Anda di halaman 1dari 16

https://sangkualita.blogspot.com/2016/11/rumus-dan-faktor-erosivitas-hujan-r-bols.

html

Rumus USLE dan Pengertian dan Faktor Erosivitas Hujan (R) Bols

Rumus USLE dan Pengertian dan Faktor Erosivitas


Hujan (R) Bols
Rumus USLE
Tingkat erosi daerah dapat diperkirakan dengan rumus Universal Soil Loss Equation (USLE) yang
dikembangkan Weischeimer dan Smith; yaitu:

A = R.K.L.S.C.P
Keterangan:
A = perkiraan tanah tererosi (ton/ha/th)
R = faktor erosivitas hujan (MJ.cm/ha.jm/th)
K = faktor erodibilitas tanah (ton.ha.jam/ha.MJ.cm)
L = faktor panjang lereng (tanpa satuan)
S = faktor kemiringan lahan (tanpa satuan)
C = faktor pengelolaan tanaman (tanpa satuan)
P = faktor praktek penanggulangan erosi (tanpa satuan)

Erosivitas Hujan
Erosivitas hujan adalah kemampuan atau daya hujan untuk menimbulkan erosi pada tanah. ada cara untuk
menghitung erosivitas hujan bedasarkan data curah hujan bulanan, curah hujan tahunan, dan jumlah hari hujan

Curah Hujan Harian

Keterangan:
Rh = erosivitas hujan harian
Hh = curah hujan harian (cm)
Curah Hujan Bulanan

Keterangan:
Rb = erosivitas hujan bulanan
Hb = hujan bulanan (cm)
Hari = jumlah hari hujan per bulan
Max Hb = hujan harian maksimum per bulan (cm)
bila data hari hujan dan nilai maksimum hujan harian tidak tersedia (khusus Pulau Jawa dengan Iklim Muson),
maka:

Curah Hujan Tahunan

Keterangan:
Rt = erosivitas hujan tahunan
Ht / CH = curah hujan tahunan

Daftar Pustaka
Kusumandari, Ambar dan Sri Astuti Soedjoko. 2016. Petunjuk Praktikum Konservasi Tanah dan Air. Lab
PDAS fakultas kehutanan UGM. Yogyakarta

http://comalcomelayucomala.blogspot.com/2013/04/menghitung-indeks-erosivitas-hujan-r.html

Menghitung Indeks Erosivitas Hujan, R

1. PENDAHULUAN

Erosi tanah merupakan kejadian alam yang pasti terjadi dipermukaan daratan bumi. Besarnya. erosi
sangat tergantung dari faktor-faktor alam ditempat terjadinya erosi tersebut, akan tetapi saat ini
manusia juga berperan penting atas terjadinya erosi. Adapun faktor-faktor alam yang mempengaruhi
erosi adalah erodibilitas tanah, karakteristik landskap dan iklim. Akibat dari adanya pengaruh manusia
dalam proses peningkatan laju erosi seperti pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan
peruntukannya dan/atau pengelolaan lahan yang tidak didasari tindakan konservasi tanah dan air
menyebakan perlunya dilakukan suatu prediksi laju erosi tanah sehingga

bisa dilakukan suatu manajemen lahan. Manajeman lahan berfungsi untuk memaksimalkan
produktivitas lahan dengan tidak mengabaikan keberlanjutan dari sumberdaya lahan.

Metode USLE (Universal Soil Loss Equation) merupakan metode yang umum digunakan untuk
memperediksi laju erosi. Selain sederhana, metode ini juga sangat baik diterapkan di daerah-daerah
yang faktor utama penyebab erosinya adalah hujan dan aliran permukaan. Wischmeier (1976) dalam
Risse et al. (1993) mengatakan bahwa metode USLE didesain untuk digunakan memprediksi kehilangan
tanah yang dihasilkan oleh erosi dan diendapkan pada segmen lereng bukan pada hulu DAS, selain itu
juga didesain untuk memprediksi rata-rata jumlah erosi dalam waktu yang panjang. Akan tetapi
kelemahan model ini adalah tidak dipertimbangkannya keragaman spasial dalam suatu DAS dimana nilai
input parameter yang diperlukan merupakan nilai rata-rata yang dianggap homogen dalam suatu unit
lahan (Hidayat, 2003), khususnya untuk faktor erosivitas (R) dan kelerengan (LS).

