Ilmu Usahatani-Bahan Ajar (Sophia, Sp.m.si)
Ilmu Usahatani-Bahan Ajar (Sophia, Sp.m.si)
vii
Bab I
Pendahuluan
1. Menurut Daniel
Ilmu usahtani merupakan ilmu yang mempelajari
cara-cara petani mengkombinasikan dan mengoperasikan
berbagai faktor produksi seperti lahan, tenaga kerja, dan
modal sebagai dasar bagaimana petani memilih jenis dan
besarnya cabang usahatani berupa tanaman atau ternak
sehingga memberikan hasil maksimal dan kontinyu.
2. Menurut Efferson
Ilmu usahatani merupakan ilmu yang mempelajari
cara-cara mengorganisasikan dan mengoperasikan unit
usahatani dipandang dari sudut efisiensi dan pendapatan
yang kontinyu.
1. Sejarah usahatani
Sejarah pertanian dimulai dari adanya pembagian
tugas antara laki-laki dan perempuan. Perempuan
menerima kodrat untuk melahirkan sekaligus bertugas
memelihara anak-anak, sedangkan laki-laki melakukan
kegiatan berburu. Oleh karena kodratnya dan tugasnya
memelihara anak-anak yang dilahirkan maka perempuan
secara langsung yang menyediakan makanan. Kegiatan
menyediakan makanan dimulai dengan mengumpulkan
berbagai tanaman, umbi-umbian, jamur dan binatang
kecil. Oleh karena kecintaannya akan kehidupan maka
2. Bentuk hukum
Usahatani keluarga tidak berbadan hukum.
Sedangkan perusahaan pertanian pada umumnya
mempunyai badan hukum, misalnya PT, Firma, dan CV.
3. Luas usaha
Usahatani keluarga pada umumnya berlahan sempit
10
yang biasanya disebut petani gurem karena penggunaan
lahan kurang dari 0,5 ha. Perusahaan pertanian pada
umumnya berlahan luas karena orientasinya pada
efisiensi dan keuntungan.
4. Jumlah modal
Usahatani keluarga mempunyai modal per
satuan luas lebih kecil dibandingkan dengan
perusahaan pertanian.
5. Jumlah tenaga yang dicurahkan
Jumlah tenaga yang dicurahkan per satuan luas
usahatani keluarga lebih besar daripada perusahaan
pertanian.
6. Unsur usahatani
Yang membedakan unsur usahatani keluarga dengan
perusahaan pertanian terletak pada tenaga luar yang
dibayar. pada usahatani keluarga melibatkan petani dan
keluarga serta tenaga luar, sedangkan perusahaan
pertanian hanya tenaga luar yang dibayar. Unsur lainnya
tanah dan alam sekitarnya serta modal merupakan unsur
yang dimiliki, baik usahatani keluarga maupun
perusahaan pertanian.
7. Sifat usaha
Usahatani keluarga pada umumnya bersifat
subsistence, komersial, maupun semi komersial (transisi
dari subsistence ke komersial). Sementara perusahaan
pertanian selalu bersifat komersial, artinya selalu
mengejar keuntungan dengan memperhatikan kualitas
maupun kuantitas produknya.
11
Perusahaan pertanian selalu berusaha untuk
memanfaatkan hasil-hasil pertanian yang mutakhir,
bahkan tidak segan-segan membiayai penelitian demi
kemajuan usahanya. Perusahaan pertanian biasanya
mempunyai bagian penelitian dan pengembangan
(Research and Development) yang berfungsi untuk
mencari dan menemukan terobosan-terobosan baru baik
dari segi tehnik bercocok tanam, pengolahan hasil,
maupun pemasarannya. Sementara usahatani keluarga
karena keterbatasan modal, peralatan, dan human capital
maka terobosan-terobosan baru tergantung pada hasil
penelitian dan pengembangan pemerintah melalui
Departemen Pertanian dengan Balai-Balai Penelitian dan
Pengembangan Teknologi serta tenaga-tenaga penyuluh.
Petani menerapkan hasil-hasil penelitian tersebut setelah
mengamati dan mengikuti demonstrasi plot (demplot)
serta upaya-upaya sosialisasi yang dilakukan pemerintah
lainnya.
E. Klasifikasi Usahatani
Klasifikasi usahatani terjadi karena adanya perbedaan
faktor fisik, ekonomis dan faktor lain-lain. Faktor fisik
antara lain iklim, topografi, ketinggian di atas permukaan
air laut, dan jenis tanah. Adanya faktor fisik
menyebabkan adanya tempat-tempat tertentu yang hanya
mengusahakan tanaman tertentu pula karena pada
dasarnya masing-masing jenis tanaman selalu
membutuhkan syarat-syarat yang tertentu pula. Faktor
ekonomis antara lain permintaan pasar, pembiayaan,
modal yang tersedia, dan risiko yang dihadapi, akan
membatasi petani dalam berusahatani. Faktor lainnya
Buku Ajar Ilmu Usaha Tani 2019
12
antara lain hama penyakit, sosiologis, pilihan pribadi, dan
sebagainya akan menentukan dan membatasi usahatani.
Ketiga faktor tersebut dalam prakteknya akan saling
kait mengait sehingga menghasilkan suatu hasil tertentu.
Misalnya ada suatu daerah yang cocok untuk komoditas
tertentu berdasarkan faktor fisiknya dan berdasarkan
faktor ekonominya mempunyai harga pasaran yang bagus
tinggi, namun petani tidak mau mengusahakan komoditi
tertentu tersebut. Di sini ada alasan-alasan yang bersifat
sosiologis terhadap suatu komoditas tersebut misalnya
"tabu" jika menanam komoditas tersebut.
Klasifikasi usahatani dapat dibedakan menurut corak
dan sifat, organisasi, pola, serta tipe usahatani.
1. Corak dan sifat
Menurut corak dan sifat dibagi menjadi dua, yakni
komersial dan subsistence. Usahatani komersial telah
memperhatikan kualitas serta kuantitas produk
sedangklan usahatani subsistence hanya memenuhi
kebutuhan sendiri.
2. Organisasi
Menurut organisasinya, usahatani dibagi menjadi 3
yakni, individual, kolektif dan kooperatif.
a. Usaha individual ialah usahatani yang seluruh proses
dikerjakan oleh petani sendiri beserta keluarganya
mulai dari perencanaan, mengolah tanah, hingga
pemasaran ditentukan sendiri.
b. Usaha kolektif ialah usahatani yang seluruh proses
produksinya dikerjakan bersama oleh suatu kelompok
kemudian hasilnya dibagi dalam bentuk natura
maupum keuntungan. Contoh usaha kolektif yang
pernah ada di Indonesia yaitu Tebu Rakyat
Buku Ajar Ilmu Usaha Tani 2019
13
Intensifikasi (TRI).
c. Usaha kooperatif ialah usahatani yang tiap prosesnya
dikerjakan secara individual, hanya pada beberapa
kegiatan yang dianggap penting dikerjakan oleh
kelompok, misalnya pembelian saprodi,
pemberantasan hama, pemasaran hasil, dan
pembuatan saluran. Contoh usahatani kooperatif yaitu
PIR (perkebunan Inti Rakyat). PIR merupakan bentuk
kerja sama antara perkebunan rakyat dengan
perkebunan besar.
3. Pola
Menurut polanya, usahatani dibagi menjadi 3 yakni;
khusus, tidak khusus, dan campuran.
a. Usahatani khusus ialah usahatani yang hanya
mengusahakan satu cabang usahatani saja, misalnya
usahatani peternakan, usahatani perikanan, dan
usahatani tanaman pangan.
b. Usaha tidak khusus ialah usahatani yang
mengusahakan beberapa cabang usaha bersama-sama,
tetapi dengan batas yang tegas.
c. Usahatani campuran ialah usahatani yang
mengusahakan beberapa cabang secara bersama-sama
dalam sebidang lahan tanpa batas yang tegas,
contohnya tumpang sari dan mina padi.
4. Tipe
Menurut tipenya, usahatani dibagi menjadi beberapa
macam berdasarkan komoditas yang diusahakan,
misalnya usahatani ayam, usahatani kambing, dan
usahatani jagung. Tiap jenis ternak dan tanaman dapat
Buku Ajar Ilmu Usaha Tani 2019
14
merupakan tipe usahatani.
15
Bab 2
Faktor Alam dalam Usahatani
Faktor-faktor yang bekerja dalam usahatani adalah
faktor alam, tenaga, dan modal. Alam merupakan faktor
yang sangat menentukan usaha tani. Sampai dengan
tingkat tertentu manusia telah berhasil mempengaruhi
faktor alam. Namun demikian, pada batas selebihnya
faktor alam adalah penentu dan merupakan sesuatu yang
harus diterima apa adanya.
Yang termasuk faktor alam dapat dibedakan menjadi
dua, yakni faktor tanah dan lingkungan alam sekitarnya.
Faktor tanah misalnya jenis tanah dan kesuburan. Faktor
alam sekitar yakni iklim yang berkaitan dengan
ketersediaan air, suhu, dan lain sebagainya. Alam
mempunyai berbagai sifat yang harus diketahui karena
usaha pertanian adalah usaha yang sangat peka terhadap
pengaruh alam.
A. Faktor Iklim
Iklim sangat menentukan komoditas yang akan
diusahakan, baik tanaman maupun ternak. Komoditas
yang diusahakan harus cocok dengan iklim setempat agar
produktivitasnya tinggi dan memberikan manfaat yang
lebih baik bagi manusia. Iklim juga berpengaruh pada
cara mengusahakan serta teknologi yang cocok dengan
iklim tersebut.
Kenyataan menunjukkan bahwa iklim di Indonesia
khususnya keadaan hujan (air dan pengairan) mempunyai
pengaruh pada jenis tanaman, teknik bercocok tanam,
kuantitas dan kualitas produk, pola penggiliran tanaman,
Buku Ajar Ilmu Usaha Tani 2019
16
jenis hama penyakit, dan sebagainya (Tohir, 1982).
B. Faktor Tanah
Tanah sebagai faktor alam juga sangat menentukan.
Ada tanah pasir yang sangat porous, ada tanah kuarsa
yang berbutir halus, tanah liat yang susah
penggarapannya pada waktu kering karena keras, ada
tanah yang gembur dan subur sehingga sangat
menguntungkan. Pada tanah yang ringan tenaga kerja
dapat dimanfaatkan secara lebih baik. Sebaliknya, pada
tanah yang berat, penggarapannya dapat dilakukan lebih
berat pula.
Tanah merupakan faktor produksi yang penting
karena tanah merupakan tempat tumbuhnya tanaman,
ternak, dan usahatani keseluruhannya. Tentu saja faktor
tanah tidak terlepas dari pengaruh alam sekitarnya yaitu
sinar matahari, curah hujan, angin, dan sebagainya.
Tanah mempunyai sifat istimewa antara lain bukan
merupakan barang produksi, tidak dapat diperbanyak,
dan tidak dapat dipindah-pindah. Oleh karena itu, tanah
dalam usahatani mempunyai nilai terbesar. Peranan tanah
sebagai faktor produksi dipengaruhi oleh beberapa hal
sebagai berikut.
1. Hubungan tanah dan manusia
Hubungan tanah dan manusia dapat dibedakan dalam
tiga tingkat dari yang terkuat sampai yang terlemah yaitu
hak milik, hak sewa dan hak bagi hasil (sakap).
Perbedaan hubungan tersebut akan berpengaruh pada
kesediaan petani dalam meningkatkan produksi,
memperbaiki kesuburan tanah, dan intensifikasi.
2. Letak tanah
Buku Ajar Ilmu Usaha Tani 2019
17
Letak tanah usahatani pada umumnya tidak
mengelompok dalam satu tempat, tetapi terpencar dalam
beberapa lokasi. Sebagai contoh, seorang petani dengan
luas garapan 1 ha terdiri atas 0,3 ha di sebelah barat desa,
0,4 ha di sebelah timur desa, 0,2 di selatan desa, dan 0,1
di utara desa. Keadaan seperti itu lazim disebut
fragmentasi. Fragmentasi biasanya akan menimbulkan
persoalan-persoalan dalam usahatani karena beberapa hal
berikut.
a) Menimbulkan pemborosan waktu dan tenaga
sehingga biaya produksi lebih tinggi.
b) Menimbulkan kesulitan dalam pengawasan sehingga
produksi tidak setinggi pencapaian yang diharapkan.
Luas mutlak yang dapat ditanami lebih kecil karena
banyaknya galengan.
c) Kemungkinan percekcokan antar-petani lebih besar
karena lebih banyak tetangga lahannya.
Fragmentasi tersebut terjadi antara lain karena sistem
jual beli tanah yang hanya sebagian-sebagian saja, karena
penjualan tanah bagi petani merupakan alternatif terakhir.
Selain itu, adalah sistem warisan, perkawinan,
landreform, dan konsolidasi. Demikian juga karena
adanya proyek-proyek pembangunan sehingga bagi
tanah-tanah pertanian yang terkena proyek kemungkinan
mendapat ganti di tempat lain.
3. Intensifikasi
Semakin banyak modal dan tenaga yang dicurahkan
pada tanah maka semakin intensif. Dengan demikian,
akan memberikan hasil yang tinggi pula. Intensifikasi
atau peningkatan produksi per kesatuan luas tanah
Buku Ajar Ilmu Usaha Tani 2019
18
dilakukan apabila lahan atau tanah untuk usahatani sudah
sangat sulit untuk diperluas, misalnya tanah-tanah
pertanian yang ada di Pulau Jawa.
4. Tingkat kesuburan tanah
Tanah yang subur, baik fisik maupun kimiawi, lebih
menguntungkan dalam usahatani. Kesuburan tanah
secara fisik dan kimiawi dapat diperbaiki melalui
pengolahan yang baik, rotasi tanam yang tepat,
pemupukan, pembuatan teras, dan sebagainya.
5. Luas lahan
Dipandang dari sudut efisiensi, semakin luas lahan
yang diusahakan maka semakin tinggi produksi dan
pendapatan per kesatuan luasnya. Pengukuran luas
usahatani dapat diukur dengan berdasarkan hal-hal
sebagai berikut.
a) Luas total lahan adalah jumlah seluruh tanah yang
ada dalam usahatani termasuk sawah, tegal,
pekarangan, jalan saluran, dan sebagainya.
b) Luas lahan pertanaman adalah jumlah seluruh tanah
yang dapat ditanami/diusahakan.
c) Luas tanaman adalah jumlah luas tanaman yang ada
pada suatu saat.
6. Lokasi lahan
Lokasi lahan usahatani menentukan kelancaran
pemasaran. Lokasi yang jauh dari sarana dan prasarana
transportasi dapat memperburuk usahatani tersebut dari
aspek ekonomi.
7. Fasilitas-fasilitas
Buku Ajar Ilmu Usaha Tani 2019
19
Keberadaan fasilitas-fasilitas lain berupa pengairan
dan drainase sangat membantu dalam pertumbuhan
tanaman sehingga meningkatkan produksi.
20
di lahan gambut yang tingkat keasamannya sangat tinggi,
telah dapat dipecahkan dengan ditemukannya varietas
yang toleran terhadap keasaman dan cara bercocok tanam
dibarengi dengan sistem garap tanah tertentu untuk
mengurangi keasaman.
21
Bab 3.
Faktor Produksi
D alam usaha pertanian, produksi diperoleh melalui
suatu proses yang cukup panjang dan penuh risiko.
Panjangnya waktu yang dibutuhkan tidak sama
tergantung pada jenis komoditas yang diusahakan. Tidak
hanya waktu, kecukupan faktor produksi pun ikut sebagai
penentu pencapaian produksi. Dalam segi waktu, usaha
perkebunan membutuhkan periode yang lebih panjang
dibanding dengan tanaman lainnya di bidang tanaman
pangan dan sebagian tanaman hortikultura.
Dan masing-masing jenis tanaman juga punya
periodesitas yang berbeda satu sama lain. Pada subsektor
usaha seperti pemeliharaan sapi, kambing, ayam, dan lain
sebagainya juga membutuhkan variasi waktu. Usaha
pembesaran ternak besar lebih lama dibanding
pembesaran ternak kecil atau unggas. Seperti halnya pada
tanaman, variasi waktu antar jenis ternak juga terjadi.
Sama dengan tiga subsektor di atas, komoditas perikanan
juga demikian, sehingga periode waktu yang dibutuhkan
sebenarnya sangat tergantung pada jenis komoditas ,dan
tujuan atau bentuk produksi yang akan diusahakan dan
akan dihasilkan. Berbagai komoditas bisa dilakukan dua
kali, tiga kali, bahkan lebih dalam setahun. Seperti halnya
komoditas-komoditas tanaman pangan dan sebagian
hortikultura umumnya membutuhkan waktu yang lebih
pendek dan dapat dilakukan dua kali atau lebih dalam satu
tahun.
Proses produksi baru bisa berjalan bila persyaratan
yang dibutuhkan tanaman,ternak, ataupun ikan dapat
dipenuhi. Persyaratan ini lebih dikenal dengan nama
22
faktor produksi. Faktor produksi terdiri dari empat
komponen, yaitu tanah, modal, tenaga kerja, dan skill atau
manajemen (pengelolaan). Dalam beberapa literatur,
sebagian para ahli mencantumkan hanya tiga faktor
produksi, yaitu tanah, modal, dan tenaga kerja. Perbedaan
pendapat ini wajar saja, tidak perlu dijadikan masalah
yang penting adalah bagaimana kita mengartikan dan
mendefinisikan masing-masing faktor dan fungsinya pada
setiap usaha pertanian.
Masing-masing faktor mempunyai fungsi yang
berbeda dan saling terkait satu lama lain. Kalau salah satu
faktor tidak tersedia maka proses produksi tidak akan
berjalan, terutama tiga faktor terdahulu, seperti tanah,
modal dan tenaga kerja. Bila hanya tersedia tanah, modal,
dan manajemen saja, tentu proses produksi atau usaha tani
tidak akan berjalan karena tidak ada tenaga kerja. Tanaga-
tenaga kerja, apa yang dapat dilakukan, begitu juga
dengan faktor lainnya seperti modal. Kalau tanah tersedia,
tenaga kerja ada, tetapi tidak ada modal, apa yang akan
ditanam atau dipelihara. Bagaimana cara membeli bibit,
pupuk, dan lain-lainnya. Begitu juga kalau hanya ada
modal dan tenaga kerja tanpa tanah, jelas usaha tani tidak
bisa dilakukan, di mana usaha akan dilakukan atau di
mana tanaman akan ditanam.
Tampak bahwa ketiga faktor produksi tersebut
merupakan sesuatu yang mutlak harus tersedia, yang akan
lebih sempurna kalau syarat kecukupan pun dapat
dipenuhi. Lain halnya dengan faktor ke-empat.
Manajemen atau pengelolaan ataupun skill,
keberadaannya tidak menyebabkan proses produksi tidak
berjalan atau batal. Karena timbulnya manajemen sebagai
faktor produksi lebih ditekankan pada usaha tani yang
maju dan berorientasi pasar dan keuntungan. Pada usaha
tani tradisional atau usaha tani rakyat, keberadaan skill
Buku Ajar Ilmu Usaha Tani 2019
23
belum begitu diperhitungkan karena tujuan usaha tani
masih subsistence, orientasi hanya sebatas memenuhi
kebutuhan sendiri. Kalau ada sisa baru dijual. Usaha tani
Indonesia sekarang menurut beberapa pemerhati usaha
pertanian berada pada posisi antara keduanya. Sebagian
ada yang sudah market oriented (berorientasi pasar
dengan target keuntungan) dan sebagian lagi masih
subsistence (masih berpikiran untuk memenuhi kebutuhan
sendiri).
Dalam proses produksi, masing-masing komoditas
membutuhkan faktor produksi sesuai dengan sifat
genetiknya. Misalnya untuk usaha tani tanaman padi
seluas satu hektar, supaya produksi maksimum bisa
dicapai maka masukan yang diberikan (modal) seperti
jumlah bibit, pupuk, dan obat-obatan harus sesuai dengan
keinginannya. Tidak hanya itu, cara pemberian, waktu
pemberian, dan dosis atau takaran tiap pemberian juga
harus tepat. Semuanya itu ditambah dengan pemilihan
bibit, penyemaian, pengolahan tanah, penyiangan,
pemupukan, dan lain-lainnya lebih lazim disebut dengan
teknologi.
Teknologi juga berperan dalam menentukan saling
keterkaitan antar faktor produksi. Katakanlah kalau luas
tanah yang digunakan satu hektar, maka berapa jumlah
modal dan tenaga kerja yang dibutuhkan dapat ditentukan
dengan menetapkan teknologi yang akan diterapkan.
Begitu juga kalau modal yang tersedia terbatas atau
ditentukan maka luas usaha tani juga harus mengikuti.
Ada diskusi atau perbedaan pendapat mengenai
keberadaan modal dengan tenaga kerja, dan juga antara
modal dengan tanah. Kalau diperhatikan, ada yang
mengatakan bahwa sebenamya faktor produksi hanya
terdiri dari modal. Karena dengan modal semuanya dapat
diadakan. Modal bisa untuk membeli atau menyewa
Buku Ajar Ilmu Usaha Tani 2019
24
tanah, modal bisa untuk membeli masukan, modal bisa
untuk membayar upah tenaga kerja, dan modal juga bisa
untuk membayar gaji manajer. Tetapi apakah memang itu
yang dimaksud dengan faktor produksi? Dilihat dari segi
kata-kata atau arti sebuah kata, kenyataan atau pendapat
tersebut dapat diterima. Tetapi bila kita lihat dari segi
maksud atau keberadaan dan fungsi dari faktor produksi
itu sendiri, tidaklah sesederhana itu. Kenapa?
Tanah, modal, tenaga kerja, serta manajemen, bisa
dianggap sebagai suatu kesatuan yang mutlak diperlukan
dalam proses produksi atau usaha tani. Artinya
keberadaannya sudah ada sedemikian rupa dan tidak
memerlukan suatu proses untuk menyiapkannya.
Katakanlah tanah, sebagai syarat pertama dari proses
produksi, sudah tersedia sehingga tidak perlu dicari,
disewa, atau dibeli lagi. Begitu juga modal dan tenaga
kerja. Tidak berarti bahwa dengan adanya modal, tanah
bisa diperoleh, atau tenaga kerja bisa dibayar, dan
manajer bisa digaji. Yang dimaksud modal di sini adalah
aset berupa uang atau alat tukar yang akan digunakan
untuk pengadaan sarana produksi. Termasuk di dalamnya
untuk beli bibit, pupuk, obat-obatan, serta upah tenaga
kerja. Sedangkan faktor tenaga kerja, dianggap sebagai
faktor mutlak, sama seperti yang lainnya karena
keberadaan dan fungsinya. Dalam hal ini, tenaga kerja
yang dimaksud bukan hanya tenaga, upahan saja atau
tenaga keluarga saja, tetapi lebih jauh dan lebih komplit
yang juga meliputi tenaga ternak, tenaga traktor, tenaga
mesin, pompa, dan lain sebagainya. Yang paling mutlak
adalah keberadaan atau ketersediaannya, ada atau tidak.
