai budaya yang dianutnya.
Menurut Alport (1954) yang dikemukakan oleh Notoatmodjo (2003) menyatakan
bahwa 3 komponen pokok sikap, yaitu :
a. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek;
b. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek;
c. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave).
Menurut Azwar (2007) faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap adalah
sebagai berikut :
a. Pengalaman pribadi
b. Pengaruh orang lain yang dianggap penting
c. Pengaruh kebudayaan
d. Media massa
e. Lembaga pendidikan dan Lembaga agama
f. Pengaruh faktor emosional
Berdasarkan pengamatan awal di lapangan dapat dikatakan bahwa sikap yang
ditunjukkan oleh sebagian besar masyarakat wilayah studi sangat dipengaruhi oleh
budaya yang ada, yaitu budaya Jawa. Namun tidak dipungkiri pula bahwa ada sebagian
masyarakat yang mulai meninggalkan adat budaya Jawa karena terpengaruh dengan
pola modernitas yang berkembang saat ini. Namun secara umum, jumlah tersebut tidak
terlalu banyak jika dibandingkan dengan masyarakat yang masih memegang adat
istiadat budaya Jawa.
Persepsi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yaitu tanggapan langsung atau proses
seseorang mengetahui beberapa hal melalui panca inderanya (Depdikbud, 1991).
Menurut kamus Psikologi, persepsi yaitu proses untuk mengingat atau
mengidentifikasikan sesuatu (Drever, 1986). Persepsi adalah suatu konsep yang
mengacu pada persoalan bagaimana individu menanggapi atau memberi makna dan
nilai terhadap sesuatu. Jika persepsi tersebut dikemukakan oleh banyak orang atau
sekelompok orang dalam wilayah tertentu, maka persepsi tersebut tidak lagi persepsi
individual melainkan persepsi masyarakat atau persepsi sosial. Proses terbentuknya
sikap dan persepsi disajikan pada Gambar berikut ini.

Gambar 2.6 Proses terbentuknya sikap dan persepsi

Sama halnya dengan sikap yang ditunjukkan oleh masyarakat, persepsi juga muncul
juga dipengaruhi oleh konsep kebudayaan yang dianutnya, perkembangan di
lingkungan sekitarnya serta usia yang mereka miliki. Masyarakat wilayah studi
cenderung memiliki persepsi yang beragam dalam memandang suatu kasus. Seperti
halnya dalam memandang kasus politik, masyarakat wilayah studi terutama kaum muda
dan dewasa sudah cukup terbuka dan paham dengan gejolak politik yang muncul.
Namun bagi masyarakat yang sudah tua, mereka cenderung tidak memahami kasus
politik yang terjadi. Dalam memandang keberadaan rencana kegiatan yang akan
dilakukan di wilayah studi juga memiliki pemikiran yang beragam, ada yang bersifat
mendukung namun ada pula yang tidak mendukung dengan keberadaan rencana
kegiatan yang akan dilakukan.
2.2.4. Komponen Kesehatan Masyarakat
Kesehatan merupakan tujuan dari pembangunan yang mendasar. Kesehatan
merupakan hal yang penting unuk membentuk kapabilias manusia yang lebih luas yang
berada pada inti makna pembangunan. Kesehatan berkaitan erat dengan pembangunan
ekonomi. Modal kesehatan yangsemakin besar dapat meningkatkan pengembalian atas
investasi di bidang pendidikan, karena kesehatan merupakan faktor penting dalam kehadiran
di sekolah dan dalam proses pembelajaran formal maupun non formal.
Pembangunan kesehatan menyangkut seluruh aspek kehidupan manusia. Bila
pembangunan kesehatan berhasil dengan baik maka akan meningkatkan kesejahteraan rakyat
secara langsung. Selain itu pembangunan kesehatan juga memuat mutu dan upaya kesehatan
yang sangat dipengaruhi oleh ketersediaan fasilitas kesehatan dengan menciptakan akses
pelayanan kesehatan dasar yang didukung oleh sumber daya yang memadai seperti rumah
sakit, puskesmas, tenaga kesehatan dan ketersediaan obat. Fasilitas pelayanan kesehatan
adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu
organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan mengobati
penyakit serta memulihkan kesehatan perseorangan, kelompok, dan ataupun masyarakat.
Keberadaan fasilitas kesehatan sangat menentukan dalam pelayanan pemulihan kesehatan,
pencegahan terhadap penyakit, pengobatan dan keperawatan serta kelompok dan masyarakat
yang memerlukan pelayanan kesehatan. Ketersediaan fasilitas dipengaruhi oleh lokasi,
apakah dapat dijangkau atau tidak. Yang kedua adalah tenaga kesehatan pemberi pelayanan,
informasi dan motivasi masyarakat untuk mendatangi fasilitas dalam memperoleh pelayanan
serta program pelayanan kesehatan itu sendiri apakah sesuai dengan kebutuhan masyarakat
yang memerlukan.
Fasilitas kesehatan yang ada di Kecamatan Kembang terdiri atas 1 Puskesmas, 5
Puskesmas Pembantu, 5 Poliklinik/ Polindes, 5 Balai Pengobatan, 70 Posyandu dan 4 Apotek.
Sedangkan fasilitas kesehatan yang ada di Desa Tubanan terdiri atas 1 Puskesmas Pembantu,
1 Balai Pengobatan, 6 Posyandu dan 1 Apotek. Fasilitas kesehatan di Kecamatan Kembang
selengkapnya disajikan pada Tabel berikut ini.
Tabel 2.23. Fasilitas kesehatan menurut kelurahan di Kecamatan Kembang berdasarkan
desa
Balai
Poliklinik/
No Desa Puskesmas Pustu Pengobatan Posyandu Apotek
Polindes
Mandiri
1 Dudakawu - - 1 1 5 -
2 Sumandin - - 1 1 4 -
g
Balai
Poliklinik/
No Desa Puskesmas Pustu Pengobatan Posyandu Apotek
Polindes
Mandiri
3 Bucu - - 1 1 5 -
4 Cepogo - 1 - 1 12 1
5 Pendem - 1 - 1 6 -
6 Jinggotan 1 - - 1 7 1
7 Kacilan - - 1 1 7 -
8 Dermolo - 1 - 1 6 -
9 Balong - - 1 1 6 -
10 Tubanan - 1 - 1 6 1
11 Kaliaman - 1 - 1 6 1
Jumlah 1 5 5 11 70 4
Sumber : Kecamatan Kembang dalam Angka, 2019