Asumsi yang dipergunakan adalah nilai faktor LS akan berbeda antara lereng bagian atas dan bagian
bawah. Nilai LS akan lebih besar ditempat terjadinya akumulasi aliran dari pada dilereng bagian atas
walaupun mempunyai panjang lereng dan kemiringan lereng yang sama.

2. TUJUAN

Ø Menghitung indeks erosivitas hujan dengan metode : Wiscmeier dan Smith, Hudson, Bols

3. OBYEK PRAKTIKUM

Menghitung indeks erosivitas hujan (R) dengan metode Wischmeier dan Smith dan Hudson

4. BAHAN DAN ALAT

Kertas pias, tabel curah hujan bulanan, kalkulator sc, kertas double polio dan alat tulis

5. PROSEDUR KERJA

Ø Memperhatikan kertas pias yang merupakan hasil rekaman dari alat pencatat curah hujan otomatis
(ombrograph).

Ø Sumbu horizontal menunjukkan skala waktu selama 24 jam. Setiap skala 1 jam di bagi dalam 6 skala
kecil sehingga menunjukkan waktu 10 menit.

Ø Sumbu vertical menunjukkan skala tinggi curah hujan antara 0 – 100 mm. Skala ini di bagi dalam 10
skala kecil sehingga setiap skala kecil menunjukkan tinggi curah hujan 10 mm.
Ø Memperhatikan Lembar Kerja 5, yang berfungsi untuk mencatat data curah hujan menurut skala
waktu 15 menit.

Ø Dari kertas pias, tentukan tinggi curah hujan setiap 15 menit. Untuk 15 menit pertama (0 – 15) mulai
bergerak naiknya grafik hingga memotong skala waktu 15 menit pertama (1,5 skala kecil dari skala
waktu). Dari titik perpotongan ini tarik garis sejajar ke kiri dengan sumbu skala waktu hinggan
memotong sumbu skala curah hujan. Jumlah garis skala mm antara titik perpotongan ini dengan titik
awal bergerak naiknya grafik merupakan tinggi curah hujan 15 menit pertama, angka tinggi curah hujan
ini dalam satuan mm dicatat di kolom 3, Lembar Kerja 5.

Ø Menentukan tinggi curah hujan 15 menit ke dua ( lanjutan dari 15 menit pertama ), mulai dari titik
perpotongan grafik hujan dengan skala waktu 15 menit pertama hingga memotong skala waktu 15
menit berikutnya (1,5 skala kecil dari skala waktu hujan). Dari titik perpotongan ini tarik garis sejajar ke
kiri dengan sumbu skala waktu hinggan memotong sumbu skala curah hujan untuk kedua kalinya. Tinggi
curah hujan untuk setiap 15 menit kedua ini dapat dihitung dari selisih jumlah garis skala komulatif yang
ada pada sumbu skala curah hujan hingga skala 15 menit kedua dengan tinggi curah hujan pada 15
menit pertama. Angka tinggi curah hujan hingga 15 menit kedua ini dicatat di kolom 3, Lembar Kerja 5.

Ø Menentukan tinggi curah hujan untuk setiap 15 menit berikutnya merupakan lanjutan dari lima batas
menit menit sebelumnya dengan cara pemenggalan waktu hujan setiap 15 menit berikutnya (1,5 skala
kecil dari skala waktu hujan) dan langkah-langkah yang ditempuh untuk menghitung tinggi curah hujan
sama dengan point 7 di atas sampai batas berakhirnya kejadian hujan selama 24 jam.

Ø Menghitung Intensitas hujan yaitu tinggi curah hujan setiap 15 menit dikali 4, catat hasilnya di kolom
4, Lembar Kerja 5.

Ø Menghitung energi kinetic hujan dengan menggunakan persamaan berikut dan catat hasilnya di
kolom 5 dan 6, Lembar Kerja 5.

1. Metode Wischmeier (1958) : E = 13,32 + Log I

2. Metode Hudson (1965) : E = 29,9 – 127,5/I

Ø Menghitung energi kinetic total curah hujan setiap 15 menit, yaitu energi kinetic hujan (E) di kolom 5
dan 6 dikalikan dengan curah hujan (r) di kolom 3. Catat hasilnya dikolom 7 dan 8.

