Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Globalisasi ekonomi saat ini semakin memperlebar kesenjangan ekonomi,
yang dapat memarginalisasikan kelompok masyakat lemah menjadi semakin
tidak berdaya. Fenomena ini tidak bisa dipungkiri karena kelompok masyarakat
ini memiliki keterbatasan modal intelektual (intellectual capital), modal finansial
(financial capital), modal sumberdaya alam (natural capital), ataupun dukungan
modal lain yang dapat memberikan mereka kekuatan untuk bersaingan dan
mandiri.

Dalam posisi keterbatasan dan tekanan kapitalis kita masih punya


harapan untuk mampu bangkit dan bersaing, dengan menggerakkan modal yang
menjadi kekuatan bangsa kita yaitu modal sosial yang dimiliki oleh rakyat
Indonesia. Dengan demikian perekonomian yang berbasis kerakyatan menjadi
pilihan sangat tepat, yang implementasinya dengan menggabungkan segenap
potensi yang dimiliki untuk membangun kesamaan visi menuju sejahtera
bersama.

Menurut pasal 33 UUD 1945 bahwa ekonomi kerakyatan adalah sistem


ekonomi yang demokratis, sistem ekonomi kerakyatan termuat lengkap dalam
penjelasan pasal 33 UUD 1945 yang berbunyi: “Produksi dikerjakan semua untuk
semua dibawah pemimpin atau anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran
masyarakatlah yang paling diutamakan bukanlah kemakmuran orang
perseorangan. Karena itu perekonomian disusun sebagai usaha bersama yang
berasaskan atas keluargaan. Pada hakekatnya ekonomi kerakyatan adalah suatu
sistem ekonomi yang berbasis pada kekuatan ekonomi yang ada pada diri
masyarakat itu sendiri, yang implementasinya dalam bentuk kegiatan ekonomi
atau usaha yang dilakukan oleh rakyat kebanyakan, secara swadaya masyarakat
mengelola segala sumber daya yang ada untuk dapat dimanfaatkan dan
dikuasainya menjadi suatu produk yang bernilai ekonomi. Sistem ekonomi
kerakyatan adalah sistem ekonomi nasional yang berasas kekeluargaan,
berkedaulatan rakyat, bermoral Pancasila, dan menunjukkan kesungguhan
membela ekonomi rakyat.
Konsep ekonomi kerakyatan yang berbasis pada modal sosial inilah yang
memberikan inspirasi untuk mengembangkan model usaha bersama dengan
memanfaat aset yang sangat terbatas yang ada di kelompok masyarakat
pinggiran hutan yang tergabung dalam Lembaga Masyarkat Desa Hutan (LMDH).
Lembaga Masyakat Desa Hutan yang berdomisili di Desa Kecamatan
beranggotakan sebanyak orang. Mata pencaharian mereka adalah sebagai
petani sayur dengan menggarap lahan milik PT PERHUTANI, diantara tegakan
yang menjadi tanaman pokoknya, dengan kesepatan diantaranya mereka ikut
merawat dan menjaga tumbuhnya tegakan yang menjadi tanaman pokok milik
PT PERHUTANI.

Pada Tahun 2017, para istri para petani LMDH telah mendapat pelatihan
dari NGO Rhizophora yang bekerjasama dengan PLANT International dalam hal
budidaya ulat sutera jenis Samia cynthia. Dipilihnya jenis ulat setera ini adalah
karena ulat ini relatif cepat perkembangannya, yaitu 28 hari; lingkungan yang
sesuai yaitu suhu antara 25 C o sampai dengan 27Co dengan kelembaban udara
yang relatif tinggi yaitu 70% sampai 80%. Disamping itu tersedianya lahan-lahan
yang non produktif, berupa lereng2 yang terjal yang dapat dimanfaatkan untuk
tanaman yang menjadi makanan ulat.

Makanan ulat tersebut adalah Daun Jarak Kepyar (Ricinus communis)


ydapat tumbuh subur di areal hutan. Sisi positif lain dari tanaman jarak diareal
hutan adalah peranannya dalam konservasi. Secara mekanis daun jarak yang
lebar dan subur dapat menjadi pelindung tanah dari pendedahan air hujan yang
langsung ke tanah, sehingga dapat mencegah erosi, dan pencucian top soil.
Disamping itu tanaman jarak merupakan tanaman yang tergolong tanaman ever
green sepanjang tahun sehungga dapat mencegah terjadinya kebakaran hutan
(fire protection). Biji jarak juga mempunyai nilai ekonomi yang dapat
dimanfaatkan sebagai minyak jarak untuk kepentingan industri mesin dan obat-
obatan.

