Anda di halaman 1dari 11

Eliezer M.

Rongre, Fisika UTSU Sipil

Besaran, Satuan dan Vektor


Kuliah Fisika Elektro Industri UTSU 6 September 2021

1. Besaran Dan Satuan, Vektor


1.1 Besaran Dan Satuan
Setiap benda memiliki sifat sifat tertentu. Contohnya adalah sebuah besi memiliki sifat
yang kita kenal misalnya berat, keras dan dapat menghantarkan panas dan listrik dengan baik.
Untuk menyatakan sifat sifat tersebut lebih tepat maka kita membutuhkan besaran., yang akan
menjelaskan salah satu sifat dari benda tersebut secara kuantitatif. Contohnya panjang, lebar dan
tinggi suatu kolam dapat dinyatakan dengan satu jenis besaran yakni panjang.
Jika sifat sifat dari apa yang ada di alam diperinci satu persatu akan didapatkan besaran
yang jumlahnya sangat banyak. Akan tetapi hal ini dipermudah oleh kenyataan bahwa sebagian
besar besaran fisis merupakan besaran besaran yang dapat diturunkan dari besaran lainnya.
Contohnya luas adalah perkalian antara dua besaran panjang, volume yang merupakan perkalian
dari tiga besaran panjang, massa jenis adalah hasil pembagian antara massa dengan volume,
sehingga merupakan turunan dari besaran panjang dan massa. Besaran seperti panjang dan massa
tidak dapat diturunkan menjadi besaran yang lebih sederhana. Besaran seperti ini disebut besaran
dasar. Besaran turunan diperoleh dari kombinasi besaran besaran dasar.
Beberapa negara dan atau kelompok negara telah menentukan satuan sendiri.
Oleh sebab itulah maka dalam sejarahnya, dikenal beberapa jenis satuan, misalnya satuan
Bristish yang digunakan di Inggris dan Amerika, dan satuan Metrik yang digunakan di Perancis.
Contoh satuan British di antaranya pound untuk massa, inch untuk panjang, second untuk waktu
dan lain lain. Sementara satuan metrik di antaranya meter, Centimeter, kilometer dan lain lain.
Sistim metrik kemudian, diadopsi oleh pertemuan Fisikawan Internasional menjadi Satuan
Internasional yang pemakaiannya maikn meluas menggeser sistem British.
1.2.1 Skalar dan Vektor
Besaran fisika yang ada terdiri atas besaran yang mempunyai besar tetapi tidak memiliki
arah tertentu dalam koordinat ruang, dan besaran yang mempunyai arah dan besar sekaligus.
Besaran jenis yang pertama disebut sebagai besaran skalar, sedangkan yang kedua disebut
besaran vektor. Contoh besaran skalar di antaranya luas, suhu, intensitas cahaya dan lain lain.
Sementara contoh kedua di antaranya perpindahan, kecepatan, percepatan, gaya dan lain lain.
Operasi penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian pada besaran skalar adalah
sama dengan yang dilakukan pada operasi matematika pada umumnya. Sementara pada vektor
pengenaan operasi ini memiliki sifat yang tidak persis sama karena mengikutkan arah, selain
besar. Pada vektor hanya dikenal operasi penjumlahan, pengurangan dan perkalian.
1.2.2 Cara penggambaran dan penulisan Vektor, kesamaan vektor dan negatif suatu vektor
Suatu vektor terdiri atas arah dan besar. Vektor dapat digambarkan seperti dalam gambar
berikut:

Gambar 1.1 Gambar sebuah vektor

1
Eliezer M. Rongre, Fisika UTSU Sipil

Arah vektor ditunjukkan oleh arah tanda panah dan besar vektor diwakili panjang garis. Jika satu
segmen mewakili 1 satuan panjang, maka panjang vektor adalah 6 satuan.
Ada beberapa cara menulis besaran vektor untuk membedakannya dari besaran skalar.
Cara pertama adalah menuliskan vektor A sebagai ⃗ A. Cara ini lazim digunakan dalam tulisan
tangan. Cara lain adalah dengan menuliskan besaran vektor dengan huruf tebal dan besaran
skalar dengan huruf biasa. Contoh misalnya vektor A dinyatakan dengan A . Besar vektor A
yang merupakan suatu skalar dapat ditulis sebagai │A │atau dengan cara lebih lazim dengan A.
Dalam buku ini digunakan cara penulisan vektor dengan menggunakan huruf tebal. Jadi vektor B
ditulis sebagai B
Dua vektor dikatakan sama jika kedua vektor searah dan panjangnya sama. Jika sebuah
vektor A dan sebuah vektor B memiliki ukuran sama, dan arah B berlawanan dengan dengan
arah A maka vektor B adalah negatif dari vektor A . Atau secara matematis ditulis :