Ø Hitung energi kinetic hujan untuk seluruh kejadian hujan, yaitu jumlah masingkolom 7 dan 8 dengan
catatan :

1. Metode Wischmeier (1958) : jumlah energi kinetic seluruh kolom 7.

2. Metode Hudson (1965) : jumlah energi kinetic untuk intensitas hujan >25 mm/jam.

Ø Hitung intensitas hujan maksimum selama 30 menit (I30), yaitu jumlah curah hujan 2 x 15 menit
tertinggi berdekatan lalu dikalikan dengan angka 2.
Ø Hitung Indeks erosivitas hujan untuk masing-masing metode dengan rumus :

1. Metode Wischmeier (1958) :R=

2. Metode Hudson (1965) :R=

6. HASIL

Lama Curah Intensitas Energi Kinetik rata-rata Energi Kinetik Total


Hujan Hujan (mm.jam-1(I) (joule.m-2.mm-1) (KE) (joule.m-2)
(menit) (t) (mm)
(r) (E)

W H W H

1 2 3 4 5 6 7

0-15 1 4 46,79 -2,0755 46,79 -2,075

15-30 2 8 81,71 13,86 163,42 27,725

30-45 0,5 2 29,33 -33,95 14,66 -16,975

45-60 0 0 0 0 0 0

60-75 0 0 0 0 0 0

75-90 0 0 0 0 0 0

>90 0 0 0 0 0 0

Total ∑ (E)

Bulan Curah Hujan Curah Hujan Jumlah Hari EI30 *) Metode


Bulanan (CH), Maksimum (CM) Hujan (HH) Bols
(Cm) (cm)

1 2 3 4 5

Januari 24,24 2,40 27 97,89

Pebruari 4,15 1,10 13 10,79

Maret 15,48 3,84 27 72,99


April 6,72 4,54 12 42,54

Mei 4,22 0,78 17 8,09

Juni 3,23 1,32 13 8,77

Juli 1,29 1,22 5 4,34

Agustus 1,58 0,60 6 3,50

September 0,97 0,70 4 2,54

Oktober 14,01 2,31 20 56,90

November 17,32 4,74 16 119,55

Desember 5,67 2,07 16 19,95

jumlah 98,88 25,62 447,86

7. PEMBAHASAN

Jika dihitung dengan metode Weischmeier, didapati bahwa nilai indeks erosivitas yang terjadi
pada daerah tersebut dalam selang waktu selama kurang lebih 4,67 jam tersebut sebesar 46,79.
Sedangkan jika perhitungan dilakukan dengan menggunakan persamaan dari Hudson, maka akan
didapati hasil nilai indeks erosivitas hujan sebesar -2,075. Berdasarkan perhitungan-perhitungan yang
telah dilakukan, didapati hasil yang berbeda terpaut cukup jauh antara hasil dengan menggunakan
metode Weischmeier dengan Hudson.

Pada umumnya semakin banyak data yang terkumpul maka akan semakin tinggi tingkat
keakurasiannya. Perbedaan-perbedaan ini terjadi karena memang spesifikasi dari rumus tersebut
berbeda-beda tempat aplikasinya. Perbedaan tersebut terjadi karena beberapa faktor yang
mempengaruhinya. Pertama tingkat akurasi atau ketelitian dari setiap metode dan persamaan antara
satu rumus dengan rumus yang lainnya berbeda. Ketelitian ini tentu akan sangat mempengaruhi hasil
perhitungan.

Pada saat metode ini diaplikasikan di daerah Sumatra, Bengkulu khususnya, maka akan
menimbulkan persepsi yang berbeda. Hal ini disebabkan karena memang iklim yang sedikit berbeda
dengan Jawa. Jika iklim yang bersifat lama dan luas sudah berbeda, maka begitu pula dengan sifat cuaca
yang ada, dalam hal ini adalah curah hujan yang berbeda-beda. Metode yang diciptakan oleh
Weiscmeier and Schmidt selama ini digunakan pada daerah-daerah sekitar Jawa dan Madura.