Dalam hal ini kita belum mempermasalahkan jumlahnya,
kapasitasnya, lokasinya, dan lain sebagainya. Tidak
berarti bahwa bila sebuah keluarga ingin menerapkan
usaha tani, tetapi dia hanya terdiri dari seorang ibu dan
Buku Ajar Ilmu Usaha Tani 2019
25
anak-anak kecil saja, tidak bisa melaksanakan niatnya
tersebut. Bisa, bila di sekitamya ada dan tersedia tenaga
kerja, apakah itu tenaga kerja manusia, apakah tenaga
ternak, traktor, mesin, dan lain sebagainya yang bisa
dimanfaatkan untuk usahanya. Bisa disewa, dibeli,
diupah, dan lain sebagainya. Yang penting ada tanah, ada
modal, ada tenaga kerja, dan ada kemauan untuk menge-
lola usaha tani. Sekali lagi yang penting (mutlak) adalah
keberadaan dan fungsi dari faktor produksi tersebut. Jadi
bisa kita pahami dan kita bedakan pengertian dan
perbedaan dari pendapat sebelumnya.
Supaya tidak memberikan pengertian yang rancu dan
membingungkan, dirasa perlu untuk membedakan antara
faktor produksi dan sarana produksi. Karena keduanya
bisa mempunyai arti yang sama, tetapi kadang-kadang
juga bisa berbeda. Kita mulai dari pengertiannya masing-
masing. Faktor produksi adalah faktor yang mutlak
diperlukan dalam proses produksi. Sedangkan sarana
produksi adalah sarana yang dibutuhkan dalam proses
produksi. Faktor produksi terdiri dari tanah, modal, tenaga
kerja, dan manajemen, sementara sarana produksi terdiri
dari lahan, bibit, pupuk, obat-obatan, dan tenaga kerja.
Lahan diberi tanda karena sebagian pakar berpendapat
bahwa lahan tidak merupakan sarana produksi dan
sebagian ahli lain memasukkan lahan sebagai bagian dari
sarana produksi. Tanpa mengecilkan arti keduanya, kita
hindari diskusi beda pendapat, selanjutnya kita gunakan
pendapat kedua, yaitu lahan sebagai bagian dari sarana
produksi. Alasannya, kalau tidak ada lahan, di mana
usaha tani akan dilakukan. Dan juga juga memandang
bahwa lahan merupakan sarana (mingkin lebih tepat
disebut prasarana) yang dibutuhkan untuk usaha tani.
Melihat defenisi dan bagian dari masing-masingnya
dapat kita lihat bahwa sebenarnya lahan pada sarana
Buku Ajar Ilmu Usaha Tani 2019
26
produksi merupakan bagian dari faktor produksi tanah
(dalam penjelasan mengenal "tanah" berikutnya, hal ini
akan menjadi lebih jelas), bibit, pupuk, obat-obatan, dan
tenaga kerja merupakan bagian dari faktor produksi
modal. Sedangkan tenaga kerja bisa kita golongkan
sebagai bagian dari modal dan bisa juga sebagai bagian
dari faktor produksi tenaga kerja. Digolongkan sebagai
bagian dari modal karena untuk memperoleh tenaga kerja
kita bisa menggunakan modal, sementara keberadaannya
dibutuhkan sebagai faktor yang mutlak dalam proses
produksi.
Dalam mendefinisikan sarana produksi, penulis tidak
mencantumkan kata "mutlak dibutuhkan", karena tidak
semua sarana produksi merupakan sesuatu yang mutlak
dibutuhkan. Dalam arti, tanpa sarana tersebut produksi
tidak bisa berjalan, contohnya adalah pupuk dan obat-
obatan. Keberadaan keduanya tidak bisa mengakibatkan
proses produksi berjalan atau tidak, karena tanpa pupuk
atau tanpa obat-obatan proses produksi masih bisa
berjalan. Hanya saja untuk mencapai hasil yang lebih
baik, keduanya sangat dibutuhkan.
27
usaha tani dan usaha pertanian. Usaha tani adalah
kegiatan mengorganisasi (mengelola) aset dan cara dalam
pertanian. Atau lebih tepatnya adalah suatu kegiatan yang
mengorganisasi sarana produksi pertanian dan teknologi
dalam suatu usaha yang menyangkut bidang pertanian.
pengertian yang sama juga bisa kita berikan pada usaha
pertanian. Tetapi dewasa ini banyak para pakar dan
penulis, membedakan antara usahatani dan usaha
pertanian. Usahatani lebih diartikan untuk kegiatan usaha
di bidang pertanian berskala kecil, seperti usahatani padi,
usahatani jagung, usahatani ayam buras, itik petelur, dan
lainnya. Sementara usaha pertanian lebih diartikan
sebagai suatu usaha dengan skala besar yang mengelola
lahan yang cukup luas, modal besar, dan mempunyai
tenaga administrasi di samping membutuhkan atau
membayar tenaga kerja lapangan. Kegiatan ini dikelola
dengan sedemikian rupa dengan tujuan utama mencari
keuntungan semaksimal mungkin. Contohnya usaha
perkebunan, usaha peternakan, ataupun usaha perikanan.
Definisi ini dipakai sebagai istilah farm management
dalam buku-buku asing. Dapat dilihat bahwa definisi di
atas juga memberikan pengertian yang sama, hanya
kalimat atau cara penyampaiannya yang berbeda.
Mungkin bisa diterima mengapa penulis lebih cenderung
tidak memperdebatkan istilah atau definisi, tetapi lebih
mengarah pada pemahaman maksud, arti, dan tujuan.
Khusus mengenai usaha pertanian, para pakar dan juga
pengusaha sekarang lebih cenderung menyebutnya
sebagai "agrobisnis ". Pada bab selanjutnya secara
tersendiri akan kita bahas lebih jauh mengenai usahatani
dan agrobisnis tersebut.
28
Sebelumnya sudah kita bahas bahwa tidak bisa
dibedakan faktor mana yang lebih penting dan utama
dalam proses produksi, karena ketiga faktor tersebut
selain manajemen mutlak diperlukan. Tanpa salah satu
dari ketiganya, proses produksi tidak bisa berjalan.
Sebenarnya manajemen juga mutlak diperlukan, tetapi di
sini kita memperlunak sedikit arti dan maksud dari
manajemen. Petani tradisional sekalipun sebenarnya juga
butuh manajemen dalam mengelola usaha taninya. Tetapi
tidak dalam bentuk yang betul-betul dengan administrasi
yang lengkap dan tertib, baik mengenai perencanaan,
pelaksanaan, pengaturan sarana dan prasarana, serta lain-
lainnya. Jadi, selanjutnya kita fokuskan arti dari
manajemen di sini adalah pengelolaan usaha yang
memiliki dan menerapkan administrasi sebagaimana
layaknya sebuah perusahaan. Mungkin lebih tepat
digunakan untuk usaha pertanian seperti definisi kita
sebelumnya. Perlu diingat bahwa keadaan ini tidak
mengartikan bahwa usaha tani kecil tidak layak atau tidak
bisa menerapkan administrasi atau manajerial seperti
layaknya perusahaan. Bahkan kalau bisa petani kita perlu
diarahkan dan dibina untuk melakukan hal itu.
Faktor produksi tanah terdiri dari beberapa faktor
alam lainnya seperti air, udara, temperatur, sinar matahari,
dan lainnya. Semuanya, secara bersama menentukan jenis
tanaman yang dapat diusahakan, atau sebaliknya jenis
tanaman tertentu, untuk dapat tumbuh baik dan
berproduksi tinggi menghendaki jenis tanah tertentu, air
sekian banyak dengan pengaliran tertentu, temperatur
udara sekian, kelembapan sekian persen, penyinaran
sekian, dan lain-lainnya. Sementara pada faktor tanah itu
Buku Ajar Ilmu Usaha Tani 2019
29
sendiri diperlukan lagi subfaktor seperti keadaan fisik dan
kekayaan kimianya yang menentukan tingkat
kesuburannya. Semua keadaan inilah yang akan
mengarahkan kita pada pengelolaan usaha tani dan usaha
pertanian.
Pengusahaan pertanian selalu didasarkan atau
dikembangkan pada luasan lahan pertanian tertentu,
walaupun akhir-akhir ini dijumpai pengusahaan pertanian
yang tidak semata-mata dikembangkan pada luasan lahan
tertentu, tetapi pada sumber daya lain seperti media air
atau lainnya. Pengusahaan pertanian yang biasanya
menggunakan bioteknologi ini biasanya dapat dijumpai
pada usaha pertanian hidroponik, budi daya jaringan
(tissue culture), dan sebagainya.
Keberadaan faktor produksi tanah, tidak hanya dilihat
dari segi luas atau sempitnya saja, tetapi juga dari segi
yang lain, seperti jenis tanah, macam penggunaan lahan
(tanah sawah, tegalan, dan sebagainya), topografi (tanah
dataran tinggi, rendah, dan dataran pantai), pemilikan
tanah, nilai tanah, fragmentasi tanah, dan konsolidasi
tanah.
30
yang tepat. Tingkat efisiensi sebenarnya terletak pada
penerapan teknologi. Karena pada luasan yang lebih
sempit, penerapan teknologi cenderung berlebihan (hal ini
erat hubungannya dengan konversi luas lahan ke hektar),
dan menjadikan usaha tidak efisien.
Petani kurang perhitungan terutama dalam pemberian
masukan seperti pupuk misalnya. Padahal sebenarnya
pada lahan sempit justru seharusnya efisiensi usaha lebih
mudah diterapkan, karena mudahnya pengawasan dan
penggunaan masukan, kebutuhan tenaga kerja sedikit
serta modal yang diperlukan juga lebih sedikit dan lebih
mudah diperoleh. Tetapi kenyataan di lapangan justru hal
yang pertama yang lebih banyak dijumpai.
Misalnya satu orang petani menguasai lahan sawah
seluas 0,2 ha. Si petani sudah mengetahui teknologi yang
tepat untuk usaha tani sawah per ha. Biasanya penyuluhan
yang diberikan petugas lapangan menjelaskan
penggunaan pupuk dalam satuan hektar, katakanlah Urea
200 kg, SP-36 100 kg, dan KCI 100 kg. Untuk lahan 0,2
ha seharusnya pupuk yang diberikan adalah Urea 40 kg,
SP-36 20 kg dan KCI juga 20 kg. Tetapi pada
kenyataannya petani tidak menggunakan dan menerapkan
takaran tersebut. Kemungkinan mereka akan memberikan
pupuk Urea 50 kg atau 75 kg, SP-36 25 kg (setengah
karung), dan KCI 25 kg (setengah karung) atau tidak
sama sekali. Hal ini dilakukan karena dalam mengambil
keputusan seringkali petani berdasarkan kebiasaan, naluri,
atau mencontoh pada petani lain. Sehingga walaupun
mereka mengetahui dan memahami teknologi, tetap saja
pada prakteknya lebih cenderung pada keputusan sendiri,
yang lebih banyak berdasarkan pengalaman dan
Buku Ajar Ilmu Usaha Tani 2019
31
kemampuan serta dana yang tersedia.
32
melakukan tindakan yang mengarah pada segi efisiensi akan
berkurang, karena hal berikut.
33
yang lain. Jauh berbeda keadaannya bila penguasaan
lahan sempit, maka jumlah petani per hamparan akan
lebih banyak, dan jumlah yang banyak tersebut lebih sulit
dikoordinasikan atau disatukan apalagi untuk menyatukan
pendapat. Keadaan ini perlu dijadikan perhatian dalam
upaya pengembangan pertanian di daerah. Satu hal yang
perlu diingat juga bahwa petani kita masih berada dalam
masa transisi, peralihan dari petani tradisional ke petani
modern. Dalam setiap desa selalu ditemui kedua macam
petani tersebut.
2. Jenis Tanah
Jenis tanah perlu menjadi perhatian dalam proses
usaha tani dan usaha pertanian. Karena jenis tanah akan
mengarahkan petani kepada pilihan komoditas yang
sesuai, pilihan teknologi, serta pilihan metode pengolahan
tanah. Diketahui tanah diklasifikasikan atas beberapa
ordo, subordo, grup, subgrup, famili, dan seri yang
masing-masingnya mempunyai sifat dan ciri tersendiri. Di
samping itu, jenis tanah juga menggiring petani pada
keadaan tanah yang dimiliki atau dikuasainya. Bagaimana
bahan penyusun tanahnya (kandungan mineral, bahan
organik, air, dan udara), keadaan fisiknya (warna tanah,
batas-batas horizon, tekstur, struktur, konsistensi,
drainase, keadaan pori-pori, tingkat kematangan tanah,
dan sifat fisik lainnya), dan keadaan kimianya (reaksi atau
pH tanah, koloid tanah, kapasitas tukar kation, kejenuhan
basa, unsur-unsur hara esensial, kandungan nitrogen,
fosfor, kalium, magnesium, sulfur, dan unsur-unsur
mikro). Dengan mengetahui itu semua, petani ataupun
pengusaha pertanian akan lebih mudah mengambil
Buku Ajar Ilmu Usaha Tani 2019
34
kebijakan dan tindakan untuk menjadikan usahanya
efisien dan menguntungkan.
Keadaan dan jenis tanah akan memberikan atau
mengarahkan petani pada kebijaksanaan atau pilihan
penggunaan pupuk dan pemupukan. Pupuk apa saja yang
dibutuhkan dan berapa banyak, kapan diberikan serta
berapa takaran setiap pemberian, dan dengan cara apa
memberikan. Semua ini bisa diperhitungkan sebelum
usaha dilakukan. Tentu saja dalam hal ini jasa para ahli
dan tes laboratorium sangat dibutuhkan. Apakah
diperlukan pengapuran, kalau ya, bentuk dan mutu kapur
yang bagaimana yang lebih tepat, serta berapa banyak
kapur harus diberikan dan dengan cara apa. Dengan ini
semakin jelas manfaat diketahuinya jenis tanah dalam
pengembangan usaha di bidang pertanian, terutama dalam
pilihan tanaman, pilihan waktu bertanam, dan cara
bercocok tanam.
Sama seperti tanah, tanaman juga mempunyai sifat-
sifat tertentu. Ada tanaman yang dapat tumbuh pada
sembarang jenis tanah. Tetapi pada umumya tiap jenis
tanaman, bahkan tiap varietas tanaman menghendaki jenis
tanah tersendiri. Ketidakcocokan jenis tanah dan jenis
tanaman akan berpengaruh besar pada pertumbuhan
tanaman yang berakibat langsung pada produksi yang
juga mempengaruhi efisiensi usaha dan pendapatan.
Memang benar, sekarang sudah tersedia banyak pilihan
teknologi modern dalam bidang pupuk dan pemupukan,
obat-obatan, serta pengairan sehingga bisa dilakukan
penyesuaian keadaan dengan jenis tanah. Tetapi perlu
juga diingat bahwa bagaimanapun juga keadaan tanah
tetap memegang peranan dalam penentuan jenis tanaman.
Buku Ajar Ilmu Usaha Tani 2019
35
Sebagai contoh tentang pengaruh jenis tanah atas
pemilihan tanaman bisa diperhatikan kasus berikut.
Tanah pasir yang halus kurang baik untuk tanaman
padi karena mempunyai porositas yang tinggi dan tidak
bisa diolah menjadi lumpur. Tanah seperti ini jelas tidak
bisa menahan air lama dan tergenang sehingga kurang
baik untuk tanaman padi sawah. Tetapi untuk tanaman
palawija seperti cabai atau semangka, jenis tanah ini
sangat ideal dan dapat diharapkan memberikan produksi
yang lebih baik. Tanah ranca minyak atau tanah liat
berkapur, umumnya kurang baik untuk berbagai jenis
tanaman, bila tidak dilakukan penggarapan sempurna dan
drainase yang baik. Dengan pengolahan yang sempurna
dan drainase yang baik, tanah tersebut menjadi ideal
untuk tanaman padi, walaupun dengan produksi yang
tidak konstan. Produksi padi pada tanah liat berkapur
yang tinggi akan dicapai setelah musim kemarau yang
kering.
Jenis tanah juga menentukan atau mengarahkan petani
pada pilihan waktu tanam. Pada tanah liat seperti ranca
minyak di atas, terbukti bahwa padi rendengan yang
ditanam 1-2 minggu sebelum atau sesudah permulaan
musim hujan (musim rendeng) sering memberikan hasil
yang tidak menentu, dan mengandung banyak risiko. Pada
tanah seperti ini, penanaman dilakukan di luar waktu di
atas, mungkin lebih baik sebelum atau sesudahnya. Kalau
tepat waktu maka hasil tidak menentu, tetapi bila
dilakukan di luar waktu tersebut dapat diperkirakan hasil
akan lebih baik. Karena salah satu sifat tanah liat
mempunyai waktu tertentu yang baik untuk bertanam.
Waktu itu sangat pendek dan sukar ditentukan.
Buku Ajar Ilmu Usaha Tani 2019
36
Cara bercocok tanam dan metode pengolahan tanah
juga ditentukan oleh jenis tanah. Pada tanah ringan atau
pasir, waktu pengolahannya tidak terikat seperti halnya
pada tanah liat. Begitu juga pengolahannya tidak terlalu
berat dan tidak banyak memakan waktu serta tidak perlu
diulang beberapa kali. Lain halnya dengan tanah hat, bila
pada musim kemarau dibutuhkan pengairan yang banyak
supaya tanah menjadi basah dan lembek. Kalau dalam
keadaan kering tanah liat sangat sukar diolah karena
sangat kering, keras, dan terpecah-pecah (rengkah).
Berusaha tani pada tanah seperti ini membutuhkan
perlakuan pupuk organik yang cukup banyak, terutama
untuk memperbaiki drainase bila mengusahakan palawija.
Pupuk organik seperti pupuk kandang, kompos juga
dibutuhkan pada usaha tani di tanah berpasir, terutama
untuk menahan air dan menjaga kelembapan tanah.
37
daya saing dari tanah, (c) produktivitas tanah, dan (d)
nilai sosial ekonomis dari tanah.
a) Kekuatan atau kemampuan potensial dan
aktual dari tanah.
Yang dimaksud dengan kekuatan potensial tanah
adalah kemampuan tanah untuk menghasilkan
(tanaman, ternak, dan ikan) dalam suatu proses
produksi. Kemampuan ini merupakan suatu hal yang
terpendam dan sangat tergantung pada keadaan
kesuburan tanah, keadaan iklim, topografi, dan lain-
lain. Tetapi bila tanah tersebut sudah dikelola dengan
baik menggunakan teknologi tertentu dan
menghasilkan produksi sejumlah tertentu, maka
produksi tersebut disebut sebagai ukuran kemampuan
atau kekuatan aktual tanah. Kekuatan aktual tanah
dapat dilihat dari sudut teknis dan sudut pandang
ekonomis.
Kekuatan aktual teknis dari tanah tergantung pada
sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Dengan kata lain,
dapat juga disebutkan tergantung pada keadaan
kesuburan tanah, struktur tanah, tekstur, topografi,
dan lainnya. Sedangkan kekuatan aktual ekonomis
dinilai dari kekuatan aktual teknis itu sendiri,
ditambah lagi dengan nilai ekonomis tanah seperti
lokasi atau letak tanah (strategis atau tidak). Sebidang
tanah yang memiliki nilai aktual teknis yang tinggi
tidak selalu secara otomatis juga memiliki nilai aktual
ekonomis yang tinggi pula. Tanah subur dan dapat
memberikan hasil yang tinggi, tetapi letaknya jauh
dan sulit dijangkau kendaraan, maka nilai
ekonomisnya akan lebih rendah bila dibanding dengan
Buku Ajar Ilmu Usaha Tani 2019
38
tanah yang secara aktual teknis lebih jelek, tetapi
terletak di pinggir jalan dan mudah dijangkau. Untuk
mengubah tanah yang secara aktual teknis baik dan
mempunyai nilai ekonomis tinggi pula, diperlukan
upaya dan biaya yang cukup tinggi, karena perlu
dibuat jalan, alat processing hasil bumi, atau pasar
pada lokasi tersebut. Keadaan atau nilai aktual tanah
ini sering digunakan para spekulan atau pemilik
modal untuk meraih keuntungan dan manfaat yang
besar.
39
dihubungkan dengan efisiensi ekonomis dan daya
saing tanah.
Efisiensi ekonomis merupakan perbandingan
antara hasil yang diperoleh dengan Maya yang
dikeluarkan. Dalam pengeluaran untuk tenaga kerja
di atas, hares dihitung berapa imbalan yang diterima
dari setiap sate HOK yang digunakan. Katakan sawah
A di atas umpamanya menghasilkan padi 4 ton,
berarti untuk setiap HOK yang digunakan diperoleh
4.000
imbalan jasa atas tenaga kerja sebanyak 40 =
100 kg padi. Sedangkan sawah B menghasilkan 2,7
ton dan berarti imbalan terhadap setiap HOK jasa
2. 700
tenaga kerja yang dicurahkan adalah 30 =90 kg
padi. Dengan demikian dapat 30 dikatakan bahwa
100
efisiensi ekonomis sawah A = 90 kali sawah B
Dengan diketahuinya angka efisiensi ekonomis
tersebut, maka daya produksi ekonomis dari
sebidang tanah dapat ditentukan. Daya produksi
ekonomis diperlukan untuk mengambil pertimbangan
atau keputusan pilihan atas beberapa bidang
tanah. Misalnya untuk memilih antara sawah A
atau sawah B di atas. Maka seseorang harus
mengetahui lebih dulu daya produksi ekonomis
dari kedua tanah tersebut. Daya produksi ekonomis
dari tanah adalah perbandingan antara kapasitas
ekonomis dengan efisiensi ekonomis dari tanah
40
tersebut. Pada kasus di atas, daya produksi ekonomis
1,33
dari sawah A adalah 100 = 0,0133. Sedangkan
1
daya produksi ekonomis dari tanah B adalah 90 =
0,0111. Perbandingan keduanya adalah 0,0133 :
0,0111 = 1,20. Pada keadaan demikian maka pilihan
akan jatuh pada sawah A, karena sawah tersebut
mempunyai daya produksi ekonomis yang lebih
tinggi dibanding dengan sawah B. Timbul
pertanyaan: Apakah sebidang tanah yang memiliki
daya produksi ekonomis lebih tinggi akan selalu lebih
menguntungkan daripada tanah yang memiliki
daya produksi ekonomis lebih rendah?
