Anda di halaman 1dari 41

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
DAFTAR ISI.................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.................................................................................................. 1
B. Tujuan............................................................................................................... 2
C. Ruang Lingkup................................................................................................. 3
D. Batasan Operasional......................................................................................... 3
E. Landasan Hukum.............................................................................................. 3
BAB II STANDAR KETENAGAAN
A. Kualifikasi sumber daya manusia..................................................................... 4
B. Pengaturan jaga................................................................................................. 6
C. Distribusi ketenagaan........................................................................................ 6
BAB III STANDAR FASILITAS
A. Denah ruang..................................................................................................... 7
B. Standar fasilitas................................................................................................. 7
BAB IV TATA LAKSANA PELAYANAN
A. Kriteria Masuk dan Keluar................... 12
B. Persiapan Penerimaan Pasien............... 13
C. Asuhan Pasien Koma............................ 17
D. Asuhan Pasien Dengan Ventilator........ 26
BAB V LOGISTIK
BAB VI KESELAMATAN PASIEN
A. Definisi.................................................................................................... 34
B. Tujuan..................................................................................................... 34
C. Standar Pasien Safety.............................................................................. 34
BAB VII KESELAMATAN KERJA
A. Pengertian......................................................................................................... 35
B. Tujuan............................................................................................................... 35
C. Tatalaksana Keselamatan Kerja........................................................................ 35
BAB VIII PENGENDALIAN MUTU
BAB IX PENUTUP
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Instalasi Ruang Rawat Intensif (IRRI) adalah suatu bagian dari rumah sakit
yang perlu dikembangkan (instalasi dibawah bagian pelayanan medis), dengan staf
yang khusus dan perlengkapan yang khusus yang ditujukan untuk observasi,
perawatan dan terapi pasien-pasien yang menderita penyakit, cidera atau penyulit-
penyulit yang mengancam nyawa atau potensial mengancam nyawa dengan
prognosis dubia. IRRI menyediakan kemampuan dan sarana, prasarana serta
peralatan khusus untuk menunjang fungsi-fungsi vital dengan menggunakan
keterampilan staf medik, perawat dan staf lain yang berpengalaman dalam
pengelolaan keadaan-keaadaan tersebut.

Kematian pasien yang mengalami pembedahan terbanyak timbul pada saat


pasca bedah. Pada sekitar tahun 1860, Florence Nightingale mengusulkan anestesi
sampai ke masa pasca bedah. Dimulai sekitar tahun 1942, Mayo Clinic membuat
suatu ruangan khusus dimana pasien-pasien pasca bedah dikumpulkan dan diawasi
sampai sadar dan stabil fungsi vitalnya, serta bebas dari pengaruh sisa obat anestesi.
Keberhasilan unit pulih sadar merupakan awal dipandang perlunya untuk
melanjutkan pelayanan serupa tidak pada masa pulih sadar saja, namun juga pada
masa pasca bedah.

Evolusi IRRI bermula dari timbulnya wabah poliomelytis di Scandinavia pada


sekitar awal tahun 1950, dijumpai kematian yang disebabkan kelumpuhan otot-otot
pernafasan. Dokter spesialis antologi yang dipelopori oleh Bjorn Ibsen pada waktu
itu, melakukan intubasi dan memberikan bantuan nafas secara manual mirip yang
dilakukan selama anestesi. Dengan bantuan para mahasiswa kedokteran dan
sekelompok sukarelawan mereka mempertahankan pasien poliomelytis bulbar dan
bahkan menurunkan mortalitas menjadi sebanyak 40%, dibanding dengan cara
sebelumnya yakni penggunaan iron lung yang mortalitasnya sebesar 90%. Pada
tahun 1952 Engstrom membuat ventilasi mekanik bertekanan positif yang ternyata
sangat efektif memberi pernafasan jangka panjang. Sejak saat itulah IRRI dengan
perawatan pernapasan mulai terbentuk dan tersebar luas.

1
Pada saat ini, IRRI modern tidak terbatas menangani pasien pasca bedah atau
ventilasi mekanis saja, namun telah menjadi cabang ilmu sendiri yaitu intensive
care medicine.

Ruang lingkup pelayanan meliputi dukungan fungsi organ-organ vital seperti


pernapasan, kardiosirkulasi, susunan saraf pusat, ginjal dan lain-lainya, baik pada
pasien dewasa ataupun pasien anak.

Rumah sakit sebagai penyedia pelayanan kesehatan mempunyai fungsi


rujukan harus dapat memberikan pelayanan IRRI yang professional dan berkualitas.
Dengan mengedepankan keselamatan pasien. Pada Instalasi Ruang Rawat Intensif
(IRRI), perawatan untuk pasien dilaksanakan dengan melibatkan berbagai tenaga
profesional yang terdiri dari multidisiplin ilmu yang bekerja sama dalam tim.
Pengembangan tim mulitidisiplin yang kuat sangat penting dalam meningkatkan
keselamatan pasien. Selain dukungan itu sarana prasarana serta peralatan juga
diperlukan dalam rangka meningkatkan pelayanan IRRI. Oleh karena itu,
mengingat diperlukanya tenaga khusus, terbatasnya sarana dan prasarana, serta
mahalnya peralatan, maka demi efisiensi, keberadaan IRRI perlu dikonsentrasikan.

B. Tujuan Pedoman

a. Tujuan Umum

Meningkatkan Pelayanan yang bermutu dan mengutamakan keselamatan


pasien.
b. Tujuan Khusus
a) Memberikan acuan pelaksanaan pelayanan IRRI dirumah RSU Puri Asih.
b) Meningkatkan kualitas pelayanan dan keselamatan pasien IRRI RSU Puri
Asih.
c) Menjadi acuan pengembangan pelayanan IRRI RSU Puri Asih.

C. Ruang Lingkup Pelayanan

Pelayanan di Instalasi Rawat Intensif RSU Puri Asih meliputi penanganan


kasus IRRI.

2
D. Batasan Operasional

Pelayanan yang diberikan sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan


RS dan Standar Prosedur Operasional.
Pelayanan IRRI meliputi dukungan fungsi organ-organ vital seperti
pernapasan, kardiosirkulasi, susunan saraf pusat, ginjal dan lain-lainya, baik pada
pasien dewasa ataupun pasien anak.

E. Landasan Hukum

Dasar hukum yang digunakan dalam penyusunan pedoman ini adalah sebagai
berikut :
1. KMK No. 129//MENKES/SK/II/2008 Tentang Standar Pelayanan Minimal RS
2. PMK No. 1438/MENKES/PER/IX/2010 Tentang Standar Pelayanan Kedokteran
3. Kepmenkes RI No 004/Menkes/SK/I/2003 Tentang Kebijakan Dan Strategi
Desentralisasi Bidang Kesehatan.
4. Undang-Undang No.44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit.
5. Undang-Undang No.36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.

3
BAB II
STANDAR KETENAGAAN

A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia

Kualifikasi tenaga kesehatan yang bekerja di IRRI harus mempunyai


pengetahuan yang memadai, mempunyai ketrampilan yang sesuai dan mempunyai
komitmen terhadap waktu.

B. Tenaga Medis

Seorang dokter penanggung jawab IRRI adalah seorang dokter yang memenuhi
standar kompetensi berikut :
1. Terdidik dan bersertifikat sebagai seorang spesialis anastesiologi melalui
program pelatihan dan pendidikan yang diakui oleh perhimpunan profesi yang
terkait.
2. Menunjang kualitas pelayanan IRRI dan menggunakan sumber daya IRRI secara
efesien
3. Mendarmabaktikan lebih dari 50% waktu profesinya dalam pelayanan IRRI
4. Bersedia berpartisipasi dalam suatu unit yang memberikan pelayanan 24
jam/hari, 7 hari/minggu
5. Mampu melakukan prosedur critical care, antara lain :

a. Sampel darah arteri

b. Memasang dan mempertahankan jalan napas termasuk intubasi trakeal,


trakeostomi perkutan dan ventilasi mekanis

c. Mengambil kateter intravaskuler untk monitoring invasive maupun terapi


invasif
misalnya; peralatan monitoring, termasuk Central Venous Pressure (CVP)
d. Resusitasi jantung paru
e. Pipa torakostomi