Hasil dari pelatihan yang dilakukan oleh NGO Rhizophora adalah (1) Para
perempuan istri petani LMDH telah mampu menjadi petani ulat untuk melakukan
budidaya ulat sutera sejak fase telur sampai fase pupa. Parempuan yang telah
memiliki ketrampilan menjadi petani budidaya ulat tersebut sebanyak 40 orang,
(2) Telah tertanmannya tanaman jarak di lahan hutan hutan dan kebun
masyarakat yang jumlahnya lebih dari 50.000 batang. Dengan demikian secara
teknis para perempuan telah mampu berproduksi untuk menghasilkan cocoon
ulat melalui budidaya ulat sutera tersebut, karena keterampilan telah dimiliki dan
pakan untuk ulat telah tersedia.

Ternyata ketrampilan dan ketersediaan pakan ulat saja belum cukup


untuk menjadikan mereka melakukan kegiatan budidaya yang hasilnya berupa
cocoon ulat dapat memberikan nilai tambah secara ekonomi. Beberapa
permasalahanpuan muncul dan tidak mampu diatasi oleh para perempuan istri
petani LMDH tersebut, Permasalahan tersebut adalah:
1. Kualias bibit yang rendah.
Telur yang tidak berkualitas dapat menyebabkan banyak telur yang tidak
menetas (fertilitasnya rendah), ukuran larva ulat kecil, dan larva ulat banyak
yang mati pada instar 1 dan 2.
2. Hasil panen yang rendah. Rata rata hasil panenan cocoon yang didapatkan
oleh petani hanya 2-5 kg dalam satu siklus (28 hari).
3. Belum terciptanya kepastian dan kestabilan pasar. belum adanya pembeli
yang tetap dan harga yang stabil. Kondisi ini dikarenakan hasil yang didapat
oleh petani masih retif rendah, dengan volume yang tidak stabil.

Permasalahan tersebut yang menjadikan belum terciptanya iklim yang


kondusif, untuk menjadikan budidaya ulat sutera manjadi usaha sampingan bagi
perempuan petani, yang dapat memberikan nilai tambah ekonomi. Apa yang
telah dilakukan NGO Rhizophora bukannya tidak berhasil, tetapi belum tuntas
mengantarkan masyarakat untuk sampai pada kegiatan usaha. Dengan
pengertian kondisi yang ada sekarang adalah terbatas pada produksi (on farm)
belum dilakukan tahapan bisnisnya (off farm). Untuk itu perlu penataan sistem
usaha yang tepat pada budidaya ulat sutera dengan mempertimbangkan aspek
biologi ulat sutera jenis Samia cynthia yang dibudidayakan, serta mencari
peluang jaringan pasar untuk cocoon yang diproduksi.

B. TUJUAN
1. Membangun sistem kegiatan produksi secara kolektif yang melibatkan
banyak tenaga dalam upaya untuk meningkatkan peran dan
tanggungjawab, meningkatkan hasil produksi dan mengefisienkan waktu
siklus produksi.
2. Membangun siklus produksi dengan waktu dan hasil yang stabil, yang
dapat menjamin ketersediaan hasil produksi secara kontinyu.
3. Mencari alternatif pasar sehingga yang dapat menampung hasil produksi
cocoon dari kegiatan budidaya.

C. KELUARAN (OUTPUT)
1. Terbangunnya sistem kerja budidaya ulat sutera secara kolektif dengan
melibatkan bayak tenaga kerja, terbentuknya kelompok-kelompok dengan
masing-masing fungsi kerja yang dilakukan dengan penuh
tanggungjawab.
2. Terciptanya waktu siklus produksi yang mempunyai kestabilan waktu dan
hasil produksi.
3. Terjaringnya pasar yang dapat menampung hasil cocoon yang diproduksi
petani.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Biologi dan Morfologi Ulat Sutera Samia cintya

Ulat sutera merupakan salah satu dari beberapa serangga berguna


(beneficial insects) yang dipandang mempunyai nilai ekonomis tinggi karena mampu
menghasilkan serat sutera. Selain industri sutera yang dihasilkan oleh ulat sutera
sekarang telah dikembangkan industri sutera yang dihasilkan oleh ulat sutera liar,
hal ini telah dilakukan di Jepang, India dan Cina (Suyono,2006).

