Anda di halaman 1dari 33

ANALISIS SLAB JEMBATAN KOMPOSIT

PADA JALAN GERILYA-SOEDIRMAN PURWOKERTO

BERDASARKAN SNI 1725 : 2016

SKRIPSI

ZULFI FADHLURRAHMAN

1703010066

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK DAN SAINS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO

2021

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Jembatan yang merupakan sarana penghubung antara daerah, setiap

tahun mengalami perkembangan seiring dengan meningkatnya jumlah

penduduk dan tingkat perekonomian di sekitar daerah tersebut. Pesatnya

pertumbuhan dan perkembangan pembangunan, ekonomi dan teknologi

beberapa dekade ini, menyebabkan terjadi peningkatan volume dan beban

kenderaan berat pada jalan dan jembatan. Sehingga banyak jembatan yang

dibangun dengan menggunakan desain yang setandar terdahulu tidak dapat

melayanai kebutuhan lalulintas saat ini dan memerlukan pembatasan beban,

perkutan dan bahkan penggantian total. (Hasudungan, H.I,2020)

Jembatan komposit Geilya – Soedirman adalah salah satu jembatan yang

dibangun di jalan Gerilya – Soedirman berlokasi di Desa kranjimuntang,

Purwanegara, Kec. Purwokerto Utara, Kab. Banyumas, Jawa Tengah pada

bulan Juli tahun 2020. Jembatan ini memiliki Panjang 12 meter dengan lebar

21 meter dengan menggunakan tipe jembatan komposit.

Dalam Nuklirullah,M, Muhammad I.F dan Suhendra, (2019) Asiyanto

menyatakan bahwa Jembatan adalah suatu konstruksi yang gunanya untuk

meneruskan jalan melalui rintangan yang berada lebih rendah. Rintangan ini

biasanya jalan lain (jalan air atau jalan lalu lintas biasa). Yang dimaksud

jembatan beton adalah bangunan jembatan yang strukturnya menggunakan

beton brtulang khususnya pada bagian atas dan menurutnya secara umum

2
fungsi jembatan apapun sama, yaitu bangunan yang menghubungkan secara

fisik untuk keperluan pelayanan transportasi dari tempat ujung satu ke ujung

lainya, yang terhalang oleh kondisi alam atau bangunan lain.

Dengan mengambil bahan penelitian jembatan komposit ini maka akan

dilakukan analisis slab jembatan pada jembatan Gerilya – Seodirman Sesuai

dengan SNI 1725:2016 tentang Pembebanan untuk Jembatan yang saat ini

sedang trand digunakan pada pembuatan jembatan dengan kondisi komposit

yang mengalami berbagai tahapan pembeban, pembahasan rencana. Untuk

acuan analisis jembatan ini menggunakan SK SNI 03-2874-2002 tentang Tata

Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedug, SNI T-12-2004

tentang Perencanaan Struktur Beton untuk Jembatan, SNI 1725:2016 tentang

Pembebanan untuk Jembatan.

B. Rumusan Masalah

Dengan melihat latar belakang peneliti merumuskan Apakah slab

jembatan komposit pada jalan Gerilya – Soedirman sudah aman dalam

menahan beban yang bekerja sesuai SNI 1725:2016 tentang pembebanan pada

jembatan?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui keamanan slab jembatan komposit pada jalan Gerilya – Soedirman

dalam menahan beban yang berkerja sesuai SNI 1725:2016 tentang

pembebanan pada jembatan.

3
D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian dari materi yang penulis ini ambil apat digunakan

sebagai dasar penelitian bagi mahasiswa lain mengenai kondisi layak atau

tidak struktur slab jembatan komposit dan yang akan mengembangkan

penelitian di jalan Gerilya – Soedirman.

E. Batasan Masalah

Batasan – Batasan masalah dari analisis desain optimum jembatan

komposit ini diantaranya adalah:

1. Studi kasus hanya pada jembatan Gerilya-Soedirman

2. Tinjauan hanya mencakup slab jembatan

3. Tidak mendesain ukuran dan jumlah pondasi serta control terhadap

bangunan bawah.

4. Jembatan yang di analisis adalah jembatan dengan system komposit

gelagar baja dengan bentang 12 meter dan lebar 21 meter.

5. Tidak meninjau metode pelaksanaan proyek secara keseluruhan.

6. Peraturan pembebanan menggunakan SNI 1725:2016 tentang

pembebanan pada jembatan.

7. Data teknis proyek yang digunakan Asbuilt drawing, RKS.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Penelitian Terdahulu

Ada beberapa penelitian terdahulu terkait dengan Analisis Desain

optimum jembatan komposit di beberapa daerah diantaranya: Muhammad, I.F

(2019) “ANALISIS STRUKTUR JEMBATAN SUNGAI KAMPUNG

TENGAH KECAMATAN PELAYANG KOTA JAMBI” Jembatan sungai

kampung tengah merupakan jemabatan yang berada pada area lahan

persawahan yang memiliki Panjang jembatan 300 meter dengan Panjang

bentang 10 meter dan lebar 3 meter. Metofe analisis ini mengguanakan cara

mendesain ulang suatu jembatan yang ada di sungai kampung tengah dengan

menggunakan peraturan terbaru yaitu SNI 1725 : 2016. Berdasarkan analisa

perhitungan jembatan dengan menggunakan peraturan tersebut didapatkan

jembatan tersebut dapat menggunakan 2 gelagar memanjang pada jembatan

tersebut, yang ini juga dapat berakibat pada pengurangan beban dari struktur

atas terhadap struktur bawah jembatan tersebut.

