Anda di halaman 1dari 45

MAKALAH

ANALISISPENGARUHKETIDAKAMANAN KERJA( JOB INSECURITY )

Disusun Oleh:
Muh Abid Anshari Putra
NIM.2166MM01043

Magister Manajemen
202
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur Penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas rahmat

dan hidayah-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul

Analisis Pengaruh Ketidakamanan Kerja (Studi Pada Karyawan Kontrak PT

Bank Rakyat Indonesia Cabang Kendari ) dengan baik. Makalah ini disusun guna

memenuhi syarat dalam menyelesaikan program Fainal pada Magister

MenajemenSEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI ENAM-ENAM.

Penulis menyadari bahwa terselesaikannya Makalah ini tidak terlepas dari

bantuan, motivasi, bimbingan dan doa dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam

kesempatan ini, Penulis menyampaikan rasa hormat dan ucapan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada :

1. Cewe saya dr. Anisa nur afiyah S.ked.yang telah suport

saya untuk melanjutkan studi walaupun saya tidak mau

2. Papa dan Mama, terima kasih karena telah membimbing dan menyayangi

Penulis dengan segenap ketulusan hati. Kakakku, terima kasih atas

dukungan yang telah diberikan selamaini.

kendari, 15 Januari 2022

Penulis

MUH ABID ANSHARI PUTRA


NIM2166MM01043
Nama : Muha abid Ansahari Putra Yusuf
Nim : 2166MM01043
JUDUL Konsekuensi dari ketidakamanan kerja bagi karyawan:
Peran moderator dari pekerjaan ketergantungan
JURNAL International Labour Review
VOLUME DAN Vol. 149, No. 1
HALAMAN
TAHUN (2010)
PENULIS Amparo caballer ***

REVIWER Beatriz SORA, Amparo CABALLER and José María


PEIRÓ
TANGGAL 25 JUNI 2010

TUJUAN ARTIKEL Untuk mengetahui dampak ketidakamanan kerja yang


JURNAL dirasakan pada sikap dan niat kerja karyawan. Setelah
meninjau penelitian yang relevan tentang teori stres dan
hubungan antara ketidakamanan kerja dan
konsekuensinya, mereka menguji dua hipotesis pada
942 karyawan di Spanyol, yaitu: pertama, bahwa
ketidakamanan kerja berhubungan negatif dengan
kepuasan kerja dan komitmen organisasi dan positif
terhadap niat untuk pergi; dan, kedua, bahwa
ketidakamanan pekerjaan, kebutuhan ekonomi, dan
kemampuan kerja berinteraksi dalam prediksi hasil-
hasil ini.
INTI DARI JURNAL Menurut teori stres (Lazarus dan Folkman, 1984),
ketidakamanan kerja dianggap sebagai stresor kerja,
mengingat antisipasi kemungkinan kehilangan
pekerjaan dapat dianggap sebagai sumber kecemasan
saja. sama pentingnya dengan kerugian itu sendiri.
Dalam nada ini, semakin banyak penelitian yang
berfokus pada bagaimana ketidakamanan kerja dapat
berbahaya bagi karyawan. Faktanya, telah diamati
bahwa ketidakamanan kerja memiliki pengaruh negatif
terhadap sikap karyawan, termasuk kepuasan kerja dan
komitmen organisasi mereka (Adkins, Werbel dan Farh,
2001; Chirumbolo dan Hellgren, 2003; Armstrong-
Stassen, 1993), sebagai serta hubungan positif dengan
niat untuk meninggalkan organisasi (Rosenblatt,
Talmud dan Ruvio, 1999; Chirumbolo dan Hellgren,
2003). Jadi, dalam kerangka penelitian stres-regangan,
kami bertujuan untuk menganalisis pengaruh
ketidakamanan kerja pada sikap karyawan terhadap
pekerjaan mereka dan perilaku yang dimaksudkan.
Secara lebih spesifik, berdasarkan hasil penelitian
sebelumnya, dihasilkan hipotesis
HASIL PENILITIAN Hasil ekonomi dari pekerjaan merupakan penentu
mendasar bagi pekerja. Beberapa penelitian telah
menganalisis peringkat pentingnya out come (Lawler,
1971; Wahba dan Bridwell, 1976). Mereka
menunjukkan bahwa pada tingkat gaji yang lebih tinggi,
pentingnya hasil ekonomi sebagai motivator menurun
relatif terhadap hasil lainnya, dan bahwa jika karyawan
dibayar rendah, mereka memberi peringkat tingkat gaji
yang lebih tinggi (Brief dan Aldag, 1989). Mengikuti
alur penalaran ini, Brockner et al. (1992) melakukan
penelitian dengan sampel 597 karyawan toko ritel, yang
hasilnya menunjukkan bahwa hubungan U terbalik
antara ketidakamanan kerja, kontrol yang dirasakan,
dan upaya kerja dimoderasi oleh kebutuhan ekonomi.
Oleh karena itu, karyawan dengan kebutuhan ekonomi
yang lebih tinggi untuk bekerja lebih dipengaruhi oleh
persepsi ketidakamanan kerja daripada karyawan
dengan kebutuhan ekonomi yang rendah untuk bekerja.
KESIMPULAN DAN Kesimpulannya, akan sangat membantu untuk
SARAN penelitian masa depan untuk mempertimbangkan
pekerjaan dalam keamanan sebagai pelanggaran
kontrak psikologis dan untuk menyelidiki pengaruhnya
terhadap karyawan dan organisasi. Ketidakamanan
kerja memang merupakan gagasan subjektif yang
tergantung pada karakteristik pribadi karyawan dan
persepsi individu. Dalam hubungan ini, kami ingin
menekankan peran penting jenis kontrak dalam persepsi
ketidakamanan kerja dalam kerangka kontrak
psikologis. Literatur yang ada menunjukkan perbedaan
persepsi kontrak psikologis antara pekerja tetap dan
sementara, dan oleh karena itu juga perbedaan persepsi
ketidakpastian kerja. Secara khusus, De Cuyper dan De
Witte (2006) menunjukkan bahwa pekerja sementara
mengalami tingkat ketidakamanan kerja yang lebih
tinggi dibandingkan dengan pekerja tetap, tetapi reaksi
yang terakhir lebih merugikan karena mereka
menganggap ketidakamanan kerja sebagai pelanggaran
kontrak psikologis mereka, sedangkan pekerja tidak
tetap. pekerja tidak. Oleh karena itu, penelitian lebih
lanjut juga diperlukan untuk mengetahui faktor-faktor
yang membuat karyawan lebih rentan terkena dampak
negatif dari job insecurity, serta faktor-faktor yang
dapat menjadi penyangga bagi mereka.
JUDUL Dampak ketidakamanan kerja dan jenis kontrak pada
sikap, kesejahteraan dan laporan perilaku: Sebuah
laporan psikologis... 

