Anda di halaman 1dari 69

STRATEGI PENINGKATAN KINERJA GURU PADA SMA NEGERI DI

KOTA KENDARI

PROPOSAL

Diajukan Oleh:

MUH. ABID ANSHARI PURA YUSUF


NIM: 2166MM01043

PROGRAM STUDI MANAJEMEN, PROGRAM MASGISTER (S-2)

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI ENAM ENAM KENDARI

TAHUN 2022

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.........................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN..........................................................................ii
DAFTAR ISI....................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR.......................................................................................iv
DAFTAR TABEL............................................................................................v

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................8
1.3 Tujuan Penelitian.............................................................................9
1.4 Manfaat Penelitian...........................................................................9
1.5 Ruang Lingkup Penelitian...............................................................10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Tinjauan Empirik............................................................................11
2.2 Tinjauan Teoritik.............................................................................15
2.2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia......................................15
2.2.2 Pengertian Guru.....................................................................20
2.2.3 Peran dan Fungsi Guru..........................................................22
2.2.4 Hak dan Kewajiban Guru......................................................23
2.2.5 Kompetensi Guru..................................................................25
2.2.6 Teori Kinerja.........................................................................29
2.2.7 Kebijakan Pendidikan, Perumusan Kebijakan
Pendidikan, dan Implementasi Kebijakan Pendidikan.........39

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN


3.1 Kerangka Pemikiran........................................................................49

BAB IV METODE PENELITIAN


4.1 Obyek Penelitian.............................................................................52
4.2 Jenis dan Sumber Data....................................................................52
4.3 Informan Penelitian.........................................................................53
4.4. Teknik Pengumpulan Data.............................................................54
4.5 Teknik Pengolahan dan Metode Analisis........................................54
4.6 Uji Triangulasi Data.......................................................................57
4.7. Definisi Operasional......................................................................59

DAFTRA PUSTAKA......................................................................................61

iii
DAFTAR

Gambar 3.1. Kerangka Pemikiran.....................................................................51

Gambar 4.1. Analisis Data model Interaktif dari Miles dan Huberman...........55

iv
DAFTAR

Tabel 4.1 Jumlah SMA Negeri yang ada di Kota Kendari...............................53

v
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal. Sebagai suatu institusi,

setiap sekolah memiliki kekhasan tersendiri yang membedakannya dengan

sekolah lain. Kekhasan tersebut dapat berupa nilai-nilai yang kemudian

berpedoman pada berbagai aktivitas yang terjadi di sekolah, termasuk pula

diwujudkan pada proses pembelajaran. Pada akhirnya, perbedaan nilai-nilai yang

dianut suatu sekolah akan mempengaruhi kinerja sekolah tersebut sehingga

mempengaruhi pula kualitas pada masing-masing sekolah.

Pergeseran pendekatan dalam sistem pemerintah di Indonesia telah

berimbas pada pengelolaan sistem pendidikan, yakni dari semula yang lebih

bersifat sentralistik bergeser ke arah pengelolaan yang bersifat desentralistik.

Penyelenggaraan pendidikan merupakan urusan wajib yang menjadi kewenangan

pemerintahan daerah untuk kabupaten/kota merupakan urusan yang berskala

kabupaten/kota (Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

Daerah Pasal 14 ayat 1).

Untuk dapat melaksanakan kewajiban ini secara bertanggung jawab dan

memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi penduduk daerah yang

bersangkutan, maka diperlukan strategi pengelolaan pendidikan yang tepat dalam

pembangunan pendidikan. Strategi tersebut diperlukan mengingat sebagian besar

daerah mengalami keterbatasan sumber daya, sementara itu tuntutan akan kualitas

pendidikan selalu meningkat terus sejalan dengan kemajuan perkembangan

1
2

kehidupan masyarakat dan tuntutan dunia kerja. Untuk mencapai hasil yang

optimal, efektif dan efisien dalam pembangunan pendidikan, pemerintah daerah

tidak mungkin dapat bekerja secara sendirian, karena masih ada pihak-pihak lain

yang berkepentingan (stake-holders) terhadap bidang pendidikan tersebut, seperti:

orangtua (masyarakat), sekolah (lembaga pendidikan), dan institusi sosial lain

seperti dunia usaha atau dunia industri. Kerjasama antara pihak sekolah,

pemerintah, dan masyarakat dalam proses pengelolaan sumberdaya yang dimiliki

sekolah guna meningkatkan kualitas pendidikan sangat diperlukan, berbagai pihak

dapat dilibatkan dalam bidang pengelolaan pendidikan (Sunarto dan Djumadi

Purwoatmodjo, 2011: 17).

