Anda di halaman 1dari 47

STUDI HISTOPATOLOGI DAN KADAR LOGAM BERAT Pb LIMPA

SAPI BALI YANG DIPELIHARA DI TEMPAT PEMBUANGAN


AKHIR (TPA) SUWUNG DENPASAR

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Persyaratan Untuk


Mencapai Gelar Sarjana Kedokteran Hewan

Oleh
Wahyu Semadi Putra
NIM. 1209005098

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN


UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2016
Setelah mempelajari dan menguji dengan sungguh-sungguh kami
berpendapat bahwa tulisan ini baik ruang lingkup maupun kualitasnya dapat
diajukan sebagai skripsi untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan

Ditetapkan di........................tanggal..................

Panitia Penguji

Prof. Dr. drh. I Ketut Berata, M.Si


Ketua

drh. I Made Kardena, SKH.MVS Dr. drh. Ida Bagus Oka Winaya, M.Kes
Sekretaris Anggota

Dr. drh. Ni Luh Eka Setiasih, M.Si drh. Luh Made Sudimartini, M.Sc
Anggota Anggota
STUDI HISTOPATOLOGI DAN KADAR LOGAM BERAT Pb LIMPA
SAPI BALI YANG DIPELIHARA DI TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR
(TPA) SUWUNG DENPASAR

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Persyaratan Untuk


Mencapai Gelar Sarjana Kedokteran Hewan

Oleh
Wahyu Semadi Putra
NIM. 1209005098

Menyetujui/Mengesahkan

Pembimbing I, Pembimbing II,

Prof. Dr. drh. I Ketut Berata, M.Si Drh.I Made Kardena, SKH.MVS.
NIP. 19610914 198702 1 001 NIP. 19790340 200312 1 001

DEKAN FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN


UNIVERSITAS UDAYANA

Dr. drh. Nyoman Adi Suratma. MP


NIP. 19600305 198703 1 001

Tanggal Lulus :
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Desa Abang pada tanggal 11 Juni 1994, merupakan
anak pertama dari tiga bersaudara pasangan dari Drs. I Ketut Berata Semadi dan
Ni Nyoman Kartini. Penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah Dasar Negeri 2
Nawa Kerti pada tahun 2006, melanjutkan sekolah di Sekolah Menengah Pertama
Negeri 5 Abang tamat pada tahun 2009, dan tamat Sekolah Menengah Atas
Negeri 2 Amlapura tahun 2012. Penulis diterima sebagai mahasiswa Universitas
Udayana di Fakultas Kedokteran Hewan melalui jalur PMDK. Penulis melakukan
penelitian tentang Studi Histopatologi dan Kadar Logam Berat Pb Limpa Sapi
Bali yang Dipelihara di Tempat Pembuangan Akhir Suwung Denpasar sebagai
salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan (SKH) pada
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana.

ii
ABSTRAK

Sapi bali memanfaatkan sampah organik yang bercampur dengan


anorganik yang ada di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Suwung Denpasar
sebagai sumber pakan. Sampah tersebut kemungkinan telah terkontaminasi logam
berat diantaranya Pb. Logam berat Pb bersifat akumulatif di organ tubuh sapi
termasuk organ atau jaringan limpa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
kadar logam berat Pb dan perubahan histopatologi limpa sapi bali yang dipelihara
di Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Penelitian menggunakan 5 ekor sapi,
sampel yang digunakan dinekropsi dan selanjutnya dibagi menjadi dua, pertama
digunakan untuk pemeriksaan logam berat Pb dengan metode Atomic Absorption
Spectrofotometri (AAS). Sampel yang kedua digunakan untuk pembuatan preparat
histopatologi dengan teknik embedded block paraffin dan pewarnaan
Hematoxilin-Eosin. Hasil Pemeriksaan 5 sampel limpa sapi bali secara
keseluruhan ditemukan adanya cemaran logam berat Pb yang bervariasi yaitu
1,5024 ppm, 1,5002 ppm, 2,0267 ppm, 2,0268 ppm, dan 0,6818 ppm. Sedangkan
pada pemeriksaan histopatologi ditemukan adanya perubahan berupa deplesi dan
proliferasi sel-sel limfoid. Perubahan histopatologi ini kemungkinan disebabkan
oleh toksisitas dari logam berat Pb yang terakumulasi di dalam limpa melaui
mekanisme ion dan stres oksidatif. Selain itu, faktor-faktor yang tidak
dikendalikan kemungkinan juga berpengaruh. Sehingga perlu penelitian lebih
lanjut tentang mekanisme pengaruh logam berat Pb yang murni terhadap
histopatologi limpa.

Kata kunci : Logam berat Pb, limpa, sapi bali, deplesi, proliferasi sel-sel limfoid

iii
ABSTRACT

Bali cattle utilize organic waste mixed with inorganic in Denpasar Suwung
Landfill as source of feed. The waste suspected contaminated by heavy metals
Pb. Heavy metals Pb be cumulative in cattle organs including the spleen organ or
tissue. This research aims to determine levels of heavy metals Pb and spleen
histopathology changes of bali cattle reared in Suwung Denpasar Landfill. This
research used five cattle, samples was necropsi and divided into two part, the first
used for the examination of heavy metals Pb by the method Spectrofotometri
Atomic Absorption (AAS). The second sample used for preparat histopathology
with the technique of embedded blocks of paraffin and staining Hematoxilin-
eosin. Examination Resulted 5 samples of Bali cattle spleen overall differences
were founded Pb heavy metal contamination which varies of 1.5024 ppm, 1.5002
ppm, 2.0267 ppm, 2.0268 ppm and 0.6818 ppm. While on histopathologic
examination found a change in the form of depletion and the proliferation of
lymphoid cells. Histopathological changes is probably caused by the toxicity of
heavy metals Pb accumulate in the spleen through the mechanism of ion and
oxidative stress. In addition, factors that are not controlled may also influential.
So that needs further research on the mechanism of the effect of heavy metals Pb
purely on spleen histopathology.

Key word : Heavy metals Pb, spleen, bali cattle, depletion, proliferation of
lymphoid cells

iv
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat-Nya sehingga
penulisan skripsi dengan judul “Studi Histopatologi dan Kadar Logam Berat Pb
Limpa Sapi Bali yang Dipelihara di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Suwung
Denpasar” dapat diselesaikan. Skripsi ini tidak akan berhasil tanpa bantuan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, rasa hormat dan terima kasih dengan tulus
penulis ucapkan kepada:
1. Bapak Dr. drh. Nyoman Adi Suratma, MP selaku Dekan Fakultas
Kedokteran Hewan Universitas Udayana
2. Bapak Prof. Dr. drh. I Ketut Berata, M.Si selaku pembimbing I dan
pembimbing akademik atas bimbingan, nasehat, dan arahan yang telah
diberikan selama menjadi mahasiswa, saat penelitian dan penulisan
skripsi ini hingga selesai
3. Bapak drh. I Made Kardena, MVS selaku pembimbing II atas
bimbingan dan saran selama penulisan skripsi ini hingga selesai
4. Bapak Dr. drh. Ida Bagus Oka Winaya, M.Kes selaku pembahas I, ibu
Dr. drh. Ni Luh Eka Setiasih, M.Si selaku pembahas II, dan ibu drh.
Luh Made Sudimartini, M.Sc selaku pembahas III atas semua
bimbingan, saran dan kritik dalam penulisan skripsi ini.
5. Bapak Wayan Sija selaku pemilik Rumah Potong Hewan di Banjar
Bersih, Desa Dharmasaba yang telah turut membantu sebagai
fasilitator dalam melakukan penelitian sehingga skripsi ini dapat
terselesaikan
6. Kedua orang tua penulis I Ketut Berata Semadi dan Ni Nyoman
Kartini, keluarga dan teman-teman yang telah memberikan dukungan
moral, materi, dan doa serta semua pihak yang tidak bisa saya
sebutkan satu persatu sehingga skripsi ini dapat terselesaikan
7. Semeton Saklek yang namanya tidak bisa saya sebutkan satu persatu
telah banyak membantu dalam hal teknis maupun non teknis sehingga
skripsi ini dapat terselesaikan

v
8. Teman-teman seperjuangan Bima, Dewa Crisna, Kunti, dan Erena
telah bersama sama bahu membahu, bergadang demi penyelesaian
skripsi ini
9. I. A. Adi Diah Kencana Dewi yang selalu memberikan dukungan,
motivasi dan semangat dalam pembuatan skripsi ini
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan, untuk itu kritik dan saran yang membangun sangat
diharapkan penulis. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih semoga
skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

vi
DAFTAR ISI
Halaman
RIWAYAT HIDUP...................................................................................ii
RINGKASAN............................................................................................iii
KATA PENGANTAR...............................................................................v
DAFTAR ISI.............................................................................................vii
DAFTAR GAMBAR.................................................................................viii
DAFTAR TABEL.....................................................................................ix
DAFTAR LAMPIRAN.............................................................................x
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang....................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah................................................................. 2
1.3 Tujuan Penelitian................................................................... 3
1.4 Manfaat Penelitian................................................................. 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sapi Bali............................................................................... 4
2.2 Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Suwung Denpasar........ 6
2.3 Fungsi dan Struktur Histologi Limpa................................... 7
2.4 Patologi Limpa..................................................................... 10
2.5 Logam Berat Pb.................................................................... 11
2.6 Kerangka Konsep................................................................. 12
BAB III MATERI DAN METODE
3.1 Bahan Penelitian.................................................................... 15
3.2 Alat Penelitian....................................................................... 15
3.3 Rancangan Penelitian............................................................ 15
3.4 Cara pengumpulan data......................................................... 15
3.5 Prosedur Penelitian................................................................ 16
3.5.1 Pengambilan sampel.................................................... 16
3.5.2 Pembuatan preparat histopatologi limpa sapi bali....... 16
3.5.3 Pengukuran logam berat Pb......................................... 17
3.6 Variabel yang Diukur............................................................ 19
3.7 Analisis Data......................................................................... 19
3.8 Lokasi dan Waktu Penelitian................................................. 19
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil...................................................................................... 20
4.2 Pembahasan.......................................................................... 23
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan............................................................................... 28
5.2 Saran..................................................................................... 28
DAFTAR PUSTAKA............................................................................ 29

