KEPEMIMPINAN DALAM
PERUSAHAAN
1. PENGANTAR
Kepemimpinan merupakan tema yang populer tidak saja dibicarakan
& diteliti oleh para sarjana ilmu-ilmu sosial, ilmu perilaku, tapi
dibicarakan pula oleh masyarakat pada umumnya. Telah banyak teori
kepemimpinan yang dikembangkan belum ada satu teori yang
dirasakan paling sempurna.
o Hasil penelitian Huttner, Levy, Rosen, dan Stopol (1959) dan studi
Munandar (1977) menunjang pandangan bahwa kelompok jabatan
manajer yang berbeda-beda memerlukan kelompok ciri-ciri
pribadi yang berbeda-beda.
b. Ciri-ciri Pemimpin pada Tingkat Organisasi yang Berbeda
o Ghiselli (1971) menemukan 9 ciri-ciri pribadi yang dinamakan bakat
manajerial (managerial talent) yang berperan penting dalam
keberhasilan seorang manajer :
1. Supervisory ability
2. The need for occupational achievement
3. The need for self-actualization
4. Intelligence
5. Self-assurance
6. Decisive-ness
7. The lack of the need for security
8. The lack of the working class affinity
9. Initiative
c. Ciri-ciri Manajer Puncak yang Berhasil
Bennis dan Nanus (1985) menemukan dalam penelitiannya terhadap 90 pemimpin
(semuanya adalah manajer puncak) yang berhasil 4 macam keterampilan dalam
menangani manusia, yakni :
1. Attention through vision. Pemimpin harus mempunyai vision.
2. Meaning through communication. Pemimpin harus dapat dikomunikasikan oleh
pemimpin kepada bawahannya.
3. Trust through positioning. Positioning adalah perangkat tindakan yang diperlukan
untuk mengimplementasikan vision dari pemimpin. Melalui penetapan
kedudukannya, kepemimpinan memantapkan kepercayaan.
4. The deployment of self through positive self-regard and through the Wallenda factor.
Faktor utama pemimpin yang berhasil ialah peluasan kreatif diri yang dilakukan
melalui menghargai diri secara positif.
Menurut bennis dan Nanus menghargai diri secara positif bukan
merupakan pemusatan pada diri yang egoistik, melainkan terdiri dari 3
komponen :
1. Pengetahuan tentang kekuatan-kekuatannya.
2. Kemampuan untuk merawat dan mengembangkan kekuatan
tersebut.
3. Kemampuan untuk secara tajam melihat perbedaan antara
kekuatan-kekuatan dan kelemahan-kelemahan dengan kebutuhan-
kebutuhan organisasi.
Corak masalah yang dihadapi manajer menentukan gaya manajemennya dalam mengatasi
masalah dan pengambilan keputusan
4.1 Kajian Ohio State University
Tahun 1956, sekelompok peneliti (Stogdill, Fleishman, dll) mulai dengan serangkaian
penelitian kepemimpinan untuk menemukenali dimensi-dimensi dari perilaku pemimpin.
Dalam berbagai penelitian, mereka selalu menemukan 2 dimensi utama dari perilaku
pemimpin yang kemudian dikenal sebagai Penenggangan (Consideration) dan Memprakarsai
Struktur (Initiating Structure).
o Garida Manajerial mereka terdiri dari 9 x 9 = 81 sel. Setiap sel mencerminkan perilaku
pemimpin berdasarkan kedua dimensi tersebut. Namun, mereka hanya membedakan lima gaya
manajemen.
1.1 : Penggunaan upaya yang minimum untuk dapat menyelesaikan pekerjaan yang dituntut telah
cukup untuk mempertahankan keanggotaan organisasi.
9.1 : Efisiensi dalam organisasi dihasilkan dari pengaturan kondisi kerja sedemikian rupa sehingga
unsur manusi hanya sedikit sekali berpengaruh.
