Anda di halaman 1dari 19

TOXIC MEGACOLON

Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani


Kepaniteraan Klinik Senior Pada Bagian/SMF Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Malikussaleh
Rumah Sakit Umum Cut Meutia
Aceh Utara

Oleh :

Jauza Raudhatul Jannah Mendrofa, S.Ked

2006112016

Preseptor :

dr. Suhaemi, Sp.PD, FINASIM

BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

RUMAH SAKIT UMUM CUT MEUTIA

ACEH UTARA

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan
rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan referat saya yang berjudul “Toxic
Megacolon” ini dengan baik. Selanjutnya shalawat dan salam penulis panjatkan
kepangkuan Nabi Muhammad SAW yang telah membimbing umat manusia dari
alam kegelapan ke alam yang penuh dengan ilmu pengetahuan.
Penulis menyusun laporan referat ini untuk memahami lebih dalam
tentang aspek toxic megacolon dan sebagai salah satu syarat dalam menempuh
ujian Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran OBGYN Universitas Malikussaleh
RSU Cut Meutia. Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan banyak
terima kasih kepada dr. Suhaemi, Sp.PD, FINASIM selaku preseptor yang
bersedia meluangkan waktunya dan telah memberikan masukan, petunjuk serta
bantuan dalam menyusun referat ini.
Akhir kata, saya berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan
semua pihak yang telah membantu. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa referat
ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penyusun mengharapkan kritik dan
saran sebagai masukan untuk perbaikan demi kesempurnaan referat ini. Semoga
karya ini bisa bermanfaat untuk para pembaca.

Lhokseumawe, Agustus 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................ i


DAFTAR ISI ......................................................................................... ii
BAB 1 PENDAHULUAN....................................................................... 1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................ 3
BAB 3 KESIMPULAN ......................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 15

ii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Megakolon toksik didefinisikan sebagai dilatasi kolon total atau segmental
non obstruktif dengan diameter lebih atau sama dengan 6 cm dan yang
berhubungan dengan toksisitas sistemik. Megakolon toksik merupakan bentuk
fulminan dari kolitis dengan adanya inflamasi transmural, ulserasi yang dalam dan
luas, serta terdapat degenerasi neuromuskular. Kelainan ini merupakan komplikasi
yang penting dari kolitis dan diagnosis bandingnya meliputi penyebab
inflamatorik dan infeksiosa. Megakolon toksik atau kolitis fulminan secara klasik
biasanya terjadi akibat kolitis ulseratif. Namun saat ini megakolon toksik paling
sering dikaitkan dengan kolitis akibat Clostridium difficile (pseudomembranous).
Crohn’s disease, infeksi (Salmonella enteritidis, Campylobacter sp, amoebic
kolitis, Shigella sp, Cytomegalovirus) dan kolitis iskemik merupakan penyebab
yang diketahui. Kelainan ini juga dapat disebabkan oleh kanker kolon yang
obstruktif serta dapat dicetuskan oleh penggunaan enema, penggunaan obat
antidiare yang berlebihan atau setelah pemeriksaan dengan barium enema (1).
Megakolon toksik adalah jenis megakolon akut yang disebabkan oleh
infeksi bakteri Clostridium difficile atau radang usus, seperti penyakit
Crohn atau kolitis ulseratif. Megakolon toksik akan menyebabkan usus besar
mengalami pelebaran dengan cepat, bahkan dapat menyebabkan pecahnya usus
besar. Megakolon toksik mencerminkan akhir spektrum kolitis parah yang yang
tidak dikenali atau tidak diterapi. Pada kasus kolitis ulseratif, sekitar 25% dari
seluruh pasien datang ke rumah sakit dengan serangan yang berat dan sekitar 5%
dari kasus ini akan mengalami dilatasi toksik. Resiko terbesar megakolon toksik
kemungkinan terjadi pada awal penyakit.
Toxic megacolon adalah defenisi klinis untuk akut toxic colitis dengan
dilatasi dari kolon. Dilatasi dapat terjadi total atau segmental. Terminologi yang
lebih sering untuk toxic megacolon adalah simply toxic colitis, karena pada pasien
dapat terjadi toxicity tanpa megacolon. Penanda dari toxic megacolon (Toxic
Colitis), sebuah kondisi yang memiliki potensi mematikan, adalah non obstructive