vii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1. Struktur Histologi Kapsula Limpa Sapi Bali .............................. 9
Gambar 2.2. Struktur Histologi Pulpa Merah Limpa Sapi Bali ....................... 9
Gambar 2.3. Struktur Histologi Pulpa Putih Limpa Sapi Bali ......................... 10
Gambar 2.4. Kerangka Konsep Penelitian ....................................................... 14
Gambar 4.1. Struktur Limpa Sapi TPA
.....................................................................................................
22

viii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1. Data Volume Sampah yang ke TPA Suwung Tahun 2010-2011.... 7
Tabel 4.1. Kandungan Logam Berat Pb Pada Limpa Sapi Bali yang
Dipelihara di TPA Suwung Denpasar
..........................................................................................................
20
Tabel 4.1. Histopatologi Limpa Sapi Bali yang Dipelihara di TPA Suwung
Denpasar........................................................................................... 21

ix
1

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
Lampiran 1. Foto Dokumentasi Kegiatan di Lapangan.................................... 33

x
1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Sapi bali (Bos Sondaicus) merupakan salah satu plasma nutfah Bali
khususnya dan dunia umumnya, yang harus dilestarikan. Populasi sapi bali di
Indonesia diperkirakan mencapai 2.632.125 ekor atau sekitar 26,9% dari total sapi
di Indonesia. Dibandingkan sapi lokal lainnya di Indonesia (sapi Ongole, PO, dan
Madura), persentase sapi bali tersebut adalah yang tertinggi (Ditjen Bina Produksi
Peternakan, 2002).
Sapi bali saat ini telah tersebar luas di seluruh wilayah Indonesia, termasuk
di Pulau Jawa kecuali Propinsi DKI Jakarta. Populasi terbesar sapi bali terdapat
di Sulawesi Selatan, Pulau Timor, Bali, dan Lombok (Tanari, 2001 ; Ahcmad,
2005).
Keunggulan yang dimiliki sapi bali diantaranya mempunyai fertilitas dan
persentase karkas yang tinggi, kadar lemak daging yang rendah, dan mampu
memanfaatkan pakan berkualitas rendah, serta memberikan respon cukup baik
jika ada perbaikan pakan (Handiwirawan dan Subandriyo, 2004). Daya Tahan
terhadap panas dan kondisi pakan yang terbatas, menunjukkan bahwa sapi bali
memiliki daya adaptasi tinggi terhadap lingkungan. Hal ini tampak pada sapi bali
yang dipelihara oleh petani di daerah Timur Bali (Kubu, Tianyar, Seraya Timur)
dan Nusa Penida. Dalam musim panas dan kering yang berkepanjangan, sapi bali
tetap bertahan. Pada waktu musim hujan dan hijauan atau rumput mulai tersedia,
pertumbuhan sapi dilokasi tersebut kembali normal atau disebut mengalami
compensatory growth (Tim Pusat Kajian Sapi Bali-Unud, 2012).
Sapi bali tidak hanya diternakkan di daerah yang memiliki wilayah
penggembalaan yang luas dengan pakan yang cukup banyak, tetapi di wilayah
perkotaan juga banyak dipelihara sapi bali. Salah satu kendala besar bagi usaha
peternakan sapi bali di daerah perkotaan adalah sangat terbatasnya lahan
penggembalaan. Untuk mendapatkan areal dengan sumber pakan sapi di
perkotaan, maka dipilih areal tempat pembuangan sampah. Sampah di Tempat

1
2

Pembuangan Akhir (TPA) selain mengandung bahan-bahan organik yang dapat


dimanfaatkan oleh sapi sebagai pakan, juga dapat mengandung bahan-bahan
anorganik yang bersifat racun. Jika bahan-bahan tersebut dimakan oleh sapi, maka
sangat mungkin terjadi akumulasi bahan beracun di dalam jaringan tubuh. Hal ini
terjadi pada sapi yang dipelihara di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Jatibarang
Semarang, dimana dilaporkan mengandung logam berat pada organ visceralnya
(Sudiyono, 2011).
Limpa memiliki peranan penting sebagai organ pertahanan tubuh yang
berkaitan dengan respon imunologi terhadap antigen yang berasal dari luar
melalui peredaran darah, sebagai penyaring darah, menyimpan zat besi untuk
dimanfaatkan kembali dalam sintesis hemoglobin, memproduksi limfosit, dan
antibodi (Khan et al.,2003). Mengingat peran ini, maka gangguan limpa oleh
cemaran logam berat akan dapat berakibat pada gangguan kesehatan tubuh sapi
secara keseluruhan.
Sumber pakan sapi di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Suwung
Denpasar berasal dari campuran sampah yang kemungkinan mengandung logam
berat. Hasil penelitian pada plasma darah sapi bali yang dipelihara di Tempat
Pembuangan Akhir (TPA) Suwung Denpasar ditemukan adanya cemaran logam
berat Pb dalam plasma darahnya (Berata et al., 2015). Hasil penelitian Hasan et al.
(2013) juga melaporkan adanya residu logam berat Pb pada limpa sapi yang masih
segar pada beberapa toko penjualan daging di Kota Ziffa dan Tanta wilayah
Gharbia rata-rata sebesar 0,57 ppm. Hal ini menandakan bahwa jaringan limpa
juga sangat peka terhadap kejadian terakumulasinya logam berat. Oleh karena itu,
perlu dilakukan penelitian tentang gambaran limpa sapi yang dipelihara di Tempat
Pembuangan Akhir (TPA) Suwung Denpasar.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang diuraikan diatas maka dapat dirumuskan
masalah penelitian sebagai berikut:
3

1. Berapakah kadar cemaran logam berat Pb pada limpa sapi bali yang
dipelihara di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Suwung Denpasar, yang
dipotong di RPH tradisional Dharmasaba?
2. Bagaimana perubahan histopatologi limpa sapi bali yang dipelihara di
Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang tercemar logam berat Pb?

1.3. Tujuan Penelitian


Adapun tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui kadar cemaran logam berat Pb pada limpa sapi bali yang
dipelihara di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Suwung Denpasar, yang
dipotong di RPH tradisional Dharmasaba
2. Untuk mengetahui perubahan histopatologi limpa sapi bali yang dipelihara di
Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Suwung Denpasar yang dicurigai tercemar
logam berat Pb

1.4. Manfaat Penelitian


1. Manfaat Akademik
Hasil penelitian ini diharapkan sebagai sumbangan pada ilmu pengetahuan
tentang pengaruh cemaran logam berat Pb terhadap jaringan pertahanan tubuh
yaitu limpa.
2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipakai pertimbangan pihak berwenang
tentang kelayakan pemeliharaan sapi di Tempat Pembuangan Akhir (TPA)
perkotaan yang banyak mengandung logam berat.
4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sapi Bali


Sapi bali (Bos sondaicus) adalah salah satu bangsa sapi asli dan murni
Indonesia, yang merupakan keturunan asli banteng (Bibos banteng) dan telah
mengalami proses domestikasi yang terjadi sebelum 3.500 SM. Sapi bali asli
mempunyai bentuk dan karakteristik sama dengan banteng. Sapi bali dikenal juga
dengan nama Bibos javanicus, meskipun sapi bali bukan satu subgenus dengan
bangsa sapi Bostaurusatau Bos indicus. Berdasarkan hubungan silsilah famili
Bovidae, kedudukan sapi bali diklasifikasikan ke dalam subgenus Bibovine tetapi
masih termasuk genus bos (Bamualim dan Wirdahayati, 2003).
Sapi bali merupakan komoditas utama penyedia protein hewani bagi
masyarakat Indonesia. Kelebihan yang dimiliki sapi bali adalah memiliki tingkat
kesuburan yang tinggi dan memiliki daya tahan tubuh yang baik terhadap kondisi
lingkungan yang buruk. Sapi bali juga memiliki persentase dan kualitas karkas
yang baik (Yupardhi, 2009 ; Tim Pusat Kajian Sapi Bali-Unud, 2012).
Sapi bali adalah salah satu ternak yang umum dipelihara oleh masyarakat
Bali. Sapi bali memiliki berbagai manfaat, antara lain untuk di konsumsi
dagingnya sebagai protein hewani, meningkatkan pendapatan keluarga dan untuk
memanfaatkan lahan hijauan atau limbah pertanian yang merupakan hasil
sampingan dari sawah atau tegalan. Masyarakat Bali terutama yang beragama
Hindu sering menggunakan sapi bali untuk keperluan upacara seperti pecaruan
atau sebagai purwa daksina dalam upacara pitra yadnya (Tim Pusat Kajian Sapi
Bali-Unud, 2012).
Menurut Williamson dan Payne (1993) sapi bali diklasifikasi sebagai
berikut:
Phylum : Chordata
Sub phylum : Vertebrata
Class : Mamalia
Ordo : Artiodactyla

