Anda di halaman 1dari 34

PROPOSAL TUGAS AKHIR

STUDI ALTERNATIF PERENCANAAN STRUKTUR ATAS JEMBATAN


PELENGKUNG RANGKA BAJA TIPE BOWSTRING TRUSS PADA JEMBATAN
MONDU II KABUPATEN SUMBA TIMUR – NUSA TENGGARA TIMUR

Disusun Oleh :

SAUD ABDUL GADIR ALHABSY

1821148

JURUSAN TEKNIK SIPIL S-1

FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL

MALANG

2022
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Studi Terdahulu
Berdasarkan hasil – hasil studi terdahulu yang relevan dengan judul yang penulis
ambil dalam kurun waktu 5 tahun termuda, diantaranya sebagai berikut :
1. Indra Rahma Hardiana (2018)
Beliau melakukan studi alternatif perencanaan dengan judul “Studi
Alternatif Design Struktur Atas Jembatan Tipe Bowstring Arch Truss Pada
Jembatan Sempar Kabupaten Bangkalan Madura” pada tahun 2018. Jembatan
direncanakan dengan panjang 40 meter menggunakan studi alternatif perencanaan
lain yang efektif untuk pembangunan Jembatan Sempar yaitu perencanaan jembatan
rangka baja tipe Bowstring Arch Truss. Perencanaan dan perhitungan dengan
metode LRFD. Menggunakan peraturan-peraturan yang dipakai di Indonesia salah
satunya SNI 1725:2016 Perencanaan Pembebanan Untuk Jembatan. Penyusun
menggunakan program bantu untuk perhitungan struktur: Staad Pro V8i, serta
untuk perletakan menggunakan sendi dan rol. (Hardiana, 2018)
2. Armadi Kilimondu (2020)
Beliau melakukan studi alternatif perencanaan dengan judul “STUDY
ALTERNATIF PERENCANAAN STRUKTUR ATAS JEMBATAN
RANGKA BAJA TIPE BOWSTRING TRUSS PADA JEMBATAN
GELONDONG KABUPATEN BLITAR” pada tahun 2020. Jembatan
direncanakan dengan panjang 88 meter, penyusun menggunakan alternatif
perencanaan jembatan dengan tipe Bowstring Truss pada jembatan Gelondong dan
peningkatan kelas pada jembatan sebelumnya dengan tujuan agar kualitas dari
Jembatan Gelondong menjadi baik, aman, dan ekonomis. Perencanaan dan
perhitungan dengan metode LRFD. Menggunakan peraturan-peraturan yang dipakai
di Indonesia salah satunya SNI 1725:2016 Perencanaan Pembebanan Untuk
Jembatan. Penyusun menggunakan program bantu untuk perhitungan struktur :
Staad Pro V8i, serta untuk perletakan menggunakan elastomer. (Kilimondu, 2020)
3. Novacharisma Vindiantri Verocha (2020)
Beliau melakukan studi alternatif perencanaan dengan judul
“ALTERNATIF DESAIN STRUKTUR JEMBATAN MENGGUNAKAN
BAJA TIPE BOWSTRING TRUSS PADA JEMBATAN NIOGA
KABUPATEN PUNCAKJAYA WAMENA” pada tahun 2020. Merencanakan
struktur rangka suatu jembatan dengan menggunakan rangka baja Tipe Bowstring
dengan bentang 40 meter dan lebar 9 meter, menggunakan metode Load and
Resistance Factor Design dan untuk analisa pemodelan struktur jembatan
menggunakan program bantu STAAD Pro. Penyusun menggunakan perletakkan
bantalan elastomer. Serta pada judul ini ia juga menghitung struktur bawah
jembatan. (Verocha, 2020)
Tabel 2.1 Matriks Studi Terdahulu
Nama dan Judul Studi Uraian
Metode: LRFD
Analisa: Staad Pro V8i
Peraturan:
 SNI:1725:2016 Pembebanan
(Indra Rahma Hardiana, Institut Teknologi untuk Jembatan
Nasional Malang, 2018), “Studi Alternatif  RSNI T-02-2015 Pembebanan
Design Struktur Atas Jembatan Tipe Jembatan
Bowstring Arch Truss Pada Jembatan  RSNI T-03-2005 Perencanaan
Sempar Kabupaten Bangkalan Madura” Struktur Baja Untuk Jembatan
 SNI 03 - 1729 – 2002 Tata Cara
Perencanaan Struktur Baja Untuk
Bangunan Gedung
Perletakkan : Sendi dan rol
(Armadi Kilimondu, Institut Teknologi Metode: LRFD
Nasional Malang, 2020), “Study Alternatif Analisa: Staad Pro V8i
Perencanaan Struktur Atas Jembatan Peraturan:
Rangka Baja Tipe Bowstring Truss Pada  SNI 1725–2016 Perencanaan
Jembatan Gelondong Kabupaten Blitar” Pembebanan Untuk Jembatan
 RSNI T – 03 – 2005 Perencanaan
Struktur Baja Untuk Jembatan
 SNI 03 – 3967 – 2008 Tentang
Spesifikasi Bantalan Elastomer
 SNI – 1729 – 2015 Spesifikasi
Tentang Bangunan Gedung Baja
Struktural
 SNI 2052 – 2014 Standart Baja
Tulangan Beton
 Surat Edaran menteri, PUPR/
07/SE//M/2015
 SNI 3967 – 2013 Spesifikasi dan
Metode Uji Bantalan Karet
Elastomer Untuk Jembatan
Perletakkan : Elastomer
(Novacharisma Vindiantri Verocha, Metode: LRFD
Universitas Islam Malang, 2020), Analisa: Staad Pro V8i
“Alternatif Desain Struktur Jembatan Peraturan:
Menggunakan Baja Tipe Bowstring Truss  SNI 03-1729-2002 Tata Cara
Pada Jembatan Nioga Kabupaten Perencanaan Struktur Baja untuk
Puncakjaya Wamena” Bangunan Gedung.
 RSNI T-03-2005 Perencanaan
Struktur Baja untuk Jembatan.
 RSNI T-02—2005 Standar
Perencanaan Pembebanan Pada
Jembatan.
 SNI 3967:2008 Spesifikasi
Bantalan Elastomer Tipe Polos
dan Tipe Berlapis untuk
Perletakkan Jembatan.
 SNI 03-1729-2015 Spesifikasi
Bangunan Struktural Baja.
 SNI 1725:2016 Standar
Pembebanan Jembatan.
Perletakkan : Elastomer
Pada penyusunan proposal tugas akhir ini penyusun melakukan studi perencanaan
Jembatan Mondu II menggunakan jembatan rangka baja tipe Bowstring Truss
menggunakan metode DFBT dan menggunakan peraturan-peraturan sesuai SNI.
Kemudian untuk analisa menggunakan program SAP2000.
2.2 Tinjauan Umum
Jembatan adalah suatu konstruksi yang gunanya meneruskan jalan melalui suatu
rintangan yang tidak sebidang dan berada lebih rendah. Rintangan ini biasanya berupa
jalan air (sungai) atau jalan lalu lintas biasa. (Struyk dkk., 1984)
Jembatan merupakan bangunan pelengkap jalan yang berfungsi sebagai
penghubung dua ujung jalan yang terputus oleh sungai, saluran, lembah, selat, laut, jalan
raya dan jalan kereta api. (Anonim, 2015)
Jembatan adalah suatu bangunan yang memungkinkan suatu jalan menyilang
sungai/saluran air, lembah atau menyilang jalan lain yang tidak sama tinggi
permukaannya. Secara umum suatu jembatan berfungsi untuk melayani arus lalu lintas
dengan baik, dalam perencanaan dan perancangan jembatan sebaiknya
mempertimbangkan fungsi kebutuhan transportasi, persyaratan teknis dan estetika-
arsitektural yang meliputi : Aspek lalu lintas, Aspek teknis, Aspek estetika. (Supriyadi &
Muntohar, 2007)
2.3 Definisi Jembatan Rangka Baja
Jembatan rangka baja adalah jembatan yang terbuat dari bahan baja yang mana
struktur rangkanya saling berikatan pada jembatan, agar beban - beban yang terjadi dapat
disalurkan ke bagian - bagian rangka jembatan. Pada perkembangannya jembatan rangka
baja ini telah direncanakan atau diciptakan dengan berbagai macam bentuk. (Supriyadi &
Muntohar, 2007)
Struktur rangka adalah susunan elemen-elemen linear yang membentuk segitiga
atau kombinasi segitiga, sehingga menjadi bentuk rangka yang tidak dapat berubah
bentuk apabila diberi beban eksternal tanpa adanya perubahan bentuk pada satu atau lebih
batangnya. Struktur dari gabungan segitiga ini merupakan bentuk yang stabil. (Schodek,
1991)
2.3.1 Macam - Macam Tipe Jembatan Rangka Baja
Ada banyak tipe jembatan rangka yang dapat digunakan antaranya
sebagai berikut:
1. Pratt
2. Parker
3. K-Truss
4. Howe
5. Camelback
6. Warren
7. Fink
8. Double Intersection Pratt
9. Warren
10. Bowstring
11. Baltimore
12. Double Intersection Warren
13. Waddell ”A” Truss
14. Pennsylvania
15. Lattice