Dalam konteks pendidikan, pengertian mutu mengacu pada masukan,

proses, luaran dan dampaknya. Mutu masukan dapat dilihat dari beberapa sisi.

Pertama, kondisi baik atau tidaknya masukan sumber daya manusia, seperti kepala

sekolah, guru, laboran, staf tata usaha, dan siswa. Kedua, memenuhi atau tidaknya

kriteria masukan yang seperti material berupa alat peraga, buku-buku, kurikulum,

prasarana, sarana sekolah, dan lain-lain. Ketiga, memenuhi atau tidaknya kriteria

masukan yang berupa perangkat lunak, seperti peraturan, struktur organisasi,

deskripsi kerja, dan struktur organisasi . Keempat, mutu masukan yang bersifat

harapan dan kebutuhan, seperti visi, motivasi, ketekunan, dan cita-cita (Sudarwan

Danim, 2016: 53).

Mutu proses pembelajaran mengandung makna bahwa kemampuan

sumber daya sekolah mentransformasikan multi jenis masukan dan situasi untuk

mencapai derajat nilai tambah tertentu bagi peserta didik (Sudarwan Danim, 2016:

53). Hal-
3

hal yang termasuk dalam kerangka mutu proses pendidikan dalam ini adalah

derjat kesehatan, keamanan, disiplin, keakraban, saling menghormati, kepuasan,

dan lain- lain dari subjek selama memberikan dan menerima jasa layanan (Ridwan

Idris, 2017: 108).

Berlakunya Undang-Undang No.14 Tahun 2005, menegaskan tanggung

jawab bagi setiap Provinsi dan Kabupaten/ Kota di Indonesia untuk meningkatkan

kualitas guru yang ada. Sehingga, diharapkan akan memberikan dampak

signifikan dalam upaya mencapai target pengembangan pendidikan yang adil,

merata, berkualitas, dan mencapai setiap komponen masyarakat. Namun, pada

kenyataannya di beberapa daerah di Indonesia masih terdapat ketimpangan

kualitas pendidikan yang cukup tinggi antar daerah.

Pelaksanaan pembelajaran di SMA adalah realisasi pembelajaran program

produktif yang ditentukan pada penguasaan dasar-dasar keahlian yang luas, kuat

serta penguasaan alat dan bahan teknik bekerja yang tepat dengan alokasi untuk

pembelajaran mata diklat produktif adalah 30% teori dan 70% praktek di

lapangan. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi guru, karena mereka harus

memahami aspek teoretis dan praktis mengenai apa yang dibutuhkan di

masyarakat, sekaligus dituntut kemampuan personal untuk bekerjasama dengan

pihak-pihak terkait dengan dunia usaha/industri. Guru adalah kondisi yang

diposisikan sebagai garda terdepan di dalam pelaksanaan proses belajar mengajar

dan guru memegang posisi yang sangat strategis dalam upaya menciptakan

lulusan yang profesional dan berkualitas sehingga dapat memenuhi kebutuhan

sumber daya manusia yang profesional.


4

Guru yang profesional dalam mendidik peserta didiknya adalah guru yang

berupaya mengembangkan potensi-potensi yang ada pada peserta didiknya.

Sebagaimana dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20

Tahun 2003 dalam Bab II Pasal 2 yang menegaskan bahwa pendidik harus

berupaya mengembangkan potensi yang ada pada peserta didik. Oleh sebab itu,

guru dituntut untuk mampu mendidik peserta didik dengan sebaik-baiknya dan

semaksimal mungkin. Guru merupakan kunci keberhasilan sebuah lembaga

pendidikan dan komponen penting dalam menciptakan sumber daya manusia yang

berkualitas sesuai dengan cita-cita luhur bangsa yang tertuang dalam Tujuan

Pendidikan Nasional. Oleh sebab itu, guru harus dibina dan dikembangkan secara

terus menerus melalui pendidikan, pelatihan, dan kegiatan lain agar kemampuan

profesionalnya lebih meningkat sehingga guru mampu dalam menciptakan

suasana yang menarik dalam proses pembelajaran.