4
5

Sub ordo : Ruminantia


Family : Bovidae
Genus : Bos
Spesies : Bos sondaicus
Sapi bali sangat mudah dikenali dari fenotif warna dengan bagian belakang
paha dan pinggiran bibir atas serta pada paha kaki bawah mulai tarsal dan carpal
sampai batas pinggir atas kuku berwarna putih, rambut pada ujung ekor berwarna
hitam, adanya garis hitam (garis belut) yang jelas pada bagian atas punggung
hingga pangkal ekor. Cermin hidung, tanduk, dan kukunya berwarna hitam,
sedangkan bulu telinga bagian dalam berwarna putih. Sapi bali memiliki
karakteristik yang berbeda dengan jenis sapi lainnya yaitu warna rambut merah
bata, tetapi pada sapi jantan dewasa akan berubah menjadi kehitaman. Karakter
lainnya yakni perubahan warna sapi jantan yang dikebiri dari warna hitam
kembali pada warna semula yakni merah tua atau merah bata (Yupardhi, 2009;
Tim Pusat Kajian Sapi Bali-Unud, 2012).
Sapi bali memiliki beberapa bentuk tanduk. Bentuk tanduk (silak) pada
sapi jantan yang paling ideal disebut bentuk tanduk silak congklok yaitu arah
tumbuhnya tanduk mula-mula dari dasar yang sedikit keluar lalu membengkok ke
atas, kemudian pada ujungnya agak membengkok keluar. Sedangkan pada sapi
betina bentuk tanduk yang ideal disebut manggul gangsa dimana jalannya
pertumbuhan tanduk satu garis dengan dahi ke arah belakang sedikit melengkung
ke bawah dan pada ujungnya agak mengarah ke bawah dan ke dalam. Bentuk
tanduk lainnya adalah silak cono yaitu tanduk yang mengarah lurus ke belakang
kepala, silak baje yang mengarah keatas dan melengkung ke dalam, silak pendang
yang bentuknya relatif lurus ke samping dan silak anoa yang pertumbuhannya
mengarah lurus ke atas tanpa adanya lengkungan (Riset al., 2012).
Pada tahun 2000 ditaksir jumlah sapi bali di Provinsi Bali sekitar 529.074
ekor, dengan jumlah terbanyak terdapat di Kabupaten Karangasem sebanyak
129.688 ekor. Sebaliknya, Kota Denpasar memiliki populasi yang paling sedikit
yaitu 6.508 ekor (Batan, 2006).
6

2.2. Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Suwung Denpasar


Tempat Pembuangan Akhir (TPA) merupakan istilah umum tempat
pembuangan sampah yang besar di suatu kota. Tempat Pembuangan Akhir (TPA)
sampah sering dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai lokasi pemeliharaan ternak,
karena sampah dapat dimanfaatkan sebagai sumber pakan ternak. Pemikiran
masyarakat timbul untuk memelihara sapi di TPA sampah karena pertimbangan
bahwa sampah organik yang dibuang masih mempunyai nilai gizi yang cukup
tinggi sehingga dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Ternak yang dipelihara
di area TPA sampah umumnya merupakan ternak kambing dan sapi (Wardhayani,
2006).
Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Suwung Denpasar terletak di Dusun
Suwung, Desa Suwung Kauh, Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar. Luas
area Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Suwung Denpasar 22 Ha dengan
perkiraan timbunan sampah total 1.904 m3 per hari. Jumlah timbunan sampah
pada tahun 2002 adalah sebanyak 127.750 m3. Tempat Pembuangan Akhir (TPA)
Suwung Denpasar merupakan penimbunan sampah yang berasal dari daerah
Denpasar dan beberapa diantaranya kiriman dari daerah Badung dan Gianyar.
Sumber utama timbunan sampah di kawasan perencanaan yaitu sampah domestik
(rumah tangga) dan sampah non domestik meliputi sampah institusional (sekolah,
kantor dan lain-lain.), sampah komersial (pasar, toko, dan lain-lain.), sampah
aktivitas perkotaan (penyapuan jalan, lapangan, dan lain-lain), sampah klinik,
sampah industri, sampah konstruksi. Sampah yang akan masuk ke TPA Suwung
diseleksi, dan dilakukan pelarangan terhadap sumber sampah seperti sampah
medis (rumah sakit), sampah dari barang pecah belah, sampah ban bekas, karet
dan sejenisnya yang mudah terbakar, segala macam bangkai, tinja (Ditjen Cipta
Karya, 2002).
Walaupun demikian, banyak bahan-bahan berbahaya dan beracun (B3)
terbawa dalam sampah. Demikian pula selalu terjadi peningkatan volume sampah
setiap tahunnya. Volume sampah yang terangkut ke TPA Suwung Kota Denpasar
selama tahun 2010-2011 dapat dilihat pada Tabel 2.1.
7

Tabel 2.1. Data Volume Sampah yang ke TPA Suwung tahun 2010-2011
Tahun
2010 2011
Bulan Kota DKP Kota DKP
Jumlah Jumlah
Denpasar Badung Denpasar Badung
(m3) (m3)
(m3) (m3) (m3) (m3)
Januari 71.048 7.884 78.932 72.382 7.764 80.146
Februari 63.178 7.095 70.273 61.986 7.062 69.048
Maret 80.020 7.560 87.580 65.527 7.548 73.075
April 76.624 7.308 83.932 65.920 7.638 73.558
Mei 84.350 7.676 92.026 68.110 7.836 75.946
Juni 77.395 7.548 84.942 65.313 7.644 72.957
Juli 77.194 7.482 84.676 70.813 7.776 78.598
Agustus 67.366 7.554 74.920 69.237 7.872 77.109
Septembe 64.293 7.302 71.595 66.049 7.512 73.561
r
Oktober 67.059 7.664 74.723 70.268 7.740 78.008
November 65.250 7.638 72.888 72.328 7.632 79.960
Desember 73.050 7.794 80.844 78.430 7.818 86.248
Jumlah sampah Jumlah sampah
957.331 918.205
2010 2011
Sumber. www.bankdata.denpasarkota.go.id

2.3. Fungsi dan Struktur Histologi Limpa


Limpa merupakan kelenjar tanpa saluran (ductles) yang berhubungan erat
dengan sistem sirkulasi dan juga sebagai organ limfoid sekunder terbesar selain
timus, tonsil, dan kelenjar limfe. Limpa merupakan organ limfoid penting yang
berfungsi sebagai sistem pertahanan berkaitan dengan respon imunologi terhadap
antigen yang berasal dari darah, sebagai penyaring darah, menyimpan zat besi
untuk dimanfaatkan kembali dalam sintesis hemoglobin, memproduksi limfosit,
dan antibodi (Khan et al.,2003). Limpa berwarna merah gelap sampai biru
kehitaman yang terletak di sebelah kiri cranial abdomen, berdekatan dengan
kurvatura mayor lambung dan juga omentum. Limpa berbentuk memanjang
seperti segitiga, dimana ukuran limpa bervariasi tergantung pada spesies, genetik,
dan umur (Losco, 1992 ; Mark, 2006)
Struktur histologi limpa secara umum terdiri dari kapsula, pulpa merah dan
pulpa putih (DiFiore, 1992). Limpa dikelilingi oleh kapsul terdiri dari padat
jaringan fibrosa, serat elastis, dan otot polos. Lapisan kapsul limpa terdiri dari
8

mesothelial sel, yang mungkin tidak jelas pada bagian histologis. Limpa tidak
memiliki pembuluh limfatik aferen, sedangkan pembuluh eferen utama ada dalam
kapsula dan trabekula. Pembuluh tersebut menembus pulpa putih pada jarak
pendek sepanjang arteria pulpa putih cabang berikutnya. Pembuluh limfe dalam
trabekula menyalurkan limfe ke dalam pulpa putih limpa.
Limpa terdiri dari dua bagian fungsional dan morfologis yang berbeda
yaitu pulpa merah terdiri dari arteriol, kapiler, venula, dan bingkai limpa yang
berfungsi sebagai penyaring darah untuk menghilangkan benda asing, merilis
eritrosit rusak (tua), lokasi penyimpanan zat besi, eritrosit, dan trombosit.
Sedangkan pulpa putih mengandung sel dan serabut retikuler membentuk jalinan
stroma yang mengandung limfosit, makrofag berfungsi sebagai respon imunologi
terhadap antigen yang berasal dari darah. Selain itu, terdapat zona marginalis
adalah area yang terletak di antara pulpa alba, Periarteriolar Lymphoid Sheath
(PALS) dan folikel-folikel. Zona marginalis berfungsi sebagai penyaring antigen
dan patogen dalam sirkulasi sistemik dan juga memainkan peran penting dalam
melawan antigen (Mark, 2006).
Berdasarkan hasil penelitian histologi limpa sapi bali menunjukkan tidak
ditemukan adanya korteks dan medula, noduli limpa ditemukan diseluruh limpa.
Gambaran histologi kapsula limpa sapi bali diisi oleh jaringan ikat dan otot polos.
Bagian trabekula dari kapsula limfa terlihat meluas ke dalam daerah pulpa limpa,
masuk pada hilus, tersebar pada seluruh bagian limpa, bersama dengan arteri dan
vena trabekula. Trabekula yang terlihat pada potongan melintang merupakan
susunan dari nodulus jaringan ikat beserta sel jaringan ikat. Limpa sapi bali
memiliki kapsula cukup tebal dengan dua lapis otot polos yang saling menjalin
dengan serabut kolagen dan elastik. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa
ketebalan kapsula limpa sapi bali berkisar antara 12 – 34 µm dengan rata-rata 24,3
± 3,7 µm. Pulpa merah tersusun arteriol, kapiler, dan sinus venosus dengan
banyak eritrosit, makrofag, sel dendritik, sel plasma dan sedikit limfosit. Pulpa
putih adalah jaringan limfatik yang menyebar diseluruh limpa sebagai nodulus
limpa dan seperti selubung limfatik periarterial. Serabut retikuler dan sel retikuler
membentuk jalinan stroma dalam tiga dimensi mengandung pecahan limfosit,
9

makrofag dan sel lain mirip dengan yang terlihat pada limfoglandula (Setiasih et
al., 2011)