1
2

colonic dilatasi yang lebih besar dari 6 cm dan gejala dari keracunan sistemik.
Toxic megacolon pertama sekali ditemukan oleh Marshak dan Lester pada
tahun 1950. Toxic megacolon pertama sekali disangka hanya sebagai komplikasi
dari ulserative collitis. Namun, ternyata, Toxic megacolon dapat berupa
komplikasi dari berbagai colitides, termasuk inflamatory, iskemik, infeksi, radiasi,
dan pseudomembranous.
Insiden Toxic megacolon meningkat seiring dengan meningkatnya
prevalensi pseudomembranous colitis. Colonic dilatasi dapat juga muncul di
berbagai kondisi lain, seperti Hirschsprung disease, idiotpathic megacolon /
chronic constipation, dan intestinal pseudo obstruction (Ogilvie syndrome).
Namum, pasien – pasien dengan kondisi tadi tidak didapatkan tanda tanda dari
keracunan sistemik, dan oleh karena itu tidak termauk ke dalam kategori toxic
megacolon. Pasien megakolon toksik berisiko untuk terjadinya perforasi dan dapat
mengancam jiwa. Diagnosis yang lebih awal, penanganan medis yang lebih
intensif dan pembedahan dini dapat mengurangi insidensi megakolon toksik
akibat komplikasi kolitis ulseratif (2).
3

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Megakolon toksik didefinisikan sebagai dilatasi kolon total atau segmental


non obstruktif dengan diameter lebih atau sama dengan 6 cm dan yang
berhubungan dengan toksisitas sistemik. Kelainan ini merupakan komplikasi yang
penting dari kolitis dan diagnosis banding penyebab meliputi penyebab
inflamatorik dan infeksiosa (1).

2.2 Etiologi
Etiologi klasik dari toxic megacolon (toxic colitis), termasuk beberapa
peradangan seperti :
A. Ulcerative Collitis
B. Crohn Disease
C. Pseudomembranous colitis
Beberapa penyebab dari infeksi colitis yang dapat berkembang menjadi toxic
megacolon seperti : Salmonella species, shigella species, campylobacters species,
yersinia species, clostridium difficile, entamoeba histolytica, cytomegalovirus,
rotavirus, invasive aspergilosis.
Toxic megacolon juga dapat disebabkan oleh penyebab lain, seperti:
A. Radiasi colitis
B. Iskemik colitis
C. Nonspesific colitis secondasry yang disebabkan oleh kemoterapi
D. Sebagai komplikasi dari collagenous colitis
E. Bahcet syndrome
Walaupun patofisiologi pasti dari toxic megacolon belum ditemukan,
beberapa faktor dapat memberikan kontribusi untuk terjadinya toxic megacolon.
Signs dan symptoms dari acute colitis dapat muncul 1 minggu sebelum dilatasi
colon terjadi. Faktor pencetus dan predisposisi sering dapat diidentifikasi.
4

Walaupun resiko dari Toxic megacolon meningkat dengan keparahan dari colitis,
tappering off atau penghentian mendadak dari obat – obatan seperti steroid,
sulfasalazine, dan 5 – aminosalycylic acid dapat mempercepat terjadinya toxemia
dan dilatasi.
Medikasi yang mempengaruhi motilitas usus juga berpengaruh terhadap
toxic megacolon. Obat – obatan ini seperti antikolinergik, antidepresesan,
loperamide, dan opioid. Prosedur seperti barium enema atau kolonoskopi juga
dapat menyebabkan distensi, ketidakseimbangan suplai darah, atau eksaserbasi
mikroperferoasi dan menyebabkan toxemia.
Pada kasus colitis tanpa komplikasi, respon inflamasi terbatas pada
mukosa. Ciri mikroskopis toxic megacolon adalah peradangan yang meluas
melampaui mukosa yang mencapai otot polos dan serosa.