B = -A

1.2.3 Penjumlahan Dan Pengurangan Vektor


Pernjumlahan vektor A + vektor B atau ditulis sebagai A + B berarti vektor A dilanjutkan
dengan vektor B. Secara geometris dapat digambarkan dengan 2 cara sebagai berikut:

Cara pertama ( cara segitiga)

B
A
A B + A

A + B
B
A
B

Gambar 1.2 Skema penjumlahan vektor yakni A + B dan B + A dengan cara segitiga

Cara Kedua ( Cara Jajaran Genjang)

2
Eliezer M. Rongre, Fisika UTSU Sipil

B
A
A

A + B
A
B
B

Gambar 1.3 Skema penjumlahan vektor dengan cara jajaran genjang

Dalam operasi penjumlahan vektor berlaku sifat A + B = B + A seperti yang terlihat dari skema
gambar 1.2 dan 1.3 Penjumlahan lebih dari dua vektor mengikuti prosedur yang sama. Misalnya
penjumlahan 3 vektor A + B + C berarti vektor A dilanjutkan dengan vektor B dan kemudian
dilanjutkan dengan vektor C. Di sini berlaku (A + B )+ C = A + (B + C).

Selain operasi penjumlahan pada vektor juga berlaku operasi pengurangan vektor.. Cara
pertama adalah Operasi A - B berarti suatu vektor yang hasil penjumlahannya dengan vektor B
akan sama dengan vektor A. Contohnya dapat dilihat dalam skema gambar 1.4 berikut ini:

A
A
A

A - B
B - A
B B
B

Gambar 1.4 : Skema pengurangan vektor menganggap A – B sebagai suatu vektor yang bila dijumlahkan pada B
akan menghasilkan A dan B – A sebagai vektor yang bila dijumlahkan dengan A akan menghasilkan B

Cara kedua adalah dengan penjumlahan dengan negatif dari vektor. A – B = A + (– B), dan
begitu pula B – A = B + ( – A) Skemanya dapat dilihat dalam gambar 1.5 berikut :

3
Eliezer M. Rongre, Fisika UTSU Sipil

-B
A - B

A
A

B
B

B - A

- A

Gambar 1.5 Skema pengurangan vektor dengan penjumlahan dengan negatif vektor.

Dalam operasi pengurangan vektor berlaku A – B = – (B – A ) seperti yang dapat dilihat dari
kedua skema di atas.
Penentuan besar hasil penjumlahan dan pengurangan vektor serta arahnya dapat
ditentukan dengan trigonometri dan geometri.

Contoh Soal:1. Dua buah vektor A dan B membentuk sudut θ satu sama lain. Tentukan :
a) A + B b) A – B c) B – A
Jawab: a) A + B
Skema kedua vektor dan penjumlahan keduanya dengan menggunakan metode segitiga adalah
sebagai berikut :

A

B

A + B A
 
B

4
Eliezer M. Rongre, Fisika UTSU Sipil

Dari gambar di atas maka dengan menggunakan persamaan Cosinus diperoleh :


│A + B │2 = A2 + B2 – 2 AB Cos ( 180 – θ )
Atau :
│A + B │2 = A2 + B2 + 2 AB Cos 
Selanjutnya untuk menghitung  digunakan persamaan sinus yang menghasilkan :
A R R
sin ϕ = sin(180−θ) = sin θ

dengan R = A + B

b). Dengan menggunakan A – B = R sebagai vektor yang bila ditambahkan kepada B akan
menghasilkan A maka diperoleh skema ssperti berikut:

A 
A - B

B

Dengan menggunakan persamaan cosinus maka diperoleh :


R2 = A2 + B2 – 2 AB cos θ

Kemudian dengan menggunakan persamaan sinus diperoleh :

R B
sin θ = sin ϕ
c) B – A
Hasilnya sama dengan b di atas hanya arahnya yang berlawanan

Contoh Soal 2. Tentukanlah :


a) R= A+ B
b) R = A – B
c) R = B – A
jika diketahui A = 10 satuan, B = 8 satuan, Ө = 450
Jawab : a) R= A+ B
Dari penyelesaian pada soal nomor 1 maka diperoleh :
R2 = A2 + B2 + 2 AB cos θ
Diperoleh :
R2 = 102 + 82 + 2 10.8 cos 45
√2
= 164 + 168 . 2
R2= 164 + 74 √2 ≈ 268,65
Maka :

