Anda di halaman 1dari 34

Laporan kasus

DIABETES MELITUS TIPE II DAN


KAKI DIABETIK

Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani


Kepaniteraan Klinik Senior Pada Bagian/SMF Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Malikussaleh
Rumah Sakit Umum Cut Meutia
Aceh Utara

Oleh :

Jauza Raudhatul Jannah Mendrofa, S.Ked

2006112016

Preseptor :

dr. Suhaemi, Sp.PD, FINASIM

BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

RUMAH SAKIT UMUM CUT MEUTIA

ACEH UTARA

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan
rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan referat saya yang berjudul “Diabetes
Melitus tipe II dan kaki diabetik” ini dengan baik. Selanjutnya shalawat dan
salam penulis panjatkan kepangkuan Nabi Muhammad SAW yang telah
membimbing umat manusia dari alam kegelapan ke alam yang penuh dengan ilmu
pengetahuan.
Penulis menyusun laporan referat ini untuk memahami lebih dalam
tentang aspek Diabetes Melitus tipe II dan kaki diabetik dan sebagai salah satu
syarat dalam menempuh ujian Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
Universitas Malikussaleh RSU Cut Meutia. Dalam kesempatan ini penulis ingin
mengucapkan banyak terima kasih kepada dr. Suhaemi, Sp.PD, FINASIM
selaku preseptor yang bersedia meluangkan waktunya dan telah memberikan
masukan, petunjuk serta bantuan dalam menyusun referat ini.
Akhir kata, saya berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan
semua pihak yang telah membantu. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa referat
ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penyusun mengharapkan kritik dan
saran sebagai masukan untuk perbaikan demi kesempurnaan referat ini. Semoga
karya ini bisa bermanfaat untuk para pembaca.

Lhokseumawe, Agustus 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................ i
DAFTAR ISI .............................................................................................. ii
BAB 1 PENDAHULUAN.......................................................................... 1
BAB 2 LAPORAN KASUS ...................................................................... 2
BAB 3 TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ 12
BAB 4 PEMBAHASAN ............................................................................ 28
BAB 5 KESIMPULAN ............................................................................. 29
DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 30

ii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Saat ini epidemi penyakit tidak menular muncul sebagai penyebab
kematian terbesar di Indonesia, sedangkan epidemi penyakit menular juga belum
tuntas, sehingga Indonesia memiliki beban kesehatan ganda yang berat.
Berdasarkan studi epidemiologi terbaru, Indonesia telah memasuki epidemi
diabetes melitus tipe 2. Diduga penyebab masalah ini adalah perubahan gaya
hidup dan urbanisasi yang terus meningkat pada beberapa tahun ini.1
Dari sekitar 50% penyandang diabetes melitus yang telah terdiagnosis di
Indonesia, hanya dua pertiga yang menjalani pengobatan, baik non farmakologis
dan farmakologis, serta hanya sepertiganya yang terkendali dengan baik.1 Lima
belas persen penderita diabetes melitus dengan glukosa darah yang tidak
terkendali cenderung mengalami komplikasi ulkus kaki diabetik dan sebanyak 6%
mengalami hospitalisasi sepanjang masa hidupnya. Berdasarkan beberapa
penelitian epidemiologi, baik di negara berkembang maupun negara maju, tren ini
akan semakin meningkat.2
Pasien diabetik dengan glukosa darah yang tidak terkendali rentan
terhadap infeksi, sebaliknya infeksi juga dapat memperburuk kendali glukosa
darah. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di beberapa negara, ulkus kaki
diabetik terinfeksi merupakan penyebab utama perawatan di rumah sakit dan
amputasi pada pasien diabetik.2
Pasien dengan ulkus kaki diabetik memerlukan asesment khusus sehingga
dapat diberikan penatalaksanaan yang tepat untuk mengatasi infeksi serta
mengendalikan glukosa darah. Selain itu, karena perjalanan penyakit kaki diabetik
dipengaruhi oleh banyak faktor, maka perlu juga dilakukan pencegahan risiko
kaki diaberik sejak dini, sehingga didapatkan hasil yang optimal dan mengurangi
kejadian kambuh di kemudian hari.2

1
BAB 2
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien


Nama : Ny. S
Jenis Kelamin : Perempuan
No. rekam medis : 10.93.56
Umur : 55 tahun
Alamat : Jambo Aye
Agama : Islam
Status perkawinan : Menikah
Suku : Aceh
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Tanggal Masuk : 20 Juli 2021
Tanggal Keluar :-
Tanggal Pemeriksaan : 21 Juli 2021

2.2 Anamnesis
a. Keluhan utama

Luka pada kaki kiri

b. Keluhan Tambahan

Pusing, lemas, kesemutan pada tangan, kaki terasa baal

c. Riwayat penyakit sekarang

Pasien masuk ke IGD RSUD Cut Meutia dengan keluhan nyeri pada kaki sebelah
kiri sejak seminggu sebelum masuk rumah sakit. Awalnya pasien mengeluhkan terdapat
luka di kaki kiri. Pasien juga mengeluhkan nyeri dan luka tersebut tidak kunjung sembuh
dan bertambah besar sehingga kaki kiri bertambah bengkak serta bernanah. Nyeri
dirasakan seperti ditusuk tusuk dan dirasakan terus menerus dan diperberat apabila pasien
mencoba untuk berjalan. Pasien sudah mencoba mengobati kakinya dengan cara
memberikan betadine dan meminum obat dari warung tetapi luka tidak kunjung sembuh
dan dirasakan semakin memberat sehingga pasien datang berobat.
Selain nyeri pada kaki, pasien juga mengeluh pusing yang sudah dirasakan sejak
lama dan kambuh-kambuhan. Pasien juga mengaku sering merasakan lemas walaupun
pasien sudah beristirahat. Selain itu, pasien juga merasakan kesemutan pada tangan dan

