Oleh :
2006112016
Preseptor :
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
ACEH UTARA
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan
rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan referat saya yang berjudul “Toxic
Megacolon” ini dengan baik. Selanjutnya shalawat dan salam penulis panjatkan
kepangkuan Nabi Muhammad SAW yang telah membimbing umat manusia dari
alam kegelapan ke alam yang penuh dengan ilmu pengetahuan.
Penulis menyusun laporan referat ini untuk memahami lebih dalam
tentang aspek toxic megacolon dan sebagai salah satu syarat dalam menempuh
ujian Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran OBGYN Universitas Malikussaleh
RSU Cut Meutia. Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan banyak
terima kasih kepada dr. Suhaemi, Sp.PD, FINASIM selaku preseptor yang
bersedia meluangkan waktunya dan telah memberikan masukan, petunjuk serta
bantuan dalam menyusun referat ini.
Akhir kata, saya berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan
semua pihak yang telah membantu. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa referat
ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penyusun mengharapkan kritik dan
saran sebagai masukan untuk perbaikan demi kesempurnaan referat ini. Semoga
karya ini bisa bermanfaat untuk para pembaca.
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Megakolon toksik didefinisikan sebagai dilatasi kolon total atau segmental
non obstruktif dengan diameter lebih atau sama dengan 6 cm dan yang
berhubungan dengan toksisitas sistemik. Megakolon toksik merupakan bentuk
fulminan dari kolitis dengan adanya inflamasi transmural, ulserasi yang dalam dan
luas, serta terdapat degenerasi neuromuskular. Kelainan ini merupakan komplikasi
yang penting dari kolitis dan diagnosis bandingnya meliputi penyebab
inflamatorik dan infeksiosa. Megakolon toksik atau kolitis fulminan secara klasik
biasanya terjadi akibat kolitis ulseratif. Namun saat ini megakolon toksik paling
sering dikaitkan dengan kolitis akibat Clostridium difficile (pseudomembranous).
Crohn’s disease, infeksi (Salmonella enteritidis, Campylobacter sp, amoebic
kolitis, Shigella sp, Cytomegalovirus) dan kolitis iskemik merupakan penyebab
yang diketahui. Kelainan ini juga dapat disebabkan oleh kanker kolon yang
obstruktif serta dapat dicetuskan oleh penggunaan enema, penggunaan obat
antidiare yang berlebihan atau setelah pemeriksaan dengan barium enema (1).
Megakolon toksik adalah jenis megakolon akut yang disebabkan oleh
infeksi bakteri Clostridium difficile atau radang usus, seperti penyakit
Crohn atau kolitis ulseratif. Megakolon toksik akan menyebabkan usus besar
mengalami pelebaran dengan cepat, bahkan dapat menyebabkan pecahnya usus
besar. Megakolon toksik mencerminkan akhir spektrum kolitis parah yang yang
tidak dikenali atau tidak diterapi. Pada kasus kolitis ulseratif, sekitar 25% dari
seluruh pasien datang ke rumah sakit dengan serangan yang berat dan sekitar 5%
dari kasus ini akan mengalami dilatasi toksik. Resiko terbesar megakolon toksik
kemungkinan terjadi pada awal penyakit.
Toxic megacolon adalah defenisi klinis untuk akut toxic colitis dengan
dilatasi dari kolon. Dilatasi dapat terjadi total atau segmental. Terminologi yang
lebih sering untuk toxic megacolon adalah simply toxic colitis, karena pada pasien
dapat terjadi toxicity tanpa megacolon. Penanda dari toxic megacolon (Toxic
Colitis), sebuah kondisi yang memiliki potensi mematikan, adalah non obstructive
1
2
colonic dilatasi yang lebih besar dari 6 cm dan gejala dari keracunan sistemik.
Toxic megacolon pertama sekali ditemukan oleh Marshak dan Lester pada
tahun 1950. Toxic megacolon pertama sekali disangka hanya sebagai komplikasi
dari ulserative collitis. Namun, ternyata, Toxic megacolon dapat berupa
komplikasi dari berbagai colitides, termasuk inflamatory, iskemik, infeksi, radiasi,
dan pseudomembranous.
Insiden Toxic megacolon meningkat seiring dengan meningkatnya
prevalensi pseudomembranous colitis. Colonic dilatasi dapat juga muncul di
berbagai kondisi lain, seperti Hirschsprung disease, idiotpathic megacolon /
chronic constipation, dan intestinal pseudo obstruction (Ogilvie syndrome).