4
6. Melaksanakan dua peran utama :

a. Pengelolaan pasien

Mampu berperan sebagai pemimpin tim dalam memberikan pelayanan di


IRRI, menggabungkan dan melakukan titrasi pelayanan pada pasien penyakit
kompleks atau cedera termasuk gagal organ multi-sistem. Dalam mengelola
pasien, dokter intensivis dapat mengelola sendiri atau berkolaborasi dengan
dokter lain. Seorang dokter intensivis mampu mengelola pasien sakit kritis
dalam kondisi seperti :
1) Hemodinamik tidak stabil
2) Gangguan atau gagal napas, dengan atau tanpa memerlukan tunjangan
ventilasi mekanis
3) Gangguan neurologis akut termasuk mengatasi hipertensi intracranial
4) Gangguan atau gagal ginjal akut
5) Gangguan endokrin dan/ atau metabolic akut yang mengancam nyawa
6) Gangguan nutrisi yang memerlukan tunjangan nutrisi

b. Manajemen Unit.
Dokter dokter penanggung jawab IRRI berpartisipasi aktif dalam
aktivitas-aktivitas manajemen unit yang diperlukan untuk memberi
pelayanan-pelayanan IRRI yang efisien, tepat waktu dan konsisten. Aktivitas-
aktivitas tersebut meliputi antara lain :
1) Triage, alokasi tempat tidur dan rencana pengeluaran pasien
2) Supervisi terhadap pelaksanaan kebijakan-kebijakan unit
3) Partisipasi pada kegiatan-kegiatan perbaikan kualitas yang berkelanjutan
termasuk supervisi koleksi data.
4) Berinteraksi seperlunya dengan bagian-bagian lain untuk menjamin
kelancaran pelayanan di IRRI
5) Mempertahankan pendidikan berkelanjutan tentang critical care medicine :
7. Selalu mengikuti perkembangan mutakhir dengan membaca literature kedokteran
8. Berpartisipasi dalam program-program pendidikan dokter berkelanjutan
9. Menguasai standar-standar untuk unit critical care. Ada dan bersedia untuk
berpartisipasi pada perbaikan kualitas interdisipliner.

5
C. Tenaga Keperawatan

IRRI harus memiliki jumlah perawat yang cukup dan sebagaian besar terlatih.
(diganti) menjadi : jumlah perawat di IRRI ditentukan berdasarkan jumlah tempat
tidur dan ketersediaan ventilasi mekanik. Perbandingan perawat : pasien 1:1,
sedangkan perbandingan perawat : pasien yang tidak menggunakan ventilasi
mekanik adalah 1:2.

D. Distribusi Ketenagaan
KUALIFIKASI
NAMA JML
FORMAL & FUNGSI
JABATAN SDM
INFORMAL
Ka. Instalasi Spesialis Managerial 1
IRRI anastesiologi
Pelatihan ACLS
dan ATLS
Ka. Ruangan D3 keperawatan Managerial 1
IRRI Pelatihan ICU
dasar, Pelatihan
BTCLS dan
Pelatihan
manajemen
bangsal
Penanggung D3 keperawatan Melakukan Administrasi 4
jawab shift ( masa kerja 2 – 3 keperawatan & bertanggung
tahun ) jawab terhadap kelancaran
Pelatihan BTCLS tugas dalam shift
Perawat D3 keperawatan Melakukan tindakan-tindakan 4
Pelaksana keperawatan sesuai SPO

E. Pengaturan Jaga / Dinas

6
Jam dinas:
1. Dinas Pagi : 07.00-14.00
2. Dinas Siang : 14.00-21.00
3. Dinas Malam : 21.00-07.00
4. Dokter spesialis Anestesiologi siap 24 jam menangani kasus kegawatan IRRI
5. Dokter umum jaga siap 24 jam menangani kasus kegawatan IRRI
6. Tenaga perawat siap 24 jam melayani kasus IRRI (terjadwal)

7
BAB III
STANDAR FASILITAS

A. Denah Ruang

R. TRANSIT

BED
1

BED
2

NURSE
R. ISOLASI K. DOKTER
STATION

B. Standar Fasilitas
1. Standar Fasilitas Peralatan IRRI

Jumlah Yg
No Jenis Kelengkapan Standar IRI Primer
Dimiliki
1 Ventilasi mekanik Sederhana 1
2 Alat hisap Ada 2
Alat ventilasi manual dan
3 Ada 2
alat penunjang jalan napas
4 Peralatan monitor
Non invasive
1) Tekanan darah Ada 3
2) EKG dan Laju
Ada 1
Jantung
3) Saturasi oksigen Ada 1
5 Suhu/Termometer Ada 2
Defibrilator dan alat pacu
6 Ada 1
jantung
7 Peralatan drain thoraks Ada -
8
Pompa infus dan pompa
8 Ada 3/3
syringe
9 Tempat tidur khusus Ada 1
10 Oksigen sentral Ada 3
11 Emergency trolly Ada 1
(Airway, laringoscop, ambu
12 Ada 1
bag, O2, adrenalin, dll )

2. Standar Alat Keperawatan Di Ruang IRRI Dengan Kapasitas 3 Pasien

RATIO RSU
NO NAMA BARANG
PASIEN : ALAT PURI ASIH
1. Tensi meter 2 / ruangan 2
2. Stetoskop 2 / ruangan Lebih dari 2
3. Timbangan berat 1 / ruangan 1
badan/tinggi
4. Tabung oksigen + flowmeter 2 / ruangan 1
5. Suction 2 / ruangan 2
7. Gunting verband 2 / ruangan 1
8. Korentang dan tempat 2 / ruangan 1
9. Bak instrument besar 2 / ruangan Tidak ada
10. Bak instrument sedang 2 / ruangan Tidak ada
11. Bak instrument kecil 2 / ruangan 1
12. Bengkok 2 / ruangan Lebih dari 2
13. Pispot 1:½ 1/pasien
14. Urinal 1:½ 1/pasien
15 Set angkat jahitan 1:½ Tidak ada
16 Set debridement 5/Ruangan Tidak ada
17 Termometer digital 1/Ruangan 1
18 Standar infuse 1:1 1:1
19 Masker O2 2 / Ruangan 1/pasien
20 Nasal kateter 2 / Ruangan 1/pasien
21 Reflek hamer 1 / Ruangan 1
22 Ambubag 1 / Ruangan 2

3. Standar Linen Bidang Keperawatan Di Ruang IRRI


NO NAMA BARANG RATIO RSU PURI ASIH
1 Baju Pasien 1:5 1:3
2 Sprei besar 1:5 1:3
3 Manset dewasa 1:¼ 1:3
4 Selimut wool 1:1 Tidak ada
5 Selimut biasa 1:5 1:3
9
6 Sarung bantal 1:6 1:3
7 Sarung Kasur 1:1 1:3
8 Handuk 1:3 1:3

4. Standar Alat Rumah Tangga Bidang Keperawatan Dengan Kapasitas 3


Pasien

NO NAMA BARANG RATIO RSU PURI ASIH


1. Kursi roda 2 – 3 / ruangan Tidak ada
2. Lemari obat Emergency 1 / ruangan 1
3. Emergency Lamp 1 / ruangan 1
4. Meja pasien 1:1 1:1
5. Tempat tidur 1:1 1:1
7. Tempat sampah besar tertutup 4 / ruangan 1:1
8. Waskom mandi 3 - 4 / ruangan 2
9. Dorongan O2 1 / ruangan 1
10. Lampu senter 1 – 2 / ruangan 1
11. Baki 5 / ruangan 1
12. Timbangan BB/TB 1 /ruangan 1

5. Standar Alat Pencatatan Dan Pelaporan Di Ruang IRRI Dengan


Kapasitas 7 Pasien
NO NAMA BARANG RATIO RSU PURI ASIH
1. Formulir pengkajian awal 1:1 1:1
3. Formulir perkembangan 1 : 10 1
4. Formulir observasi 1 : 10 1
5. Formulir resume 1:1 1:1
6. Formulir catatan pengobatan 1 : 10 1:1
7. Formulir Medik lengkap 1:1 1
8. Formulir Laboratorium 1:3 1
9. Formulir Rontgen 1:2 1
10. Formulir permintaan darah 1:1 1
12. Resep 10 buku / bulan 2
13. Formulir konsul 1:5 1
14. Formulir permintaan 1:1 Tidak ada
15. Formulir permintaan obat 1:1 1:1
16. Buku Ekspidisi 10 / ruangan 2
17. Buku Register pasien 4 / ruangan/ tahun 1
18. Buku Folio 4 / ruangan/ tahun 3
19. White Board 1 / ruangan 1
20. Perforator 1 / ruangan Tidak ada
21. Staples 1 / ruangan 2
22. Pensil 5 / ruangan 1
23. Spidol White Board 6 / ruangan 2

10
BAB IV

TATA LAKSANA PELAYANAN

A. Kriteria Masuk Dan Keluar IRRI

Sebelum pasien masuk ke IRRI, pasien dan/atau keluarganya harus


mendapatkan penjelasan secara lengkap mengenai dasar pertimbangan mengapa
pasien harus mendapat perawatan di IRRI, serta tindakan kedokteran yang mungkin
selama pasien dirawat di IRRI. Penjelasan tersebut diberikan oleh kepala IRRI atau
dokter yang bertugas. Atas penjelasan tersebut pasien dan /atau keluarganya dapat
menerima/menyatakan persetujuan untuk dirawat di IRRI. Persetujuan dinyatakan
dengan menandatangani formulir informed consent.