Gambar 2.1. Struktur histologi kapsula limpa sapi bali a. Otot polos kapsula b.
Arteri trabekularis c. Jaringan ikat (Setiasih et al.,2011)

Gambar 2.2. Struktur histologi pulpa merah limpa sapi bali a. Pulpa merah b.
Kumpulan limfosit yang tersusun sebagai jalur limpa c. Sinus venosus yang saling
beranastomose d. Trabekula (Setiasih et al.,2011)
10

Gambar 2.3. Struktur histologi pulpa putih limpa sapi bali a. Pulpa putih b. Pusat
germinal c. Arteri sentral d. Trabekula e. Pulpa merah (Setiasih et al.,2011)

2.4. Patologi Limpa


Patologi limpa meliputi kejadian penyakit secara alami serta perubahan
morfologi dan fungsional dalam jaringan organ limpa. Penyebab perubahan
patologi yang terjadi dapat berupa virus, bakteri, parasit, dan toksik. Efek toksik
bahan kimia sangat erat kaitannya perubahan patologi limpa. Nekrosis merupakan
kematian sel/jaringan akibat proses degenerasi yang irreversibel, dimana pada
limpa akibat paparan toksin dapat berupa nekrosis kaseosa atau caseous nekrosis
berupa kematian lokal jaringan pada individu yang ditandai dengan hilangnya
struktur sel, inti gelap, ada debris di sitoplasma serta kumpalan darah dan
kalsifikasi, yang bersatu membentuk masa granuler homogen menyerupai keju.
Degenerasi amiloid pada limpa juga sering ditemukan akibat akumulasi
glikoprotein yang tidak beraturan dan ada massa eosinofilik di sekitar folikel
limpa (Berata et al.,2011)
Peradangan limpa juga dapat terjadi yang disebut splenitis. Patologi limpa
akibat peradangan dapat bersifat akut, kronis, granulomatous, atau abses. Hal ini
biasanya dapat diamati di pulpa merah. Selain itu, peradangan limpa sekunder
dapat terjadi akibat tumor. Pendarahan dapat terjadi akibat paparan
bahan kimia atau radiasi. Secara histologis, terdapat kesulitan untuk membedakan
11

hemoragi, kongesti, atau angiektasis dari kondisi fisiologis limpa karena organ ini
memiliki banyak sel eritrosit. Penyebab lain juga dapat berupa gangguan sirkulasi
limpa berupa (1) hiperemia akut, biasanya ada kaitannya dengan infeksi sistemik
dan intoksikasi toksin asal bakteri, (2) kongesti, pada kasus hepatik fibrosis dan
obstruksi darah portal atau obat-obatan golongan barbiturate dengan perubahan
histopatologi penebalan kapsula dan trabekula, atrofi limfoid, pulpa merah
dipadati darah, sinus berisi makrofag dan hemosiderin. Nodular hiperplasia, nodul
berukuran 2-5 cm, cembung ke arah permukaan kapsula. Nodul terdiri dari
proliferasi fokal limfosit. Perubahan hematopoiesis, ekstraedulari hematopoiesis,
ditandai dengan banyak dijumpainya megakaryosit yang terjadi pada kasus
anemia hemolisis. Hal-hal lain juga banyak menjadi faktor patologi limpa
diantaranya gangguan pertumbuhan, penyakit degeneratif, limpa ruptur, dan limpa
torsio (Jubb et al.,1985)

2.5. Logam berat Pb


Logam berat Pb adalah sebuah unsur yang biasanya ditemukan di dalam
batu-batuan, tanah, tumbuhan dan hewan. Logam berat 95% bersifat anorganik
dan umumnya dalam bentuk garam anorganik yang umumnya kurang larut dalam
air, selebihnya berbentuk organik. Logam berat Pb organik ditemukan dalam
bentuk senyawa Tetraethyllead (TEL) dan Tetramethyllead (TML). Jenis senyawa
ini hampir tidak larut dalam air, namun dapat dengan mudah larut dalam pelarut
organik, misalnya dalam lipid. Waktu keberadaan logam berat Pb dipengaruhi
oleh beberapa faktor seperti arus angin, dan curah hujan. Logam berat Pb tidak
mengalami penguapan namun dapat ditemukan di udara sebagai partikel, karena
Plumbum (Pb) adalah sebuah unsur, maka tidak mengalami degradasi
(penguraian) dan tidak dapat dihancurkan (Wardhayani, 2006). Hal ini juga di
karenakan, logam berat Pb mempunyai sifat-sifat antara lain: (1) Merupakan
logam yang lunak sehingga mudah diubah menjadi berbagai bentuk, (2)
Mempunyai titik cair yang rendah sehingga bila digunakan dalan bentuk cair
dibutuhkan teknik yang cukup sederhana, (3) Mempunyai densitas lebih tinggi di
bandingkan dengan logam lainnya, kecuali merkuri dan emas (Sunu, 2001).
12

Logam berat Pb dapat bersumber dari sumber alamiah dan dari aktifitas
manusia. Sumber alamiah terdapat pada batu-batuan serta lapisan kerak bumi. Di
samping itu partikel logam berat Pb yang ada di udara, karena adanya hujan dapat
menjadi sumber logam dalam tanah. Adapun yang berasal dari aktifitas manusia
dapat berupa buangan industri ataupun buangan dari rumah tangga dan juga
disebabkan oleh lumpur saluran air kotor, limbah pertambangan, limbah
peleburan logam, pemurnian, daur ulang, bahan-bahan yang mengandung produk
manufaktur (bensin, cat, tinta cetak, pipa air utama, tembikar kaleng timah, solder,
casing baterai, dan lain-lain) juga berkontribusi terhadap adanya pencemaran
logam berat Pb (Casas, 2006).
Logam berat Pb merupakan bahan yang toksik bagi tubuh hewan. Dosis
keracunan Pb pada sapi adalah 400-600 mg/kg pada sapi muda dan 600-800
mg/kg pada sapi dewasa, tetapi hal ini tergantung pada bentuk senyawa Pb,
keracunan kronis terjadi pada hewan yang memakan pakan/rumput mengandung
390 mg/kg Pb sejumlah 2,5%-nya dari berat badan per hari (Darmono, 1999).
Logam berat Pb dapat masuk ke dalam tubuh hewan melalui makanan, minuman,
atau inhalasi dari udara yang tercemar, kontak lewat kulit, kontak lewat mata dan
lewat parental. Logam berat Pb kemuadian dapat terserap dalam jaringan,
tertimbun dalam jaringan (bioakumulasi) dan pada konsentrasi tertentu akan dapat
merusak organ-organ dalam jaringan tubuh. Namun, logam berat Pb yang masuk
ke dalam tubuh tidak semua dapat tinggal di dalam tubuh, kira-kira 5% - 10% dari
jumlah yang tertelan akan diabsorbsi oleh saluran pencernaan dan sekitar 5% dari
30% yang terserap lewat pernafasan akan tinggal di dalam tubuh (Kafiar et al.,
2013).

2.6. Kerangka Konsep


Sistem pemeliharaan sapi bali dibagi menjadi dua, yaitu pemeliharaan
secara intensif dan ekstensif. Pemeliharaan secara intensif dibedakan menjadi dua,
yaitu sapi dikandangkan secara terus-menerus dan sapi pada siang hari
digembalakan dan malam harinya dikandangkan atau disebut pemeliharaan semi
intensif. Pemeliharaan secara ekstensif sapi digembalakan secara terus-menerus
13

tanpa dikandangkan, baik mencari makanan sendiri atau diberikan oleh peternak
secara langsung. Sistem pemeliharaan ternak sapi di area Tempat Pembuangan
Akhir (TPA) Suwung Denpasar, termasuk sebagai sistem peternakan ekstensif,
karena sapi dilepas begitu saja. Sumber pakan sapi di Tempat Pembuangan Akhir
(TPA) berupa sampah-sampah organik yang tampak selektif. Walaupun demikian,
pakan yang bercampur dengan sampah anorganik termasuk logam berat dapat
tertelan oleh ternak sapi. Sapi yang dilepas di Tempat Pembuangan Akhir (TPA)
Suwung Denpasar telah tercemar oleh logam berat Pb dalam darahnya. Logam
berat Pb dapat menimbulkan penurunan daya tahan tubuh akibat gangguan
patologi dari limpa, jika terakumulasi dalam jaringan limpa. Limpa merupakan
organ limfoid sekunder terbesar yang bersifat multifungsi. Limpa berfungsi
sebagai sistem pertahanan karena berkaitan dengan respon imunologi terhadap
antigen yang berasal dari darah, sebagai penyaring darah, menyimpan zat besi
untuk dimanfaatkan kembali dalam sintesis hemoglobin, memproduksi limfosit
dan antibodi. Fungsi ini dapat dijadikan indikasi bahwa akumulasi logam berat
dapat membuat keadaan patologis limpa.
14

Sapi bali di TPA Suwung


Denpasar

1. Lingkungan
2. Pakan 1. Umur
3. Air minum 2. Jenis kelamin
4. Lama sapi 3. Berat badan
dipelihara
5. Asal usul sapi

Terpapar logam berat Pb


Perubahan histopatologi limpa

Gambar 2.4. Kerangka Konsep Penelitian

Keterangan :
Tidak diteliti
Diteliti
15

BAB III
MATERI DAN METODE

3.1. Bahan Penelitian


Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain Neutral Buffer
Formalin (NBF) 10%, alkohol 70%, alkohol 80%, alkohol 90%, alkohol 96%,
aquades, xylol, paraffin, waterbath, Hematoksilin-Eosin, kapas, entelan,
aquabides.