Hal ini berarti selama kurun waktu tersebut tidak terjadi hujan yang dapat menimbulkan besaran
indeks erosivitas hujan. Sehingga tidakakan terjadi erosi yang disebabkan oleh air hujan. Dalam data
pengamatan terdapat angka 0 yang menandakan bahwa tidak terjadinya hujan pada waktu tersebut.
Selain itu, metode Weiscmeier sebelumnya belum pernah dilakukan penelitian untuk digunakan
pada daerah di wilayah Sumatra. Dengan demikian tidak mengherankan jika didapatkan perbedaan hasil
antar kedua metode. Hal ini didukung oleh hasil penelitian dari Mujiharjo (2001), yang menyebutkan
bahwa rumus atau persamaan untuk menghitung tingkat erosivitas hujan antara satu daerah dengan
daerah lainnya dapat berbeda sesuai dengan sifat geografis, iklim, dan cuaca. Selain itu antara satu
metode dengan metode lainnya memiliki tingkat ketelitian yang berbeda-beda.

8. KESIMPULAN

Ø Tingkat erosivitas hujan dapat terhantung pada lamanya hujan, intensitas hujan, banyaknya hujan,
kecepatan jatuhnya hujan, dan sebagainya.

Ø Penggunaan persamaan yang satu dengan lainnya memiliki tingkat ketelitian yang berbeda-beda.

Ø Setiap rumus erosivitas hujan memiliki spesifikasi lokasi yang berbeda sesuai iklim.

9. SARAN

Untuk acara 5 ini yaitu acara Menghitung indeks erosivitas hujan semestinya coass lebih menjelaskan
lebih detail sehingga kami mahasiswa dapat lebih memahami bagaimana cara menghitung indeks
erosivitas curah hujan yang benar.

10. DAFTAR PUSTAKA

A.K. Seta. 1987. Konservasi Sumberdaya Tanah dan Air. Kalam Mulia, Jakarta.

Kartasapoetra, G ., A.G. Kartasapoetrra, dan M.M. Sutedjo. 1987. Teknologi

Konservasi Tanah dan Air. Bina Aksara, Jakarta.

Saleh, B. 2011. Petunjuk Praktikum Ilmu Konservasi Tanah dan Air. Fakultas

Pertanian Universitas Bengkulu, Bengkulu.

Seta, A.K. 1987. Konservasi Sumber Daya Tanah dan Air. Jakarta: Kalam Mulia.

Yuwono. 2004. Pengukuran dan Pemetaan Kota. Program studi Teknik Geodasi ITS

Surabaya
https://tanahjuang.wordpress.com/tag/erosivitas/

Erosi tanah

Erosi tanah adalah penyingkiran dan pengangkutan bahan dalam bentuk larutan atau suspensi dari
tapak semula oleh pelaku berupa air mengalir (aliran limpasan), es bergerak atau angin (tejoyuwono
notohadiprawiro, 1998: 74). Menurut G. kartasapoetra, dkk (1991: 35), erosi adalah pengikisan atau
kelongsoran yang sesungguhnya merupakan proses penghanyutan tanah oleh desakan-desakan atau
kekuatan angin dan air, baik yang berlangsung secara alamiah ataupun sebagai akibat tindakan atau
perbuatan manusia.

Dua sebab utama terjadinya erosi adalah karena sebab alamiah dan aktivitas manusia. Erosi alamiah
dapat terjadi karena adanya pembentukan tanah dan proses yang terjadi untuk mempertahankan
keseimbangan tanah secara alami. Sedangkan erosi karena aktivitas manusia disebabkan oleh
terkelupasnya lapisan tanah bagian atas akibat cara bercocok tanam yang tidak mengindahkan kaidah-
kaidah konservasi tanah atau kegiatan pembangunan yang bersifat merusak keadaan fisik tanah (chay
asdak, 1995: 441).

Lebih lanjut tentang terjadinya erosi dikemukakan oleh G.R. foster & L.D. meyer, yaitu menjelaskan
bahwa erosi akan meliputi proses-proses:

1. detachment atau pelepasan partikel-partikel tanah

2. transportation atau penghanyutan partikel-partikel tanah

3. deposition atau pengendapan partikel-partikel tanah yang telah dihanyutkan (dalam G.


kartasapoetra, dkk, 1991: 41)

Bentuk-bentuk erosi

G. kartasapoetra (1991: 48) menjelaskan bahwa erosi terdiri atas normal erosion (erosi geologi) dan
accelerated erosion (erosi yang dipercepat). Dari kedua macam erosi tersebut erosi dipercepat yang
perlu diperhatikan. Menurut kartasapoetra (2000), Kirby dan morgan (1980), rahim (2000) dan van
zuidam (1978), erosi yang terjadi dapat dibedakan atas dasar kenampakan lahan akibat erosi itu sendiri.
Erosi dapat dibedakan menjadi:

a) erosi percik (splash erosion); terjadi karena terlepasnya butiran tanah oleh tetesan hujan pada
awal kejadian hujan.