JURNAL Journal of Occupational and Organizational Psychology


VOLUME DAN Vol 79, 395–409
HALAMAN
TAHUN  2006
PENULIS Hans Witte, Nele Cuyper
REVIWER Nele De Cuyper* dan Hans De Witte
TANGGAL 5 -september(2006)
TUJUAN ARTIKEL dampak ketidakamanan kerja bagi karyawan sementara
JURNAL sebagian besar bersifat eksplorasi dan atheoretis.
INTI DARI JURNAL Makalah ini membahas masalah ini dengan
mempertimbangkan peran ketidakamanan kerja pada
kepuasan kerja, komitmen organisasi, kepuasan hidup,
dan kinerja penilaian diri di antara karyawan tetap (N
396) dibandingkan dengan yang sementara (N 148).
HASIL PENILITIAN Banyak penelitian tentang isi kontrak psikologis
didasarkan pada perbedaan antara transaksional dan
relasional kontrak psikologis (Rousseau, 1995; Millward
& Brewerton, 2000). Kontrak psikologis relasional
berfokus pada pertukaran sosio-emosional, dengan
keamanan kerja dengan imbalan loyalitas sebagai
elemen inti. Ini mencakup istilah konten yang dinamis
dan subjektif, dan berjangka panjang. Kontrak
psikologis transaksional berfokus pada pertukaran
manfaat dan kontribusi ekonomi dan jangka pendek,
dengan pembayaran untuk kehadiran sebagai contoh
prototipikal. Isinya didefinisikan dengan tepat, dan
kerangka waktunya terbatas dan berjangka pendek.
KESIMPULAN DAN Studi ini dapat melanjutkan perdebatan tentang
SARAN pekerjaan sementara. Kami menemukan bukti bahwa
pekerjaan sementara tidak perlu bermasalah dalam hal
hasil psikologis. Dampaknya tidak boleh dinilai
dengan menggunakan hubungan kerja tetap tradisional
sebagai referensi. Artinya, harapan yang terkait dengan
pekerjaan terbuka tidak dapat berfungsi untuk
mengembangkan standar yang berlaku untuk jenis
kontrak lainnya. 
Demikian pula, kami menemukan bukti bahwa
ketidakamanan kerja tidak perlu menjadi masalah
universal dalam hal hasil psikologis. Meskipun pekerja
temporer ditemukan lebih tidak aman dalam bekerja
dibandingkan dengan pekerja tetap, ketidakamanan
kerja tidak menjadi pemicu stres bagi pekerja ini
sehubungan dengan kepuasan kerja dan komitmen
organisasi, sedangkan bagi pekerja tetap. Teori kontrak
psikologis menunjukkan bahwa tidak adanya efek
ketidakamanan pekerjaan yang merugikan dapat
digeneralisasikan dari pekerjaan sementara ke semua
pekerja yang memegang kontrak psikologis
transaksional yang dominan. Ini mungkin tantangan
penelitian masa depan, sebagai Millward dan
Brewerton (1999) menganggap transaksional, daripada
relasional, kontrak psikologis menjadi semakin penting
untuk semua jenis karyawan. Dalam hal ini,
menyelidiki efek jangka panjang dari kontrak
psikologis transaksional mungkin terbukti bermanfaat. 
JUDUL
Perceived Job Insecurity and Psychological  
Distress: Peran Moderasi Nilai Kerja

JURNAL International Journal of Management, Economics and


Social Sciences (IJMESS)

VOLUME DAN Vol. 3, Iss. 1, pp. 18-35


HALAMAN
TAHUN  (2014)
PENULIS Elias Kodjo Kekesi Collins Badu Agyemang
REVIWER Elias Kodjo Kekesi Collins Badu Agyemang
TANGGAL  diterima 21 Februari 2014.
TUJUAN ARTIKEL Penelitian ini menyelidiki efek moderasi dari nilai
JURNAL kerja pada hubungan antara ketidakamanan kerja yang
dirasakan dan tekanan psikologis di antara 202
karyawan junior dari organisasi publik dan swasta
terpilih di Ghana.
INTI DARI JURNAL semua variabel pembebanan secara substansial hanya
pada satu komponen. Solusi faktor menjelaskan total
58,8 persen varians dengan Komponen 1 (nilai kerja
ekstrinsik) menjelaskan 34,7 persen. Keamanan kerja,
mendapatkan penghasilan, mengurangi stres pada
pekerjaan, kesempatan untuk kemajuan atau promosi,
hubungan baik dengan atasan dan rekan kerja dan
kondisi kerja fisik yang baik sangat sarat pada nilai-
nilai kerja ekstrinsik sementara variasi pekerjaan,
partisipasi dalam pengambilan keputusan, pekerjaan
dan pekerjaan yang menarik. otonomi sangat sarat pada
nilai-nilai kerja intrinsik
HASIL PENILITIAN Efek moderasi dari nilai-nilai kerja pada hubungan tekanan
psikologis-ketidakamanan kerja yang dirasakan menunjukkan
bahwa karyawan dengan peningkatan nilai-nilai kerja yang
diukur sebagaiekstrinsik  
nilai-nilaimerasakan ketidakamanan kerja yang tinggi dan oleh
karena itu mengalami reaksi negatif dari tekanan psikologis.
Untuk mengeksplorasi hasil lebih lanjut, responden dibuat
untuk memeringkat 10 nilai kerja dan dilaporkan bahwa nilai
kerja ekstrinsik keamanan kerja, pendapatan/gaji, peluang
untuk kemajuan dan kondisi kerja fisik yang baik terjadi paling
disukai. Ini berarti bahwa dibandingkan dengan studi di tempat
lain
KESIMPULAN DAN Hasil dari penelitian ini relevan dengan praktik dan kebijakan
SARAN manajemen sumber daya manusia dan untuk kemajuan teori.
Organisasi terus ditantang dengan meningkatnya persaingan,
kemajuan teknologi, dan restrukturisasi organisasi untuk
menghadapi peningkatan ketidakpastian yang melanda
organisasi di seluruh dunia. Ini berarti bahwa organisasi
menjadi organik daripada mekanik, beradaptasi dengan tren
yang berubah. Oleh karena itu terjadi pergeseran paradigma
dari 'organisasi yang belajar' menjadi 'organisasi yang belajar'.
Ini menyiratkan bahwa penggunaan sumber daya manusia
dalam menyelesaikan pekerjaan dengan cepat menjadi
kenyataan yang meresap dalam organisasi dan oleh karena itu
ada kebutuhan untuk memahami dinamika individu mengenai
nilai-nilai intrinsik dan ekstrinsik pekerjaan untuk memotivasi
secara efektif, sehingga mendapatkan yang terbaik. keluar dari
karyawan. Pekerjaan ini telah membuka jalan bagi penelitian
baru tentang ketidakamanan
JUDUL Ketidakamanan Pekerjaan: Tinjauan Integratif dan Agenda
untuk Penelitian Masa Depan 