3.2. Alat Penelitian


Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain scapel, gunting,
pisau, hand gloves, pot organ, microtom, lemari es, object glass, cover glass,
mikroskop.

3.3. Rancangan penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan rancangan Cross-
sectionalstudy. Sebagai sampel adalah jaringan limpa dari sapi yang dipelihara di
Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Suwung Denpasar yang dipotong di Rumah
Pemotongan Hewan Dharmasaba. Sampel sebanyak 5 ekor sapi berdasarkan
jumlah minimum sampel yang diterima untuk penelitian eksploratif (Goh, 2008).

3.4. Cara Pengumpulan data


Data untuk pemeriksaan histopatologi organ limpa sapi bali yang dipelihara
di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Suwung Denpasar diperoleh dari Rumah
Pemotongan Hewan Dharmasaba, Banjar Bersih, Desa Dharmasaba, Kecamatan
Abiansemal, Kabupaten Badung. Sampel jaringan dibagi atas dua bagian yaitu
sebagian untuk dibuat preparat histopatologi dan sebagian lagi untuk pemeriksaan
kadar logam berat Pb. Sehingga diperoleh 2 sumber data yaitu kadar logam berat
Pb dan gambaran histopatologi limpa.

15
16

3.5. Prosedur Penelitian


3.5.1. Pengambilan sampel
Pengambilan sampel limpa sapi bali dilakukan di Tempat Pemotongan
Hewan Dharmasaba. Sampel limpa untuk dibuat preparat histopatologi difiksasi
dalam larutan Neutral Buffer Formalin 10% agar jaringan tidak mengalami
autolysis. Sedangkan untuk pemeriksaan kadar logam berat Pb dibawa ke
laboratorium analitik Universitas Udayana.

3.5.2. Pembuatan Preparat Histopatologi Limpa Sapi Bali


Pembuatan preparat histopatologi jaringan limpa disesuaikan dengan
metode pembuatan preparat menurut (Kiernan, 2010) yang dilakukan dengan
langkah-langkah sebagai berikut : Jaringan difiksasi dengan merendam organ ke
dalam larutan Buffer Neutral Formalin 10% dengan perbandingan lebih kurang 1 :
20 (volume organ/volume formalin) selama ± 48 jam pada suhu kamar. Jaringan
yang telah difikasi kemudian diiris dengan ukuran 1 x 1 x 1 cm agar dapat
dimasukkan ke dalam kotak untuk diproses dalam tissue processor. Tahap
selanjutnya adalah dehidrasi dengan merendam sediaan kedalam alkohol secara
berturut-turut dengan konsentrasi alkohol 70%, 80%, 90%, alkohol absolut I,
alkohol absolut II, dengan lama waktu masing-masing perendaman selama ± 2
jam. Selanjutnya dilakukan clearing untuk membersihkan sisa alkohol dari
jaringan. Setelah dibersihkan, jaringan siap untuk dimasukkan ke dalam blok
parafin.
Langkah berikutnya adalah embeding dan blocking. Organ ditanam pada
blok parafin yang telah disediakan kemudian disimpan dalam lemari es selama 24
jam. Blok-blok parafin tersebut kemudian dipotong (cutting) dilakukan dengan
menggunakan microtome dengan ketebalan 4-5 µm. Jaringan yang terpotong
selanjutnya diapungkan dalam suatu alat yang berisi air (water bath) dengan suhu
600C untuk menghindari terjadi lipatan irisan jaringan setelah pemotongan.
Sediaan dipindahkan ke object glass. Selanjutnya dikeringkan dalam suhu kamar
26-27oC.
17

Proses selanjutnya adalah pewarnaan irisan jaringan dengan Hematoksilin-


Eosin. Teknis pewarnaan jaringan yang digunakan dalam pewarnaan ini dengan
prosedur sebagai berikut antara lain dengan deparafinasi yaitu merendam preparat
diatas gelas objek dalam xylol bertingkat I-III masing-masing selama lima menit.
Setelah itu dehidrasi dengan tujuan untuk memberikan air pada jaringan yaitu
dengan cara merendam preparat dalam larutan alkohol absolut lalu dipindahkan ke
larutan alkohol 95% dengan durasi masing-masing lima menit. Lalu dibilas
dengan air mengalir selama 1 menit.
Preparat kemudian direndam dalam larutan hematoksilin selama 15 menit.
Dicelupkan ke dalam aquades selama 1 menit dengan cara mengangkat dan
menurunkan, selanjutnya dicelupkan ke dalam campuran asam-alkohol 1% secara
cepat 5-7 celupan. Lalu dibilas dengan aquades selama 1 menit dan dibilas
kembali dengan aquades selama 15 menit. Dicelupkan sebanyak 3-5 kali dalam
larutan lithium karbonat selama 15-30 detik hingga potongan berwarna biru cerah
dan kemudian dicuci dengan air mengalir selama 15 menit.
Preparat kemudian direndam dalam eosin selama 2-3 menit. Berikutnya
dilakukan tahapan dehidrasi dengan memasukkan preparat dalam alkohol
bertingkat dari 80%, 90% dan 95% hingga alkohol absolut I-III. Selanjutnya
dilakukan clearing yaitu dengan memasukkan preparat pada xylol I-II dan
dikeringkan.
Selanjutnya dilakukan proses mounting yaitu penutupan preparat dengan
cover glass dengan menggunakan permount sebagai perekat. Pengamatan sediaan
dilakukan menggunakan mikroskop dengan pembesaran lensa objektif bertingkat
yaitu 100x, 200x dan 400x dari tiap lapang pandang preparat pada lima lapang
pandang yang berbeda.

3.5.3. Pengukuran Logam Berat Pb


Pengukuran logam berat Pb pada jaringan limpa disesuaikan dengan
metode pengukuran logam berat Pb menurut Irasantiet al. (2012) yang dilakukan
dengan cara sebagai berikut : Sampel limpa diambil sebanyak 10 g, kemudian
dilakukan pengujian kandungan logam berat Pb dengan metode Atomic
18

Absorption Spectrofotometri (AAS). Sampel dibagi menjadi dua bagian, 5 g untuk


kontrol positif dan 5 g untuk sampel terperiksa. Ditambahkan 0,5 ml larutan
standar 1mg/l ke dalam sampel untuk membuat spiked atau kontrol positif. Spiked
diuapkan diatas hot plate pada suhu 100º C sampai kering. Sampel dan spiked
dimasukkan ke dalam tungku pengabuan dan tutup separuh permukaannya. Suhu
tungku pengabuan dinaikkan secara bertahap 100º C setiap 30 menit hingga
mencapai 450º C dan dipertahankan selama 18 jam. Sampel dan spiked
dikeluarkan dari tungku pengabuan dan dinginkan pada suhu kamar. Setelah
dingin ditambahkan 1 ml HNO3 65%, digoyangkan secara hati-hati sehingga
semua abu terlarut dalam asam dan selanjutnya diuapkan diatas hot plate pada
suhu 100º C sampai kering. Setelah kering, sampel dan spiked dimasukkan
kembali ke dalam tungku pengabuan. Suhu dinaikkan secara bertahap 100ºC
setiap 30 menit hingga mencapai 450º C dan dipertahankan selama 3 jam. Setelah
abu terbentuk sempurna berwarna putih, sampel dan spiked didinginkan pada suhu
ruang. Ditambahkan 5 ml HCl 6 M kedalam masing-masing sampel dan spiked
digoyangan secara hati-hati sehingga semua abu larut dalam asam. Diuapkan
diatas hot plate pada suhu 100ºC sampai kering. Ditambahkan 10 ml HNO 3 0,1 M
dan didinginkan pada suhu ruang selama 1 jam, larutan dipindah kedalam labu
takar polyproylene 50 ml dan ditambahkan larutan matrik modifier, tepatkan
sampai tanda batas dengan menggunakan HNO3 0,1 M. Larutan standar kerja Pb
disiapkan masing-masing minimal lima titik konsentrasi. Larutan standar kerja,
sampel, dan spiked dibaca pada alat spektrofotometer serapan atom graphite
fumace pada panjang gelombang 288,3 nm untuk logam Pb. Konsentrasi Pb dalam
μg/g dihitung dengan rumus berikut (SNI 7387 : 2009) :
19

Konsentrasi = (D – E) x Fp x V
W

Keterangan :
D : konsentrasi sampel μg/l dari hasil pembacaan Atomic Absorption
Spectrofotometri (AAS)
E : konsentrasi blanko sampel μg/l dari hasil pembacaan Atomic
Absorption Spectrofotometri (AAS)
Fp : faktor pengenceran
V : volume akhir larutan sampel disiapkan (ml), ubah kedalam satuan liter
W : berat sampel (g)

3.6. Variabel yang Diukur


Untuk pengukuran kadar logam berat diperoleh data kadar dalam part
permilion (ppm), sesuai dengan metode Atomic Absorption Spectrofotometri
(AAS). Sedangkan gambaran histopatologi diukur berdasarkan perubahan
histopatologi berupa deplesi dan proliferasi sel-sel limfoid.

