Anda di halaman 1dari 8

TEORI MOTIVASI KEBUTUHAN MC CLELLAND

Dalam dunia psikologi ada sebuah teori kebutuhan yang memotivasi seseorang untuk
melakukan sesuatu. Teori tersebut dikembangkan oleh David McClelland sehingga sering
disebut sebagai teori motivasi McClelland. McClelland (dalam Satiadarma, 2000)
mengajukan teori motivasi yang didasari oleh pemenuhan kebutuhan (Seed achievement
theory) di mana salah satu komponennya adalah kepribadian individu.

McClelland (dalam Walgito, 2010) mengemukakan bahwa motif sosial merupakan motif
yang kompleks dan merupakan sumber dari banyak perilaku atau perbuatan manusia. Motif
sosial merupakan hal yang penting untuk mendapatkan gambaran tentang perilaku individu
dan kelompok David McClelland (dalam Robbins, 2001) dalam teorinya McClelland’s
Achievment Motivation Theory atau teori motivasi prestasi McClelland mengemukakan
bahwa individu mempunyai cadangan energi potensial, bagaimana energi ini dilepaskan dan
dikembangkan tergantung pada kekuatan atau dorongan motivasi individu dan situasi serta
peluang yang tersedia. Teori ini memfokuskan pada tiga kebutuhan yaitu kebutuhan akan
prestasi (achiefment), kebutuhan kekuasaan (power), dan kebutuhan afiliasi.

Masing-masing individu memiliki kebutuhan sendiri-sendiri sesuai dengan karakter serta pola
pikir. Dalam implementasinya, seseorang yang cenderung memiliki salah satu kebutuhan
yang tinggi pada ketiga kebutuhan di atas akan lebih cocok pada satu posisi tertentu dalam
sebuah pekerjaan. Sebagai contoh, seseorang yang memiliki need of power (nPow) tinggi
cenderung lebih cocok ditempatkan sebagai pemimpin sedangkan seseorang yang cenderung
memiliki need of affiliation yang tinggi lebih suka dengan suasana kerja tim yang memiliki
banyak interaksi antar individu. Seseorang yang mampu memahami kebutuhan motivasinya
akan dapat menentukan karier maupun pekerjaan yang cocok sesuai dengan karakternya.

McClelland (dalam Munandar, 2001) menemukan bahwa individu dengan dorongan prestasi
yang tinggi berbeda dari individu lain dalam keinginan kuat untuk melakukan hal-hal dengan
lebih baik. Individu dengan motivasi berprestasi yang tinggi mencari kesempatan-kesempatan
dimana individu tersebut memiliki tanggung jawab pribadi dalam menemukan jawaban-
jawaban terhadap masalah-masalah. Individu tersebut lebih menyukai pekerjaan-pekerjaan
dimana terdapat tanggung jawab pribadi, akan memperoleh balikan, dan tugas pekerjaan
memiliki risiko yang sedang (moderate). Individu yang memiliki kebutuhan berprestasi yang
tinggi bukan pemain judi (gambler), tidak suka berhasil secara kebetulan. Tujuan-tujuan yang
ditetapkan merupakan tujuan yang tidak terlalu sulit dicapai dan juga bukan tujuan yang
terlalu mudah dicapai. Tujuan yang harus dicapai merupakan tujuan dengan derajat kesulitan
menengah (moderate).

Lebih lanjut McClelland menyatakan karakteristik individu dengan motivasi berprestasi yang
tinggi menurut McClelland sebagai berikut:

 Keinginan menjadi yang terbaik;


 Menyukai pekerjaan dengan tanggung jawab pribadi;
 Membutuhkan umpan balik setelah melakukan suatu pekerjaan;
 Resiko pemilihan tugas moderat;
 Kreatif-inovatif dalam melakukan suatu tugas atau pekerjaan.