Pertanyaan ini baru bisa dijawab kalau sudah
diketahui "daya saing" atau keunggulan bersaing dari
keduanya. Keunggulan bersaing terbagi dua,
yaitu keunggulan bersaing absolut dan
keunggulan bersaing relatif.
Keunggulan bersaing absolut yaitu keunggulan
sebidang tanah dalam memberikan hasil nyata yang
lebih tinggi, sedangkan keunggulan relatif adalah
keunggulan sebidang tanah dalam memberikan hasil
relatif yang lebih tinggi. Misalnya sawah A (daerah
A) pada musim gadu (kemarau) dapat menghasilkan
padi senilai Rp. 4.000.000,00 setiap hektar dengan
jumlah biaya Rp. 2.000.000,00. Berarti keuntungan
yang diperoleh adalah Rp. 2.000.000,00 atau setiap
Rp. l input menghasilkan output Rp. 2, atau
memberikan keuntungan 100%. Sementara sawah
Buku Ajar Ilmu Usaha Tani 2019
41
B (daerah B ) memberikan hasil Rp. 3.600.000,00
dengan biaya yang dikeluarkan Rp. 2.000.000,00.
Tingkat keuntungan yang diberikan adalah 80%. Jika
kedua sawah tersebut kite bandingkan make sawah A
memiliki keunggulan bersaing absolut atas sawah B.
Dalam kasus yang sama dan musim yang sama,
bila kedua sawah tersebut misalkan ditanami dengan
tembakau. Sawah A memberikan hasil senilai
Rp. 5.000.000,00 per hektar dengan biaya
Rp. 2.000.000,00 berarti tingkat keuntungan 150%.
Sementara sawah B memberikan hasil senilai
Rp4.000.000,00 dengan biaya Rp 1.500.000,00 atau
keuntungan 167%. Make secara absolut sawah A
memiliki daya bersaing absolut atas sawah B,
sementara secara relatif sawah B mempunyai
kemampuan bersaing ekonomis relatif atas sawah A.
Setiap rupiah yang ditanamkan akan menghasilkan
Rpl,50 pada sawah A dan Rp. 1,67 pada sawah B.
Keadaan ini menyebabkan perbedaan pola tanam
antar kedua sawah atau dua daerah. Pada musim
kemarau daerah A akan lebih banyak diusahakan
untuk tanaman padi, sedangkan daerah B akan lebih
diarahkan pada usaha tani tembakau. Pertimbangan
ini dapat mengarahkan petani pada pilihan komoditas
yang memberikan keuntungan yang relatif lebih
tinggi.
c) Produktivitas Tanah
Produktivitas tanah adalah jumlah hasil total yang
diperoleh dari pengusahaan sebidang tanah dalam
setahun. Tinggi rendahnya pengusahaa tanah
Buku Ajar Ilmu Usaha Tani 2019
42
tergantung pada beberapa faktor, diantaranya jenis
tanah (keadaan fisik, kimia, topografi, dan lain-
lain), penggunaan tanah (sawah, tegalan, dan
pekarangan), harga hasil yang diusahakan,
keadaan pengairan, sarana dan prasarana,
kelembagaan, dan lain-lain. Produktivitas tanah
ini akan memberikan gambaran dari penggunaan
tanah pada suatu wilayah.
43
a i
+ 2
V= r r
Keterangan:
i = kenaikan bunga tanah atau kenaikan
penghasilan tiap tahun
Penyempurnaan ini dilakukan karena diduga nilai
bunga tanah tidak tetap dan cenderung meningkat
setiap tahunnya. Secara umum di Indonesia, faktor-
faktor yang banyak mempengaruhi petam dalam
penetapan harga tanah adalah sebagai berikut:
1. Kemampuan tanah, yaitu kemampuan tanah
dalam memberikan hasil. Biasanya tergantung
pada kesuburan, sehingga hasil yang diberikan
dapat memenuhi kebutuhan keluarga petani.
Dasar pemikiran ini sering membuat petani berani
membayar sewa tanah lebih tinggi. Sedangkan
pada perusahaan komersial perhitungan nilai
tanah dilakukan menggunakan faktor objektif
ekonomis di atas.
2. Kemungkinan untuk dapat memanfaatkan tenaga
kerja keluarga dan ternak yang berlebihan serta
kesempatan untuk memperluas tanah.
3. Kesuburan tanah, keadaan pengairan, pilihan
pengusahaan tanaman, letak tanah, dan lainnya.
4. Keadaan si penjual tanah, terdesak atau tidak.
Kalau penjual terdesak biasanya calon pembeli
akan lebih menekan harga supaya menjadi lebih
murah.
5. Pandangan masyarakat atau status sosial.
44
4. Penggunaan Lahan
Kita masuk pada pengertian suatu istilah yang telah
banyak disebut sebelumnya, yaitu lahan. Lahan adalah
tanah yang digunakan untuk usaha pertanian. Jadi, tidak
semua tanah merupakan lahan pertanian dan sebaliknya
semua lahan pertanian adalah tanah. Istilah penggunaan
lahan berbeda dengan penggunaan tanah.
Penggunaan lahan sangat tergantung pada keadaan
dan lingkungan lahan berada. Sebagai contoh, misalnya
lingkungan pengairan, lahan kering, lahan pasang surut,
dan lain sebagainya. Berdasarkan keadaan ini timbul
istilah penggunaan lahan sebagai sawah, usaha tani lahan
kering usaha tani lahan pasang surut, usaha tani lahan
tadah hujan, dan lainnya. Masing-masing keadaan akan
menyebabkan cara perggunaan yang berbeda yang harus
disesuaikan dengan keadaan tersebut.
Lahan sawah yaitu lahan yang diberi pengairan dan
dibentengi atau dibatasi. Biasanya semua lahan sawah
mempunyai saluran pengairan yang liebih lazim disebut
sebagai saluran irigasi. Sawah-sawah yang tidak
mempunyai sumber air pengairan yang tetap disebut
sebagai lahan sawah tadah hujan. Lahan ini sama dengan
lahan kering atau tegalan, hanya saja cara atau
penggunaannya berbeda.
Dalam pengertian umum, yang dimaksud dengan
pengairan adalah segala usaha yang berhubungan dengan
pemanfaatan air. Masalah pengairan diatur dalam
Undang-Undang Republik Indonesia No. 11 Tahun 1974,
antara lain bunyinya sebagai berikut.
Pengairan (water resources management) adalah
suatu badan, pembinaan atas air, sumber-sumber air,
Buku Ajar Ilmu Usaha Tani 2019
45
termasuk kekayaan alam bukan hewan (misalnya pasir,
kerikil, batu, dan sebagainya) yang terkandung di
dalamnya, baik yang alamiah maupun yang telah
diusahakan oleh manusia. Pengairan yang dimaksud di
dalam undang-undang ini bukanlah hanya sekadar suatu
usaha untuk menyediakan air guna keperluan pertanian
saja (irigasi), namun lebih luas dari pada itu ialah
pemanfaatan serta pengaturan air dan sumber-sumber air
yang meliputi antara lain sebagai berikut.
a) Irigasi, yakni usaha penyediaan dan pengaturan air
untuk menunjang pertanian, baik air permukaan
maupun air tanah.
b) Pengembangan daerah rawa, yakni pematangan tanah
daerah-daerah rawa, antara lain untuk pertanian.
c) Pengendalian dan pengaturan banjir serta usaha untuk
perbaikan sungai, waduk, dan sebagainya.
d) Pengaturan penyediaan air minum, air perkotaan, air
industri, dan pencegahan terhadap pencemaran atau
pengotoran air, dan sebagainya.
Dalam pengertian yang sempit, pengairan adalah
sebagaimana yang tercantum pada butir (a) di atas. Lebih
mengarah pada penggunaan di bidang pertanian. Secara
definitif yang dimaksudkan dengan irigasi adalah
pemberian air pada tanah secara tiruan atau setiap usaha
pemberian air pada tanah yang bertujuan untuk
mengubah kelembapan atau menyediakan guna
memenuhi kebutuhan pertumbuhan tanaman. Pengairan
biasanya dilakukan pada lahan sawah dengan
pembangunan saluran-saluran yang dibutuhkan, mulai
dari bendungan, saluran primer, sekunder, tersier,
kwartier, sampai saluran cacing dan saluran pembuangan.
Buku Ajar Ilmu Usaha Tani 2019
46
Pada lahan kering tidak dibangun saluran pengairan,
sehingga bila dibutuhkan penyiraman pada usaha tani
yang dilakukan terpaksa harus dilakukan dengan
penyiraman. Pada lahan lereng atau lahan kering tertentu,
petani sering membangun waduk atau embung yang
digunakan untuk menyimpan air pada musim hujan yang
akan dimanfaatkan pada musim kemarau.
Selanjutnya penggunaan lahan pertanian berdasarkan
tersedianya saluran irigasi, juga mencerminkan macam
tanaman yang diusahakan sekaligus juga
menggambarkan pola tanam. Misalnya lahan irigasi,
orang akan cepat membayangkan bahwa sawah tersebut
ditanami padi. Kalau dalam waktu setahun hanya
mengusahakan tanaman padi saja, maka pola tanam yang
dapat dilakukan adalah padi-padi-padi, padi-padi-bera,
atau padi-bera-padi. Secara umum jarak pola tanam padi
tiga kali setahun, kecuali pada lahan sawah dengan
dukungan irigasi teknis yang cukup air sepanjang tahun.
Pada lahan irigasi juga dapat diterapkan pola padi-
palawija-padi atau padi-padi-palawija. Pilihan
biasanya tergantung pada ketersediaan air irigasi, curah
hujan, keadaan drainase, harga komoditas, dan pilihan
petani.
Irigasi teknis yaitu sistem pengairan yang
tersedia secara teknis. Artinya kebutuhan air untuk
tanaman sewaktu-waktu bisa diatur sesuai dengan
kebutuhan. Tingkatan yang lebih rendah adalah irigasi
setengah teknis, kemudian irigasi sederhana (sederhana
PU dan sederhana swadaya masyarakat).
47
5. Elevasi dan Topografi
Elevasi atau ketinggian tempat dari muka laut juga
mempunyai peranan dalam usaha tani. Peran yang nyata
adalah dalam memilih komoditas yang tepat dan sesuai.
Sedangkan topografi atau gambaran muka bumi juga
mengarahkan kita pada pilihan tanaman dan cara
pengolahan tanah serta penanaman. Berdasarkan
ketinggian, tanah atau lahan dibedakan atas lahan dataran
tinggi (> 700 m dari atas permukaan laut/dpl), dan lahan
dataran rendah (di bawah 700 m dpl). Sebagian ahli dan
penulis ada yang membagi lahan dataran rendah menjadi
dua bagian, yaitu dataran sedang (400-700 m dpl) dan
dataran rendah (< 400 m dpl).
Pembagian lahan ini bisa lebih rinci lagi berdasarkan
keberadaan dan jenis penggunaannya. Misalnya lahan
dataran tinggi dibagi atas lahan kering dataran tinggi dan
lahan basah dataran tinggi. Lahan kering dataran tinggi
digunakan untuk usaha tanaman yang sesuai dengan
iklim dataran tinggi seperti kopi, kayu manis untuk
tanaman perkebunan, kentang, cabai, tomat, kubis untuk
tanaman sayuran, padi gogo, jagung, ubi jalar untuk
tanaman pangan, untuk usaha ternak dan perikanan,
ketinggian tempat tidak begitu masalah, kecuali keadaan
temperatur yang menyebabkan lebih lamanya waktu
pembesaran bagi ikan tertentu. Sementara lahan basah
atau lahan sawah dataran tinggi, sudah pasti lahan yang
digunakan sebagai sawah bisa dimanfaatkan untuk usaha
tani padi dan atau palawija.
Kemudian lahan dataran rendah, bisa dipecah
menjadi lahan kering dataran rendah, lahan sawah
dataran rendah, lahan sawah tadah hujan, lahan pesisir,
Buku Ajar Ilmu Usaha Tani 2019
48
lahan rawa, dan lahan pasang surut. Lahan kering dataran
rendah biasanya dimanfaatkan untuk usaha tani padi
gogo dan palawija seperti jagung, kacang tanah, kedelai,
ubi kayu atau ubi jalar. Lahan yang diusahakan untuk
tanaman-tanaman tersebut biasanya lebih dikenal dengan
nama lahan tegalan atau tegalan. Sedangkan lahan kering
dataran rendah yang digunakan untuk tanaman tua seperti
durian, kelapa sawit, kakao, karet, dan lain-lainnya lebih
sering disebut sebagai lahan perkebunan atau kebun.
Yang terakhir ini tidak tergantung pada luas dan
keberadaannya.
Lahan sawah dataran rendah sama dengan sawah
dataran tinggi digunakan untuk tanaman padi, atau
palawija yang sesuai seperti jagung, kedelai, kacang
tanah, kacang hijau, ataupun ubi. Lahan sawah dataran
rendah di dalamnya juga terkandung arti yang
menyatakan bahwa lahan tersebut mempunyai saluran
atau kelengkapan irigasi. Inilah yang membedakannya
dengan lahan sawah tadah hujan. Yang disebut
belakangan merupakan lahan dataran rendah yang
digunakan untuk sawah, tetapi tidak mempunyai
kelengkapan irigasi. Biasanya lahan ini mengharapkan air
irigasi dari langit sehingga disebut sebagai tadah hujan.
Pada lahan sawah tadah hujan, penanaman padi biasanya
dilakukan pada musim hujan atau musim rendengan,
sedangkan pada musim kemarau, lahan ini sering
dibiarkan. Pada daerah-daerah yang cukup merata curah
hujannya, lahan sawah ini bisa digunakan untuk usaha
tani padi dua kali setahun, atau bergiliran padi kemudian
palawija.
49
Lahan pesisir adalah lahan yang terletak di sepanjang
pesisir atau daerah pantai. Lahan ini bisa berbentuk
sawah dan ada juga sebagai lahan tegalan. Pilihan
tanaman biasanya hampir sama dengan lahan dataran
rendah. Hanya saja lahan ini mempunyai sifat khusus
yang berbeda dari lahan dataran rendah lainnya, misalnya
mempunyai kandungan kadar garam yang lebih tinggi,
sehingga la dibedakan dengan lahan yang lainnya. Lahan
rawa adalah lahan basah sepanjang tahun atau lahan yang
mempunyai drainase jelek dan tidak bisa dikeringkan.
Rawa ini terbagi lagi atas rawa lebak, rawa gambut, dan
rawa biasa. Rawa lebak biasanya terdapat di sepanjang
aliran sungai yang terpengaruh dengan pasang surut air
laut, tetapi tidak mempunyai sifat air laut. Berbeda
dengan rawa pasang surut. Rawa pasang surut adalah
lahan rawa yang terletak di sepanjang pantai atau bibir
sungai yang airnya dipengaruhi oleh air laut dan
sekaligus mempunyai sifat yang sama dengan air laut.
Pada ketiga kategori lahan ini dibutuhkan teknologi
tersendiri untuk mengusahakan tanaman tertentu yang
sesuai dan disesuaikan.
50
prosedural. Jual beli dapat dilakukan melalui
pembuatan akta tanah yang ditetapkan pemerintah,
yaitu notaris dan camat sebagai Pejabat Pembuat
Akta Tanah. Setelah akta jual beli ini diperoleh baru
diajukan ke kantor agraria kabupaten untuk
disertifikatkan.
b. Tanah sewa, artinya tanah sewa sebaiknya dibuat
oleh pejabat yang berwenang. Agar manakala terjadi
hal yang tidak diinginkan dapat diselesaikan secara
hukum.
c. Tanah sakap, artinya tanah yang disakap sebenarnya
sudah diatur oleh Undang-Undang Bagi Hasil
(UUBH) UU No. 2 Tahun 1960. Tanah pemberian
negara, artinya tanah milik negara yang diberikan
kepada seseorang yang mengikuti program
pemerintah atau berjasa kepada negara. Tanah
pemberian negara ini dapat diperoleh melalui: (1)
Pelaksanaan Undang-Undang Pokok Agraria, (2)
Transmigrasi, (3) Pemukiman Kembali, dan (4)
Program Pembangunan Inti Rakyat atau PIR.
d. Tanah waris, artinya sebagai tanah yang karena
hukum tertentu (agama atau adat) dibagikan kepada
Ahli warisnya. Pembagian waris ini bervariasi,
bergantung pada kaidah yang dianut.
e. Tanah wakaf, artinya tanah yang diberikan atas
seseorang atau badan kepada pihak lain, umumnya
untuk kegiatan sosial.
51
7. Fragmentasi Tanah dan Konsolidasi Tanah
Pemencaran atau fragmentasi dan pemecahan
(division) lahan pertaman merupakan suatu masalah di
dalam usaha tani. Dengan kata lain, fragmentasi tanah
adalah suatu keadaan di mana tanah milik satu keluarga
itu berpencar-pencar di beberapa tempat. Misalnya
seorang petani mempunyai tanah seluas 0,5 hektar.
Sawah ini tidak terletak di satu tempat, tetapi terpencar di
tiga tempat yang berjauhan dengan masing-masing seluas
0,2 ha, 0,1 ha, dan 0,2 ha. Sedangkan perpecahan adalah
perpencaran sawah yang dikelola oleh satu manajemen.
Perpecahan dan perpencaran sawah ini ditimbulkan oleh
beberapa sebab, antara lain sebagai berikut.
a. Perkawinan, artinya baik pihak suami maupun pihak
istri masingmasing membawa tanah dari hasil
warisan orang tuanya yang letaknya sudah
berpencaran. Dengan demikian, tanah yang dimiliki
oleh keluarga petani baru ini lebih terpencar-pencar
tempatnya.
b. Sistem warisan, artinya tanah yang dimiliki seorang
petani, apabila petani sudah tua atau meninggal dunia
akan dibagi-bagikan kepada ahli warisnya.
Pembagian ini di samping berdasarkan pada luasnya
tanah juga pada tingkat kesuburan tanah. Kalau
petani tadi memiliki tanah di beberapa tempat maka
Ahli warisnya akan menerima warisan yang letaknya
terpencar-pencar. Contoh di Indonesia, pengaruh
Sistem warisan dan perkawinan masih terasa.
c. Sistem jual beli tanah, artinya petani dapat menjual
tanah miliknya, sebagian atau seluruhnya sesuai
dengan banyaknya uang yang diperlukan. Tindakan
Buku Ajar Ilmu Usaha Tani 2019
52
petani menjual tanahnya pada umumnya merupakan
tindakan paling akhir untuk mendapatkan uang
setelah dari usaha lainnya tidak dapat diperoleh.
Petani lainnya yang mempunyai kelebihan uang dapat
membeli tanah tersebut.
d. Dimungkinkan karena faktor-faktor di luar kehendak
petani, tetapi diatur oleh pemerintah seperti
pembuatan saluran pengairan, pembuatan jalan, dan
sebagainya.
Ditinjau dari segi usaha tani maka pemilikan tanah
yang terpencar-pencar itu dapat menyebabkan
pengusahaannya menjadi tidak efisien. Kerugian
daripada fragmentasi ini, yaitu: (1) naiknya biaya operasi
tanah, (2) menimbulkan diseconoinics of scale, (3)
menimbulkan labor diseconomies, (4) menyulitkan
pemasaran hasil-hasil pertanian, (5) menimbulkan.
percekcokan, misalnya karena batas tanah dengan milik
orang lain, keadaan pertanian, dan (6) bagi alat-alat
mekanis dianggap kurang menguntungkan karena biaya
besar, pemborosan waktu dan tenaga untuk berpindah-
pindah dari suatu tempat ke tempat lain. Perpindahan ini
menimbulkan biaya yang tidak produktif.
Masalah perpecahan dan perserakan tanah ini bukan
merupakan masalah yang khusus bagi negara kita.
Banyak negara-negara lain di Asia dan Eropa
menghadapi persoalan yang sama dan lebih berat lagi.
Contoh ekstrem terjadi di Swiss, di mana seorang petani
memiliki 153 petak sawah (B.O. Binns dalam Mubyarto
1989) yang tersebar luas. Tanah seluas 2.200 hektar di
suatu daerah dimiliki oleh 656 petani dan terbagi atas
88.000 petak sehingga rata-rata petani memiliki 134
Buku Ajar Ilmu Usaha Tani 2019
53
petak dengan luas rata-rata 250 M2 per petak. Hal
demikian juga terjadi di Denmark, Prancis, Irlandia, dan
banyak negara lain lagi. Sehingga masalah perserakan
tanah tersebut tidak lagi dianggap sebagai masalah yang
luar biasa. Keberadaan teknologi dan kemajuan ilmu
pengetahuan dapat mengatasi perpecahan dan perserakan
tanah, entah bagaimana di negara kita. Padahal penyebab
perserakan di negara Eropa dan Asia lainnya, kasusnya
sama dengan yang terjadi di Indonesia.
Konsolidasi tanah adalah menyatukan tanah yang
letaknya terpencar-pencar atau dengan penggabungan
beberapa petak menjadi penggabungan bagian yang
besar. Konsolidasi tanah ini merupakan suatu usaha
untuk meningkatkan efisiensi usaha tani. Pelaksanaan
konsolidasi baru bisa dilakukan kalau syarat-syaratnya
dapat dipenuhi. Yang utama adalah menghilangkan
sebab-sebab terjadinya perserakan tanah tersebut. Dalam
hal ini sudah pasti diperlukan campur tangan dan bantuan
pemerintah. Masalah lain yang tidak dapat dilupakan di
negara kita (kalau pemikiran ke arah konsolidasi dapat
diterima semua pihak) adalah pemindahan sebagian
petani ke lapangan pekerjaan lain atau dipindahkan ke
daerah lain yang memiliki tanah yang tersedia lebih luas.
Bila transmigrasi dapat dihubungkan dengan
konsolidasi tanah di Pulau Jawa, maka sebagian biaya
transmigrasi dapat diperoleh dari biaya ganti rugi dari
petani yang mendapat tanah lebih luas yang berasal dari
petani yang pindah. Sampai sekarang tampaknya upaya
konsolidasi tanah belum mendapat perhatian di Indonesia
karena menyangkut banyak masalah seperti pemilikan
(hak atas tanah), masalah sosial, dan juga masalah
Buku Ajar Ilmu Usaha Tani 2019
54
ekonomi. Belakangan muncul ide dan gerakan yang
disebut sebagai Corporate Farming (CF) yang telah
dilaksanakan di beberapa provinsi penghasil utama padi
di Indonesia. Gerakan ini baru sebatas konsolidasi
manajemen usaha tani dalam arti luas, seperti pengadaan
sarana produksi dan alas-alai pertanian, pemasaran hasil,
dan kerja sama penerapan teknologi. Tetapi hasilnya
belum banyak dikemukakan dan sekarang proyek
tersebut sudah tidak populer lagi karena terjadi
pertukaran pucuk pimpinan pengambil kebijakan.