JURNAL in  Journal of Management


VOLUME DAN Vol 43, 1911-1939. 
HALAMAN
TAHUN (2017)
PENULIS Mindy K. Shoss
REVIWER Mindy K. Shoss
TANGGAL · Februari 2017
TUJUAN ARTIKEL  Tujuan dari makalah ini adalah untuk menawarkan tinjauan
JURNAL integratif dan kerangka konseptual yang membahas tantangan
ini dan memberikan dasar untuk penelitian masa depan. Untuk
itu, makalah ini mengusulkan definisi ketidakamanan kerja
yang membedakannya dari anteseden potensial, moderator, dan
hasil.
INTI DARI JURNAL membahas anteseden, dan memperkenalkan tipologi
mekanisme dan fokus ancaman yang menghubungkan
anteseden dengan ketidakamanan pekerjaan dan menyarankan
prediktor yang belum dijelajahi. Lebih lanjut, kerangka kerja
yang dikembangkan di sini mempertimbangkan empat
mekanisme menyeluruh (stres, pertukaran sosial, motivasi
pelestarian pekerjaan, koping proaktif) di mana ketidakamanan
kerja mengarah pada berbagai hasil, dan menyoroti potensi
ketegangan persaingan yang melekat dalam respons individu.
Akhirnya, kerangka tersebut memperkenalkan fitur ancaman,
kerentanan ekonomi, dan kerentanan psikologis sebagai tiga
kategori variabel yang memoderasi reaksi terhadap
ketidakamanan kerja, dan mengidentifikasi faktor-faktor yang
berkontribusi pada masing-masing. Dalam melakukannya, ini
menyarankan pengungkit penting yang dapat digunakan untuk
memengaruhi reaksi terhadap ketidakamanan pekerjaan,
membantu menjelaskan variabilitas dalam penelitian
sebelumnya, dan memberikan landasan untuk pekerjaan di
masa depan.
HASIL PENILITIAN Tinjauan ini mempertimbangkan anteseden, hasil, dan
moderator ketidakamanan pekerjaan (JI) dalam kerangka kerja
konseptual yang menyeluruh, ditampilkan pada Gambar 1.
Kerangka tersebut merangkum bukti yang ada mengenai
kondisi anteseden, dan menyarankan arah baru untuk
mengidentifikasi anteseden berdasarkan konseptual yang
mendasari logika tentang bagaimana dan mengapa JI muncul.
Kerangka tersebut menggabungkan dan memperluas penjelasan
untuk efek JI dengan mengusulkan empat mekanisme yang
melaluinya JI memengaruhi hasil—stres, pertukaran sosial,
motivasi pelestarian pekerjaan, dan koping proaktif.
KESIMPULAN DAN Makalah ini memberikan gambaran tentang literatur JI yang
SARAN berkembang pesat yang bertujuan untuk mengidentifikasi
kesenjangan penting dan memberikan kerangka umum untuk
memandu pekerjaan di masa depan. Untuk itu, diperlukan
perhatian yang lebih besar pada konseptualisasi dan pengukuran
JI, khususnya untuk menghilangkan asumsi konstruk yang
membatasi dan pengganggu pengukuran. Penelitian juga
diperlukan untuk memperluas pengetahuan tentang anteseden JI,
khususnya dengan mengakui bahwa JI terjadi tidak hanya ketika
individu merasa bahwa masa depan pekerjaan itu sendiri
terancam tetapi juga ketika individu merasakan risiko tertentu
bagi diri mereka sendiri sebagai pemegang pekerjaan. Kerangka
yang diusulkan meminta perhatian yang lebih besar pada cara-
cara karyawan mencoba untuk melawan ancaman dan secara
proaktif mengatasi potensi kerugian, serta peran yang dimainkan
moderator dalam membentuk ini dan reaksi lainnya terhadap JI.
Pertanyaan-pertanyaan ini menuntut kerja longitudinal untuk
menguji hipotesis secara lebih tepat (misalnya, mengenai
peningkatan atau penurunan sikap atau perilaku) dan
mengeksplorasi putaran umpan balik. Dengan memaparkan
kesenjangan kunci yang memerlukan perhatian penelitian,
diskusi yang diberikan di sini diharapkan akan membantu
merangsang penelitian yang menghasilkan wawasan yang lebih
besar tentang pengalaman yang semakin sering dan penting ini.
JUDUL
Ketidakamanan dan kesehatan kerja: Sebuah
studi dari 16 negara Eropa 

JURNAL Social Science & Medicine


VOLUME DAN Volume 70 867–874
HALAMAN
TAHUN .2009
PENULIS Krisztina D. La´ szlo, Hynek Pikhart, Ma´ ria S. Kopp
Martin Bobak Andrzej Pajak d, Sofia Malyutina
Gyongyve r Salavecz, Michael Marmot 
REVIWER Krisztina D. La´ szlo, Hynek Pikhart, Ma´ ria S. Kopp
Martin Bobak Andrzej Pajak d, Sofia Malyutina
Gyongyve r Salavecz, Michael Marmot 
TANGGAL  8 Januari 2010 

TUJUAN ARTIKEL  menyelidiki hubungan antara ketidakamanan kerja dan


JURNAL kesehatan yang dinilai sendiri, dan apakah hubungan
tersebut berbeda menurut karakteristik tingkat negara
atau individu. Data cross-sectional dari 3 studi berbasis
populasi tentang ketidakamanan kerja,
INTI DARI JURNAL i tidak menemukan efek ketidakamanan kerja di Belgia
dan Swedia. Dalam data yang dikumpulkan, rasio odds
kesehatan yang buruk dengan ketidakamanan kerja
adalah 1,39. Hubungan antara ketidakamanan kerja dan
kesehatan tidak berbeda secara signifikan menurut usia,
jenis kelamin, pendidikan, dan status perkawinan.
Orang dengan pekerjaan yang tidak aman berada pada
peningkatan risiko kesehatan yang buruk di sebagian
besar negara yang termasuk dalam analisis. Mengingat
hasil ini dan kecenderungan meningkatnya frekuensi
pekerjaan tidak aman, perhatian perlu diberikan pada
konsekuensi kesehatan masyarakat dari ketidakamanan
pekerjaan.
HASIL PENILITIAN Beberapa faktor individu yang dapat berkontribusi pada
penjelasan dari asosiasi yang diselidiki dipertimbangkan dalam
analisis multivariat kami. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
usia, jenis kelamin, status perkawinan dan manajerial, faktor
yang berhubungan dengan pekerjaan, penyakit kronis
sebelumnya atau faktor perilaku tidak menjelaskan hubungan
yang diteliti. Sejauh mana faktor-faktor lain pada tingkat
mikro, seperti keluarga atau konteks tempat kerja, ekonomi dan
jaringan sosial, harga diri atau kesehatan mental, berkontribusi
pada asosiasi yang diselidiki perlu diselidiki dalam studi masa
depan. 
KESIMPULAN DAN Temuan kami menunjukkan bahwa proporsi penting individu
SARAN paruh baya di Eropa dipengaruhi oleh ketidakamanan kerja dan
bahwa memiliki pekerjaan yang tidak aman dikaitkan dengan
peningkatan risiko kesehatan yang buruk di sebagian besar
negara yang termasuk dalam analisis. Mengingat bahwa
ketidakamanan kerja cenderung meningkat karena pasar tenaga
kerja menjadi lebih mengglobal, pemerintah dan serikat pekerja
perlu memperhatikan ketidakamanan kerja dan konsekuensi
kesehatan masyarakatnya. Penelitian di masa depan dapat
menyelidiki lebih lanjut karakteristik individu dan masyarakat
yang dapat mengubah efek ketidakamanan kerja pada hasil
kesehatan yang berbeda dan jalur di mana pekerjaan yang tidak
aman dapat menyebabkan gangguan kesehatan.
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

LatarBelakangMasalah 1

PerumusanMasalah 2

TujuanPenelitian 3

BAB II TINJAUANPUSTAKA

LandasanTeori 4
KetidakamananKerja 5

BAB III PEMBAHASAN

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

DAFTARPUSTAKA 6
BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ketidakamanan kerja (dirasakan) umumnya menghasilkan reaksi stres.