Pada keadaan sarana dan prasarana IRRI yang terbatas pada suatu Rumah
Sakit, diperlukan mekanisme untuk membuat prioritas apabila kebutuhan atau
permintaan akan pelayanan IRRI lebih tinggi dari kemampuan pelayanan yang
dapat diberikan. Kepala IRRI bertanggung jawab atas kesesuaian indikasi
perawatan pasien di IRRI. Bila kebutuhan pasien masuk IRRI melebihi tempat tidur
yang tersedia, kepala IRRI menetukan kondisi berdasarkan prioritas kondisi medik,
pasien mana yang akan dirawat di IRRI.

1. Kriteria Masuk

a) Pasien Dengan Prioritas

PRIORITAS 1

 Pasien sakit kritis, kondisi tidak stabil yang memerlukan terapi intensif dan
monitoring yang tidak bisa dilakukan di ruang rawat inap yang lain
 Pasien yang memerlukan bantuan ventilator, obat vasoactive kontinue,
terapi tidak terbatas.
 ARDS, Syok, hemodinamik tidak stabil

PRIORITAS 2
 Pasien yang memerlukan monitoring ketat dan berpotensi memerlukan
 Chronic comorbid disease eksaserbasi akut yang berat secara medis atau
bedah

11
PRIORITAS 3

 Pasien kritis kronik yang cenderung masuk tahap recovery, menjalani


terapi untuk kasus akutnya tetapi tidak memerlukan intubasi atau resusitasi
jantung paru
 Keganasan dengan metastase komplikasi dengan infeksi, tamponade
jantung atau obstruksi jalan nafas

PRIORITAS 4

 Pasien yang secara umum tidak perlu masuk ke IRI


 Tidak banyak keuntungannya di rawat di IRI.

Misal : bedah vaskuler perifer, hemodinamik stabil pada ketoasidosis


diabetikum, gagal jantung ringan
 Pasien stase terminal dan irreversible illness.

Misal : pada keganasan dengan metastase disertai multi organ failure.

b) Diagnosis Penyakit Yang Layak Untuk Rawat Di IRRI.

1) Cardiac System

 Akut Miokard Infark dengan komplikasi

 Syok kardiogenik

 Aritmia kompleks

 Akut congestive heart failure dengan kegagalan pernafasan

 Hipertensi urgensi

 Unstable angina, dysrhytmia, ketidakstabilan hemodinamik, nyeri dada


berkepanjangan

 Gagal jantung

 Penyempitan jantung dengan ketidakstabilan hemodinamik

 Pembedahan aneurisma aorta

 Complete heart block

12
2) Pulmonary System

 Kegagalan pernafasan akut yang memerlukan ventilator

 Emboli paru dengan ketidakstabilan hemodinamik

 Pasien intensif yang menunjukkan perburukan pernafasan

 Massive hemoptysis

 Kegagalan pernafasan yang memerlukan intubasi

 Gangguan neurologi

 Stroke akut dengan perubahan mental status

 Coma metabolic, toxic or antoxic

 Perdarahan intracranial dengan potensi adanya herniasi

 Acute subarachnoid hemorrhage

 Meningitis dengan perubahan mental status atau perburukan pernafasan

 Central nervous system atau neuromuscular disorder dengan perburukan


fungsi paru

 Status epilepticus

 Mati batang otak atau potensi terjadi mati batang otak yang akan
melakukan donasi organ

 Vasospasm

 Sakit kepala hebat

3) Drug Ingestion and drug overdose

 Perubahan hemodinamik karena intoksikasi obat

 Intoksikasi obat dengan perubahan mental status dan ketidakefektifan


potensi jalan nafas

 Kejang akibat dari intoksikasi obat

 Gangguan pencernaan

 Perdarahan gastrointestinal yang mengancam jiwa

13
 Fulminant hepatic failure

 Pankreatitis akut

 Perforasi eshopageal

4) Endocrine

 Ketoasidosis Diabetikum yang diperparah dengan ketidakstabilan


hemodinamik, perubahan status mental, ketidakefektifan pernafasan
atau asidosis akut

 Pembengkakan kelenjar tiroid dengan ketidakstabilan hemodinamik

 Koma hiperosmolar

 Hiponatremia atau hipernatremia disertai dengan kejang

 Hipokalemia atau hiperkalemia diikuti dengan disritmia atau kelemahan


otot

 Hipomagnesium atau hipermagnesium dengan perburukan


hemodinamik atau diikuti dengan disritmia

 Hipoposfat diikuti kelemahan otot

5) Surgical

 Pasien post operasi yang memerlukan monitoring hemidinamik atau


yang membutuhkan ventilator atau memerlukan perawatan intensif
6) Miscellaneous

 Syok sepsis dengan ketidakseimbangan hemodinamik

 Monitoring hemodinamik

 New/ experiment therapies with potensial complication


2. Kriteria Keluar
Prioritas pasien dipindahkan dari IRRI berdasarkan pertimbangan medis oleh
kepala IRRI dan tim yang merawat pasien.
1. Bila status fisik pasien sudah stabil dan tidak perlu monitoring ketat lebih
lama
2. Bila status fisik telah menurun jauh tetapi tidak ada rencana intervensi aktif.

14
3. Pasien terminal dengan permintaan keluarga.
4. Financial problem.

B. Persiapan Penerimaan Pasien

1. Monitoring Pasien

Monitoring dan evaluasi dilaksanakan secara berkesinambungan guna


mewujudkan pelayanan IRRI yang aman dan mengutamakan keselamatan pasien.
Monitoring dan evaluasi dimaksud harus ditindaklanjuti untuk menentukan
faktor-faktor yang potensial berpengaruh agar dapat diupayakan penyelesaian
yang efektif. Indikator pelayanan IRRI yang digunakan adalah system skor
prognosis dan keluaran dari IRRI. Sistem skor prognosis dibuat dalam 24 jam
pasien masuk ke IRRI. Contoh system skor prognosis yang dapat digunakan
adalah APACHE II, SOFA skor. Rerata nilai skoring prognosis dalam periode
tertentu dibandingkan dengan keluaran aktualnya. Pencapaian yang diharapkan
adalah angka mortalitas yang sama atau lebih rendah dari angka mortalitas
terhadap rerata nilai scoring prognosis.
2. Prosedur Medik (Terlampir Di SPO)
a. Pemasangan CVP
b. Intubasi dan perawatannya
c. Ekstubasi
d. Balance cairan
e. Penilaian kematian batang otak
f. Indikasi penggunaan dan penghentian ventilator mekanik
g. Penggunaan ventilator mekanik
3. Pengunaan Alat Medik (Terlampir Di SPO)
a. Syringe pump
b. Infusion pump
c. Suction
d. Defibrilator
4. Pencacatan Dan Pelaporan Kegiatan Pelayanan.
Catatan IRRI diverifikasi dan ditandatangani oleh dokter yang melakukan
pelayanan di IRRI dan bertanggung jawab atas semua yang dicatat tersebut.

15
Pencatatan menggunakan status khusus IRRI yang meliputi pencatatan
lengkap terhadap diagnosis yang menyebabkan dirawat di IRRI, data tanda vital,
pemantauan fungsi organ khusus (jantung, paru, ginjal dan sebagainya) secara
berkala, jenis dan jumlah asupan nutrisi dan cairan, catatan pemberian obat serta
jumlah cairan tubuh yang keluar dari pasien.
Pelaporan pelayanan IRRI terdiri dari jenis indikasi pasien masuk serta
jumlahnya, system skor prognosis, penggunaan alat bantu (ventilasi
mekanis, hemodialisis, dan sebagainya), lama rawat dan keluaran (hidup atau
meninggal) dari IRRI.

