Anda di halaman 1dari 19

PEMBENTUKAN KARAKTER

MELALUI LATIHAN DASAR KEDISIPLINAN

A. Pengertian Disiplin
Disiplin adalah kontrol diri dalam mematuhi aturan baik yang dibuat oleh diri sendiri
maupun diluar diri baik keluarga, lembaga pendidikan, masyarakat, bernegara maupun
beragama. Disiplin juga merujuk pada kebebasan individu untuk tidak bergantung pada orang
lain dalam memilih, membuat keputusan, tujuan, melakukan perubahan perilaku, pikiran
maupun emosi sesuai dengan prinsip yang diyakini dari aturan moral yang dianut.

Istilah kedisiplinan memiliki makna yang beragam diantaranya yaitu penertiban dan
pengawasan diri, penyesuaian diri terhadap aturan, kepatuhan terhadap perintah pimpinan,
penyesuaian diri terhadap norma-norma kemasyarakatan dan lain-lain. Disiplin adalah
kepatuhan seseorang dalam mengikuti peraturan atau tata tertib didorong oleh adanya
kesadaran yang ada pada kata hatinya. Disiplin dapat diartikan sebagai suatu hal yang
mendorong untuk harus melakukan perbuatan yang sesuai dengan aturan-aturan yang telah
ada.

Disiplin merupakan suatu kegiatan yang dilakukan agar tidak terjadi suatu pelanggaran
terhadap suatu peraturan yang berlaku demi terciptanya suatu tujuan. Disiplin adalah proses
atau hasil pengarahan untuk mencapai tindakan yang lebih efektif. Beberapa kegiatan dalam
menciptakan disiplin yang efektif:
a. Guru maupun peserta didik hendaknya memiliki sifat-sifat perilaku warga sekolah yang
baik seperti sopan santun, bahasa yang baik dan benar.
b. Peserta didik hendaknya bisa menerima teguran atau hukuman yang adil.
c. Guru dan peserta didik hendaknya bekerjasama dalam membangun, memelihara dan
memperbaiki aturan-aturan dan norma-norma.

Perilaku disiplin berkembang pada individu, implikasinya dapat dilakukan intervensi


sehingga terfasilitasi proses perkembangan disiplin dan dapat dicapai kematangan.
Perkembangan disiplin juga dipengaruhi oleh hal-hal berikut:
a. Pola asuh dan kontrol yang dilakukan oleh orang tua (orang dewasa) terhadap perilaku.
Pola asuh orang tua mempengaruhi bagaimana anak berpikir, berperasaan dan bertindak.
Orang tua yang dari awal mengajarkan dan mendidik anak untuk memahami dan
mematuhi aturan akan mendorong anak untuk mematuhi aturan. Pada sisi lain anak yang
tidak pernah dikenalkan pada aturan akan berperilaku tidak beraturan.
b. Pemahaman tentang diri dan motivasi pemahaman terhadap siapa diri, apa yang
diinginkan diri dan apa yang dapat dilakukan oleh diri sendiri agar hidup menjadi lebih
nyaman, menyenangkan, sehat dan sukses membuat individu membuat perencanaan
hidup dan mematuhi perencanaan yang dibuat.
c. Hubungan sosial dan pengaruhnya terhadap individu. Relasi sosial dengan individu
maupun lembaga sosial memaksa individu memahami aturan sosial dan melakukan
penyesuaian diri agar dapat diterima secara sosial.

Gambar 1. Ilustrasi Perilaku disiplin menjaga kebersihan sekolah

Jika dalam suatu sekolah berkembang budaya bersih tentu akan sangat tidak nyaman
manakala kita membuat sampah sembarang dan semua warga sekolah melihat kita
menyatakan keheranan dan menunjukkan bahwa perilaku yang dilakukan adalah salah.
Sekolah adalah institut yang memiliki kewenangan untuk membuat peserta didik belajar
mengembangkan perilaku yang sehat, salah satunya adalah disiplin. Proses pendidikan dan
pembelajaran yang dapat dilakukan di sekolah untuk mengembangkan disiplin peserta didik
sebagai berikut:
1) Mengembangkan pikiran dan pemahaman serta perasaan positif peserta didik tentang
manfaat disiplin bagi perkembangan diri mengembangkan keterampilan contohnya
dengan memberikan nasehat-nasehat tentang pentingnya berperilaku disiplin baik
dirumah maupun di sekolah, menyisipkan nilai karakter kedisiplinan pada pembelajaran.
2) Mengembangkan pemahaman dan perasaan positif peserta didik tentang aturan dan
manfaat mematuhi aturan dalam kehidupan contohnya penerapan peraturan sekolah yang
ketat bagi seluruh warga sekolah.
3) Mengembangkan kemampuan peserta didik menyesuaikan diri secara sehat. Contohnya
melakukan pembiasaan terhadap perilaku disiplin.
4) Mengembangkan kemampuan peserta didik untuk mengembangkan kontrol internal
terhadap perilaku sebagai dasar perilaku disiplin.
5) Menjadi model dan mengembangkan keteladanan.