Gambar 2.1 Tipe Jembatan Rangka Baja


2.3.2 Jembatan Tipe Bowstring Truss
Gambar 2.2 Potongan Memanjang Jembatan Tipe Bowstring Truss
Jembatan bowstring truss adalah variasi pada Truss untuk menguatkan
diagonal semua panel. Truss pada jembatan pelengkung tipe Bowstring
berbentuk silang untuk menambah ikatan pada bagian atas, bawah, atau kedua
bagian panel.
2.3.3 Bagian – Bagian Jembatan Tipe Bowstring Truss
Pada dasarnya semua jembatan terdiri dari dua bagian utama, yaitu
struktur bagian atas atau super struktur dan struktur bagian bawah atau sub
struktur. Dalam hal ini yang akan dibahas lebih lanjut adalah struktur bagian
atas. Struktur bagian atas dari jembatan itu sendiri meliputi :
a. Lantai trotoir dan kendaraan
b. Gelagar memanjang
c. Gelagar melintang
d. Gelagar induk
e. Ikatan angin
f. Pipa sandaran
g. Plat simpul
h. Peletakan / sandaran
2.3.4 Kelebihan dan Kekurangan Jembatan Rangka Baja
1. Kelebihan
 Gaya batang utama merupakan gaya aksial.
 Baja mempunyai kuat Tarik dan kuat tekan yang tinggi.
 Bisa menghemat tenaga kerja karena baja melalui tahap pabrikasi
dan pada saat dilapangan hanya tinggal memasang saja.
 Jika sudah selesai masa layan, baja bisa dibongkar dengan mudah.
 Pekerjaan jembatan baja menjadi lebih cepat dibandingkan dengan
beton bertulang.
2. Kekurangan
 Baja bisa berkarat.
 Kekuatan baja tergantung dari panjang bentang yang akan
direncanakan.
 Biaya pembuatan jembatan baja tergolong relatif mahal.
 Untuk saat ini pengerjaan jembatan rangka masih kurang cepat
dibanding dengan pengerjaan jembatan prategang.
2.4 Pendimensian Jembatan Busur
2.4.1 Konstruksi busur
Umumnya yang dimaksud dengan jembatan busur adalah suatu konstruksi
jembatan yang pada pembebanan oleh beban vertikal memberikan reaksi
perletakan dalam arah horizontal . Pemberian bentuk busur dimaksud untuk
mengurangi momen lentur pada jembatan, sehingga penggunaan bahan lebih
efisien, dibandingkan dengan gelagar atau balok pararel.
Langkah awal dalam perencanaan jembatan tipe bowstring arch truss
mengacu pada referensi jembatan busur, langkah awalnya adalah tahap persiapan
perencanaan yaitu untuk menentukan dimensi awal dari busur, yang meliputi
tinggi busur(f), tinggi tampang busur (t), lebar jembatan(b), dan panjang
penggantung busur(y). (Sumber : “Studi Alternatif Design Struktur Atas Jembatan
Tipe Bowstring Arch Truss Pada Jembatan Sempar Kabupaten Bangkalan
Madura” Indra Rahma Hardiana, 2018).
2.4.2 Tinggi Fokus Busur Rangka
Menentukan tinggi busur dengan menggunakan syarat berdasarkan Hilmy
dan Djoko (2013;2) sebagai berikut:
1 f 1
Syarat ≤ ≤ …………………………………………………………………
6 L 5
2.1
Keterangan :
f = tinggi lengkung (m)
L = panjang busur/jembatan (m)