a) erosi lembar (sheet erosion); terjadi jika ada genangan dengan kedalaman tiga kali ukuran butir
hujan, sulit dideteksi karena pemindahan butir-butir tanah merata pada seluruh permukaan tanah.

b) erosi alur (rill erosion); dimulai dengan adanya kkonsentrasi limpasan permukaan, aliran air akan
membentuk alur-alur dangkal memanjang pada permukaan tanah (kedalaman <50 cm).
c) erosi parit atau erosi selokan (gulley erosion); merupakan erosi alur yang telah berkembang
membentuk parit berbentuk huruf V dan U (kedalaman 50 – 300 cm) atau telah berkembang menjadi
jurang (ravine) (kedalaman > 300 cm).

d) erosi tebing sungai (stream bank erosion) atau erosi saluran (channel erosion); umumnya terjadi
pada tebing-tebing sungai yang stabil.

faktor yang mempengaruhi erosi

pada dasarnya erosi adalah akibat interaksi kerja antara factor iklim, topografi, tumbuh-tumbuhan dan
manusia terhadap lahan yang dinyatakan dalam persamaan deskriptif berikut:

E= f (i, r, v, t, m)

Dimana E adalah erosi, i adalah iklim, r adalah topografi atau relief, v adalah vegetasi, t adalah tanah dan
m adalah manusia (sitanala arsyad, 1989: 72).

a. iklim

Di daerah beriklim basah factor yang mempengaruhi erosi adalah hujan. Besarnya curah hujan,
intensitas dan distribusi hujan menentukan kekuatan disperse hujan terhadap tanah, jumlah dan
kecepatan aliran permukaan dan kerusakan erosi. Besarnya curah hujan adalah volume air yang jatuh
pada suatu areal tertentu. Besarnya curah hujan dapat dimaksudkan untuk satu kali hujan atau masa
tertentu seperti perhari, perbulan, permusim atau pertahuan.

Intensitas hujan menyatakan besarnya curah hujan yang jatuh dalam suatu waktu yang singkat yaitu 5,
10, 15, atau 30 menit, yang dinyatakan dalam millimeter per jam atau cm per jam. Intensitas hujan
dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

Suatu sifat hujan yang penting dalam mempengaruhi erosi adalah energi kinetis hujan tersebut, karena
merupakan penyebab pokok dalam penghancuran agregat-agregat tanah. Kemampuan hujan untuk
menimbulkan erosi atau menyebabkan erosi disebut daya erosi atau erosivitas hujan.

b. topografi

Kemiringan lereng dan panjang lereng adalah dua unsure topografi yang paling berpengaruh terhadap
aliran permukaan dan erosi. Selain memperbesar jumlah aliran permukaan, makin curamnya lereng juga
memperbesar kecepatan aliran permukaan dengan demikian memperbesar energi angkut air.
Kemiringan lereng dinyatakan dalam derajad atau persen. Kecuraman lereng 100% sama dengan
kecuraman 45 o .

c. vegetasi

Pengaruh vegetasi terhadap erosi adalah menghalangi air hujan agar tidak jatuh langsung di permukaan
tanah, sehingga kekuatan untuk menghancurkan tanah sangat dikurangi. Pengaruh vegetasi penutup
tanah terhadap erosi adalah (1) melalui fungsi melindungi permukaan tanah dari tumbukan air hujan, (2)
menurunkan kecepatan air larian, (3) menahan partikel-partikel tanah pada tempatnya dan (4)
mempertahankan kemantapan kapasitas tanah dalam menyerap air (chay asdak, 1995: 452).

d. tanah

Tipe tanah mempunyai kepekaan terhadap erosi yang berbeda-beda. Kepekaan erosi tanah yaitu mudah
tidaknya tanah tererosi adalah fungsi berbagai interaksi sifat-sifat fisik dan kimia tanah. Sifat-sifat tanah
yang mempengaruhi kepekaan erosi adalah (1) sifat-sifat tanah yang mempengaruhi laju infiltrasi,
permeabilitas dan kapasitas menahan air dan (2) sifat-sifat tanah yang mempengaruhi ketahanan
struktur tanah terhadap disperse dan pengikisan oleh butir-butir hujan yang jatuh dan aliran permukaan
(sitanala arsyad, 1989: 96).

