Anda di halaman 1dari 9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Ligament CruciatumAnterio (ACL)

Anterior Cruciatum Ligament (ACL) adalah sebuah jaringan ikat


berukuran sekitar 38 mm dibentuk oleh beberapa serat kolagen (Micheo,
Hernandez, & Seda, 2010 dikutip oleh Santoso, 2018). ACL juga merupakan
bagian dari empat ligamen utama yang memberikan stabilitas pada sendi lutut.
ACL dan Posterior Cruciatum Ligamen (PCL) terentang dari tulang di sekitar fosa
interkondiler femur sampai ke tibia masing-masing di depan dan dibelakang
interkondiler (Prentice, 2016 dikutip oleh Santoso, 2018). ACL memiliki 2 bundle
anteromedial dan posteromedial. ACL berfungsi untuk mencegah tulang tibia
bergeser ke arah depan dari tulang femur dan untuk mengontrol gerakan rotasi
dari lutut.

Ligamen cruciatum merupakan ligamen terkuat pada sendi lutut


meskipun tidak menutupi kapsul sendi. Dinamakan ligamen cruciatum karena
saling menyilang antara satu dengan yang lain. Ligamen ini berada di bagian
depan dan belakang sesuai perlekatannya pada tibia. Fungsi dari ligamen ini
adalah menjaga gerakan sendi pada lutut, membatasi gerakan ekstensi, juga
menjaga gerakan sliding ke depan dan belakang femur pada tibia dan sebagai
stabilisator sendi lutut (Putz, 2008).

Ligamen ACL terdiri dari dua berkas yang terpisah, yaitu berkas
anteromedial (AM) dan berkas posterolateral (PL), dinamakan berdasarkan letak
insersi relatifnya pada tibia. Pada saat lutut dalam posisi ekstensi maksimal, kedua
berkas ligamen berjajar paralel dan pada saat lutut dalam posisi fleksi, kedua
berkas ligamen saling menyilang. Berkas PL mencapai ketegangan maksimal saat
posisi lutut ekstensi sementara berkas AM mencapai ketegangan maksimal saat
posisi lutut fleksi 60° (Hewison, 2015).

ACL dipertimbangkan sebagai stabilisator utama sendi lutut, karena


berkontribusi terhadap 85% stabilitas lutut, memungkinkan gerakan fleksi dan
rotasi lutut yang halus. Dan sebagai konsekuensinya, ACL menjadi ligamen pada
lutut yang paling sering mengalami cedera dan menjadi fokus studi dalam
beberapa dekade terakhir (Abulhasan & Grey, 2017). ACL berperan untuk
mencegah terjadinya translasi anterior tibia terhadap femur. Selain itu juga
berperan penting dalam mencegah rotasi internal tibia yang berlebihan (Hewison,
2015).

Rekonstruksi ACL merupakan suatu tindakan operasi untuk


menyambung kembali ligamen menggunakan teknik arthroscopy. Secara garis
besar tehnik arthroscopy dibagi menjadi 2 menurut jumlah berkas pada cangkok
yang digunakan yaitu Arthroscopy ACL Single Bundle Reconstruction dan ACL
Double Bundle Reconstruction (Subagyo, 2013). Standar operasi Arthroscopy
ACL Reconstruction yang digunakan di luar negeri adalah Arthroscopic ACL
Double Bundle Reconstruction. Tehnik ini telah dilakukan lebih dari 200 kali
sejak tahun 2007. Tehnik operasi ini sangat populer di USA, Eropa, dan Jepang
karena dengan tehnik ini, hasilnya sangat memuaskan pasien. Saat ini tehnik
operasi ini dipakai sebagai standar untuk operasi cedera ACL atlet-atlet papan
atas kelas dunia (Boucher, 2016 dikutip oleh Santoso, 2018). Sedangkan di
Indonesia sendiri masih banyak yang menggunakan ACL Single Bundle
Reconstruction. Sebenarnya ACL Single Bundle Reconstruction standar pun
sudah memiliki hasil yang cukup baik. Beberapa studi menyatakan bahwa tidak
terlalu ada perbedaan antara hasil ACL Single Bundle Reconstruction dan ACL
Double Bundle Reconstruction, selain stabilitas intraoperatif ACL Double Bundle
Reconstruction lebih baik (Gobbi et al., 2011).