Sikap kedisiplinan bukan sikap yang muncul dengan sendirinya, maka agar seorang anak
dapat bersikap disiplin maka perlu adanya arahan dan bimbingan. Dalam hal menanamkan
disiplin pada peserta didik ini mempunyai tujuan-tujuan yang praktis yaitu tujuan jangka
pendek dan tujuan jangka panjang. Yang dimaksud tujuan jangka pendek dari disiplin ialah
membuat peserta didik terlatih dan terkontrol, dengan mengajarkan mereka bentuk-bentuk
tingkah laku yang pantas dan yang tidak pantas, atau yang masih asing bagi mereka.
Sedangkan tujuan jangka panjang dari disiplin adalah untuk perkembangan pengendalian diri
sendiri dan pengarahan diri sendiri (self control and self direction) yaitu: dalam hal mana
peserta didik dapat mengarahkan diri sendiri tanpa pengaruh pengendalian dari luar.
Pengendalian diri berarti menguasai tingkah laku diri sendiri dengan berpedoman norma-
norma yang jelas, standar-standar dan aturan-aturan yang sudah menjadi milik sendiri. Oleh
karena itu orang tua haruslah terus menerus dan bertahap memainkan peranan untuk
mengembangkan pengendalian dan pengarahan diri sendiri pada anak-anaknya.

Berdasarkan narasi peranan sekolah dalam hal ini guru dan tenaga kependidikan serta
peranan orang tua yang penting dalam pembentukan disiplin peserta didik maka salahsatu
strategi implementasi komitmen tersebut yakni dengan membuat “Kontrak (komitmen) kerja
atau disebut juga Kontrak belajar” dari guru, orang tua dan peserta didik (contoh penerapan
di SMK Mitra Industri MM2100)” sehingga proses pembinaan disiplin akan terjadi baik di
sekolah maupun di keluarga. Pengembangan materi Kontrak belajar akan dilanjutkan pada
materi selanjutnya.

Dampak pembiasaan disiplin mengakibatkan munculnya kemauan diri sendiri peserta didik
akan pentingnya disiplin tersebut. Dengan adanya disiplin yang tertanam dari diri peserta
didik akan menjadikan mereka lebih aktif dan kreatif dalam belajar. Dengan adanya disiplin
belajar yang baik bagi peserta didik akan meningkatkan serta memperbesar kemungkinan
peserta didik untuk berkreasi dan berprestasi. Sehingga apabila peserta didik memiliki
disiplin dalam waktu belajar maka peserta didik tersebut akan termotivasi untuk selalu
belajar dan belajar. Dengan adanya kesidiplinan yang telah diterapkan dan ditanamkan akan
mendukung keberhasilan dan kesuksesan bagi diri peserta didik sendiri.

B. Latihan Dasar Kedisiplinan (LDK)


Kegiatan LDK umumnya dimulai dari Masa orientasi atau Masa Pengenalan Lingkungan
Sekolah (MPLS).
1. Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS)
Pedoman Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah bagi peserta didik baru di tahun ajaran
2019/2020 ini telah mengacu pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
(Permendikbud) nomor 18 tahun 2016 tentang Pengenalan Lingkungan Sekolah bagi
Siswa Baru. Tentunya ketika masa awal masuk sekolah peserta didik akan menghadapi
masa-masa orientasi/ adaptasi dengan lingkungan baru di sekolah. Sekolah yang
dimaksud adalah satuan pendidikan formal yang diselenggarakan oleh Pemerintah,
Pemerintah Daerah, dan Masyarakat dalam bentuk Sekolah Dasar, Sekolah Menengah
Pertama, Sekolah Mengengah Atas, Sekolah Menengah Kejuruan, sekolah pada jalur
pendidikan khusus, termasuk satuan pendidikan kerja sama.

Tujuan kegiatan Pengenalan Lingkungan Sekolah bagi peserta didik meliputi:


1) mengenali potensi diri peserta didik;
2) membantu peserta didik beradaptasi dengan lingkungan sekolah dan sekitarnya,
antara lain terhadap aspek keamanan, fasilitas umum, dan sarana prasarana sekolah;
3) menumbuhkan motivasi, semangat, dan cara belajar efektif sebagai peserta didik
baru;
4) mengembangkan interaksi positif antar peserta didik dan warga sekolah lainnya;
5) menumbuhkan perilaku positif antara lain kejujuran, kemandirian, sikap saling
menghargai, menghormati keanekaragaman dan persatuan, kedisiplinan, hidup bersih
dan sehat untuk mewujudkan peserta didik yang memilki nilai integritas, etos kerja,
dan semangat gotong royong.