Namum, pasien – pasien dengan kondisi tadi tidak didapatkan tanda tanda dari
keracunan sistemik, dan oleh karena itu tidak termauk ke dalam kategori toxic
megacolon. Pasien megakolon toksik berisiko untuk terjadinya perforasi dan dapat
mengancam jiwa. Diagnosis yang lebih awal, penanganan medis yang lebih
intensif dan pembedahan dini dapat mengurangi insidensi megakolon toksik
akibat komplikasi kolitis ulseratif (2).
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
2.2 Etiologi
Etiologi klasik dari toxic megacolon (toxic colitis), termasuk beberapa
peradangan seperti :
A. Ulcerative Collitis
B. Crohn Disease
C. Pseudomembranous colitis
Beberapa penyebab dari infeksi colitis yang dapat berkembang menjadi toxic
megacolon seperti : Salmonella species, shigella species, campylobacters species,
yersinia species, clostridium difficile, entamoeba histolytica, cytomegalovirus,
rotavirus, invasive aspergilosis.
Toxic megacolon juga dapat disebabkan oleh penyebab lain, seperti:
A. Radiasi colitis
B. Iskemik colitis
C. Nonspesific colitis secondasry yang disebabkan oleh kemoterapi
D. Sebagai komplikasi dari collagenous colitis
E. Bahcet syndrome
Walaupun patofisiologi pasti dari toxic megacolon belum ditemukan,
beberapa faktor dapat memberikan kontribusi untuk terjadinya toxic megacolon.
Signs dan symptoms dari acute colitis dapat muncul 1 minggu sebelum dilatasi
colon terjadi. Faktor pencetus dan predisposisi sering dapat diidentifikasi.
4
Walaupun resiko dari Toxic megacolon meningkat dengan keparahan dari colitis,
tappering off atau penghentian mendadak dari obat – obatan seperti steroid,
sulfasalazine, dan 5 – aminosalycylic acid dapat mempercepat terjadinya toxemia
dan dilatasi.
Medikasi yang mempengaruhi motilitas usus juga berpengaruh terhadap
toxic megacolon. Obat – obatan ini seperti antikolinergik, antidepresesan,
loperamide, dan opioid. Prosedur seperti barium enema atau kolonoskopi juga
dapat menyebabkan distensi, ketidakseimbangan suplai darah, atau eksaserbasi
mikroperferoasi dan menyebabkan toxemia.
Pada kasus colitis tanpa komplikasi, respon inflamasi terbatas pada
mukosa. Ciri mikroskopis toxic megacolon adalah peradangan yang meluas
melampaui mukosa yang mencapai otot polos dan serosa.
2.3 Patogenesis
Patogenesis megakolon toksik masih belum jelas, namun mediator
kimiawi seperti nitric oxide kemungkinan mempunyai peran yang sangat penting.
Inflamasi mukosa akut berkembang transmural dan berhubungan dengan
hilangnya persarafan motorik lapisan otot polos yang menyebabkan dilatasi kolon.
Nitric oxide menghambat tonus otot polos. Jumlah dan aktivitas nitric oxide
synthase yang dapat menginduksi ini akan meningkat secara signifikan pada kasus
megakolon toksik. Terjadinya megakolon toksik ini secara potensial ditingkatkan
oleh berbagai faktor dengan efek yang merugikan pada kolon, diantaranya yaitu
hipokalemia, hipomagnesemia, serta pemberian obat-obatan anti kholinergik dan
anti diare. Hal ini relevan pada pseudomembranous kolitis sebagaimana pada
kolitis ulseratif. Pemeriksaan histopatologi memperlihatkan gambaran inflamasi
akut pada seluruh lapisan kolon, dengan nekrosis otot dan penggantian dengan
jaringan granulasi yang diinfiltrasi oleh leukosit dan sel plasma. Proses ini akan
mengarah pada terjadinya perforasi pada sekitar 20% pasien (4).
Mekanisme pasti dari Toxic Megacolon belum diketahui. Caprilli et all
menyatakan bahwa ada kemungkinan overproduksi soluble inflamatory mediator
sebagai mekanisme patogenik. Mereka meyakini bahwa mediator – mediator ini
5
2.4 Epidemiologi
Gejala klinis megakolon toksik meliputi gejala kolitis parah yang akut,
seperti diare yang biasanya berdarah, disertai anoreksia, demam dan takikardi),
yang mendahului onset dilatasi akut seminggu atau lebih sebelumnya. Gejala akan
tampak tersamarkan pada pasien yang menerima terapi kortikosteroid. Distensi
abdomen dapat tidak prominen, walaupun klinisi dapat mendeteksi adanya
asimetris pada abdomen akibat dilatasi kolon transversum (7).