B. Anatomi dan Fisiologi Ligamen pada lutut

Sendi lutut adalah sendi besar yang menahan axial loading cukup berat.
Sebagai sendi sinovial, sendi lutut memiliki membran sinovium dengan cairan
sinovial sebagai suatu lubrikan yang mengurangi friksi beban kerja sendi.
Stabilitas sendi lutut tergantung pada kekuatan otot dan tendon di sekitar sendi
lutut. Ligamen yang menghubungkan femur dan tibia, serta otot yang berperan
besar dalam menjaga stabilitas sendi lutut adalah otot quadriceps femoris,
khususnya serat inferior dari vastus medial dan lateral. Selain itu juga, lutut
merupakan sendi semi engsel yang memungkinkan gerak fleksi ekstensi, valgus
varus terbatas dan internal eksternal rotasi (Flandry & Hommel, 2011).

Ligamen adalah jaringan ikat yang terbuat dari serabut kolagen yang
menghubungkan tulang dengan tulang atau tulang rawan yang memperkuat
persendian. Fungsi utama dari ligamen untuk menjaga stabilitas tulang dan
mencegah gerakan abnormal dari sendi. Ligamen terbagi menjadi ekstrakapsuler
dan intrakapsuler. Ligamen ekstrakapsuler terletak dibagian luar kapsul.
Sedangkan ligamen intrakapsuler terletak dibagian dalam kapsul. Ligamen tidak
dapat mempertahankan bentuk aslinya apabila terjadi gerakan yang berlebihan di
dalam persendian. Hal tersebut dapat mengakibatkan terjadinya kerusakan
ligamen yang akan menimbulkan ketidakstabilan sendi misalnya terjadi ruptur
(robek) ligamen (Beardshaw, et al., 2015 dikutip oleh Santoso, 2018).

Ligamen akan mengulur ketika terjadi gerakan persendian misalnya fleksi.


Ligamen cruciatum terdiri atas dua ligamen intra kapsular yang sangat kuat,
saling menyilang didalam rongga sendi. Ligamen ini terdiri dari dua bagian yaitu
posterior dan anterior sesuai dengan perlekatannya pada tibia.

Gambar 2.1 Lokasi ligamen dan meniskus pada sendi lutut (Thomson,
2010)
Keterangan:
1. Anterior Cruciatum Ligament
2. Posterior Cruciatum Ligament
3. Lateral meniscus
4. Medial meniscus
ACL dipertimbangkan sebagai stabilisator utama sendi lutut, karena
berkontribusi terhadap 85% stabilitas lutut, memungkinkan gerakan fleksi dan
rotasi lutut yang halus. Dan sebagai konsekuensinya, ACL menjadi ligamen pada
lutut yang paling sering mengalami cedera dan menjadi fokus studi dalam
beberapa dekade terakhir (Abulhasan & Grey, 2017). ACL berperan untuk
mencegah terjadinya translasi anterior tibia terhadap femur. Selain itu juga
berperan penting dalam mencegah rotasi internal tibia yang berlebihan (Hewison,
2015).

C. Mekanisme Cedera ACL

Cedera ACL merupakan kondisi ligamen cruciatum anterior teregang


berlebihan atau bahkan robek. Cedera ACL kebanyakan berhubungan dengan
olahraga yang melibatkan gerakan zig zag, perubahan arah gerak, dan
perubahan kecepatan yang mendadak seperti sepak bola, basket, bola voli, dan
ski. Cedera ini dapat terjadi melalui mekanisme mendarat dengan sendi lutut
slight fleksi. Mekanisme trauma mendarat dengan sendi lutut slight fleksi
terjadi pada valgus femur dan internal rotasi pada tibia (phantom foot
mechanism) seperti pada olahraga ski, ketika saat atlet mendarat setelah
melompat, beban kontraksi otot quadriceps meningkat dan strain ACL juga
bertambah, menyebabkan ACL ruptur (Coote, 2004).