55
digunakan dalam proses produksi yang dapat digunakan
beberapa kali, meskipun akhirya barang-barang modal ini
habis juga, tetapi tidak sama sekali terisa dalam hasil.
Contoh modal tetap adalah mesin, pabrik, gedung, dan
lain-lain. Modal bergerak adalah barang-barang yang
digunakan dalam proses produksi yang hanya bisa
digunakan untuk sekali pakai, atau dengan kata lain,
yaitu barang-barang yang habis digunakan dalam proses
produksi, misalnya bahan mentah, pupuk, bahan bakar,
dan lain-lain. Perbedaan ini digunakan berhubungan
dengan perhitungan biaya. Biaya modal bergerak harus
sama sekali diperhitungkan dalam harga biaya riil,
sedangkan biaya modal tetap diperhitungkan melalui
penyusutan nilai.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa modal
berhubungan erat dengan uang. Modal adalah uang yang
tidak dibelanjakan, disimpan untuk kemudian
diinvestasikan. Modal pertanian misalnya selalu dinilal
atau diukur dengan uang, misalnya sapi Rp2.000.000,00,
traktor Rp5.000.000,00, dan lain-lainnya. Padahal pada
hakikatnya, moda diciptakan tanpa uang, misalnya hasil
panen disimpan kemudian dijadikan bibit untuk usaha
berikutnya. Tetapi karena perkembangan zaman yang
dicirikan oleh perkembangan kebutuhan dan ilmu
pengetahuan maka modal selalu diukur dengan uang,
karena uang merupakan alat tukar yang sah dan berlaku
di mana-mana. Uang yang dimaksud di sini bukan hanya
uang kartal atau uang kertas yang beredar saja, tetapi
termasuk di dalamnya uang giral atau uang yang ada
dalam rekening di bank.
56
Apakah ilmu termasuk modal?
Pekerjaan otak yang ditunjukan kepada usaha
produksi adalah sebagai tenaga kerja. Ilmu bersifat kekal,
tetapi modal tidak demikian. Menurut Wagner, ilmu itu
sama dengan modal. Ilmu yang dipelajari dengan yang
didapat disamakan dengan suatu benda dan dihasilkan
sendiri dengan pertolongan buku-buku dan penelitian.
Ilmu dapat dipakai sebagai alat penolong dalam
memproduksi barang. Seseorang atau masyarakat yang
memiliki ilmu dapat menimbulkan kekuasaan ekonomi.
Menurut Polak, modal itu dipandang sebagai kekuasaan
yang terhimpun atas barangbarang termasuk yang belum
digunakan.
57
modal dan ada juga yang mengatakan sebaliknya.
Sekarang kita coba lihat alasan masing-masing pendapat.
Alasan mengapa tanah itu tidak termasuk modal, yaitu
sebagai berikut:
a. Tanah pemberian alam bukan sebagai benda yang
dihasilkan.
b. Tanah tidak dapat diperbanyak, modal dapat
diperbanyak.
c. Pada hakikatnya tanah tidak dapat dihancurkan.
d. Tanah tidak dapat berpindah-pindah dan terikat oleh
alam.
e. Laba yang dapat diperoleh dari tanah adalah sewa
yang berbeda sifatnya dengan modal. Makin intensif
tanah digunakan, makin tinggi sewanya. Makin
intensif modal digunakan, makin turun laba modal
itu.
f. Nilai tanah tidak menyusut, modal mengalami
penyusutan.
Sementara para pakar atau penulis yang
mengatakan tanah adalah termasuk modal memberikan
alasan sebagai berikut.
a. Tanah dapat memberikan penghasilan.
b. Tanah-tanah yang diusahakan telah mengalami
berbagai perubahan dan perbaikan dan bukan lagi
anugerah alam.
Dari perbedaan pendapat dan alasan masing-masing
di atas dapat kita simpulkan bahwa sebenarya tanah
tersebut bukan merupakan modal.
Keberadaan tanah berada setara atau selevel dengan
modal. Sebelumnya sudah kita singgung bahwa faktor
produksi terdiri atas tanah, modal, tenaga kerja, dan
Buku Ajar Ilmu Usaha Tani 2019
58
manajemen. Di sana juga sudah dijelaskan mengapa
tanah tidak digolongkan sebagai modal. Pendapat ini bisa
diperdalam lagi kalau kita tinjau dari segi
penggunaannya.
59
kesehatan, dan lain-lain. Modal manusiawi tidak
memberikan pengaruh secara langsung, dampaknya akan
kelihatan di masa datang dengan meningkatnya kualitas
dan produktivitas sumber daya manusia pengelolanya.
60
beberapa macam kredit yang pernah diluncurkan
pemerintah dengan tujuan membantu pengadaan modal
petani supaya upaya peningkatan produksi dapat dicapai.
Di samping itu, di antara petani dengan petani, petani
dengan pedagang, dan petani dengan rentenir juga terjadi
kredit yang sifatnya tidak resmi, seperti kredit yang
dikucurkan pemerintah.
Bermula darl kredit Bimas (Bimbingan Massal), yang
mulai disalurkan tahun 1971 sampai dengan musim
tanam 1975/1976. Kredit ini ditujukan untuk membantu
petani mencukupi modalnya dalam usaha tani padi
sawah. Pada awalnya, realisasi pengucuran kredit ini
selalu meningkat, tetapi dalam pengembalian sering
terjadi kelambatan dan kemacetan atau terjadi tunggakan.
Sehingga semakin lama jumlah kredit dan petani peserta
Bimas semakin menurun. Kebijakan pemerintah terhadap
petani yang menunggak, pada musim tanam berikutnya
tidak dibenarkan lagi memperoleh kredit. Sebagian lagi
yang mendapatkan hasil lebih baik menjadi mandiri dan
bisa membiayai sendiri usaha taninya, sehingga peserta
Bimas semakin ciut. Mereka hanya ikut program Inmas
(Intensifikasi Massal), yaitu hanya menerapkan teknologi
yang direkomendasikan, tetapi tidak memperoleh fasilitas
kredit.
Selama periode 1976-1984 terjadi perundingan ketika
penyaluran kredit semakin rendah (Tabel 4.1). Sementara
tunggakan semakin banyak dan petani cenderung tidak
mampu dan tidak mau membayar kembali, sehingga
pemerintah mengambil kebijakan baru. Dan karena
peningkatan produksi tidak juga bisa dipercepat dan
dipacu peningkatannya maka pada tahun 1984/1985,
Buku Ajar Ilmu Usaha Tani 2019
61
kredit kembali dikucurkan, kali ini diberi nama KUT
(Kredit Usaha Tani). Kredit ini disalurkan melalui KUD
(Koperasi Unit Desa) terpilih dan Kupedes (Kredit
Umum Pedesaan) melalui BRI (Bank Rakyat Indonesia).
KUD dibentuk oleh pemerintah dan pengurusnya dipilih
oleh para anggota dengan campur tangan (dibantu
pengelolaannya) petugas lapangan.
Pada kedua jenis kredit tersebut petani harus
memohon sendiri ke KUD atau BRI untuk memperoleh
kredit. Kredit Kupedes yang besamya antara Rp. 25.000,-
sampai dengan Rp. 2.000.000,- akhir September 1986
jumlahnya telah mencapai 302,2 miliar rupiah, sementara
itu KUT telah mencapal 10,4 miliar rupiah.
Dalam membantu meningkatkan penghasilan para
nelayan, pemerintah juga memberikan berbagai macam
fasilitas kredit, yaitu Kredit Investasi Kecil (KIK), Kredit
Modal Kerja Permanen (KMKP), dan juga Kredit
Candak Kulak (KCK) untuk pedagang kecil (bakul). KIK
dan KMKP yang mulai diperkenalkan sejak 1973, pada
September 1986 jumlah yang disetujui mencapai 4,197
miliar rupiah. Pagu kredit untuk KIK dan KMKP
maksimal sebesar Rp 15 juta, sedangkan suku bunga
ditetapkan 12% setahun.
62
Tabel 3.1 Perkembangan Penyaluran Kredit
Bimas Padi, 1971/1972 - 1984/1985
Realisasi Pengambilan
Jumlah Peserta
Tahun Penyaluran Kredit
(Ribu Orang)
(Rp. Juta) (Rp. Juta)
1971/1972 9.815,1 9.463,7 1.538,4
1972/1973 15.330.8 14.563,4 2.071,4
1973/1974 36.492,3 33.651,7 3.106,9
1974/1975 53.096,5 48.437,2 3.603,2
1975/1976 72.288,5 64.902,3 3.581,9
1976/1977 71.314,3 61.364,4 3.004,1
1977/1978 62.084,7 51.534,4 2.343,5
1978/1979 60.282,9 50.371,4 2.151,1
1979/1980 49.503,9 42.483,8 1.606,5
1984/1985 5.649,7 4.415,8 154,9
Sumber: Dikutip dari Mubyarto, 1989
63
terbatas terutama di negara-negara sedang berkembang.
Lebih-lebih karena kemungkinan yang sangat kecil untuk
memperluas tanah pertanian. Di samping itu, dengan
persediaan tenaga kerja yang melimpah, diperkirakan
bahwa cara yang paling mudah dan paling tepat untuk
memajukan pertanian dan peningkatan produksi adalah
dengan memperbesar penggunaan modal. Prinsip inilah
yang menjiwai usaha intensifikasi pertanian di negara
kita dengan penggunaan bibit unggul baru, obat
pemberantasan hama dan penyakit, penggunaan pupuk
yang lebih banyak serta investasi di bidang pengairan.
Dan lain-lain metode yang membutuhkan modal yang
besar.
Tetapi secara teoritis, penggunaan modal yang lebih
banyak dalam usaha intensifikasi pertanian tidaklah dapat
disamakan begitu saja dengan penggunaan kredit yang
lebih banyak. Ada ahli-ahli ekonomi yang dengan tandas
mengkritik asumsi bahwa petani memerlukan kredit
karena mereka miskin dan modalnya sangat lemah.
Alasan kritik itu adalah karena dengan asumsi itu berarti
untuk memajukan pertanian, para petani perlu disediakan
kredit dengan mudah dan tingkat bunga yang rendah
(kredit murah). Sejalan dengan pendapat di atas ada ahli
lain yang mengatakan bahwa kredit tidak merupakan
syarat mutlak dalam pembangunan pertanian. Yang
mutlak adalah mendorong motivasi petani untuk
menggunakan barang-barang modal dan penemuan-
penemuan teknologi baru untuk meningkatkan produksi
dengan cara menyediakan alat-alat dan bahan-bahan
pertanian di dekat petani. Baru setelah petani didorong
motivasinya dan ingin membeli alat-alat dan bahan-
Buku Ajar Ilmu Usaha Tani 2019
64
bahan tersebut, maka kredit akan melancarkan adopsi dan
penerapannya dalam usaha tani. Jadi, dalam soal
kebutuhan petani akan kredit demi kemajuan pertanian
ini, persoalannya tidak terletak pada ada tidaknya atau
perlu tidaknya kredit, melainkan masih sangat
terbatasnya kesempatan petani untuk maju atau
kurangnya aspirasi mereka.
Dari pendapat para ahli di atas tidak dapat
disimpulkan bahwa sebenarnya petani di Indonesia tidak
memerlukan kredit dalam memajukan pertaniannya. Dari
penelitian-penelitian di negara kita dan negara-negara
Asia lainya temyata bahwa tidak ada keragu-raguan
tentang sangat pentingnya kredit bagi kemajuan usaha
tani. Bahwa dalam pengalaman pelaksanaan Bimas telah
muncul contoh-contoh (terutama dalam Bimas Gotong
Royong 1968-1969) di mana seakan-akan petani dipaksa
untuk memmjam uang dari proyek Bimas. pengalaman
ini tidak bisa dipakai sebagai alasan untuk menyatakan
bahwa usaha tani akan lebih baik dan lebih maju tanpa
didorong dengan kredit pemerintah. Bahwa petani perlu
mendapat kredit dengan bunga yang wajar, cukup
dibuktikan dengan larinya mereka kepada para pelepas
uang dan terlibatnya mereka dalam sistem ijon. Dalam
sistem ijon petani bersedia membayar bunga antara 20-
30% dalam dua minggu, 30-50% dalam 4-6 bulan,
membayar 50-100% dalam satu tahun, atau 200-250%
untuk pinjaman 2 tahun.
Penelitian mendalam mengenai soal perkreditan
pertanian dalam usaha intensifikasi pertanian padi sawah
telah dilakukan oleh Sudjanadi antara tahun 1967-1968 di
daerah Karawang dengan kesimpulan-kesimpulan antara
Buku Ajar Ilmu Usaha Tani 2019
65
lain sebagai berikut.
a. Pemberian kredit usaha tani dengan kredit bunga
yang ringan perlu untuk memungkinkan petani
melakukan inovasi-inovasi dalam usaha taninya.
b. Kredit itu harus bersifat kredit dinamis, yaitu
mendorong petani untuk menggunakan secara
produktif dengan bimbingan dan pengawasan yang
teliti.
c. Kredit yang diberikan selain bantuan modal juga
merupakan perangsang untuk menerima petunjuk-
petunjuk dan bersedia berpartisipasi dalam program
peningkatan produksi.
d. Kredit pertanian yang diberikan kepada petani tidak
perlu hanya terbatas pada kredit usaha tani yang
langsung diberikan bagi produksi pertanian, tetapi
harus pula mencakup kredit-kredit untuk kebutuhan
rumah tangga (kredit konsumsi).
Penemuan demikian penting sekali artinya, karna
selama ini banyak pemikiran perkreditan di Indonesia
masih bersifat statis dengan tujuan utama untuk
menyelamatkan petani dari pelepas uang dan sistem ijon.
Bahwa tujuan demikian memang ideal dapat dibuktikan
dengan angka-angka hasil penelitian Sudjanadi di atas.
Dalam tahun 1964-1965, kredit yang berasal dari
sumber-sumber institusionil (bank, pegadaian, dan
sebagainya) hanya 2,2% jumlah kredit dalam bentuk
uang dan barang, dan 4,5%(untuk kredit uang).
Pemenuhan kebutuhan kredit di luar itu berasal dari
sumber-sumber kredit perseorangan di desa atau di luar
desa. Pada Tabel 3.2 digambarkan sumber-sumber kredit
pertanian yang diperoleh petani di beberapa negara di
Buku Ajar Ilmu Usaha Tani 2019
66
Asia.
67
mengindahkan, walaupun secara ekonomis lebih
merugikan (hitungan bunga atau bagi keuntungannya
lebih besar dibanding bunga bank), tetapi mereka lebih
senang dan menikmati kemudahan dan bantuannya.
Tabel 3.3 Menggambarkan situasi dan perbandingan
ataupun alasan petani memilih kredit di luar lembaga
kredit resmi dari pernerintah.
Tabel 3 .3 P erbandingan Sis tem Kredit Tidak
Res mi Dengan Lembaga Kredit Resmi
Pemerintah Di Indonesia
Item Sistem Kredit S i s te m Kredit
Tidak yang
Tanaman Resmi
belum Resmi Pemerintah
Jaminan Barang yang bersertifikat
Dipanen
Tanpa tertulis, cukup Harus tertulis dan
Perjanjian
saksi hidup ditandatangani
Prosedur Mudah/praktis Berbelit-belit
Pendekatan Kekeluargaan Bisnis/individual
Waktu tunggu Singkat/cepat Lama/lambat
Arti kredit Masih ada Hilang
Penggunaan Sesuka hati petani Harus jelas/tertentu
Sumber: Diolah dari beberapa sumber
68
antara modal dengan biaya (terutama dalam ekonomi
pertanian). Berikut penjelasannya. Modal ada dua
macam, yaitu modal tetap dan modal beregerak. Modal
tetap diterjemahkan menjadi biaya produksi melalui
zepreciation cost dan bunga modal. Modal bergerak
langsung menjadi biaya produksi dengan besar biaya itu
sama dengan nilai modal bergerak. Namun adakalanya
pengertian ini tidak tepat, misalnya kasus pada tanaman
perkebunan karet (perhitungan kasar).
Pada Gambar 4.1 TBM = tanaman belum
menghasilkan, TM tanaman menghasilkan. Pada periode
1990, pupuk, tenaga kerja, dan bahan-bahan lain, semua
nilainya menjadi modal. Pada periode 1994-2000, setiap
pengeluaran pupuk, tenaga kerja, dan bahan-bahan lain,
menjadi biaya. Pada fase TBM, pembelian traktor dan
bangunan diperhitungkan penyusutan dan bunga modal
sebelum tahun 1994. Pada tahun 2000 dianggap biaya
penyusutan pada masa TBM sudah habis. Bila ada
investasi pada masa TM, maka biaya penyusutan dan
bunga modal itu diperhitungkan. Jadi, semua pengeluaran
pada masa TBM dimasukkan dalam modal. Tetapi pada
masa TM, pengeluaran yang habis sekali pakai
dimasukkan dalam pos biaya produksi dan ini sering
disebut dengan biaya eksploitasi. Biaya penyusutan (pada
TM), sering pula dimasukkan dalam biaya tetap.
69
Tahun 1990 s/d 1993 1994 s/d 2000
TBM TM
Penanaman Mulai
Berproduski
Investasi Ekspoitasi
Gambar 3.1 Gambaran penggunaan modal pada usaha
perkebunan karet.
70
kebutuhan manusia dan semakin majunya usaha
pertanian, sehingga dibutuhkan tenaga kerja dari luar
keluarga yang khusus dibayar sebagai tenaga kerja
upahan. Tenaga kerja upahan ini biasanya terdapat pada
usaha pertanian yang berskala luas, rutin (bukan
musiman), dan memiliki administrasi dan manajemen
yang tertib dan terencana. Tetapi dewasa ini terjadi lagi
perkembangan baru, ketika tenaga kerja upahan tidak lagi
hanya terdapat pada usaha pertanian yang luas seperti di
atas. Tetapi sudah meluas pada usaha tani kecil skala
keluarga seperti usaha tani padi sawah yang tadinya
hanya mengandalkan tenaga kerja dalam keluarga atau
famili dan tenaga tolong-menolong atau gotong royong
saja. Perkembangan ini terjadi karena terjadinya
perubahan struktural, yaitu transformasi tenaga kerja dari
sektor pertanian di pedesaan ke sektor industri di
perkotaan. Hal ini dipicu oleh pertumbuhan ekonomi
yang cukup pesat yang diawali dengan pertumbuhan
industri.
Beranggotakan seorang kepala keluarga atau seorang
ayah, ditambah seorang ibu dan beberapa anak, usaha
tani keluarga yang berbasis dengan usaha tani padi sawah
digerakkan dan dikelola di bawah pimpinan sang ayah.
Kepala keluarga bertindak sebagai manajer usaha tani
keluarga (beberapa kasus yang ditemui ada juga sang ibu
yang lebih berperan dalam mengambil keputusan).
Dialah yang menentukan waktu mulai turun ke sawah,
bagaimana cara pengolahan tanah, bibit apa yang akan
ditanam, apakah perlu menggunakan pupuk, kalau ada
pupuk apa saja dan berapa jumlahnya, berapakah
tanaman disiangi. apakah perlu disemprot, bagaimana
Buku Ajar Ilmu Usaha Tani 2019
71
dan kapan pengaturan air, dan lain sebagainya. Mereka
berbagi tugas sedemikian rupa sehingga usaha tam dapat
berjalan dengan baik tanpa mengeluarkan biaya yang
kontan yang untuk pembayaran tenaga kerja. Bila terjadi
kekurangan tenaga kerja, mereka biasanya saling
menolong antar famili atau antar keluarga yang
bertetangga.
Tenaga anak yang berumur di atas 10 tahun
dimanfaatkan dalam pekerjaan yang ringan seperti
mengangkat bibit, membantu menyiangi atau mencabut
rumput, memasukkan atau menjaga air, mengantar
makanan dan minuman, menjaga burung, menggembala
atau memandikan ternak, memberi makan ayam,
menangkap ikan, dan lain sebagainya. Tenaga ibu atau
anak wanita digunakan juga dalam pekerjaan yang ringan
seperti bertanam, menyiangi, dan menyediakan makanan
dan minuman. Bahkan di sebagian daerah seperti di Bali,
sebagian daerah di Sumatra Utara, dan daerah lainnya di
Indonesia tenaga ibu atau wanita lebih dominan dalam
usaha tani. Pekerjaan yang biasa dikerjakan oleh tenaga
pria seperti mencangkul dan mengolah tanah dikerjakan
oleh wanita. Di sebagian daerah tersebut bisa dikatakan
tenaga wanita atau sang ibulah yang paling diharapkan
sebagai pengelola usaha tani. Sementara tenaga si ayah
bisa untuk jenis usaha lain seperti berdagang, bertukang,
dan lain sebagainya. Dengan begini, biaya yang
dikeluarkan semakin kecil dan pendapatan keluarga bisa
ditingkatkan guna memenuhi kebutuhan pangan dan
hidup keluarga.
Dalam ilmu ekonomi, yang dimaksud tenaga kerja
adalah suatu alat kekuatan fisik dan otak manusia, yang
Buku Ajar Ilmu Usaha Tani 2019
72
tidak dapat dipisahkan dari manusia dan ditujukan pada
usaha produksi. Tenaga kerja manusia yang tidak
ditujukan pada usaha produksi, misalnya sport, disebut
langkah bebas (vrije actie). Tenaga kerja ternak atau
traktor bukan termasuk faktor tenaga kerja, tetapi
termasuk modal yang menggantikan tenaga kerja.
Beberapa pandangan terhadap, tenaga kerja ini adalah
sebagai berikut :
a. Pada permulaan abad pertengahan, bagi bangsawan
dan perwira Eropa Barat, tenaga kerja produksi
dianggap hina, tetapi tenaga untuk berperang adalah
terhormat.
b. Bagi masyarakat lapisan atas (ekonomi kuat), tenaga
kerja fisik dianggap kurang baik dari pada tenaga
kerja otak.
c. Bagi masyarakat sosial dianggap tenaga kerja fisik
lebih tinggi nilainya daripada masyarakat kapitalis.