Sapulete, C.A (2020) “ANALISIS PEMBEBANAN JEMBATAN

MENGGUNAKAN STANDAR PEMBEBANAN SNI 1725:2016 (STUDI

KASUS : JEMBATAN DI KABUPATEN PEGUNUNGAN ARFAK)”

Dengan diperbaruinya standar pembebanan untuk jembatan pada SNI

1725:2016 menyebabkan struktur mengalami risiko pertambahan pembebanan

yang tidak diantisipasi sebelumnya. Dalam penulisan ini dilakukan terhadap

perencanaan strukur atas jembatan beton bertulang dengan bentang jembatan

1
20 m dan lebar 10 m. analisis perencanaan menggunakan stanfan pembebanan

untuk jembatan SNI 1725:2016 dan menggunakan data structural jembatan

sesuai dengen perencanaan struktur jembatan studi kasus. Dari hasil analisis

diperoleh adanya peningkatan kapasitas momen dan gaya geser berturut-turut

41.42% dan 54.93%, dengan besar momen rencana adalah 20493.87 kN.m dan

gaya geser 3694.25 Kn.

Hulu, M.M & Nurhidayatullah, E.F (2018) “ANALISIS RESPON

STRUKTUR ATAS JEMBATAN KOMPOSIT AKIBAT GEMPA

STATISTIK HORIZONTAL BERDASARKAN RSNI 2883:2013 DAN

PEMBEBANAN JEMBATAN BERDASARKAN SNI 1725:2016” Jembatan

merupakan unsur penting dalam sistem lalu lintas terutama pada daerah yang

banyak terdapat sungai atau lembah yang menghambat dan mengganggu sistem

lalulintas. Jembatan desa kaliwatukranggan adalah salah satu jembatan di

Purworejo yang strukturnya menggunakan komposit baja dan beton bertulang

dengan Panjang total 76 meter. Penelitian ini dlakukan dengan metode beban

gempa statis dengan software SAP2000. Perhitungan pembebanan dengan

menggunakan SNI 1725:2016, Pembebanan untnuk gempa menggunakan

RSNI 2833:2013. Berdasarkan hasil dari output SAP200 analisis perilaku

struktur atas jembatan akibat beban permanen, beban lalu lintas dan beban

gempa pada struktur atas jembatan untuk gaya geser, momen lentur dan

lendutan dinyatakan aman.

2
Kusuma, H (2017) “ANALISIS PEMBEBANAN PERATURAN

BMS:1992 DAN SNI 1725:2016 PADA JEMBATAN STANDAR BETON

BERTULANG BENTANG 20 METER” Jembatan mempunyai arti penting

karena berfungsi sebagai penghubung antara dua tempat yang terpisah karena

beberapa kondisi. Jembatan beton bertulang merupakan jembatan yang paling

banyak digunakan di Indonesia, khususnya untuk bentang pendek. Pada tugas

akhir ini dilakukan analisa pembebanan menggunakan peraturan BMS-1992

dan SNI-1725:2016 untuk mendapatkan nilai beban ultimate. Sedangkan untuk

nilai batas nominal di dipatkan dengan melakukan perhitungan analisa

kapasitas penampang. Kemudian dilakukan pemeriksaan kekuatan struktur

dengan membandingkan nilai beban ultimate dengan batas nominal

penampang. Hasil yang diperoleh yaitu berupa respons struktur yang terdiri

dari perpindahan dan gaya dalam baik itu momen, gaya aksial, dan gaya geser

pada struktur jembatan. Kemudian dilakukan perbandingan hasil respons

struktur antara pembebanan BMS-1992 dan SNI-1725:2016.

Setyawan, A.S (2021) “ANALISIS PENULANGAN ABUTMENT

PADA PEMBANGUNAN JEMBATAN SUNGAI (ALAM ROH 17)

KECAMATAN ARANIO KABUPATEN BANJAR” Pembangunan jembatan

girder baja komposit kelas A dengan bentang 30 m di Sungai Kusan Kecamatan

Aranio Kabupaten Banjar, merupakan salah satu proyek pembangunan dari

pemerintah daerah yang dibangun dalam paket proyek daerah. Penulis

melakukan analisis mengenai penulangan abutment pada pembangunan

jembatan Sungai Kusan Kecamatan Aranio Kabupaten Banjar. Dengan analisis

3
mengenai perhitungan penulangan pada pembangunan jembatan khususnya

abutment penulis dapat mengetahui tulangan exsisting dengan tulangan hasil

evaluasi abutment jembatan tersebut, yang mana mampu menahan dan

memikul beban yang ada. Hasil dari perhitungan pembebanan dari perhitungan

manual menggunakan aplikasi Ms. Excel. Analisis pembebanan berdasarkan

SNI 1725: 2016 untuk mengetahui seberapa besar beban yang akan diterima

abutment. Perhitungan ini memerlukan beberapa tahapan berupa: gaya vertikal,

dan gaya momen. Dan menganalisis penulangan pada abutment dilakukan

dengan menggunakan metode berdasarkan SKSNI T-15-1991-03.