Gambar 2.3 Tinggi Fokus Busur Rangka


2.5 Pembebanan Pada Jembatan
Perencanaan pada jembatan ini mengunakan pembebanan berdasarkan peraturan
yang dikeluarkan oleh Dirjen Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum yaitu SNI-1725-
2016, Tentang Pembebanan Untuk Jembatan.
2.5.1 Beban Primer
Adalah beban yang merupakan beban utama dalam perhitungan tegangan
pada perencanaan jembatan. Beban primer terdiri dari beban tetap (mati) dan
beban (hidup).
a. Berat Sendiri
Berat sendiri adalah berat bagian tersebut dan elemen-eleman
struktural lain yang dipikulnya, termasuk dalam hal ini adalah berat bahan
dan bagian jembatan yang merupakan elemen struktural, ditambah dengan
elemen nonstruktural yang dianggap tetap. Faktor beban yang digunakan
untuk berat sendiri dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Faktor beban untuk berat sendiri

(Sumber : SNI 1725-2016, halaman 14)


b. Beban Mati
Beban mati tambahan adalah berat seluruh bahan yang membentuk
suatu beban pada jembatan yang merupakan elemen nonstruktural, dan
besarnya dapat berubah selama umur jembatan.
Tabel 2.2 Berat isi untuk beban mati

(Sumber : SNI 1725-2016, halaman 13)


Tabel 2.3 Faktor beban untuk beban mati tambahan

(Sumber : SNI 1725-2016, halaman 14)


c. Beban Hidup
Beban hidup pada jembatan yang harus ditinjau dinyatakan dalam
dua macam yaitu :
1. Beban T
Beban T adalah beban suatu kendaraan berat dengan 3 gandar
yang ditempatkan pada beberapa posisi dalam lajur lalu lintas
rencana. Tiap gandar terdiri atas dua bidang kontak pembebanan
yang dimaksud sebagai simulasi pengaruh roda kendaraan berat.
Hanya satu truk T diterapkan per lajur lalu lintas rencana. Beban T
tidak dapat digunakan bersama beban D. Beban truk dapat digunakan
untuk perhitungan struktur lantai. Adapun faktor beban untuk T
dapat dilihat pada tabel 2.4 berikut.
Tabel 2.4 Faktor beban untuk pembebanan truk “T”

(Sumber : SNI 1725-2016, halaman 41)


Pembebanan truk T terdiri atas kendaraan semi-trailer yang
mempunyai susunan dan berat gandar. Berat dari tiap-tiap gandar
disebarkan menjadi 2 beban merata sama besar yang merupakan
bidang kontak antara roda dengan permukaan lantai. Jarak antara 2
gandar tersebut bisa diubah-ubah dari 4,0 m sampai 9,0 m untuk
mendapatkan pengaruh terbesar pada arah memanjang jembatan.

Gambar 2.4 Pembebanan Truk “T” (500 kN)


(Sumber : SNI 1725-2016, halaman 41)

2. Beban D
Beban “D” atau terbagi rata (BTR) adalah beban yang
bekerja pada seluruh labar lajur kendaraan dan menimbulkan
pengaruh pada jembatan yang ekuivalen dengan suatu iringan-
iringan kendaraan yang sebenarnya. Beban lajur “D” tediri atas
beban terbagi rata (BTR) yang digabung dengan beban garis (BGT).
Faktor beban yang digunakan untuk beban lajur “D”.
Tabel 2.5 Faktor beban akibat lajur “D”

(Sumber : SNI 1725-2016, halaman 39)

Insensitas dari beban “D”


Beban tebagi rata BTR mempunyai intensitas q kPa, dimana
besarnya q tergantung pada panjang total yang dibebani L sebagai
berikut :
L = 30 m : q = 9,0 kPa .........................................................2.2
L> 30 m : q = 9,0 (0,5 + 15/L) kPa .....................................2.3
Keterangan :
q adalah intensitas beban terbagi rata (BTR) dalam
arah memanjang jembatan. (kPa)
L adalah panjang total jembatan yang dibebani
(meter).
Dimana: 1 kPa = 0,001 Mpa = 0,01 kg/cmᶟ

Gambar 2.5 Beban Lajur “D”


(Sumber : SNI 1725-2016, halaman 39)

Beban garis terpusat (BGT) dengan intensitas p kN/m harus


ditempatkan tegak lurus terhadap arah lalu lintas pada jembatan.
Besarnya intensitas p adalah 49,0 kN/m. Untuk mendapatkan momen
lentur negatif meksimum pada jembatan menerus, BGT kedua yang
identik harus ditempatkan pada posisi dalam arah melintang
jembatan pada bentang lainnya.
2.5.2 Beban Pejalan Kaki
Semua komponen trotoir yang lebih lebar dari 600 mm harus direncanakan
untuk memikul beban pejalan kaki dengan intensitas 5 kPa dan dianggap bekerja
secara bersamaan dengan beban kendaraan pada masing-masing lajur kendaraan.
Jika trotoir dapat dinaiki maka beban pejalan kaki tidak perlu dianggap bekerja
secara bersamaan dengan beban kendaraan. Jika ada kemungkinan trotoir berubah
fungsi di masa depan menjadi lajur kendaraan, maka beban hidup kendaraan harus
diterapkan pada jarak 250 mm dari tepi dalam parapet untuk perencanaan
komponen jembatan lainnya. Dalam hal ini, faktor beban dinamis tidak perlu
dipertimbangkan. (Sumber SNI 1725-2016, halaman 46)
2.5.3 Faktor Beban Dinamis
Faktor beban dinamis (FBD) merupakan interaksi antara kendaraan yang
bergerak dengan jembatan. Besarnya FBD tergantung pada frekuensi dasar dari
suspensi kendaraan, biasanya antara 2 Hz sampai 5 Hz untuk kendaraan berat, dan
frekuensi dari getaran lentur jembatan. Untuk perencanaan, FBD dinyatakan
sebagai beban statis ekuivalen. FBD ini diterapkan pada keadaan batas daya layan
dan batas utimit. Untuk pembebanan “D”: FBD merupakan fungsi panjang
bentang ekuivalen seperti tercantum dalam Gambar 2.5. Untuk bentang tunggal
panjang bentang ekuivalen diambil sama dengan panjang bentang sebenarnya.
Untuk bentang menerus panjang bentang ekuivalen LE diberikan dengan
rumus (Sumber : SNI 1725-2016, halaman 45):
LE = √ LavLmax ………………………............................................2.4
Keterangan :
Lav adalah panjang bentang rata-rata dari kelompok bentang yang
disambungkan secara menerus.
Lmax adalah panjang bentang maksimum dalam kelompok bentang yang
disambungkan secara menerus.
Untuk pembebanan truk “T”, FBD diambil 30%. Nilai FBD yang dihitung
digunakan pada seluruh bagian bangunan yang berada di atas permukaan tanah.