Karl Marx berpendapat bahwa tenaga kerja adalah
satu-satunya faktor produksi, sedangkan bagi
masyarakat kapitalis menganggap tenaga kerja itu
lama sifatnya dengan barang.
Oleh karena itu, tenaga kerja tidak bisa dipisahkan
dengan manusia atau penduduk. Penduduk adalah semua
orang yang mendiami suatu wilayah tertentu pada waktu
tertentu. Menurut sebagian pakar ekonomi pertanian,
tenaga kerja (man power) adalah penduduk dalam usia
kerja, yaitu yang berumur antara 15-64 tahun, merupakan
penduduk potensial yang dapat bekerja untuk
memproduksi barang atau jasa. Tetapi pada sensus
penduduk tahun 1971 dinyatakan bahwa tenaga kerja
adalah penduduk yang berumur 10-64 tahun. Dan yang
Buku Ajar Ilmu Usaha Tani 2019
73
disebut sebagai angkatan kerja (labor force) adalah
penduduk yang bekerja dan mereka yang tidak bekerja,
tetapi siap untuk bekerja atau sedang mencari pekerjaan.
Sementara yang bukan angkatan kerja (not in the labor
force) adalah bagian dari tenaga kerja yang
sesungguhnya, tetapi tidak terlibat dalam suatu usaha
atau tidak terlibat dalam kegiatan produktif yang meng-
hasilkan barang/jasa. Penduduk yang termasuk kelompok
ini adalah orang yang bersekolah, mengurus rumah
tangga, orang jompo, dan atau penyandang cacat. Orang
yang bekerja (employed persons) adalah orang yang
melakukan pekerjaan untuk menghasilkan barang/jasa
dengan tujuan memperoleh penghasilan/keuntungan, baik
mereka yang bekerja penuh (full time) maupun yang
tidak bekerja penuh (part time). Sernentara yang disebut
sebagai pencari kerja atau penganggur (unemployment)
adalah mereka yang tidak bekerja dan sedang mencari
pekerjaan menurut referensi waktu tertentu, atau orang
yang dibebas tugaskan bekerja tapi sedang mencari
pekerjaan.
74
kita adalah di negara maju tenaga kerja merupakan faktor
produksi yang paling terbatas. Sehingga peningkatan
produktivitas sangat mudah dilakukan karena sudah
merupakan suatu keharusan, kalau tidak ingin
kekurangan tenaga kerja. Sementara di negara kita dan
juga di negara berkembang lainnya, tenaga kerja
merupakan faktor produksi yang berlebihan (sebelum
terjadinya industrialisasi) atau faktor produksi yang
paling kurang terbatas dibandingkan dengan tanah dan
modal, sehingga peningkatan produktivitas sulit dan tidak
berguna dilakukan. Keadaan ini yang membuat pertanian
kita lambat berkembang. Apalagi setelah terjadinya
industrialisasi yang ditandai oleh dimulainya revolusi
hijau pada dasawarsa tujuh puluhan. Peningkatan
produktivitas semakin tidak bisa atau sulit ditingkatkan
karena tenaga kerja yang tersisa hanyalah tenaga yang
berusia lanjut dan wanita. Sementara tenaga muda yang
lebih banyak tidak berminat pada sektor pertanian lebih
tertarik pada sektor industri di perkotaan dan ramai-ramai
pindah ke kota mencari pekerjaan, urbanisasi tidak
tertahankan sebagai konsekuensi pergerakan ekonomi
yang dimulai dengan pertumbuhan sektor industri. Bicara
mengenai perubahan struktural ini, dibandingkan lengan
negara berkembang lainnya kita juga masih ketinggalan.
Kalau pergerakan industrialisasi dianggap sebagai titik
kemajuan maka Meksiko sudah lebih dulu melakukannya
(mulai tahun 50-an), dan juga Filipina pada awal
dasawarsa enam puluhan, bahkan negeri ini pada awal
1960-an sudah dijuluki sebagai protagonist atau pelaku
utama dalam apa yang disebut "revolusi beras" dan
menjadikannya sebagai rumah dari IRRI (International
Buku Ajar Ilmu Usaha Tani 2019
75
Rice Research Institute) sebagai tempat Indonesia dan
negara berkembang lainnya banyak belajar.
76
Penduduk
Employed Unemployed
Visible Disguised
Underemployed Underemployed
77
1. Tenaga Kerja Pertanian Rakyat dan Pertanian
Besar
Di depan sudah disinggung sedikit mengenai tenaga
kerja keluarga dan tenaga kerja luar keluarga. Berikut
dibahas sedikit lagi untuk lebih dipahami mengenai
ketenagakerjaan di Indonesia. Pertanian rakyat yang
sering dikenal dengan usaha tani kecil, sering
menggunakan tenaga anak dan tenaga wanita atau ibu.
Anak petani dapat membantu pekerjaan bertani. seperti
memelihara atau menggembala ternak, mencari atau
menangkap ikan, mengangkut bibit, mencabut rumput,
dan lain sebagainya. Demikian juga istri petani, ikut
bekerja dalam usaha tani mereka. Tenaga kerja kepala
keluarga ditambah istri dan anak petani disebut sebagai
tenaga kerja dalam keluarga (TKDK). Bila pekerjaan
tidak dapat diselesaikan oleh dan hanya TKDK, baru
digunakan tenaga kerja luar keluarga (TKLK) yang
dibayar. Pada petani bermodal dengan usaha tani
berskala besar seperti perkebunan, peternakan. usaha
kehutanan, dan lainnya, tidak digunakan tenaga kerja
anak-anak dan tidak dikenal TKDK. Di sini seluruh
pekerjaan dibayar sesuai dengan tingkat upah yang
berlaku. Dengan demikian komponen biaya TKDK tidak
ada, sedangkan pada pertanian rakyat, komponen biaya
TKDK selalu di atas 50% dari biaya total.
Pada usaha pertanian kecil, petani berfungsi ganda.
Di satu pihak sebagai tenaga kerja dalam usaha taninya,
dan di pihak lain sebagai manajer. Sebagai manajer,
petani akan membuat keputusan mengenai apa yang akan
dilakukan dalam usaha taninya. Dia yang merenung,
merencanakan tanaman apa yang ditanam, bagaimana
dan berapa luas diusahakan. Sebagai tenaga kerja, dia
78
juga memegang peranan utama dalam kerja fisik untuk
memelihara tanaman dan ternak, memupuk,
memanen/menjual hasil tanaman dan ternaknya. Pada
usaha pertanian atau usaha petemakan skala besar,
fungsi/tugas manajer dan tenaga kerja terpisah dengan
jelas. Pekerjaan administrasi, pekerjaan lapangan
dipegang oleh masing-masing tenaga yang ahli dan
berpengalaman, semua di bawah komando seorang
pimpinan atau manajer perusahaan. Pekerjaan fisik jelas
dilakukan oleh buruh atau karyawan. Buruh tak pernah
memikirkan tentang berapa luas karet ditanam,
bagaimana pemupukannya, dan ke mana lateks dijual.
Mereka hanya melakukan apa yang diperintahkan,
mereka tidak boleh membantah, tidak bisa mengeluarkan
pendapat, untuk itu mereka memperoleh hak mereka,
yaitu gaji atau upah yang sesuai dengan ketentuan.
Ketenagakerjaan dan upah tenaga kerja di perusahaan,
baik perusahaan pertanian maupun perusahaan industri
diatur oleh undang-undang dan dijalankan menurut
keputusan menteri, dalam hal ini Menteri Tenaga Kerja
dan Transinigrasi. Segala permasalahan yang timbul
dalam ketenagakedaan bisa diselesaikan dengan
berpedoman pada undang-undang yang berlaku serta
keputusan menteri yang ada di bawahnya. Di Indonesia
dewasa ini sering terjadi mogok buruh atau unjuk rasa
para tenaga kerja karena adanya ketidaksesuaian dengan
peraturan yang berlaku di perusahaan tempat mereka
bekerja. Keadaan ini jelas akan merugikan semua pihak,
baik pengusaha, pekerja itu sendiri, maupun pemerintah.
Untuk menghindari hal tersebut disarankan pemerintah
bertindak tegas dan netral, tidak ada keberpihakan baik
pada buruh atau pekerja apalagi pada pengusaha atau
79
pemilik modal, serta adil dalam mengatur.
80
Mobilitas ini terjadi secara spontan tanpa diatur oleh
siapa pun. Mobilitas seperti ini tidak membutuhkan
tenaga ahli, dan juga tidak membutuhkan sarana dan
prasarana yang rumit dan mahal. Tetapi dipandang dari
sudut lain, keberadaannya sangat membantu dan sangat
produktif, baik untuk mereka sendiri selaku tenaga kerja
maupun bagi masyarakat desa dan pemilik cengkeh,
karena sama-sama terbantu dan sama-sama memperoleh
pendapatan.
Mobilitas tenaga kerja pada sektor pertanian dan juga
nelayan jauh lebih tinggi frekuensinya dibandingkan
dengan sektor lain termasuk sektor industri. Hal ini
disebabkan karena mudah atau gampangnya seorang
buruh keluar masuk pada sektor tersebut. Bekerja di
sektor pertanian seperti di atas, tidak menuntut atau
membutuhkan skill yang tinggi. Di samping itu,
lowongan pekerjaan tersedia hanya dalam waktu tertentu
dan umumnya bersifat insidentil, seperti panen atau saat-
saat pengolahan tanah dan menyiangi. Hal ini
menggambarkan posisi buruh belum tetap, mudah
berpindah, mudah bertukar pekerjaan asal diperoleh upah
yang lumayan.
Kondisi ini disebabkan karena jumlah pencari kerja
yang melimpah di Indonesia, sementara lowongan atau
lapangan pekerjaan yang tersedia belum memadai. Atau
dengan kata lain, pertumbuhan penduduk jauh lebih cepat
dibanding pertumbuhan lapangan kerja, lumrah sebagai
ciri negara berkembang. Keadaan inilah sebagal dasar
para ahli untuk mengatakan bahwa pada sektor pertanian
telah terjadi ZMPL (Zero Marginal Productivity of
Labor), terjadi disguised unemployment atau
Buku Ajar Ilmu Usaha Tani 2019
81
underemployment. Sementara pada sektor lain termasuk
juga sektor pertanian Skala besar seperti perusahaan
perkebunan, petemakan, pertambakan atau perikanan,
dan pembibitan ketenagakerjaan sudah diatur sedemikian
rupa sesuai dengan aturan yang berlaku. Di sini tidak
atau jarang terjadi mobilitas tenaga kerja, kecuali bila
suatu saat dibutuhkan yang sifamya tidak rutin.
Untuk mendorong orang berpindah (migrasi)
diperlukan satu atau dua bahkan lebih faktor. Di
antaranya adalah faktor pendorong dan faktor penarik.
Faktor pendorong (push factor) contohnya pertumbuhan
penduduk yang cepat menyebabkan kelangkaan
lowongan kerja semakin tinggi. Keadaan ini menciptakan
kondisi persaingan untuk memperoleh pekerjaan semakin
tajam, sehingga mendorong orang untuk keluar dan
mencari kerja di daerah lain. Sementara yang menjadi
faktor penarik (pull factor)-nya adalah kesempatan kerja
di sektor industri atau sektor lain sebagai tempat
peralihan. Sementara menunggu bekerja di industri,
mereka bisa mernanfaatkan waktunya untuk bekerja
sebagai buruh bangunan, kuli angkut, atau sektor
informal lainnya. Mudahnya mendapat pekerjaan serta
gambaran dan kondisi perkotaan yang serba
menggiurkan, menyebabkan tenaga kerja di pedesaan
yang sebagian besar sudah tidak tertarik lagi untuk terns
bekerja di sektor pertanian, beralih atau bermigrasi ke
daerah perkotaan.
Kalau tidak cermat dalam, mengawasi dan
memperhitungkan serta mendalami untuk mengatasi
permasalahan ketenagakerjaan ini, pemerintah bisa
kewalahan dan kehilangan momentum untuk dapat
Buku Ajar Ilmu Usaha Tani 2019
82
bergerak memacu pertumbuhan ekonomi. Bisa jadi salah
satu atau keduanya gagal dilakukan dan membuat
perekonomian negara, tidak berkembang, atau buruknya
akan semakin terjepit diimpit berbagai krisis yang akan
datang menerpa. Diharapkan para ekonom, industriawan,
dan Ahli ekonomi pertanian dapat bekerja sama
membaca situasi dan mencari jalan keluar yang tepat
sehingga semuanya bisa bergandengan bergerak dan
melangkah maju.
83
peternakan sapi perah, pangkat X, dan X, masing-masing
di perkebunan sawit lebih besar daripada pangkat X, dan
X, peternakan sapi perah. Karena itu dinyatakan
perkebunan sawit lebih padat modal dan padat karya
daripada usaha peternakan sapi perah. Antara negara
maju dan negara berkembang dapat pula dibandingkan
dalam pengaruh tenaga kerja terhadap produksi. Pada
umumnya pangkat XI lebih besar di negaranegara maju.
84
kebijaksanaan, dan langkah yang diambil, yang didukung
dengan sarana dan prasarana yang memadai. Bila hal
tersebut dapat dipenuhi, manajemen usaha tani akan
bmalan baik dan akan memberikan dampak positif pada
produktivitas dan efisiensi.
Secara lebih jauh bisa kita lihat fungsi dan peran dari
pengelolaan sebagai berikut. Bila produksi diberi simbol
(P), faktor alam simbol (A), faktor modal/capital (C). dan
faktor tenaga keriallobor (L), serta manajemen (M), maka
hubungan antara faktor produksi dengan produksi dapat
dituliskan sebagai berikut.
P = F(A, C, L, M)
Artinya, produksi adalah fungsi dari faktor alam atau
bisa disebut tanah, modal, tenaga kerja, dan manajemen.
Faktor manajemen berfungsi mengelola faktor produksi
lainnya, yaitu tanah, modal, dan tenaga kerja. Manajemen
akan berpengaruh langsung pada produksi (P). Ini terjadi
karena kalau faktor produksi tidak dikelola secara baik
dan benar seperti disebut sebelumnya, maka produksi
yang akan dicapai akan rendah, begitu jugs halnya
dengan efisiensi usaha tani. Kita sudah sepakat bahwa
proses produksi tidak akan berjalan bila ketiga faktor
produksi tidak lengkap, dan produksi maksimal tidak
akan tercapai bila ketiga faktor produksi tidak dikelola
dengan baik. Jadi, tampak dan semakin jelas fungsi dan
peran dari manajemen dalam sebuah proses produksi atau
usaha tani.
Bila salah satu atau dua faktor diabaikan maka jelas
akan berpengaruh pada produksi. Coba kita perhatikan
kasus berikut. Katakanlah seorang manajer atau petani,
Buku Ajar Ilmu Usaha Tani 2019
85
menganggap tanah tidak menjadi masalah karena sudah
tersedia sedemikian rupa. Maka ia hanya mengelola dua
faktor produksi lainnya, yaitu modal dan tenaga kerja.
Sementara petani tetangganya beranggapan bahwa faktor
produksi modal tidak bermasalah, la hanya mengelola
tanah dan tenaga kerja saja. Petani ketiga lain lagi, ia
hanya mengelola tanah dan modal saja, faktor tenaga
kerja tidak dikelola dengan baik, cukup asal selesai saja.
Petani terakhir yang sering mendengar penyuluhan dan
keterangan dari petugas atau membaca selebaran atau
Surat kabar mengenai pertanian yakin dengan penting
dan fungsi masing-masing faktor produksi, maka la
mengelola ketiganya dengan baik. Alhasil waktu panen,
bisa ditebak siapa yang akan memperoleh produksi lebih
tinggi dan keuntungan lebih banyak? Jawabannya sudah
pasti adalah petani terakhir yang mengombinasikan dan
mengelola ketiga faktor produksi dengan baik dan benar.
Sementara tiga petani lainnya juga mengelola dengan
baik, tetapi pengelolaannya kurang tepat karena
mengabaikan fungsi satu atau sebagian dari faktor
produksi. Walaupun faktor produksi lengkap dan
dicurahkan untuk kebutuhan usaha, tetapi karena
sebagian tidak tepat, baik penggunaan maupun
jumlahnya maka hasil yang dicapai tidak sesuai atau
tidak akan sama dengan usaha tani yang faktor
produksinya lengkap, tetapi dikelola dengan baik dan
tepat. Dengan kata lain, usaha tani yang dilakukan tidak
efisien hanya karena mengabaikan salah satu faktor
produksi.
Secara fisik, fungsi pengelolaan/manajemen adalah
memaksimalkan produk dengan mengombinasikan faktor
Buku Ajar Ilmu Usaha Tani 2019
86
tanah, modal, dan tenaga kerja dengan menerapkan
teknologi yang tepat. Atau meminimalkan faktor tanah,
modal, dan tenaga kerja dengan jumlah produk tertentu.
Kurang seringnya faktor atau variabel pengelolaan/
manajemen dipakai dalam analisis ekonomi pertanian
disebabkan karena sulitnya melakukan pengukuran
terhadap variabel tersebut. Namun demikian, perlu diakui
bahwa semakin baik pengelolaan/manajemen suatu usaha
pertanian, maka akan semakin tinggi produksi yang
diperoleh.
87
Bab 4
Tenaga Kerja dalam Usahatani
88
kontinyu dan tidak merata.
2) Penyerapan tenaga kerja dalam usahatani sangat
terbatas.
3) Tidak mudah distandarkan, dirasionalkan, dan
dispesialisasikan.
4) Beraneka ragam coraknya dan kadang kala tidak
dapat dipisahkan satu sama lain.
Karakteristik seperti yang dikemukan oleh Tohir
(1983) akan memerlukan sistem-sistem manejerial
tertentu yang harus dipahami sebagai usaha peningkatan
usahatani itu sendiri. Selama ini khususnya di Indonesia,
sistem manejerial usahatani biasanya masih sangat
sederhana.
B. Peran Petani
Tenaga kerja usahatani keluarga biasanya terdiri atas
petani beserta keluarga dan tenaga luar yang kesemuanya
berperan dalam usahatani.
Menurut Mosher (1968) petani berperan sebagai
manajer, juru tani dan manusia biasa yang hidup dalam
masyarakat. Petani sebagai manajer akan berhadapan
dengan berbagai alternatif yang harus diputuskan mana
yang harus dipilih untuk diusahakan. Petani harus
menentukan jenis tanaman atau ternak yang akan
diusahakan, menentukan cara-cara berproduksi,
menentukan cara-cara pembelian sarana produksi,
menghadapi persoalan tentang biaya, mengusahakan
permodalan, dan sebagainya. Untuk itu, diperlukan
keterampilan, pendidikan, dan pengalaman yang akan
berpengaruh dalam proses pengambilan keputusan.
Dalam kenyataannya, untuk memilih usaha yang akan
Buku Ajar Ilmu Usaha Tani 2019
89
dilakukan, terdapat kompromi antara bapak dan ibu tani.
Hal tersebut penting dalam penyuluhan. Jika ingin yang
disuluhkan dapat segera mengena maka pendekatannya
adalah kepada keduanya, yaitu bapak dan ibu taninya.
Petani sebagai juru tani harus dapat mengatur,
melaksanakan, dan mengawasi kegiatan usahataninya,
baik secara teknis maupun ekonomis. Di samping itu,
tersedianya sarana produksi dan peralatan akan
menunjang keberhasilan petani sebagai juru tani.
Petani sebagai anggota masyarakat yang hidup dalam
suatu ikatan keluarga akan selalu berusaha memenuhi
kebutuhan keluarganya. Di samping itu, petani juga harus
berusaha memenuhi kebutuhan masyarakat atas diri dan
keluarganya. Sebaliknya, petani juga membutuhkan
bantuan masyarakat sekelilingya. Besar kecilnya
kebutuhan bantuan terhadap masyarakat sekelilingya
tergantung pada teknologi yang digunakan dan sifat
masyarakat setempat. Dalam praktiknya, peranan-
peranan tersebut saling kait-mengait, tetapi pasti ada
salah satu yang menonjol. Sebagai contoh, pada suatu
daerah tidak terdapat jenis komoditas a, b, c, padahal
sebetulnya sangat cocok dengan iklim dan jenis tanah
setempat dan harganya pun tinggi. Setelah diteliti
ternyata komoditas a, b, c tersebut tidak umum
diusahakan, bahkan tabu bagi daerah tersebut. Hal ini
menunjukkan bahwa peranan petani sebagai manajer
sangat lemah, tetapi peranan petani sebagai anggota
masyarakatlah yang menonjol.
90
C. Tenaga Kerja Keluarga dan Luar Keluarga
Peranan anggota keluarga yang lain adalah sebagai
tenaga kerja di samping juga tenaga luar yang diupah.
Banyak sedikitnya tenaga kerja yang dibutuhkan dalam
usahatani berbeda-beda, tergantung jenis tanaman yang
diusahakan. Banyak sedikitnya tenaga luar yang
dipergunakan tergantung pada dana yang tersedia untuk
membiayai tenaga luar tersebut.
Ada beberapa hal yang membedakan antara tenaga
kerja keluarga dan tenaga luar antara lain adalah
komposisi menurut umur, jenis kelamin, kualitas dan
kegiatan kerja (prestasi kerja). Kegiatan kerja tenaga luar
sangat dipengaruhi sistem upah, lamanya waktu kerja,
kehidupan sehari-hari, kecakapan, dan umur tenaga kerja.
1. Sistem upah
Sistem upah dibedakan menjadi 3 yaitu upah
borongan, upah waktu, dan upah premi. Masing-masing
sistem tersebut akan mempengaruhi prestasi seorang
tenaga luar.
a. Upah borongan adalah upah yang diberikan sesuai
dengan perjanjian antara pemberi kerja dengan
pekerja tanpa memperhatikan lamanya waktu kerja.
Upah borongan ini cenderung membuat para pekerja
untuk secepatnya menyelesaikan pekerjaannya agar
segera dapat mengerjakan pekerjaan borongan
lainnya. Misalnya borongan menggarap lahan sawah
sebesar Rp 250.000 per petak sawah.
b. Upah waktu adalah upah yang diberikan berdasarkan
lamanya waktu kerja. Sistem upah waktu kerja ini
cenderung membuat pekerja untuk memperlama
waktu kerja dengan harapan mendapat upah yang
Buku Ajar Ilmu Usaha Tani 2019
91
semakin banyak. Contohnya, upah pekerja untuk
menggarap lahan sawah sebesar Rp 35.000/HKO.
Jika dia bekerja selama lima hari maka upah yang
diterima sebesar Rp 175.000.
c. Upah premi adalah upah yang diberikan dengan
memperhatikan produktivitas dan prestasi pekerja.