C. Asuhan Pasien Koma


Pasien dalam keadaan penurunan kesadaran sedang atau berat bias
dikatagorikan sebagai stupor atau koma. Keadaan ini merupakan kesadaran
emeregency atau gawat darurat kalua menjadi akut. Banyak pariasi baik itu
keadaan metabolic atau suatu proses intracranial yang dapat mengakibatkan
pasien dalam keadaan stupor atau koma ini. Adapun menejemen pada pasien ini
haruslah berfokus untuk menstabilkan keadaan pasien, menegakan diagnosis, dan
menatalaksana pasien berdasarkan penyebab dari penyakit tersebut.
1. Hal yang perlu Dipikirkan
Dalam menangani pasien dalam keadaan stupor dan koma untuk pertama kali
ada beberapa pertanyaan dalam benak kita sebagai pertimbangan yaitu :
a) Bagaimana tanda vital dari pasien tersebut ?
b) Apakah jalan napas baik ?
Pasien stupor dan koma beresiko tinggi untuk terjadinya aspirasi, yang
disebabkan karena hilangnya refleks batuk dan muntah, hipoksia, yang terjadi
karena hilangnya kemampuan bernafas. Pemasangan endotracheal tube (ETT)
dengan intubasi merupakan cara yang paling efektif untuk menjaga jalan nafas
baik dan oksigenasi yang adekuat.
Bila pasien dalam keadaan koma yang dalam atau adanya tanda gangguan
respirasi lebih baik kita memanggil dokter Anestesi untuk melakukan intubasi.
Pada pasien stupor dengan pernafasan yang normal dapat kita berikan 100 %
oksigen dengan face mask sampai hipoksemia tidak kita temukan.

16
 Apakah ada riwayat trauma, pemakaian obat-obatan, atau terpapar oleh
toksin?
Lakukan deskripsi pasien dengan cepat mengenai riwayat penyakit sekarang
dan dahulu baik medis maupun neurologis.
 Adakah orang yang dapat di tanyakan tentang keadaan pasien sebelumnya?
Kerabat, teman, personil ambulance, atau orang lain yang terakhir kali kontak
dan mengetahui keadaan pasien sebaiknya kita suruh tunggu untuk
menanyakan keadaan pasien sebelum kejadian.
Setelah keadaan umum pasien kita dapatkan langkah selanjutnya adalah
memberikan terapi emergensi dan melakukan pemeriksaan penunjang yang
diperlukan, antara lain :
1. Konsultasi ke anestesiologis bila diperlukan intubasi atau lakukan intubasi
bila telah mendapat pelatihan dari Advance Trauma Life Support (ATLS) 
ataupun Advance Cardiac Life Support (ACLS).
2. Pasang jalur intrravena (iv line)
3. Lakukan pemeriksaan kadar gula sewaktu dengan glucose stick. Hal ini
harus dilakukan secepatnya, karena hipoglikemia merupakan kasus yang
dapat ditangani secara cepat sebagai penyebab stupor atau koma yang
dapat disertai keadaan lain seperti sepsis, henti jantung, atau trauma)
4. Lakukan pemeriksaan darah antara lain :
 Kimia darah ( glukosa darah sewaktu, elektrolit, BUN/ureum, kreatinin)
 Hitung darah lengkap
 Analisa gas darah
 Kalsium dan magnesium
 Protrombin time (PT)/ partial thromboplastin time (PTT)
5. Bila etiologi dari koma tidak jelas lakukan pemeriksaan skrining
toksikologi, tes fungsi tiroid, fungsi hepar, kortisol serum, dan kadar
ammonia.
6. Lakukan pemasangan folley catheter
7. Lakukan pemeriksaan urinalisa, elektrokardiogram (EKG) dan rontgen
thoraks.
8. Berikan terapi emergensi. Hal ini dapat diberikan ’dilapangan’ atau bila
etiologi dari penyebab koma tidak jelas. Diantaranya :

17
 Thiamin 100 mg iv ( dimana pemberian tiamin dapat mengembalikan
pasien dari koma yang disebakan karena defisiensi thiamin akut
(Wernicke ensefalopati). Harus diberikan sebelum pemberian dekstrose
karena hiperglikemi dapat menyebabkan konsumsi thiamin yang
berlebihan dan memperburuk keadaan pasien.
 50 % dekstrose 50 ml (1 ampul) iv
 Naloxone (Narcan) 0.4 – 0.8 mg iv, pada keadaan koma yang
disebabkan intoksikasi opiat. Dosis dapat diberikan sampai 10 mg.
 Flumazenil (Romazicon) 0.2 – 1.0 mg iv, diberikan pada pasien yang
koma dicurigai karena intoksikasi benzodiazepin. Dosis dapat diberikan
hingga 3 mg dan jangan diberikan bila telah terjadi kejang pada pasien,
karena flumazenil ini dapat menimbulkan kejang.
2. Etiologi Koma
Secara umum stupor dan koma dapat disebabkan menjadi tiga kategori besar :
a) Kelainan struktur intrakranial (33 %)
Kebanyakan kasus ditegakkan melalui pemeriksaan imajing otak
(computed tomography [CT] or magnetic resonance imaging [MRI] atau
melalui lumbal punksi [LP].
b) Kelainan metabolik atau keracunan (66%)
Dikonfirmasi melalui pemeriksaan darah, tapi tidak selalu positif.
c) Kelainan psikiatris (1%)
Stupor atau koma disebabkan oleh penyakit mempengaruhi kedua hemisfer
otak atau batang otak. Lesi unilateral dari satu hemisfer tidak menyebabkan stupor
atau koma kecuali massa tersebut besar hingga menekan hemisfer kontralateral
atau batang otak. Koma yang disebabkan kelainan fokal di batang otak terjadi
karena terganggunya reticular activating system. Kelainan metabolik dapat
menyebabkan gangguan kesadaran karena efek yang luas terhadap formasio
retikularis dan korteks serebral.
Tiga penyebab koma yang  dapat cepat menyebabkan kematian dan dapat
ditangani antara lain :
1. Herniasi dan penekanan batang otak : space ocupying lession yang
menyebabkan koma merupakan keadaan emergensi bedah saraf.

18
2. Peningkatan tekanan intrakranial (TIK) : peningkatan TIK dapat
menyebabkan gangguan perfusi otak dan global hypoxic-ischemic injury.
3. Meningitis atau encephalitis : kematian akibat meningitis bakterialis atau
herpes encephalitis dapat dicegah dengan terapi secepatnya.
Penyebab koma seringkali dapat ditentukan melalui anamnesis perjalanan
penyakit melalui keluarga, teman, personel ambulan, atau orang lain yang terakhir
kontak dengan pasien dengan menanyakan :
1. Kejadian terakhir
2. Riwayat medis pasien
3. Riwayat psikiatrik
4. Obat-obatan
5. Penyalah gunaan obat-obatan atau alkohol
Dengan atau tanpa anamnesis, petunjuk penyebab koma dapat juga
ditegakkan melalui pemeriksaan fisik :
1. Tanda vital : hipertensi yang berat dapat disebabkan oleh lesi intrakranial
dengan peningkatan TIK atau ensefalopati karena hipertensi.
2. Kulit : tanda eksternal dari trauma, neddle track, rash, cherry redness
( keracunan CO), atau kuning
3. Nafas : alkohol, aseton, atau fetor hepaticus dapat menjadi petunjuk
4. Kepala : tanda fraktur, hematoma, dan laserasi
5. THT : otorea atau rhinorea CSF, hemotimpanum terjadi karena robeknya
duramater pada fraktur tengkorak, tanda gigitan pada lidah menandakan
serangan kejang.
6. Leher (jangan manipulasi bila ada kecurigaan fraktur dari cervival spine) :
kekakuan disebabkan oleh meningitis atau perdarahan subarakhnoid.
7. Pemeriksaan neurologis : untuk menentukan dalamnya koma dan lokalisasi
dari penyebab koma.
3. Pemeriksaan Neurologis
a) Status generalis : terbukannya kelopak mata dan rahang yang lemas
menandakan dalamya koma. Deviasi dari kepala dan gaze menandakan suatu
lesi hemisfer ipsilateral yang luas. Myoklonus ( menandakan suatu proses
metabolik), twitching otot yang ritmik (indikasi dari kejang), tetani.