Reaksi stres ini mendorong individu untuk terlibat dalam kegiatan baik untuk

mengatasi situasi atau tetap tidak berdaya. Memang, pengalaman ketidakpastian

mengenai kerja di masa depan cenderung memiliki berat Fatimah dkk. (2012)

menyelidiki efek moderasi keamanan kerja pada keamanan kerja dan kepuasan

kerja dan kesejahteraan di antara pekerja di sektor perbankan dan manufaktur

yang paling terpengaruh oleh penurunan ekonomi 2008. Mengikuti rekomendasi

Greenhalgh dan Rosenblatt (1984) bahwa peneliti masa depan mengungkap model

konseptual yang lebih kuat yang menawarkan kemampuan prediktif dan penjelas

yang tinggi dari ketidakamanan kerja, kami mengeksplorasi nilai kerja sebagai

akuntansi untuk hubungan antara ketidakamanan pekerjaan yang dirasakan dan

psikologis kesulitan. Kami berpendapat bahwa nilai kerja sangat penting untuk

hubungan ini karena mereka adalah keyakinan atau nilai pribadi yang membentuk

sikap dan perilaku karyawan dan seringkali tetap relatif konstan selama periode

krisis.

Nilai kerja adalah tujuan, hasil, atau karakteristik yang dapat ditemukan

dalam suatu pekerjaan (Meaning of Working, International Research Team, 1987).

Arciniega dan Gonzalez (2005) menganggap nilai kerja sebagai representasi

kognitif dari kebutuhan universal yang diekspresikan melalui tujuan trans-situasi

dalam pengaturan kerja dan diurutkan berdasarkan kepentingan. Perbedaan nilai

kerja akan mempengaruhi bagaimana perubahan kontrak psikologis


diinterpretasikan dan kemungkinan akan mempengaruhi karyawan. Periode

ketidakamanan pekerjaan khususnya parah akan mempengaruhi individu

karyawan dengantertentu. 

Sumber daya manusia adalah modal utama dan berharga yang dimilki oleh

PT. Bank Rakyat Indonesia dan sudah sepatutnya mendapatkan perhatian yang

lebih dan dikelola dengan baik sehingga mampu mendukung semua kegiatan

operasional kerja dan membantu pencapaian tujuan dan sasaran (target) yang
2

ingin dicapai perusahaan. Untuk itu agar mambantu tercapainya tujuan dan target

perusahaan maka dibutuhkan banyak karyawan. Tetapi, kendala yang dihadapi

untuk mempekerjakan lebih banyak tenaga lagi adalah masalah dana untuk

menggaji karyawan. Salah satu upaya yang terbaik dengan meminimalkan

pengeluaran perusahaan adalah mempekerjakan karyawan dengan sistem kontrak.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Aris selaku staf dari

Supervisor Peneliti Internal (SPI) PT. Bank Rakyat Indonesia Cabang Kendari

mereka yang dipekerjakan dengan sistem ini, bekerja berdasarkan kontrak yang

dibuat antara instansi dengan individu yang bersangkutan. Terkait dengan waktu

bekerja yang telah ditetapkan serta apabila masa kontrak berakhir maka dapat

diperpanjang atau diakhiri oleh instansi yang bersangkutan. Karyawan kontrak

bisa diangkat menjadi karyawan tetap jika menunjukkan kinerja yang baik.

Berikut merupakan data penilaian kinerja karyawan kontrak PT. Bank Rakyat

Indonesia (Persero) Tbk cabang Semarang Patimura dan unit kerjanya:


Tabel 1.1

Penilaian kinerja karyawan kontrak

PT. Bank Rakyat Indonesia Tbk cabang Semarang Patimura

Th 2008 Th 2009
Penilaian Kinerja
Orang % Orang %

Sangat baik 4 9,3 % 3 6,5%

Baik 36 83,7% 35 76,1%

Cukup baik 3 7% 8 17,4%

Total 43 100 % 46 100%

Sumber : Supervisor Peneliti Internal (SPI) PT. Bank Rakyat Indonesia

(Persero) Tbk cabang kendari

Dari tabel 1.1 dapat dilihat bahwa terjadi penurunan kinerja karyawan

kontrak yaitu hanya 3 orang pegawai (6,5%) yang mendapat nilai sangat baik

dibanding tahun 2008 sebanyak 4 orang (9,3%). Penilaian kinerja baik menurun

dari 36 orang (83,7%) menjadi 35 orang (76,1%). Penilaian kinerja karyawan

dengan nilai cukup baik bertambah dari 3 orang (7%) pada tahun 2008 menjadi 8

orang (17,4%) di tahun 2009. Jumlah karyawan bertambah dari 43 orang menjadi

46 orang karyawan pada tahun 2009. Jadi pencapaian kinerja karyawan PT. Bank

Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Kendari berdasarkan Supervisor Peneliti Internal

SPI dapat dikatakan belum optimal dan cenderung menurun.

Dapat dilihat dari tabel 1.1 yang mengindikasikan penurunan kualitas

karena banyaknya keluhan atau klaim yang datang dari nasabah. Keluhan tersebut
antara lain : nasabah tidak harus menunggu terlalu lama untuk memperoleh

pelayanan bank, sesibuk apapun karyawan bank harus dengan senang hati

bersedia membantunasabah.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Aris staf Supervisor Peneliti

Internal (SPI) PT. Bank Rakyat Indonesia Cabang Kndari salah satu alasan PT.

Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk memilih memakai sistem kontrak pada

karyawannya adalah alasan penghematan. Dana penggajian dapat dihemat dan

tunjangan yang diberikan kepada karyawan kontrak bisa lebih ditekan.

Istilah job insecurity (JI) digunakan dalam berbagai cara. Hal ini

menimbulkan tantangan, karena pembangunan kumpulan pengetahuan yang

koheren dan berguna secara praktis seputar JI membutuhkan konseptualisasi

yang jelas dari konstruksinya. Makalah saat ini mendefinisikan JI sebagai

ancaman yang dirasakan terhadap kelangsungan dan stabilitas pekerjaan

seperti yang dialami saat ini. Dalam hal ini, JI kuantitatif menunjukkan

ancaman yang dirasakan terhadap pekerjaan secara keseluruhan (De Witte,

1999; Sverke & Hellgren, 2002), sedangkan istilah JI kualitatif menunjukkan

ancaman yang dirasakan terhadap fitur pekerjaan, khususnya “ancaman

penurunan kualitas dalam pekerjaan. hubungan kerja” (Hellgren, Sverke, &

Isaksson, 1999: 182). Definisi ini mempertahankan dan menggabungkan

elemen-elemen kunci dari definisi yang ada, seperti gagasan tentang ancaman,

penekanan pada persepsi, dan gagasan bahwa JI dapat terjadi ketika pekerjaan

dan kondisi pekerjaan seseorang terancam. Namun, ia menghilangkan unsur-

unsur, seperti harapan akan keamanan dan sifat ancaman yang tidak disengaja,

untuk membedakan JI dari anteseden potensial, moderator, dan hasil, dan sejalan

dengan kritik yang diajukan oleh beberapa penulis (misalnya, Probst, 2003;

Vander Elst, De Cuyper, & De Witte, 2011). JI ada pada kontinum dari tidak
aman ke aman, di mana karyawan mengalami keamanan kerja ketika mereka

merasa bahwa kelangsungan dan stabilitas pekerjaan mereka tidak terancam.