2.3 Patogenesis
Patogenesis megakolon toksik masih belum jelas, namun mediator
kimiawi seperti nitric oxide kemungkinan mempunyai peran yang sangat penting.
Inflamasi mukosa akut berkembang transmural dan berhubungan dengan
hilangnya persarafan motorik lapisan otot polos yang menyebabkan dilatasi kolon.
Nitric oxide menghambat tonus otot polos. Jumlah dan aktivitas nitric oxide
synthase yang dapat menginduksi ini akan meningkat secara signifikan pada kasus
megakolon toksik. Terjadinya megakolon toksik ini secara potensial ditingkatkan
oleh berbagai faktor dengan efek yang merugikan pada kolon, diantaranya yaitu
hipokalemia, hipomagnesemia, serta pemberian obat-obatan anti kholinergik dan
anti diare. Hal ini relevan pada pseudomembranous kolitis sebagaimana pada
kolitis ulseratif. Pemeriksaan histopatologi memperlihatkan gambaran inflamasi
akut pada seluruh lapisan kolon, dengan nekrosis otot dan penggantian dengan
jaringan granulasi yang diinfiltrasi oleh leukosit dan sel plasma. Proses ini akan
mengarah pada terjadinya perforasi pada sekitar 20% pasien (4).
Mekanisme pasti dari Toxic Megacolon belum diketahui. Caprilli et all
menyatakan bahwa ada kemungkinan overproduksi soluble inflamatory mediator
sebagai mekanisme patogenik. Mereka meyakini bahwa mediator – mediator ini
5

dapat menimbulkan penghambatan refleks viseral ekstrinsik yang menghambat


tonus otot polos. Ada beberapa bukti menarik bahwa nitrat oxide mungkin terlibat
dalam patogenesis terjadinya Toxic Megacolon. Nitrat oxide adalah penghambat
kuat dari tonus otot polos dan dibentuk di macrofag dan sel otot polos dari colon
yang mengalami peradangan.
Megakolon toksik atau kolitis fulminan secara klasik biasanya terjadi
akibat kolitis ulseratif. Namun saat ini megakolon toksik paling sering dikaitkan
dengan kolitis akibat Clostridium difficile (pseudomembranous). Crohn’s disease,
infeksi (Salmonella enteritidis, Campylobacter sp, amoebic colitis, Shigella sp,
Cytomegalovirus) dan kolitis iskemik merupakan penyebab yang diketahui.
Kelainan ini juga dapat disebabkan oleh kanker kolon yang obstruktif serta dapat
dicetuskan oleh penggunaan enema, penggunaan obat antidiare yang berlebihan
atau setelah pemeriksaan dengan barium enema. Megakolon toksik akibat infeksi
relatif jarang terjadi. Infeksi Cytomegalovirus merupakan penyebab utama
megakolon toksik pada pasien dengan AIDS dan juga dapat mempercepat
terjadinya megakolon toksik pada kelainan inflamatorik usus (5).
Kolitis ulseratif merupakan kelainan inflamatorik idiopatik yang jarang,
dan mempunyai karakteristik dengan adanya kambuhan dan ulangan dari proktitis.
Peradangan dan panjang kolon yang terlibat bervariasi luas. Rektum selalu terkena
lebih dahulu dan penyebaran ke proksimal timbul secara berkelanjutan pada
hampir dua pertiga kasus dan separuhnya bisa menjadi kolitis total. Adapun
etiologi secara pasti belum dapat ditentukan, namun telah terdapat beberapa
kemungkinan faktor penyebab munculnya kolitis ini, yaitu kerentanan individu,
predisposisi genentik, mikroflora gastrointestinal dan kondisi imun pasien.

2.4 Epidemiologi

Insidensi megakolon toksik secara pasti belum diketahui, angka ini


bervariasi tergantung pada etiologi dan populasi. Pada kasus kolitis ulseratif,
sekitar 25% dari seluruh pasien datang ke rumah sakit dengan serangan yang berat
dan sekitar 5% dari kasus ini akan mengalami dilatasi toksik. Resiko terbesar
megakolon toksik kemungkinan terjadi pada awal penyakit. Risiko
6

berkembangnya megakolon toksik pada kasus kolitis ulseratif berkisar 1-2%.