Menurut McClelland individu memilih cadangan energi potensial, pelepasan dan


pengembangan cadangan energi potensial bergantung pada kekuatan atau dorongan motivasi
individu, situasi, dan peluang yang tersedia. Teori McClelland fokus pada tiga kebutuhan
yaitu:

A. Kebutuhan Akan Prestasi (need for achievement)

Dalam Schultz dan Schultz (2008) dijelaskan bahwa teori kebutuhan akan prestasi milik
McClelland adalah perluasan dari teori need of achievement milik Murray yang
menggunakan ThematicApperception Test (TAT). Kebutuhan akan prestasi adalah dorongan
untuk mengatasi hambatan, mengungguli, dan berprestasi, dan bertindak lebih untuk
mencapai standar yang tinggi. Pada hierarki kebutuhan Maslow, kebutuhan akan prestasi
berada di antara kebutuhan akan penghargaan dan kebutuhan akan prestasi berada di antara
kebutuhan akan penghargaan dan kebutuhan akan aktualisasi diri.

Ada beberapa karakteristik dari individu yang memiliki motivasi kebutuhan akan prestasi
yang dijabarkan oleh McClelland (1987), yakni sebagai berikut :

1. Menyukai tugas yang memiliki taraf kesulitan sedang

Individu yang memiliki kebutuhan akan prestasi lebih menyukai tugas dengan taraf kesulitan
sedang karena beberapa alasan. Pertama, tugas degan taraf kesulitan yang rendah tidak dapat
membuat dirinya tampil lebih baik dibandingkan dengan individu lain karena semua individu
dianggap dapat mengerjakan tugas dengan taraf kesulitan rendah tersebut. Maka dari itu,
tugas dengan taraf kesulitan rendah tidak dapat memuaskan kebutuhan akan prestasi yang ada
pada dirinya. Namun, mereka juga tidak menyukai tugas dengan taraf kesulitan terlalu tinggi
karena hal tersebut dapat menghambat mereka dalam mencapai keberhasilan sehingga
kemungkinan gagal lebih besar.

2. Bertanggung jawab secara personal atas performa kerja

Individu yang memiliki kebutuhan akan prestasi yang tinggi cenderung memilih untuk
bertanggung jawab secara pribadi dalam pekerjaan mereka. Hal ini disebabkan oleh kepuasan
yang dapat individu peroleh setelah selesai melakukan sesuatu yang lebih baik. Individu yang
memiliki kebutuhan akan prestasi yang tinggi tersebut juga mempunyai kecenderungan untuk
menyelesaikan pekerjaan yang diberikan kepadanya hingga selesai dan selalu terpikirkan
tugas yang belum terselesaikan. Individu lebih berfokus pada prestasi pribadi mereka tanpa
memedulikan pengaruhnya bagi anggota kelompok mereka.

3. Menyukai umpan balik (feedback)

Individu dengan kebutuhan akan prestasi yang tinggi menyukai jika performa mereka
dibandingkan dengan orang lain. Individu dengan kebutuhan prestasi yang tinggi juga
menyukai umpan balik atas performa atau pekerjaan mereka untuk menilai hasil kerja keras
mereka.

4. Inovatif

Individu yang memiliki kebutuhan akan prestasi yang tinggi juga selalu berusaha untuk
inovatif, menemukan cara yang baru lebih baik dan efisien dalam menyelesaikan tugas.
Mereka menghindari segala sesuatu yang monoton dan berhubungan dengan rutinitas. ketika
orang yang memiliki kebutuhan yang tinggi akan prestasi meraih kesuksesan, mereka akan
terus meningkatkan level aspirasi mereka dengan cara yang realistis, jadi mereka dapat
bergerak menuju tugas yang lebih sulit dan menantang.

5. Ketahanan (persistence)

Individu yang memiliki kebutuhan yang tinggi akan prestasi memiliki ketahanan kerja yang
lebih tinggi dalam mengerjakan tugas. Ketika menghadapi kegagalan individu dengan
kebutuhan prestasi yang tinggi cenderung akan bertahan. Hal ini didorong dengan
kepercayaan bahwa mereka dapat menyelesaikan pekerjaannya dengan tepat dan baik serta
mampu mengerjakan pekerjaan yang serupa dengan hasil yang lebih baik di masa depan.
Namun, ketahanan ini tetap tergantung pada kemungkinan mereka untuk meraih sukses.
Dalam Tinherniyani (tanpa tahun) menyatakan ada 3 ciri umum orang yang memiliki
kebutuhan akan prestasi tinggi menurut McClelland, yaitu :

 Memiliki kecondongan untuk mengerjakan tugas-tugas dengan derajat kesulitan


moderat
 Menyukai pekerjaan yang hasil pekerjaannya muncul dari upaya-upaya mereka
sendiri dan bukan dari faktor lain seperti keberuntungan.
 Menginginkan umpan balik terkait keberhasilan dan kegagalan mereka dibandingkan
dengan individu yang memiliki kebutuhan akan prestasi yang rendah.