Tinjauan ini berfokus pada JI sebagai konstruksi global, daripada berfokus lebih

sempit pada komponen kuantitatif atau kualitatifnya. 

Masalah ketidakamanan kerja yang muncul pada PT. Bank Rakyat

Indonesia (persero) Tbk adalah pada karyawan kontrak. Berdasarkan hasil

wawancara dengan Bapak Aris staf Supervisor Peneliti Internal (SPI) PT. Bank

Rakyat Indonesia Cabang Kendari walaupun karyawan kontrak sudah


menunjukkan kinerja yang baik belum tentu karyawan kontrak diangkat menjadi

pegawai tetap. Hal ini merupakan konsekuensi dari sistem kerja kontrak.

Setiap karyawan atau individu yang bekerja dalam suatu perusahaan

mempunyai keinginan untuk mendapatkan gaji yang sesuai dan cocok dengan

harapannya. Jika mereka mendapatkan gaji yang sesuai maka mereka akan lebih

bersemangat dalam bekerja. Pada saat tanda tangan kontrak, karyawan kontrak

tidak mengalami masalah apapun namun dengan berjalannya waktu timbul rasa

ketidakpuasan terhadap gaji yang diberikan oleh perusahaan. Dari beberapa unsur

yang ada, jumlah gaji merupakan unsur yang paling jelas dalam kepuasan

kompensasi (Harnanik, 2005). Menurut undang-undang no 13 tahun 2003 tentang

ketenagakerjaan, upah adalah hak karyawan yang diterima dan dinyatakan dalam

bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atas suatu pekerjaan atau jasa yang

telah atau akan dilakukan, diterapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian

kerja, kesepakatan kerja atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan

bagi karyawan dan keluarganya.

Menurut Hani Handoko (2000), mengatakan Departemen Personalia

merancang dan mengadministrasikan kompensasi karyawan. Bila kompensasi

yang diberikan secara benar, para karyawan lebih terpuaskan dan termotivasi

untuk mencapai sasaran organisasi. Bila para karyawan memandang kompensasi

tidak memadai, prestasi kerja, motivasi dan kepuasan kerja karyawan akan turun

secaradramatis.

Menurut Sulistyani dan Rosidah (2003) kompensasi akan meningkatkan

kinerja karyawan. Hal ini disebabkan karena setiap karyawan mempunyai harapan
untuk memiliki kehidupan yang lebih baik sesuai pengorbanan dan tanggung

jawab yang dibebankan karyawan didalam melakukan pekerjaannya. Kompensasi

sebagai penghargaan atas keberhasilan seseorang yang menunjukkan kinerja dari

seorang karyawan dalam menunaikan kewajibannya dalam pekerjaan dan jabatan

yang dipangkunya sekarang, sekaligus sebagai pengakuan atas kemampuan

potensi yang bersangkutan dalam menduduki posisi yang lebih tinggi disuatu

organisasi. Menurut Sulistiyani dan Rosidah (2003) perusahaan harus dapat

menetapkan kompensasi yang paling tepat, sehingga dapat menopang tercapainya

tujuan perusahaan secara lebih efektif dan lebihefisien.

Menurut teori Maslow tentang lima tingkat kebutuhan, kompensasi

mendasari kelima tingkat kebutuhan manusia, dari mulai kebutuhan fisiologis

hingga tingkat kebutuhan yang paling tinggi yaitu self-actualization (perwujudan

diri). Tanpa adanya kompensasi, kebutuhan-kebutuhan lanjutan tidak dapat

berfungsi sesuai kaidah Maslow bahwa kebutuhan yang lebih tinggi hanya dapat

berfungsi jika kebutuhan yang lebih rendah telah terpenuhi. Sistem kompensasi

tidak hanya untuk memuaskan kebutuhan fisik melainkan juga merupakan

pengakuan dan rasa mencapai sesuatu.

Simamora (2004) menyatakan bahwa kompensasi yang baik adalah sistem

kompensasi yang tanggap terhadap situasi dan sistem yang dapat memotivasi

karyawan-karyawan. Sistem kompensasi hendaknya memuaskan kebutuhan

karyawan, memastikan perlakuan adil terhadap mereka dalam hal kompensasi dan

memberikan imbalan terhadap kinerja mereka. Apabila sistem kompensasi telah

mampu menciptakan kondisi seperti di atas maka karyawan akan senang hati
memenuhi permintaan pihak manajemen untuk bekerja secara optimal. Secara

sederhana kepuasan kompensasi akan menimbulkan peningkatan kinerja bagi

karyawan. Dalam pemberian kompensasi, ada dua filosofi yang mendasar, yang

dapat dilihat sebagai titik berlawanan dari suatu garis lurus yaitu filosofi

kelayakan dan pada titik lainnya adalah filosofi berorientasi kinerja (Mathis and

Jackson, 2000). Filosofi kelayakan ini dapat dilihat di banyak organisasi yang

secara tradisional telah memberikan kenaikan otomatis kepada karyawannya

setiap tahun dan masih memperhatikan senioritas dalam kenaikan gaji. Rivai

(2005) mengemukakan bahwa kompensasi tambahan yang diberikan berdasarkan

kebijakan perusahaan terhadap semua karyawan sebagai upaya meningkatkan

kesejahteraan parakaryawan.

Setiap karyawan harus memberikan kontribusi terbaiknya dan mengetahui

tanggung jawab yang diberikan dalam pelaksanaan kerja dan tingkat kinerja yang

ingin dicapai dengan mengukur keadaan dan kemampuan yang ada dalam dirinya.

Pihak manajemen perusahaan harus banyak memberikan perhatian dan usahanya

untuk meningkatkan kinerja dan kesejahteraan karyawan. Pengelolaan SDM yang

baik akan memberikan kemajuan yang signifikan bagi perusahaan.

Perumusan Masalah

Dari uraian latar belakang masalah di muka dan memperhatikan data

kinerja karyawan kontrak yang semakin menurun, tidak dipungkiri bahwa akan

berimplikasi pada kinerja perusahaan. Pada karyawan kontrak PT. Bank Rakyat

Indonesia cabang Kendaridan Unit Kerjanya terdapat indikasi


pengaruh ketidakamanan kerja dan kepuasan kompensasi terhadap kinerja

karyawan dalam prosesnya, karyawan kontrak seringkali merasa tidak puas akan

kompensasi yang mereka terima. Berdasarkan hal tersebut permasalahan yang

dikaji adalah bagaimana variabel ketidakamanan kerja dan kepuasan kompensasi

mempengaruhi kinerja karyawan kontrak PT. Bank Rakyat Indonesia Cabang

Kendaridan Unit Kerjanya. Dari masalah penelitian tersebut maka dapat

disimpulkan kedalam pertanyaan penelitian sebagai berikut :

1. Apakah pengaruh ketidakamanan kerja terhadap kinerjakaryawan?

Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Menganalisis pengaruh ketidakamanan kerja terhadap kinerjakaryawan


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

LandasanTeori

Ketidakamanan Kerja (job insecurity)

Greenhalgh dan Rosenblatt (1989 dalam Nur Wening, 2005)

mendefinisikan ketidakamanan kerja (job insecurity) sebagai ketidakberdayaan

untuk mempertahankan kesinambungan yang diinginkan dalam kondisi kerja yang

terancam. Sementara Smithson dan Lewis (2000 dalam Mizar Yuniar, 2008)

mengartikan ketidakamanan kerja (job insecurity) sebagai kondisi psikologis

seseorang (karyawan) yang menunjukkan rasa binggung atau merasa tidak aman

dikarenakan kondisi lingkungan yang berubah-ubah (perceived impermanance).