e. manusia

Manusialah yang menentukan apakah yang diusahakannya akan rusak dan tidak produktif atau menjadi
baik dan produktif secara lestari. Perbuatan manusia yang mengelola tanahnya dengan cara yang salah
telah menyebabkan entensitas erosi semakin meningkat. Misalnya pembukaan hutan, pembukaan areal
lain untuk tempat tanaman, perladangan dan sebagainya. Kenyataan ini tidak dapat dipungkiri selagi
manusia tidak bersedia untuk mengubah sikap dan tindakannya sebagaimana mestinya, demi mencegah
atau menekan laju erosi (wani hadi utomo, 1989: 39).

pendugaan / prakiraan erosi

Suatu model parametric untuk memprediksi erosi dari suatu bidang tanah telah dikembangkan oleh
wischmeier & smith (1965, 1978) dinamakan the universal soil loss equation (usle). Usle memungkinkan
perencana menduga laju rata-rata erosi suatu tanah tertentu pada suatu kecuraman lereng dengan pola
hujan tertentu untuk setiap macam pertanaman dan tindakan pengelolaan (tindakan konservasi tanah)
yang mungkin dilakukan atau yang sedang dipergunakan. Persamaan yang dipergunakan
mengelompokkan berbagai parameter fisik dan pengelolaan yang mempengaruhi laju erosi ke dalam
lima peubah utama yang nilainya untuk setiap tempat dapat dinyatakan secara numeric. Persamaan usle
adalah sebagai berikut:

A = R K LS C P

A = banyaknya tanah tererosi dalam ton per hektar pertahun.

R = factor curah hujan dan aliran permukaan, yaitu jumlah satu indeks erosi hujan, yang merupakan
perkalian antara energi hujan total (E) dengan intensitas hujan maksimum 30 menit (I 30).

K = factor erodibilitas tanah yaitu laju eosi per indeks erosi hujan (R) untuk suatu tanah yang didapat dari
petak percobaan standar, yaitu petak percobaan yang panjangnya 72,6 kaki (22 m) terletak pada lereng
9% tanpa tanaman.
LS = factor panjang lereng dan kecuraman lereng. Factor panjang lereng yaitu nisbah antara besarnya
erosi dari tanah dengan suatu panjang lereng tertentu terhadap erosi dari tanah dengan p[anjang lereng
72,6 kaki (22 m) di bawah keadaan yang identik. Sedangkan factor kecuraman lereng, yaitu nisbah
antara besarnya erosi yang terjadi dari suatu tanah kecuraman lereng tertentu, terhadap besarnya erosi
dari tanah dengan lereng 9% di bawah keadaan yang identik.

C = factor vegetasi penutup tanah dan pengelolaan tanaman yaitu nisbah antara besarnya erosi dari
suatu areal dengan vegetasi penutup dan pengelolaan tanaman tertentu terhadap besarnya erosi dari
tanah yang identik danpa tanaman.

P = factor tindakan-tindakan khusus konservasi tanah, yaitu nisbah antara besarnya erosi dari tanah
yang diberi perlakuan tindakan konservasi khusus seperti pengolahan menurut kontur, penanaman
dalam strip atau teras terhadap besarnya erosi dari tanah yang diolah searah lereng dalam keadaan
ynag identik.

a. erosivitas hujan (R)

Erosivitas hujan adalah tenaga pendorong (driving force) yang menyebabkan terkelupas dan
terangkutnya partikel-partikel tanah ke tempat yang lebih rendah (chay asdak, 1995: 455). Erosivitas
hujan sebagian terjadi karena pengaruh jatuhan butir hujan langsung di atas tanah dan sebagian lagi
karena aliran air di atas permukaan tanah.

Factor erosivitas hujan dengan intensitas hujan maksimal 30 menit (EI 30). Jumlah dari seluruh hujan
dengan spesifikasi tersebut di atas selama satu tahun merupakan erosivitas hujan tahunan.

Pada metode usle prakiraan besarnya erosivitas hujan dalam kurun waktu tahunan. Dalam penelitian ini
menggunakan persamaan bols (1978) yang diperoleh dari penelitian data curah hujan bulanan di 47
stasiun penakaran hujan di pulau jawa yang dikumpulkan selama 38 tahun.