Gambar 2.2 Mekanisme terjadinya ruptur ACL (Hewett, 2005)


Keterangan:
1. Abduksi femoral
2. Dinamik valgus
3. Abduksi lutut
4. Eversi ankle

D. Patofisiologi cedera ACL

ACL mencegah translasi anterior tibia tehadap femur dan berfungsi


untuk meminimalisasi rotasi tibia. Fungsi sekunder ACL adalah untuk
mencegah posisi valgus dan varus pada lutut, terutama saat ekstensi. Cedera
ACL menyebabkan perubahan kinematika lutut. Terkait dengan patologi yang
terjadi, penundaan rekontruksi ACL dapat mengakibatkan terjadinya
Osteoarthitis. Sekitar 15% dari kasus rupture ACL menjalani Total Knee
Replacement (TKR) (Maguire et al., 2012). ACL menerima suplai darah dari
arteri middle genuelate, sehingga jika terjadi rupture ACL akan terjadi
haemoarthrosis. Namun, meskipun lokasinya intra-artikular, ACL adalah
Ektrasinovial karena tidak memiliki zat-zat penyembuh luka, maka jika terjadi
ruptur ACL akan sulit sembuh dengan sendirinya (Brukner & Khan, 2011).
Pada saat pasca rekonstruksi ACL, permasalahan yang sering timbul dan
dikeluhkan pasien ACL ialah adanya nyeri, gangguan gerak dan fungsi,
mengalami atrophy dan kelemahan otot, gangguan pola jalan, dan hambatan
fungsi sendi lutut lainnya.

E. Diagnosis
Mayoritas dapat diagnosis secara klinis berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan. Beberapa tes khusus yang dapat dilakukan untuk mengetahui
terjadinya cedera ACL yaitu, tes Lachman merupakan tes untuk melihat
pergeseran antara tungkai atas dan tungkai bawah yang menunjukkan adanya
ketidakstabilan lutut, Anterior drawer test dipergunakan untuk mengetahui adanya
hipermobilitas, tes Pivot-shift dirancang untuk menentukan ketidakstabilan
putaran anterolateral. Tes Pivot-shift paling sering digunakan dalam kondisi
kronis dan merupakan tes sensitif pada saat ligamen cruciatum bagian depan telah
robek (Santoso, 2018).

Beberapa pasien sulit untuk ditemukan pemeriksaan cedera ACL positif,


sehingga dibutuhkan pemeriksaan penunjang berupa pemindaian Magnestic
Resonance Imaging (MRI) atau pemeriksaan di bawah anastesi (EUA) yang
berguna untuk mengkonfirmasi diagnosis. Pemeriksaan tersebut dilakukan dengan
artroskopi (Coote, 2004).
F. Prognosis

Rekonstruksi ACL akan memungkinkan pasien kembali ke olahraga


profesional di sekitar 6 sampai 9 bulan. Rehabilitasi akan menghasilkan
perubahan yang baik pada pasien ruptur ACL. Risiko terjadi ruptur (robek) ulang
sekitar 5 persen dalam waktu 5 tahun. Rekonstruksi ini akan melindungi lutut dari
cedera meniskus lebih lanjut atau cedera tulang rawan. Namun, melakukan
rekonstruksi atau tidak, lutut akan lebih rentan terhadap cedera jangka panjang,
antara 10 sampai 20 tahun. Risiko osteoartritis berkembang secara signifikan,
dibandingkan dengan non cedera lutut. Pasien dapat mencapai lingkup gerak sendi
secara sempurna apabila pasien rajin mengikuti prosedur latihan rehabilitasi
penyembuhan lutut pasca operasi, sehingga diharapkan pasien dapat menjalani
kehidupan sehari-hari tanpa adanya keluhan pada lututnya (Rolf, 2007 dikutip
oleh Santoso, 2018).

G. Klasifikasi Cedera Ligamen


Ruptur adalah robek atau putusnya jaringan lunak yang disebabkan
karena trauma dimana dapat terjadi secara parsial maupun komplit. Ruptur
Anterior Cruciate Ligament dapat digolongkan menjadi: (William E. Prentice:
2016)
1. Derajat I : Serat dari ligamen yang meregang tetapi tidak robek ada
pembengkakan sedikit dan nyeri ringan. Tidak meningkatkan kelemahan dan ada
end feel.
2. Derajat II : Serat ligamen yang robek sebagian atau robek lengkap
dengan perdarahan. Ada pembengkakan yang moderat dengan beberapa
hilangnya fungsi. Sendi mungkin merasa tidak stabil selama aktivitas. Nyeri dan
sakit meningkat dengan Lachman dan anterior drawer stress test.
3. Derajat III : Serat-serat ligamen benar-benar robek (ruptured). Ligamen
telah robek sepenuhnya menjadi dua bagian. Ada kelembutan tetapi tidak banyak
rasa sakit terutama bila dibandingkan keseriusan cedera. Mungkin ada
pembengkakan sedikit atau banyak pembengkakan.