5
Eliezer M. Rongre, Fisika UTSU Sipil

R≈ 268,65 ≈ 16,39

Selanjutnya sudut φ antara R dengan B dihitung dengan rumus :

A R
sin ϕ = sin θ

10 16,39
sin ϕ = sin 45
Diperoleh :
5
√2
Sin φ = 16 ,39
φ = 25,560

Contoh Soal 3. Sebuah kapal hendak menuju ke bagian selatan, sementara data arus yang
sampai ke nahkoda adalah kecepatan arus 2m/s arah ke barat. Jika kecepatan kapal adalah
10m/s. Tentukan :
a) Ke arah manakah kapal harus diarahkan supaya kapal tepat menuju ke selatan
Jawab :
Penyelesaian soal ini adalah jumlah dari vektor kecepatan kapal vk dan kecepatan angin va akan
mengarah ke arah selatan, dan tegak lurus pada arah arus. Di sini berlaku :
v = vk + va
Skemanya adalah sebagai berikut :

vk

va

va

vk
v

6
Eliezer M. Rongre, Fisika UTSU Sipil

Karena sudut antara v dan va adalah 900 maka dengan menggunakan persamaan sinus maka
diperoleh :
vk va
sin 900 = sin ϕ
Diperoleh :
va 2
sin ϕ = vk = 10 = 0,2

Diperoleh ϕ = 11,54
Dengan demikian maka kapal harus diarahkan serong 11,540 ke arah kiri terhadap arah selatan.
Selanjutnya besarnya v dihitung dengan dengan memperhatikan geometri dari segitiga di atas.
Diperoleh:
v = vk cos ϕ = 10 cos 11,540 = 9,8m/s.
Perkalian Vektor
Suatu vektor dapat dikalikan dengan skalar menghasilkan suatu vektor, dengan vektor yang
menghasilkan suatu skalar dengan suatu vektor untuk menghasilkan suatu vektor.
1. Perkalian dengan Skalar.
Suatu vektor yang dikalikan dengan suatu skalar akan menggandakan ukuran vektor itu. Jika
dikalikan dengan dengan bilangan positip m akan menghasilkan vektor baru yang arahnya tetap
dan panjangnya berlipat m kali. Jika dikalikan dengan bilangan negatip –m maka akan diperoleh
vektor yang arahnya berlawanan dengan vektor semula dan panjangnya m kali panjang semula.
2. Perkalian Dengan Vektor yang menghasilkan Skalar ( Perkalian Titik)
Perkalian titik antara dua vektor A dan B biasa ditulis sebagai :

A.B
Hasilnya adalah suatu besaran skalar. Misalkan vektor A dan B mengapit sudut θ antara
keduanya , dan besar masing masing vektor adalah A dan B maka dan menghasilkan C maka :

A . B = A B cos θ =C

Dengan C suatu skalar. Perkalian A . B sesuai dengan defenisi di atas dapat diartikan sebagai
perkalian besar vektor B dengan proyeksi A pada B atau perkalian proyeksi B pada A dengan
besar vektor A .Salah satu contoh besaran yang menggunakan perkalian titik adalah usaha W.
3. Perkalian Dengan Vektor yang Menghasilkan Vektor ( Perkalian Silang)
Perkalian silang antara dua vektor A dan B biasa ditulis sebagai :

AXB
Hasilnya adalah suatu vektor. Misalkan vektor A dan B mengapit sudut θ antara keduanya ,
dan besar masing masing vektor adalah A dan B maka besar hasil kali silang A dan B adalah
suatu vektor C . Vektor C adalah suatu vektor yang tegak lurus pada A dan B dan besarnya
dinyatakan sebagai :
│ A X B │= │ C │= C = A B sin θ .

7
Eliezer M. Rongre, Fisika UTSU Sipil

Secara geometris hasil ini dipahami sebagai luas suatu jajaran genjang dengan panjang sisi A dan
B di mana sudut terkecil antara sisi A dan B adalah θ .
Arah vektor C tergantung pada urutan perkalian antara A dan B. Jika sudut antara keduanya
adalah θ , maka arah C mengikuti kaidah sekrup yang diputar. Jika suatu sekrup dipasang di
atas suatu meja dan diputar searah jarum jam maka sekrup akan bergerak ke dalam meja, dan
sebaliknya jika diputar berlawanan arah jarum jam akan bergerak keluar dari meja. Ilustrasi
lainnya adalah jika urutannya searah jarum jam maka vektor C adalah ke belaknag arloji, dan
jika berlawanan arah jarum jam akan mengarah ke bagian muka arloji.