Gambar 2.6 Faktor Beban Dinamis Untuk Beban “T” Untuk Pembebanan
Lajur “D”
(Sumber : SNI 1725-2016, halaman 45)
2.5.4 Beban Sekunder
Beban sekunder adalah merupakan beban sementara yang selalu
diperhitungkan dalam perhitungan tegangan pada setiap perencanaan jembatan.
Yang termasuk dalam beban sekunder beban diantaranya adalah :
a. Gaya Rem
Gaya rem harus diambil yang terbesar dari :
1. 25% dari berat gandar truk desain atau
2. 5% dari berat truk rencana ditambah beban lajur terbagi rata BTR
Gaya rem ini diasumsikan bekerja secara harizontal pada jarak 1800 mm
diatas permukaan jalan pada masing-masing arah longitudinal dan dipilih yang
paling menentukan. Faktor kepadatan lajur ditentukan berdasarkan tabel 2.6.
Tabel 2.6 Faktor Kepadatan Lajur (m)
(Sumber : SNI-1725-2016, halaman 42)
b. Beban Angin
Beban angin harus diasumsikan terdistribusi secara merata pada
permukaan yang terekspos oleh angin. Luas area yang diperhitungkan
adalah luas area dari semua komponen, termasuk sistem lantai dan railing
yang diambil tegak lurus terhadap arah angin. Untuk jembatan atau bagian
jembatan dengan elevasi lebih tinggi dari 10000 mm diatas permukaan tanah
atau permukaan air, kecepatan angin rencana, VDZ, harus dihitung dengan
persamaan sebagai berikut :

VDZ = 2,5 Vo ( ) ( )
V 10
VB
ln
Z
Zo
...................................................... 2.5

Keterangan :
VDZ kecepatan angina rencana pada elevasi rencana, Z (km/jam)
V10 kecepatan angin pada elevasi 10000 mm di atas permukaan tanah
atau di atas permukaan air rencana (km/jam)
VB kecepatan angin rencana yaitu 90 hingga 126 km/jam.
Z elevasi struktur diukur dari permukaan tanah atau dari permukaan
air dimana beban angin dihitung (Z > 10000 mm).
V0 kecepatan gesekan angin.
Z0 panjang gesekan di hulu jembatan
Beban angin yang bekerja pada struktur jembatan tidak melibatkan
kondisi beban angin yang bekerja pada kendaraan. Arah angin rencana
diasumsikan bekerja secara horizontal. Data tekanan angin dasar dapat
dilihat pada Tabel 2.7. (Sumber : SNI 1725-2016, halaman 56)

( )
2
V DZ
PD = PB ...................................................................2.6
VB

Keterangan :
VDZ adalah kecepatan angin rencana pada elevasi rencana, Z (km/jam)
VB adalah kecepatan angin rencana yaitu 90 – 126 km/jam pada
elevasi 100 cm.
PB adalah tekanan angin dasar seperti yang ditentukan dalam tabel.
Tabel 2.7 Tekanan Angin Dasar

(Sumber : SNI 1725-2016, halaman 56)


Gaya total beban angin tidak boleh diambil kurang dari 4,4 kN/mm
pada bidang tekan dan 2,2 kN/mm pada bidang hisap pada struktur rangka
dan pelengkung, serta tidak kurang dari 4,4 kN/mm pada balok atau gelagar.
Arah sudut serang ditentukan tegak lurus terhadap arah longitudinal. Arah
angin untuk perencanaan harus yang menghasilkan pengaruh yang terburuk
pada komponen jembatan yang ditinjau. Tekanan angin melintang dan
memanjang harus diterapkan secara bersamaan dalam perencanaan.
Tabel 2.8 Tekanan Angin Dasar (PB) Untuk Berbagi Sudut Serang

(Sumber : SNI 1725-2016, halaman 57)