Pasien dengan toxic megacolon memiliki signs dan symptoms dari acute
colitis yang sulit disembuhkan. Gejala klinis yang sering adalah diare, nyeri
abdomen, perdarahan rectum, tenesmus, muntah, dan demam. Pasien bisa saja
7
telah didiagnosis sebagai Inflamatory Bowel Disease atau penyebab lain dari
colitis, walaupun pada beberapa pasien , Toxic Megacolon dapat menjadi
presentasi awal dari penyakit radang usus.
Anamnesis yang mendalam dapat memberikan informasi mengenai
perjalanan terbaru, penggunaan antibiotik, kemoterapi, atau immunosupresi.
Pasien biasanya tampak sangat sakit, dengan gejala toksik sebagai berikut :
1. Demam tinggi
2. Nyeri perut dan tenderness
3. Takikardi
4. Dehidrasi
2.6 Diagnosis
ulserasi yang dalam dan dapat terlihat pada foto polos posisi LLD, namun
pemeriksaan CT scan merupakan pemeriksaan pilihan untuk memperlihatkan
gambaran tersebut (9).
Foto abdomen seharusnya dilakukan setiap hari pada pasien yang terdapat
kemungkinan ataupun sudah tegak terdiagnosis megakolon toksik, untuk menilai
respon terhadap terapi medis. Harus diamati pula adanya distensi usus halus,
karena pasien dengan udara usus halus yang berlebihan pada foto polos tampak
lebih memerlukan tindakan pembedahan.
3. CT scan
Gambaran megakolon toksik pada CT scan akan terlihat kolon yang distensi
lebih dari 6 cm dan terisi udara. Tampak pola haustra yang abnormal dan dijumpai
pseudopolip nodular serta penipisan dinding kolon segmental. Gambaran lain
yang dapat ditemui namun juga dapat terlihat pada kolitis tanpa megakolon yaitu
diantaranya: penebalan dinding kolon difus, edema submukosa, pericolonic fat
stranding, asites, dan distensi gaster dan usus halus. 7 Pemeriksaan CT scan juga
merupakan pemeriksaan pilihan untuk mendeteksi gambaran perforasi, karena
volume sebesar 1 cc dapat terdeteksi pada pemeriksaan ini dengan scan yang
sesuai (10).
2.9 Penatalaksanaan
Pengobatan pada Toxic Megacolon memiliki 3 tujuan , yaitu
1. Mengurangi distensi kolon untuk mencegah perforasi
2. Memperbaiki keseimbangan cairan dan elekrolit
3. Mengatasi toxemia dan faktor pencetus
Pada resusitasi awal, pergantian cairan, pergantian elektrolit, dan transfusi
harus agresif. Antibiotik spektrum luas secara IV harus diberikan, seperti
ampicilin, gentamicin, dan metronidazol. Semua obat yang mempengaruhi
motilitas colon, seperti obat golongan narkotik, antidiare, dan antikolinergik harus
dihentikan.
Pasien dengan toxic megacolon harus dilakukan pemasanga nasogastric
tube (NGT) untuk membantu gastrointestinal decompresi. Pasien juga sebaiknya
diberikan kortikosteroid intravena. Hidrokortisone IV sebaiknya diberikan pada
pasien yang sedang diberikan kortikosteroid atau yang akhir akhir ini
menggunakan kortikosteroid.
11
Beberapa dokter menganjurkan 7 hari terapi dengan obat obatan, dan jika
tidak ada perbaikan maka dianjurkan untuk dilakukan intervensi bedah , berupa
12
2.10 Prognosis
1. Toxic megacolon adalah defenisi klinis untuk akut toxic colitis dengan dilatasi
dari kolon. Dilatasi dapat terjadi total atau segmental.
2. Penanda dari toxic megacolon (Toxic Colitis), sebuah kondisi yang memiliki
potensi mematikan, adalah non obstructive colonic dilatasi yang lebih besar
dari 6 cm dan gejala dari keracunan sistemik
3. Toxic megacolon pertama sekali ditemukan oleh Marshak dan Lester pada
tahun 1950.
4. Etiologi klasik dari toxic megacolon adalah Ulcerative Colitis, Crohn Disease,
Pseudomembranous Colitis.
5. Beberapa penyebab dari infeksi colitis yang dapat berkembang menjadi toxic
megacolon seperti : Salmonella species, shigella species, campylobacters
species, yersinia species, clostridium difficile, entamoeba histolytica,
cytomegalovirus, rotavirus, invasive aspergilosis
6. Toxic megacolon terjadi sekitar 5 % dari serangan berat ulcerative colitis.
Pada pseudomembranous colitis, toxic megacolon dilaporkan terjadi pada 0,4
– 3 % pasien. Jumlah ini diperkirakan akan meningkat seiring terjadinya
peningkatan prevalensi dari pseudomembranous colitis, yang diperkirakan
terjadi akibat peningkatan penggunaan antibotik spektrum luas
7. Mekanisme pasti dari Toxic Megacolon belum diketahui. Caprilli et al
menyatakan bahwa ada kemungkinan overproduksi soluble inflamatory
mediator sebagai mekanisme patogenik
8. Ada beberapa bukti menarik bahwa nitrat oxide mungkin terlibat dalam
patogenesis terjadinya Toxic Megacolon. Nitrat oxide adalah penghambat kuat
dari tonus otot polos dan dibentuk di macrofag dan sel otot polos dari colon
yang mengalami peradangan.