Untuk mewujudkan hal tersebut diperlukan adanya komponen yang

mendukung yakni kinerja guru yang profesional. Kinerja guru merupakan kunci

keberhasilan pendidikan, karena keberadaan guru sangat berpengaruh terhadap

semua sumber daya pendidikan yang ada. Berbagai sumber daya pendidikan

seperti, sarana dan prasarana, biaya, teknologi, dan informasi dapat berfungsi

dengan baik apabila guru memiliki kemampuan yang baik dalam menggunakan

semua sumber daya yang ada.

Peran serta guru dalam pendidikan sebagaimana tertuang dalam

UndangUndang No.14 Tahun 2005 Pasal 1 bahwa: “Guru adalah pendidik

profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan,


5

melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini

jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah”. Dalam

upaya menciptakan guru yang profesional di bidangnya, pemerintah telah

melakukan program sertifikasi guru mulai tahun 2008. Dengan program

sertifikasi, pemerintah mengharapkan akan hadir guru-guru yang profesional yang

dapat menciptakan peserta didik yang handal di bidangnya.

Guru profesional adalah orang memiliki kemampuan dan keahlian khusus

dalam bidang keguruan sehingga ia mampu melakukan tugas adan fungsinya

sebagai guru dengan kemampuan maksimal (Usman, 2005:15). Sedangkan

menurut Rice dan Bishoprick dalam (Bafadal 2013:5), guru profesional adalah

guru yang mampu mengelola dirinya sendiri dalam melaksanakan tugas sehari-

hari. Seorang guru profesional harus memiliki beberapa kompetensi, yaitu:

kompetensi intelektual, kompetensi fisik, kompetensi pribadi, kompetensi sosial

dan kompetensi spiritual. Secara ideal guru yang diharapkan adalah guru yang

memiliki keberdayaan untuk mampu mewujudkan kinerja dalam melaksankan

fungsi dan perannya secara profesional. Perwujudan tersebut terutama tercermin

melalui kinerjanya dalam mengajar, hubungan dengan siswa, hubungan dengan

sesama guru, hubungan dengan pihak lain, sikap dan keterampilan profesionalnya.

Menurut Prayoga (2019) kinerja guru merupakan hasil yang dicapai oleh guru

dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkna

atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta kedisiplinan.


6

Mangkunegara (2017:67) mengemukakan bahwa kinerja sebagai hasil

kerja yang secara kualitas dan kuantitas dicapai oleh seorang pegawai dalam

melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.

Kinerja merefleksikan seberapa baik pekerja melakukan hal-hal yang berkaitan

dengan tugas dan tanggung jawabnya dengan sungguh-sungguh.

Selanjutnya Pidarta (2014:2) mengemukakan ada beberapa faktor yang

dapat mempengaruhi kinerja guru dalam melaksanakan tugasnya yaitu:

kepemimpinan kepala sekolah, fasilitas sekolah, harapan-harapan, dan

kepercayaan personalia sekolah. Berbagai faktor yang mempengaruhi kinerja

guru. Faktor-faktor tersebut meliputi stres kerja, motivasi kerja, budaya

organisasi, gaya kepemimpinan kepala sekolah, kepuasan kerja, disiplin kerja dan

lain-lain. Asrul (2016:16) mengemukakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi

kinerja guru meliputi komunikasi/iklim sekolah, kepemimpinan kepala sekolah,

kinerja karyawan, stres dan kepuasan kerja. Srinalia (2015:18) mengemukakan

faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja guru meliputi kecerdasan, keterampilan

dan kecakapan, bakat, kemampuan dan minat, motif, kesehatan, kepribadian, cita-

cita dan tujuan dalam bekerja, lingkungan keluarga, lingkungan kerja, komunikasi

dengan kepala sekolah dan sarana dan prasarana.