Menurut McClelland, Atikson, Clark, dan Coveil (dalam Schultz dan Schultz, 2008)
penelitian McClelland bersama asosiasinya meminta sekelompok mahasiswa laki-laki untuk
menuliskan cerita singkat dari gambar Thematic Apperception Test TAT. Hasil dari
penelitian ini menunjukkan bahwa cerita yang dibuat oleh mahasiswa yang memiliki
kebutuhan akan prestasi yang tinggi berisikan cerita tentang kondisi pencapaian-pencapaian
yang tinggi berisi banyak rujukan yang bisa digunakan untuk mencapai standar yang
memuaskan, keinginan untuk mendapatkan, dan bertindak dengan baik. Contoh dari
penjelasan di atas adalah pada gambar seorang laki-laki dengan buku terbuka di atas meja
yang berada di depannya. Partisipan penelitian yang memiliki kebutuhan akan prestasi tinggi
akan membuat cerita singkat terkait dengan bekerja keras, sesuatu yang luar biasa, dan
melakukan sesuatu yang hebat. Sedangkan cerita yang dibuat oleh mahasiswa dengan
kebutuhan akan prestasi yang rendah berhubungan dengan melamun, berpikir, dan mengingat
kejadian masa lalu. Analisis yang berikutnya mengonfirmasi valliditas dari TAT sebagai cara
untuk mengukur kebutuhan akan prestasi. Selanjutnya, menurut McClelland dan Piedmont
(dalam Schultz dan Schultz, 2008) mayoritas dari pemilik kebutuhan akan prestasi yang
tinggi adalah kalangan menengah hingga atas. Pemuda yang memiliki kebutuhan akan
prestasi yang tinggi kemungkinan lebih besar untuk hadir di kampus, mendapatkan nilai yang
lebih tinggi, dan tergabung dalam komunitas dan kegiatan kampus. Selain itu, pemuda yang
memiliki kebutuhan akan prestasi yang tinggi besar kemungkinan melakukan kecurangan
(menyontek) saat ujian di beberapa situasi, memiliki interaksi yang lebih baik dengan orang
lain, dan memiliki kesehatan fisik yang lebih baik.

Individu dengan kebutuhan akan prestasi yang tinggi tidak selalu tampil lebih baik. Individu
dengan kebutuhan akan prestasi yang tinggi hanya akan tampil dengan lebih baik ketika
mereka ditantang untuk unggul. McClelland, Koestner, dan Weinberg (dalam Schultz dan
Schultz, 2008) mengatakan bahwa berdasarkan penemuan tersebut McClelland membuat
prediksi bahwa Individu dengan kebutuhan akan prestasi yang tinggi akan mencari kehidupan
dan karier yang memungkinkan mereka untuk memuaskan kebutuhannya. Individu dengan
kebutuhan akan prestasi yang tinggi akan membuat standar pribadi dan bekerja keras untuk
mendapatkan hal tersebut.

Reuman, Alwin, dan Verrof (dalam Schultz dan Schultz, 2008) mengatakan bahwa individu
dengan kebutuhan akan prestasi yang tinggi cenderung lebih sering memiliki pekerjaan
berstatus tinggi. Hal ini dikarenakan Individu dengan kebutuhan akan prestasi yang tinggi
bekerja lebih keras dan memiliki ekspektasi untuk sukses. Individu dengan kebutuhan akan
prestasi yang tinggi lebih memilih pekerjaan yang memiliki tanggung jawab pribadi yang
kesuksesannya bergantung pada usahanya, bukan yang bergantung pada usaha orang lain atau
faktor di luar kendali mereka.

Dalam Schultz dan Schultz (2008) dijelaskan bahwa faktor budaya dapat mempengaruhi
kebutuhan akan prestasi seseorang. Penelitian perbandingan lintas budaya pada 372 siswa dan
mahasiswa (laki-laki dan perempuan) yang tinggal di Hongkong. Sebagian dari partisipan
penelitian ini berasal dari Inggris dan sebagian yang lain adalah asli China. Siswa yang
berasal dari Inggris fokus pada prestasi individu dalam situasi yang kompetitif. Siswa yang
merupakan orang China asli lebih berfokus pada kebutuhan akan afiliasi dibandingkan
dengan kebutuhan akan prestasi pribadi.