Risiko ini dapat lebih tinggi pada awal penyakit, dengan adanya data sebanyak 16
dari 55 kasus (30%) pada awal kasus kolitis yang berat berkembang menjadi
megakolon toksik dalam kurun waktu 3 bulan pada saat terdiagnosis. Megakolon
toksik dapat terjadi pada usia berapapun serta dapat menyerang pria dan wanita
(6).
Insiden dari toxic megacolon tergantung dari etiologi. Resiko terjadinya
toxic megacolon pada ulcerative colitis diketahui 1 % - 2,5%. Pada 1236 pasien
yang dirawat di rumah sakit lebih dari 19 tahun, toxic megacolon ditemukan
sebanyak 10 persen pada pasien ulcerative colitis dan 2,3% crohn disease. Toxic
megacolon terjadi sekitar 5 % dari serangan berat ulcerative colitis. Pada
pseudomembranous colitis, toxic megacolon dilaporkan terjadi pada 0,4 – 3 %
pasien. Jumlah ini diperkirakan akan meningkat seiring terjadinya peningkatan
prevalensi dari pseudomembranous colitis, yang diperkirakan terjadi akibat
peningkatan penggunaan antibotik spektrum luas.
Mengenai ulcerative colitis, kebanyakan studi menunjukkan bahwa antara
pria dan wanita memiliki resiko yang sama. Dewasa muda (usia 20 – 40 tahun)
lebih sering terkena ulcerative colitis, tapi penyakit ini dapat muncul pada usia
berapaapun.

2.5 Manifestasi klinis

Gejala klinis megakolon toksik meliputi gejala kolitis parah yang akut,
seperti diare yang biasanya berdarah, disertai anoreksia, demam dan takikardi),
yang mendahului onset dilatasi akut seminggu atau lebih sebelumnya. Gejala akan
tampak tersamarkan pada pasien yang menerima terapi kortikosteroid. Distensi
abdomen dapat tidak prominen, walaupun klinisi dapat mendeteksi adanya
asimetris pada abdomen akibat dilatasi kolon transversum (7).
Pasien dengan toxic megacolon memiliki signs dan symptoms dari acute
colitis yang sulit disembuhkan. Gejala klinis yang sering adalah diare, nyeri
abdomen, perdarahan rectum, tenesmus, muntah, dan demam. Pasien bisa saja
7

telah didiagnosis sebagai Inflamatory Bowel Disease atau penyebab lain dari
colitis, walaupun pada beberapa pasien , Toxic Megacolon dapat menjadi
presentasi awal dari penyakit radang usus.
Anamnesis yang mendalam dapat memberikan informasi mengenai
perjalanan terbaru, penggunaan antibiotik, kemoterapi, atau immunosupresi.
Pasien biasanya tampak sangat sakit, dengan gejala toksik sebagai berikut :
1. Demam tinggi
2. Nyeri perut dan tenderness
3. Takikardi
4. Dehidrasi

2.6 Diagnosis

Diagnosis megakolon toksik dapat ditegakkan dari anamnesis,


pemeriksaan fisik dan pemeriksaan radiologi serta laboratorium. Diagnosis
kelainan ini dapat ditegakkan dari pemeriksaan radiologi foto polos abdomen
yaitu dilatasi kolon lebih dari sama dengan 6 cm yang disertai dengan takikardi
atau peningkatan temperatur pada pasien dengan kolitis parah dari berbagai
penyebab (8).
Temuan laboratorium pada pasien megakolon toksik yaitu temuan akibat
respon inflamatorik sistemik meliputi leukositosis, peningkatan rasio sedimentasi
eritrosit atau C-reactive protein, dan hipoalbuminemia. Hipokalemia dan
hipomagenesemia sering dijumpai dan dapat memperburuk kondisi pasien. Vital
sign dari pasien dengan toxic megacolon, biasanya terdapat takikardi dan demam.
Jika kondisi sudah parah, pasien bisa mengalami hipotensi atau takipneu. Pada
inflamatory colitides (ulcerative colitis, crohn colitis), biasanya pada pemeriksaan
fisik tidak terlalu menunjukkan gambaran yang khas, karena dosis tinggi steroid
sudah rutin digunakan, namun pada abdomen mungkin dpaat ditemukan distensi
dan suara bising usus biasanya menurun. Sign dari perforasi juga bisa tertutupi
oleh penggunaan steroid dosis tinggi, seperti pada inflammatory bowel disease.
Peritoneal sign dapat mengindikasikan sudah terjadi perforasi. Peritoneal
sign berupa :
8