Kondisi ini muncul karena banyaknya jenis pekerjaan yang sifatnya sesaat atau

pekerjaan kontrak. Makin banyaknya jenis pekerjaan dengan durasi waktu yang

sementara atau tidak permanen, menyebabkan banyaknya karyawan yang

mengalami ketidakamanan kerja (job insecurity) (Smithson & Lewis, 2000 dalam

Mizar Yuniar, 2008).

Menurut Bryson dan Hervey (2000 dalam Mizar Yuniar, 2008) rasa tidak

aman dalam bekerja dapat dibedakan menjadi dua kategori, yakni subyektif dan

obyektif. Rasa tidak aman yang sifatnya obyektif umumnya dikaitkan dengan

indikator yang jelas seperti job tenure, untuk mengetahui kestabilan karyawan

dalam organisasi. Sementara rasa aman yang subyektif relatif sulit diamati secara

10
11

langsung karena indikator yang digunakan adalah ancaman terhadap hilangnya

pekerjaan dan konsekuensi daribersangkutan.

Kurangnya rasa percaya akan berpengaruh terhadap moral dan motivasi

karyawan. Hilangnya kekuatan (power) yang dimiliki atas pekerjaan yang

dilakukan ataupun kesempatan-kesempatan yang ditawarkan oleh pekerjaan

tersebut seperti status atau promosi. (Burchell, Day & Hudson, 2000 dalam Mizar

Yuniar, 2008).

Ada beberapa tingkatan situasi yang dirasa tidak aman diantara karyawan.

Ada karyawan yang merasa tidak aman ( insecure) namun digaji tinggi karena

keahliannya yang jarang dimiliki orang. Individu semacam ini memiliki high

employment security yang tinggi dalam definisi senngenberger, namun job

securitynya rendah. Ada pula karyawan yang memiliki kontrak kerja namun

merasa tidak aman akan seberapa lama kontrak itu bisa diperpanjang lagi. Kondisi

impermanance serta adanya keserbatidakpastiaan semacam ini membuat

ketidakamanan kerja (job insecurity) mempengaruhi karyawan, utamanya yang

masih muda (Smithson & Lewis , 2000 dalam Mizar Yuniar, 2008).

Komponen Ketidakamanan Kerja (jobinsecurity)

Komponen yang mengakibatkan timbulnya ketidakaman kerja (job

insecurty) menurut Grennhalgh dan Rosenblatt (2002 dalam Mizar Yuniar, 2008)

adalah :

a. Tingkat ancaman yang dirasakan karyawan mengenai aspek-aspek

pekerjaan seperti kemungkinan untuk mendapatpromosi,


mempertahankan tingkat gaji yang sekarang atau memperoleh kenaikan

gaji.

b. Arti pekerjaan itu sebagai individu. Seberapa pentingnya aspek pekerja

tersebut bagi individu mempengaruhi tingkat insecure atau rasa tidak

amannya.

c. Tingkat ancaman yang kemungkinan terjadi mempengaruhi keseluruhan

kerjaindividu.

d. Tingkat kepentingan yang dirasakan individu mengenai potensi setiap

peristiwatersebut.

Komponen kalimat dalam konstruk ketidakamanan kerja (job insecurity)

adalah ketidak berdayaan (powerlesnes) yang dirasakan individu.

Ketidakberdayaan membawa implikasi tentang kemampuan individu untuk

mengahadapi berbagai ancaman yang teridentifikasi dalam empat komponen

sebelumnya (Ashford et. al., 1989 dalam Mizar Yuniar, 2008). Dengan demikian,

individu yang merasa mampu menghadapi ancaman tidak akan merasa tidak aman

dan gelisah walaupun mereka merasaka adanya ancaman pada aspek kerja atau

keseluruhan kerjanya. Ketidakamanan kerja (job insecurity) mencerminkan

serangkaian pandangan individu mengenai kemungkianan terjadinya peristiwa

negatif pada pekerjaan, maka sangat mungkin perasaan ini akan membawa akibat

negatif pada kinerja karyawan sebagai respon emosional utama pada pekerjaan

(Ashford et. Al.,1989 dalam Mizar Yuniar, 2008).


Pengaruh dari ketidakamanan kerja (jobinsecurity)

Dari hasil beberapa studi yang dilakukan (Greenglass, Burke &

Fiksenbaum, 2002 dalam Mizar Yuniar, 2008), ditemukan adanya pengaruh

ketidakamanan kerja (job insecurity) terhadap karyawan diantaranya :

1. Meningkatkan ketidakpuasan dalambekerja

2. Meningkatnya gangguanfisik

3. Meningkatnya gangguanpsikologis

4. Karyawan cenderung menarik diri dari lingkungankerjanya

5. Makin berkurangnya komitmenorganisasional

6. Peningkatan jumlah karyawan yang berpindah (employeeturnover)

Kinerjakaryawan

Kinerja merupakan kondisi yang harus diketahui dan diinformasikan

kepada pihak-pihak tertentu untuk mengetahui tingkat pencapaian hasil.

sedangkan menurut bernadin (1993) dalam istiningsih mendefinisikan kinerja

sebagaihasilprestasikerjayangtelahdicapaiseorangkaryawansesuaidengan
fungsi tugasnya. Kinerja karyawan mengacu pada prestasi seseorang yang diukur

berdasarkan standar atau kriteria yang ditetapkan perusahaan.

Menurut A.P Mangkunegara (2004) kinerja merupakan hasil kerja baik

secara kualitas maupun kuantitas yang dicapai seseorang dalam melaksanakan

tugas sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan. Kesediaan dan ketrampilan

seorang tidaklah cukup efektif untuk mengerjakan sesuatu tanpa pemahaman yang

jelas tentang apa yang akan dikerjakan dan bagaiamana mengerjakannya. Dessler

(1997) memberikan pengertian tentang kinerja yaitu merupakan perbandingan

antara hasil kerja yang secara nyata dengan standar kerja yang ditetapkan dan

kinerja itu sendiri lebih memfokuskan pada hasil kerjanya, sedangkan menurut

Mathis dan Jackson (2002) kinerja pada dasarnya apa yang dikerjakan dan yang

tidak dikerjakan oleh karyawan. Kinerja karyawan mempengaruhi seberapa

banyak mereka memberikan kontribusi kepada organisasi.

Dari pengertian-pengertian di atas, maka dapat diartikan sebagai catatan

dari suatu pekerjaan atau tugas yang telah dicapai seseorang melalui

pengevaluasian atau penilaian kinerja karyawan yang dilakukan oleh organisasi

selama periode tertentu.

Menurut Fuad Mas’ud (2004) menyatakan ada lima dimensi yang

digunakan untuk mengukur kinerja karyawan secara individu, antara lain sebagai

berikut :
1. Kualitas

Tingkat dimana hasil aktivitas yang dilakukan mendekati sempurna dalam

arti menyesuaikan beberapa cara ideal dari penampilan aktivitas ataupun

memenuhi tujuan yang diharapkan dari suatu aktivitas.

2. Kuantitas

Jumlah yang dihasilkan dinyatakan dalam istilah sejumlah unit, jumlah

siklus aktivitas yang diselesaikan.