Ulat Sutera Samia cintya atau yang biasa dikenal dengan Eri Silkworm
merupakan jenis ulat yang dibudidayakan untuk memproduksi sutera dengan sumber
bahan pakan berupa tanaman non tanaman Murbey. Tanaman tersebut antara lain
tanaman singkong atau Tanaman Jarak Kepyar (Ricinus communis).
Secara taksonomi, ulat sutera Samia cintya termasuk dalam kelas insekta dan ordo
Lepidoptera. Menurut Kalshoven (1981) Kedudukan taksonomi Samia cynthia adalah
sebagai berikut :
Phylum : Arthropoda
Class :Insecta
Ordo : Lepidopetra
Familia : Saturniidae
Genus : Samia
Spesies : Samia cynthia ricini
Menurut Sihombing (1999) lama setiap periode siklus hidup dari kupu-kupu
yaitu:
1. Perkawinan: 6-8 jam
2. Masa persiapan telur: 3-5 hari
3. Telur: 10-16 hari
4. Larva: 14-21 hari
5. Pupa: 21-28 hari
6. Kupu-kupu: 21-28 hari

Morfologi dari kupu-kupu terbagi menjadi tiga bagian yakni caput (kepala),
thorax (dada) dan abdomen (perut). Tubuh kupu-kupu dilapisi oleh eksoskeleton
yang terdiri dari lapisan kitin. Lapisan ini tidak tembus air dan tidak larut asam
organik. Tiap ruas mempunyai tiga bagian yang jelas dapat dibedakan, yaitu bagian
tergum yang terletak di sebelah punggung (dorsal), sternum di sebelah bawah badan
(ventral) dan pleuron yang menghubungkan kedua bagian yang telah disebut di sisi
kanan dan kiri tubuhnya (lateral) (Hadi, 2009).

Pada bagian kepala kupu-kupu memiliki sepasang mata majemuk, sepasang


antena dan proboscis yang digunakan untuk menghisap nektar bunga. Labia palpi
digunakan sebagai organ perasa untuk menguji kecocokan sumber makanan.
Bagian thoraks dibagi menjadi tiga bagian yaitu prothoraks, mesothoraks, dan
metathoraks . Kupu-kupu memiliki dua pasang sayap dan tiga pasang kaki yang
terdapat pada ruang dada. Kaki-kaki tersebut terdapat pada tiap segmen dada
sedangkan dua pasang sayap terdapat pada metathoraks dan mesothoraks. Kaki
kupu-kupu dibagi menjadi coxa, trochanter, femur, dan tibia (Busnia, 2006).

Kokon ulat sutera Samia cynthia ricini berwarna putih, dengan tubuh
berwarna hjiau terang dengan bintik-bintik hitam beserta garis pendek berwarna
kuning dengan panjang tubuh 100 mm. Tubuh ulat sutera dibagi menjadi tiga bagian
utama yaitu kepala, dada dan perut. Pada bagian kepala memiliki antenna yang
terdiri dari tiga segmen pendek, dan bagian mulut terletak ke bawah dan di depan
wajah yang terdiri dari sepasang rahang dengan maksila dengan labrum dan labium.
Pada bagian perut terdiri dari tiga segmen dengan sepasang spirakel dan tiga
pasang kaki toraks (Tazima, 1978).

B. Siklus Hidup Ulat Sutera Samia cintya

Siklus hidup adalah suatu rangkaian berbagai stadia yang terjadi pada seekor
serangga selama pertumbuhannya, sejak dari telur sampai imago (dewasa).
Perkembangan pasca embrionik atau perkembangan insekta setelah menetas dari
luar akan mengalami serangkaian perubahan bentuk dan ukuran hingga menjadi
serangga dewasa (Jumar, 2000).
Perubahan bentuk dan ukuran yang bertahap ini disebut dengan
metamorfosis. Ulat sutera sendiri adalah salah satu serangga yang mengalami
metamorfosis sempurna. Sepanjang hidupnya, ulat sutera mengalami empat fase,
yaitu telur, larva, pupa dan imago. Fase larva terdapat beberapa tahap, yaitu instar I
sampai V (Katsumata, 1964).