9. Pasien biasanya tampak sangat sakit, dengan gejala toksik seperti : Demam
tinggi, nyeri perut dan tenderness, Takikardi, Dehidrasi
13
14
10. Vital sign dari pasien dengan toxic megacolon, biasanya terdapat takikardi dan
demam. Jika kondisi sudah parah, pasien bisa mengalami hipotensi atau
takiopneau
11. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah : pemeriksaan darah
lengkap, radiografi, USG, CT scan, dan endoscopy
12. Kriteria diagnosis untuk Toxic Megacolon
a. Bukti radiografi bahwa terjadinya dilatasi colon. Temuan klasik adalah
ditemukannya dilatasi lebih dari 6 cm di colon transversum
b. Minimal 3 dari temuan berikut (demam, takikardi, leukositosis, atau
anemia)
c. Minimal 1 dari temuan berikut (dehidrasi, penurunan status mental,
gangguan elektrolit, atau hipotensi
13. Pengobatan pada Toxic Megacolon memiliki 3 tujuan , yaitu
a. Mengurangi distensi kolon untuk mencegah perforasi
b. Memperbaiki keseimbangan cairan dan elekrolit
c. Mengatasi toxemia dan faktor pencetus
DAFTAR PUSTAKA
1. Desai J, Elnaggar M, Hanfy AA, Doshi R. Toxic megacolon: Background,
pathophysiology, management challenges and solutions. Clin Exp
Gastroenterol. 2020;13:203–10.
2. Sayuti M, Nouva N. Kanker Kolorektal. AVERROUS J Kedokt dan
Kesehat Malikussaleh. 2019;5(2):76.
3. Mahfuz M. Inflammatory bowel disease: Foiling inflammatory bowel
disease. Sci Transl Med. 2013;5(209):1–29.
4. Anderson M, Grucela A. Toxic megacolon. Semin Colon Rectal Surg
[Internet]. 2019;30(3):100691. Available from:
https://doi.org/10.1016/j.scrs.2019.100691
5. Ausch CA, Madoff RD, Gnant M, Rosen HR, Garcia-Aguilar J, Hölbling
N, et al. Aetiology and surgical management of toxic megacolon. Color
Dis. 2006;8(3):195–201.
6. Ong SCL, Mohaidin N. Imaging features of toxic megacolon. BMJ Case
Rep. 2018;2018:2–3.
7. Binder SC, Patterson JF, Glotzer DJ. Toxic megacolon in Ulcerative
Colitis. Gastroenterology [Internet]. 1974;66(5):909–15. Available from:
http://dx.doi.org/10.1016/S0016-5085(74)80165-4
8. Ciccocioppo R, Corazza GR. In-hospital mortality for toxic megacolon.
Intern Emerg Med [Internet]. 2018;13(6):837–8. Available from:
https://doi.org/10.1007/s11739-018-1919-6
9. Doshi R, Desai J, Shah Y, Decter D, Doshi S. Incidence, features, in-
hospital outcomes and predictors of in-hospital mortality associated with
toxic megacolon hospitalizations in the United States. Intern Emerg Med
[Internet]. 2018;13(6):881–7. Available from:
https://doi.org/10.1007/s11739-018-1889-8
10. Gan SI, Beck PL, Ph D. CLINICAL REVIEWS A New Look at Toxic
megacolon : An Update and Review of Incidence , Etiology , Pathogenesis ,
and Management. 2003;98(11):13–20.
11. Imbriaco M, Balthazar EJ. Toxic megacolon : Role of CT in evaluation and
detection of complications. 2001;25:349–54.
12. Koizumi Y, Kachi A, Tsuboi K, Muto J, Watanabe H. Clostridioides dif fi
cile -related toxic megacolon after Cryptococcus neoformans cellulitis : A
complex of two rare infections in an immunocompromised host. J Infect
Chemother [Internet]. 2019;25(5):379–84. Available from:
https://doi.org/10.1016/j.jiac.2018.12.003
13. Mourelle M, Casellas F, Guarner F, Salas A, Riveros-moreno V, Moncada
S, et al. Induction of Nitric Oxide Synthase in Colonic Smooth Muscle
From Patients With Toxic megacolon. 1995;1497–502.
15
16