19
b) Tingkat kesadaran : dapat ditentukan melalui skala koma Glasgow untuk
memudahkan kita untuk mencatat perkembangan pasien. Untuk lebih
mudahnya gangguan kesadaran pada pasien dapat dideskripsikan berdasarkan
letargi, stupor, dan koma.
c) Pernafasan : pola pernafasan yang abnormal dapat membantu kita menentukan
lokalisasi dari koma. Diantaranya :
 Cheyne-Stokes : lesi bihemisfer atau ensefalopati merabolik
 Central neurogenic hiperventilation : CNS limfoma atau kerusakan batang
otak karena herniasi tentorial
 Apneustic breathing : kerusakan pons
 Cluster breathing : kerusakan pons dan cerebelar
 Ataxic breathing : kerusakan pusat pernafasarn medular (lesi di fosa
posterior)
d) Lapang pandang : dapat diperiksa dengan melakukan refleks ancam terhadap
mata sehingga berkedip. Kehilangan refleks ancam pada salah satu sisi mata
menandakan terjadinya suatu hemianopia.
e) Funduskopi : edema papil terjadi pada peningkatan TIK setelah lebih dari 12
jam dan jarang terjadi secara akut. Tidak adanya suatu edema papil
menyingkirkan adanya peningkatan TIK. Pulsasi spontan dari vena sulit
diidentifikasikan, tetapi bila kita temukan menandakan TIK yang normal.
Perdarahan subhialoid yang berbentuk seperti globul bercak darah pada
permukaan retina biasanya berhubungan dengan terjadinya suatu perdarahan
subarakhnoid.
f) Pupil : pastikan bentuk, ukuran, dan reaksi pupil terhadap rangsang cahaya.
 Simetris dan reaktif terhadap rangsang cahaya menandakan midbrain
dalam keadaan intak. Pupil yang reaktif tanpa disertai respon dari kornea
dan okulosefalik menandakan suatu keadaan koma yang disebabkan
kelainan metabolik.
 Midposition (2-5 mm) terfiksir atau pupil ireguler menandakan suatu lesi
fokal di midbrain.
 Pupil pinpoint yang reaktif menandakan kerusakan pada tingkat pons.
Intoksikasi dari opiat dan kholinergik (pilokarpin) juga dapat menyebabkan
pupil seperti ini.

20
 Pupil anisokor dan terfiksir terjadi pada kompresi terhadap CN III pada
herniasi unkus. Ptosis dan exodeviasi juga terlihat pada kejadian tersebut.
 Pupil terfiksir dan dilatasi menandakan suatu herniasi sentral, iskemia
hipoksia global, keracunan barbiturat, scopolamine, atau gluthethimide.
g) Pergerakan bola mata (gaze):
Perhatikan posisi saat istirahat :
 Deviasi gaze menjauhi sisi yang hemiparesis menandakan suatu lesi
hemisper kontralateral dari sisi yang hemiparesis
 Deviasi gaze ke arah sisi yang hemiparesis menunjukkan:
1. lesi di pons kontralateral hemiparesis
2. lesi di thalamus kontralateral dari hemiparesis
3. aktivitas kejang pada hemisfer kontralateral dari hemiparesis
 Deviasi mata kearah bawah menandakan suatu lesi di tectum dari midbrain,
disertai dengan gangguan reaktifitas pupil dan nistagmus refrakter dikenal
sebagai sindroma parinoud
h) Slow roving eye movement yang dapat konjugasi atau diskonjugae tidak
menunjukkan lokalisasi lesi yang berarti, berhubungan dengan disfungsi
hemisfer bilateral dan aktifnya refleks okulosefalik
i) Occular bobbing, yaitu terdapat reaksi cepat dari pergerakan bola mata ke arah
bawah yang kembali ke posisi semula dengan lambat menunjukkan kerusakan
bilateral dari pusat gaze horisontal pada pons.
j) Saccadic eye movement tidak terlihat pada pasien koma dan menunjukkan
suatu psikogenik unresponsive.
k) Fase tonik tanpa disertai respons fase cepat dari nistagmus menandakan koma
disebabkan disfungsi bihemisfer
l) Paresis konjugae dari gaze menandakan lesi unilateral hemisfer atau pons
m)Kelemahan mata asimetris menandakan lesi pada batang otak
n) Refleks okulovestibular negatif menandakan koma yang dalam yang
mendepresi fungsi batang otak.
o) Perintah verbal : normal
p) Rangsang nyeri : dengan menggosokkan kepalan tangan pemeriksa pada
sternum dan penekanan pada nailbed dengan menggunakan handel dari
hammer.

21
1. Refleks okulosefalik (doll’s eye), respons yang intak terjadi pergerakan
bola mata berlawanan dari arah pemutaran kepala. Bila tidak terjadi refleks
ini menunjukkan disfungsi dari bilateral hemisfer serebri dan gangguan
integritas dari struktur batang otak, yang sering terlihat pada koma
metabolik.
2. Refleks okulovestibular (kalori dingin), respons yang normal terdiri dari
deviasi tonik ke arah rangsangan air dingin yang dimasukkan ke lubang
telinga dan terjadi nistagmus cepat ke arah kontralateral.
a) Refleks kornea : menandakan intaknya batang otak setinggi CN
5( aferen) dan CN 7 (eferen)
b) Refleks muntah : dapat dilakukan dengan memanipulasi endotrakheal
tube.
c) Respons motorik :merupakan indikator terbaik dalam menentukan dalam
dan beratnya keadaan koma. Yang diperhatikan yaitu :
 Pergerakan spontan : lihat adanya suatu asimetri
 Tonus otot : peningkatan tonus otot bilateral pada ekstremitas bawah
merupakan tanda penting terjadinya suatu herniasi serebri.
 Induksi pergerakan melalui :
1) Respon sensoris : respons asimetris dari stimulasi menandakan
suatu lateralisasi defisit sensoris.
2) Refleks :
b Refleks tendon dalam : bila asimetris menunjukkan lateralisasi
defisit motoris yang disebabkan lesi struktural
b Refleks plantar : respon bilateral Babinski’s menunjukkan coma
akibat struktural atau metabolik.
4. Pemeriksaan Penunjang
Karena pentingnya penentuan diagnosis yang cepat pada etiologi pasien
dengan koma karena dapat mengancam nyawa, maka pemeriksaan penunjang
harus segera dilakukan dalam membantu penegakkan diagnosis, yaitu antara lain :
a. CT atau MRI scan Kepala : pemberian kontras diberikan apabila kita
curigai terdapat tumor atau abses. Dan mintakan print out dari bone
window pada kejadian trauma kepala

22
b. Punksi Lumbal : dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan
meningitis, encephalitis, atau perdarahan subarachnoid bila diagnosis
tidak dapat ditegakkan melalui CT atau MRI kepala.
c. EEG : bisa saja diperlukan pada kasus serangan epileptik tanpa status
kejang, keadaan post ictal, koma metabolik bila diagnosis tidak
ditegakkan melalui pemeriksaan CT dan LP.
Keadaa pseudokoma harus kita curigai bila semua pemeriksaan diagnostik
telah kita lakukan dan masih tidak dapat menegakkan diagnosis penyebab dari
koma tersebut. Diantaranya yaitu :
1. Koma psikogenik
2. Locked in syndrome : kerusakan pons bilateral
3. Mutism akinetik : kerusakan pada frontal dan thalamus
5. Manajemen Pasien dengan Koma
a. Penanganan emergensi dekompresi pada lesi desak ruang (space occupying
lesions / SOL ) dapat menyelamatkan nyawa pasien.
b. Bila terjadi suatu peningkatan TIK, berikut adalah penanganan pertamanya:
1) Elevasi kepala
2) Intubasi dan hiperventilasi
3) Sedasi jika terjadi agitasi yang berat  ( midazolam 1 – 2 mg iv )
4) Diuresis osmotik dengan manitol 20% 1 g/kg BB iv
5) Dexametason 10 mg iv tiap 6 jam pada kasus edema serebri oleh tumor
atau abses setelah terapi ini monitor ICP harus dipasang.
c. Kasus encephalitis yang dicurigai oleh infeksi virus herpes dapat diberikan
acyclovir 10 mg/kg iv tiap 8 jam
d. Kasus meningitis lakukan terapi secara empiris. Lindungi pasien dengan
ceftriaxon 2×1 g iv dan ampicillin 4×1 g iv sambil menunggu hasil kultur
6. Terapi Umum
a. Proteksi jalan nafas : adekuat oksigenasi dan ventilasi
b. Hidrasi intravena : gunakan normal saline pada pasien dengan edema serebri
atau peningkatan TIK
c. Nutrisi : lakukan pemberian asupan nutrisi via enteral dengan nasoduodenal
tube, hindari penggunaan naso gastrik tube karena adanya ancaman aspirasi
dan refluks