Proses perubahan larva menjadi bentuk kepompong didahului proses


pembentukan kokon. Setelah membentuk kokon lalu larva masuk ke stadium pupa.
Pada saat ini kelompok sel dewasa yang belum aktif pada stadium larva akan segera
melakukan aktivitas penyusunan bagian-bagian tubuh dewasa melalui proses
pembelahan dan diferensiasi sel ketika memasuki stadium pupa. Bila penyusunan
bagian-bagian tubuh telah sempurna, ngengat yang terbentuk dari pupa kemudian
meninggalkan kokon menjadi ngengat dewasa (Tristianto, 2007). Subandy (2008),
menyatakan bahwa pertumbuhan ulat sutera sangat dipengaruhi oleh kondisi iklim di
lokasi pemeliharaan, yaitu suhu, kelembaban nisbi, kualitas udara, aliran udara,
cahaya, dan sebagainya.

Siklus hidup diawali dengan pelekan telur, Telur dihasilkan oleh imago betina
baik yang telah kawin maupun yang tidak. Telur yang dapat menetas menjadi larva
adalah telur yang dibuahi (Awan, 2007). Telur Samia cynthia memiliki bentukan bulat
lonjong berwarna putih krem (Gambar 1). Menurut Kavane (2015) yang menyatakan
bahwa telur Samia cynthia diukur memiliki panjang rata-rata 0,16-0,17 mm dan lebar
0,12-0,13 mm dan masa inkubasi telur 8 sampai 9 hari.

Gambar 1. Telur Samia cynthia


Sumber: Liang A & Liang B (2017)

Larva
Tubuh ulat sutera dibagi menjadi tiga bagian utama yaitu kepala, dada dan perut
(Tazima, 1978). Larva dari ulat sutra (instar 4 dan 5) memiliki tubuh warna putih
(Gambar 2). Ulat sutera (Samia cynthia) memiliki 5 tahapan instar pada stadium
larva, dimana pergantian kulit atau molting merupakan tanda pergantian tiap fase
instar. Pada setiap instar ukuran tubuh, ciri-ciri dan perilaku larva berbeda sesuai
dengan tahapan instarnya.
B

A C

e f g
Gambar 2. A. Thorax B. Segmen abdomen C.Caudal d. Kepala e. Mata f. Thorax
legs g. Abdominal legs
Sumber: Dokumentasi Pribadi (2017)

Larva Samia cynthia instar pertama memiliki kepala berwana hitam, warna tubuh
berwarna kuning dengan lapisan hitam dan memiliki rambut, tuberkel kerucut, kaki
berwarna hitam dan memiliki bintik hitam dibagian sisi dorsal. Kavane (2015)
menyatakan bahwa panjang larva pada instar pertama berkisar antara 0,75 mm.
Durasi instar pertama berkisar antara 3,6 hari sampai 4,2 hari dengan rata-rata 3,9
hari. Instar pertama dimulai saat larva menetas dari telur hingga pergantian kulit
yang pertama (Adria dan Idris, 1996).
Larva Samia cynthia instar kedua memiliki kepala berwarna hitam, warna tubuh
berwarna kuning tanpa lapisan hitam, tuberkel hitam pendek dengan rambut
keputihan, memiliki bintik hitam longitudinal pada bagian dorsal. Kavane (2015)
menyatakan bahwa panjang larva instar kedua berkisar antara 1,60 cm sampai 1,65
cm. Durasi instar kedua berkisar antara 2,8 hari sampai 3 hari dengan rata-rata 2,9
hari.
Larva Samia cynthia instar ketiga memiliki ciri spesifik warna tubuh putih dengan
tuberkel putih pendek seperti tepung. Tubuh bersegmen dengan bintik-bintik
longitudinal pada bagian dorsal, anal flap (bagian caudal) dan claspers (bagian
caput) berwarna kuning. Larva instar ketiga diukur berkisar anatar 2,64 sampai 2,86
cm dengan rata-rata 2,75 cm. Durasi instar ketiga berkisar antara 4,2 hari (Kavane,
2015).
Larva Samia cynthia instar keempat memiliki kepala berwana kuning, warna
tubuh putih dengan tuberkel warna putih tepung pendek. Menurut Kavane (2015)
panjang larva pada instar keempat berkisar antara 4,55 cm sampai 4,80 cm dengan
rata-rata panjang 4.67cm. Durasi instar keempat berkisar antara 6 hari sampai 6,8
hari dengan rata-rata 6,4 hari.
Larva Samia cynthia instar kelima memiliki kepala berwarna kuning, warna tubuh
putih hampir transparan (bening) dengan tuberkel pendek warna putih tepung.
Menurut Kavane (2015) panjang larva pada instar kelima diukur dari 6,3 cm sampai
6,7 cm dengan panjang rata-rata 6,5 cm. Durasi instar kelima berkisar antara 8 hari
sampai 9 hari dengan rata-rata 8,6 hari. Bobot larva tunggal instar kelima bervariasi
antara 6,40 g sampai 7,20 g, dengan rata-rata 6,80 g. Sehingga jika diakumulasi
durasi larva selama instar pertama sampai instar kelima total berkisar antara 26 hari.
Pupa