Sebagai contoh, dalam satu hari pekerja diharuskan
menyelesaikan 10 unit pekerjaan. Jika dia bisa
menyelesaikan lebih dari 10 unit maka dia akan
mendapat upah tambahan. Sistem upah premi
cenderung meningkatkan produktivitas pekerja.
3. Kehidupan sehari-hari
Kehidupan sehari-hari seorang tenaga kerja dapat
dilihat pada keadaan makanan/menu dan gizi,
perumahan, kesehatan, serta keadaan lingkungannya. Jika
keadaannya jelek dan tidak memenuhi syarat maka akan
berpengaruh negatif terhadap kinerjanya.
92
4. Kecakapan
Kecakapan seseorang menentukan kinerja seseorang.
Seseorang yang lebih cakap tentu saja prestasinya lebih
tinggi bila dibandingkan dengan yang kurang cakap.
Kecakapan ditentukan oleh pendidikan, pengetahuan dan
pengalaman.
93
lebih lama (K naik). Dalam kenyataannya (seperti terlihat
dalam Tabel 4.1) dengan adanya tambahan tenaga kerja
keluarga, jumlah jam kerja yang dicurahkan untuk
bekerja justru menunjukkan penurunan (kolom 5).
Kecenderungan ini disebabkan keputusan keluarga untuk
bekerja, ditentukan oleh besarnya kebutuhan keluarga
keluarga (kolom 6). Begitu jumlah kebutuhan terpenuhi
(ekuivalen 21 jam/ hari), meskipun dalam keluarga
terjadi pertambahan persediaan tenaga kerja (pada
saat umur perkawinan 15 tahun), jumlah tenaga per
keluarga yang dicurahkan untuk bekerja, besarnya
tetap.
Tabel 4.1. Hubungan Antara Jumlah Konsumen, Tenaga
Kerja, Dengan Kegiatan Kerja Keluarga
Petani
Lamanya Lamanya
Umur bekerja bekerja
No P T K
(Th) (jam/hari/ (jam/hari/
tenaga) keluarga)
1 0 2 2 1 3 6
2 3 3 2 1,50 4,5 9
3 6 4 2 2 6 12
4 9 5 2 2,50 7,5 15
5 12 6 2 3 9 18
6 15 7 2 3,50 10,5 21
7 18 7 3 2,30 7 21
8 21 7 4 1,75 5,25 21
9 24 7 5 1,40 4,2 21
10 27 7 6 1,16 3 21
11 30 7 7 1 3 21
94
Sumber:Tscajanov dalam Hadisapoetro (1973)
Keterangan :
P = pemakai/konsumen dalam suatu keluarga
K=
T = tenaga kerja dalam suatu keluarga
K = kegiatan/prestasi kerja
Umur = Umur perkawinan suatu keluarga P
T
Dipandang dari segi kebijaksanaan maka dengan
mendorong naik kebutuhan keluarga diharapkan petani
akan bersedia untuk bekerja lebih lama sehingga tidak
saja pendapatan keluarga akan meningkat tetapi juga
produksi secara keseluruhan akan naik.
Kebutuhan keluarga ekuivalen dengan 21
jam/hari/keluarga. Jika telah terpenuhi maka lamanya
kegiatan kerja akan menurun. Tambahan tenaga kerja
keluarga seharusnya disalurkan untuk intensifikasi
maupun kegiatan-kegiatan yang tidak berkaitan dengan
pertanian (off farm activities) bila lahan usahataninya
terbatas. Dengan demikian, total pendapatan yang
diperoleh keluarga akan lebih tinggi dari pada keadaan
semula. Pada kenyataan yang terjadi di Indonesia, para
petani tidak mempertahankan jam kerja yang tinggi.
Semakin banyak tenaga kerja keluarga semakin kecil jam
kerja per tenaga per hari padahal sebetulnya mampu lebih
dari itu. Dengan demikian maka timbul adanya
pengangguran yang tidak kentara (disguised
unemployment).
D. Kebutuhan dan Distribusi Tenaga Kerja
Kebutuhan tenaga kerja dapat diketahui dengan cara
menghitung setiap kegiatan masing-masing komoditas
yang diusahakan, kemudian dijumlah untuk seluruh
95
usahatani. Kebutuhan tenaga kerja berdasarkan jumlah
tenaga kerja keluarga yang tersedia dibandingkan dengan
kebutuhannya. Berdasarkan penghitungan maka jika
terjadi kekurangan maka untuk memenuhinya dapat
berasal dari tenaga luar keluarganya.
Satuan yang sering dipakai dalam perhitungan
kebutuhan tenaga kerja adalah many days atau HKO
(hari kerja orang) dan JKO (jam kerja orang). Pemakaian
HKO ada kelemahannya karena masing-masing daerah
berlainan (1 HKO di daerah B belum tentu sama dengan
1 HKO di daerah A) bila dihitung jam kerjanya. Sering
kali dijumpai upah borongan yang sulit dihitung, baik
HKO maupun JKO-nya.
Banyaknya tenaga kerja yang diperlukan untuk
mengusahakan satu jenis komoditas per satuan luas
dinamakan Intensitas Tenaga Kerja. Intensitas Tenaga
Kerja tergantung pada tingkat teknologi yang digunakan,
tujuan dan sifat usahataninya, topografi dan tanah, serta
jenis komoditas yang diusahakan.
96
2. Tujuan dan sifat usahataninya
Untuk usahatani komersial yang sudah
memperhatikan kualitas dan kuantitas dari segi
ekonomis, akan membutuhkan tenaga yang lebih banyak
dari pada usahatani subsistence.
97
keluarga yang tersedia tidak dapat dimanfaatkan
sepenuhnya karena memang tidak ada pekerjaan yang
sepadan dalam usahataninya sehingga timbul
pengangguran musiman. Pengangguran musiman
tersebut dapat diatasi antara lain dengan cara sebagai
berikut.
= pengangguran = kekurangan
98
c) Diversifikasi vertikal, melaksanakan sendiri semua
proses dari proses produksi, pemrosesan hasil, dan
pemasaran hasil.
d) Off-farm activities (buruh, padat karya, industri kecil,
dan rumah tangga).
e) Transmigrasi yang terarah pada diversifikasi tanaman
pangan. Jika tetap pada pola tanam sebelum
transmigrasi maka masalah lama akan muncul
kembali.
99
2. Jumlah produksi 30 ku/ha
Jumlah tenaga 250 JKO dengan bantuan
mesin/traktor
3. 000 kg
Produktivitas = 250 JKO = 12 kg/JKO
dengan bantuan mesin / traktor
Berdasarkan perhitungan tersebut dapat dilihat
bahwa dengan adanya bantuan mesin (traktor) dapat
meningkatkan efisiensi tenaga kerja. Selain itu, tanpa
memperhatikan alasan apa yang dipergunakan tetapi
yang dilihat hanya jumlah tenaga kerja yang
dicurahkan dapat juga diperhitungkan hanya jam
tenaga kerja keluarga saja misalnya, dari 250 JKO
tersebut terdiri atas 200 JKO tenaga keluarga sendiri
dan 50 JKO tenaga kerja luar maka dapat
diperhitungkan produktivitas tenaga kerja keluarga
sebesar:
3.000 kg
Produktivitas tenaga kerja keluarga = 200 JKO = 15
kg/JKO
100
1. Jumlah produksi = 30 ku/ha
Harga produk = Rp 300.000/ku
Upah = Rp 20.000/HKO
Jumlah tenaga = 200 HKO/ha
30 ku Rp x 300.000/ku
Penerimaan = 200 HKO
= Rp. 45.000 HKO
101
6. Efisiensi teknis, efisiensi perusahaan, dan efisiensi
kemanusiaan
Selain efisiensi tenaga kerja, efisiensi teknis
(technical efficiency), efisiensi perusahaan (business
ejj'tciency), dan efisiensi kemanusiaan (human
efficiency), juga dapat diperhitungkan dengan cara
membandingkan tambahan produksi yang akan diperoleh
akibat dari tambahan faktor produksi yang diberikan
untuk menghasilkan.
a) Efisiensi teknis
Efisiensi teknis adalah mengukur besarnya produksi
yang dapat dicapai atas tingkat faktor produksi tertentu.
Sebagai contoh, penggunaan pupuk urea di lahan sawah
dengan di lahan tegal (lahan kering) Sebagai berikut.
1.
Tambahan produksi 10 ku padi
= =di sawah
Tambahan faktor produksi 1 ku pupuk urea
b) Efisiensi perusahaan
Efisiensi perusahaan adalah mengukur besarnya nilai
Buku Ajar Ilmu Usaha Tani 2019
102
produksi yang dapat dicapai atas nilai faktor produksi
tertentu. Sebagai contoh adalah penggunaan pupuk urea
46 % N dan pupuk ZA 20 % N. Jika untuk memberikan
tambahan hasil 10 ku padi di lahan sawah diperlukan 1
ku pupuk urea atau 2,25 ku pupuk ZA (atas dasar
kandungan N-nya). Harga pupuk urea Rp 110.000/ku,
pupuk ZA Rp 110.000/ku, dan harga padi Rp 135.000/ku
maka:
103
terbatas dan upah buruh rendah sehingga meskipun sudah
efisien, tetapi pendapatan per tenaga kerja tetap kecil.
Keadaannya tentu akan berbeda jika di daerah yang padat
penduduk tersebut terdapat peluang pekerjaan di luar
usahatani yang tidak terbatas dan upah buruh tinggi maka
pendapatan per tenaga kerja menjadi tinggi. Dengan
demikian, penilaian efisiensi tenaga kerja perlu
diperhatikan karena kadang-kadang kita terjebak oleh
keadaan tersebut. Petani cenderung mengusahakan
tanahnya secara ekstensifikasi, kemudian tenaga kerja
keluarga yang tersedia dicurahkan di luar usahataninya.
Sebenarnya yang penting adalah pendapatan kombinasi
antara ekstensifikasi dalam usahatani dan kerja luar
usahatani lebih besar daripada jika hanya intensifikasi
saja dalam usahataninya.
Berikut ini contoh perhitungan efisiensi suatu
usahatani:
- Tersedia 1.000 HKO tenaga keluarga
- Lahan 1 hektar
- Harga produksi = Rp 1.350/kg
- Upah = Rp 20.000/HKO
104
Tabel 4.2. Perhitungan Efisiensi
Luar
No Usahatani
Usahatani
20 ku Rp. 2.700.000 800 HKO
=
200 HKO 200 HKO
= Rp. 13.500/HKO @Rp. 20.000
1
Rp. 2.700.000+ Rp. 16.000.000
Rata-rata= = Rp. 18.700/HKO
1000 HKO
35 ku Rp. 4.725.000 400 HKO
=
600 HKO 600 HKO
= Rp. 7.875/HKO @Rp. 20.000
2
Rp. 4 .725.000+ Rp . 8.000.000
Rata-rata= = Rp . 12.725/HKO
1000 HKO
50 ku Rp. 6.750.000 0 HKO
3 =
1000 HKO 1000 HKO
= Rp. 6.750/HKO @Rp. 20.000
105
pula.
106
maka kebijakan tanam serempak menghilangkan
kesempatan berburuh pada lahan tetangga, yang berarti
tidak ada pendapatan dari berburuh.
107
tenaga kerja dapat dipaparkan beberapa contoh
komoditas yang intensif atau yang ekstensif seperti pada
Tabel 4.3.
108
menggunakan tenaga kerja luar keluarga. Bahkan,
kadang kala pada usahatani padi sawah penggunaan
tenaga kerja luar lebih besar dari tenaga kerja keluarga.
Hal ini disebabkan oleh terbatasnya waktu, misalnya
pada kegiatan tanam, penyiangan, dan panen.
Suratiyah et al. (2003) dalam penelitiannya di
Kabupaten Bantul memperoleh data yang tersaji dalam
Tabel 4.4.
Tabel 4.4. Rerata proporsi jumlah curahan tenaga kerja
di kabupaten bantul tahun 2003
Curahan Tenaga Keda
No Usahatani Luar
Keluarga
Keluarga
(%)
(%)
1. Kedelai 69,69 30,31
2. Padi sawah 43,09 56,91
3. Kacang tanah 59,18 40,82
Tumpangsari cabai merah
4. 48,80 51,20
dengan bawang merah*)
5. Jagung 79,10 20,89
6. Tembakau 77,21 22,79
7. Bawang merah 40,52 59,48
Sumber: Suratiyah (2003)
Catatan : Sampai panen saja, pascapanen borongan, dan semuanya
menggunakan tenaga kerja luar
109
(bawon) atau upah tenaga. Artinya, petani saling
membalas kerja sesuai dengan penilaian masing-masing.
Penggunaan tenaga kerja luar sangat tergantung pada
luas usahatani, pendapatan keluarga petani (termasuk dari
luar usahatani), dan jumlah tenaga kerja dalam keluarga.
Semakin luas usahatani, semakin besar pendapatan
sehingga semakin besar kemampuan petani untuk
membayar tenaga luar, tetapi semakin besar jumlah
tenaga kerja keluarga semakin kecil penggunaan tenaga
kerja keluarga.
110
Bab 5
Modal dan Peralatan dalam
Usahatani
A. Pengertian Modal
Tanah serta alam sekitarnya dan tenaga kerja adalah
faktor produksi asli, sedangkan modal dan peralatan
merupakan subtitusi faktor produksi tanah dan
tenaga kerja. Dengan modal dan peralatan, faktor
produksi tanah dan tenaga kerja dapat memberikan
manfaat yang jauh lebih baik bagi manusia. Dengan
modal dan perlatan maka penggunaan tanah dan tenaga
kerja juga dapat dihemat. Oleh karena itu, modal dapat
dibagi menjadi dua, yaitu land saving capital dan
labour saving capital.
111
Modal dikatakan land saving capital jika dengan
modal tersebut dapat menghemat penggunaan lahan,
tetapi produksi dapat dilipatgandakan tanpa harus
memperluas areal. Contohnya pemakaian pupuk, bibit
unggul, pestisida, dan intensifikasi. Modal dikatakan
labour saving capital jika dengan modal tersebut dapat
menghemat penggunaan tenaga kerja. Contohnya
pemakaian traktor untuk membajak, mesin penggiling
padi Rice Milling Unit (RMU) untuk memproses padi
menjadi beras, pemakaian thresher untuk penggabahan,
dan sebagainya.
Dalam arti ekonomi perusahaan, modal adalah barang
ekonomi yang dapat dipergunakan untuk memproduksi
kembali atau modal adalah barang ekonomi yang dapat
dipergunakan untuk mempertahankan atau meningkatkan
pendapatan. Menurut Tohir (1983) berdasarkan
pengertian tersebut maka tanah bukan termasuk faktor
produksi modal, tetapi masuk dalam faktor alam yang
memiliki nilai modal dengan berbagai pertimbangan
sebagai berikut:
1) Tanah adalah karunia alam,bukan benda yang
diproduksi oleh manusia.
2) Tanah tidak mudah (tidak dapat) diperbanyak.
3) Tanah tidak dapat musnah atau dimusnahkan
sehingga tidak ada penyusutan atas tanah.
4) Tanah tidak dapat dipindah-pindahkan.
5) Tanah selalu terikat dengan iklim.
6) Tanah adalah sumber untuk memproduksi barang-
barang ekonomi.
Pengertian tanah bukan modal atau modal sebenarnya
lebih difokuskan pada perhitungan biaya usahatani. Jika
Buku Ajar Ilmu Usaha Tani 2019
112
tanah dihitung sebagai modal maka bunga atas tanah
dimasukkan dalam perhitungan biaya usahatani. Namun
demikian, dalam usahatani keluarga, pengeluaran bunga
tanah tidak kelihatan karena termasuk dalam pendapatan
usahatani. Bunga tanah baru kelihatan jika akan
diperhitungkan secara ekonomis, yaitu sebesar sewa
tanah pada umumnya. Bunga tanah tersebut
diperhitungkan jika ingin mencari keuntungan usahatani,
bukan pendapatan usahatani.
B. Pembagian Modal
Modal dapat dikelompokkan berdasarkan sifat,
kegunaan, waktu, dan fungsi.
1. Sifat
Selain atas dasar sifatnya yaitu yang menghemat
lahan (land saving capital) dan menghemat tenaga kerja
(labour saving capital), ada juga yang justru menyerap
tenaga kerja lebih banyak (misalnya jika menggunakan
teknologi kimiawi, biologis, panca usaha), tetapi ada pula
yang mempertinggi efisiensi (misalnya mencangkul dan
membajak jika menggunakan traktor biaya yang
dikeluarkan Rp 300.000, sedangkan menggunakan tenaga
manusia atau hewan biaya yang dikeluarkan Rp
450.000).
2. Kegunaan
Atas dasar kegunaannya, modal dapat dibagi menjadi
dua golongan, yaitu modal aktif dan modal pasif. Modal
aktif adalah modal yang secara langsung maupun tidak
langsung dapat meningkatkan produksi (misalnya pupuk
Buku Ajar Ilmu Usaha Tani 2019
113
dan bibit unggul, sedangkan tidak langsung misalnya
terasering). Modal pasif adalah modal yang digunakan
hanya untuk sekadar mempertahankan produk (misalnya
penggunaan bungkus, karung, kantong plastik, dan
gudang).
3. Waktu
Atas dasar waktu pemberian manfaatnya, modal
dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu modal
produktif dan modal prospektif. Modal dikatakan
produktif jika langsung dapat meningkatkan produksi
(misalnya pupuk dan bibit unggul). Modal dikatakan
prospektif jika dapat meningkatkan produksi, tetapi baru
akan dirasakan pada jangka waktu lama (misalnya
investasi dan terasering).
4. Fungsi
Atas dasar fungsinya, modal dapat dibagi dalam dua
golongan, yaitu modal tetap (fixed assets) dan modal
tidak tetap atau modal lancar (current assets). Modal
tetap adalah modal yang dapat dipergunakan dalam
berkali-kali proses produksi. Modal tetap ada yang
bergerak atau mudah dipindahkan, ada yang hidup
maupun mati (misalnya cangkul, sabit, dan ternak),
sedangkan yang tidak dapat dipindahkan juga ada yang
hidup maupun mati (misalnya bangunan, tanaman keras).
Modal tidak tetap adalah modal yang hanya dapat
digunakan dalam satu kali proses produksi saja (misalnya
pupuk dan bibit unggul untuk tanaman semusim).
114
Pembagian modal atas dasar fungsinya sangat penting
sehubungan dengan pembebanan modal dalam
memperhitungkan biaya usahatani. Modal berdasarkan
fungsinya dibagi dalam modal tidak tetap dan modal
tetap. Modal tidak tetap hanya dipakai dalam satu kali
proses produksi maka keseluruhan nilai modal tidak tetap
dibebankan dalam proses produksi yang bersangkutan.
Sementara modal tetap perlu diperhitungkan dahulu
karena tidak semua nilai modal tetap dibebankan pada
proses produksi.
Penggunaan modal tetap pada umumnya menyangkut
lima konsekuensi biaya, yaitu biaya bunga modal,
penyusutan, asuransi, pemeliharaan, dan komplementer.
Contoh Jenis dan bentuk konsekuensi modal tetap dapat
dilihat pada Tabel 5.1.
Tabel 5.1. Konsekuensi penggunaan traktor untuk
membajak tanah sawah
Subyek Jenis Bentuk
1. Bunga modal 1. Sewa traktor
Penggunaan 2. Penyusutan 2. Penyusutan
traktor 3. Asuransi 3. Asuransi
untuk 4. Servis atau beli
4. Pemeliharaan
membajak onderdil
tanah sawah 5. BBM, honor
5. Komplementer
operator
115
macam cara untuk memperhitungkan nilai penyusutan
sebagai berikut.
a. Garis lurus (straight-line method)
Cost = Rp 100.000
Umur ekonomis = 5 tahun
Nilai sisa = Rp 5.000
Rp 100.000 - Rp 5 .000
Penyusutan per tahun = 5 tahun
= Rp 19.000/tahun
b. Unit performance
Cost = Rp 100.000
Performance = 6.000 jam
Nilai sisa = Rp 25.000
Rp 100.000 - Rp 25 .000
Penyusutan per jam = 6.000 jam
= Rp 12,50/jam
Penyusutan :
116
5
Tahun 1 = 15 x (Rp 100.000 – Rp 25.000) = Rp
25.000
4
Tahun 2 = 15 x (Rp 100.000 – Rp 25.000) = Rp
20.000
3
Tahun 3 = 15 x (Rp 100.000 – Rp 25.000) = Rp
15.000
2
Tahun 4 = 15 x (Rp 100.000 – Rp 25.000) = Rp
10.000
1
Tahun 5 = 15 x (Rp 100.000 – Rp 25.000) = Rp 5.000
(+)
Jumlah = Rp 75.000
d. Declining balance
S A. C =
Rumus :
1−
√
n
C B.
sisa
S = nilai
Cost = Rp 100.000
Nilai sisa = Rp 25.000
Umur = 5 tahun
Perhitungannya sebagai berikut .
5 25 .000
1−
√
Penyusutan:
100 .000 x 100% = 24,2142%
117
Tahun 2 = 24,2142% x (Rp 100.000 – Rp. 24.214)
= 24,2142% x Rp 75.786 = Rp 18.351
Tahun 3 = 24,2142% x (Rp 75.786 – Rp 18.351)
= 24,2142% x Rp 57.435 = Rp 13.907
Tahun 4 = 24,2142% x (Rp 57.435 – Rp 13.907)
= 24,2142% x Rp 43.528 = Rp 10.540
Tahun 5 = 24,2142% x (Rp 43.528 – Rp 10.540)
= 24,2142% x Rp 32.988 = Rp 7.988 (+)
Jumlah = Rp 75.000
3. Alat-alat pertanian sebagai modal tetap
Berbagai alat-alat yang biasa digunakan dalam
usahatani dapat merupakan modal tetap. Alat-alat
tersebut adalah traktor, bajak, cangkul termasuk di
dalamnya adalah ternak yang digunakan untuk
menjalankan usahatani dan lain-lain.
118
apakah ternak tersebut sebagai tenaga kerja atau
sebagai modal peternakan. Jika ternak sebagai tenaga
kerja, penyusutan tidak diperhitungkan karena pada
dasarnya semakin besar ternak semakin tinggi
harganya karena adanya pertumbuhan. Dengan
demikian, yang perlu diperhitungkan hanyalah bunga,
pemeliharaan, dan komplementer. Namun apabila
ternak adalah ternak perah (diternakan) maka perlu
diperhitungkan pula penyusutan, komplementer,
pemeliharaan, bunga, dan asuransi.