Kebutuhan akan prestasi juga dipengaruhi oleh pola pengasuhan orang tua. Sebuah penelitian
menunjukkan bahwa perilaku orang tua cenderung lebih menampakkan atau membuat
kebutuhan akan prestasi pada anak laki-laki. Penelitian lain membuktikan bahwa tekanan dari
orang tua yang diberikan pada dua tahun pertama kehidupan anak mengarah pada tingkat
yang lebih tinggi pada kebutuhan akan prestasi pada masa dewasa. McClelland dan Franz
(dalam Schultz dan Schultz, 2008) menyatakan bahwa McClelland membuat kesimpulan dari
penelitian tersebut. Kesimpulan tersebut adalah perilaku orang tua pada dua tahun pertama
kehidupan anak adalah masa yang penting untuk pembentukan tingkatan yang tinggi pada
kebutuhan akan prestasi pada masa dewasa.

Selain dipengaruhi oleh budaya dan pola asuh orang tua, tingkat kebutuhan akan prestasi
individu dipengaruhi pada masa kanak-kanak. Dalam Schultz dan Schultz (2008) menyatakan
bahwa ada kemungkinan bahwa hal itu dapat ditingkatkan atau ditekan, menguat atau justru
melemah, dengan harapan pengasuh di tempat penitipan anak atau guru di sekolah.
Faktor lainnya adalah gender. Penelitian terhadap anak-anak dan remaja menunjukkan bahwa
sebagian anak perempuan dan wanita muda yang beranjak dewasa mengalami konflik antara
kebutuhan untuk melakukan yang terbaik dan mendapatkan peringkat terbaik dengan
kebutuhan untuk tampil feminin, empati, dan peduli. Para partisipan penelitian takut untuk
mendapatkan peringkat yang terlalu tinggi akan membuat diri mereka menjadi tidak populer,
khususnya dengan laki-laki.

1. mengkhawatirkan perasaan orang lain yang terluka karena kemenangan

2. khawatir dianggap pamer apabila mengekspresikan kebanggaan atas prestasi

3. khawatir bereaksi negatif terhadap situasi yang tidak berhasil

4. memperhatikan penampilan fisik dan standar kecantikan

5. khawatir dianggap terlalu agresif di dalam kelas

Elliot, Church, dan Sheldon (dalam Schultz dan Schultz, 2008) menyatakan bahwa penelitian
menganjurkan bahwa untuk memuaskan kebutuhan akan prestasi dengan berjuang untuk
sukses daripada menghindari kegagalan adalah suatu yang sangat penting untuk
kesejahteraan seseorang. Puca dan Schmalt (dalam Schultz dan Schultz, 2008) menyatakan
bahwa sebuah penelitian pada 93 mahasiswa universitas Jerman ditemukan bahwa mahasiswa
yang termotivasi untuk sukses tampil jauh lebih baik dan pantang menyerah dalam tugas
terkait dibandingkan dengan mahasiswa dengan motivasi untuk menghindari kegagalan.

Zubriggen dan Sturman (dalam Schultz dan Schultz, 2008) menyatakan bahwa penelitian lain
menunjukkan bahwa mengingat peristiwa pada masa sebelumnya dikaitkan dengan
keragaman emosi positf termasuk terkejut, kebahagiaan, dan kegembiraan.

Parron dan Harackiwieez (dalam Schultz dan Schultz, 2008) menyatakan bahwa penelitian
menganjurkan dua tipe tujuan dalam motivasi berprestasi, yaitu mastery dan performance
atau dua cara dalam memuaskan kebutuhan akan prestasi. Mastery meliputi mengembangkan
kompetensi melalui perolehan pengetahuan dan kemampuan untuk memuaskan diri sendiri.
Tujuan performance melibatkan memperoleh kompetensi dengan tujuan untuk tampil lebih
baik dibandingkan dengan orang lain.

b. Kebutuhan akan Kekuasaan (need for power)


Kebutuhan ini didasari oleh keinginan seseorang untuk mengatur atau memimpin orang lain.
Orang-orang N-POW adalah mereka yang senang jika mempunyai kekuasaan atas segala
sesuatu, yang dikejarnya adalah kuasa atas segala sesuatu. McClelland menyatakan bahwa
kebutuhan akan kekuasaan sangat berhubungan dengan kebutuhan untuk mencapai suatu
posisi kepemimpinan.