2
3

disertai dengan kaki terasa baal sejak 3 bulan dan dirasakan kambuh-kambuhan. Pasien
juga merasakan pandangan kabur sejak 4 bulan yang lalu.
Kurang lebih beberapa tahun yang lalu pasien mengeluh sering haus, sering
merasa lapar dan sering kencing. Pasien juga mengatakan bahwa pasien memiliki riwayat
penyakit diabetes mellitus dan dianjurkan untuk rutin meminum obat. Pasien mengaku
sebelumnya memiliki kebiasaan meminum minuman manis dan sering makan makanan
manis dan dalam jumlah porsi yang banyak. Pasien sering merasa gatal dan mengalami
penurunan berat badan.

d. Riwayat penyakit dahulu


Riwayat diabetes mellitus (+), riwayat hipertensi (+), riwayat alergi (-),
riwayat asma (-), riwayat penyakit paru (-).

e. Riwayat Penyakit Keluarga.


Pasien mengatakan tidak ada keluarga yang pernah mengalami keluhan
yang sama.

f. Riwayat pemakaian obat


Pasien mengatakan bahwa pasien mengonsumsi obat DM, namun tidak
rutin.

g. Riwayat sosial ekonomi


Pasien merupakan seorang ibu rumah tangga.
2.3 Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Tampak Sakit Sedang
Kesadaran : Composmentis / E4M6V5
Tekanan darah : 150/80 mmHg
Frekuensi nadi : 78 x/menit, reguler
Frekuensi nafas : 20 x/menit
Suhu tubuh (aksila) : 36,8 ̊C
SpO2 : 99 %
Berat badan : 80 kg
Tinggi badan : 155 cm
IMT : 33,3 kg/m2 (obesitas)
4

2.4 Status Generalis


1 Kepala
Rambut : Warna rambut hitam , beruban, tidak mudah
dicabut, distribusi merata
Wajah : Simetris, deformitas (-)
Mata : Konjungtiva palpebra pucat (+/+), mata cekung
(-/-), gerakan bola mata normal, pupil bulat, isokor +/
+, diameter 2mm/2mm, RCL/RCTL +/+
Telinga : bentuk normal (eutrofilia), discharge (-/-), Sekret
(-/-), darah (-/-)
Hidung : Sekret (-/-), darah (-/-), deviasi septum nasi (-/-)
Mulut : lidah normoglosia, bibir pucat (-), tonsil tidak
hiperemis, arcus faring simetris, uvula ditengah,
terdapat stomatitis pada mulut.
2 Leher
Inspeksi : Simetris, kelenjar tiroid tidak membesar, trakea
ditengah
Palpasi : Distensi vena jugularis (-)
3 Thorax
Paru
Inspeksi : Bentuk dada normal, gerak dada simetris kanan dan
kiri saat statis dan dinamis, pergerakan dada sama,
tidak ada retraksi
Palpasi : Tidak ada benjolan, nyeri tekan (-), massa (-), taktil
fremitus kanan =kiri, ekspansi dada simetris
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : Vesikuler (+/+), Ronkhi (-/-), Wheezing (-/-)
4 Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V 2 jari medial linea
midklavikula sinistra
Perkusi : Batas atas jantung di ICS II, kanan di ICS V LPSD,
kiri di ICS V dua jari medial dari LMCS, batas
pinggang di ICS III LPSS
Auskultasi : BJ I/II normal, bising jantung (-), Gallop (-)
5 Abdomen
Inspeksi : Simetris, distensi -
Palpasi : Defans muscular (-)
5

Hepar : Tidak teraba


Lien : Tidak teraba
Ginjal : Ballotement (-)
Perkusi : Timpani seluruh lapang abdomen, Shifting dullness
(-)
Auskultasi : Peristaltik usus normal
6 Genetalia : Tidak dilakukan pemeriksaan
7 Ekstremita : Akral hangat, edema tungkai (-/+), atrofi otot (-/-),
s sianosis (-/-), kelemahan anggota gerak (-/-), CRT
<2 detik
Ekstremita Superior Inferior
Kanan Kir Kanan Kiri
s
i
Sianosis - - - -
Oedema - + - +
Fraktur - - - -
Massa - - - -

2.5 Pemeriksaan Penunjang


1. Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal 21 Juli 2021
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
HEMATOLOGI
Darah lengkap
Hemoglobin 8,35 g/dL 12,0 - 16,0
Eritrosit 3,88 juta/mm3 3.8 - 5.8
Hematokrit 27.01 % 37,0 - 47,0
MCV 69,58 fL 79 – 99
MCH 21,50 Pg 27,0 – 31,2
MCHC 30,90 g/dl 33,0 – 37,0
Leukosit 18,71 ribu/uL 3,6-11,0
Trombosit 214 ribu/uL 150-450
RDW-CV 12.22 % 11,5-14,5
Hitung Jenis Leukosit
Basophil 0,60 % 0-1
Eosinophil 1,32 % 2-4
Limfosit 11,81 % 25-40
Monosit 7,13 % 2-8
Neutrofil 79,14 % 50-70
Golongan darah A -
Kimia Klinik
6

Fungsi Ginjal
Ureum 45 mg/dl <50
Kreatinin 1,03 mg/dl 0.45-0.75
Asam Urat 5,4 mg/dl 2,4-6,0
SGOT 56 U/L 0-35
SGPT 53 U/L 0-35
Alkali fosfatase 173 U/L 30-120
Bilirubin total 0.35 mg/dl 0,1-1,3
Bilirubin direk 0.24 mg/dl 0-0,25
Glukosa Darah
Glukosa sewaktu 520 mg/dl 70-140

2. 6 EKG

2.7 Diagnosis Banding


- Diabetes Mellitus Tipe II

- Toleransi Glukosa Terganggu (TGT)

2.8 Diagnosis Kerja


Pasien didiagnosis dengan :