3.7. Analisis Data


Hasil pengukuran kadar logam berat Pb dalam limpa dan pemeriksaan
histopatologi limpa, ditabulasi dan selanjutnya dianalisis dengan analisis
deskriptif kualitatif.

3.8. Lokasi dan Waktu Penelitian


Pengukuran kadar logam berat Pb dilakukan di Laboratorium Analitik
Universitas Udayana. Pembuatan dan pemeriksaan histopatologi limpa dilakukan
di Laboratorium Patologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana Jl. PB
Sudirman, Denpasar, Bali. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Maret-April
2016.
20

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
4.1.1 Kandungan Logam Berat Pb Pada Limpa Sapi Bali yang Dipelihara
di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Suwung Denpasar
Berdasarkan hasil penelitian dan pemeriksaan organ limpa sapi bali yang
dipelihara di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Suwung Denpasar dengan
menggunakan metode Atomic Absorption Spectrofotometri (AAS), diperoleh hasil
sebanyak 5 sampel limpa sapi bali secara keseluruhan positif mengandung logam
berat Pb yang dinyatakan dalam part permilion (ppm). Sampel limpa sapi no. 3
dan no. 4 kandungan logam berat Pb telah melebihi ambang batas maksimum SNI
2009. Data hasil penelitian dapat dilihat pada (Tabel 4.1).
Tabel 4.1. Kandungan Logam Berat Pb Pada Limpa Sapi Bali yang Dipelihara di
TPA Suwung Denpasar (ppm)

No. Sapi Kadar Pb SNI (ppm)


1 1,5024 2,0
2 1,5002 2,0
3 2,0267 2,0
4 2,0268 2,0
5 0,6818 2,0

4.1.2 Gambaran Histopatologi Limpa Sapi Bali yang Dipelihara di Tempat


Pembuangan Akhir (TPA) Suwung Denpasar
Berdasarkan hasil penelitian dan pemeriksaan organ limpa sapi bali yang
dipelihara di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Suwung Denpasar menggunakan
pewarnaan Hematoksilin-Eosin dengan parameter perubahan histopatologi berupa
deplesi dan proliferasi sel-sel limfoid. Sebanyak 5 sampel limpa sapi bali,
ditemukan adanya perubahan histopatologi berupa deplesi pada sapi no. 1, 3, dan
4 yang terlihat adanya peluruhan sel-sel limfoid. Selain itu, secara keseluruhan
ditemukan adanya perubahan histopatologi berupa proliferasi sel-sel limfoid.
Deferensiasi dan pembelahan sel yang mengalami peningkatan, dimana pada

20
21

pulpa putih terlihat adanya dominasi sel limfosit T. Proliferasi limfosit ini
merupakan indikasi adanya fase aktivasi sistem imun tubuh. Limfosit telah
terstimulasi oleh antigen atau dengan molekul aktivator lain. Menurut Darlina et
al. (2012) menyatakan limfosit yang mengalami stimulasi akan terjadi perubahan
biokimia mapun morfologis. Secara biokimia terjadi perubahan kecepatan
metabolisme oksidatif, sintesa protein dan RNA. Secara morfologis terjadi
perubahan berupa transformasi blast dengan tanda-tanda diameter sel bertambah,
kromatin sel blast menjadi longgar dan terpulas pucat. Data perubahan
histopatologi limpa dan gambarnya disajikan pada Tabel 4.2 dan Gambar 4.1
Tabel 4.2. Histopatologi Limpa Sapi Bali yang Dipelihara di Tempat
Pembuangan Akhir (TPA) Suwung Denpasar
No. Sapi Deplesi Proliferasi
1 + +
2 - +
3 + +
4 + +
5 - +
22

(1) (2)

(3) (4)

(5) Gambar 4.1. Struktur limpa sapi TPA,


ditemukan adanya perubahan deplesi
sel limfoid (tanda panah merah) dan
adanya proliferasi sel-sel limfoid
(tanda panah hitam) pada sapi 1, 2, 3,
4 dan 5 (400X, HE)
23

4.2 Pembahasan
Berdasarkan data kandungan logam berat Pb dari ke 5 sapi sampel,
diperoleh hasil yang bervariasi yaitu masing-masing 1,5024 ppm, 1,5002 ppm,
2,0267 ppm, 2,0268 ppm, dan 0,6818 ppm. Nilai kandungan logam berat Pb yang
ada dalam limpa sapi bali no. 3 dan no. 4 tampak melampaui batas maksimum
cemaran logam berat dalam pangan menurut Standar Nasional Indonesia (SNI)
2009, dimana kosentrasi kadar maksimum yang diperbolehkan sebesar 2,0 ppm
(Tabel 4.1). Kandungan logam berat Pb yang melampaui batas maksimum yang
ditetapkan SNI, maka organ tersebut tidak aman untuk dikonsumsi oleh manusia.
Logam berat Pb dalam tubuh hewan maupun manusia dilaporkan bersifat
akumulatif atau efeknya bersifat kronis (Sumah dan Aunurohim, 2013). Akibat
akumulasi logam berat Pb dalam tubuh, akan dapat mengganggu kesehatan
manusia bahkan bisa menyebabkan kematian.
Adanya kandungan logam berat Pb pada limpa sapi bali yang cukup tinggi
disebabkan faktor pakan maupun minuman, seperti halnya sapi bali di Tempat
Pembuangan Akhir (TPA) Suwung Denpasar yang memanfaatkan sampah organik
bercampur dengan anorganik. Sampah tersebut terdiri dari sampah domestik
(rumah tangga) dan sampah non domestik meliputi sampah institusional (sekolah,
kantor dan lain-lain), sampah komersial (pasar, toko, dan lain-lain), sampah
aktivitas perkotaan (penyapuan jalan, lapangan, dan lain-lain), sampah klinik,
sampah industri, sampah konstruksi, sampah dari barang pecah belah, kertas, kain,
karet dan sejenisnya. Sebagai perbandingan, berdasarkan penelitian Sudiyono dan
Handayanta, (2010) menyatakan bahwa sampah yang dimanfaatkan sebagai
sumber pakan sapi potong di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Putri
Cempo Surakarta telah tercemar logam berat Pb sebesar 12,34 ppm.
Logam berat Pb yang terdeteksi pada limpa sapi bali masuk melalui
saluran pencernaan bersumber dari makanan dan minuman yang tercemar logam
berat di sekitar area TPA Suwung Denpasar. Logam berat Pb yang masuk melalui
saluran pencernaan kemudian akan diabsorbsi melalui usus, masuk ke dalam
sirkulasi darah, berikatan dengan protein darah yang kemudian didistribusikan ke
seluruh jaringan tubuh (Swaileh et al., 2009). Selama dalam sirkulasi darah,
24

logam berat Pb 90% terikat pada sel darah merah. Namun, logam berat Pb yang
masuk ke dalam tubuh tidak semua dapat tinggal di dalam tubuh, kira-kira 5% -
10% dari jumlah yang tertelan akan diabsorbsi oleh saluran pencernaan dan
sekitar 5% dari 30% yang terserap lewat pernafasan akan tinggal di dalam tubuh
(Kafiar et al., 2013). Proses distribusi memungkinkan zat atau metabolitnya
sampai pada reseptor dan berakumulasi sehingga menyebabkan adanya residu
logam berat Pb di dalam tubuh seperti saluran pencernaan, sistem hematopoietik
(kelenjar pembentuk darah), sistem kardiovaskuler, sistem syaraf pusat dan
perifer, ginjal, hati, otak, sistem kekebalan dan sistem reproduksi.
Kontaminasi logam berat Pb yang telah melalui rute metabolisme,
diekskresikan melalui urin dan feses. Sebagian besar ekskresi terjadi melalui
cairan empedu ke dalam intestinum dan sebagian kecil terekskresi melalui dinding
intestinum dan ginjal, melalui air susu, keringat dan rambut. Ditambahkan juga,
faktor-faktor yang mempengaruhi kandungan Pb dalam jaringan tubuh, antara
lain: (1) umur, semakin tua maka kandungan Pb semakin tinggi (sapi yang diteliti
baru berumur 2 tahun, relatif masih muda, sehingga akumulasi Pb belum tinggi),
(2) jenis jaringan tubuh, dimana urutan kandungan Pb dalam jaringan dari yang
paling tinggi adalah: tulang, hati, paru-paru, ginjal, limpa, jantung, otak, gigi,
rambut (Suyanto et al., 2010)
Dosis keracunan Pb pada sapi adalah 400-600 mg/kg pada sapi muda dan
600-800 mg/kg pada sapi dewasa, tetapi hal ini tergantung pada ikatan senyawa
Pb dengan senyawa yang lain. Keracunan kronis terjadi pada hewan yang
memakan pakan/rumput mengandung 390 mg/kg Pb sejumlah 2,5%-nya dari berat
badan per hari. Misalnya sapi dengan berat 400 kg, memakan 9 mg/kg, padahal
dosis keracunan 6-7 mg/kg/hari. Mekanisme toksisitas logam berat Pb
berdasarkan sistem yang dipengaruhinya adalah: (1) Sistem haemopoietik;
akibatnya sintesis hemoglobin terhambat, karena dapat menghalangi enzym
aminolaevulinic acid dehidratase (ALAD) untuk proses sintesa tersebut, dan
anemia biasa terjadi serta umur sel darah merah menjadi lebih pendek. (2) Sistem
saraf; dimana Pb bisa menimbulkan kerusakan otak dengan gejala epilepsi,
halusinasi, dan kerusakan otak besar. (3) Sistem urinaria; dimana Pb bisa
25