1. Rebound tenderness (nyeri lepas)


2. Rigidity (kaku)
3. Peritoneal iritation
Bentuk dari megacolon biasanya memiliki asosiasi dengan ulcerative
collitis yang didefenisikan sebagai colon tranversum yang memiliki diameter 6 cm
atau lebih dengan hilangnya haustra.

2.7 Pemeriksaan radiologi

1. Foto polos abdomen

Pemeriksaan radiologi foto polos abdomen merupakan pemeriksaan yang


sangat penting pada pasien dengan kecurigaan megakolon toksik. Megakolon
toksik ini dapat didiagnosis bila diameter kolon transversum melebihi 6 cm dan
pada literatur disebutkan bila dilatasi kolon melebihi 5,5 cm. Pada kasus yang
berat, dilatasi kolon dapat mencapai 15 cm pada posisi supine. Kolon transversum
merupakan segmen kolon yang paling sering mengalami dilatasi pada foto polos,
disebabkan posisi pasien supine sehingga udara akan terkumpul di segmen yang
tertinggi. Gambaran haustra tampak menghilang atau menumpul, yang
mengindikasikan ulserasi pada transmural sehingga menyebabkan degenerasi
neuromuskular. Garis mukosa tampak ireguler dengan ulserasi pada mukosa
didekatnya, menghasilkan gambaran pulau- pulau mukosa. Dapat terlihat pula
gambaran pneumatosis kolon yaitu udara pada dinding usus yang terlihat karena
adanya nekrosis. Konsistensi kolon menyerupai wet blotting paper sehingga
pasien berisiko untuk terjadinya perforasi dan kematian. Perforasi kolon dapat
terjadi selama serangan akut kolitis ulseratif, dengan lokasi perforasi yang
tersering adalah pada kolon sigmoid. Perforasi dapat terjadi akibat
9

ulserasi yang dalam dan dapat terlihat pada foto polos posisi LLD, namun
pemeriksaan CT scan merupakan pemeriksaan pilihan untuk memperlihatkan
gambaran tersebut (9).
Foto abdomen seharusnya dilakukan setiap hari pada pasien yang terdapat
kemungkinan ataupun sudah tegak terdiagnosis megakolon toksik, untuk menilai
respon terhadap terapi medis. Harus diamati pula adanya distensi usus halus,
karena pasien dengan udara usus halus yang berlebihan pada foto polos tampak
lebih memerlukan tindakan pembedahan.

2. Pemeriksaan barium enema

Megakolon toksik beresiko tinggi untuk terjadinya perforasi, sehingga merupakan


kontraindikasi pemeriksaan barium enema.

3. CT scan

Gambaran megakolon toksik pada CT scan akan terlihat kolon yang distensi
lebih dari 6 cm dan terisi udara. Tampak pola haustra yang abnormal dan dijumpai
pseudopolip nodular serta penipisan dinding kolon segmental. Gambaran lain
yang dapat ditemui namun juga dapat terlihat pada kolitis tanpa megakolon yaitu
diantaranya: penebalan dinding kolon difus, edema submukosa, pericolonic fat
stranding, asites, dan distensi gaster dan usus halus. 7 Pemeriksaan CT scan juga
merupakan pemeriksaan pilihan untuk mendeteksi gambaran perforasi, karena
volume sebesar 1 cc dapat terdeteksi pada pemeriksaan ini dengan scan yang
sesuai (10).