EI 30 = 6,119 (Rain) 1,21 (Days) -0,47 (Maxp) 0,53

R = curah hujan rata-rata tahunan (cm)

D = jumlah hari hujan rata-rata tahunan (hari)

M = curah hujan maksimum rata-rata 24 jam per bulan untuk kurun waktu satu tahun (cm) (chay asdak,
1995: 457).

b. erodibilitas tanah (K)

Factor erodibilitas tanah menunjukan resisten partikel tanah terhadap pengelupasan dan transportasi
partikel-partikel tanah oleh adanya energi kinetic air hujan. Meskipun resistensi tersebut di atas akan
bergantung pada topografi, kemiringan lereng dan besarnya gangguan oleh manusia. Besarnya
erodibilitas atau resistensi tanah juga dibentuk oleh karakteristik tanah seperti; tekstur tanah, stabilitas
agregat tanah, kapasitas infiltrasi dan kandungan bahan organic (chay asdak, 1995: 459).
Untuk mengetahui besarnya factor erodibilitas (K) dapat juga digunakan table erodibilitas berdasarkan
jenis tanah dan bahan induk penyusunnya yang ditetapkan oleh pusat penelitian tanah, bogor (chay
asdak, 2002: 364). Berikut ini adalah angka erodibilitas menurut jenis tanah dan bahan induk
penyusunnya.

Untuk mengetahui erodibilitas tanah menggunakan table erodibilitas berdasarkan pada jenis tanah yang
ada di lapangan. Table erodibilitas berdasarkan jenis tanah sebagai berikut: Table 3. perkiraan besarnya
nilai K untuk jenis tanah di daerah tangkapan air jatiluhur, jawa barat (lembaga ekologi, 1979)

Jenis klasifikasi tanah Nilai K rata-rata

Latosol merahLatosol merah kuningLatosol 0,120,260,23


cokelat
0,31
Latosol
0,12 – 0,16
Regosol
0,29
Regosol
0,31
Regosol
0,13
Gley humic
0,26
Gley humic
0,20
Gley humic
0,29
Lithosol
0,21
Grumosol
0,20
Hydromorf abu-abu

Sumber: chay asdak, 2002: 365

c. kelerengan (Ls)

Factor indeks topografi L dan S, masing-masing mewakili pengaruh panjang dan kemiringan lereng
terhadap besarnya erosi. Panjang lereng mengacu pada aliran air permukaan yaitu lokasi
berlangsungnya erosi dan kemungkinan terjadinya deposisi sediment. Dalam praktisnya L dan S dihitung
sekaligus berupa factor Ls.

Tanah yang mempunyai topografi datar memiliki laju aliran permukaan yang kecil apabila dibandingkan
dengan tanah yang mempunyai topografi yang berombak. Kecepatan aliran permukaan tanah yang
memiliki kemiringan besar seta tidak tertutup tanah akan semakin cepat dengan daya kikis serta daya
penghanyutan yang besar.

Besarnya nilai Ls dapat diperoleh dengan menggunakan table dari goldman (lampiran 2). Besarnya nilai
Ls pada table didasarkan pada keadaan panjang dan gradient kemiringan lereng di lapangan (chay asdak,
2002: 371).

d. pengelolaan tanaman (C)

Factor C menunjukan keseluruhan pengaruh dengan vegetasi seresah, keadaan permukaan tanah dan
pengelolaan lahan terhadap besarnya tanah yang hilang (erosi). Oleh karenanya besar angka C tidak
selalu sama dalam kurun waktu satu tahun.

Secara umum factor C dalam persamaan usle untuk menunjukkan keseluruhan pengaruh lahan terhadap
terjadinya erosi. Seperti ditunjukkan pada lampiran 3, menunjukkan beberapa angka C yang diperoleh
dari hasil penelitian pusat penelitian tanah bogor di beberapa daerah di jawa.

e. pengelolaan dan konservasi tanah (P)

Pengaruh aktivitas pengelolaan dan konservasi tanah (P) terhadap besarnya erosi dianggap berbeda dari
pengaruh yang ditimbulkan oleh aktivitas pengelolaan tanaman. Factor P adalah nisbah antara tanah
tererosi rata-rata dari lahan yang mendapat perlakuan konservasi tanah tertentu terhadap tanah
tererosi rata-rata dari lahan yang diolah tanpa tindakan konservasi. Pada lahan pertanian, besar harga
factor P menunjukkan jenis aktivitas pengolahan lahan. Nerdasarkan penelitian di pulau jawa besarnya
factor P yang telah berhasil ditentukan seperti pada lampiran 4.