- Diabetes Mellitus Tipe II

- Ulkus Pedis Sinistra


7

2.9 Penatalaksanaan
- IVFD RL 20 gtt/i

- Inj ceftriaxone 1 gr/12 jam

- Inj novalgin 1 amp/12 jam

- Inj omeprazole 40 mg/ 12 jam

- Inj Ondacetron 4mg/8 jam

- Novorapid 10-10-10

2.10 Prognosis
 Quo ad Vitam : dubia ad bonam

 Quo ad Functionam : dubia ad bonam

 Quo ad Sanationam : dubia ad bonam

2.11 Follow Up Pasien


Tanggal SOAP Terapi

Rabu, S/ Pasien mengeluhkan luka bernanah di - IVFD RL 20 gtt/i


21 Juni kaki kiri, bengkak (+), nyeri (+), riw.
2021, DM (+), demam (-) - Inj ceftriaxone 1 gr/12 jam
jam
11:00 O/ Pupil : isokor, 2mm/2mm - Inj novalgin 1 amp/12 jam
WIb Refleks cahaya: +/+
Akral : hangat - Inj omeprazole 40 mg/ 12 jam
(H+1) TD= 140/60 mmHg;
HR= 78 x/menit; - Inj Ondacetron 4mg/8 jam
RR=22 x/menit
T=36 oC - Novorapid 10-10-10
SpO2= 98% - Transfusi PRC 2 kolf
GDS = 361 mg/dl
Hb = 8,35
A/ DM tipe II
8

Ulkus pedis sinistra


P/ Konsul bedah

Kamis, S/ Pasien mengeluhkan luka bernanah di - IVFD RL 20 gtt/i


22 Juli kaki kiri, bengkak (+), nyeri (+), riw.
2021 DM (+), demam (-) - Inj ceftriaxone 1 gr/12 jam

O/ - Inj novalgin 1 amp/12 jam


(H+2) TD = 140/100mmHg;
HR=70x/menit; - Inj omeprazole 40 mg/ 12 jam
RR=20x/menit
T=36,5 oC - Inj Ondacetron 4mg/8 jam
SpO2 = 97%
GDS 150 mg/dl - Novorapid 10-10-10

A/ DM tipe II
Ulkus pedis sinistra
P/ Rencana debridement

Jumat, S/ Pasien mengeluhkan luka bernanah di - IVFD RL 20 gtt/i


23 Juli kaki kiri, bengkak (+), nyeri (+), riw.
2021 DM (+), demam (-) - Inj ceftriaxone 1 gr/12 jam

(H+3) O/ - Inj novalgin 1 amp/12 jam


TD = 130/80mmHg;
HR=75x/menit; - Inj omeprazole 40 mg/ 12 jam
RR=20x/menit
T=36,6 oC - Inj Ondacetron 4mg/8 jam
SpO2 = 98%
GDS = 131 mg/dl - Novorapid 10-10-10
Hb = 9,25 mg/dl

A/ DM tipe II
Ulkus pedis sinistra
P/ Rencana debridement

Sabtu, S/ Pasien mengeluhkan luka bernanah di - IVFD RL 20 gtt/i


24 Juli kaki kiri, bengkak (+), nyeri (+), riw.
2021 DM (+), demam (-) - Inj ceftriaxone 1 gr/12 jam

(H+4) O/ - Inj novalgin 1 amp/12 jam


TD = 140/70mmHg;
HR=80x/menit; - Inj omeprazole 40 mg/ 12 jam
RR=20x/menit
T=36,8 oC - Inj Ondacetron 4mg/8 jam
9

SpO2 = 97% - Novorapid 10-10-10


GDS = 105 mg/dl
Hb = 10,21 mg/dl

A/ DM tipe II
Ulkus pedis sinistra
P/ Rencana debridement Senin

Minggu, S/ Pasien mengeluhkan luka bernanah di - IVFD RL 20 gtt/i


25 Juli kaki kiri, bengkak (+), nyeri (+), riw.
2021 DM (+), demam (-) - Inj ceftriaxone 1 gr/12 jam

(H+5) O/ - Inj novalgin 1 amp/12 jam


TD = 140/90mmHg;
HR=72x/menit; - Inj omeprazole 40 mg/ 12 jam
RR=19x/menit
T=36,5 oC - Inj Ondacetron 4mg/8 jam
SpO2 = 97%
GDS = 105 mg/dl - Novorapid 10-10-10
Hb = 10,21 mg/dl

A/ DM tipe II
Ulkus pedis sinistra
P/ Rencana debridement Senin

Senin, S/ Pasien mengeluhkan luka bernanah di - IVFD RL 20 gtt/i


26 Juli kaki kiri, bengkak (+), nyeri (+), riw.
2021 DM (+), demam (-) - Drip metronidazole 500 mg/ 8

(H+6) O/ jam
TD = 130/100mmHg;
HR=85x/menit; - Inj ceftriaxone 1 gr/12 jam
RR=20x/menit
T=36,7 oC - Inj ketorolac 30 mg/8 jam
T=36,5 oC
SpO2 = 97% - Inj omeprazole 40 mg/ 12 jam
GDS = 125 mg/dl
Hb = 10,21 mg/dl - Inj Ondacetron 4mg/8 jam

A/ DM tipe II - Novorapid 10-10-10


Gangren pedis sinistra - GV perhari/ jika basah
P/ Perawatan post op

2.12 Dokumentasi Pasien


10
BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Diabetes melitus1,3,4

3.1.1 Definisi & Faktor Resiko

Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010, diabetes


melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau
keduanya.

Expert committee on diagnosis and clasification of diabetes melitus


mengenali beberapa kelompok intermediet yang kadar glukosa tidak menemui
kriteria untuk diabetes namun tetap terbilang tinggi dari pada orang normal.
Kelompok tersebut ialah orang dengan glukosa darah puasa terganggu (GDP
plasma 100 – 125 mg/dL) atau tolerasi glukosa terganggu (TGG) (OGTT 140 –
199 mg/dL) (ADA, 2014).