2.7 Kriteria Diagnosis


Kriteria diagnosis yang dibuat oleh Jalan et al dapat membantu untuk
menegakkan diagnosa pada pasien yang dicurigai memiliki toxic megacolon
Kriteria tersebut adalah :
10

1. Bukti radiografi bahwa terjadinya dilatasi colon. Temuan klasik adalah


ditemukannya dilatasi lebih dari 6 cm di colon transversum
2. Minimal 3 dari temuan berikut (demam, takikardi, leukositosis, atau
anemia)
3. Minimal 1 dari temuan berikut (dehidrasi, penurunan status mental,
gangguan elektrolit, atau hipotensi.

2.8 Diagnosis Banding


1. Acute Megacolon
2. Chronic Megacolon
3. Crohn Disease
4. Cytomegalovirus
5. Cytomegalovirus Colitis
6. Ulcerative Colitis

2.9 Penatalaksanaan
Pengobatan pada Toxic Megacolon memiliki 3 tujuan , yaitu
1. Mengurangi distensi kolon untuk mencegah perforasi
2. Memperbaiki keseimbangan cairan dan elekrolit
3. Mengatasi toxemia dan faktor pencetus
Pada resusitasi awal, pergantian cairan, pergantian elektrolit, dan transfusi
harus agresif. Antibiotik spektrum luas secara IV harus diberikan, seperti
ampicilin, gentamicin, dan metronidazol. Semua obat yang mempengaruhi
motilitas colon, seperti obat golongan narkotik, antidiare, dan antikolinergik harus
dihentikan.
Pasien dengan toxic megacolon harus dilakukan pemasanga nasogastric
tube (NGT) untuk membantu gastrointestinal decompresi. Pasien juga sebaiknya
diberikan kortikosteroid intravena. Hidrokortisone IV sebaiknya diberikan pada
pasien yang sedang diberikan kortikosteroid atau yang akhir akhir ini
menggunakan kortikosteroid.
11

Semua pencetus Toxic Megacolon yang mungkin sebaiknya dihentikan,


seperti penggunaan obat narkotik, antidiare dan antikolinergik.
Rolling technique (knee – elbow and prone) bisa dilakukan untuk
membantu dalam redistribusi gas di kolon dan dekompresi.
Beberapa laporan menyatakan bahwa Cyclosporine dapat diberikan untuk
mengobati Toxic Megacolon atau ulcerative collitis berat, dengan data respon rate
sebesar 80%. Walaupun penelitian lebih lanjut dibutuhkan, terapi cyclosporine
dapat digunakan untuk mengurangi resiko dilakukannya colectomy (reseksi
colon).
Namun, cyclosporine juga memiliki efek samping yang signifikan, seperti
imunosupresi dasn infeksi opportunistic, hipertensi, renal toxicity, dan komplikasi
saraf. Beberapa terapi yang masih dalam tahap experimen diperkirakan dapat
membantu pasien dengan Toxic Megacolon untuk mencegah dilakukan
pembedahan. Pada beberapa jurnal, dilaporkan bahwa penggunaan Infilimab dan
Anti TNF Alpha monoclonal antibodi sukses untuk mengobati Toxic Megacolon
pada pasien yang kondisnya gagal dengan pengobatan biasa dan yang menolak
dilakukan pembedahan.
Leukocytaphresis (LCAP) dilaporkan efektif utuk mengatasi Toxic
Megacolon. Pada penelitian terhadap 6 pasien dengan kondisi yang gagal
membaik dengan pengobatan antibiotik dan steroid dosis tinggi, mereka diberikan
pengobatan dengan LCAP. 4 pasien menunjukkan perbaikan pada pagi harinya
setelah diberikan LCAP. Pada 2 pasien lagi Toxic Megacolon perlahan – lahan
membaik 40 jam kemudian.
Konsultasi awal dengan ahli bedah sangat dianjurkan pada kasus Toxic
Megacolon. Indikasi untuk operasi mendesak adalah sudah terjadinya perforasi,
massive hemorragic , peningkatan toxicity, dan progresi dilatasi colon. Banyak
referensi merekomendasikan colectomy jika didapatkan dilatasi persistent atau
jika tidak ada perbaikan setelah diberikan terapi maximal dalam waktu 24 – 72
jam.