Setelah diketahui besar erosi dengan mengunakan persamaan usle tersebut kemudian diklasifikasikan
seperti table di bawah ini:

Table 4. klasifikasi tingkat erosi permukaan

kelas Jumlah erosi permukaan keterangan


(ton/ha/th)

IIIIII <15>15 – <60>60 – <180 Sangat ringanRinganSedang

IV >180 – <480 Berat

V >480 Sangat berat

Sumber: departemen kehutanan (1998)


https://firdaniasri.wordpress.com/2011/12/08/estimasi-limpasan-permukaan-metode-scs-cn/

Estimasi Limpasan Permukaan (Metode SCS CN)

Metode SCS-CN (Soil Conservation Service curve number) awalnya dikembangkan oleh U.S Department
of Agriculture dengan menggunakan prosedur curve number untuk mengestimasi limpasan atau runoff.
Metode ini telah banyak digunakan secara luas untuk pengolahan dan perencanaan sumber daya air.

Metode ini didasarkan pada kesetimbangan air dan dua hipotesis dasar yang diekspresikan sebagai
persamaan berikut:

Dimana P adalah presipitasi (mm), Ia adalah initial abstraksi (mm), F adalah kumulatif infiltrasi, Q adalah
direct runoff (mm), S adalah potensial maksimum retensi setelah dimulainya runoff (mm), dan λ adalah
rasio abstraksi. Kombinasi persamaan di atas memberikan ekspresi untuk Q:

SCS-CN mengekspresikan Ia sebesar 0,2S, sehingga:

Besarnya perbedaan antara curah hujan dan limpasan permukaan S berhubungan dengan angka kurva
limpasan (CN) dimana persamaannya adalah :
Solusi perhitungan limpasan (USDA 1986)

Angka CN (curve number) bervariasi dari 0 sampai 100 yang dipengaruhi oleh hidrologi tanah,
penggunaan lahan, perlakuan lahan pertanian, kondisi hidrologi, dan AMC atau antecedent soil
moisture (McCuen 1982).

AMC merupakan keadaan kelembaban awal tanah yang ditentukan dengan menjumlahkan curah hujan
selama 5 hari sebelumnya, dimana terbagi menjadi tiga kondisi yaitu AMC I, II, dan III. Nilai CN pada
tabel merupakan nilai CN untuk AMC II. Maka untuk menyesuaikan nilai CN dengan AMC I dan AMC II
disesuaikan dengan persamaan (Chow et al. 1988):

Metode SCS mengembangkan sistem klasifikasi tanah (dikenal sebagai hydrologic soil groups) yang
terdiri dari empat grup yaitu A, B, C, dan D. Tabel di bawah menunjukkan karakteristik tiap grup
hidrologi tanah beserta laju infiltrasi minimumnya.

Karakteristik grup hidrologi tanah (U.S. SCS 1972 dalam Asdak 1995)

Kelompok tanah Keterangan Laju infiltrasi minimum


(mm/jam)

A Potensi air larian paling kecil, termasuk tanah 8-12


pasir dalam dengan unsur debu dan liat. Laju
infiltrasi tinggi.

B Potensi air larian kecil, tanah berpasir lebih 4-8


dangkal dari A. Terkstur halus sampai sedang.
Laju infiltrasi sedang

C Potensi air larian sedang, tanah dangkal dan 1-4


mengandung cukup liat. Tekstur sedang sampai
halus. Laju infiltrasi rendah

D Potensi air larian tinggi, kebanyakan tanah liat, 0-1


dangkal dengan lapisan kedap air dekat
permukaan tanah. Infiltrasi paling rendah.

HSG (Hydrology Soil Group) dapat dindentifikasi berdasarkan salah satu dari tiga cara yaitu karakteristik
tanah, county soil surveys, atau tingkat infiltrasi minimum (McCuen 1982)

https://www.academia.edu/17299208/Menghitung_Erosivitas_dan_Erodibilitas

Anda mungkin juga menyukai