menyebabkan lesi tubulus proksimalis, loop of Henle, serta menyebabkan


aminosiduria. (4) Sistem gastrointestinal; dimana Pb menyebabkan kolik dan
konstipasi. (5) Sistem kardiovaskuler; dimana Pb bisa menyebabkan peningkatan
permiabilitas pembuluh darah. (6) Sistem imunitas (7) Sistem reproduksi
berpengaruh terutama terhadap gametotoksisitas (Darmono, 1999).
Limpa merupakan organ limfoid penting yang berfungsi sebagai sistem
pertahanan dan berkaitan dengan respon imunologi terhadap antigen yang berasal
dari darah. Selain itu limpa juga sebagai penyaring darah, menyimpan zat besi
untuk dimanfaatkan kembali dalam sintesis hemoglobin, memproduksi limfosit,
dan antibodi (Khan et al., 2003). Struktur histologi limpa secara umum terdiri dari
kapsula, pulpa merah dan pulpa putih (DiFiore, 1992). Sebagian besar limpa
terdiri dari daerah yang disebut pulpa merah. Pada pulpa merah, darah merah yang
telah tua dihancurkan. Pada limpa terdapat daerah yang disebut pulpa putih. Pulpa
putih adalah tempat berkumpulnya sel-sel limfosit B di folikel dan sel T di
parafolikel atau di periarteriolar lymphoid sheath (PALS). Pada setiap pulpa
putih, darah yang membawa limfosit dan antigen mengalir dari arteri trabekula
masuk ke arteri sentral. Sel dan antigen kemudian masuk ke dalam sinus dan
berlanjut menuju vena trabekula. Sinus marginal dikelilingi oleh zona marginal
limfosit. Di dalam sinus marginal dan di sekeliling arteri sentral terdapat
periarteriolar lymphoid sheath (PALS), yang tersusun oleh sel T. Antigen yang
masuk ke limpa lebih banyak berasal dari darah daripada dari cairan ekstraselluler
(lymph node).
Berdasarkan dari pemeriksaan histopatologi limpa sapi bali yang
dipelihara di TPA Suwung Denpasar menunjukkan adanya perubahan berupa
deplesi dan proliferasi sel-sel limfoid. Berkaitan dengan toksisitas logam berat Pb,
banyak studi menyatakan kerusakan sel yang diakibatkan erat kaitannya dengan
stres oksidatif dan mekanisme ion. Monisha et al. (2014) menyatakan bahwa stres
oksidatif pada sel terjadi apabila terdapat radikal bebas yang tinggi. Faktor lain
penyebab stres oksidatif adalah peroksidasi lipid terjadi ketika terkumpulnya
elektron radikal bebas dari molekul lipid berada dalam membran sel. Radikal
bebas dalam hal ini ion Pb akan terjadi reaksi dengan antioksidan yang
26

menyebabkan peningkatan produksi Reactive Oxygen Species (ROS) seperti


hydroxyl radical (HO-), superoxide radical (O2-), atau hydrogen peroxide (H2O2).
Tingginya ROS dapat menyebabkan kondisi yang disebut “stres oksidatif”. Sel
dalam kondisi stres oksidatif dapat menyebabkan kerusakan struktur sel, protein,
asam nukleat, lipid (Mathew et al., 2011 ; Monisha et al., 2014). Mekanisme ion
toksisitas logam berat Pb terjadi disebabkan karena kemampuan ion Pb
menggantikan kation bivalen seperti Ca2+, Mg2+, Fe2+, dan kation monovalen
seperti Na+, yang akhirnya mengganggu metabolisme biologis sel seperti adhesi
sel, maturation, apoptosis, transfortasi ion, regulasi enzim, dan pelepasan
neurotransmiter (Flora et al., 2008 ; Monisha et al., 2014).
Akumulasi logam berat Pb dalam organ limpa dibawa melaui darah.
Ketika terjadi kenaikan kadar logam berat Pb dalam darah. Ion Pb 2+ akan berdifusi
melewati selaput otak yang memiliki peranan yang sangat penting dalam menjaga
sistem saraf. Selaput otak sangat selektif hanya molekul tertentu yang dapat
berdifusi seperti kalsium, asam amino esensial, kalium dan natrium untuk dibawa
ke dalam membran sel. Ion Pb2+ dalam sel dapat menggantikan kalsium (Ca2+),
dimana kosentrasi kalsium umumnya meningkat melalui 2 carayaitu membukanya
jalur kalsium dalam membran sel atau pelepasan kalsium yang disimpan dalam
retikulum endoplasma. Hal ini menyebabkan stimulasi G-protein. Logam berat Pb
kemudian masuk ke dalam sel melalui jalur kalsium dan berikatan dengan
Calmodulin (CaM). Hal ini akan memberikan pengaruh dan menstimulasi banyak
fungsi intraseluler seperti peradangan, apoptosis, kontraksi otot, pertumbuhan
saraf dan respon imun (Brochin et al., 2008).
Deplesi sel limfoid yang ditemukan pada organ limpa sapi bali yang
berasal dari TPA Suwung Denpasar berpotensi disebabkan oleh logam berat Pb
secara tidak langsung yaitu stres oksidatif. Kerusakan yang terjadi pada membran
sel secara kronis dapat menyebabkan sel di dalamnya mengalami nekrosis yang
sangat mempengaruhi tingkat deplesi pada sel limfoid. Berdasarkan penelitian
ditemukan adanya perubahan berupa nekrosis pada organ limpa mencit akibat
adanya paparan logam berat Pb secara terus menerus selama 6 bulan dengan total
kadar logam berat Pb sebesar 3000 ppm (Muselin et al., 2010).
27

Respon proliferasi yang terjadi merupakan proses diferensiasi dan


pembelahan sel secara mitosis. Proliferasi limfosit ini merupakan penanda adanya
fase aktivasi dari respon imun tubuh. Sebagai salah satu organ limfoid, limpa
merupakan tempat terjadinya penangkapan antigen oleh sel-sel imunokompeten.
Pada setiap saat sel-sel imunokompeten di dalam tubuh hewan selalu berhadapan
dengan antigen yang masuk. Patogen memasuki tubuh dengan berbagai cara,
misalnya dari udara, pakan dan minuman. Limfosit merupakan sel yang sangat
berperan dalam sitem imun. Limfosit adalah sel yang paling dominan di dalam
organ dan jaringan sistem imun. Lokasi limfosit T adalah pada limpa dan kelenjar
limfa yaitu pada masing-masing daerah periarterioler, parakortikal dan
perifolikuler. Jumlahnya ± 65%-85% dari total limfosit dalam darah. Limfosit
berperan dalam sistem imun spesifik seluler (sel T) untuk pertahanan terhadap
bakteri yang hidup intraseluler, virus, jamur, dan parasit. Kerusakan membran
pada sel limfosit, antara lain dapat disebabkan oleh senyawa-senyawa radikal.
(Prangdimurti et al., 2011).
Proliferasi sel limfosit yang diuji pada sistem in vitro dapat digunakan
untuk menggambarkan fungsi limfosit dan merupakan salah satu parameter yang
dapat digunakan untuk mengukur status imunitas, karena proliferasi limfoid
menunjukkan kemampuan dasar dari sistem imun (Fletcher et. al., 1994). Untuk
dapat berproliferasi dan menghasilkan sel efektor atau sel imunokompeten,
membran sel limfosit harus berada dalam kondisi utuh. Proliferasi sel bermula
dari kontak antara membran sel dengan antigen atau dengan molekul aktivator
lain. Apakah proliferasi sel-sel limfoid akibat cemaran logam berat Pb atau akibat
agen infeksius, maka perlu diteliti lebih lanjut.
28

BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Pada organ limpa dari 5 sampel sapi bali yang dipelihara di Tempat
Pembuangan Akhir (TPA) Suwung Denpasar, terdapat kandungan logam
berat Pb masing-masing 1,5024 ppm, 1,5002 ppm, 2,0267 ppm, 2,0268
ppm, dan 0,6818 ppm.
2. Perubahan histopatologi limpa 5 sapi bali di TPA berupa deplesi dan
proliferasi sel-sel limfoid.

5.2 Saran
Dari hasil penelitian, dapat disampaikan saran sebagai berikut :
1. Perlu dilakukan penelitian secara intensif dan kontinyu baik mengenai
kandungan logam berat Pb maupun logam berat yang lain pada sapi di
Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Suwung Denpasar maupun pengaruhnya
terhadap organ-organ vital pada tubuh ternak
2. Kepada pemerintah agar dipertimbangan tentang kelayakan pemeliharaan sapi
di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) perkotaan yang cenderung banyak
mengandung logam berat.

28
29

DAFTAR PUSTAKA

Ahcmad, N. C. 2005. Karakteristik Sumberdaya Genetik Ternak Sapi Bali (Bos-


bibos banteng) dan Alternatif Pola Konservasinya. Biodiversitas Vol. 6,
No. 1

Bamualim, A., Wirdahayati, R.B. 2003. Teknologi Budidaya Komoditas Unggul


Sumatra Selatan. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. Sumatra Selatan

Bank Data Denpasar. 2011. Volume Sampah 2010 sampai 2011.


http://bankdata.denpasarkota.go.iddiakses tanggal 5 Desember 2015

Batan, I.W. 2006. Sapi Bali dan Penyakitnya. Fakultas kedokteran Hewan
Universitas Udayana. Denpasar.