Penguraian Vektor Dan Vektor Satuan


Dari uraian di atas diperoleh bahwa dua vektor dapat dijumlahkan dan menghasilkan suatu
vektor yang baru. Hasil ini dapat dibalik dengan memikirkan suatu vektor tunggal sebagai
jumlah dari dua dari vektor. Dalam hal yang pertama dua vektor yang dijumlahkan kemudian
diwakili oleh suatu vektor. Kebalikannya adalah suatu vektor diwakili oleh dua vektor yang bila
dijumlahkan akan menghasilkan vektor tersebut. Hal yang kedua ini disebut sebagai penguraian
vektor, dan vektor vektor yang dihasailkan dari penguraian suatu vektor disebut sebagai
komponen dari vektor tersebut.
Penguraian yang banyak berguna adalah dengan menguraikan suatu vektor menjadi
komponen komponen yang saling tegak lurus. Yang paling sederhana adalah dengan
menguraikannya dalam koordinat Cartesian, yang biasa dikenal dengan sumbu sumbu X, Y, Z.
Maka kemudian vektor V akan diuraikan menjadi komponen komponen Vx, Vy dan Vz. Dengan
menguraikan vektor dalam 3 komponen dikatakan vektor berada dalam ruang 3 dimensi yang
berkaitan dengan ruang. Jika penguraian hanya dilakukan dengan 2 komponen terkait dengan
ruang 2 dimensi atau bidang. Ruang yang lebih sederhana adalah garis atau ruang 1 dimensi di
mana vektor tidak diuraikan atas komponen komponen.
Skema penguraian dalam ruang Cartesian dua dimensi dapat dilihat dalam gambar 1.6
berikut.
Y

A y

A x

Gambar 1.6 Skema penguraian vektor A menjadi Ax dan Ay dalam ruang 2 Dimensi.
8
Eliezer M. Rongre, Fisika UTSU Sipil

Jika sudut antara vektor A dengan sumbu –x adalah Ө maka diperoleh :

Ax = A cos Ө, Ay = A sin Ө

Dalam penguraian vektor A di atas maka berlaku : A = Ax + Ay . Besar A dapat diperoleh dari
Ax dan A y dengan kaitan :

A2 = Ax2 + Ay2
Hasil hasil ini dapat diperluas ke vektor berdimensi 3. Untuk suatu vektor berdimensi 3
maka berlaku V = Vx + Vy + Vz . Kemudian besarnya vektor vektor tersebut dapat dikaitkan
sebagai :
V2 = Vx2 + Vy2 + Vz2 .

Untuk memudahkan pembahasan dan pemakaian vektor maka dalam banyak kesempatan
suatu vektor dapat dinyatakan sebagai penggandaan dari suatu vektor yang besarnya satu satuan
dan berarah sama. Vektor tersebut disebut sebagai vektor satuan. Dengan demikian maka vektor
V dapat dituliskan sebagai :
V = V aV
dengan aV = vektor satuan pada arah vektor V.
Penggunaan vektor satuan juga berlaku untuk komponen komponen vektor. Khususnya
untuk sistem koordinat Cartesian vektor satuan dalam arah X positip ditulis sebagai i, dan j
untuk sumbu Y serta k untuk sumbu Z. Maka kemudian komponen komponen vektor V dapat
ditulis sebagai : Vxi, Vyj dan Vzk. Maka kemudian vetor V dapat dituliskan sebagai :

V = Vxi + Vyj + Vzk


Besarnya vektor V adalah :
V2 = Vx2 + Vy2 + Vz2

Operasi matematika pada vektor dapat dikerjakan dengan menggunakan pernyataan yang
memakai vektor satuan. Sebagai contoh vektor P = 2i + 3j + 4k dan Q = – 3i + 4j – 5k . Maka
untuk P + Q, P – Q dan Q – P kemudian akan diperoleh :

P + Q = (2i + 3j + 4k) + (– 3i + 4j – 5k) = –i + 7j –k


P – Q = (2i + 3j + 4k) – (– 3i + 4j – 5k) = (5i – j + 9k)
Q – P = (– 3i + 4j – 5k) – (2i + 3j + 4k) = (– 5i + j - 9k) = –(5i – j + 9k) = – (P – Q)

Salah satu keunggulan penjumlahan dan pengurangan dengan metode ini adalah kita dapat
menjumlahkan dan mengurangkan banyak vektor secara praktis dan sederhana.
Operasi perkalian vektor dapat juga dikerjakan dengan menggunakan vektor yang
dinyatakan dengan vektor satuan. Untuk itu digunakan ketentuan ketentuan sebagai berikut :

i . j = i . k = k. j = 0 dan i . i = j . j = k . k = 1

ixj=k, j x k = i, k x i = j , dan bila urutannya dibalik akan menjadi negatip

9
Eliezer M. Rongre, Fisika UTSU Sipil

ixi=jxj=kxk=0

Dengan hasil ini maka perkalian :