3. KetepatanWaktu

Tingkat suatu aktivitas diselesaikan pada waktu awal yang diinginkan

dilihat dari sudut koordinasi dengan hasil output serta memaksimalkan

waktu yang tersedia untuk aktivitas yang lain.

4. Efektivitas

Tingkat pengguna sumber daya organisasi dengan maksud menaikkan

keuntungan atau mengurangi kerugian dari setiap unit dalam pengguna

sumber daya.

5. KomitmenKerja

Tingkat dimana karyawan mempunyai komitmen kerja dengan perusahaan

dan tanggung jawab kerja dengan perusahaan.

Mathis dan Jackson (2002) lebih lanjut memberikan standar kinerja

seseorang yang dilihat kuantitas output, kualitas output, jangka waktu output,
16

kehadiran di tempat kerja dan sikap kooperatif. Standar kinerja tersebut ditetapkan

berdasarkan kriteria pekerjaan yaitu menjelaskan apa-apa saja yang sudah

diberikan organisasi untuk dikerjakan oleh karyawannya, oleh karena itu kinerja

individual dalam kriteria pekerjaan haruslah diukur, dibandingkan dengan standar

yang ada dan hasilnya harus dikomunikasikan kepada seluruh karyawan.

Ivancevich (2001) kinerja karyawan setiap periodik perlu dilakukan

penilaian, hal ini karena kinerja karyawan tersebut nantinya dapat digunakan

sebagai analisis untuk kebutuhan dilaksanakannya pelatihan.

Penilaian kinerja mempunyai dua kegunaan utama. Penilaian pertama

adalah mengukur kinerja untuk tujuan memberikan penghargaan. Kegunaan yang

lainya adalah mengembangakan potensi individu (Mathis & Jackson, 2002). Hal

yang sama juga diungkapkan oleh Dessler (1997) bahwa tiga tujuan dari penilaian

kinerja yaitu memberikan informasi tentang dapat dilakukannya promosi atau

penetapan gaji, meninjau perilaku yang berhubungan dengan kerja bawahan dan

untk perencanaan dan pengembangan karir karyawan karena penilaian

memberikan suatu peluang yang baik untuk meninjau rencana karir seseorang

yang dilihat dari kekuatan dan kelemahan yangdiperlihatkan.


17
BAB III

PEMBAHASAN

Deskripsi Obyek Penelitian

PT. Bank Rakyat Indonesia awalnya didirikan di Purwokerto, Jawa

Tengah oleh Raden Aria Wirjaatmadja dengan nama Hulp-en Sparbank der

Inlandsche Bestuurs Ambtenaren atau Bank Bantuan dan Simpanan Milik Kaum

priyayi yang berkebangsaan Indonesia (pribumi). Berdiri pada 16 Desember 1895,

yang kemudian dijadikan sebagai hari kelahiran BRI. Pendiri Bank Rakyat

Indonesia Raden Aria Wiraatmadja pada periode setelah kemerdekaan RI,

berdasarakan peraturan pemerintah No.1 tahun 1946 Pasal 1 disebutkan bahwa

BRI adalah sebagai Bank Pemerintah pertama di Republik Indonesia. Adanya

situasi perang mempertahankan kemerdekaan pada tahun 1948, kegiatan BRI

sempat terhenti sementara waktu dan baru mulai aktif kembali setelah perjanjian

Renville pada tahun 1949 dengan berubah nama menjadi Bank Rakyat Indonesia

Serikat. Pada waktu itu melalui PERPU No. 41 tahun 1960 dibentuk Bank

Koperasi Tani dan Nelayan (BKTN) yang merupakan peleburan dari BRI, Bank

Tani Nelayan dan Nederlandsche Maatschappij (NHM). Kemudian berdasarkan

penetapan presiden (Penpres) No. 9 tahun 1965, BKTN diintegrasikan ke dalam

Bank Indonesia dengan nama Bank Indonesia Urusan Koperasi Tani danNelayan.

Setelah berjalan selama satu bulan keluar penpres No. 17 tahun 1965

tentangpembentukanBanktunggaldengannamaBankNegaraIndonesia.Dalam
ketentuan baru itu, Bank Indonesia Urusan Koperasi, Tani dan Nelayan (eks

BKTN) dintegrasikan dengan nama Bank Negara Indonesia unit II Rural,

sedangkan NHM menjadi Bank Negara Indonesia unit II bidang Ekspor Impor

(Exim). Berdasarkan undang-undang No. 14 tahun 1967 tentang undang-undang

pokok perbankan dan undang-undang No. 13 tahun 1968 tentang undang-undang

bank sentral, yang intinya mengembalikan fungsi Bank Indonesia sebagai bank

sentral dan Bank Negara Indonesia Unit II Bidang Rural dan Ekspor Impor

dipisahkan masing-masing menjadi dua Bank yaitu Bank Rakyat Indonesia dan

Bank Ekspor Impor Indonesia. Selanjutnya berdasarkan undang-undang No. 21

tahun 1968 menetapkan kembali tugas-tugas pokok BRI sebagai Bank Umum.

Sejak 1 Agustus 1992 berdasarkan undang-undang perbankan No. 7 tahun

1992 dan Peraturan Pemerintah RI No. 21 tahun 1992 status BRI berubah menjadi

PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) yang kepemilikannya masih 100% ditangan

Pemerintah. PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) yang didirikan sejak tahun 1895

didasarkan pelayanan pada masyarakat kecil sampai sekarang tetap konsisten,

yaitu dengan fokus pemberian fasilitas kredit kepada golongan pengusaha kecil.

Seiring dengan perkembangan dunia perbankan yang semakin pesat maka

saat ini PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) cabang Semarang Patimura

memiliki 6 kantor cabang pembantu, 36 kantor unit dan mempunyai karyawan

kontrak sebanyak 155 orang. Pada tanggal 10 November 2003, PT. Bank Rakyat

Indonesia go public dan pemerintah melepas 30% kepemilikan sahamnya kepada

public. Untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan usahanyaBRI


memiliki Visi dan Misi yang merupakan acuan dalam pengembangan bisnisnya.

Visi BRI adalah menjadi Bank Komersial terkemuka yang selalu mengutamakan

kepuasan nasabah. Untuk mewujudkan visi tersebut BRI menetapkan beberapa

misi yaitu :

1. Melakukan kegiatan perbankan yang terbaik dengan memprioritaskan

pelayanan kepada Usaha Mikro, Kecil dan Menengah(UMKM).

2. Memberikan pelayanan prima kepada nasabah melalui jaringan kerja yang

tersebar luas dan didukung sumber daya manusia (SDM) yang profesional

dengan melakukan praktek tata kelola perusahaan yangbaik.

3. Memberikan keuntungan dan manfaat yang seoptimal mungkin kepada

pihak yangberkepentingan.

Guna mendukung Visi dan Misi tersebut diatas BRI memiliki nilai-nilai

perusahaan (corporate value) yang menjadi landasan berpikir, bertindak serta

berperilaku bagi setiap insan BRI dimanapun, yaitu Integritas, Profesionalisme,

Kepuasan Nasabah, Keteladanan dan penghargaan kepada SDM.