Berata, I.K., Winaya, O.I.B., Adi, A.A.A.M, Windia, A.I.B. 2011. Patologi
Veteriner Umum. Swasta Nulus. Denpasar

Berata, I.K., Susari, N.N.W.,Kardena, I.M. 2015. Mendeteksi Logam Berat Pb


dan Cd Pada Darah Sapi yang Dipelihara di TPA Suwung Denpasar.
Prosiding LPPM

Brochin, R., Leone, S., Phillips, D., Shepard, N., Zisa, D., Angerio, A. 2008. The
Cellular Effect of Lead Poisoning and Its Clinical Picture. The
Georgetown Undergraduate Journal of Health Sciences 5 (2)

Casas, J. S. dan Sordo, J. 2006. Lead, Chemistry, Analytical Aspects,


Environmental Impact and Health Effects. Departamento de Quimica
Inorganica Facultad de Farmacia, Universidad de Santiago Compostela,
Galicia, Spain.

Darlina, Kisnanto, T., Mailani, W. 2012. Proliferasi Limfosit Mencit yang


Diimunisasi dengan Plasmodium Berghei Radiasi 175 Gy. Prosiding
Pertemuan dan Presentasi Ilmiah - Penelitian Dasar Ilmu Pengetahuan
dan Teknologi Nuklir. Yogyakarta.

Darmono. 1999. Interaksi Logam Toksik dengan Logam Esensial dalam Sistem
Biologik dan Pengaruhnya Terhadap Kesehatan Ternak. WARTAZOA Vol.
9 No. 1

DiFiore, M.S.H. 1992. Atlas Histologi Manusia. Alih Bahasa, H. M.


Martoprawiro. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. Hal 94 - 103

Ditjen Cipta Karya. 2002. Profil Kota Denpasar. http://ciptakarya.pu.go.id


diakses tanggal 5 Desember 2015

29
30

Ditjen Bina Produksi Peternakan. 2002. Buku Statistik Peternakan Tahun 2002.
Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan. Departemen Pertanian.
Jakarta.

Fletcher, M.A., Klimas, N., Morgan, R., Gjerset, G. 1994. Lymphocyte


Proliferation. Di dalam: Rose, N.R., deMacario, E.C., Fahey, J.L.,
Friedman, H., Penn, G.M. Manual Clinical Laboratory Immunology.
4thedition. Pp : 213 –219.

Flora, S. J. S., Mittal, M., Mehta, A. 2008. Heavy Metal Induced Oxidative Stress
& Its Possible Reversal by Chelation Therapy. Indian J Med Res 128:
501–523.

Goh, Y. M. 2008. Experimental Design and Sample Size Issues in Laboratory


Animal Experiments. Department of Veterinary Preclinical Sciences,
Faculty of Veterinary Medicine. Universiti Putra Malaysia

Handiwirawan, E dan Subandriyo. 2004. Potensi dan Keragaman Sumber Daya


Genetik Sapi Bali. Wartazoa Vol. 14 No. 3.

Hassan, M. A., Reham, A., Amina, El- Ekhnawy, K. I., Naglaa, A. B., El-Taibb.
2013. Heavy Metal Residues In Fresh and Ready - to - Eat Edible Offal.
Benha Veterinary Medical Journal Vol. 24, No. 1: 116-116

Irasanti, M., Santi, D.N., Dharma, S. 2012. Analisis Kadar Timbal (Pb) pada Hati
Sapi dan Peternakan Sapi Potong di Kabupaten Deliserdang Tahun 2012.
Vol 4(1):1-6

Jubb, K.V.F., Kennedy, P.C., Perma, M. 1985. Pathology of Domestic Animals,


3rd ed. New York: Academic Press, 3:153-159

Kafiar, F. P., Setyono, P., Handono, A. R. 2013. Analisis Pencemaran Logam


Berat (Pb dan Cd) Pada Sapi Potong di Tempat Pembuangan Akhir (TPA)
Sampah Putri Cempo Surakarta. Jurnal EKOSAINS Vol. V No. 2

Khan, H.,Pardehi, M., Rind, R., and Misri, M. 2003. Biometrical Study on Normal
Spleen of Cattle. Journal of Animal and Veterinary Advances 2 (2) : 92-94

Kiernan, J.A. 2010. General Oversight Stains for Histology and Histopatology,
Education Guide : Special Stains and H&E 2nd. North America,
Carpinteria, California : Dako. Page : 29-36
31

Losco, P. 1992. Normal Development, Growth, and Aging of the Spleen. In:
Pathobiology of the Aging Rat (U. Mohr, D. L. Dungworth and C. C.
Capen, eds.), Vol. 1, pp. 75–94. ILSI Press, Washington, D.C.

Mark, F.C. 2006. Normal Structure, Function, and Histology of the Spleen.
Toxicologic Pathology. Vol. 34, No. 5

Mathew, B. B., Tiwari, A., Jatawa, S. K. 2011. Free Radicals and Antioxidants: A
re- view. Journal of Pharmacy Research 4(12): 4340–4343

Monisha, J., Tenzin, T., Naresh, A., Blessy, B. M., Krishnamurthy N. B. 2014.
Toxicity, Mechanism and Health Effects of Some Heavy Metals.
Interdiscip Toxicol.Vol. 7(2): 60–72

Muselin, F.,Alexandra, T., Brezovan, D. A., Stancu, Snejana, P. 2010. The


Consequences of Chronic Exposure to Lead on Liver, Spleen, Lungs and
Kidney Arhitectonics in Rats. Lucrari Stiinlifice Medicina Veterinara.
Vol. 18 (2)

Prangdimurti, E., Koswara, S., Susi, N., Saputra, D. 2011. Isolasi dan Kultur Sel
Limfosit dari Limpa Tikus. Laporan Praktikum Evaluasi Nilai Biologis
Komponen Pangan. Institut Pertanian Bogor

Ris, A., Suatha, I.K., Batan I.W. 2012. Keragaman Silak Tanduk Sapi Bali Jantan
dan Betina. Buletin Veteriner Udayana. Vol.4 No.2:87-93

Setiasih, E.N.L., Suwiti, N.K., Suastika, P., Piraksa, I.W.,Susari, W.N.N. 2011.
Studi Histologi Limpa Sapi Bali. Buletin Veteriner Udayana
Vol. 3 No.1:9-15

Standar Nasional Indonesia. 2009. Batas maksimum cemaran logam berat dalam
pangan. SNI 7387:2009. ICS 67.220.20

Sudiyono dan Handayanta, E. 2010. Studi Potensi Tempat Pembuangan Akhir


(TPA) Sampah “Putri Cempo” Surakarta Sebagai Sumber Pakan Sapi
Potong. Caraka Tani XXV No.1

Sudiyono, 2011. Upaya Eliminasi Residu Logam Berat pada Sapi Potong yang
Berasal dari Lokasi Tempat Pembuangan Akhir Sampah dengan
Pemeliharaan Secara Konvensional. Sains Peternakan Vol. 9 (1)

Sumah, Y. dan Aunurohim. 2013. Bioakumulasi Logam Berat Timbal (Pb) dan
Hubungannya dengan Laju Pertumbuhan Ikan Mujair (Oreochromis
Mossambicus). Jurnal Sains dan Seni Pomits Vol. 2, No.2

Sunu, P. 2001. Melindungi Lingkungan. P.T Gramedia. Jakarta.


32

Suyanto, A., Kusmiyati, S., Retnaningsih, Ch. Residu. 2010. Logam Berat dalam
Daging Sapi yang Dipelihara di Tempat Pembuangan Sampah Akhir.
Jurnal Pangan dan Gizi Vol. 01 No. 01

Swaileh, M. K., Abdulkhaliq, A., Hussein, R. M., Matani, M. Distribution of


Toxic Metals in Organs of Local Cattle, Sheep, Goat and Poultry from the
West Bank, Palestinian Authority. Bull Environ Contam Toxicol. 83:265–
268

Tanari, M. 2001. Usaha Pengembangan Sapi bali sebagai Ternak Lokal dalam
Menunjang Pemenuhan Kebutuhan Protein asal Hewani di Indonesia.
http://rudyct.250x.com/sem1_012/m_tanari.htm. Diakses tanggal 5 januari
2016

Tim Pusat Kajian Sapi Bali-Unud. 2012. Sapi Bali Sumber Genetik Asli
Indonesia. Edisi 1, Udayana University Press. Denpasar

Wardhayani, S. 2006. Analisis Risiko Pencemaran Bahan Toksik Timbal (Pb)


pada Sapi Potong di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah
Jatibarang Semarang. [Tesis] Program PascasarjanaUniversitas
Diponegoro. Semarang

Williamson, G. Dan Payne, W. J. A. 1993. Pengantar Peternakan di Daerah


Tropis. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.

Yupardhi, W. S. 2009. Sapi Bali Mutiara dari Bali. Udayana University Press.
Denpasar
33

LAMPIRAN

Lampiran 1. Foto dokumentasi kegiatan di lapangan

Foto 1. Kondisi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Suwung Denpasar

Foto 2. Sapi bali di TPA memanfaatkan sampah sebagai sumber pakan


34

Foto 3. Isi Rumen Sapi dari TPA Berupa Sampah Anorganik


35

Foto 4. Proses pemotongan sapi bali dari TPA Suwung Denpasar

Anda mungkin juga menyukai