Sedangkan tenaga kesehatan/ medis yang bertugas di Kecamatan Kembang terdapat 1 Dokter
Praktek yang Tinggal, 14 Bidan Praktek yang Tinggal, 23 Paramedis, 38 Dukun Bayi dan 182
Batra Pijat/ Bekam/ Hipnoterapis/ Tabib. Sedangkan tenaga kesehatan/ medis yang bertugas
di Desa Tubanan terdapat 1 Bidan Praktek yang Tinggal, 3 Paramedis, 9 Dukun Bayi dan 32
Batra Pijat/ Bekam/ Hipnoterapis/ Tabib. Tenaga kesehatan/ medis di Kecamatan Kembang
berdasarkan desa selengkapnya disajikan pada Tabel berikut ini.
Tabel 2.24. Jumlah tenaga kesehatan/ medis di Kecamatan Kembang berdasarkan desa
Batra Pijat/
Dokter Bidan
Paramedi Bekam/
No Desa Praktek yang Praktek yang Dukun Bayi
s Hipnoterapis/
Tinggal Tinggal
Tabib
1 Dudakawu - 1 1 1 14
2 Sumandin - 1 - 2 10
g
3 Bucu - 1 1 2 6
4 Cepogo - 3 2 4 17
5 Pendem - 1 3 2 18
6 Jinggotan - 1 2 1 14
7 Kacilan - 1 3 4 27
8 Dermolo 1 1 4 4 7
9 Balong - 1 2 3 28
10 Tubanan - 1 3 9 32
11 Kaliaman - 2 2 6 9
Jumlah 1 14 23 38 182
Sumber : Kecamatan Kembang dalam Angka, 2019

Berdasarkan Kecamatan Kembang dalam Angka (2019) menunjukkan bahwa jenis kunjungan
tertinggi di Puskesmas Kembang adalah Rawat Jalan Umum yaitu sekitar 56.174 kunjungan
pasien. Banyaknya pasien yang mengunjungi Puskesmas Kembang selengkapnya disajikan
pada Tabel berikut ini.
Tabel 2.25. Banyaknya pasien yang mengunjungi Puskesmas Kembang
No Jenis Kunjungan Puskesmas Kembang
1 Rawat Jalan Umum 56.174
No Jenis Kunjungan Puskesmas Kembang
2 Rawat Jalan Gigi 2.586
3 K.I.A 5.034
4 Akseptor KB 837
5 Lainnya 5.189
Jumlah 69.820
Sumber : Kecamatan Kembang dalam Angka, 2019

Anda mungkin juga menyukai