Selanjutnya, Robbins (2012:281) kinerja seseorang sangat dipengaruhi

oleh faktor kemampuan (ability), motivasi (motivation), dan kesempatan

(oppurtunity), yaitu performance artinya kinerja merupakan fungsi dari

kemampuan, motivasi dan kesempatan. Supardi (2013:50) faktor yang

mempengaruhi kinerja, antara lain adalah lingkungan, perilaku manajemen,

desain jabatan, penilaian kinerja, umpan


7

balik dan administrasi pengupahan. Slameto (2017:10) mengemukakan faktor

yang mempengaruhi kinerja yaitu, kepemimpinan guru, kepeduliannya terhadap

lingkungan dan komitmennya terhadap perbaikan lingkungan kerja/sekolah. Rizal

(2019:12) faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja antara lain: (1) sikap mental

(motivasi kerja, disiplin kerja, etika kerja), (2) pendidikan, (3) ketrampilan, (4)

manajemen kepemimpinan, (5) tingkat penghasilan, (6) gaji dan kesehatan, (7)

jaminan sosial, (8) iklim kerja, (9) sarana dan prasarana, (10) teknologi, (11)

kesempatan berprestasi.

Banyak sekolah telah mencantumkan visi dan misi sekolah di dalam

dokumen sekolah maupun mempublikasikannya pada khalayak, namun warga

sekolah justru tidak memahaminya. Guru sebagai pihak yang sangat berperan

dalam proses pembelajaran di sekolah dalam hal ini memegang peranan penting

akan pelaksanaan visi dan misi sekolah melalui kinerjanya. Sebagian besar guru

melaksanakan tugasnya hanya sebagai kegiatan rutin di ruang kelas dan inovasi

bagi guru relatif tertutup serta kreativitas bukan merupakan bagian dari prestasi

(Syaiful Sagala, 2017: 38). Jika ada guru mengembangkan kreativitasnya, guru

tersebut cenderung dinilai membuang-buang waktu dan boros. Hasil penataran

guru pada berbagai bidang studi belum menunjukkan daya kerja berbeda

dibanding kinerja para guru yang tidak mengikuti penataran serta tidak ada

kontrol terhadap hasil penataran meski penataran itu telah menghabiskan biaya

cukup besar (Syaiful Sagala, 2017: 38). Meskipun demikian, masih banyak guru

dan tenaga kependidikan melaksanakan tugas dengan penuh keikhlasan dan penuh

semangat, karena sudah menjadi tanggung jawab hidupnya.


8

Fenomena yang terjadi saat ini pada lingkup sekolah SMA yang ada di

Kota Kendari adalah kepemimpinan dan motivasi kepala sekolah terhadap kinerja

guru di SMA belum berkontribusi secara maksimal, guru di SMA masih

mengalami kesulitan dalam melaksanakan penelitian tindakan kelas seperti yang

dituntut oleh kepala sekolah, adanya faktor lingkungan yang memengaruhi kinerja

guru, kepemimpinan kepala sekolah belum meningkatkan kinerja guru yang

efektif dan inovatif serta kurangnya kepala sekolah dalam memotivasi guru untuk

meningkatkan kinerja guru. Selanjutnya masalah tingkat kinerja guru di sekolah

terbilang masih memiliki beberapa permasalahan diantaranya, masih banyak guru

yang jarang masuk kelas untuk melaksanakan tugas mengajarnya, guru masih

banyak yang belum mampu membuat data perencanaan pembelajran dan tidak

bersemangat dalam mengajar serta kurang terjalinnya komunikasi dengan baik

Berdasarkan uraian tersebut, dapat dikatakan bahwa kinerja guru sangat

memberikan dampak bagi pelaksanaan visi dan misi sekolah serta berdampak

pada mutu sekolah secara lebih luas. SMA Negeri yang ada di Kota Kendari

sebagai salah satu Sekolah Menengah Atas yang cukup banyak difavoritkan oleh

masyarakat dalam hal ini menjadi memiliki daya tarik tersendiri bagi peneliti

terkait kinerja guru pada sekolah tersebut. Peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian secara lebih mendalam mengenai Strategi Peningkatan Kinerja Guru

Pada SMA Negeri di Kota Kendari.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah pada

penelitian ini adalah


9

1. Bagaimana Strategi Peningkatan Kinerja Guru Pada SMA Negeri di Kota

Kendari?