23
d. Kulit : hindari dekubitus dengan miring kanan dan kiri tiap 1 hingga 2 jam, dan
gunakan matras yang dapat dikembangkan dengan angin dan pelindung tumit
e. Mata : hindari abrasi kornea dengan penggunaan lubrikan atau tutup mata
dengan plester
f. Perawatan bowel : hindari konstipasi dengan pelunak feses (docusate sodium
100 mg 3×1 ) dan pemberian ranitidin 50 mg iv tiap 8 jam untuk menghindari
stress ulcer akibat pemberian steroid dan intubasi
g. Perawatan bladder : indwelling cateter urin dan intermiten kateter tiap 6 jam
h. Mobilitas joint : latihan pasif ROM untuk menghindari kontraktur
i. Profilaksis deep vein trombosis (DVT) : pemberian 5000 iu sc tiap 12 jam,
penggunaan stoking kompresi pneumatik, atau kedua-duanya
7. Prognosis
Prognosis pasien tergantung dari penyebab utama penyakit dibanding dari
dalamnya suatu koma. Koma yang disebabkan karena metabolik dan intoksikasi
obat lebih baik prognosisnya dibanding koma yang disebabkan oleh kelainan
struktur intrakranial.

D. Asuhan Pasien Dengan Ventilasi Mekanik ( Ventilator )


1. Indikasi Klinik
a. Kegagalan Ventilasi
1) Neuromuscular Disease
2) Central Nervous System disease
3) Depresi system saraf pusat
4) Musculosceletal disease
5) Ketidakmampuan thoraks untuk ventilas
b. Kegagalan pertukaran gas
1) Gagal nafas akut
2) Gagal nafas kronik
3) Gagal jantung kiri
4) Penyakit paru-gangguan difusi
5) Penyakit paru-ventilasi / perfusi mismatch
2. Klasifikasi
Ventilasi mekanik diklasifikasikan berdasarkan cara alat tersebut mendukung

24
ventilasi, dua kategori umum adalah ventilator tekanan negatif dan tekanan
positif.
a. Ventilator Tekanan Negatif
Ventilator tekanan negatif mengeluarkan tekanan negatif pada dada
eksternal. Dengan mengurangi tekanan intratoraks selama inspirasi
memungkinkan udara mengalir ke dalam paru-paru sehingga memenuhi
volumenya. Ventilator jenis ini digunakan terutama pada gagal nafas
kronik yang berhubungn dengan kondisi neurovaskular seperti
poliomyelitis, distrofi muscular, sklerosisi lateral amiotrifik dan miastenia
gravis. Penggunaan tidak sesuai untuk pasien yang tidak stabil atau pasien
yang kondisinya membutuhkan perubahan ventilasi sering.
b. Ventilator Tekanan Positif
Ventilator tekanan positif menggembungkan paru-paru dengan
mengeluarkan tekanan positif pada jalan nafas dengan demikian mendorong
alveoli untuk mengembang selama inspirasi. Pada ventilator jenis ini
diperlukan intubasi endotrakeal atau trakeostomi. Ventilator ini secara luas
digunakan pada klien dengan penyakit paru primer. Terdapat tiga jenis
ventilator tekanan positif yaitu tekanan bersiklus, waktu bersiklus dan volume
bersiklus. Ventilator tekanan bersiklus adalah ventilator tekanan positif yang
mengakhiri inspirasi ketika tekanan preset telah tercapai. Dengan kata lain
siklus ventilator hidup mengantarkan aliran udara sampai tekanan tertentu
yang telah ditetapkan seluruhnya tercapai, dan kemudian siklus mati.
Ventilator tekanan bersiklus dimaksudkan hanya untuk jangka waktu pendek
di ruang pemulihan. Ventilator waktu bersiklus adalah ventilator mengakhiri
atau mengendalikan inspirasi setelah waktu ditentukan. Volume udara yang
diterima klien diatur oleh kepanjangan inspirasi dan frekuensi aliran udara
Ventilator ini digunakan pada neonates dan bayi. Ventilator volume bersiklus
yaitu ventilator yang mengalirkan volume udara pada setiap inspirasi yang
telah ditentukan. Jika volume preset telah dikirimkan pada klien , siklus
ventilator mati dan ekshalasi terjadi secara pasif. Ventilator volume bersiklus
sejauh ini adalah ventilator tekanan positif yang paling banyak digunakan.
Gambaran ventilasi mekanik yang ideal adalah :

25
1) Sederhana, mudah dan murah
2) Dapat memberikan volume tidak kurang 1500cc dengan frekuensi
nafas hingga 60X/menit dan dapat diatur ratio I/E.
3) Dapat digunakan dan cocok digunakan dengan berbagai alat
penunjang pernafasan yang lain.
4) Dapat dirangkai dengan PEEP.
5) Dapat memonitor tekanan, volume inhalasi, volume ekshalasi, volume
tidal, frekuensi nafas, dan konsentrasi oksigen inhalasi
6) Mempunyai fasilitas untuk humidifikasi serta penambahan obat
didalamnya.
7) Mempunyai fasilitas untuk SIMV, CPAP, Pressure Support
8) Mudah membersihkan dan mensterilkannya.
3. Asuhan Keperawatan
Pada pasien dengan ventilasi mekanik membutuhkan teknik dan keterampilan
interpersonal yang unik, antara lain :
a. Meningkatkan pertukaran gas
Tujuan menyeluruh ventilasi mekanik adalah untuk mengoptimalkan
pertukaran gas dengan mempertahankan ventilasi alveolar dan pengiriman
oksigen. Perubahan dalam pertukaran gas dapat dikarenakan penyakit yang
mendasari atau factor mekanis yang berhubungan dengan penyesuaian dari
mesin dengan pasien. Tim perawatan kesehatan, termasuk perawat , dokter,
dan ahli terapi pernafasan , secara kontinu mengkaji pasien terhadap
pertukaran gas yang adekuat , tanda dan gejala hipoksia, dan respon terhadap
tindakan . Pertukaran gas yang tidak adekuat dapat berhubungan dengan
faktor-faktor yang sangat beragam; tingkat kesadaran, atelektasis, kelebihan
cairan, nyeri insisi, atau penyakit primer seperti pneumonia. Pengisapan jalan
nafas bawah disertai fisioterapi dada ( perkusi,fibrasi ) adalah strategi lain
untuk membersihkan jalan nafas dari kelebihan sekresi karena cukup bukti
tentang kerusakan intima pohon Trakeobronkial. Intervensi keperawatan yang
penting pada klien yang mendapat ventilasi mekanik yaitu auskultasi paru dan
interpretasi gas darah arteri. Perawat sering menjadi orang pertama yang
mengetahui perubahan dalam temuan pengkajian fisik atau kecenderungan