B. Landasan Teori

Jembatan mempunyai arti penting bagi setiap orang. Akan tetapi

tingkat kepentingannya tidak sama bagi setiap orang, sehingga akan menjadi

suatu bahan berbeda oleh tiap orang, sebab penglihatan/pandangan masing –

masing orang yang melihat berbeda pula. Seorang yang melintasi jembatan

jembatan tiap hari pada saat pergi berkerja, hanya dapat melintasi sungai bila

ada jembatan, dan ia menyatakan bahwa jembatan adalah sebuah jalan yang

diberi sandaran pada tepinya. Tentunya bagi seseorang pememimpin

pemerintah dan dunia bisnis akan memandang hal yang berbeda pula.

Dari keterangan di atas, dapat dilihat bahwa jembatan merupakan

suatu system transportasi untuk tiga hal, yaitu, merupakan pengontrol kapasitas

dari sistem, mempunyai biaya tertinggi per mil sistem, jika jembatan runtuh,

sistem akan lumpuh.

4
Bila lebar jembatan kurang lebar untuk menampung jumlah jalur yang

diperlukan oleh lalu lintas, jembatan akan menghambat laju lalu lintas dalam

hal ini jembatan akan menjadi pengontrol volume dan berat lalulintas yang

dapat dilayani oleh sistem transportasi. Oleh karena itu, jembatan dapat

dikatakan mempunyai fungsi keseimbangan (balancing) dari sistem

transportasi.(Supriyadi dan Muntohar 2017)

C. Jembatan Komposit

Jembatan komposit adalah gabungan dari material yang berbeda jenis,

dimana terdapat kerjasama antara ke dua bahan tersebut dalam memikul beban.

Suatu struktur gelagar jembatan yang menggabungkan antara bahan baja dan

beton dapat dikategorikan sebagai konstruksi komposit apabila antara kedua

bahan tersebut terjadi aksi komposit yang baik. Kondisi tersebut dapat dicapai

dengan memasang alat penghubung / shear connector pada bidang kontak

antarabaja dan beton. Bila aksi komposit dapat dicapai dengan baik, maka akan

diperoleh efisiensi dimensi gelagar yang lebih ekonomis. Untuk jembatan

gelagar baja dengan lantai kendaraan dari beton bertulang yang menyatu

dengan gelagar memanjang dan disatukan dengan penghubung geser (shear

connector) tidak memerlukan ikatan em hanya ada ikatan angin bawah,, dan

ikatan angin hanya diperlukan pada saat pendirian, namun di lapangan sering

dipasang secara permanen. Bila lantai kendaraannya terbuat dari kayu, makai

katan angin dan ikatan rem mutlak diperlukan.

5
1. Kelebihan dan Kekurangan Struktur Komposit

1. Kelebihan dasar yang dihasilkan dari desain struktur komposit

adalah sebagai berikut:

a. Dapat mwngurangi berat baja.

b. Dapat mengurangi tinggi profil.

c. Kekuatan lantai lebih besar.

d. Untuk profil yang telah ditetapkan dapat mencapai bentang yang

lebih besar.

e. Kemampuan menerima beban lebih besar

2. Kekurangan jembatan komposit

a. Kekakuan tidak konstan, untuk daerah momen negatif, pelat

beton tidak dianggap bekerja.

b. Pada jangka Panjang, terjadi defleksi yang cukup besar.

D. Pembebanan Pada Jembatan Bersasarkan SNI 1725:2016

1. Beban Permanen

a. Umum

Massa setiap bagiann harus dihitung berdasarkan dimensi yang tertera

dalam menggambar dan berat jenis bahan yang digunakan. Berat dari

bagian – bagian bangunan tersebut adalah massa dikalikan dengan

percepatan grafitasi (g). besarnya kecepatan massa dan berat isi untuk

berbagai macam bahan diberikan dalam Tabel 2.1.

6
Tabel 2.1 Berat Isi Untuk Beban Mati

No Bahan Berat isi Kerapatan massa


(kN/m3) (Kg/M3)
Lapisan permukaan beraspal 22 2245
1
(Bitunminous wearing surface)
2 Besi tulang (Cas iron) 71 7240
Timbunan tanah dipindahkan 17,2 1755
3
(Compacted sand, sir or clay)
Kerikil dipadatkan (Roll gravel, 18,8-22,7 1920-2315
4
macadam or ballast)
5 Beton aspal (Asphalt concrete) 22,0 2245
6 Beton ringan (low density) 12,25-19,6 1250-2000
Beton f’c < 35 MPa 22-25 2320
7
35 < f’c <105 MPa 22+0,022f’c 2240+2,29f’c
8 Baja (Steel) 78,5 7850
9 Kayu (Ringan) 7,8 800
10 Kayu keras (Hard wood) 11 1125

Sumber : SNI 1725 : 2016 (Pembebanan pada Jembatan)

Pengambilan kerapatan massa yang besar, aman untuk suatu

keadaan batas akan tetapi tidak untuk keadaan yang lainnya. Untuk

mengatasi hal tersebut dapat digunakan factor beban terkurangi. Akan

tetapi, apabila kerapatan massa diambil dari suatu jajaran nilai, dan nilai

yang sebenarnya tidak bisa ditentukan dengan tepat, perencanaan harus

memilih di antara nilai tersebut yang memberikan keadaan yang paling

kritis.