Gambar 2. Ilustrasi Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah secara Online

Kegiatan pengenalan lingkungan sekolah bagi peserta didik ini dapat dilaksanakan dalam
jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari pada minggu pertama awal tahun pelajaran.
kegiatan pengenalan lingkungan sekolah ini hanya dilakukan pada hari sekolah dan jam
pembelajaran. Pengecualian terhadap jangka waktu pelaksanaan dapat diberikan kepada
sekolah berasrama dengan terlebih dahulu melaporkan kepada Dinas Pendidikan
Provinsi/Kabupaten/Kota sesuai dengan kewenangannya disertai dengan rincian kegiatan
Pengenalan Lingkungan Sekolah.

Penyelenggaraan kegiatan pengenalan lingkungan sekolah dilaksanakan oleh Guru dan


dapat dibantu oleh kakak kelas peserta didik apabila terdapat keterbatasan jumlah guru
dan/atau untuk efektivitas dan efisiensi pelaksanaan pengenalan lingkungan sekolah
dengan syarat sebagai berikut:
1. Peserta didik merupakan pengurus OSIS dan/atau Majelis Perwakilan Kelas (MPK)
dengan jumlah paling banyak 2 (dua) orang per rombongan belajar/kelas; dan
2. Peserta didik tidak memiliki kecenderungan sifat -sifat buruk dan/atau riwayat
sebagai pelaku tindak kekerasan.

Pada kegiatan MPLS ini juga, pihak sekolah dalam hal ini kepala sekolah sebagai
penanggung jawab satuan pendidikan mensosialisasikan pentingnya pencegahan tindak
kekerasan dan pembentukan tim pencegahan tindak kekerasan sesuai Peraturan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan
Penanggulangan Tindak Kekerasan pada Satuan Pendidikan dan peraturan perundang-
undangan lainnya. Kegiatan sosialisasi pencegahan tindak kekerasan secara rutin minimal
setahun sekali kepada pendidik, tenaga kependidikan, orang tua dan peserta didik. Setelah
Pengenalan lingkungan sekolah telah selesai maka dilanjutkan kegiatan Latihan Dasar
Kedisiplinan.

2. Dasar Kesamaptaan
Dalam pola pembinaan pendidikan karakter kerja di SMK, sangat penting untuk
mengenalkan dan membentuk kedisiplinan peserta didik sebelum mereka masuk ke dunia
kerja. Salahsatu kegiatan penerapan kedisiplinan tersebut dapat dilaksanakan melalui
Latihan Dasar Kedisiplinan (LDK) yang diselenggarakan pada awal masuk sekolah dan
merupakan bagian dari kegiatan pendidikan karakter dan pembinaan mental. LDK yang
dimaksud di sini sangat identik dengan pola pembinaan ketarunaan yang mengutamakan
penerapan dan penegakkan kedisiplinan sebagai bagian dari pembentukkan budaya kerja.

Kegiatan LDK dapat dilakukan dengan bekerjasam dengan institusi TNI atau POLRI
(sesuai dengan kondisi dan kebutuhan masing-masing sekolah) agar lebih tercapai tujuan
dari LDK ini. Jadwal pelaksanaan LDK dapat bervariasi sesuai program yang dibuat
sekolah. Umumnya kegiatan LDK dilaksanakan dengan rentang waktu 1 minggu hingga
1 bulan disesuaikan karakteristik program keahlian, karakteristik daerah, pencapaian
program pembinaan maupun karakter kerja yang akan dibentuk untuk memenuhi
kebutuhan pasar kerja di industri. Kegiatan LDK dapat disesuaikan pelaksanaannya
dengan proses belajar mengajar dan terintegrasi ke dalam mata pelajaran sebagai bagian
yang tidak terpisahkan dengan pola pembinaan oleh seluruh pendidik dan tenaga
kependidikan di sekolah tersebut.

Gambar 3. Ilustrasi kegiatan LDK SMKN 1 Kota Tanjungbalai dan SMKN 1 Mundu.

Kegiatan LDK diberi pelatihan tentang pengenalan dasar kesamaptaan dan aturan yang
harus dipatuhi selama pelaksaannya. Pada kegiatan dasar kesamaptaan, peserta didik
dikenalkan secara bertahap dengan pola latihan mental serta fisik yang bertujuan untuk
melatih disiplin individu, antara lain disiplin bangun tidur, disiplin belajar, disiplin
makan, disiplin tidur, disiplin mandi, disiplin berpakaian dll. Pola latihan ini diharapkan
terus dilakukan sampai peserta didik lulus dari SMK sehingga kelak tamatan SMK akan
memasuki dunia usaha/industri yang juga mempunyai aturan tersendiri yang harus
mereka patuhi juga. Saat LDK akan diadakan pengkondisian peserta didik dengan cara
instruktur/pelatih memberikan arahan dan aturan dengan cara peserta didik akan
disamaratakan dan pemberian dokrin sehingga membentuk pribadi yang taat, patuh serta
siap menghadapi segala risiko. Pembentukkan dan pembiasaan kedisiplinan lanjutan
melalui kesamaptaan akan dibahas lebih lanjut pada buku “Pembinaan Ketarunaan”).