Jembatan harus direncanakan memikul gaya akibat tekanan angin
pada kendaraan, dimana tekanan tersebut harus diasumsikan sebagai
tekanan menerus sebesar 1,46 N/mm, tegak lurus dan bekerja 1800 mm
diatas permukaan jalan.
Tabel 2.9 Komponen Beban Angin yang Bekerja Pada Kendaraan
(Sumber : SNI 1725-2016, halaman 57)
2.6 Metode LRFD (Load and Resistance Factor Design)
Dalam metode ini faktor-faktor untuk kelebihan beban merupakan variabel yang
tergantung pada tipe beban, dan kombinasi-kombinasi beban yang difaktorkan, harus
diperhitungkan (Salmon-johnson, 1992). Dimana beban kerja rencana dikalikan dengan
faktor beban dan struktur direncanakan untuk menahan beban terfaktor tersebut pada
kapasitas batasnya. LRFD memberikan perbandingan yang lebih spesifik antara beban Q
dan resistensi Rn, seperti persamaan untuk persyaratan mendapatkan keamanan sebagai
berikut:
ϕRn ≥ Σ γi Qi …..................................................................................... 2.7
Keterangan :
Σ = Penjumlahan
Qi = Pengaruh beban nominal
Yi = Faktor beban terkait beban Qi yang ditinjau
Yi Qi = Kuat perlu, dari kondisi batas yang paling ekstrim
Rn = Kuat nominal, kekuatan elemen yang dihasilkan
Φ = Faktor tahanan sesuai jenis struktur yang di tinjau
ϕRn = Kuat rencana, kekuatan struktur yang direncana
Jadi ketentuan LRFD pada dasarnya adalah membandingkan pengaruh beban
terfaktor terhadap kekuatan elemen struktur yang dapat dihasilkan. Faktor beban γ , dan
faktor ketahanan ϕ , menunjukan fakta bahwa efek beban (gaya-gaya momen yang
dihitung dari analisa struktur) dan ketahanan ditentukan oleh ketidak sempurnaan yang
mungkin timbul. Dimana ruas kiri mewakili resistensi (kekuatan) dari komponen atau
sistem, sedangkan ruas kanan mewakili beban yang diharapkan akan ditanggung
sehingga cenderung memberikan struktur yang lebih aman, Pada sisi kekuatan harga
nominasi resistensi Rn dikalikan dengan faktor resistensi (reduksi kekuatan) ϕ untuk
mendapatkan kekuatan desain. Pada sisi beban berbagai efek beban Qi (seperti beban
mati, beban hidup, dan beban air hujan) dikalikan dengan faktor-faktor kelebihan beban
γi untuk mendapatkan jumlah Σ γi Qi dari beban-beban terfaktor. Dengan pengertian lain,
beban yang bekerja harus lebih kecil dari kapasitas kekuatan elemen dibagi dengan suatu
faktor keamanan safety factor. (Sumber : “Study Alternatif Perencanaan Struktur Atas
Jembatan Rangka Baja Tipe Bowstring Truss Pada Jembatan Gelondong Kabupaten
Blitar” Armadi Kilimondu, 2020).
2.6.1. Ketentuan LRFD (Load and Resistance Factor Design) – AISC 2010
Mengacu pada AISC 2010 atau adopsi penuh versi Indonesia : RSNI 103-
1729.1-201X, terdapat dua ketentuan perencanaan struktur baja yang dapat
dipilih yaitu LRFD (Load and Resistance Factor Design) dan ASD (Allowable
Strength Design).
Ketentuan LRFD diaangap memenuhi syarat apabila kuat perlu, Ru lebih
kecil dari kuat rencana, ϕRn dengan ϕ adalah faktor tahanan yang nilainya
bervariasi tergantung perilaku aksi komponen yang ditinjau. Jadi konsep dasar
ketentuan LRFD adalah :
Ru ≤ ϕRn .......................................................................................... 2.8
Menurut SNI 1725:2016 halaman 8 mengenai kombinasi pembebanan,
dinyatakan bahwa dalam perencanaan suatu struktur baja haruslah diperhatikan
jenis-jenis kombinasi pembebanan sebagai berikut ini :
1. Kuat I : Kombinasi pembebanan yang memperhitungkan gaya-gaya yang
timbul pada jembatan dalam keadaan normal tanpa memperhitungkan
beban angin. Pada keadaan batas ini, semua gaya nominal yang terjadi
dikalikan dengan faktor beban yang sesuai.
2. Kuat II : Kombinasi pembebanan yang berkaitan dengan penggunaan
jembatan untuk memikul beban kendaraan khusus yang ditentukan pemilik
tanpa memperhitungkan beban angin.
3. Kuat III : Kombinasi pembebanan dengan jembatan dikenai beban angina
berkecepatan 90 km/jam hingga 126 km/jam.
4. Kuat IV : Kombinasi pembebanan untuk memperhitungkan kemungkinan
adanya rasio beban mati dengan beban hidup yang besar.
5. Kuat V : Kombinasi pembebanan berkaitan dengan operasional normal
jembatan dengan memperhitungkan beban angin berkecepatan 90 km/jam
hingga 126 km/jam.
6. Ekstrem I : Kombinasi pembebanan gempa. Faktor beban hidup YEQ yang
mempertimbangkan bekerjanya beban hidup pada saat gempa berlangsung
harus ditentukan berdasarkan kepentingan jembatan.
7. Ekstrem II : Kombinasi pembebanan yang meninjau kombinasi antara
beban hidup terkurangi dengan beban yang timbul akibat tumbukan kapal,
tumbukan kendaraan, banjir atau beban hidrolika lainnya, kecuali untuk
kasus pembebanan akibat tumbukan kendaraan (TC). Kasus pembebanan
akibat banjir tidak boleh dikombinasikan dengan beban akibat tumbukan
kendaraan dan tumbukan kapal
8. Layan I : Kombinasi pembebanan yang berkaitan dengan operasional
jembatan dengan semua beban mempunyai nilai nominal serta
memperhitungkan adanya beban angin berkecepatan 90 km/jam hingga
126 km/jam. Kombinasi ini juga digunakan untuk mengontrol lendutan
pada goronggorong baja, pelat pelapis terowongan, pipa termoplastik serta
untuk mengontrol lebar retak struktur beton bertulang; dan juga untuk
analisis tegangan tarik pada penampang melintang jembatan beton
segmental. Kombinasi pembebanan ini juga harus digunakan untuk
investigasi stabilitas lereng.
9. Layan II : Kombinasi pembebanan yang ditujukan untuk mencegah
terjadinya pelelehan pada struktur baja dan selip pada sambungan akibat
beban kendaraan.
10. Layan III : Kombinasi pembebanan untuk menghitung tegangan tarik pada
arah memanjang jembatan beton pratekan dengan tujuan untuk mengontrol
besarnya retak dan tegangan utama tarik pada bagian badan dari jembatan
beton segmental.
11. Layan IV : Kombinasi pembebanan untuk menghitung tegangan tarik pada
kolom beton pratekan dengan tujuan untuk mengontrol besarnya retak.
Tabel 2. 6 Kombinasi Pembebanan

(Sumber : SNI-1725-2016; halaman 11)


2.7 Perencanaan Struktur Atas Jembatan Bowstring Truss
Adapun yang perlu direncanakan pada struktur atas adalah sebagai berikut :
2.7.1 Perencanaan Plat Lantai Kendaraan dan Trotoir
Plat lantai kendaraan berfungsi sebagai penahan lapisan perkerasan, pelat
lantai kendaraan diasumsi sebagai pekat yang ditumpu pada keempat sisinya (oleh
gelagar memanjang dan gelagar melintang).
1. Pembebanan pada pelat lantai meliputi:
a. Beban mati, meliputi berat sendiri plat, berat perkerasan dan berat air
hujan
b. Beban hidup yang dinyatakan dalam beban “T”
Plat lantai kendaraan merupakan komponen jembatan tempat berpijaknya
keadaan. Dalam skripsi ini plat lantai kendaraan direncanakan terbuat dari
struktur beton.
2. Pembebanan trotoar
a) Beban mati
Beban mati terdiri atas berat finishing trotoar, berat trotoar dan
berat air hujan.
b) Beban hidup
Beban hidup terdiri atas beban atas beban pejalan kaki.
Penulangan plat lantai kendaraan dan Trotoar
Untuk mendapatkan momen ultimit Mu dihitung dengan menggunakan
program bantu teknik sipil (software SAP2000) , penulangan beton mengikuti
peraturan SNI 2847-2013:
d = tebal plat lantai – selimut beton – ½ D tulangan …………………2.8
As = (1/4 x π x D2 x b) / jarak yang direncanakan …………………2.9
Perhitungan tulangan rangkap