26
signifikan dalam gas darah yang menandakan terjadinya masalah
( pneumotoraks, perubahan letak selang, emboli pulmonal ).
b. Penatalaksanaan jalan nafas
Ventilasi tekanan positif kontinu meningkatkan pembentukan sekresi
apapun kondisi pasien yang mendasari. Perawat harus mengidentifikasi
adanya sekresi dengan auskultasi paru sedikitnya 2-4 jam. Tindakan
membersihakan jalan nafas termasuk pengisapan, fisioterapi dada, perubahan
posisi yang sering, dan peningkatan mobilitas secepat mungkin. Humidifikasi
dengan cara ventilator dipertahankan untuk membantu pengenceran sekresi
sehingga sekresi lebih mudah dikeluarkan. Bronkodilator baik intravena
maupun inhalasi, diberikan sesuai dengan resep untuk mendilatasi bronkiolus.
c. Mencegah trauma dan infeksi
Penatalaksanaan jalan nafas harus mencakup pemeliharaan selang
endotrakea atau trakeostomi. Selang ventilator diposisikan sedemikian rupa
sehingga hanya sedikit kemungkinan tertarik atau penyimpangan selang
dalam trakea. Perawatan trakeostomi dilakukan sedikitnya setiap 8 jam jika
diindikasikan karena peningkatan resiko infeksi. Higiene oral sering
dilakukan karena rongga oral merupakan sumber utama kontaminasi paru-
paru pada pasien yang diintubasi pada pasien lemah. Adanya selang
nasogastrik dan penggunaan antasida pada pasien dengan ventilasi mekanik
juga telah mempredisposisikan pasien pada pneumonia nosokomial akibat
aspirasi. Pasien juga diposisikan dengan kepala dinaikkan lebih tinggi dari
perut sedapat mungkin untuk mengurangi potensial aspirasi isi lambung.
d. Peningkatan mobilitas optimal
Mobilitas pasien terbatas karena dihubungkan dengan ventilator.
Mobilitas dan aktivitas otot sangat bermanfaat karena menstimuli pernafasan
dan memperbaiki mental. Latihan rentang gerak pasif/aktif dilakukan tiap 8
jam untuk mencegah atrofi otot, kontraktur dan statis vena.
e. Meningkatkan komunikasi optimal
Metode komunikasi alternatif harus dikembangkan untuk pasien dengan
ventilasi mekanik. Bila keterbatasan pasien diketahui, perawat menggunakan
pendekatan komunikasi; membaca gerak bibir, menggunakan kertas dan
pensil,bahasa gerak tubuh, papan komunikasi, papan pengumuman. Ahli

27
terapi bahasa dapat membantu dalam menentuka metode yang paling sesuai
untuk pasien.
f. Meningkatkan kemampuan koping.
Dengan memberikan dorongan pada klien untuk mengungkapkan
perasaan mengenai ventilator, kondisi pasien dan lingkungan secara umum
sangat bermanfaat. Memberikan penjelasan prosedur setiap kali dilakukan
untuk mengurangi ansietas dan membiasakan klien dengan rutinitas rumah
sakit. Klien mungkin menjadi menarik diri atau depresi selama ventilasi
mekanik terutama jika berkepanjangan akibatnya perawat harus
menginformasikan tentang kemajuannya pada klien, bila memungkinkan
pengalihan perhatian seperti menonton TV, bermain musik atau berjalan-jalan
jika sesuai dan memungkinkan dilakukan. Teknik penurunan stress (pijatan
punggung, tindakan relaksasi) membantu melepaskan ketegangan dan
memampukan klien untuk menghadapi ansietas dan ketakutan akan kondisi
dan ketergantungan pada ventilator
4. Evaluasi
Hasil yang diharapkan dari asuhan keperawatan yang diberikan antara lain :
a. Menunjukkan pertukaran gas, kadar gas darah arteri, tekanan arteri
pulmonal dan tanda-tanda vital yang adekuat.
b. Menunjukkan ventilasi yang adekuat dengan akumulasi lendir yang
minimal.
c. Bebas dari cedera atau infeksi yang dibuktikan dengan suhu tubuh dan
jumlah sel darah putih.
d. Dapat aktif dalam keterbatasan kemampuan.
e. Berkomunikasi secara efektif melalui pesan tertulis, gerak tubuh atau alat
komunikasi lainnya.
f. Dapat mengatasi masalah secara efektif.
5. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan Diagnostik yang perlu dilakukan pada klien dengan ventilasi
mekanik yaitu :
a. Pemeriksaan fungsi paru
b. Analisa gas darah arteri
c. Kapasitas vital paru

28
d. Kapasitas vital kuat
e. Volume tidal
f. Ventilasi semenit
g. Tekanan inspirasi
h. Volume ekspirasi kuat
i. Aliran-volume
j. X ray dada
k. Status nutrisi / elektrolit.
6. Penyapihan dari ventilasi mekanik
Kriteria dari penyapihan ventilasi mekanik :
a. Tes penyapihan
1) Kapasitas vital 10-15 cc / kg
2) Volume tidal 4-5 cc / kg
3) Ventilasi menit 6-10 l
4) Frekuensi permenit < 20 permenit
b. Pengaturan ventilator
1) FiO2 < 50%
2) Tekanan ekspirasi akhir positif (PEEP) : 0
c. Gas darah arteri
1) PaCO2 normal
2) PaO2 60-70 mmHg
3) PH normal dengan semua keseimbangan elektrolit diperbaiki
d. Selang Endotrakeal
1) Posisi diatas karina pada foto Rontgen
2) Ukuran : diameter 8.5 mm
e. Nutrisi
1) Kalori perhari 2000-2500 kalori
2) Waktu : 1 jam sebelum makan
f. Jalan nafas
1) Sekresi: antibiotik bila terjadi perubahan warna, penghisapan (suctioning)
2) Bronkospasme : kontrol dengan Beta Adrenergik, Tiofilin atau Steroid
3) Posisi : duduk, semi fowler
g. Obat-obatan

29
1) Agen sedative : dihentikan lebih dari 24 jam
2) Agen paralise : dihentikan lebih dari 24 jam
h. Emosi
Persiapan psikologis terhadap penyapihan
i. Fisik
Stabil, istirahat terpenuhi

30
BAB V
LOGISTIK

A. Alat Tulis Kantor


Kebutuhan ATK dipenuhi oleh Bagian Rumah Tangga dan perlengkapan RSU
Puri Asih melalui buku permintaan oleh koordinator instalasi. Permintaan dilakukan
pada hari dan jam kerja (08.00 s/d 15.00).
B. Persedian Bahan Habis Pakai (BHP) dan Obat
Untuk bahan habis pakai yang selanjutnya di sebut BHP serta obat yang
digunakan berkordinasi dengan Instalasi Farmasi khususnya bagian Gudang Farmasi
RSU Puri Asih.
C. Pencatatan dan Pelaporan BHP dan Obat
Pencatatan pemakain BHP dilakukan setiap hari oleh petugas Instalasi
hemodialisa pada sistem yang telah tersedia. Sedangkan pelaporan pemakaian BHP
di serahkan ke Instalasi Farmasi dalam hal ini bagian gudang farmasi setiap bulan.
D. Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana terkordinasi dengan Instalasi Pemeliharaan Sarana
Rumah Sakit (IPSRS) untuk untuk pemeliharaan alat dan gedung. Sedang untuk
penyediaan linen berkordinasi dengan bagian Loundry.

31
BAB VI
KESELAMATAN PASIEN

A. Definisi
Keselamatan pasien (patient safety) rumah sakit adalah suatu system dimana
rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman.
B. Tujuan
1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit.
2. Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat.
3. Menurunnya kejadian tidak diharapakan (KTD) di RS.
4. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan
kejadian tidak diharapkan.
C. Standar Patient Safety
Standar keselamatan pasien (patient safety) untuk pelayanan IRRI adalah :
1. Ketepatan identitas.
a. Target 100%. Label identitas tidak tepat apabila : Tidak terpasang, salah
pasang, salah penulisan nama, salah penulisan gelar (Tn/Ny/An), salah jenis
kelamin, salah alamat.
b. Target 100%. Terpasang gelang identitas pasien rawat inap: Pasien yang
masuk ke rawat inap terpasang gelang identitas pasien.
2. Komunikasi SBAR.
a. Target 100%. Konsul ke dokter via telpon menggunakan metode SBAR
3. Medikasi.
a. Ketepatan pemberian obat.
Target 100%. Yang dimaksud tidak tepat apabila : salah obat, salah dosis, salah
jenis, salah rute pemberian, salah identitas pada etiket, salah pasien.
b. Ketepatan Transfusi.
Target 100%. Yang dimaksud tidak tepat apabila : salah identitas pada
permintaan, salah tulis jenis produk darah, salah pasien
4. Pasien jatuh :
Target 100%.Tidak ada kejadian pasien jatuh di IRRI.
5. Resiko Infeksi
Target 100%.Tidak ada kejadian resiko infeksi di IRRI.

32
BAB VII
KESELAMATAN KERJA

A. Pengertian.

Keselamatan kerja merupakan suatu sistem dimana rumah sakit membuat


kerja / aktifitas karyawan lebih aman. Sistem tersebut diharapkan dapat mencegah
terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan pribadi ataupun rumah sakit.