2. Apa saja hambatan Peningkatan Kinerja Guru Pada SMA Negeri di Kota

Kendari?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang diharapkan oleh

penulis dalam penelitian adalah untuk mengetahui dan menganalisis:

1. Strategi Peningkatan Kinerja Guru Pada SMA Negeri di Kota Kendari

2. Hambatan Peningkatan Kinerja Guru Pada SMA Negeri di Kota Kendari

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat dan dapat

berguna dalam dua aspek antara lain:

1. Manfaat Teoritis

a. Bagi pengembangan ilmu pengetahuan, hasil penelitian ini diharapkan

dapat menambah informasi dan khasanah mengenai kinerja guru,

sumbangan pemikiran serta sebagai bahan masukan untuk mendukung

dasar teori penelitian yang sejenis dan relevan.

b. Hasil penelitian dapat dijadikan sebagai referensi atau perbandingan

untuk penelitian-penelitian yang selanjutnya.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Peneliti Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan

manfaat kepada peneliti karena menerapkan ilmu yang sudah didapat


1

selama di bangku kuliah sehingga dapat diaplikasikan dalam

penelitian dan menambah pengalaman serta pengetahuan.

b. Bagi masyarakat, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan

informasi atau wawasan kepada masyarakat tentang Strategi

Peningkatan Kinerja Guru Pada SMA Negeri di Kota kendari.

c. Bagi Sekolah

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukan

kepada pihak pimpinan SMA Negeri di Kota kendari untuk

mengevaluasi dan meningkatkan kinerja guru yang terdapat di sekolah

tersebut.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Untuk menghindari kesalahpahaman dalam memahami isi tesis ini, maka

penulis membatasi ruang lingkup penelitian pada Strategi Peningkatan Kinerja

Guru Pada SMA Negeri di Kota Kendari. Dimana kinerja guru diukur dengan

indikator berdasarkan Departemen Pendidikan Nasional, yakni :

1. Perencanaan program pembelajaran

2. Pelaksanaan Kegiatan Pembelajaran

3. Penilaian dan Evaluasi Pembelajaran


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Empirik

Berikut ini adalah beberapa kajian empirik yang relevan dengan penelitian

ini, yang dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Masrur Kamil, 2021 “Strategies To Increase School Performance In SMA Al

Azhar 19 Ciracas”. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis proses

perencanaan strategis, penerapan strategi peningkatan kinerja di SMA Al

Azhar 19 Ciracas untuk mencapai keunggulan kompetitif. Strategi

peningkatan kinerja menggunakan analisis SWOT, matriks I/E, grand

strategy, competitive profile matrix (CPM), dan QSPM untuk merumuskan

rencana program kerja dan Key Performance Indicator (KPI). Hasil yang

diperoleh dari analisis strategi menyimpulkan bahwa pentingnya pembinaan

kinerja guru di SMA Al Azhar 19 Ciracas untuk terus meningkatkan

kompetensinya, kemudian memantau kinerja guru, meningkatkan

kedisiplinan bagi tenaga kependidikan, serta memberikan motivasi dan

penghargaan oleh kepala sekolah

2. Masnun, 2019 “Strategi Peningkatan Kinerja Guru”. Mengingat pentingnya

keterlibatan guru, profesi perlu dikembangkan secara terus menerus dan

proporsional sesuai jabatan fungsionalnya. Maka dari itu, salah satu upaya

yang ditempuh ialah memberlakukan Penilaian Kinerja Guru (PK Guru)

untuk menjamin proses pembelajaran yang berkualitas pada semua jenjang

pendidikan. Penilaian kinerja guru perlu dilakukan agar fungsi dan tugas

yang

11
1

ada pada jabatan fungsional guru dilaksanakan sesuai dengan aturan dan

kode etik yang berlaku. Kinerja guru tidak terwujud dengan begitu saja,

tetapi dipengaruhi oleh faktorfaktor tertentu. Baik faktor internal maupun

eksternal sama-sama membawa dampak terhadap kinerja guru. Faktor

internal kinerja guru adalah faktor yang datang dari dalam diri guru yang

dapat mempengaruhi kinerjanya, contohnya ialah kemampuan,

keterampilan, kepribadian, persepsi, motivasi menjadi guru, pengalaman

lapangan dan latar belakang keluarga. Faktor eksternal kinerja guru adalah

faktor yang datang dari luar, guru yang dapat mempengaruhi kinerjanya,

contohnya ialah (1) gaji;

(2) sarana dan prasarana, (3) lingkungan kerja fisik; (4) kepemimpinan.