Orang dengan keadaan diatas dikatakan dalam keadaan prediabetes


dimana menunjukan adanya risiko lebih tinggi untuk berkembang menjadi
diabetes. Orang dengan glukosa darah puasa terganggu atau tolerasi glukosa
terganggu tidak dapat dilihat sebagai sebuah tanda klinis namun lebih merupakan
faktor risiko untuk diabetes sama juga dengan penyakit kardiovaskular. Orang
dengan glukosa darah puasa terganggu atau tolerasi glukosa terganggu
berhubungan dengan obesitas (terutama orang obesitas abdomen atau viseral),
dislipidemia dengan kadar trigliserid tinggi dan/atau kadar HDL yang rendah, dan
hipertensi (ADA, 2014).

HbA1C juga secara umum digunakan untuk mendiagnosis diabetes pada


individu dengan faktor risiko, HbA1C juga dapay mengidentifikasi mereka yang
termasuk kedalam golongan risiko tinggi untuk berkembang menjadi penyakit
diabetes dikemudian hari. Expert committee on diagnosis and clasification of

11
12

diabetes melitus juga menyadari bahwa orang dengan kadar HbA1C diatas normal
namun dibawah cut point diagnosis dari diabetes (6.0 – 6,5%) merupakan
kelompok orang yang memiliki risiko untuk mengembangan penyakit diabetes
(ADA, 2014).

Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi antara lain (Pekoni, 2011):

- Ras dan etnik


- Riwayat keluarga dengan diabetes
- Umur. Risiko meningkat seiring dengan meningkatnya usia
- Riwayat melahirkan bayi dengan BB bayi lahir >4000 gram atau riwayat
menderita DMG
- Riwayat lahir dengan berat badan redah, kurang dari 2,5 kg.

Faktor risiko yang dapat dimodifikas (Pekoni, 2011):

- Berat badan lebih (IMT >23 kg/m2)


- Kurangnya aktivitas fisik
- Hipertensi (TD > 140/90 mmHg)
- Dislipidemia (HDL < 35 mg/dL dan atau Tg > 250 mg/dL)
- Diet tak sehat. Diet tinggi gula dan rendah serat meningkatkan risiko.

Faktor risiko yang terkait dengan risiko DM (Pekoni, 2011):

- PCOS (Polycystic Ovarian Syndrome)


- Penderita Sindroma Metabolik yang memiliki riwayat Toleransi Glukosa
Terganggu atau Gula darah Puasa Terganggu. Memiiki riwayat
kardiovaskular seperti stroke, PJK, atau PAD.

3.1.2 Klasifikasi & Patogenesis

Diabetes melitus diklasifikasikan sebagai berikut:


Tipe 1 Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi
13

insulin absolut:
- Autoimun
- Idiopatik
Tipe 2 Bervariasi, mulai yang dominan resistensi insulin
disertai defisiensi insulin relatif sampai yang dominan
defek sekresi insulin disertai resistensi insulin.
Tipe lain - Defek genetik fungsi sel beta
- Defek genetik kerja insulin
- Penyakit eksokrin pankreas
- Endokrinopati
- Karena obat atau zat kimia
- Infeksi
- Sebab imunologi yang jarang
- Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan
DM
Diabetes melitus
gestasional

Pathogenesis

a. DM tipe 1

Diabetes tipe ini disebabkan kerusakan sel-sel β pulau Langerhans yang


disebabkan oleh reaksi otoimun. Pada pulau Langerhans kelenjar pankreas
terdapat beberapa tipe sel, yaitu sel β, sel α dan sel σ. Sel-sel β memproduksi
insulin, sel-sel α memproduksi glukagon, sedangkan sel-sel σ memproduksi
hormon somastatin. Namun demikian serangan autoimun secara selektif
menghancurkan sel-sel β.

Destruksi otoimun dari sel-sel β pulau Langerhans kelenjar pankreas


langsung mengakibatkan defesiensi sekresi insulin. Defesiensi insulin inilah yang
menyebabkan gangguan metabolisme yang menyertai DM Tipe 1. Selain
defesiensi insulin, fungsi sel-sel α kelenjar pankreas pada penderita DM tipe 1
juga menjadi tidak normal. Pada penderita DM tipe 1 ditemukan sekresi glukagon
14

yang berlebihan oleh sel-sel α pulau Langerhans. Secara normal, hiperglikemia


akan menurunkan sekresi glukagon, tapi hal ini tidak terjadi pada penderita
DMtipe 1, sekresi glukagon akan tetap tinggi walaupun dalam keadaan
hiperglikemia, hal ini memperparah kondisi hiperglikemia. Salah satu manifestasi
dari keadaan ini adalah cepatnya penderita DM tipe 1 mengalami ketoasidosis
diabetik apabila tidak mendapatkan terapi insulin.

b. DM tipe 2

Penyebab dari DM tipe 2 karena sel-sel sasaran insulin gagal atau tak
mampu merespon insulin secara normal, keadaan ini disebut resietensi insulin.
Disamping resistensi insulin, pada penderita DM tipe 2 dapat juga timbul
gangguan gangguan sekresi insulin dan produksi glukosa hepatik yang berlebihan.
Namun demikian, tidak terjadi pengrusakan sel-sel β langerhans secara autoimun
sebagaimana terjadi pada DM tipe 1. Dengan demikian defisiensi fungsi insulin
pada penderita DM tipe 2 hanya bersifat relatif, tidak absolut.