Selanjutnya kegiatan LDK diarahkan untuk mengembangkan rasa kepercayaan diri


peserta didik dan meningkatkan semangat juang melalui pelatihan bela negara, dan
berorientasi menjaga kerukunan dan menjalin persatuan dan kesatuan bangsa. Diharapkan
lulusan SMK yang telah terbentuk kedisiplinannya memiliki kepercayaan diri terutama
kemampuan/kompetensinya, memiliki toleransi dan tanggung jawab dalam
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
3. Membangun Kepercayaan Diri
Mengembangkan kepercayaan diri (Self confidence) merupakan sikap individu yang
yakin akan kemampuannya untuk bertingkah laku sesuai dengan yang diharapkannya
sebagai suatu perasaan yang yakin pada tindakannya, bertanggung jawab terhadap
tindakannya dan tidak terpengaruh oleh orang lain. Orang yang memiliki kepercayaan
diri mempunyai ciri-ciri: toleransi, tidak memerlukan dukungan orang lain dalam setiap
mengambil keputusan atau mengerjakan tugas, selalu bersikap optimis dan dinamis, serta
memiliki dorongan prestasi yang kuat.

Kebanyakan peserta didik yang baru masuk ke jenjang pendidikan menengah seperti
SMK merasa takut masuk di lingkungan baru atau masih malu akibat kurang rasa percaya
diri. Hal ini disebut sebagai harga diri rendah. Ini seperti epidemi dalam kehidupan
modern. Kita mungkin tidak menyadarinya, karena dianggap biasa memasuki lingkungan
baru tetapi apabila percaya diri tidak diatasi dapat mempengaruhi kehidupan sehari-hari.

Kepercayaan diri dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dapat digolongkan
menjadi dua, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
1) Faktor internal, meliputi:
a. Konsep diri. Terbentuknya keperayaan diri pada seseorang diawali dengan
perkembangan konsep diri yang diperoleh dalam pergaulan suatu kelompok.
Menurut Centi (1995), konsep diri merupakan gagasan tentang dirinya sendiri.
Seseorang yang mempunyai rasa rendah diri biasanya mempunyai konsep diri
negatif, sebaliknya orang yang mempunyai rasa percaya diri akan memiliki
konsep diri positif.
b. Harga diri. Meadow (dalam Kusuma, 2005) Harga diri yaitu penilaian yang
dilakukan terhadap diri sendiri. Orang yang memiliki harga diri tinggi akan
menilai pribadi secara rasional dan benar bagi dirinya serta mudah mengadakan
hubungan dengan individu lain. Orang yang mempunyai harga diri tinggi
cenderung melihat dirinya sebagai individu yang berhasil percaya bahwa
usahanya mudah menerima orang lain sebagaimana menerima dirinya sendiri.
Akan tetapi orang yang mempuyai harga diri rendah bersifat tergantung, kurang
percaya diri dan biasanya terbentur pada kesulitan sosial serta pesimis dalam
pergaulan.
c. Kondisi fisik. Perubahan kondisi fisik juga berpengaruh pada kepercayaan diri.
Anthony (1992) mengatakan penampilan fisik merupakan penyebab utama
rendahnya harga diri dan percaya diri seseorang. Lauster (1997) juga berpendapat
bahwa ketidakmampuan fisik dapat menyebabkan rasa rendah diri yang kentara.
d. Pengalaman hidup. Lauster (1997) mengatakan bahwa kepercayaan diri diperoleh
dari pengalaman yang mengecewakan adalah paling sering menjadi sumber
timbulnya rasa rendah diri. Lebih lebih jika pada dasarnya seseorang memiliki
rasa tidak aman, kurang kasih sayang dan kurang perhatian.
2) Faktor Eksternal meliputi:
a. Pendidikan. Pendidikan mempengaruhi kepercayaan diri seseorang. Anthony
(1992) lebih lanjut mengungkapkan bahwa tingkat pendidikan yang rendah
cenderung membuat individu merasa dibawah kekuasaan yang lebih pandai,
sebaliknya individu yang pendidikannya lebih tinggi cenderung akan menjadi
mandiri dan tidak perlu bergantung pada individu lain. Individu tersebut akan
mampu memenuhi keperluan hidup dengan rasa percaya diri dan kekuatannya
dengan memperhatikan situasi dari sudut kenyataan.
b. Pekerjaan. Rogers (dalam Kusuma, 2005) mengemukakan bahwa bekerja dapat
mengembangkan kreatifitas dan kemandirian serta rasa percaya diri. Lebih lanjut
dikemukakan bahwa rasa percaya diri dapat muncul dengan melakukan pekerjaan,
selain materi yang diperoleh. Kepuasan dan rasa bangga di dapat karena mampu
mengembangkan kemampuan diri.
c. Lingkungan dan Pengalaman hidup. Lingkungan disini merupakan lingkungan
keluarga dan masyarakat. Dukungan yang baik yang diterima dari lingkungan
keluarga seperti anggota keluarga yang saling berinteraksi dengan baik akan
memberi rasa nyaman dan percaya diri yang tinggi. Begitu juga dengan
lingkungan masyarakat semakin bisa memenuhi norma dan diterima oleh
masyarakat, maka semakin lancar harga diri berkembang (Centi, 1995).
Berikut cara-cara yang efektif untuk meningkatkan rasa percaya diri peserta didik di
sekolah :
1) Berhenti khawatir tentang apa yang orang lain pikirkan
2) Harus pelajari bagaimana menjadi yakin
3) Pandang diri sendiri secara positif
4) Tingkatkan pengetahuan dan keterampilan
5) Terbuka terhadap kritik dan saran