Gambar 2.7 Tulangan Rangkap Pada Plat Lantai


As . fy
𝑎= '
0.85 . f c . b
................................................................ 2.10
Tegangan tekan pada serat beton :
Cc = 0,85 . fc . a . b ................................................................ 2.11
Tegangan tekan pada serat baja :
Cs = As’ (fs’ – 0,85 . fc) ................................................................ 2.12
Kekuatan momen yang terjadi :
Mn = Cc . Z1 + Cs . Z2 .………................................................... 2.13
Kekuatan momen rencana :
Mr = ɸ . Mn, dimana ɸ = 0,8 ……………............................................ 2.14
Kekuatan momen rencana (ɸMn) harus lebih besar atau sama dengan momen
luar rencana (Mu).
Mr = ɸMn > Mu …............................................................ 2.15
2.7.2 Perencanaan Gelagar Memanjang dan Melintang
Gelagar memanjang adalah gelagar yang dipasang arah memanjang
jembatan, berfungsi sebagai tumpuan lantai kendaraan dan menyalurkan beban-
beban yang diterimanya pada gelagar melintang.
Beban-beban yang bekerja pada gelagar memanjang adalah :
a. Beban mati
1) Lantai kendaraan
Untuk beban mati lantai kendaraan diambil pengaruh beban lantai
yang membebani gelagar memanjang.
2) Lantai trotoir
Untuk beban mati lantai trotoir diambil pengaruh beban lantai
yang membebani gelagar memanjang.
b. Beban hidup
1) Beban hidup “D” terdiri dari beban terbagi rata (BTR) dan beban
garis (BGT) yang dikalikan dengan nilai koefisien kejut.
2) Beban truck “T”
3) Beban hidup trotoir atau beban pejalan kaki
c. Factor beban dinamis (FBD)
1. Perhitungan komposit pada gelagar memanjang dan melintang
Konsep lebar efektif sangat berguna dalam proses desain suatu
komponen struktur komposit, terutama ketika proses desain harus dilakukan
terhadap suatu elemen yang mengalami distribusi tegangan yang tidak
seragam. Besarnya lebar efektif dari suatu komponen struktur komposit dapat
ditentukan :
a. Untuk balok interior :

L
bE ≤ …….................................2.16
4

bE ≤ bo …….................................2.17

bE ≤ bf + 16.ts …….................................2.18

Dimana :
bE = lebar efektif beton

L = panjang gelagar

Bo = jarak antar gelagar

Bf = lebar profil

ts = tebal plat lantai

b. Elastisitas :
Ebeton = 4700 √ fc'
Ebaja = 2100000 kg/cm2 = 210000 Mpa Baja
Es
n= …….................................2.19
Ec
(Sumber : CG. Salmon, JE. Jhonson. Struktur Baja Desain dan
Perilaku, Jilid III, 1992 : 582 )
c. Kontrol kelangsingan profil :
Untuk tekuk flens
B
λf = ……….............................2.20
2.tf
170
λp = ……...............................2.21
√ fy
syarat : λf ≤ λp
Untuk tekuk local badan balok
h H−2(r +tf )
λw = =
tw tw
.........................................2.22
1680
λp = ……...............................2.23
√ fy
syarat : λf ≤ λp
keterangan :
B = Lebar profil baja (mm)
H = Tinggi profil baja (mm)
tw = Tebal web (mm)
tf = Tebal flens (mm)
fy = Mutu baja
fc = Mutu beton
(Sumber: Setiawan,Agus. 2008 .Perencanaan struktur baja dengan
metode LRFD. Penerbit Erlangga hal.85)

Gambar 2.8 Distribusi tegangan plastis pada kekuatan momen


nominal Mn
d. Kontrol kekuatan Penampang

Ya=
∑ A .Y ……...............................2.24
∑A
Yb = t + h - Ya ……...............................2.25
Misalkan Ya < tebal plat beton maka garis netral terletak pada plat
beton.
Berdasarkan persamaan keseimbangan Gaya C = T, maka diperoleh :
As . fy
𝑎= ' ……...............................2.26
0.85 . f c . bE
Tebal plat beton 250 mm > a = 92,744 mm, maka plat beton
mampu mengimbangi gaya tarik As . fs yang timbul pada baja.
Tegangan tekan pada serat beton :
Cc = 0,85 . fc . a . bE ……...............................2.27
Tegangan tarik pada serat baja
T = As. ……...............................2.28
Maka kuat lentur nominal dari komponen struktur komposit adalah
Mn  Cc . h1 ……..............................2.29
kontrol kekuatan penampang :
 b Mn  Mu ……..............................2.30
Dimana :
Øb = factor resistensi untuk lentur ( 0,9 )
Mn = Momen nominal ( kgm )
Mu = Momen ultimit ( kgm )
T = Tegangan tarik pada serat baja
Cc = Tegangan tekan pada serat beton
e. Kontrol kekuatan geser
Vn ≥ Vu
Kekuatan geser yang terjadi (Vn)
Vn = 0,55 x d x tw x fy ……….............................2.31
keterangan :
Vn = kuat geser nominal plat (kg)
Vu = Kekuatan geser ultimate
fy = tegangan leleh (Mpa)
d = tinggi bersih profil baja (cm)
tw = tebal web baja (cm)
f. Kontrol lendutan
fada ≤ fizin
Lendutan ada

……….............................2.32
Keterangan :
F = Besar lendutan yang terjadi (cm)
Q = Beban merata (Kg/cm)
P = Beban terpusat (Kg)
L = Panjang gelagar (cm)
E = Elastisitas (MPa)
I = Momen inersia (cm4)
Besarnya lendutan maksimum (Sumber : SNI-03-1729-2002, halaman
15)