Larva Samia cynthia instar kelima yang akan masuk kedalam fase pupa (pre-
pupal) akan mengeluarkan cairan sutera berwana kuning kehijauan yang di lekatkan
pada wadah atau pada daun, yang akan digunakan dalam pelekatan kokon. Kavane
(2015) menyatakan bahwa kokon berbentuk memanjang, berwarna putih, berbentuk
spindle dengan lapisan benang tipis. Menurut Atmosoedarjo et al (2000), Kokon
diselimuti serat sutera yang kusut, yang disebut “cocoon floss” (serabut serat).
Dibawahnya terdapat lapisan sutera atau “cocoon shell” (kulit kokon), yang terdiri
dari lapisan filamen, yang didalamnya terdapat pupa kulit ulat sutera yang sudah
lepas. Pupa berwarna kuning keputihan dan lembek namun secara bertahap akan
mengeras menjadi berwarna coklat tua (Gambar 3). Periode pupa terjadi selama 11
hingga 12 hari (Sinchaisri 1993).

Gambar.3 Perkembangan proses pembentukan pupa ulat sutera


Sumber: (Atmosoedarjo et al., 2000)

Gambar 4. Organ seksual dari pupa


Sumber: (Tajima, 1978)

Struktur dalam dari pupa berbeda dengan ulat atau imago, akan tetapi lebih
mendekati imago, di stadia pupa, dan pada stadia ini dapat dibedakan antara jantan
dan betina (Gambar ), dimana menurut Kavane (2015) menyatakan bahwa pupa
betina lebih besar dan lebih berat dari pada pupa jantan.

Imago
Imago yang baru keluar dari kokon masih basah oleh suatu cairan yang
berwarna putih keruh dan sayap belum terbentuk sempurna. Ngengat kemudian
melebarkan sayap dan mengeringkannya. Sinchaisri (1993) menyatakan bahwa
Ngengat betina kemudian akan membiarkan kelenjar seksual mengembung untuk
memikat ngengat jantan. Tahap imago merupakan tahap dimana ngengat jantan dan
betina siap melakukan perkawinan dan melakukan proses perkembangbiakan
dengan mengeluarkan telur pada ngengat betina.