Gambar 4. Ilustrasi membangun kepercayaan diri

Beberapa ciri atau karakteristik individu yang mempunyai rasa percaya diri yang baik,
yaitu:
 Percaya akan kompetensi/kemampuan diri, hingga tidak membutuhkan pujian,
pengakuan, penerimaan, atau pun rasa hormat orang lain
 Tidak terdorong untuk menunjukkan sikap konformis demi diterima oleh orang lain
atau kelompok
 Berani menerima dan menghadapi penolakan orang lain - berani menjadi diri sendiri
 Punya pengendalian diri yang baik (tidak moody dan emosinya stabil)
 Memiliki internal locus of control (memandang keberhasilan atau kegagalan,
tergantung dari usaha diri sendiri dan tidak mudah menyerah pada nasib atau keadaan
serta tidak tergantung/mengharapkan bantuan orang lain)
 Mempunyai cara pandang yang positif terhadap diri sendiri, orang lain dan situasi di
luar dirinya
 Memiliki harapan yang realistik terhadap diri sendiri, sehingga ketika harapan itu
tidak terwujud, ia tetap mampu melihat sisi positif dirinya dan situasi yang terjadi.

4. Menumbuhkan Semangat Juang


Semangat juang adalah kemauan yang tumbuh pada diri seseorang untuk melakukan
sesuatu hal yang diinginkannya dengan sebaik baiknya yang bersifat kearah yang positif.
Dengan semangat juang peserta didik mempunyai motivasi melatih dan mengembangkan
diri dalam mencapai prestasi belajar, memiliki kompetensi dan karakter kerja yang
mumpuni sebelum masuk bekerja di Industri maupun berwirausaha. Semangat juang pada
peserta didik dapat dikenalkan antara lain melalui pelatihan bela negara, menjaga
kerukunan dan menguatkan persatuan dan kesatuan bangsa.

a. Pendidikan Bela Negara


Bela Negara adalah sikap dan perilaku warga negara yang dijiwai oleh kecintaannya
kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945 dalam menjalin kelangsungan hidup bangsa dan negara
yang seutuhnya. Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha
pembelaan negara dan syarat-syarat tentang pembelaan diatur dengan undang-
undang.

Kesadaran bela negara itu hakikatnya kesediaan berbakti pada negara dan kesediaan
berkorban membela negara. Spektrum bela negara itu sangat luas, dari yang paling
halus, hingga yang paling keras. Mulai dari hubungan baik sesama warga negara
sampai bersama-sama menangkal ancaman nyata musuh bersenjata. Tercakup di
dalamnya adalah bersikap dan berbuat yang terbaik bagi bangsa dan negara. Contoh-
contoh Bela Negara diantaranya adalah melestarikan budaya bangsa, belajar dengan
rajin bagi para pelajar, taat akan hukum dan aturan-aturan negara dan lain-lain. Oleh
karena itu unsur Dasar Bela Negara:
1) Cinta Tanah Air
2) Kesadaran Berbangsa & bernegara
3) Yakin akan Pancasila sebagai ideologi negara
4) Rela berkorban untuk bangsa & negara
5) Memiliki kemampuan awal bela negara

Dasar hukum dan peraturan tentang wajib Bela Negara di Indonesia tercantum pada:
a. UUD Tahun 1945 pasal 27 ayat (3) yang menyatakan bahwa “Setiap warga
negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara”.
b. UUD Tahun 1945 Pasal 30 ayat (1) dan (2) yang menyatakan bahwa “Tiap-tiap
warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan
negara” dan “Usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui
sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh Tentara Nasional Indonesia
dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, sebagai kekuatan utama, dan rakyat,
sebagai kekuatan pendukung”.
c. Undang-Undang RI Nomor 39 Tahun 1999 Pasal 68 tentang Hak Asasi Manusia
yang didalamnya memuat “setiap warga negara wajib ikut serta dalam upaya
pembelaan negara”.
d. Undang-Undang RI Nomor 3 Tahun 2002, mengamanatkan bahwa sistem
pertahanan negara diselenggarakan dengan memberdayakan seluruh sumber daya
nasional, yang setiap saat siap didayagunakan.