Obesitas yang pada umumnya menyebabkan gangguan pada kerja insulin,


merupakan faktor risiko yang biasa terjadi pada diabetes tipe ini, dan sebagian
besar pasien dengan diabetes tipe 2 bertubuh gemuk. Selain terjadi penurunan
kepekaan jaringan pada insulin, yang telah terbukti terjadi pada sebagian besar
dengan pasien diabetes tipe 2 terlepas pada berat badan, terjadi pula suatu
defisiensi jaringan terhadap insulin maupun kerusakan respon sel α terhadap
glukosa dapat lebih diperparah dengan meningkatya hiperglikemia, dan kedua
kerusakan tersebut dapat diperbaiki melalui manuve-manuver teurapetik yang
mengurangi hiperglikemia tersebut.

3.1.3 Diagnosis1,5,6,7

Diagnosis diabetes melitus dapat ditegakkan melalui tiga cara:

1. Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu > 200 mg/dl (11,1 mmol/L)
15

2. Gejala klasik DM + glukosa plasma puasa > 126 mg/dl (7,0 mmol/L)
3. Glukosa plasma 2 jam pada TTGO (pemberian glukosa yang setara dengan 75
gram glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air) > 200 mg/dl (11,1
mmol/L)
Gejala klasik DM berupa poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan
berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Gejala lain dapat berupa: lemah
badan, kesemutan, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi pada pria, dan pruritus
vulvae pada wanita.

3.1.4 Penatalaksanaan1,6,7
16

Penatalaksanaan diabetes melitus meliputi 5 pilar, yaitu:

1. Gaya hidup sehat


Yang dimaksud dengan gaya hidup sehat adalah mengubah kebiasaan
hidup sehari-hari menjadi lebih sehat, misalnya dengan mengurangi kebiasaan
yang menjadi faktor risiko terjadinya diabetes melitus, seperti merokok,
menjaga emosi tetap stabil, termasuk pula perbaikan dalam kehidupan sosial,
seperti meluangkan waktu dengan keluarga dan teman, serta rekreasi.
2. Perencanaan makan
Pada pasien dengan diabetes melitus, dianjurkan untuk membatasi
konsumsi karbohidrat hingga 45-65% total asupan energi, tetapi tidak boleh
kurang dari 130 gram/hari. Dianjurkan pula untuk makan makanan yang
berserat tinggi. Konsumsi lemak dan protein juga perlu dibatasi. Dapat
diberikan pemanis alternatif, seperti aspartam dan sakarin yang tidak berkalori,
namun pemberiannya tidak boleh melebihi batas aman.
Kebutuhan kalori pada pasien diabetes dapat diperhitungkan melalui
kebutuhan kalori basal yang besarnya 25-30 kalori/kgBB ideal, ditambah atau
dikurangi beberapa faktor: jenis kelamin, umur, aktivitas, berat badan, dan
lainnya.
Perhitungan berat badan ideal dapat dihitung dengan rumus Brocca yang
dimodifikasi atau menggunakan rumus Indeks Massa Tubuh:

Brocca yang dimodifikasi:

- Berat badan ideal = 90% x (TB dalam cm - 100) x 1 kg


- Untuk pria dengan tinggi badan kurang dari 160 cm dan wanita kurang
dari 150 cm, dimodifikasi menjadi:
Berat badan ideal = (TB dalam cm – 100) x 1 kg
BB normal : BB ideal + 10%
Kurus : < BB ideal – 10%
Gemuk : > BB ideal + 10%
17

Indeks Massa Tubuh:


IMT = BB (kg)/ TB (m2)
BB kurang : <18,5
BB normal : 18,5 - 22,9
BB lebih : >23,0
3. Olahraga
Kegiatan jasmani dilakukan secara teratur 3-4 kali seminggu selama
kurang lebih 30 menit. Selain untuk menjaga kebugaran juga dapat
menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga dapat
memperbaiki kendali glukosa darah. Kegiatan jasmani yang dianjurkan berupa
latihan yang bersifat aerobik, seperti jalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan
berenang. Hindarkan kebiasaan hidup yang kurang gerak atau bermalas-
malasan.
4. Farmakologis
Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan suntikan:
I. Obat hipoglikemik oral
Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 5 golongan:
a. Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue):
- Sulfonilurea
Efek utamanya adalah meningkatkan sekresi insulin oleh sel
beta pankreas dan merupakan pilihan utama untuk pasien dengan
berat badan normal dan kurang, namun untuk menghindari
hipoglikemia sebaiknya tidak diberikan pada orang tua, pasien
dengan gangguan faal ginjal dan hati, kurang nutrisi, serta penyakit
kardiovaskular.
- Glinid
Cara kerjanya sama dengan sulfonilurea. Golongan ini terdiri
dari 2 macam obat, yaitu Repaglinid dan Nateglinid. Obat ini
diabsorpsi dengan cepat dan diekskresi secara cepat melalui hati
18

sehingga dapat digunakan untuk mengatasi hiperglikemia post


pandrial.
b. Peningkat sensitivitas terhadap insulin:
Obat yang bekerja dengan cara meningkatkan sensitivitas
terhadap insulin adalah golongan Tiazolidindion yang akan berikatan
dengan Peroxisome Proliferator Activator Receptor Gamma (PPAR-g),
suatu reseptor inti di sel otot dan sel lemak. Golongan ini menurunkan
resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut
glukosa sehingga ambilan glukosa di perifer meningkat. Tiazolidindion
dikontraindikasikan bagi pasien dengan gagal jantung karena dapat
memperberat edema/ retensi cairan, juga mengganggu faal hati.
c. Penghambat glukoneogenesis
Metformin memiliki efek utama mengurangi produksi glukosa
hati (glukoneogenesis), di samping juga memperbaiki ambilan glukosa
perifer. Terutama dipakai pada penyandang diabetes yang gemuk.
Metformin dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan fungsi
ginjal (serum kreatinin >1,5 mg/dl) dan hati, serta pasien dengan
kecenderungan hipoksemia. Efek samping metformin adalah mual,
sehingga sebaiknya diberikan saat atau sesudah makan.
d. Penghambat absorpsi glukosa
Acarbose mengurangi absorpsi glukosa di usus halus, sehingga
memiliki efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Tidak
menimbulkan efek samping hipoglikemia, efek sampingnya yang paling
sering adalah kembung dan flatulens.
e. DPP-IV inhibitor
Glucagon-like peptide-1 (GLP-1) merupakan hormon yang
dihasilkan sel L di mukosa usus bila ada makanan masuk saluran
pencernaan, fungsinya sebagai perangsang kuat penglepasan insulin
sekaligus sebagai penghambat sekresi glukagon. Namun, GLP-1 secara
cepat diubah oleh enzim dipeptidyl peptidase-4 (DPP-4) menjadi
metabolit GLP-1-(9,36)-amide yang tidak aktif. Sekresi GLP-1 menurun
19