A . B = Ax Bx + AyBy + AzBz
dan
A x B = ( Ay Bz – Az By) i + ( Az Bx – Ax Bz) j + ( Ax By – Ay Bx) k
Sebagai contoh soal, dengan menggunakan vektor P dan Q seperti di atas, maka tentukanlah :
a) P . Q b) P x Q
Jawab :
a) P . Q = 2.-3 + 3.4 + 4.-5 = -6 + 12 – 20 = 14
b) P x Q = ( 3. -5– 4.4) i + ( 4.-3 – 2. -5) j + (2.4 – 3.-3) k
= ( -15 – 16) i + ( -12+ 10) j + (8 + 9) k
P x Q = -31 i – 2 j + 17 k

Contoh Soal :
Dua buah vektor masing masing dinyatakan sebagai M= 3i – 2j +3k dan N= 2i + 2j + k
Tentukanlah :
a) M + N b) M – N c) M . N d) M x N e) Sudut apit antara M dan N
Jawab :
a) M + N = (3i – 2j +3k) + (2i + 2j + k) = 5i + 4k
b) M – N = (3i – 2j +3k) – (2i + 2j + k) = i – 4j +2k
c) M . N = (3i – 2j +3k).(2i + 2j + k) = 3.2+ (-2. 2) + 3.1) = 5
d) M x N = (3i – 2j +3k) x (2i + 2j + k) =( -2.1– 3.2) i + (3.2 – 3.1) j + (3.2– -2.2 ) k
= – 8 i + 3 j + 10 k

e) Sudut apit antara M dan N .


Untuk ini digunakan persamaan :
M . N = M.N cos θ , dengan θ = sudut apit antara M dan N
M . N = Mx Nx + My Ny + Mz Nz
Bila disamakana diperoleh :
M.N cos θ = Mx Nx + My Ny + Mz Nz

M x Nx+ M y N y+ M z N z
Sehingga : cos θ = MN
M dan N diperoleh sebagai :

M=
√ M x2+ M y2+ M z2 = √ 32+(−2)2+32 = √ 22

N=
√ N x 2+N y 2+N z2 = √ 2 +2 +1 = 3
2 2 2

3 . 2+(−2). 2+3. 1 1
cos θ = √ 22. 3 = 3 . √ 22 = 0,071
10
Eliezer M. Rongre, Fisika UTSU Sipil

maka :
θ = 85,920

Contoh Soal :
Vektor V dinyatakan sebagai : V= 3i +2j –k. Tentukan av
Jawab : V dapat dinyatakan sebagai : V = V av
Dengan demikian maka :
V 3 i+2 j−k 3 i+2 j−k
2 2 2
av = V = √ 3 +2 +(−1 ) = √14
Soal Soal Latihan
1. Vektor A besarnya 8 satuan membentuk sudut 300 dengan sumbu-x dan vektor B
besarnya 6 satuan membemtuk sudut 600 dengan sumbu-x. Tentukan A + B, A – B , A.B
dan AxB dengan
a) Dengan metode langsung
b) Dengan menggunakan penguraian vektor.
2. Diketahui 4 kota A, B, C, D. Kota B terletak di sebelah timur kota A dengan jarak lurus
10 km. Kota C terletak sebelah tenggara kota B dengan jarak 5 km. Dan kota D terletak
di sebelah barat kota C pada jarak 10 km. Hitung jarak langsung A ke D dengan :
a) cara langsung
b) cara penguraian vektor
3. Tentukan vektor satuan AxB dari nomor 1 dan vektor A ke D dari nomor 2
4. Suatu kapal berlayar ke arah utara dari suatu stasiun pengawas. Beberapa saat kemudian
kapten kapal memberikan informasi ia berada 50 km dari stasiun pengawas, dan akan
segera berbelok 300 ke arah kanan dari arah semula. Setelah berlayar 20 km, kapal sampai
di suatu pulau. Tentukan jarak arah posisi pulau dari stasiun.
5. Seorang penduduk suatu desa, hendak menyeberangi suatu sungai selebar 20 m dengan
m
menggunakan perahu bermotor temple.. Arus sungai 3 , dan motor perahu dapat
d
m
mendorong perahu dengan kecepatan 4 . Orang tersebut mengarahkan perahunya tegak
d
lurus arah arus. Tentukan besar kecepatan dan arah perahu di sungai, dan berapa meter ke
arah hilir tempat merapatnya perahu dipinggiran seberang sungai.

11

Anda mungkin juga menyukai