Penyusutan dapat diperhitungkan mulai dari scat
sapi dibeli sampai beranak yang pertama kali hingga
sapi tua yang sudah tidak ekonomis lagi, yaitu seperti
berikut.
Penyusutan:
119
ekonomisnya. Sebagai contoh, tanaman karet penyusutan
diperhitungkan dari biaya yang dikeluarkan untuk
mengusahakan dari permulaan biaya sampai dengan
menghasilkan yang pertama kali. Contohnya sebagai
berikut.
- Biaya bibit Rp 1.000.000
- Biaya pengolahan tanah Rp 10.000.000
- pemeliharaan 6 tahun Rp 20.000.000
- Biaya lain-lain Rp 20.000.000 (+)
Jumlah Rp 51.000.000
Jumlah biaya sampai menghasilkan yang pertama kali
6 tahun) adalah sebesar Rp 51.000.000
Umur ekonomis karet = 25 tahun
Nilai sisa (kayu bakar) = Rp 1.000.000
Rp 51.000.000 - Rp 1. 000.000
Penyusutan per tahun = 25 = Rp 2.000.000
Oleh karena menggunakan metode garis lurus maka
akan diperoleh nilai yang sama tiap tahunnya. Sementara
biaya-biaya sesudah menghasilkan akan diperhitungkan
sebagai biaya operasional dan dibebankan pada masing-
masing proses produksi atau tahun yang bersangkutan.
120
dengan hak, bahan, atau bagian hasil sehingga kebutuhan
akan uang tunai sebagai modal kecil. Sebaliknya, bila
semua harus dibayar uang tunai maka kebutuhan akan
uang tunai sebagai modal besar. Jadi, besar kecilnya
kebutuhan uang tunai sebagai modal sangat tergantung
lingkungan serta kebiasaan-kebiasaan yang ada di sekitar
usahataninya.
121
3. Selokan irigasi/drainasi Meratakan tanah miring
4. Pengolahan tanah -
122
Bab 6
Manajemen Sebagai Faktor
Produksi Tidak Langsung
(Intangible)
2. Aktivitas komersial
a. Menghitung berapa dan apa saja input yang
dibutuhkan baik yang telah dipunyai maupun
yang akan dicari.
b. Menentukan kapan, dari mana, dan berapa jumlah
input yang diperoleh.
c. Meramalkan penggunaan input dan produksi yang
Buku Ajar Ilmu Usaha Tani 2019
123
akan diperoleh.
d. Menentukan pemasaran hasil, kepada siapa, di
mana, kapan, dan kualitas produksi atau hasil.
3. Aktivitas finansial
a. Mendapatkan dana dari sendiri, dari pinjaman
kredit bank atau kredit yang lain.
b. Menggunakan dana untuk memperoleh
pendapatan dan keuntungan (jangka panjang).
c. Meramalkan kebutuhan dana untuk jangka
panjang yang akan datang (investasi untuk
penggantian alat-alat atau perluasan usaha).
4. Aktivitas akuntansi
a. Membuat catatan tentang semua transaksi baik
bisnis maupun pajak.
b. Membuat laporan.
c. Menyimpan data tentang usahanya.
124
Osburn dkk. (1978) menyatakan bahwa manajemen
terdiri atas tiga hal yang saling berkaitan, yaitu
manajemen sebagai suatu pekerjaan, manajemen sebagai
sumber daya, dan manajemen sebagai prosediy. Jika
manajemen sebagai suatu pekerjaan maka petani harus
dapat menjabarkan dan merealisasikan ide atau buah
pikirannya dalam mengelola usahataninya sehingga
berhasil seperti yang dia inginkan. Untuk itu, petani
harus melalui semua fungsi-fungsi manajemen sebagai
proses yang meliputi perencanaan, pengorganisasian,
pengawasan, komunikasi, dan sebagainya. Dengan
demikian, segala kegiatan dalam usahataninya terarah
pada satu tujuan yang paling menguntungkan bagi petani.
Manajemen sebagai sumber daya juga sangat penting
karena sangat menentukan keberhasilan suatu usaha.
Sebagai contoh, dua orang petani dengan luas lahan dan
kondisi yang sama, pada saat yang sama dapat diperoleh
hasil yang berbeda. Hal ini karena ditentukan oleh
pengelolaan yang berbeda. Manajemen atau pengelolaan
yang baik dan benar akan memberikan hasil yang lebih
baik pula. Dengan demikian, manajemen dapat dikatakan
sebagai faktor produksi yang tidak kentara atau tidak
dapat diperhitungkan dengan pasti (the intangible part
ofproduction).
Jumlah produksi dan keberhasilan suatu usahatani
tergantung pada siapa pengelolanya. Seseorang dengan
kreativitas tinggi akan lebih mampu mengelola usahatani
dengan baik. Dengan kata lain, manajemen sebagai
sumber daya sangat dipengaruhi oleh "human capital"
pengelola usahatani tersebut yang pada akhirnya akan
menentukan keberhasilan suatu usahatani.
Buku Ajar Ilmu Usaha Tani 2019
125
Walaupun sangat sulit untuk diukur bahkan
dikuantifikasikan, tetapi Osburn dkk. (1978) berusaha
menunjukkan bahwa masing-masing pengelola usahatani
mempunyai seni (art) dan pengetahuan serta
keterampilan sendiri-sendiri dalam mengelola
usahataninya. Gambaran hasil perbedaan pengolahan
oleh manajer terhadap output atau hasil dapat dilihat pada
Gambar 6.1. Gambar tersebut menunjukkan bahwa
kemampuan dalam memikirkan permasalahan yang
berbeda, pengambilan keputusan yang berbeda, dan
tindakan yang berbeda akan menghasilkan produksi yang
berbeda pula, meskipun faktor produksi yang lain sama.
Hal ini jelas bahwa manajemen yang baik dan repot
mampu meningkatkan produksi.
Modal (Rp)
Gambar 6.1. Perbedaan produksi akibat dari perbedaan pengelolaan
(faktor produksi yang lain sama).
126
petani terutama dalam hal pemecahan masalah. Petani
sebagai manajer harus benar-benar menguasai masalah
yang timbul dalam usahataninya. Untuk mengetahui dan
memecahkan masalah tersebut, ada beberapa tahapan
yang harus dilalui seorang petani sebagai manajer.
Pertama, harus benar-benar tahu apa akar
permasalahannya dan bukan hanya gelala atau
kenampakan sesaat saja. Kedua, petani harus
mengumpulkan data dan fakta yang ada. Ketiga, petani
harus mampu mengevaluasi dan menemukan alternatif
pemecahan masalah. Keempat, sebagai manajer, seorang
petani harus mampu mengambil keputusan untuk
bertindak mengatasi permasalahan yang timbul tersebut.
Keberhasilan usahatani dimulai dari awal yaitu
penentuan tujuan dan harapan yang diinginkan karena
segala kegiatan harus mengarah pada tujuan-tujuan
tersebut. Namun demikian, sering kali petani karena
kesibukannya tidak menganggap penting penentuan
tujuan. Mereka menganggap mengelola usahatani adalah
kewajiban dan pekerjaan sehari-hari yang dari dulu
hingga saat ini hanya begitu-begitu saja, tidak berubah
dan tanpa tujuan yang pasti. Dengan demikian, untuk
mengukur keberhasilan di kemudian hari akan
mengalami kesulitan. Padahal, jika tujuannya jelas maka
dapat mengarahkan dan mengambil keputusan dengan
segala kegiatan usahataninya.
Di samping tidak jelas tujuannya, pada umumnya
petani tidak menguasai permasalahan atau kondisi yang
dia hadapi sehingga merasa keblingungan jika terjadi
perubahan kondisi. Sebagai akibatnya, petani tidak dapat
meraih atau menangkap peluang yang ada. Kemampuan
Buku Ajar Ilmu Usaha Tani 2019
127
mendeteksi permasalahan utama yang harus diperhatikan
terlebih dahulu masih sangat rendah. Keadaan ini sangat
berhubungan dengan managerial skills atau human
capitals yang rendah sehingga sering kali petani
dikatakan ketinggalan. Dengan kata lain, untuk meraih
keberhasilan usahatani sangat ditentukan oleh
pengambilan keputusan yang berdasar pada tujuan-tujuan
usahatani, permasalahan serta kondisi yang jelas, fakta
dan data yang aktual, serta analisis yang tepat dan akurat.
Kemampuan, pengetahuan keterampilan, dan
pengalaman petani yang memadai sangat diperlukan dan
sangat menentukan keberhasilan usahataninya.
128
Bab 7
Prinsip Ekonomi dan Aplikasinya
129
c. Mengolah dan menganalisis.
d. Menemukan beberapa alternatif.
e. Menentukan cara pemecahan yang terbaik.
f. Memperoleh hipotesis, dicoba, dievaluasi,
kemudian diputuskan
Apakah cara pemecahan tersebut dapat dilaksanakan
atau tidak. Kesulitan-kesulitan dalam mengambil
keputusan dikarenakan beberapa hal seperti berikut.
1. Kurang pengetahuan mengenai perubahan harga baik
harga faktor produksi maupun produksinya.
2. Kurang pengetahuan mengenai teknologi mutakhir,
misalnya dosis, cara pemberian, dan kapan harus
dilaksanakan.
3. Kurang pengetahuan mengenai pemasaran misalnya
waktu, cara penjualan, di mana harus dijual, grading,
dan angkutan.
4. Kurang pengetahuan mengenai :
a. Pembiayaan: jangka pendek atau operasional,
seperti adanya kredit KUT (Kredit Usaha Tani).
b. Jangka panjang, misalnya bagaimana mencari
bantuan untuk peremajaan tanaman keras, kurang
pengetahuan mengenai pengelolaan.
5. Kurang pendapatan, serta kurang pengetahuan
mengenai:
a. Factor product relationship,
b. Factor-factor relationship,
c. Product-product relationship,
d. Time relationship.
130
memanfaatkan segala kesempatan yang ada. Di samping
bimbingan yang diarahkan agar alternatif-alternatif yang
dipilih secara teknis dapat dilaksanakan dan secara
ekonomis paling menguntungkan.
A. Prinsip Ekonomi
Dalam proses produksi terkandung hubungan antara
tingkat penggunaan faktor-faktor produksi dengan
produk atau hasil yang akan diperoleh. Hal ini disebut
dengan hubungan antara input dengan output. Di
samping itu dalam menghasilkan suatu produk dapat pula
dipengaruhi oleh produk yang lain, bahkan untuk
menghasilkan produk tertentu dapat digunakan input
yang satu maupun input yang lain.
Pengetahuan tentang ilmu ekonomi dapat
memberikan dasar untuk perencanaan usahatani dan
pemilihan alternatif usaha. Konsep marjinalitas dapat
menjelaskan besarnya perubahan akibat perubahan satu
satuan faktor tertentu sehingga konsep ini banyak
digunakan. Prinsip-prinsip ekonomi tersebut dapat
diterapkan secara luas sebab dapat menjelaskan
hubungan-hubungan (relationshiop) yang dapat
menyelesaikan masalah mengenai berbagai upaya
perbaikan usahatani dan profitabilitas.
B. Factor-Product Relationship
Factor-Product Relationship menerangkan hubungan
antara produksi dan satu faktor produksi variabel yang
disebut sebagai fungsi produksi. Gambar 7.1
menggambarkan fungsi produksi hubungan antara satu
output dan satu input. Dari fungsi ini dapat digambarkan
pula Marginal Product (MP) dan Average Product (AP).
Buku Ajar Ilmu Usaha Tani 2019
131
Yang disebut MP adalah tambahan produksi per kesatuan
tambahan input, sedangkan AP adalah produksi per
kesatuan input.
TP = y = f (x)
dy
MP = dx = f’
(x)
TP
AP = x =
MP
Gambar 7.1. Hubungan antara faktor produksi x
dengan jumlah produksi y
132
maximum dan MP=0, dan III di sebelah kanan MP=0
(MP >0). Daerah I dan III disebut daerah tidak rasional,
karena hanya manajer (petani ) yang tidak rasional akan
beroperasi pada tingkat ini.
Hubungan antara suatu faktor produksi (variabel)
dengan produk yang dihasilkan dapat berbentuk:
1) Kenaikan produksi (output) tetap (constant returns),
jika penambahan satu satuan faktor produksi (input)
menyebabkan kenaikan hasil yang tetap.
2) Kenaikan output bertambah (increasing returns), jika
penambahan satu satuan input menyebabkan
kenaikan hasil yang senantiasa bertambah.
3) Kenaikan output berkurang (decreasing returns), jika
penambahan satu satuan input menyebabkan
kenaikan hasil yang senantiasa berkurang.
4) Kombinasi dari kenaikan output bertambah dan
kenaikan input berkurang.
133
teknis kemudian dianalisis secara ekonomis dengan
tujuan titik optimum. Titik optimum atau titik rentabilitas
adalah suatu keadaan yang memberikan keuntungan
tertinggi. Titik tersebut dicapai pada saat produk marjinal
sama dengan perbandingan harga faktor produksi dengan
harga produk atau pada saat nilai produk marjinal sama
dengan harga faktor produksi.
Produk marjinal adalah tambahan hasil per kesatuan
tambahan faktor produksi. Nilai hasil marjinal adalah
tambahan penerimaan per kesatuan tambahan faktor
produksi. Berikut adalah contoh menghitung titik
optimum.
1. Contoh antara y (produksi) dan x (faktor produksi)
Diketahui : harga y (Py) = Rp 10.000/unit
harga x (Px) = Rp 7.000/unit
Maka titik optimum pemakaian faktor produksi x
adalah sekitar 3,5-4 unit.
2. Berdasarkan data berikut.
Tabel 7.1. Hubungan faktor produksi (x) dengan
produksi (y)
x Y Δx Δy MP= Nilai Δy/Δx
(unit) (unit) (unit) (unit) Δy/Δx (Rp)
0 20
0,5 30 0,5 10 20 200.000
1 35 0,5 5 10 100.000
1,5 38 0,5 3 6 60.000
2 40 0,5 2 4 40.000
2,5 41 0,5 1 2 20.000
3 41,7 0,5 0,7 1,4 14.000
3,5 42,2 0,5 0,5 1 10.000
134
4 42,5 0,5 0,3 0,6 6.000
4,5 42,7 0,5 0,2 0,4 4.000
5 42,8 0,5 0,l 0,2 2.000
Px Rp 7 .000
Titik optimum: Δy/Δx = Py = Rp 10.000 = 0,7
Nilai Δy/Δx = Px = Rp 7.000
3. Hubungan antara y (hasil) dan x (faktor produksi)
Diketahui : Py = Rp 25/unit; Px = Rp 200/unit
Titik optimum dicapai pada saat pemakaian faktor
produksi x sekitar 2,5 s/d 3 unit.
135
harga, baik harga faktor produksi maupun harga
produknya.
Sebagai contoh :
I II
Py = Rp 5.000/kg Py = Rp 5.000/kg
Px = Rp 80/kg Px = Rp 160/kg
136
Px Rp 160
II. Titik optimum : Δy/Δx = Py = Rp 5 .000 =
0,032
Nilai Δy/Δx = harga x = Rp 160
C. Factor-Factor Relationship
Hubungan faktor-faktor (factor-factor relationship)
adalah hubungan antara faktor produksi yang satu dengan
faktor produksi yang lainnya. Untuk memperoleh suatu
produksi petani dapat menggunakan bermacam-macam
faktor produksi dalam berbagai kombinasinya. Dari
berbagai kombinasi tersebut harus dipilih kombinasi
yang akan memberikan keuntungan tertinggi.
Hubungan antara faktor produksi satu dengan yang
lainnya bila ditinjau dari segi daya subtitusinya dapat
dibagi menjadi tiga golongan, yakni :
1. Hubungan dengan daya subtitusi tetap, yakni bila
penambahan faktor produksi yang satu akan
menyebabkan pengurangan faktor produksi yang lain
dalam jumlah yang tetap dan jumlah produk yang
dihasilkan tidak berubah.
2. Hubungan komplementer yaitu apabila pemakaian
Buku Ajar Ilmu Usaha Tani 2019
137
faktor produksi yang satu lebih besar dari seharusnya
tidak akan mempengaruhi produk yang dihasilkan.
3. Hubungan dengan daya subtitusi berkurang, yakni
bila salah satu faktor produksi dapat mensubtitusi
faktor produksi yang lainnya, tetapi jumlah yang
dapat disubtitusi tersebut semakin lama menjadi
semakin kecil.
138
MP1 Px1
MRTS = MP 2 = Px 2
Sebagai contoh adalah antara tenaga ternak dan
traktor dalam pengolahan tanah.
Dengan produk yang telah tertentu petani harus
memiliki kombinasi pemakaian faktor produksi yang
akan memberikan keuntungan tertinggi. Kombinasi
optimum tersebut dicapai bila:
x2. Px2 = xl-Pxl
Δx 2
Δx 1 = daya subtitusi x terhadap 1
x2
AxI
Δx2 Px 1 Px 1
Δx 1 = Px2 → Px2 = perbandingan harga x1 terhadap
harga x2
Contoh kasus:
Untuk memperoleh produksi y sebesar 20 unit
digunakan faktor produksi x1 dan x2 dalam berbagai
kombinasi. Bila diketahui harga x1 = Px1 = Rp 100/unit
dan harga x2 = Px2 = Rp 400/unit, pada saat pemakaian x1
dan x2 berapa dicapai kombinasi optimum?
Δx2 Px 1
Rp 100
Kombinasi optimum =
Δx1 =
Px2 = Rp 400 =0,25
Yaitu pada pemakaian:
x1 antara 75 - 100 unit
x1 antara 67 - 62 unit
Buku Ajar Ilmu Usaha Tani 2019
139
Tabel 7.4 Hubungan Faktor Produksi (X I) Dengan
Faktor Produksi (X2)
x1 Δx1 x2 Δx2 y
Δx2/Δx1
(unit) (unit) (unit) (unit) (unit)
0 100 20
25 25 85 15 0,6 20
50 25 75 10 0,4 20
75 25 67 8 0,32 20
100 25 62 5 0.2 20
125 25 59 3 0,12 20
150 25 58 1 0,04 20
Pada umumnya faktor-faktor produksi yang
harganya tinggi akan memberikan hasil yang tinggi dan
sebaliknya yang harganya rendah akan memberikan hasil
yang rendah pula. Masalahnya bagaimana kalau faktor
produksi yang bermutu tinggi tersebut harganya naik
sehingga sulit dijangkau oleh petani. Apakah dapat
dibenarkan jika diganti dengan faktor produksi lainnya,
walaupun tidak setinggi faktor produksi semula? Yang
perlu diingat adalah hukum subtitusi bahwa "subtitusi
harus dihentikan pada saat kerugian teknis akibat barang
subtitusi tersebut menghilangkan keuntungan yang
diperoleh karena harganya yang lebih rendah", jadi
pertimbangannya juga ekonomis.
Sebagai contoh:
1. Makanan ayam jenis A kualitasnya tinggi, jika
diberikan akan menyebabkan pertumbuhan yang
baik, jumlah telur yang dihasilkan 25 butir per bulan
Buku Ajar Ilmu Usaha Tani 2019
140
per ayam.
2. Makanan ayam jenis B kualitasnya rendah, jika
diberikan pada ayam akan memberikan telur 12 butir
per bulan per ayam.
Jika makanan jenis A naik harganya dari Rp
7.500/ayam/bulan menjadi Rp 10.000/ayam/bulan dan
makanan jenis B harganya Rp 5.000/ayam/ bulan,
tindakan apa yang harus dilakukan petani agar
keuntungan maksimum? Dari beberapa kombinasi yang
ada, ternyata kombinasi ½A + ½B yang paling baik,
memberikan keuntungan Rp 3.000/ayam/bulan. Jika
dilihat memang ada penurunan biaya per ayam per bulan.
Yang perlu diperhatikan adalah selama pengurangan
pendapatan lebih kecil dari pada pengurangan biaya
maka subtitusi masih dapat dilakukan. Data tersaji
sebagai berikut.
141
D. Product-Product Relationship
Product-product relationship adalah hubungan antara
produksi yang satu dengan produksi yang lainnya. Dalam
praktiknya suatu usaha sering menghasilkan lebih dari
satu macam produk, sebagai contoh usaha peternakan
menghasilkan daging dan susu, pertanian menghasilkan
padi, jagung, kacang tanah, dan sebagainya. Faktor
produksi yang dipergunakan untuk menghasilkan
produksi-produksi tersebut antara lain modal. Sebagai
contoh, sebagian digunakan untuk produksi daging,
sebagian lainnya untuk produksi susu atau mentega,
demikian juga tanah dan tenaga kerja.
Jika faktor produksi yang sama dipergunakan untuk
menghsailkan dua macam produk maka dapat dituliskan
dalam bentuk fungsi:
y 1 = f (x l /x 2 , x 3 ,.....xn)
y2 = f (xl/x2, x3,.......xn)
142
diperluas sehingga yang untuk kacang tanah
menjadi lebih sempit.
Ada beberapa kemungkinan hubungan antar
produk yaitu sebagai berikut.
1. Joint products, yaitu hubungan antara dua
macam produk yang selalu dihasilkan bersama-
sama, misalnya kapas dan bijinya, domba dan
woolnya, daging babi dan lemaknya. Antara
kedua produk tersebut tidak terdapat daya
desak. Dalam batas tertentu sejumlah produk
pertama selalu diikuti oleh produk kedua yang
telah tertentu jumlahnya. Dalam praktiknya hal
seperti ini dianggap sebagai satu produk saja
hingga pengambilan keputusan didasarkan atas
anggapan tersebut.
2. Complementary product, yaitu apabila kenaikan
produk yang satu diikuti oleh kenaikan produk
lainnya dengan pemakaian unsur produksi
tertentu, sehingga daya desak y 1 terhadap y 2
selalu bertanda positif. Sebagai contoh dalam
pertanian pergiliran tanaman biji-bijian dan 0
tanaman leguminosa tetapi haruslah diingat
bahwa sifat komplementer tersebut baru akan
terlihat dalam jangka waktu beberapa tahun.
Dalam jangka waktu satu periode produksi, biji-
bijian dan leguminosa merupakan produk
bersaing yaitu kenaikan produk yang satu
diikuti oleh penurunan yang lain. Pada
hubungan komplementer ini tidak ada persoalan
tentang kombinasi optimum kedua produk
tersebut. Gambar 7.3 menggambarkan hubungan
Buku Ajar Ilmu Usaha Tani 2019
143
komplementer.