Sebagai bangsa yang majemuk dan plural, baik dari sisi agama, etnis, suku, maupun
kelompok, maka sangat penting bagi sekolah untuk menyelenggarakan pendidikan
bela negara kepada semua elemen dan komponen bangsa. Pendidikan Bela Negara
sangat penting bagi peserta didik agar supaya dapat memahami, menyadari dan
menjiwai tentang nasionalisme, patriotisme dan wawasan kebangsaan. Dalam
penjelasan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, dinyatakan bahwa pendidikan kewarganegaraan dimaksudkan untuk
membentuk peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta
tanah air.
Gambar 5. Ilustrasi memperingati hari Pahlawan di SMKN 3 Pandeglang dan
Bela Diri di SMKN 2 Sragen

Patut disadari sepenuhnya bahwa kesadaran bela negara bukanlah sesuatu yang
tumbuh dengan sendirinya dalam diri setiap warga negara. Diperlukan upaya-upaya
sadar dan terencana secara matang untuk menanamkan dalam diri warga negara
landasan dan nilai-nilai bela negara sebagai berikut, yaitu:
1) Cinta terhadap tanah air.
Program bela negara ini juga akan ditekankan pentingnya menumbuhkan sikap
dan perilaku cinta tanah air. Hal ini, sesuai dengan definisi bela negara yakni
sikap dan perilaku warga negara Indonesia yang dijiwai cinta tanah air
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 dalam menjamin keberlangsungan hidup
berbangsa dan bernegara.
2) Sadar berbangsa dan bernegara.
Bela negara biasanya selalu dikaitkan dengan militer atau militerisme, seolah-olah
kewajiban dan tanggung jawab untuk membela negara hanya terletak pada TNI.
Dalam program bela negara juga menitikberatkan pada kesadaran bela negara
yang merupakan satu hal yang esensial dan harus dimiliki oleh setiap warga
negara Indonesia, sebagai wujud penunaian hak dan kewajibannya dalam upaya
bela negara. Kesadaran bela negara menjadi modal dasar sekaligus kekuatan
bangsa, dalam rangka menjaga keutuhan, kedaulatan serta kelangsungan hidup
bangsa dan negara Indonesia.
3) Yakin akan Pancasila sebagai ideologi negara.
Nilai- nilai yang dikembangkan dalam program bela negara adalah yakin pada
Pancasila sebagai ideologi negara, salah satu strategi dalam membangun daya
tangkal bangsa untuk menghadapi kompleksitas ancaman. Strategi ini akan
terwujud bila ada keterpaduan penyelenggaraan secara lintas sektoral, sebagai
wujud tanggung jawab bersama pembinaan sumber daya manusia untuk
mewujudkan keutuhan dan kelangsungan hidup NKRI. Diharapkan ada
kesepahaman bahwa pembinaan kesadaran bela negara sebagai upaya
membangun karakter bangsa Indonesia.
4) Rela berkorban untuk bangsa dan negara Indonesia.
Program bela negara juga memupuk warga negara agar mempunyai jiwa rela
berkorban untuk bangsa dan negara, yaitu bersedia mengorbankan waktu, tenaga
dan pikiran untuk kemajuan bangsa dan negara, siap mengorbankan jiwa dan raga
demi membela bangsa dan negara dari berbagai ancaman, berpartisipasi aktif
dalam pembangunan masyarakat, bangsa dan negara, gemar membantu sesama
warga negara yang mengalami kesulitan dan yakin dan percaya bahwa
pengorbanan untuk bangsa dan negara tidak sia-sia.
5) Memiliki kemampuan awal bela negara.
Secara psikis, yaitu memiliki kecerdasan emosional, spiritual serta intelegensia,
senantiasa memelihara jiwa dan raganya serta memiliki sifat-sifat disiplin, ulet,
kerja keras dan tahan uji. Sedangkan secara fisik, yaitu memiliki kondisi
kesehatan, dan keterampilan jasmani.

Kelima nilai dasar bela negara hendaknya dipandang sebagai pegangan hidup
berbangsa yang harus dihayati oleh para warga negara Indonesia pada semua lapisan.
Demikan juga, pendidikan dipandang sebagai jalan atau sarana yang paling tepat
untuk menyadarkan para warga negara akan pentingnya nilai-nilai bela negara.
Karena sebagai sarana penyadaran, pendidikan menerangi akal, menggugah dan
menghangatkan rasa, dan memperteguh kehendak para warga negara sehingga
memiliki rasa-memiliki (sense of belonging), rasa tanggung jawab (sense of
responsibility) dan komitmen yang tinggi terhadap nasib bangsa dan negaranya.
Sehingga diharapkan hasil yang dapat dicapai dari pendidikan kesadaran bela negara
adalah setiap warga negara yang sadar akan hak dan kewajibannya membela negara,
dan yang mampu menjaga kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan
segenap bangsa Indonesia.

b. Menjaga Kerukunan
Leluhur bangsa Indonesia adalah orang-orang yang arif serta bijaksana. Budaya serta
tradisi dibuat agar kehidupan dalam masyarakt semakin lengkap. Karena sifat
kemajemukan budaya bangsa Indonesia yang beraneka ragam, maka kerukunan
dalam berbudaya juga perlu diperhatikan. Lain ladang lain belalang, lain daerah lain
pula budayanya. Oleh karena itu jika kita bepergian ke suatu tempat yang memiliki
budaya yang sangat berbeda dengan budaya dari mana kita berasal, maka sudah
kewajiban kita dengan senang hati untuk menghormati serta mengikuti budaya
setempat tersebut. Di dalam membangun, memelihara, membina, mempertahankan,
serta memberdayakan kerukunan bermasyarakat yang multikultur.