BAB IV

PENUTUP

Kesimpulan

1. Makin banyaknya jenis pekerjaan dengan durasi waktu yang sementara atau tidak

permanen, menyebabkan banyaknya karyawan yang mengalami ketidakamanan kerja

(job insecurity)

2. kompensasi yang baik adalah sistem kompensasi yang tanggap terhadap situasi dan

sistem yang dapat memotivasi karyawan-karyawan. Sistem kompensasi hendaknya

memuaskan kebutuhan karyawan, memastikan perlakuan adil terhadap mereka dalam

hal kompensasi dan memberikan imbalan terhadap kinerja mereka

Saran

Berdasarkan simpulan di atas berarti ketidakamanan kerja dan kepuasan

kompensasi dapat digunakan sebagai cara untuk mengukur maupun meningkatkan

kinerja karyawan, sehingga peneliti mengajukan saran sebagai berikut:

1. Bagi karyawan kontrak, pekerjaan merupakan hal yang penting. Karena

merupakan hal yang penting itulah maka pimpinan harus bisa

menghindari ancaman terhadap aspek-aspek pekerjaan karyawan

kontrak, dimana hal tersebut akan mempengaruhi kinerja secara

keseluruhan. Oleh karena itu pimpinan harus mampu membuat

kebijakan agar karyawan kontrak merasa nyaman dalam bekerja tanpa

perlu ada kekhawatiran dan hendaknya pimpinan juga memikirkan

aspek kemanusian dari karyawan kontrak, seperti misalnya:

- Pimpinan perlu membuat perencanaan seberapa besar karyawan

kontrak yang akan diterima perusahaan menjadi karyawan tetap

sehingga dalam menjalankan pekerjaannya karyawan kontrak

akan merasa lebihdimanusiakan.


- Jika karyawan kontrak kinerjanya bagus dalam waktu 1 ½

tahun supaya diberikan pelatihan sebagai karyawan tetap untuk

memantapkan apakah karyawan kontrak tersebut tepat menjadi

karyawantetap.

2. Kepuasan kompensasi disini merupakan faktor yang penting dalam

meningkatkan kinerja karyawan. Karena karyawan mempunyai

keinginan untuk mendapatkan gaji atau kompensasi yang layak. Jadi,

yang harus dilakukan oleh PT. Bank Rakyat Indonesia memberikan

kompensasi sesuai dengan harapan karyawan kontrak. Dari hasil

analisisyangdilakukandaripenelitianini,karyawankontrakmerasa
puas akan kompensasi yang diberikan oleh PT. Bank Rakyat Indonesia

oleh karena itu PT. Bank Rakyat Indonesia harus mampu

mempertahankan kepuasan kompensasi karyawan kontrak.

KeterbatasanPenelitian

Setiap penelitian tidak lepas dari sejumlah keterbatasan dan kekurangan,

termasuk penelitian ini. Salah satunya, dilihat dari Adjusted R Square, diperoleh

sebesar 0,351. Hal ini berarti 35,1% kinerja karyawan dapat dijelaskan oleh

variabel ketidakamanan kerja dan kepuasan kompensasi. Sedangkan sisanya

64,9% variabel kinerja karyawan dapat dijelaskan oleh variabel-variabel lainnya

yang tidak diteliti dalam penelitian ini. Ini mengindikasikan bahwa penelitian

pengaruh ketidakamanan kerja dan kepuasan kompensasi relatif kecil dalam

mempengaruhi kinerjakaryawan.
DAFTAR PUSTAKA

Algifari. 2003. Statistika Induktif, Edisi Kedua. Yogyakarta: UPP AMP YKPN.

Anthony, Robert N dan Vijay Govindrajan. 2003. Sistem Pengendalian


Manajemen. Alih Bahasa : F.X. Kurniawan Tjakrawala, Jakarta: PT.
Salemba Empat.

Bushardt, Stephen C., Roberto Toso and M.E. Schnake. Dapatkah Uang
memotivasi, Seri Manajemen Sumber Daya Manusia “Motivasi”,
Jakarta: Elex Media Komputindo.

Dessler, G, 1997. Manajemen Sumber Daya Manusia, Alih Bahasa :Benyamin


Molan, Jakarta: PT.Prenhallindo.

Djati, Pantja. 2003. “Kajian Terhadap Kepuasan Kompensasi, Komitmen


Organisasi dan Prestasi Kerja”. Jurnal Manajemen & Kewirausahaan,
Vol. 5, No. 1, Hal 25-41. Surabaya: Universitas Kristen Petra.

Ferdinand, Augusty. 2006. Metode Penelitian Manajemen. Semarang: Badan


Penerbit Universitas Diponegoro.

Fuad Mas’ud. 2004. Survai Diagnosis Organisasional (Konsep dalam Aplikasi).


Semarang: Badan Penerbit UniversitasDiponegoro.

Ghozali, Imam. 2006. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS.


Semarang: Badan Penerbit UniversitasDiponegoro.

Gomes, Faustino Cardoso. 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta:


Andi Offset.

Hadi, Sutrisno. 2001. Statistik. Yogyakarta: ANDI.

Hani, Handoko, 2000. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia.Edisi 2.


Yogyakarta: BPFE.
.

Ivancevich, J,M, 2001, Human Resource Management, 8th Edition, New york:
McGraw Hill.
Istiningsih. Pengaruh Kepemimpinan Terhadap Motivasi dan Kinerja karyawan.
Yogyakarta: STMIK AMIKOM.

Mangkunegara, Anwar Prabu, 2004. Manajemen Sumber Daya Manusia


Perusahaan, Bandung:Remajaresdakarya.

Mathis, R,L, dan Jackson, J.H., 2000. Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi 9.
Jakarta: Salemba Empat.

. 2002. Kompensasi Untuk Sumber DayaManusia.


Buku 2. Jakarta: Salemba Empat.

Moleong, (2005), Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja


Rosdakarya.

Nur Farida, Yusriyati. 2003. “Pengaruh Job Insecurity dan Kompensasi Terhadap
Kepuasan Kerja”. Emperika, Vol. 16, No. 1, hal 126-148. Purwokerto:
Universitas Jendral Soedirman.

Ranupandjoyo, Heidjrachman dan Suad Husnan, 1983. Manajemen Personalia,


Cetakan ke-2, Yogyakarta: BPFE.

Rosidah dan Ambar Teguh Sulistiyani. 2003. Manajemen Sumber DayaManusia.


Yogyakarta: Graha Ilmu.

Rivai, Veithzal. 2005. Manajemen Sumber Daya Manusia untukPerusahaan.


Jakarta: RajaGrafindo Persada.

Santoso, Singgih. 2003. Statistik diskriptif (Konsep dan Aplikasi dengan Microsoft
Excel dan SPSS). Yogyakarta: ANDI.

Simamora, Henry. 2004. Manajemen Sumber Daya Manusia.Yogyakarta: STIE


YKPN.

Sugiyono. 2004. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: CV. Alfabeta.

Umar, H,. 1998. Riset Sumber Daya Manusia Dalam Organisasi,Jakarta:


Gramendia Pustaka Utama.

McLean Parks, J., Kidder, D. L., & Gallagher, D. G. (1998). Fitting


square pegs into round holes:
Mapping the domain of contingent work arrangements onto the
psychological contract
Mizar, Yuniar, 2008. “Pengaruh Faktor Ketidakamanan Kerja (Job Insecurity).
Semarang: Tesis. Magister Manajemen Universitas Diponego

Anda mungkin juga menyukai