144
Gambar 7.4. Kurva Hubungan
suplementer
145
Dalam competitive product ini, daya desak y1 terhadap y2
selalu bertanda negatif. Hal ini disebabakan adanya
beberapa kemungkinan, yakni produk bersaing dengan
daya desak tetap yaitu besarnya y2/y1 pada tiap kombinasi
y1 dan y2 selalu tetap. Sebagai contoh adalah dua varietas
tanaman biji-bijian yang sama (padi dan jagung):
a. Produk bersaing dengan daya desak yang harga
mutlaknya semakin mengecil yaitu besarnya:
Δy 2
| |
Δy1 makin kecil
b. Produk bersaing dengan dava desak yang harga
mutlaknya semakin membesar yaitu besarnya:
Δy 2
| |
Δy1 makin besar
Jika seorang pengusaha mengusahakan dua produk
atau lebih maka yang dihadapi adalah bagaimana cara
mengombinasikan produk-produk yang dihasilkan agar
tercapai keuntungan yang maksimum. Keuntungan akan
Δy2 Py 2
146
Pada produk komplementer tidak ada persoalan
kombinasi optimum karena selama keadaan
komplementer masih berlangsung, produk yang satu
masih terus dapat ditambah dan secara otomatis diikuti
oleh penambahan produk kedua.
Pada produk suplementer tidak ada persoalan
kombinasi optimum karena selama keadaan suplementer
masih berlangsung, produk yang satu masih terus dapat
ditambah dan tidak akan mempengaruhi produk kedua.
Pada produk bersaing dengan daya desak tetap tidak ada
persoalan kombinasi optimum. Jika diinginkan
pendapatan maksimum, akan hanya ada satu produk yang
harus dihasilkan, tergantung pada biaya produksi dan
harga masing-masing varietas tersebut. Titik optimum
jika MRPT lama dengan perbandingan harga masing-
masing produksi.
Py 2
MRPT = Py1
Pada Gambar 7.5 digambarkan hubungan dua macam
produksi yang bersifat kompetitif dalam arti kenaikan
produksi yang ang satu akan diikuti pcnurunan produksi
yang lain. Pada hubungan yang bersifat kompetitif maka
daya desaknya akan bertanda negatif. Sebagai contoh,
seorang pengusaha mempunyai 30 unit faktor produksi x
untuk menghasilkan y1 (produk 1) dan y2 (produk 2).
pengusaha tersebut dapat mengombinasikan pemakaian
30 unit tersebut dalam berbagai kombinasi. Tiap-tiap
kombinasi faktor produksi tersebut akan menghasilkan
kombinasi y1 dan y2 yang berbeda-beda. Faktor produksi
tersebut dapat juga hanya untuk menghasilkan y1 saja
Buku Ajar Ilmu Usaha Tani 2019
147
Δy2
148
2. Seorang peternak mempunyai modal tertentu yaitu
kelipatan dari Rp 10.000.000. Pada waktu yang sama
ada tiga macam pilihan yaitu modal tersebut
ditambahkan pada peternakan ayam, babi, atau sapi.
Yang perlu dipikirkan adalah mencari kombinasi
yang akan memberikan hasil paling tinggi.
Data tersaji sebagai berikut.
E. Time Relationship
Yang dimaksud dengan time relationship adalah
hubungan antara waktu dengan faktor produksi maupun
dengan produksinya. Contohnya hubungan waktu dengan
penggunaan pupuk. Oleh karena adanya dosis per
kesatuan luas, maka kapan diberikan dan berapa kali
pemberian akan berpengaruh pada jumlah produk yang
dihasilkan. Dengan demikian, rekomendasi pemupukan
pasti lengkap meliputi dosis, cara pemberian, saat
Buku Ajar Ilmu Usaha Tani 2019
149
pemberian, dan frekuensi pemberian dengan harapan
apabila tepat dapat diperoleh manfaat yang maksimal.
Contoh lain hubungan waktu dan produksi misalnya
dengan pengaturan dan teknologi maka sudah dapat
direncanakan kapan panen agar petani memperoleh
keuntungan yang tinggi. Dengan membagi lahan/blok-
blok pertanaman maka petani dapat panen sepanjang
tahun dan menghindari panen raya yang biasanya
merugikan petani. Misalnya, produk apel dan nanas yang
dapat panen sepanjang tahun.
Di samping pengaturan kapan tanam, panen, dan
sebagainya, yang tidak kalah penting adalah kapan hasil ,
dijual, dimana, kepada siapa, berapa bagian, juga akan
menentukan pendapatan petani. Petani biasanya menjual
hasil pada saat panen raya sehingga harga rendah,
pendapatan rendah pula. Dengan cara menyimpan
dahulu, menunggu harga baik akan diperoleh pendapatan
yang lebih tinggi pula. Namun demikian, permasalahan-
nya adalah kebutuhan akan uang tunai yang sangat
mendesak menyebabkan petani menjual saat panen dan
bahkan dengan cara "ijon" atau "tebasan". Tabel 7.8
menggambarkan hubungan antara waktu dan harga hasil
usahatani.
Tabel 7.8. Hubungan Antara Waktu Dan Tempat
Dengan Harga Hasil Usahatani
N Tempat Harga (Rp/kg)
o. Penjualan Wakes I 2 3 Dst.
1 Pasar Desa Panen
800 Mingg Mingg Ming
900 1.000 1.100 ......
2 Pasar Kecamatan 850 950 1.050 1.150 ......
3 Pasar Kabupaten 900 1.000 1.100 1.200 ......
Buku Ajar Ilmu Usaha Tani 2019
150
Permasalahan seperti contoh tersebut sebenarnya
dapat diatasi dengan cara keria sama membentuk
kelompok, koperasi unit desa (KUD) atau bekerja sama
dengan lembaga lain. Caranya petani menunjukkan
produksinya sebagai jaminan maka petani akan
memperoleh pinjaman uang tunai saat itu juga. Titipan-
titipan petani pada lembaga-lembaga tersebut dikelola,
menunggu saat tepat (harga baik) baru dijual. Hasil
penjualan dikurangi dengan pengembalian pinjaman
petani, biaya kerusakan dan penyusutan produksi, biaya
bunga dan administrasi, lalu sisanya diberikan kepada
petani. Dengan demikian, petani memperoleh tambahan
pendapatan dan teratasi masalah keuangan saat petani
membutuhkan.
Mekanisme tersebut sudah banyak ditangani oleh
KUD namun permasalahannya sangat kompleks
mengingat bahwa :
1) petani sangat banyak, produksinya dalam jumlah
kecil-kecil sehingga tidak efisien administrasinya;
2) mutunya sangat bervariasi sehingga susah dalam
menentukan harga;
3) saat panen yang tidak bersamaan sehingga harus siap
setiap waktu;
4) dibutuhkan modal/uang tunai yang sangat besar dan
siap setiap waktu.
Petani sebagai manajer dalam pengambilan keputusan
harus selalu mempertimbangkan bahwa alternatif yang
diperoleh:
1. Secara teknis memungkinkan, artinya bahwa segala
sarana dan prasarana dapat diadakan. Misal, memilih
tanam tembakau maka bibitnya harus ada, varietasnya
Buku Ajar Ilmu Usaha Tani 2019
151
cocok, iklimnya cocok dan peralatannya tersedia.
2. Secara sosial memungkinkan, artinya bahwa
lingkungan masyarakat dapat menerima dan tidak
dilarang pemerintah. Misalnya, memilih tanam ganja
yang untungnya tinggi jelas tidak mungkin,
mengusahakan ternak babi di lingkungan masyarakat
muslim juga jelas tidak mungkin.
3. Secara ekonomi menguntungkan, artinya bahwa akan
memberikan manfaat/menguntungkan jika nilai
tambahan faktor produksi yang diberikan lebih kecil
dari nilai tambahan produksi yang diperoleh akibat
dari penambahan faktor produksi tersebut (Ax <Ay).
Sebagai contoh, usahatani tembakau di Kabupaten
Bantul seluas 0,1 ha (Suratiyah, 2003). Contoh
analisis yang dilakukan petani dengan data sebagai
berikut (Tabel 7.9).
152
Tabel 7.9. Analisis Usahatani Tembakau Di
Kabupaten Bantul Tahun 2003
Dengan
Tanpa Pupuk
No. Uraian Pupuk Selisih
Organik
Organik
153
Bab 8
Biaya dan Pendapatan dalam
Usahatani
A. Fungsi Biaya
Fungsi biaya menggambarkan hubungan antara
besarnya biaya dengan tingkat produksi (Gambar 8.1.)
154
a) yang digambarkan dengan garis TC (total cost).
155
Berikut adalah contoh biaya usahatani di Kabupaten
Tebo pada tahun 2003.
Tabel 8.1. Biaya Usahatani Tahun 2003 Di Kabupaten
Tebo Dengan Luas Lahan 0,1 Hektar
Biaya (Rp)
Produksi Biaya
No Komoditi Biaya Tetap Rata-rata Rata-rata Total Biaya
(kg) Variabel
(FC) (AFC) (AVC) (TC)
(VC)
Padi sawah
1. 639,26 33.333 52,39 366.100 636,33 399.433
(MK 1)
1. Pendekatan nominal
Pendekatan nominal tanpa memperhitungkan nilai
uang menurut waktu (time value of money) tetapi yang
dipakai adalah harga yang berlaku, sehingga dapat
langsung dihitung jumlah pengeluaran dan jumlah
Penerimaan dalam suatu periode proses produksi.
Formula menghitung pendapatan nominal adalah sebagai
berikut :
156
Penerimaan – Biaya Total = Pendapatan
Penerimaan = Py.Y
Py = Harga produksi (Rp./kg)
Y = Jumlah produksi (kg)
Biaya total = Biaya tetap + Biaya
variabel
(TC) = (FC) + (VC)
Tabel 8.2 adalah contoh kasus usahatani dalam
menghitung pendapatan nominal. Usahatani kacang tanah
seluas 0,1 ha dalam satu musim tanam 4 bulan), biaya-
biaya yang dikeluarkan, dan penerimaan tersaji sebagai
berikut.
Tabel 8.2 Biaya, Penerimaan, dan Pendapatan Satu
Periode Usahatani Kacang Tanah di
Kabupaten Bantul 0,1 Hektar
Bulan (Rp)
No. Uraian
1 2 3 4 Total
1. Pengeluaran 290.725 75.000 75.000 152.000 592.725
2. Penerimaan - - - - 1.300.830
3. Pendapatan 708.105
Sumber: Suratiyah, dkk., 2003 (diolah)
157
bunga. Untuk mengatasi kelemahan tersebut dapat
digunakan pendekatan yang memperhatikan nilai uang
yaitu future value approach dan present value approach.
Jika dipakai nilai uang atau time value of money maka
besarnya tingkat bunga akan berpengaruh pada nilai uang
terkait dengan waktu. Contoh perhitungannya adalah
sebagai berikut:
a. Metode present value
1 1
PV = (1 + i )t → Po = Pt (1 + i )t gunakan discounting
tables
b. Metode future value
FV = (1 + i)t → Pt = Po (1 + i)t gunakan coumpounding tables
158
2. Pendekatan future value
Pendekatan ini memperhitungkan semua pengeluaran
dalam proses produksi dibawa ke nanti pada saat panen
atau saat akhir proses produksi sebagai berikut:
Bulan ke 1 2 3 4
1
1,01 x
x
1,02 x
1,03 x
b. Penerimaan :
Bulan 4 : Rp. 1.300.830 x 1,00 = Rp. 1.300.830
c. Pendapatan :
Bulan 4 : Penerimaan - Biaya = Rp. 697.133
Buku Ajar Ilmu Usaha Tani 2019
159
Dengan bunga 2%:
a. Pengeluaran :
Bulan 1 : Rp. 290.725 x 1,082 = Rp. 314.564
Bulan 2 : Rp. 75.000 x 1,061 = Rp. 79.575
Bulan 3 : Rp. 75.000 x 1,040 = Rp. 78.000
Bulan 4 : Rp. 152.000 x 1,020 = Rp. 155.040 J.
Total bulan 4 = Rp. 627.179
b. Penerimaan :
Bulan 4 : Rp. 1.300.830 x 1,020 = Rp. 1.326.846
c. Pendapatan :
Bulan 4 : Penerimaan - Biaya = Rp. 699.667
Bulan ke 1 2 3 4
1
x
x
0,99
x
0,98
x
Buku Ajar Ilmu Usaha Tani 2019 0,97
160
Sebagai contoh usahatani kacang tanah di Kabupaten
Bantul (Tabel 8.2) dengan bunga 2% (lihat discounting
tables).
Dengan bunga 2%:
a. Pengeluaran :
Bulan 1 : Rp. 290.725 x 0,98 = Rp. 284.910
Bulan 2 : Rp. 75.000 x 0,961 = Rp. 72.075
Bulan 3 : Rp. 75.000 x 0,942 = Rp. 70.650
Bulan 4 : Rp. 152.000 x 0,923 = Rp. 140.296 K.
Total Sekarang = Rp. 567.931
b. Penerimaan :
Bulan 4 : Rp. 1.300.830 x 0,923 = Rp. 1.200.666
c. Pendapatan :
Sekarang : Penerimaan - Biaya = Rp. 632.734
161
C. Cara Memperhitungkan Pendapatan
Menurut Hadisapoetro (1973) untuk
memperhitungkan biaya dan pendapatan dalam usahatani
diperlukan beberapa pengertian sebagai berikut.
1. Pendapatan kotor atau penerimaan
Adalah seluruh pendapatan yang diperoleh dari
usahatani selama satu periode diperhitungkan dari hasil
penjualan atau penaksiran kembali (Rp).
Pendapatan kotor = Jumlah produksi x Harga per kesatuan
(Y) x (Py)
a. Biaya alat-alat luar
Merupakan semua korbanan yang dipergunakan
untuk menghasilkan pendapatan kotor kecuali upah
tenaga keluarga, bunga seluruh aktiva yang
dipergunakan dan biaya untuk kegiatan si pengusaha
sendiri (Rp). Biaya = biaya saprodi + biaya tenaga
kerja luar + biaya lain-lain yang berupa pajak (PBB),
iuran air, selamatan, penyusutan alat-alat.
b. Biaya mengusahakan
Merupakan biaya alat-alat luar ditambah upah tenaga
keluarga sendiri diperhitungkan berdasar upah pada
umumnya (Rp).
c. Biaya menghasilkan
Merupakan biaya mengusahakan ditambah bunga dari
aktiva yang dipergunakan dalam usahatani.
d. Pendapatan bersih
Adalah selisih dari pendapatan kotor dengan biaya
mengusahakan. (Rp)
e. Pendapatan petani
Meliputi upah tenaga keluarga sendiri, upah petani
Buku Ajar Ilmu Usaha Tani 2019
162
sebagai manajer, bunga modal sendiri, dan
keuntungan. Atau pendapatan kotor dikurangi biaya
alat-alat luar dan bunga modal luar (Rp).
f. Pendapatan tenaga keluarga
Merupakan selisih dari pendapatan petani dikurangi
dengan bunga modal sendiri (Rp/jam kerja orang).
g. Keuntungan atau kerugian petani
Merupakan selisih dari pendapatan petani dikurangi
dengan upah keluarga dan bunga modal sendiri (Rp).
163
Tabel 8.3. Perhitungan Biaya Dan Pendapatan Tahun
2005
No. Keterangan Nilai (Rp)
I Modal investasi:
a. Tanah (0,1 ha sawah + 0,18 Pekarangan) 10.000.000
b. Bangunan 9.000.000
c. Alat-alat + 1.000.000
Jumlah 20.000.000
2. Penerimaan:
a. Hasil penjualan:
(1) Gabah (MH + MK 1) 1.393.670
(2) Kacang tanah (MK 11) 1.727.096
(3) Hijauan (rendeng) 188.760
(4) Telur 158.400
(5) Ayam 132.000
(6) Ikan 654.652
(7) Tanaman tahunan + 3.620.415
Jumlah 7.864.993
b. Dipergunakan sendiri:
(1) Gabah 465.000
(2) Telur 100.000
(3) Ayam 100.000
(4) Ikan 150.000
(5) Tanaman tahunan + 1.206.805
Jumlah 2.021.805
c. Kenaikan nilai investasi tanah 1.000.000
Total penerimaan, pendapatan kotor (a+b+c) (I) 10.886.798
3. Biaya alat-alat luar:
a. Benih, bibit 189.680
b. Pestisida 43.145
c. Pupuk 703.060
d. Makanan ikan 268.200
e. Perbaikan alat-alat 20.550
f. Upah tenaga kerja luar 713.160
g. Lain-lain (iuran air, selamatan, PBB, Penyusutan) + 106.500
Jumlah (II) 2.044.830
164
4. Bunga kredit
12% x Rp 2.044.830 (III) + 245.380
5. Biaya menghasilkan (IV) 2.290.210
6. Pendapatan petani (I - 11 - 111) (V) 8.596.588
7. Bunga investasi, bungs modal sendiri
12% x Rp 20.000.000 (VI) 240.000
8. Pendapatan tenaga kerja keluarga (V -VI) (VII) 8.356.588
9. Jumlah tenaga kerja keluarga yang dicurahkan 468 HKO 17.865/HKO
Pendapatan per HKO:
Rp. 8.356.588
486 HKO
=Rp. 17.865/HKO
*) diolah dari Suratiyah, dkk. (2003) dan Widagdo (1998)
165
Usahatani keluarga (family farms) bertujuan akhir
pendapatan petani, sehingga apabila pendapatan masih
positif maka usahatani masih berjalan terus. Hal ini
disebabkan petani tidak mungkin mogok kerja. Petani
pada umumnya sulit memasuki dunia kerja yang serba
teratur waktunya dan diperintah oleh orang lain.
Bagaimana pun petani adalah tuan di atas lahan
garapannya, tidak dapat dan tidak terbiasa diperintah
maupun diatur pihak lain.
Inilah uniknya perhitungan dengan memakai
pendekatan pendapatan petani karena sepanjang semua
normal pendapatan petani pasti positif sehingga dapat
dan mudah diterima. Sebaliknya, jika pendekatan keun-
tungan maka belum tentu posistif (rugi), meskipun
demikian kenyataannya usahatani tetap jalan terus.
166
semakin baik dalam mengelola usahataninya. Namun di
sisi lain semakin tua semakin menurun kemampuan
fisiknya sehingga semakin memerlukan bantuan tenaga
kerja, baik dalam keluarga maupun dari luar keluarga.
Pendidikan, terutama pendidikan non-formal, misalnya
kursus kelompok tam, penyuluhan, demplot, studi
banding, dan pertemuan selapanan (35 hari sekali di
Jawa) akan membuka cakrawala petani, menambah
ketrampilan dan pengalaman petani dalam mengelola
usahataninya. Hal ini sangat diperlukan mengingat
sebagian besar petani berpendidikan formal rendah.
167
berlaku seperti ini. Ada pekerjaan atau kegiatan tertentu
mengejar waktu sehubungan dengan iklim maka harus
meminta bantuan tenaga kerja luar yang berarti harus
mengeluarkan biaya.
Petani lahan sempit dengan tenaga kerja keluarga yang
tersedia, dapat menyelesaikan pekerjaan ushataninya tanpa
menggunakan tenaga kerja luar yang diupah. Dengan
demikian, biaya per usahatani menjadi rendah. Namun jika
lahan garapan lebih luas belum tentu tenaga kerja keluarga
mampu mengerjakan semua. Hal ini dikarenakan adanya
faktor-faktor muslin dan tanam serempak sehingga segala
kegiatan usahatani harus dapat diselesaikan tepat waktu
dengan tenaga kerja luar. Biaya usahatani menjadi lebih
tinggi karena harus memanfaatkan tenaga kerja luar yang
diupah.
Modal yang tersedia berhubungan langsung dengan
peran petani sebagai manajer dan juru tani dalam mengelola
usahataninya. Jenis komoditas yang akan diusahakan
tergantung modal karena ada komoditas yang padat modal
sehingga memerlukan biaya yang cukup tinggi untuk
mengusahakannya. Demikian pula seberapa besar tingkat
penggunaan faktor produksi tergantung pada modal yang
tersedia. Sebagai juru tani harus tabu persis banyaknya
masing-masing faktor produksi yang diperlukan. Oleh
karena biasanya petani sebagai manajer tidak dapat
menvediakan dana maka terpaksa penggunaan faktor
produksi tidak sesuai dengan ketentuan yang seharusnya.
Akibatnya, produktivitas rendah dan pendapatan juga
rendah.
Faktor eksternal dari segi faktor produksi (input) terbagi
dalam dua hal, yaitu ketersediaan dan harga. Lain halnya
dengan faktor internal yang pada umumnya dapat diatasi
Buku Ajar Ilmu Usaha Tani 2019
168
petani. Faktor ketersediaan dan harga faktor produksi
benar-benar tidak dapat dikuasai oleh petani sebagai
individu berapapun dana tersedia. Namun jika faktor
produksi berupa pupuk tidak tersedia atau langka di pasaran
maka petani akan mengurangi penggunaan faktor produksi.
Demikian pula jika harga pupuk sangat tinggi bahkan tidak
terjangkau. Semuanya itu pasti berpengaruh pada biaya,
produktivitas, dan pendapatan dari usahatani.
Demikian juga dari segi produksi (output). Jika
permintaan akan produksi tinggi maka harga di tingkat
petani tinggi pula sehingga dengan biaya yang sama petani
akan memperoleh pendapatan yang tinggi pula. Sebalikriya,
jika petani telah berhasil meningkatkan produksi, tetapi
harga turun maka pendapatan petani akan turun pula. Darn
Gambar 8.2 tersebut jelas bahwa secara bersama-sama
faktor internal dengan faktor eksternal akan berpengaruh
pada biaya dan pendapatan usahatani.
2. Faktor manajemen
Di samping faktor internal dan eksternal maka
manajemen juga sangat menentukan. Dengan faktor internal
tertentu maka petani harus dapat mengantisipasi faktor
eksternal yang selalu berubah-ubah dan tidak sepenuhnya
dapat dikuasai. Petani sebagai manajer harus dapat
mengambil keputusan dengan berbagai pertimbangan
ekonomis sehingga diperoleh hasil yang memberikan
pendapatan yang maksimal. Petani sebagai juru tani harus
dapat melaksanakan usahataninya dengan sebaik-baiknya,
yaitu penggunaan faktor produksi dan tenaga kerja secara
efisien sehingga akan diperoleh manfaat yang setinggi-
tingginya.
Dalam pelaksanaannya sangat diperlukan berbagai
Buku Ajar Ilmu Usaha Tani 2019
169
informasi tentang kombinasi faktor produksi dan informasi
harga baik harga faktor produksi maupun produk. Dengan
bekal informasi tersebut petani dapat segera mengantisipasi
perubahan yang ada agar tidak salah pilih dan merugi.
170