……….............................2.33
g. Shear conector

Gambar 2.11 Perencanaan shear conector


Untuk perhitungan gaya geser horizontal (Vh) mengguanakan rumus:
- Cmax = 0,85 x f’c x bE x ts ……….............................2.34
- Tmax = As x fy ……….............................2.35
Dimana :
Cmax = gaya geser yang disumbangkan oleh beton
Tmax = gaya geser yang ditimbulkan oleh profil baja
f’c = kuat tekan beton (Mpa)
fy = tegangan leleh profil baja (Mpa)
bE = lebar slab efektif (cm)
ts = tebal slab ( cm )
As = luas penampang lintang baja (cm)
Dari dua rumus diatas diambil nilai gaya geser yang lebih kecil.
Perhitungan kekuatan stud dan jumlah stud
 Kekuatan geser satu stud
Qn = 0,5 . Asc . Ec.√ fc ' . Ec ……….............................2.36
Diamana :
Qn = kekuatan geser stud (kg)
Asc = luas satu stud (cm²)
Ec = modulus elastisitas beton (Mpa)
 Jumlah stud
n = Vh/ Qn ……….............................2.37
Dimana :
n = Jumlah stud
(Sumber: Setiawan,Agus. 2008 .Perencanaan struktur baja
dengan metode LRFD. Penerbit Erlangga hal.299)
2.7.3 Perencanaan Gelagar Induk
Gelagar induk adalah gelagar yang di pasang di kedua sisi jembatan dan
terletak kearah memanjang. Gelagar induk berfungsi untuk menerima semua
pengaruh beban jembatan melalui gelagar melintang.
Beban-beban yang bekerja harus ditinjau dalam perhitungan gelagar
adalah :
1. Beban mati
Terdiri dari berat sendiri gelagar induk, gelagar memanjang,
gelagar melintang, plat lantai kendaraan, trotoar, ikatan angin, dan sandaran.
Rumus-rumus yang dipergunakan untuk memperhitungkan beban-beban
tersebut semuanya menggunakan program bantu software (STAAD PRO
2004) untuk berat sendiri ( selftweight).
2. Beban Hidup pejalan kaki ( trotoar )
3. Beban lajur “D”
Beban hidup yang ditinjau yaitu beban terbagi merata dan beban garis.
4. Gaya rem
5. Beban Akibat Angin
Angin harus dianggap bekerja secara merata pada seluruh bangunan atas.
Beban yang bekerja ada dua macam :
TEW1 = Gaya Akibat Tekanan Angin Pada Beban Hidup
TEW2 = Gaya Akibat Tekanan Angin Pada Sisi rangka Jembatan.
2.7.4 Ikatan Angin
Ikatan angin adalah salah satu sisi komponen jembatan yang fungsi
utamanya memberikan kekuatan konstruksi dalam bidang horizontal. Ikatan angin
dapat terletak diatas, ditengah atau dibawah.
Ikatan angin berfungsi untuk menyalurkan gaya angin kepada perletakan.
Beban angin tersebut bekerja di titik-titik simpul. Ikatan angin yang terletak diatas
disebut ikatan angin atas, yang terletak ditengah disebut ikatan angin tengah,
sedangkan yang terletak dibawah disebut ikatan angin bawah.
2.7.5 Perencanaan Perletakan Bantalan Elastomer
Konstruksi perletakan harus mengalihkan gaya-gaya tegak dan mendatar
yang bekerja pada jembatan kepada pangkal jembatan dan pondasi. Untuk
mengatasi kedua macam gaya tersebut dapat dipasang perletakan dengan bantalan
elastomer. Bantalan elastomer merupakan suatu elemen jembatan yang terbuat
dari karet alam atau karet sintetis yang berfungsi untuk meneruskan beban dari
bangunan atas ke bangunan bawah (SNI 3967-2008).
Untuk menghitung perletakan elastomer digunakan rumus sebagai berikut:
1. Tegangan Ijin ( Dengan metode kekuatan batas / tegangan ijin)

……….............................2.38

……….............................2.39
Keterangan:
𝜎𝑠 = Tegangan rata-rata akibat beban total (MPa)
𝜎𝐿 = Tegangan rata-rata akibat beban hidup (Mpa)
Pd = Beban mati rencana (N)
P = Beban hidup rencana (N)
2. Faktor bentuk

……….............................2.40
Ip = 2(L+W) ……….............................2.41
A=L.W ……….............................2.42
Keterangan:
S = Faktor bentuk
A = Luas keseluruhan (mm2)
Ip = Keliling elastomer, termasuk lubang (mm2)
hr = Ketebalan efektif karet pada lapisan antara (mm)
L = Panjang efektif keseluruhan elastomer (mm)
b = Lebar efektif keseluruhan elastomer (mm)
3. Deformasi Geser
hrt = Jumlah tebal lapisan internal + jumlah pembungkus ………...……..2.43
4. Cek rotasi

……….............................2.44

……….............................2.45
Keterangan:
n = Jumlah lapisan internal karet
G = Modulus geser elastomer (Mpa)
𝜃sx = Maksimum peputaran pada setiap sumbu (rad)
S = Faktor bentuk
hr = Ketebalan lapisan internal (mm)
W = lebar dari bantalan elastomer (tegak lurus terhadap sumbu
memanjang jembatan) (mm)
L = panjang dari bantalan elastomer (sejajar dengan sumbu
memanjang jembatan) (mm)
5. Cek stabilitas

……….............................2.46
hc < 0,7 hr ……….............................2.47
6. Menentukan tebal plat

𝑘𝑜𝑛𝑑𝑖𝑠𝑖 𝐿𝑎𝑦𝑎𝑛𝑎𝑛 ……….............................2.48

𝑘𝑜𝑛𝑑𝑖𝑠𝑖 𝐹𝑎𝑡𝑖𝑘 ……….............................2.49


Keterangan:
hs = Ketebalan lapisan plat pada elastomer berlapis plat (mm)
fy = Batas fatik yang digunakan (MPa)
𝜎𝑠 = Tegangan rata-rata akibat beban total (MPa)
𝜎𝐿 = Tegangan rata-rata akibat beban hidup (MPa)
2.7.6 Desain Batang Tarik
Batang tarik banyak dijumpai dalam banyak struktur baja, seperti
strukturstruktur jembatan, rangka rangkap, ikatan angin dan sebagainya. Batang
tarik ini sangat efektif dalam memikul beban. Contoh penampang batang tarik
adalah profil bulat, pelat, siku, siku ganda, siku bintang, kanal, WF, dan lain-lain.
Dalam menentukan tahanan nominal suatu batang tarik, harus diperiksa
terhadap tiga macam kondisi keruntuhan yang mentukan, yaitu :
a. Leleh dari luas penampang kotor, di daerah yang jauh dari sambungan
b. Fraktur dari luas penampang efektif pada daerah sambungan
c. Geser blok pada sambungan
Luas neto efektif:
Ae = An . U ……….............................2.50
Keterangan:
An = Luas penampang (mm2)
U = Faktor reduksi
2.7.7 Desain Batang Tekan
Batang tekan merupakan batang dari suatu rangka batang yang menerima
tekan searah panjang batang. Beban yang cendrung membuat batang bertambah
pendek akan menghasilkan tegangan tekan pada batang tersebut. Pada rangka
batang, umumnya batang tepi atas adalah batang tekan.
Kekuatan nominal Pn dari batang tekan adalah :
Pn = Ag . Fcr ……….............................2.51
Keterangan:
Ag = Luas penampang bruto batang tekan
Fcr = Tegangan kritis
Nilai Fcr tergantung pada parameter kelangsingan ( λc ) (RSNI T-03-2005
halaman 19) sebagai berikut:
a. Untuk λc ≤ 1,5
Fcr = (0,66λ2 c )Fy ……….............................2.52
b. Untuk λc ≥ 1,5