C. Manajemen Agrobisnis

Agribisnis adalah suatu kesatuan kegiatan usaha yang meliputi salah satu atau
keseluruhan dari mata rantai produksi, pengolahan hasil dan pemasaran yang ada
hubungannya dalam pertanian dalam arti luas; yang dimaksud dengan pertanian
dalam arti yang luas adalah kegiatan usaha yang menunjang kegiatan
pertanian dan kegiatan usaha yang ditunjang oleh kegiatan pertanian
(Soekartawi, 2003).
Adjid (1998) juga mengemukakan bahwa agribisnis adalah kegiatan
usaha dibidang pertanian yang berwatak bisnis, pelakunya secara konsisten
berupaya untuk meraih nilai tambah komersial dan finansial yang berkesinambungan
untuk menghasilkan produk yang dibutuhkan pasar.
Antara (2006) menyatakan bahwa agribisnis berasal dari kata
agribusinees, dimana agri=agriculture artinya pertanian dan business artinya
usaha atau kegiatan yang menghasilkan keuntungan. Jadi secara sederhana
agribisnis (agribusiness) didefinisikan sebagai usaha atau kegiatan pertanian
dan terkait dengan pertanian yang berorientasi pada keuntungan. Jika
didefiniskan secara lengkap agribisnis adalah kegiatan yang berhubungan
dengan penanganan komoditi pertanian dalam arti luas, yang meliputi salah satu
atau keseluruhan dari mata rantai produksi, pengolahan masukan dan keluaran
produksi (agroindustri), pemasaran masukan-keluaran pertanian dan
kelembagaan penunjang kegiatan.
Manajemen agribisnis pada prinsipnya adalah penerapan manajemen dalam
sistem agribisnis. Oleh karena itu, seseorang yang hendak terjun di bidang
agribisnis harus memahami konsep-konsep manajemen dalam agribisnis yang
meliputi pengertian manajemen, fungsi-fungsi manajemen, tingkatan manajemen,
prinsip-prinsip manajemen dan bidang-bidang manajemen (Firdaus, 2007).
Menurut Suparta (2005) konsep sistem agribisnis yaitu keseluruhan aktivitas
bisnis dibidang pertanian yang saling terkait dan saling tergantung satu sama lain,
mulai dari : (1) subsistem pengadaan dan penyaluran sarana produksi;
(2) subsistem usahatani; (3) subsistem pengolahan dan penyimpanan hasil
(agroindustri); (4) subsistem pemasaran; dan (5) subsistem jasa penunjang.
Konsep dari sistem dan usaha agribisnis tersebut harus mampu
mengatur dirinya sendiri dan mampu menyesuaikan dirinya dengan kondisi
lingkungan maupun kondisi internal sistem secara otomatis (Amirin, 1996). Kelima
subsistem tersebut akan dapat menjalankan fungsi dan peranannya apabila
berada dalam lingkungan yang menyediakan berbagai sarana dan prasarana,
yakni prasarana jalan, transportasi, pengairan, pengendalian, pengamanan dan
konservasi yang menjadi syarat bagi lancarnya proses transpormasi produktif
yang diselenggarakan dunia usaha dan masyarakat perdesaan (Badan Agribisnis,
1995).
Mengingat adanya karakteristik agribisnis yang khas (unique) maka
manajemen agribisnis harus dibedakan dengan manajemen lainnya. Beberapa hal
yang membedakan manajemen agribisnis dari manajemen lainnya menurut
Downey dan Erickson (1992) adalah sebagai berikut: (1) keanekaragaman jenis
bisnis yang sangat besar pada sektor agribisnis, yaitu dari para produsen
dasar ke konsumen akhir akan melibatkan hampir setiap jenis perusahaan bisnis
yang pernah di kenal oleh peradaban; (2) besarnya pelaku agribisnis; (3) hampir
semua agribisnis terkait erat dengan pengusaha tani, baik langsung maupun
tidak langsung; (4) keanekaragaman skala usaha di sektor agribisnis, dari yang
berskala usaha kecil sampai dengan perusahaan besar; (5) persaingan pasar
yang ketat, khususnya pada agribisnis skala kecil; dimana penjualan berjumlah
banyak, sedangkan pembeli berjumlah sedikit; (6) falsafah cara hidup (the way
of life) tradisional yang dianut para pelaku agribisnis cenderung membuat agribisnis
lebih tradisional daripada bisnis lainnya; (7) kenyataan menunjukkan bahwa
badan usaha agribisnis cenderung berorientasi dan dijalankan oleh petani dan
keluarga; (8) kenyataan bahwa agribisnis cenderung lebih banyak berhubungan
dengan masyarakat luas; (9) kenyataan bahwa produksi agribisnis sangat
bersifat musiman; (10) kenyataan bahwa agribisnis sangat tergantung dengan
lingkungan eksternal/gejala alam; dan (11) dampak dari adanya program dan
kebijakan
pemerintah mengena langsung pada sektor agribisnis.
Keberhasilan agribisnis untuk mencapai tujuannya sangat ditentukan
oleh faktor manajemen. Fungsi-fungsi manajemen terdapat dalam kegiatan
ditiap subsistem dan merupakan penghubung antara seorang manajer dengan
tujuan yang akan dicapai. Menurut Reksohadiprodjo (1992) manajemen bisa
berarti fungsi, peranan maupun keterampilan. Untuk mencapai tujuan, manajer
menggunakan empat fungsi manajerial utama yaitu:
1. Perencanaan (planning)
Planning meliputi pengaturan tujuan dan mencari cara bagaimana untuk
mencapai tujuan tersebut.
2. Pengorganisasian (organizing)
Organizing adalah proses dalam memastikan kebutuhan manusia dan fisik
setiap sumber daya tersedia untuk menjalankan rencana dan mencapai tujuan yang
berhubungan dengan organisasi.
3. Pelaksanaan dan pengembangan (actuating)
Actuating merupakan implementasi dari perencanaan dan pengorganisasian,
dimana seluruh komponen yang berada dalam satu sistem dan satu organisasi
tersebut bekerja secara bersama-sama sesuai dengan bidang masing-masing untuk
dapat mewujudkan tujuan.
4. Pengawasan (controling)
Controlling, memastikan bahwa kinerja sesuai dengan rencana. Hal ini
membandingkan antara kinerja aktual dengan standar yang telah ditentukan.
Jika terjadi perbedaan yang signifikan antara kinerja aktual dan yang diharapkan,
manajer harus mengambil tindakan yang sifatnya mengoreksi.
DAFTAR PUSTAKA