H. Penyembuhan Cedera Ligamen


Proses penyembuhan ligamen setelah terjadinya cedera secara garis besar
dapat dibagi menjadi 3 fase (Hauser, 2013):
1. Fase inflamasi akut

Fase ini dimulai beberapa menit setelah cedera dan berlanjut hingga 48-72
jam berikutnya. Selama fase ini, darah terkumpul di tempat cedera dan platelet
dengan komponen matriks mengubah bentuknya dan mulai membentuk
gumpalan. Gumpalan platelet kaya fibrin melepaskan faktor pertumbuhan yang
penting untuk proses penyembuhan dan sebagai platform dari pembelahan sel
yang akan terjadi nantinya. Beberapa faktor pertumbuhan yang dilepaskan
diantaranya adalah Platelet-Derived Growth Factor, Transforming Growth
Factor-B, Vascular Endothelial Growth Factor, dan Fibroblast Growth Factor.
Masing masing faktor pertumbuhan tadi mempunyai peranan masing masing pada
proses inflamasi. Misalnya Platelet-Derived Growth Factor dan Transforming
Growth Factor-B berperan untuk menarik sel sistem imun di sekitar tempat cidera
untuk menstimulasi terjadinya proliferasi; Vascular Endothelial Growth Factor
berperan untuk menstimulasi pembentukan pembuluh darah baru di sekitar tempat
cedera; Fibroblast Growth Factor berperan untuk mendukung pertumbuhan sel
baru terutama pertumbuhan kolagen dan kartilago. Sel sel imun seperti neutrofil,
monosit, dan sel imun yang lain yang telah terstimulasi oleh adanya faktor
pertumbuhan bermigrasi ke tempat cedera akan memakan dan membuang debris
dan sel mati.
2. Fase proliferasi

Fase ini dimulai saat sel imun melepas berbagai faktor pertumbuhan dan
sitokin. Pelepasan ini menstimulasi proliferasi fibroblast untuk membentuk
kembali ligamen yang mengalami cedera. Jaringan yang terbentuk dari proses ini
tampak sebagai jaringan yang tak terorganisasi. Jaringan ini mengandung lebih
banyak pembuluh darah, sel lemak, fibroblast, dan sel inflamasi dibandingkan
dengan jaringan ligamen yang normal. Beberapa minggu kemudian, sel fibroblast
membentuk berbagai macam tipe kolagen, proteoglikan, glikoprotein, dan protein
lain dalam matriks. Setelah itu, kolagen mulai tersusun rapi namun masih lebih
kecil diameternya dibanding jaringan ligamen normal.

3. Fase remodeling

Fase ini ditandai dengan semakin eratnya susunan serat serat kolagen yang
telah terbentuk sebelumnya dan meningkatnya pematangan matriks kolagen yang
terus berlanjut beberapa bulan hingga beberapa tahun. Namun, beberapa
penelitian menunjukan bahwa meskipun terjadi pematangan matriks kolagen tapi
strukturnya berbeda dan tidak sempurna seperti jaringan ligamen yang normal.

I. Komplikasi post rekonstruksi ACL

1. Kontraktur otot

Kontraktur dapat terjadi setelah proses penyembuhan. Kurangnya


aktifitas berupa gerakan aktif dan pasif dapat mengakibatkan kontraktur otot
disekitar sendi yang mengalami trauma.

2. Atrofi otot

Selama proses immobilisasi aktifitas otot menjadi berkurang sehingga


suplay darah, nutrisi, dan oksigen ke jaringan otot menjadi menurun. Tanpa
suplay daarah, nutrisi, dan oksigen yang 4 cukup maka kontraksi otot tidak
maksimal yang mengakibatkan turunnya volume otot.

3. Osteoathritis skunder

Biasanya disebabkan adanya gangguan fungsi berupa timbulnya


perubahan–perubahan yang lebih awal pada sendi–sendi yang berada yang
berdekatan (Apley, 1995). Pada osteoratritis lutut terdapat gangguan
kondrosit,perubahan komposisi tulang rawan sendi, gangguan fungsi tulang
rawan sendi, stimulasi osteofit, penipisan rawan sendi, dan penyempitan sendi.

Anda mungkin juga menyukai