Beban mati jembatan merupakan kumpulan berat setiap komponen

structural dan non-struktural. Setiap komponen ini harus dianggap sebagai

suatu kesatuan aksi yang tidak terpisahkan pada waktu menerapkan factor

beban normal dan factor beban terkurangi. Perencanaan jembatan hharus

7
menggunakan keahliannya di dalam menentukan komponen-komponen

tersebut.

b. Berat sendiri (MS)

Berat sendiri adalah berat bagian tersebut dan elmen-elmen

structural lain yang dipikulnya, termasuk dalam hal ini adalah berat bahan

dan bagian jembatan yang merupakan elemen structural, ditambah dengan

elmen non structural yang dianggap tetap. Adapun faktor beban yang

digunakan untuk berat sendiri dapat dilihat pada table 2.2

Tabel 2.2 Faktor Beban Untuk Berat Sendiri

Faktor Beban (ɣMS)


Keadaan Batasan Layanan Keadaan Batas Ultimit
Tipe Beban
(ɣSMS) (ɣUMS)

Bahan Biasa Terkurangi

Baja 1.00 1.10 0.90


Aluminium 1.00 1.10 0.90
Tetap Beton pracetak 1.00 1.20 0.85
Beton dicor di tempat 1.00 1.30 0.75
Kayu 1.00 1.40 0.70

Sumber : SNI 1725 : 2016 (Pembebanan pada Jembatan)

c. Beban Mati Tambahan / Utilitas (MA)

Beban mati tambahan adalah berat seluruh bahan yang membentuk

suatu beban pada jembatan yang merupakan elemen nonstructural, dan

besarnya dapat berubah selama umur jembatan. Dalam hal tertentu, nilai

faktor beban mati tambahan yang berbeda. Hal ni bisa dilakukan apabila

8
instansi tersebut melakukan pengawasan terhadap beban mati tambahan

pada jembatan , sehingga tidak dilampaui selama umur jembatan.

Tabel 2.3 Faktor Beban Untuk Beban Mati Tambahan


FAKTOR BEBAN (MA)

Tipe Keadaan Batas Ultimit


Keadaan Batas layanan (ɣSMA)
Beban (ɣSMA)

Keadaan Biasa Terkurangi

Umum 1(1) 2.00 0.70


Tetap
Khusus (terawasi) 1.00 1.40 0.80

Catatan (1) : Faktor beban layan sebesar 1.3 digunakan untuk berat utilitas

Sumber : SNI 1725 : 2016 (Pembebanan pada Jembatan)

2. Beban Lalu Lintas

a. Lajur Lalu Lintas Rencana

Jumlah lajur lalu lintas rencana ditentukan dengan menggambil

bagian integer dari hasil pembagian lebar bersih jembatan (w) dalam mm

dengan lebar lajur rencana sebesar 2750 mm. perencana harus

memperhitungkan kemungkinan berubahnya lebar bersih jembatan

dimasa depan sehubungan dengan perubahan fungsi dari bagian jembatan.

Jumlah maksimum lajur lalu lintas rencana harus di susun sejajar dengan

sumbu memanjang jembatan.

9
Tabel 2.6 Jumlah Lajur Lalu Lintas Rencana

Lebar Bersih Jembatan Jumlah Lajur Lalu Lintas


Tipe Jembatan (1)
(mm) (2) Rencana (n)
Satu Lajur 3000 ≤ w < 5250 1
5250 ≤ w < 7500 2
7500 ≤ w < 10,000 3
Dua Arah, Tanpa Median 10,000 ≤ w < 12,500 4
12,500 ≤ w 15,250 5
w ≥ 15,250 6
5500 ≤ w ≤ 8000 2
8250 ≤ w 10,750 3
Dua Arah, Dengan Median 11,000 ≤ w ≤ 13,500 4
13,750 ≤ w ≤16,250 5
w ≥ 16,500 6
Catatan (1) : Untuk Jebatan tipe lain, jumlah lajur lalu lintas rencana harus
ditentukan oleh instansi yang berwenang.
Catatan (2) : Lebar jalur kendaraan adalah jarak minimum antara kerb atau
rintangan untuk satu arah atau jarak anatara kerb/rintangan/median dan median untuk
banyak arah
Sumber : SNI 1725 : 2016 (Pembebanan pada Jembatan)

Berdasarkan Tabel 2.6, bila lebar bersih jembatan berkisar antara

3000 mm sampai 5000 mm, maka jumlah jalur rencana harus diambil satu

lajur lalu lintas rencana dan lebar jalur rencana harus diambil sebagai lebar

jalur lalu lintas. Jika jembatan mempunyai lebar bersih antara 5250 mm

dan 7500 mm, maka jembatan harus direncanakan memiliki dua lajur

rencana, masing-masing selebar lebar bersih jembatan dibagi dua. Jika

jembatan mempunyai lebar bersih antara 7750 mm dan 10000 mm, maka

jembatan harus direncanakan memiliki tiga lajur rencana, masing-masing

selebar lebar bersih jembatan dibagi tiga

10
b. Beban Lajur “D” (TD)