……….............................2.53
2.11 Perencanaan Sambungan
Pada perencanaan jembatan rangka baja ini mengunakan baut mutu
tinggi.
Ada dua tipe baut mutu tinggi yang di standarkan oleh ASTM adalah tipe
A325 dan
A490. Baut ini memiliki kepala segi enam yang tebal dan digunakan
dengan mur
segi enam yang setengah halus dan tebal.
2.7.8 Sambungan Baut
Perencanaan jembatan tipe bowstring ini sambungan direncanakan dengan
mengunakan baut mutu tinggi (A490).
1. Kekuatan Tarik Desain Untuk Baut
Kekuatan desain ɸ Rn, berdasarkan kekuatan tarik penyambung
menurut LRFD (SNI – 03 – 1729 – 2002, hal 100) adalah :
ϕRn = ϕ . (0,75 . Fub) . Ab ……….............................2.54
Keterangan :
ϕ = faktor resistensi (0,75)
Rn = kekuatan tarik desain penyambung (kg)
Fub = kekuatan tarik baut
Ab = luas penampang baut
2. Kekuatan Geser Desain Baut
Kekuatan desain ϕRn bila terdapat ulir pada bidang geser menurut
LRFD (SNI-03-1729).
ϕRn = ϕ (0,4 . Fub) . m . Ab ……….............................2.55
Keterangan :
Φ = faktor resistensi (0,75)
Rn = kekuatan tarik desain penyambung (kg)
Fub = kekuatan tarik baut
Ab = luas penampang baut
m = banyaknya bidang geser yang terlibat
3. Kekuatan Tumpuan Desain Baut
Kekuatan desain ϕRn, berdasarkan kekuatan tumpu pada lubang baut
menurut LRFD (SNI-03-1729).
ϕRn = ϕ . (2,4 . d . t . Fu) ……….............................2.56
Keterangan :
Φ = faktor resistensi (0,75)
Rn = kekuatan tarik desain penyambung (kg)
Fu = kekuatan tarik baja yang membentuk bagian yang disambung
T = ketebalan gelagar melintang
D = diameter nominal
4. Perhitungan Jumlah Baut (n)
Untuk menghitung jumlah baut yang diperlukan dalam
merencanakan sambungan dapat menggunakan rumus :
Jumlah baut untuk sambungan (n)
Pu
𝑛= ……….............................2.57
Φ
Keterangan :
ϕ = faktor resistensi (0,75) (kg)
𝑃𝑢 = beban terfaktor (kg)
n = jumlah baut
5. Menentukan Tebal Plat Simpul ( t )
Untuk menghitung tebal plat simpul digunakan rumus :

……….............................2.58
Keterangan :
P = beban terfaktor (cm)
ϕ = faktor resistensi (0,75)
Fu = kekuatan tarik dari bahan pelat (kg/m2)
L = jarak ujung minimum (cm)
t = tembal plat simpul (cm)
6. Kontrol plat simpul
Menghitung kekuatan nominal pelat :
 ϕ Pn = ϕ . Fy . Ag dimana nilai ϕ = 0,90 .......................... 2.59
 ϕ Pn = ϕ . Fy . Ag dimana nilai ϕ = 0,75 .......................... 2.60
Keterangan :
0,90 = Faktor resistensi batang tarik pada keadaan batas leleh
0,75 = Faktor resistensi batang tarik pada keadaan batas retakan
Di ambil yang terkecil untuk menentukan :
ϕ Pn ≥ Pu ……….............................2.61
Keterangan :
ϕ = Faktor resistensi
Pn = Kekuatan nominal batang tarik (kg)
Pu = Kekuatan ultimate batang tarik (kg)
Ag = Luas bruto penampang lintang (cm2)
Fy = Kekuatan tarik dari bahan pelat (kg/cm2)
7. Kontrol kekuatan baut terhadap kekuatan baut penyambung
a. Kekuatan tarik desain ≥ beban tarik terfaktor baut :
𝜑t . Rnt ≥ Rut ……….............................2.62
Keterangan :
𝜑t . Rnt = kekuatan tarik desain
Rut = beban tarik terfaktor baut

Rut =
b. Kekuatan geser desain ≥ beban geser terfaktor baut :
𝜑v . Rnv ≥ Ruv ……….............................2.63
Keterangan :
𝜑v . Rnv = kekuatan geser desain
Ruv = beban geser terfaktor
Pu
Ruv =
Σn
Anonim. (2015). Informasi Statistik Infrastruktur Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat.
Jakarta: Pusat Data dan Teknologi Informasi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat.

Hardiana, I. R. (2018). Studi Alternatif Design Struktur Atas Jembatan Tipe Bowstring Arch
Truss Pada Jembatan Sempar Kabupaten Bangkalan Madura [Malang: Institut Teknologi
Nasional Malang]. http://eprints.itn.ac.id/1778/

Kilimondu, A. (2020). Studi Alternatif Perencanaan Struktur Atas Jembatan Rangka Baja Tipe
Bowstring Truss pada Jembatan Gelondong Kabupaten Blitar [Malang: Institut Teknologi
Nasional Malang]. http://eprints.itn.ac.id/id/eprint/6641

Schodek, D. L. (1991). STRUKTUR (T. Sujarman (ed.)). Bandung: PT ERESCO.

Struyk, H. J., Veen, K. H. C. W. Van Der, & Soemargono. (1984). Jembatan (2 ed.). Jakarta:
Pradnya Paramita.

Supriyadi, B., & Muntohar, A. S. (2007). Jembatan. Yogyakarta: Beta Offset.

Verocha, N. (2020). Alternatif Desain Struktur Jembatan Menggunakan Baja Tipe Bowstring
Truss Pada Jembatan Nioga Kabupaten Puncakjaya. Jurnal Rekayasa Sipil.
http://riset.unisma.ac.id/index.php/ft/article/viewFile/7304/5863

Anda mungkin juga menyukai