9.9 : Pencapaian kerja yang berhasil diperoleh dari orang yang terikat; saling ketergantungan melalui
suatu kepentingan bersama dalam tujuan organisasi mengarah pada hubungan-hubungan dari
kepercayaan dan hormat
1.9 : Perhatian yang sungguh-sungguh terhadap kebutuhan orang unutk hubungan yang
memuaskan mengarah kepada satu suasana organisasi dan tempo kerja yang ramah dan
menyenangkan.
5.5 : Prestasi kerja organisasi yang serasi mungkin melalui penyeimbangan dari keperluan
untuk kerja dengan semangat kerja dari orang pada tingkat yang memuaskan.
4.3 Teori “Contingency”
o Model contingency dari kepemimpinan yang efektif dikembangkan oleh Fiedler (1967).
Menurut model ini, tinggi rendahnya prestasi kerja satu kelompok dipengaruhi oleh sistem
motivasi dai pemimpin dan sejauh mana pemimpin dapat mengendalikan dan
mempengaruhi suatu situasi tertentu.
o Situasi yang menguntungkan, yaitu sejauh mana pemimpin dapat mengendalikan dan
mempengaruhi situasi tertentu, ditentukan oleh 3 variabel situasi, yaitu :
1. Hubungan pemimpin-anggota (leader-member relations).
2. Struktur tugas (task structure).
3. Kekuasaan kedudukan (position power).
Dalam meneliti kembali kajian kepemimpinan yang lampau & menganalisis kajian baru, Fiedler
menemukan bahwa :
1. Pemimpin dengan skor LPC rendah (pemimpin yang berorientasi ke tugas) cenderung untuk
berhasil paling baik dalam situasi kelompok baik yang menguntungkan/sangat tidak
menguntungkan pemimpin.
2. Pemimpin dengan skor LPC tinggi (pemimpin yang berorientasi ke hubungan) cenderung untuk
berhasil dengan baik dalam situasi kelompok yang sedang derajat keuntungannya.
o Kedua kesimpulan di atas berlaku terutama untuk kelompok interaksi. Fiedler membedakan
antara kelompok-kelompok interaksi, koaksi, dan konteraksi.
a) Kelompok interaksi dituntut koordinasi yang ketat dari para anggota kelompok
dalam melaksanakan tugas-tugas utama mereka.
b) Kelompok koaksi juga bekerja sama pada satu tugas bersama. Namun, setiap anggota
kelompok berdiri sendiri dan prestasi kerjanya tergantung pada kecakapan,
keterampilan, dan motivasinya sendiri.
c) Kelompok konteraksi terdiri dari orang-orang yang bekerja sama untuk tujuan
perundingan dan perujukan dari tujuan dan pandangan saling bertentangan.
4.4 Teori Tiga Dimensi
Reddin (1970) mengembangkan teori tiga dimensinya dengan menambahkan dimensi ketiga
pada dimensi dari Orientasi-Tugas (OT) dan dimensi Orientasi-Hubungan (OH). Dimensi
ketiga merupakan dimensi efektivitas.
Supaya berhasil maka Reddin menyarankan agar para manajer dilatih dalam 3 keterampilan,
yaitu :
1. Situational sensitivity skill (keterampilan menanggap situasi).
2. Style flexibilty skill (keterampilan melenturkan gaya).
3. Situational management skill (keterampilan memanajemeni situasi)
4.5 Teori Kepemimpian Situasional
Teori kepimpinan situasional, yang dikembangkan oleh Hersey dan Blanchard (1982), yang
merupakan pengolahan dari model efektivitas pemimpin yang tiga dimensi, didasarkan atas
hubungan kurvalinear antara perilaku tugas dan perilaku hubungan dan kedewasaan.
Teori ini berusaha untuk memberikan pemahaman kepada pemimpin tentang kaitan antara gayat
kepemimpinan yang efektif dengan tingkat kedewasaan dari para pengikutnya.
Hersey dan Blancgard berasumsi bahwa tingkat kedewasaan dari para bawahan tidak tetap.
Bawahan yang tidak dewasa berubahan untuk menjadi lebih dewasa. Salah satu tanggung jawab
manajer ialah membantu bawahan untuk meningkatkan tingkat kedewasaanya.