Mereka yang memiliki kebutuhan kekuasaan (need for power/n-Pow) dapat menjadi orang
yang memiliki dua tipe, personal dan institusional. Mereka yang butuh kekuasaan personal
menginginkan orang lain secara langsung, dan kebutuhan ini sering diterima sebagai hal yang
tidak diingini. Seseorang yang membutuhkan kekuasaan lembaga mau mengorganisir usaha
orang lain untuk tujuan lebih lanjut dari organisasi. Manajer dengan kebutuhan kekuasaan
lembaga yang tinggi cenderung lebih efektif dibandingkan dengan mereka yang
membutuhkan kekuasaan personel tinggi.

Contoh dari kekuasaan pribadi adalah seorang pemimpin perusahaan yang mencari posisi
lebih tinggi agar bisa mengatur orang lain mengarahkan ke mana perusahaan akan bergerak.
Sedangkan kekuasaan sosial adalah kekuasaan yang misalnya dimiliki oleh pemimpin seperti
Nelson Mandela, yang memiliki kekuasaan dan menggunakan kekuasaannya tersebut untuk
kepentingan sosial, seperti misalnya perdamaian.

c. Kebutuhan akan afilasi (need for affiliation)

Kebutuhan akan afiliasi merefleksikan keinginan untuk berinteraksi secara sosial dengan
orang. Dalam arti lain, kebutuhan afiliasi adalah kebutuhan untuk mendapatkan hubungan
sosial yang baik dalam lingkungan kerja. Seorang dengan kebutuhan afiliasi yang tinggi
menempatkan kualitas dari hubungan pribadi sebagai hal yang paling penting. Oleh karena
itu, hubungan sosial lebih didahulukan daripada penyelesaian tugas. Seseorang dengan
kebutuhan kekuasaan yang tinggi, di lain pihak, memfokuskan diri dengan mempengaruhi
orang lain dan memenangkan argumentasi. Menurut, Mcclelland, kekuasaan memiliki dua
orientasi. Kekuasaan dapat menjadi negatif apabila seseorang hanya berfokus pada dominasi
dan kepatuhan. Kekuasaan dapat menjadi positif dikarenakan seseorang dapat mencerminkan
perilaku persuasif dan inspirasional.( Ivancevich, Konopaske&Matteson, 2007)

Tema utama dari teori Mcclelland yaitu bahwa kebutuhan dipelajari melalui penyesuaian
dengan lingkungan seseorang, maka perilaku yang sering muncul akan mendapatkan
penghargaan. Dengan kata lain, suatu kebutuhan afiliasi atau kekuasaan yang tinggi dapat
telusuri melalui penerimaan penghargaan atas perilaku sosial, dominan dan inspirasional.
Sebagai akibat proses pembelajaran, individu mengembangkan konsep yang unik dari
kebutuhan yang mempengaruhi perilaku dan kinerja.( Ivancevich, Konopaske&Matteson,
2007).

Kebutuhan ini merupakan salah satu teori yang mendapatkan perhatian paling sedikit dari
para peneliti. Individu dengan motif hubungan yang tinggi berjuang untuk persahabatan,
lebih menyukai situasi-situasi kooperatif daripada situasi yang kompetitif, dan menginginkan
hubungan mengikutsertakan pengertian hubungan timbal balik yang tinggi. (Robbins&Judge,
2008)

Mereka yang memiliki kebutuhan affiliasi (need for affiliation/n-Aff) tinggi membutuhkan
hubungan kemanusiaan dengan orang lain dan membutuhkan rasa diterima dari orang lain.
Mereka cenderung memperkuat norma-norma dalam kelompok kerja mereka. Orang dengan
n.Aff tinggi cenderung bekerja pada tempat yang memungkinkan interaksi personal. Mereka
bekerja dengan baik pada layanan customer dan situasi interaksi dengan pelanggan.

McClelland mengatakan bahwa kebanyakan orang memiliki kombinasi karakteristik tersebut,


akibatnya akan mempengaruhi perilaku karyawan dalam bekerja atau mengelola organisasi.

Anda mungkin juga menyukai