Pada awalnya hanya dikenal dengan istilah pluralisme yang mengacu pada keragaman
etnis dan budaya dalam suatu daerah atau negara. Multikulturalisme terkadang
ditafsirkan sebagai ideologi yang menghendaki adanya persatuan dari berbagai
kelompok kebudayaan dengan hak dan status sosial politik yang sama dalam
masyarakat modern. Budaya yang mesti dipahami, adalah bukan budaya dalam arti
sempit, melainkan mesti dipahami sebagai semua dialektika manusia terhadap
kehidupannya. Dialektika ini akan melahirkan banyak wajah, seperti sejarah,
pemikiran, budaya verbal, bahasa dan lain-lain. Konsep tentang mutikulturalisme,
sebagaimana konsep ilmu-ilmu sosial dan kemanusiaan yang tidak bebas nilai, tidak
luput dari pengayaan maupun penyesuaian ketika dikaji untuk diterapkan. Demikian
pula ketika konsep ini masuk ke Indonesia, yang dikenal dengan sosok
keberagamannya.

Upaya-upaya yang berkaitan dengan kegiatan kerukunan masyarakat tersebut


merupakan sebuah proses tahap demi tahap yang harus dilalui secara terus menerus
agar perwujudan kerukunan bermasyarakat benar-benar dapat tercapai. Di samping
itu, kerukunan juga merupakan upaya terus-menerus tanpa henti dan hasilnya tidak
diperoleh secara instan.

Undang Undang Dasar 1945 bab IX Pasal 19 Ayat (1) menyiratkan bahwa agama dan
syariat agama dihormati dan didudukkan dalam nilai asasi kehidupan bangsa dan
negara. Dan setiap pemeluk agama bebas menganut agamanya dan beribadat menurut
agama dan kepercayaannya itu. Kerukunan dan keharmonisan hidup seluruh
masyarakat akan senantiasa terpeliharadan terjamin selama nilai-nilai (UUD 1945,
Pancasila, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika) dipegang teguh secara konsekwen oleh
masing-masing warga negara. Sebagai tindak lanjut kerukunan tersebut, dapat
diimplementasikan diantaranya melalui:
1) Sosialisasi tentang kerukunan antar umat beragama.
2) Melayani dan menyediakan kemudahan bagi penganut agama.
3) Tidak mencampuri urusan akidah/ dogma dan ibadah suatu agama.
4) Negara dan pemerintah membantu/ membimbing penunaian ajaran agama dan
merumuskan landasan hukum yang jelas dan kokoh tentang tata hubungan antar
umat beragama.
5) Membentuk forum kerukunan antar umat beragama.
6) Meningkatkan wawasan kebangsaan dan multikultural melalui jalur pendidikan
formal, informal dan non formal.
7) Meningkatkan pemberdayaan sumber daya manusia (tokoh agama dan tokoh
masyarakat) untuk ketahanan dan kerukunan masyarakat pada umumnya dan
umat pada khususnya.
8) Melindungi agama dari penyalahgunaan dan penodaan.
9) Aksi sosial bersama antar umat beragama

c. Menguatkan Persatuan dan Kesatuan Bangsa


Demokrasi tidak datang dengan tiba-tiba dari langit. Ia merupakan proses panjang
melalui pembiasan, pembelajaran dan penghayatan. Untuk tujuan ini dukungan sosial
dan lingkungan demokrasi adalah mutlak dibutuhkan. Kesatuan bangsa Indonesia
yang kita rasakan saat ini, itu terjadi dalam proses yang dinamis dan berlangsung
lama, karena persatuan dan kesatuan bangsa terbentuk dari proses yang tumbuh dari
unsur-unsur sosial budaya masyarakat Indonesia sendiri, yang ditempa dalam
jangkauan waktu yang lama sekali. Unsur-unsur sosial budaya itu antara lain seperti
sifat kekeluargaan dan jiwa gotong-royong. Kedua unsur itu merupakan sifat-sifat
pokok bangsa Indonesia yang dituntun oleh asas kemanusiaan dan kebudayaan.
Karena masuknya kebudayaan dari luar, maka terjadi proses akulturasi (percampuran
kebudayaan). Kebudayaan dari luar itu adalah kebudayaan Hindu, Islam, Kristen dan
unsur-unsur kebudayaan lain yang beraneka ragam. Semua unsur-unsur kebudayaan
dari luar yang masuk diseleksi oleh bangsa Indonesia. Kemudian sifat-sifat lain
terlihat dalam setiap pengambilan keputusan yang menyangkut kehidupan bersama
yang senantiasa dilakukan dengan jalan musyawarah dan mufakat. Hal itulah yang
mendorong terwujudnya persatuan bangsa Indonesia. Jadi makna dan pentingnya
persatuan dan kesatuan bangsa dapat mewujudkan sifat kekeluargaan, jiwa gotong-
royong, musyawarah dan lain sebagainya.