Beban lajur "D" terdiri atas beban terbagi rata (BTR) yang digabung

dengan beban garis (BGT) seperti terlihat dalam Gambar. Adapun faktor

beban yang digunakan untuk beban lajur "D" seperti pada Tabel 2.7

Tabel 2.7 Faktor Beban Untuk Beban Lajur “D”

Faktor Beban (ɣTD)


Tipe
Jembatan
Beban Keadaan Batas Keadaam Batas Ultimit
Layanan (ɣSTD) (ɣUTD)

Beton 1.00 1.80


Transien Box Girder
1.00 2.00
Baja

Sumber : SNI 1725 : 2016 (Pembebanan pada Jembatan)

1) Intensitas Beban “D”

Beban terbagi rata (BTR) mempunyai intesitas q kPa dengan

besaran q tergantung pada Panjang total yang dibebani L yaitu

seperti berikut :

Jika L ≤ 30 meter, q = 9,0 kPa

Jika L > 30 meter, q = 9,0 (0,5 + 15/L) kPa

Keterangan :

q = adalah intensitas beban terbagi rata (BTR) dalam arah

memanjang jembatan (kPa).

L = adalah panjang total jembatan yang dibebani (meter).

11
Beban garis terpusat (BGT) dengan intensitas p kN/m harus

ditempatkan tegak lurus terhadap arah lalulintas pada jembtan

besarnya intensitas p adalah 49,0 kN/m.

2) Distribusi Beban “D”

harus disusun pada arah melintang sedemikian rupa sehingga

menimbulkan momen maksimum. Penyusunan komponen –

komponen BTR dan BGT dari beban “D” secara umum dapat dilihat

pada Gambar 2.9. kemudian untuk alternatif penempatan dalam arah

memanjang dapat dilihat pada Gambar.

Gambar 2.9 Penempatan Beban “D” dalam Arah Memanjang

Sumber : SNI 1725 : 2016 (Pembebanan pada Jembatan)

12
3) Respons Terhadap Beban Lajur “D”

Distribusi beban hidup dalam arah melintang digunakan untuk

memperoleh momen dan geser dalam arah longitudinal pada gelagar

jembatan.

3. Beban Truk “T” (TT)


Selain beban “D” terdapat beban lalu lintas yaitu beban truk “T”.

Beban truk “T” tidak dapat digunakan dengan beban “D”. Beban truk

dapat digunakan untuk perhitungan struktur lantai. Adapun faktor beban

untuk beban “T” seperti terlihat pada Tabel 2.8.

Tabel 2.8 Faktor Beban Untuk Beban Truk“T”

Faktor Beban (ɣTD)


Tipe
Jembatan
Beban Keadaan Batas Keadaam Batas Ultimit
Layanan (ɣSTD) (ɣUTD)

Beton 1.00 1.80


Transien Box Girder
1.00 2.00
Baja

Sumber : SNI 1725 : 2016 (Pembebanan pada Jembatan)

13
a. Besarnya Pembebanan Truk “T”

Gambar 2 Pembebanan Truk “T” (500 kN)


Sumber : SNI 1725 : 2016 (Pembebanan pada Jembatan)

Pembebanan truk “T terdiri atas kendaraan truk semi-trailer yang

mempunyai susunan dan berat gandar seperti terlihat dalam gambar 2..

Berat dari tiap – tiap gandar disebarkan menjadi 2 beban merata sama

besar yang merupakan bidang kontak antara roda dengan permukaan

lantai. Jarak antara 2 gandar tersebut bisa diubah – ubah dari 4,0 m

sampai dengan 9,0 m untuk mendapatkan pengaruh terbesar pada arah

memanjang jembatan.

b. Posisi dan Penyebaran Pembebanan Truk “T” Dalam Arah Melintang

Kendraan truk “T” ini harus ditempatkan di tengah – tengah lajur

lalu lintas rencana seperti terlihat pada gambar 2.11. Jumlah maksimum

14
lajur lalu lintas rencana dapat dilihat dalam Tabel 2.6, tetapi jumlah kecil

bisa digunakan dlam perencanaan apabila menghasilkan pengaruh yang

lebih besar. Hanya jumlah lajur lalu lintas rencana dalam nilai bulat harus

digunakan. Lajur lalu lintas rencana bisa ditempatkan dimana saja pada

lajur jembatan.

c. Penerapan Beban Hidup kendaraan

Pengaruh beban hidup harus ditentukan dengan mempertimbangkan

setiap kemungkinan kombinasi jumlaj jalur yang terisi dikalikan dengan

faktor kepadatan lajur yang sesuai untuk memperhitungkan

kemungkinan terisinya jalur rencana oleh beban hidup. Jika perencana

tidak mempunyai data yang diperlukan maka nilai – nilai pada tabel 2.9.

• Dapat digunakan saat meneliti jika hanya satu jalur terisi.