Adria dan H. Idris. 1996. Jenis dan aspek biologis serangga hama daun pada
tanaman ylang-ylang (Canangium odoratum forma guinea). Jurnal Penelitian
Tanaman Industri (Industrial Crop Research Journal). Pusat Penelitian
dan Pengembangan Tanaman Industri, Bogor. Vol. III (3): 37 42.

Adjid, D.A. 1998. Membangun Pertanian Modern. Pengembangan Sinar Tani,


Jakarta.

Atmosoedarjo, H. S., J. Katsubrata, M. Kaomini., W. Saleh, dan W. Moerdoko.


2000. Sutera Alam Indonesia. Jakarta : Sarana Wana Jaya.

Awan, A. 2007. Domestikasi ulat sutera liar Attacus atlas (Lepidoptera: Saturniidae)
dalam usaha meningkatkan persuteraan nasional. Disertasi. program Studi
Sains Veteriner SPS. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Busnia, M. 2006. Entomologi. Padang : Andalas University Press.

Downey, D. dan S.P. Erickson, (1992). Manajemen Agribisnis. Jakarta

Jumar. (2000). Entomologi Pertanian. Jakarta : Rineka Cipta

Kalshoven, E., 1994. Physical Properties of Antherae Silk, 2^nd International


Conference on Wild. Japan : Silkmoth, Nagano.

Katsumata F. 1964. Petunjuk Sederhana Bagi Pemelihara Ulat Sutera.

Kavane R.P. 2015. Terminalia Arjuna - A New Host Of Philosamia Ricini Eri Silkworm
Under Western Maharashtra Condition. Int J Pharm Bio Sci 6(1): (B) 787 –
792

Liang A & Liang B.2017. Samia cynthia Eggs (Online)


(http://www.lianginsects.com/timeline/category/samiacynthiaadvena),
diakses 28 November 2017

Reksohadiprodjo, Sukanto. (1992). Dasar-Dasar Manajemen. Yogyakarta:BPFE.

Sihombing DTH. 1999. Satwa Harapan I: Pengantar Ilmu dan Teknologi Budidaya.
Bogor: Pustaka Wirausaha Muda.

Sinchaisri, T. 1993. Medicinal and aromatic plant. Econom. Botan. 50 : 122-129

Soekartawi, 2003. Prinsip Ekonomi Pertanian. PT. Raja Grafindo Persada,


Jakarta.

Subandy, A. 2008. Perumusan startegi pengembangan usaha persuteraan Alam di


Kecamatan Rangkalong Kabupaten Sumedang. [Skripsi]. Fakultas
Peternakan. Institut Pertanian Bogor.

Suyono E. 2006. Pengaruh program kemitraan bagi pengembangan ekonomi lokal


(KPEL) terhadap pendapatan petani budidaya Ulat Sutera Di Kabupaten
Wonosobo. Tesis Megister. Ilmu Ekonomi dan Ilmu Pembangunan.
Tazima. 1978. The Silkworm: An Important Laboratory Tool. Tokyo: Kodansha.

Tristianto, S. A. 2007. Pengaruh Pupuk Organik M-Dext dan NASA Terhadap


Produksi Daun Murbei (Morus Cathayana) dan Kualitas Kokon Ulat Sutera
(Bombyx mori L.). [Skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan Institut Pertanian
Bogor. hlm. 6-8

Anda mungkin juga menyukai