pada diabetes melitus tipe 2, peningkatan konsentrasi GLP-1 dapat


ditingkatkan dengan memberikan obat yang menghambat kinerja enzim
DPP-4.
II. Suntikan
a. Insulin
Indikasi pemberian insulin:
- Penurunan berat badan yang cepat
- Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
- Ketoasidosis diabetik
- Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik
- Hiperglikemia dengan asidosis laktat
- Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal
- Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke)
- Kehamilan dengan DM gestasional yang tidak terkendali dengan
perencanaan makan
- Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
- Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO

Berdasarkan lama kerjanya, insulin dibagi menjadi:

- Insulin kerja cepat (rapid acting)


- Insulin kerja pendek (short acting)
- Insulin kerja menengah (intermediate acting)
- Insulin kerja panjang (long acting)
- Insulin campuran tetap, kerja pendek dan menengah (premixed)

Efek samping terapi insulin:

- Hipoglikemia
- Reaksi imunologi
b. Agonis GLP-1
Suntikan agonis GLP-1 merangsang penglepasan insulin tanpa
menimbulkan hipoglikemia maupun peningkatan berat badan, bahkan
20

mungkin menurunkan berat badan. Efek agonis GLP-1 yang lain adalah
menghambat penglepasan glukagon yang berperan dalam
gukoneogenesis dan memperbaiki cadangan sel beta pankreas. Efek
samping yang timbul adalah rasa sebah dan muntah.

5. Cangkok pankreas
21

3.1.5 Kriteria Pengendalian DM

Untuk pasien berusia lebih dari 60 tahun dengan komplikasi, sasaran


kendali glukosa darah dapat lebih tinggi (puasa 100-125 mg/dl dan sesudah
makan 145-180 mg/dl), demikian pula kadar lipid, tekanan darah, dan lain-lain.
Hal ini dilakukan mengingat sifat-sifat khusus pasien usia lanjut dan juga untuk
mencegah kemungkinan timbulnya efek samping hipoglikemia dan interaksi obat.
22

3.1.6 Komplikasi

Komplikasi diabetes melitus dibagi menjadi komplikasi akut dan kronik,


sebagai berikut:

1. Komplikasi akut
a. Ketoasidosis Diabetik (KAD)
Ditandai dengan peningkatan glukosa darah yang tinggi (300-600
mg/dl) disertai adanya tanda dan gejala asidosis dan plasma keton (+) kuat.
Osmolaritas plasma meningkat (300-720 mOs/ml) dan terjadi peningkatan
anion gap.
b. Status Hiperglikemi Hiperosmolar (SHH)
Pada keadaan ini terjadi peningkatan glukosa darah sangat tinggi
(600-1200 mg/dl), tanpa tanda dan gejala asidosis, osmolaritas plasma
sangat meningkat (300-380 mOs/ml), plasma keton (+/-), anion gap normal
atau sedikit meningkat.
c. Hipoglikemia
Ditandai dengan menurunnya kadar glukosa darah <60 mg/dl. Gejala
hipoglikemia terdiri dari gejala adrenergik (berdebar-debar, banyak
keringat, gemetar, dan rasa lapar) dan gejala neuro-glikopenik (pusing,
gelisah, kesadaran menurun hingga koma).
2. Komplikasi Kronik
a. Makroangiopati
- Stroke
- Penyakit jantung iskemik
- Penyakit arteri perifer
b. Mikroangiopati
- Retinopati diabetik
- Nefropati diabetik
c. Neuropati
23

3.2 Kaki diabetik

3.2.1 Diagnosis

Diagnosis kaki diabetik ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan


pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis didapatkan gejala klasik diabetes melitus
dan didapatkan riwayat luka bernanah dan berbau pada kaki serta tanda-tanda
inflamasi.

3.2.2 Klasifikasi

Berdasarkan Konsensus Internasional Kaki Diabetik 2003, klasifikasi kaki


diabetik yang dianjurkan adalah:9,10

• P : Perfusi ( grade 1, 2 , 3)

• E : Ekstensi

• D : Depth/dalam (grade 1,2, 3)

• I : Infeksi (grade 1,2, 3, 4)

• S : sensasi (grade 1,2)

a. Perfusi

Grade Uraian

I Pulsasi a. dorsalis pedis & a. tibialis


posterior teraba. ABI normal
Gejala dan tanda PAD (-)

II

Gejala dan tanda PAD (+), Claudicatio (+)

iskemia (-) ABI < 0,9


24

III

PAD dan iskemia (+) ABI < 0,9

Sistolik ankle < 50 mmHg

Sistolik Toe < 30 mmHg

b. Ekstensi/Ukuran, dinilai dengan mengukur luka dalam sentimeter.

c. Depth/Tissue loss

Grade Uraian

I Ulkus superfisial, tidak merusak dermis

II Ulkus dalam menembus fascia sampai tendon atau otot

II Ulkus dalam sampai menembus tulang

d. Infeksi

Grade Uraian

I Gejala dan tanda infeksi (-)

II Infeksi superfisial dan subkutan

Edema, eritema < 2 cm

III Infeksi lebih dalam, edema dan eritema > 2 cm, infeksi sistemik (-)