Beberapa dokter menganjurkan 7 hari terapi dengan obat obatan, dan jika
tidak ada perbaikan maka dianjurkan untuk dilakukan intervensi bedah , berupa
12

colectomy untuk mencegah terjadinya perforasi colon. Aspek kunci


penatalaksanaan megakolon toksik meliputi terapi medikamentosa agresif dan
keputusan tindakan pembedahan awal. Terapi medikamentosa meliputi pemberian
resusitasi cairan dan elektrolit, kortikosteroid, serta pemberian antibiotik bila
terdapat kecurigaan etiologi infeksi. Terapi kalium mungkin diperlukan untuk
mengkoreksi hipokalemia. Pemberian agen antimotilitas, opioid dan
antikholinergik seharusnya dihentikan dan selanjutnya dimulai pemberian
tromboprofilaksis. Diperlukan tindakan pembedahan kolektomi segera bila dalam
waktu 24 jam tidak terdapat perbaikan setelah terapi (13).

2.10 Prognosis

Prognosis megakolon toksik bervariasi dan sangat bergantung pada


kelainan yang mendasarinya. Secara umum megakolon toksik merupakan
penyakit yang potensial fatal dan beresiko tinggi untuk terjadinya perforasi,
sehingga dapat mengancam jiwa. Mortalitas akibat megakolon toksik terkait
kolitis pseudomembranosa antara tahun 1962 hingga 1992 diperkirakan mencapai
31-35%. Trudel dkk melaporkan angka mortalitas keseluruhan mencapai 64-67%
dan mortalitas pada pasien dengan terapi pembedahan mencapai 71-100% (8).
BAB 3
KESIMPULAN

1. Toxic megacolon adalah defenisi klinis untuk akut toxic colitis dengan dilatasi
dari kolon. Dilatasi dapat terjadi total atau segmental.
2. Penanda dari toxic megacolon (Toxic Colitis), sebuah kondisi yang memiliki
potensi mematikan, adalah non obstructive colonic dilatasi yang lebih besar
dari 6 cm dan gejala dari keracunan sistemik
3. Toxic megacolon pertama sekali ditemukan oleh Marshak dan Lester pada
tahun 1950.
4. Etiologi klasik dari toxic megacolon adalah Ulcerative Colitis, Crohn Disease,
Pseudomembranous Colitis.
5. Beberapa penyebab dari infeksi colitis yang dapat berkembang menjadi toxic
megacolon seperti : Salmonella species, shigella species, campylobacters
species, yersinia species, clostridium difficile, entamoeba histolytica,
cytomegalovirus, rotavirus, invasive aspergilosis
6. Toxic megacolon terjadi sekitar 5 % dari serangan berat ulcerative colitis.
Pada pseudomembranous colitis, toxic megacolon dilaporkan terjadi pada 0,4
– 3 % pasien. Jumlah ini diperkirakan akan meningkat seiring terjadinya
peningkatan prevalensi dari pseudomembranous colitis, yang diperkirakan
terjadi akibat peningkatan penggunaan antibotik spektrum luas
7. Mekanisme pasti dari Toxic Megacolon belum diketahui. Caprilli et al
menyatakan bahwa ada kemungkinan overproduksi soluble inflamatory
mediator sebagai mekanisme patogenik
8. Ada beberapa bukti menarik bahwa nitrat oxide mungkin terlibat dalam
patogenesis terjadinya Toxic Megacolon. Nitrat oxide adalah penghambat kuat
dari tonus otot polos dan dibentuk di macrofag dan sel otot polos dari colon
yang mengalami peradangan.
9. Pasien biasanya tampak sangat sakit, dengan gejala toksik seperti : Demam
tinggi, nyeri perut dan tenderness, Takikardi, Dehidrasi