4.6 Kepemimpinan dan Pengambilan Keputusan
Teori kepemimpinan merupakan salah satu teori yang termasuk teori contingency. Teori ini
dikembangkan oleh Vroom dan Yetton (1973) & disebut model normatif tentang
kepemimpinan karena mengarah ke pemberian suatu rekomendasi tentang gaya
kepemimpinan yang sebaiknya digunakan dalam situasi tertentu.
Dalam proses interaksi yang terjadi antara pimpinan dan bawahan, berlangsung proses saling
mempengaruhi di mana pemimpin berupaya mempengaruhi bawahannya agar berperilaku
sesuai dengan harapannya.
2. Management By Exception-Active
Manajer secara aktif dan ketat memantau pelaksanaan tugas pekerjaan bawahannya
agar mereka tidak membuat kesalahan atau tidak gagal dalam melaksanakan pekerjaan,
agar kesalahan & kegagalan tersebut dapat secepatnya diketahui untuk diperbaiki.
3. Management By Exception-Passive
Manajer baru bertindak setelah terjadi kegagalan bawahan untuk mencapai tujuan atau setelah
benar-benar timbul masalah serius. Transaksinya : “Silakan melaksanakan tugas pekerjaan Anda.
Jika timbul masalah atau jika Anda bertindak salah, usahakan mengatasi masalah atau memperbaiki
kesalahan Anda sendiri. Saya baru akan membantu Anda, jika saya lihat Anda tidak mampu
mengatasi masalahnya atau memperbaiki kesalahannya”.
4. Laissez-Faire
Manajer membiarkan bawahannya melakukan tugas pekerjaannya tanpa ada pengawasan dari
dirinya. Transaksinya : “Silakan Anda melakukan tugas pekerjaan Anda secara mandiri, Anda
mampu melakukannya dan harus bertanggung jawab sendiri atas hasil kerja Anda”.
Dari keempat ciri kepemimpinan transaksional di atas dapat disimpulkan adanya derajat kepercayaan
dari atasan/pemimpin terhadap bawahannya yang berbeda-beda.
5.2 Kepemimpinan Transformasional
Interaksi antara pemimpin dan pengikutnya, manajer dengan bawahannya ditandai oleh pengaruh
pemimpin/manajer untuk mengubah perilaku pengikutnya/bawahannya menjadi seseorang yang
merasa mampu dan bermotivasi tinggi dan berupaya mencapai prestasi kerja yang tinggi dan bermutu.
Lima aspek kepemimpinan transformasional, ialah :
1. Attributed Charisma
Pemimpin mendahulukan kepentingan perusahaan dan kepentingan orang lain dari kepentingan diri. Ia
sebagai pimipinan perusahaan bersedia memberikan pengorbanan untuk kepentingan perusahaan.
2. Inspirational Leadership/Motivation
Pemimpin mampu menimbulkan inspirasi pada bawahannya antara lain dengan menentukan standar-
standar tinggi, memberikan keyakinan bahwa tujuan dapat dicapai.
3. Intellectual Stimulation
Bawahan merasa bahwa pimpinan mendorong mereka untuk memikirkan kembali cara kerja mereka, untuk
mencari cara-cara baru dalam melaksanakan tugas, merasa mendapatkan cara baru dalam mempersepsi
tugas-tugas mereka.
4. Individualized Consideration
Bawahan merasa diperhatikan dan diperlakukan secara khusus oleh pimpinannya. Pemimpin
memperlakukan setiap bawahannya sebagai pribadi dengan kecakapan, kebutuhan, keinginannya masing-
masing.
5. Idealized Influence
Pemimpin berusaha, melalui pembicaraan, mempengaruhi bawahan dengan menekankan pentingnya nilai-
nilai dan keyakinan, pentingnya keikatan pada keyakinan perlu dimilikinya tekad mencapai tujuan, perlu
diperhatikan akibat-akibat moral dan etik dari keputusan yang diambil.