Tahap-tahap pembinaan persatuan bangsa Indonesia itu yang paling menonjol ialah
sebagai berikut:
1) Perasaan senasib.
2) Kebangkitan Nasional
3) Sumpah Pemuda
4) Proklamasi Kemerdekaan

Hal-hal yang berhubungan dengan arti dan makna persatuan Indonesia apabila dikaji
lebih jauh, terdapat beberapa prinsip yang juga harus kita hayati serta kita pahami dan
amalkan yakni:
1) Prinsip Bhineka Tunggal Ika.
Prinsip ini mengharuskan kita mengakui bahwa bangsa Indonesia merupakan
bangsa yang terdiri dari berbagai suku, bahasa, agama dan adat kebiasaan yang
majemuk. Hal ini mewajibkan kita bersatu sebagai bangsa Indonesia.
2) Prinsip Nasionalisme Indonesia.
Kita mencintai bangsa kita, tidak berarti bahwa kita mengagung-agungkan bangsa
kita sendiri. Nasionalisme Indonesia tidak berarti bahwa kita merasa lebih unggul
daripada bangsa lain. Kita tidak ingin memaksakan kehendak kita kepada bangsa
lain, sebab pandangan semacam ini hanya mencelakakan kita. Selain tidak
realistis, sikap seperti itu juga bertentangan dengan sila Ketuhanan Yang Maha
Esa dan Kemanusiaan yang adil dan beradab.

3) Prinsip Kebebasan yang Bertanggungjawab


Manusia Indonesia adalah makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Ia memiliki
kebebasan dan tanggung jawab tertentu terhadap dirinya, terhadap sesamanya dan
dalam hubungannya dengan Tuhan Yang maha Esa.

4) Prinsip Wawasan Nusantara


Dengan wawasan itu, kedudukan manusia Indonesia ditempatkan dalam kerangka
kesatuan politik, sosial, budaya, ekonomi, serta pertahanan keamanan. Dengan
wawasan itu manusia Indonesia merasa satu, senasib sepenanggungan, sebangsa
dan setanah air, serta mempunyai satu tekad dalam mencapai cita-cita
pembangunan nasional.

5) Prinsip Persatuan Pembangunan untuk Mewujudkan Cita-cita Reformasi.


Dengan semangat persatuan Indonesia kita harus dapat mengisi kemerdekaan
serta melanjutkan pembangunan menuju masyarakat yang adil dan makmur.

Pengamalan Nilai-nilai Persatuan dan Kesatuan tentu dengan mempertahankan


Persatuan dan Kesatuan Wilayah Indonesia. Pepatah mengatakan “bersatu kita teguh,
bercerai kita runtuh”. Oleh karena itu yang perlu kita tegakkan dan lakukan adalah:
a. Meningkatkan semangat kekeluargaan, gotong-royong dan musyawarah;
b. Meningkatkan kualitas hidup bangsa Indonesia dalam berbagai aspek kehidupan
c. Pembangunan yang merata serta berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia;
d. Memberikan otonomi daerah;
e. Memperkuat sendi-sendi hukum nasional serta adanya kepastian hukum
f. Perlindungan, jaminan serta menjunjung tinggi hak asasi manusia;
g. Memperkuat sistem pertahanan dan keamanan sehingga masyarakat merasa
terlindungi.
h. Meningkatkan semangat Bhinneka Tunggal Ika.
i. Mengembangkan semangat kekeluargaan. Yang perlu kita lakukan setiap hari
usahakan atau “budayakan saling bertegur sapa.
j. Menghindari penonjolan sara/perbedaan. Karena bangsa Indonesia terdiri dari
berbagai macam suku, bahasa, agama serta adat-istiadat kebiasaan yang berbeda-
beda, maka kita tidak boleh melakukan perbuatan yang dapat menimbulkan
perpecahan. Oleh karena itu yang harus kita hindari antara lain Egoisme,
Ekstrimismec, Sukuisme dan Profinsialisme.
k. Acuh tak acuh tidak peduli terhadap lingkungan
l. Fanatisme yang berlebih-lebihan dan lain sebagainya

Membangun Persatuan dan kesatuan mencakup upaya memperbaiki kondisi


kemanusiaan lebih baik dari hari kemarin. Semangat untuk senantiasa memperbaiki
kualitas diri ini amat sejalan dengan perlunya menyiapkan peserta didik menghadapi
tantangan masa depan yang kian kompetitif.

Anda mungkin juga menyukai