B. Tujuan.
1. Terciptanya budaya keselamatan kerja di RS.
2. Mencegah dan mengurangi kecelakaan.
3. Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan
proses kerjanya.
4. Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang bahaya
kecelakaannya menjadi bertambah tinggi.

C. Tata Laksana Keselamatan Karyawan.

Setiap petugas medis maupun non medis menjalankan prinsip pencegahan infeksi,
yaitu :
1. Menganggap bahwa pasien maupun dirinya sendiri dapat menularkan infeksi.
2. Menggunakan alat pelindung (sarung tangan, kacamata, sepatu boot/alas kaki
tertutup, celemek, masker dll) terutama bila terdapat kontak dengan spesimen
pasien yaitu: urin, darah, muntah, sekret, dll.
3. Melakukan perasat yang aman bagi petugas maupun pasien, sesuai prosedur yang
ada, misal: memasang kateter, menyuntik, menjahit luka, memasang infus, dll .
4. Mencuci tangan dengan sabun antiseptik sebelum dan sesudah menangani pasien.
5. Terdapat tempat sampah infeksius dan non infeksius.
6. Mengelola alat dengan mengindahkan prinsip sterilitas yaitu :
a. Dekontaminasi dengan larutan klorin
b. Pencucian dengan sabun
c. Pengeringan

33
7. Menggunakan baju kerja yang bersih.

8. Kewaspadaan standar karyawan/petugas IRRI dalam menghadapi penderita


dengan dugaan flu burung adalah :
a. Cuci tangan
Cuci tangan dilakukan dibawah air mengalir selama ± 5 menit.
b. Hal ini dilakukan sebelum dan sesudah memeriksa penderita.
c. Memakai masker N95 atau minimal masker badan
d. Menggunakan pelindung wajah/kaca mata goggle (bila diperlukan)
e. Menggunakan apron/gaun pelindung
f. Menggunakan sarung tangan
g. Menggunakan pelindung kaki (sepatu boot)
h. Hepatitis B/C (sesuai prinsip pencegahan infeksi)

34
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU

A. Standar Pelayanan Minimal.

1. Pemberi Pelayanan Intensif.


Judul Pemberi Pelayanan Intensif
Dimensi Mutu Keselamatan dan Efektifitas
Tujuan Kesiapan rumah sakit dalam menyediakan pelayanan
intensif
Definisi Operasional Pemberi pelayanan intensif adalah dokter spesialis,
dokter umum dan perawat yang mempunyai
kompetensi sesuai yang dipersyaratkan dalam
persyaratan kelas rumah sakit
Frekuensi Pengumpulan Tiga bulan sekali
Data
Periode Analisa Tiga bulan sekali
Numerator Jumlah tim yang tersedia
Denominator Tidak ada
Sumber data Unit Pelayanan Intensif
Standar Sesuai dengan ketentuan kelas rumah sakit
Penanggung jawab pengumpul
Kepala Instalasi IRRI
data

2. Ketersediaan Fasilitas Dan Peralatan Ruang IRRI

Judul Ketersediaan Fasilitas Dan Peralatan Ruang IRRI


Dimensi Mutu Keselamatan dan Efektifitas
Tujuan Kesiapan fasilitas dan peralatan rumahsakit untuk
memberikan pelayanan IRRI
Definisi Operasional Fasilitas dan peralatan pelayanan intensif adalah ruang,
mesin, dan peralatan yang harus tersedia untuk
pelayanan intensif baik sesuai dengan persyaratan kelas
rumah sakit
Frekuensi Pengumpulan
Tiga bulan sekali
Data
Periode Analisa Tiga bulan sekali
Numerator Jenis dan jumlah fasilitas dan peralatan pelayanan
Denominator Tidak ada
35
Sumber data Inventaris IRRI
Standar Sesuai dengan kelas rumah sakit
Penanggung jawab pengumpul
Kepala Instalasi IRRI
data

3. Ketersediaan Tempat Tidur Dengan Monitoring Dan Ventilator.


Judul Ketersediaan Tempat Tidur Dengan Monitoring Dan Ventilator
Dimensi Mutu Keselamatan dan Efektifitas
Tujuan Kesiapan fasilitas dan peralatan rumahsakit untuk
memberikan pelayanan bedah sentral
Definisi Tempat tidur ruang intensif adalah tempat tidur yang dapat
Operasional diubah posisi yang dilengkapi dengan monitoring dan ventilator
Frekuensi
Pengumpulan Data Tiga bulan sekali
Periode Analisa Tiga bulan sekali
Numerator Jumlah tempat tidur yang dilengkapi dengan peralatan
monitoring dan ventilator
Denominator Tidak ada
Sumber data Inventaris IRRI
Standar Sesuai dengan kelas rumah sakit
Penanggung jawab
Kepala Instalasi IRRI
pengumpul data

4. Kepatuhan Terhadap Hand Hygiene.


Judul Kepatuhan Terhadap Hand Hygiene
Dimensi Mutu Keselamatan
Tujuan Menjamin hygiene dalam melayani pasien di ruang intensif
Definisi Hand Hygiene adalah prosedur cuci tangan sesuai dengan
Operasional ketentuan 6 langkah cuci tangan
Frekuensi
Pengumpulan Data Tiga bulan sekali
Periode Analisa Tiga bulan sekali
Numerator Jumlah perawat yang diamati dan mematuhi prosedur hand hygiene
Denominator Jumlah seluruh perawat yang diamati
Sumber data 100 %
Standar Sesuai dengan kelas rumah sakit

36
Penanggung jawab
Kepala IRRI
pengumpul data

5. Kejadian Infeksi Nosokomial Di Ruang IRRI


Judul Kejadian Infeksi Nosokomial
Dimensi Mutu Keselamatan pasien
Tujuan Mengetahui hasil pengendalian infeksi nosokomial di ruang IRRI

Definisi Infeksi nosokomial adalah infeksi yang dialami oleh pasien yang
Operasional diperoleh selama dirawat di rumahsakit yang meliputi dekubitus,
phlebitis, sepsis, dan infeksi luka operasi
Frekuensi Tiap bulan
Pengumpulan Data
Periode Analisa Tiap tiga bulan
Numerator Jumlah pasien rawat inap yang terkena infeksi nosokomial dalam
satu bulan
Denominator Jumlah pasien rawat inap dalam satu bulan
Sumber data Survei, laporan infeksi nosokomial
Standar ≤9%
Penanggung jawab Kepala IRRI
pengumpul data

6. Rata-Rata Pasien Yang Kembali Ke Perawatan Intensif Dengan


Kasus Yang Sama < 72 Jam.
Rata-Rata Pasien Yang Kembali Ke Perawatan Intensif Dengan
Judul
Kasus Yang Sama < 72 Jam
Dimensi mutu Efektifitas
Tujuan Tergambarnya keberhasilan perawatan intensif
Definisi operasional Pasien kembali ke perawatan intensif dari ruang rawat inap dengan
kasus yang sama dalam waktu < 72 jam
Frekuensi 1 bulan
pengumpulan
data
Periode analisis 3 bulan

37
Numerator Jumlah pasien yang kembali ke perawatan intensif dengan kasus
yang sama < 72 jam dalam 1 bulan
Denominator Jumlah seluruh pasien yang dirawat di ruang intensif dalam 1 bulan
Sumber data Rekam medis
Standar ≤3 %
Penanggung 1. Komite Medis
jawab 2. Komite Mutu dan KPRS

38
BAB IX
PENUTUP

Pedoman pelayanan IRRI di RSU Puri Asih ini diharapkan dapat menjadi
panduan bagi seluruh petugas pemberi layanan yang menyelenggarakan pelayanan pada
pasien IRRI. Berdasarkan klasifikasi sumber daya,sarana, prasarana dan peralatan
pelayanan IRRI di RSU Puri Asih dapat dikategorikan sebagai IRRI primer.
Oleh karena itu, rumah sakit diharapkan akan terus mengembangkan pelayanan
sesuai dengan ketentuan pedoman standar IRRI sesuai dengan situasi dan kondisi yang
kondusif bagi setiap program pengembangan layanan IRRI di RSU Puri Asih.
Sedangkan untuk kelancaran setiap pelaksanaan pelayanan di IRRI perlu adanya
penjabaran dari pedoman pelayanan dengan penyusunan prosedur tetap di unit layanan
IRRI sehingga hambatan dalam menjalankan pelaksanaan pelayanan bisa diminimalis

39
40

Anda mungkin juga menyukai