• Boleh digunakan saat meneliti pengaruh beban hidup jika ada

tiga atau lebih lajur terisi.

Tabel 2.9 Faktor Kepadatan Lajur (m)

Jumlah Lajur Yang Dibebani Faktor Kepadatan Lajur

1 1,2

≥2 1

Sumber : SNI 1725 : 2016 (Pembebanan pada Jembatan)

d. Bindang Kontak Roda Kendaraan

Bidang kontak roda kendaraan yang terdiri atas satu atau dua roda

diasumsikan mempunyai bentuk persegi panjang dengan panjang 750

15
mm dan lebar 250 mm. Tekanan ban harus diasumsikan terdistribusi

secara merata pada permukaan bidang kontak.

e. Penerapan Beban Hidup Kendaraan

Kecuali ditentukan lain, pengaruh beban hidup pada waktu

menentukan momen positif harus diambil nilai yang terbesar dari :

• Pengaruh beban truk dikalikan dengan faktor beban dinamis (FBD),

atau

• Pengaruh beban terdistribusi "D" dan beban garis KEL dikalikan FBD

Untuk momen negatif, beban truk dikerjakan pada dua bentang yang

berdampingan dengan jarak gandar tengah truk terhadap gandar depan

truk dibelakangnya adalah 15 m (Gambar ), dengan jarak antara gandar

tengah dan gandar belakang adalah 4 m.

Gambar – Penempatan Beban Truk Untuk Kondisi Momen Negatif

Maksimum

Sumber : SNI 1725 : 2016 (Pembebanan pada Jembatan)

Gandar yang tidak memberikan kontribusi pada gaya total harus

diabaikan dalam perencanaan. Beban kendaraan dimuat pada masing-

masing jalur masing-masing dan harus diposisikan untuk mendapatkan

pengaruh yang terbesar dalam perencanaan. Beban truk harus diposisikan

16
pada lebar jembatan sehingga sumbu roda mempunyai jarak sebagai

berikut:

1) Untuk perencanaan pelat kantilever : 250 mm dari tepi parapet atau

railing, dan

2) Untuk perencanaan komponen lainnya : 1000 mm dari masing-

masing sumbu terluar roda truk. Kecuali ditentukan lain, panjang

lajur rencana atau sebagian dari panjang lajur rencana harus dibebani

dengan beban terdistribusi "D".

f. Klasifikasi Pembebanan Lalulintas

1) Pembebanan lalu lintas yang dikurangi

Dalam keadaan khusus, dengan persetujuan instansi yang

berwenang, pembebanan "D" setelah dikurangi menjadi 70 %

bisa digunakan. Pembebanan lalu lintas yang dikurangi hanya

berlaku untuk jembatan darurat atau semipermanen.

2) Pembebanan lalu lintas yang berlebih (overload)

Faktor pembesaran di atas 100 % tidak boleh digunakan untuk

pembebanan truk "T" atau gaya rem pada arah memanjang

jembatan

g. Faktor Beban Dinamis

Faktor Beban Dinamis (FBD) merupakan hasil interaksi antara

kendaraan yang bergerak dan jembatan. Besarnya FBD tergantung pada

frekuensi dasar dari suspensi kendaraan , biasanya antara 2 Hz sampai 5

17
Hz untuk kendaraan berat, dan frekuensi dari getaran lentur jembatan.

Untuk perencanaan, FBD dinyatakan sebagai beban statis ekuivalen.

Besarnya BGT dari pembebanan lajur "D" dan beban roda dari

Pembebanan Truk "T" harus cukup untuk memberikan terjadinya

interaksi antara kendaraan yang bergerak dengan jembatan dengan dikali

FBD. Besarnya nilai tambah dinyatakan dalam fraksi dari beban statis.

FBD ini diterapkan pada keadaan batas daya layan dan batas ultimit.

BTR dari pembebanan lajur “D” tidak dikali dengan FBD. Untuk

pembebanan "D": FBD merupakan fungsi panjang bentang ekuivalen

seperti tercantum dalam Gambar 28 . Untuk bentang tunggal panjang

bentang ekuivalen diambil sama dengan panjang bentang sebenarnya.

Untuk bentang menerus panjang bentang ekuivalen LE diberikan dengan

rumus:

LE = √𝐿𝑎𝑣. 𝐿𝑚𝑎𝑥 …………………………………………………(2.1)

Keterangan :

Lav = adalah panjang bentang rata-rata dari kelompok bentang

yang disambungkan secara menerus

Lmax = adalah panjang bentang maksimum dalam kelompok

bentang yang disambungkan secara menerus.