IV Infeksi lebih dalam, edema dan eritema > 2 cm, infeksi sistemik
(+), SIRS (+)
25

e. Sensation

Grade Uraian

I Sensasi masih baik

II Test Monofilament 10 gr (-)

Test Garpu tala (-)

Berikut klasifikasi Wagner yang juga sering digunakan untuk klasifikasi ulkus
diabetik:

Grade Lesi

1 Ulkus diabetik superfisial

2 Perluasan ulkus yang melibatkan ligamen, tendon, kapsul sendi atau


fascia dengan atau tanpa abses atau osteomielitis

3 Ulkus dalam dengan abses dan osteomielitis

4 Gangren di bagian depan kaki

5 Perluasan gangren pada kaki

3.2.2 Komplikasi1,8
Pada pasien dengan infeksi kaki diabetik harus diwaspadai terhadap tanda-
tanda osteomyelitis. Faktor risiko terjadinya osteomyelitis pada pasien dengan
infeksi kaki diabetik adalah :9
26

a. Luka yang tidak sembuh setelah perawatan 6 minggu


b. Deformitas pada kaki berupa pembengkakan (swollen) dan kemerahan
c. Tampak tulang atau pada palpasi teraba tulang
d. Luka dengan luas > 2 cm2 atau dengan kedalaman > 3 mm
e. Laju endap darah > 70 mm/jam
f. Gambaran radiologis menunjukkan osteomyelitis

3.2.3 Penatalaksanaan1,8
Manajemen yang efektif untuk infeksi kaki diabetik adalah dengan
pemberian antibiotik empiris, bedah debridement reseksi jaringan mati, perawatan
luka, dan mengkoreksi abnormalitas metabolik.
Berikut adalah daftar terapi antibiotik berdasarkan derajat infeksi:

Infection Probable pathogen(s) Alternative

Mild Staphylococcus aureus Oral Dicloxacillin


(MSSA); Streptococcus spp Oral Clindamycin
Oral Cephalexin
Oral Levofloxacin
Oral Amoxicillin-calvulanate
Oral Doxycicline
Oral
MRSA Trimethoprim/Sulfamethoxazole

Moderate (oral MSSA; Streptococcus spp; Levofloxacin


or parenteral) Enterobacteriaceae; Cefoxitin
or Severe obligate anaerob Ceftriaxone
(parenteral) Ampicillin-Sulbactam
Moxifloxacin
Ertapenem
Tigecycline
27

Levofloxacin or ciprofloxacin
with clindamycin
Imipenem-cilastatin
Vancomycin, ceftazidime,
cefepime, peperacillin,
tazobactam, aztreonam,
carbapenem
MRSA Linezolid
Daptomycin
Vancomycin
Pseudomonas aeruginosa Piperacillin-tazobactam

Edukasi yang diberikan pada pasien adalah menjaga luka agar tetap kering,
tidak terkena air, dan menghindari terjadinya luka yang baru. Selain itu pasien
juga diminta untuk teratur mengontrol gula darah karena gula darah yang baik
akan mempercepat penyembuhan luka dan dapat mengeradikasi infeksi.
BAB 4
PEMBAHASAN

Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan


karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja
insulin atau keduanya. Diantara penyakit degeneratif atau penyakit tidak menular
yang akan meningkat jumlahnya di masa mendatang adalah diabetes mellitus.
Penyakit diabetes mellitus jarang tertangani dengan benar karena kurangnya
pengetahuan masyarakat tentang penyakit tersebut. Penyakit ini dapat
menimbulkan komplikasi yang serius jika tidak tertangani dengan benar seperti
penyempitan pembuluh darah kapiler, koma diabetik, pembersihan luka yang
tidak tepat dapat memperparah luka pada penderita diabetes mellitus.
Diagnosa diabetes melitus ditegakkan atas dasar klinis yaitu berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis
didapatkan pada pasien luka pada kaki kiri serta pusing, lemas, kesemutan pada
tangan, kaki terasa baal. Pasien juga mengeluhkan nyeri dan luka tersebut tidak
kunjung sembuh dan bertambah besar sehingga kaki kiri bertambah bengkak serta
bernanah. Nyeri dirasakan seperti ditusuk tusuk dan dirasakan terus menerus dan
diperberat apabila pasien mencoba untuk berjalan. Kurang lebih beberapa tahun
yang lalu pasien mengeluh sering haus, sering merasa lapar dan sering kencing.
Pemeriksaan fisik yang didapatkan pada pasien berupa tanda ulkus dikaki.
Pemeriksaan penunjang yang mendukung diagnosis dari pasien adalah
ditemukannya KGDS 520 mg/dl dan riwayat DM yang sudah diderita pasien
selama 5 tahun dan riwayat pemakaian insulin.

28
BAB 5

5.1 KESIMPULAN
Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit kronis yang ditandai dengan
hiperglikemia dan intoleransi glukosa yang terjadi karena kelenjar pankreas tidak
dapat memproduksi insulin secara adekuat yang atau karena tubuh tidak dapat
menggunakan insulin yang diproduksi secara efektif atau kedua-duanya.1
Diabetes Melitus diklasifikasikan menjadi DM tipe 1, yang dikenal sebagai
insulin dependent, dimana pankreas gagal menghasilkan insulin ditandai dengan
kurangnya produksi insulin dan DM tipe 2, yang dikenal dengan non insulin
dependent, disebabkan ketidakmampuan tubuh menggunakan insulin secara
efektif yang dihasilkan oleh pankreas.
Penatalaksanaan pasien DM berupa upaya promotif, preventif, kuratif, dan
rehabilitatif. Tatalaksana pasien DM mencakup tatalaksana farmakologi dan non
farmakologi. Diagnosis pada kasus ini adalah DM tipe II dengan kaki diabetik
dengan penatalaksanaan pengaturan glukosa darah dan tekanan darah. Selain
penatalaksanaan secara farmakologi, penatalaksanaan secara non farmakologis
juga diperlukan. Edukasi kepada pasien sangat penting, karena dengan
bertambahnya pengetahuan wawasan tentang penyakit akan bertambah. dan
berkesinambungan. Lalu, peran keluarga juga penting dalam perawatan dan
memberikan dukungan serta sebagai pengawas terhadap perilaku hidup.
Keluarga mempengaruhi timbulnya suatu penyakit dan sembuhnya suatu
penyakit. Selain itu, dalam melakukan intervensi terhadap pasien tidak hanya
memandang dalam hal klinis tetapi juga terhadap psikososialnya, oleh karenanya
diperlukan pemeriksaan dan penanganan yang holistic, komprehensif.