13
14

10. Vital sign dari pasien dengan toxic megacolon, biasanya terdapat takikardi dan
demam. Jika kondisi sudah parah, pasien bisa mengalami hipotensi atau
takiopneau
11. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah : pemeriksaan darah
lengkap, radiografi, USG, CT scan, dan endoscopy
12. Kriteria diagnosis untuk Toxic Megacolon
a. Bukti radiografi bahwa terjadinya dilatasi colon. Temuan klasik adalah
ditemukannya dilatasi lebih dari 6 cm di colon transversum
b. Minimal 3 dari temuan berikut (demam, takikardi, leukositosis, atau
anemia)
c. Minimal 1 dari temuan berikut (dehidrasi, penurunan status mental,
gangguan elektrolit, atau hipotensi
13. Pengobatan pada Toxic Megacolon memiliki 3 tujuan , yaitu
a. Mengurangi distensi kolon untuk mencegah perforasi
b. Memperbaiki keseimbangan cairan dan elekrolit
c. Mengatasi toxemia dan faktor pencetus
DAFTAR PUSTAKA
1. Desai J, Elnaggar M, Hanfy AA, Doshi R. Toxic megacolon: Background,
pathophysiology, management challenges and solutions. Clin Exp
Gastroenterol. 2020;13:203–10.
2. Sayuti M, Nouva N. Kanker Kolorektal. AVERROUS J Kedokt dan
Kesehat Malikussaleh. 2019;5(2):76.
3. Mahfuz M. Inflammatory bowel disease: Foiling inflammatory bowel
disease. Sci Transl Med. 2013;5(209):1–29.
4. Anderson M, Grucela A. Toxic megacolon. Semin Colon Rectal Surg
[Internet]. 2019;30(3):100691. Available from:
https://doi.org/10.1016/j.scrs.2019.100691
5. Ausch CA, Madoff RD, Gnant M, Rosen HR, Garcia-Aguilar J, Hölbling
N, et al. Aetiology and surgical management of toxic megacolon. Color
Dis. 2006;8(3):195–201.
6. Ong SCL, Mohaidin N. Imaging features of toxic megacolon. BMJ Case
Rep. 2018;2018:2–3.
7. Binder SC, Patterson JF, Glotzer DJ. Toxic megacolon in Ulcerative
Colitis. Gastroenterology [Internet]. 1974;66(5):909–15. Available from:
http://dx.doi.org/10.1016/S0016-5085(74)80165-4
8. Ciccocioppo R, Corazza GR. In-hospital mortality for toxic megacolon.
Intern Emerg Med [Internet]. 2018;13(6):837–8. Available from:
https://doi.org/10.1007/s11739-018-1919-6
9. Doshi R, Desai J, Shah Y, Decter D, Doshi S. Incidence, features, in-
hospital outcomes and predictors of in-hospital mortality associated with
toxic megacolon hospitalizations in the United States. Intern Emerg Med
[Internet]. 2018;13(6):881–7. Available from:
https://doi.org/10.1007/s11739-018-1889-8
10. Gan SI, Beck PL, Ph D. CLINICAL REVIEWS A New Look at Toxic
megacolon : An Update and Review of Incidence , Etiology , Pathogenesis ,
and Management. 2003;98(11):13–20.
11. Imbriaco M, Balthazar EJ. Toxic megacolon : Role of CT in evaluation and
detection of complications. 2001;25:349–54.
12. Koizumi Y, Kachi A, Tsuboi K, Muto J, Watanabe H. Clostridioides dif fi
cile -related toxic megacolon after Cryptococcus neoformans cellulitis : A
complex of two rare infections in an immunocompromised host. J Infect
Chemother [Internet]. 2019;25(5):379–84. Available from:
https://doi.org/10.1016/j.jiac.2018.12.003
13. Mourelle M, Casellas F, Guarner F, Salas A, Riveros-moreno V, Moncada
S, et al. Induction of Nitric Oxide Synthase in Colonic Smooth Muscle
From Patients With Toxic megacolon. 1995;1497–502.

15
16

Anda mungkin juga menyukai