18
Gambar – Penempatan Beban Truk Untuk Kondisi Momen Negatif

Maksimum

Sumber : SNI 1725 : 2016 (Pembebanan pada Jembatan)

h. Gaya Rem (TB)

Gaya rem harus diambil yang terbesar dari :

3) 25% dari berat gandar truk desain atau,

4) 5% dari berat truk rencana ditambah beban lajur terbagi rata BTR

i. Gaya Setrifugal

Untuk tujuan menghitung gaya radial atau efek guling dari beban

roda, pengaruh gaya sentrifugal pada beban hidup harus diambil sebagai

hasil kali dari berat gandar truk rencana dengan faktor C sebagai berikut:

v2
C=f …………………………………………………….… (2.2)
gRI

19
Keterangan :

v = adalah kecepatan rencana jalan raya (m/detik)

f = adalah faktor dengan nilai 4/3 untuk kombinasi beban selain

keadaan batas fatik dan 1,0 untuk keadaan batas fatik

g = adalah percepatan gravitasi: 9.8 (m/detik2)

Rl = adalah jari-jari kelengkungan lajur lalu lintas (m)

4. Aksi Lingkungan
a. Gaya Akibat Deformasi

Gaya dalam yang terjadi karena deformasi akibat rangkak dan

susut harus diperhitungkan dalam perencanaan. Selain itu pengaruh

temperatur gradien harus dihitung jika diperlukan. Gaya-gaya yang

terjadi akibat adanya pengekangan deformasi komponen maupun

tumpuan serta deformasi pada lokasi dimana beban bekerja harus

diperhitungkan dalam perencanaan.

b. Beban Angin

Tekanan angin yang ditentukan pada pasal ini diasumsikan

disebabkan oleh angin rencana dengan kecepatan dasar (VB) sebesar

90 hingga 126 km/jam.

Beban angin harus diasumsikan terdistribusi secara merata pada

permukaan yang terekspos oleh angin. Luas area yang diperhitungkan

adalah luas area dari semua komponen, termasuk sistem lantai dan

railing yang diambil tegak lurus terhadap arah angin. Arah ini harus

divariasikan untuk mendapatkan pengaruh yang paling berbahaya

20
terhadap struktur jembatan atau komponen-komponennya. Luasan

yang tidak memberikan kontribusi dapat diabaikan dalam

perencanaan.

Untuk jembatan atau bagian jembatan dengan elevasi lebih tinggi

dari 10000 mm diatas permukaan tanah atau permukaan air, kecepatan

angin rencana, VDZ, harus dihitung dengan persamaan sebagai

berikut:

𝑉10 𝑍
VDZ = 2,5 Vo ( 𝑉𝐵 ) In (𝑍𝑜) ……………………………………… (2.3)

Keterangan :

VDZ = adalah kecepatan angin rencana pada elevasi rencana, Z

(km/jam)

V10 = adalah kecepatan angin pada elevasi 10000 mm di atas

permukaan tanah atau di atas permukaan air rencana (km/jam)

VB = adalah kecepatan angin rencana yaitu 90 hingga 126

km/jam pada elevasi 1000 mm, yang akan menghasilkan tekanan.

Z = adalah elevasi struktur diukur dari permukaan tanah atau

dari permukaan air dimana beban angin dihitung (Z > 10000 mm)

V = adalah kecepatan gesekan angin, yang merupakan

karakteristik meteorologi, sebagaimana ditentukan dalam Tabel ,

untuk berbagai macam tipe permukaan di hulu jembatan (km/jam)

21
Zo = adalah panjang gesekan di hulu jembatan, yang merupakan

karakteristik meteorologi, ditentukan pada Tabel 28 (mm).

V10 dapat diperoleh dari:

• grafik kecepatan angin dasar untuk berbagai periode ulang.

• survei angin pada lokasi jembatan, dan.

• jika tidak ada data yang lebih baik, perencana dapat

mengasumsikan bahwa V10 = VB = 90 s/d 126 km/jam.

Tabel 2.10 Nilai Vo dan Zo Bntuk Berbagai Variasi Kondisi

Permukaan Hulu (m)

Kondisi Lahan Terbuka Surb Urban Kota

V0 (km/jam) 13,2 17,6 19,3

Z0 (mm) 70 1000 2500

Sumber : SNI 1725 : 2016 (Pembebanan pada Jembatan)

a. Beban Angin Pada Struktur (EWs)

Jika dibenarkan oleh kondisi setempat, perencana dapat

menggunakan kecepatan angin rencana dasar yang berbeda untuk

kombinasi pembebanan yang tidak melibatkan kondisi beban angin

yang bekerja pada kendaraan.


𝑉𝐷𝑧
PD = V0 ( 𝑉𝐵 )2 ………………………………………………... (2.4)

Keterangan :

PB = adalah tekanan angin dasar seperti yang ditentukan dalam

Tabel (MPa)

22
Tabel 2.11 Tekanan Angin Dasar

Angin Tekan Angin Hisap


Komponen Bangunan Atas (MPa) (MPa)

Rangka, Kolom dan 0,0024 0,0012


Pelengkung
0,0024 N/A
Balok
0,0019 N/A
Permukaan Datar
Sumber : SNI 1725 : 2016 (Pembebanan pada Jembatan)

Gaya total beban angin tidak boleh diambil kurang dari 4,4 kN/mm

pada bidang tekan dan 2,2 kN/mm pada bidang hisap pada struktur

rangka dan pelengkung, serta tidak kurang dari 4,4 kN/mm pada balok

atau gelagar.

23
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Dalam pengelolaan data penulis menggunakan metode Kuantitatif

penulis melakukan analisis gambar dan RKS jembatan komposit dengan

bentang Panjang 12 meter dan lebar 21 meter di jalan Gerilya-soedirman.