29
DAFTAR PUSTAKA
1. Adnan M, Mulyati T, Isworo JT. Hubungan Indeks Massa Tubuh (IMT)
Dengan Kadar Gula Darah Penderita Diabetes Mellitus (DM) Tipe 2 Rawat
Jalan Di RS Tugurejo Semarang. J Gizi. 2018;2(April):18–25.
2. Nurayati L, Adriani M. Hubungan Aktifitas Fisik dengan Kadar Gula
Darah Puasa Penderita Diabetes Melitus Tipe 2. Amerta Nutr.
2017;1(2):80.
3. Mokolomban C, Wiyono WI, Mpila DA. Kepatuhan Minum Obat Pada
Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Disertai Hipertensi Dengan Menggunakan
Metode Mmas-8. Pharmacon. 2018;7(4):69–78.
4. Bhatt H, Saklani S, Upadhayay K. Anti-oxidant and anti-diabetic activities
of ethanolic extract of Primula Denticulata Flowers. Indones J Pharm.
2016;27(2):74–9.
5. Calvet N, D’Alessio P, Watson DM, Franco-Hernández R, Furlan E, Green
J, et al. Disks in Transition in the Taurus Population: Spitzer IRS Spectra of
GM Aurigae and DM Tauri. Astrophys J. 2019;630(2):L185–8.
6. Nabbout LAK. Author response: Diphenylhydantoin and insulinoma. Int J
Diabetes Mellit [Internet]. 2019;2(1):68. Available from:
http://dx.doi.org/10.1016/j.ijdm.2009.12.004
7. Heydari I, Radi V, Razmjou S, Amiri A. Chronic complications of diabetes
mellitus in newly diagnosed patients. Int J Diabetes Mellit [Internet].
2020;2(1):61–3. Available from:
http://dx.doi.org/10.1016/j.ijdm.2009.08.001
8. Elkind-Hirsch KE, Ogden BW, Darensbourg CJ, Schelin BL. Clinical
assessment of insulin action during late pregnancy in women at risk for
gestational diabetes: Association of maternal glycemia with perinatal
outcome. Int J Diabetes Mellit [Internet]. 2020;2(1):3–9. Available from:
http://dx.doi.org/10.1016/j.ijdm.2009.12.006
9. Tilak P, Khashim Z, Kumpatla S, Babu M, Viswanathan V. Clinical
significance of urinary Monocyte Chemoattractant Protein-1 (uMCP-1) in
Indian type 2 diabetic patients at different stages of diabetic nephropathy.

30
31

Int J Diabetes Mellit [Internet]. 2018;2(1):15–9. Available from:


http://dx.doi.org/10.1016/j.ijdm.2009.10.003
10. Singh B, Chauhan N. Dietary fiber psyllium based hydrogels for use in
insulin delivery. Int J Diabetes Mellit [Internet]. 2017;2(1):32–7. Available
from: http://dx.doi.org/10.1016/j.ijdm.2009.12.014
11. Fares JE, Kanaan M, Chaaya M, Azar ST. Fluctuations in glycosylated
hemoglobin (HbA1C) as a predictor for the development of diabetic
nephropathy in type 1 diabetic patients. Int J Diabetes Mellit [Internet].
2018;2(1):10–4. Available from:
http://dx.doi.org/10.1016/j.ijdm.2009.12.012
12. Trisnawati SK, Setyorogo S. Faktor Risiko Kejadian Diabetes Melitus Tipe
II Di Puskesmas Kecamatan Cengkareng Jakarta Barat Tahun 2012. J Ilm
Kesehat. 2018;5(1):6–11.
13. Chen T, Cao X, Long Y, Zhang X, Yu H, Xu J, et al. I27L Polymorphism
in hepatocyte nuclear factor-1α gene and type 2 diabetes mellitus: A meta-
analysis of studies about orient population (Chinese and Japanese). Int J
Diabetes Mellit [Internet]. 2018;2(1):28–31. Available from:
http://dx.doi.org/10.1016/j.ijdm.2009.12.011
14. Mastan SK, Kumar KE. Influence of atazanavir on the pharmacodynamics
and pharmacokinetics of gliclazide in animal models. Int J Diabetes Mellit
[Internet]. 2017;2(1):56–60. Available from:
http://dx.doi.org/10.1016/j.ijdm.2009.10.001
15. Ghosh S, Collier A, Hair M, Malik I, Elhadd T. Metabolic syndrome in
type 1 diabetes. Int J Diabetes Mellit [Internet]. 2019;2(1):38–42. Available
from: http://dx.doi.org/10.1016/j.ijdm.2009.10.005
16. Meo SA. Significance of spirometry in diabetic patients. Int J Diabetes
Mellit [Internet]. 2018;2(1):47–50. Available from:
http://dx.doi.org/10.1016/j.ijdm.2009.12.003
17. Gossain V V., Aldasouqi S. The challenge of undiagnosed pre-diabetes,
diabetes and associated cardiovascular disease. Int J Diabetes Mellit
[Internet]. 2019;2(1):43–6.

Anda mungkin juga menyukai