B. Spesifikasi dan Data Struktur

1. Data Jembatan

a. Nama Bangunan : Jembatan Gerilya - Soedirman

b. Lokasi Bangunan : Desa Pasir Muncang, Purwokerto

Barat, Jawa Tengah.

c. Tipe Bangunan : Jembatan

d. Struktur Bangunan : Beton Bertulang

e. Panjang total Bentang : 12 m arah memanjang

21 m arah melintang

f. Mutu Beton fc’ : 20 Mpa

g. Mutu Baja WF : 700 Mpa

2. Data yang diperlukan

a. Asbuilt Drawing

b. Kelas Jalan

c. RKS / Spektek Jembatan

23
C. Lokasi Penelitian

Adapun lokasi penelitian analisis Slab jembatan komposit pada jalan

Gerilya -Seodirman. Seperti dalam gambar 3.1 dibawah ini. Penelitian

dilaksanakan di jalan Gerilya – Soedirman yang berada di Kabupaten Banyumas, jalan

ini berlokasi di Desa Pasir Muncang, Purwokerto Barat, Jawa Tengah.

Gambar 3.1 Peta Lokasi Jembatan Gerilya – Soedirman di Purwokerto Jawa

Tengah

Sumber ; Google Earth, 2021

D. Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara:

1. Metode Litelatur

Yaitu degan mengumpulkan, mengidentifikasi, mengolah data tertulis dan

metode kerja yang digunakan sebagai input proses analisis jembatan. Untuk

menganalisis jembatan komposit yang berada di jalan Gerilya – Soedirman

24
ini diperlukan data awal jembatan yang digunakan sebagai patokan. Data –

data tersebut yang diperoleh dari Cv Insani Karya sebagai pelaku yang

mengerjakan proyek.

2. Metode Observasi

Yaitu dengan melakukan pengamatan langsung ke lokasi untuk

mengetahui kondisi sebenarnya dilapangan.

E. Persyaratan Umum Yang Digunakan

1. SNI 1725:2016 Pembebanan Untuk Jembatan.

2. SNI T 12-2004 Perencanaan Struktur Beton Untuk Jembatan

3. PPURG

F. Alat Penelitian

1. 1 (Satu) unit Laptop

2. Alat tulis

3. Program bantu Microsoft Office (Excel)

4. Program Bantu SAP 2000

25
G. Bagan Alir

Mula
i

Studi Pustaka

Tidak Lengkap

Pengumpulan Data
1. Asbuilt Drawing
2. Kelas jalan
3. RKS/Spektek

Lengkap

Pengolahan Data
Spesifikasi Material dan
Desain Asbuilt Drawing Pembahasan
hasil analisis slab
jembatan

Analisis Slab
Perhitungan pembebanan slab Kesimpulan & Saran
jembatan berdasarkan SNI
1725:2016

SELESAI

26
DAFTAR PUSTAKA
Akbar, A.F, 2021. Studi Perbandingan Perilaku Jembatan Akibat Pembebanan
Berdasarkan BMS 1992 dan SNI 1725:2016.
Badan Standardisasi Nasional, 2016. SNI 1725:2016 Pembebanan Untuk
Jembatan. Jakarta : BSN
Badan Standardisasi Nasional, 2004. SNI T 12-2004 Perencanaan Struktur Beton
Untuk Jembatan. Jakarta : BSN
Hasudungan, H.I, 2020. Evaluasi Perhitungan Bangunan Atas Jembatan
Komposit. Medan : Universitas Medan Area Medan.
Huda.M, Nurhidayatullah, E.F, 2020. Analisis Respons Struktur Atas Jembatan
Komposit Akibat Gempa Statistik Horizontal Berdasarkan RSNI
2833:2013 dan Pembebanan Jembaan Berdasarkan SNI 1725:2016.
Purworejo : Universitas Teknologi Yogyakarta.
Kusuma, H, 2017. Analisis Pembebanan Peraturan BMS-1992 SNI-1725:2016
Pada Jembatan Standar Beton Bertulang Bentang 20 Meter. Padang :
Universitas Andalas
Nuklirullah, M, Muhammad, I.F & Suhendra,2019. Analisis Struktur Jembatan
Sungai Kampung Tengah Kecamatan Pelayangan Kota Jambi. Jambi :
Universitas Batanghari Jambi.
Muhammad, I.F, 2019. Analisis Stuktur Jembatan Sei Kampung Tengah Kec.
Pelayangan Kota Jambi. Jambi : universitas Batanghari Jambi.
Sapulete, C.A, 2020. Analisis Pembebanan Jembatan Menggunakan Standar
Pembebanan SNI 1725:2016. Manokwari : Institut Sains dan Teknologi
Indonesia Manokwari
Setyawan, A.S, Purnamasari & E,Cahyadi, H, 2021. Analisis Penulangan
Abutment Pada Pembangunan Jembatan Sungai Kusan ( Alam Roh 17)
Kecamatan Aranio Kabupaten Banjar. Banjarmasin : Universitas
Kalimantan Muhamma Arsyad Al Banjari.

23
Supriadi, B & Muntohar A.S, 2017. Jembatan.Yogyakarta : Beta Offset Kavling
Madukismo 28

24

Anda mungkin juga menyukai