3. Ahmad Yani, 2021 “Peningkatan Kinerja Guru Dalam Menyusun Strategi

Pembelajaran Melalui Kegiatan Workshop Di SMAN 7 Muaro Jambi Tahun

Pelajaran 2018/2019”. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) untuk mengetahui

kegiatan workshop yang dapat meningkatkan kinerja guru dalam menyusun

strategi pembelajaran; (2) untuk mengetahui peran kegiatan workshop dalam

meningkatkan kinerja guru dalam mengajar di SMA Negeri 7 Muaro Jambi;

(3) untuk mengetahui kendala apa saja yang dihadapi dalam pelaksanaan

kegiatan workshop untuk meningkatkan kinerja guru dalam menerapkan

strategi pembelajaran di SMA Negeri 7 Muaro Jambi; (4) untuk mengetahui

usaha yang telah dilakukan oleh kepala Sekolah di SMA Negeri 7 Muaro

Jambi dalam meningkatkan kinerja guru untuk menerapkan strategi

pembelajaran. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan (action

research) yang bertujuan untuk meningkatkan kinerja guru dalam

menyusun strategi
1

pembelajaran melalui workshop di SMA Negeri 7 Muaro Jambi. Tindakan

yang akan dilakukan adalah workshop penyusunan strategi pembelajaran.

Jenis penelitian tindakan yang dipilih adalah jenis emansipatori. subjek

penelitian ini adalah guru di SMA Negeri 7 Muaro Jambi yang berjumlah 26

orang, yang terdiri atas: 8 orang guru laki-laki dan 18 orang guru

perempuan. Sedangkan yang menjadi objek penelitian adalah kinerja guru

dalam menyusun strategi pembelajaran

4. Murniati, 2018 “Strategi Peningkatan Kinerja Guru Sma Swasta Kota

Pekanbaru”. Tujuan penelitian ini adalah mengkaji strategi peningkatan

kinerja guru yang sesuai untuk diterapkan pada SMA Swasta Kota

Pekanbaru dan merumuskan alternatif strategi peningkatan kinerja guru

yang sesuai untuk diterapkan pada SMA Swasta Kota Pekanbaru. Dari hasil

analisis yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa dalam rangka peningkatan

kinerja guru SMA Swasta Kota Pekanbaru, alternatif strategi yang menjadi

prioritas dan sesuai diterapkan bagi tercapainya peningkatan kinerja guru

optimal pada SMA Swasta Kota Pekanbaru adalah: pengoptimalan fungsi

kepemimpinan kepala sekolah dengan ketersediaan sarana prasarana

pendukung yang memadai, memperhatikan faktor utama yang berpengaruh

dan menjadi prioritas dalam rangka peningkatan kinerja guru SMA Swasta

Kota Pekanbaru yaitu faktor kompetensi profesional dan pedagogik, dan

aktor yang paling prioritas terlibat dan berpengaruh bagi peningkatan

kinerja guru yaitu kepala sekolah dan guru, serta tujuan utama yang menjadi

prioritas dari peningkatan kinerja guru yaitu meningkatkan kualitas proses

pembelajaran.
1

5. Fitriani, 2016 “Strategi Kepala Sekolah Dalam Meningkatkan Kinerja Guru

Di SMA Negeri 1 Mutiara Kabupaten Pidie”. Tujuan penelitian ini adalah:

untuk mengetahui: program, strategi, dan kendala yang dihadapi kepala

sekolah dalam meningkatkan kinerja guru pada SMA Negeri 1 Mutiara

Kabupaten Pidie. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan

pendekatan kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Program

kepala sekolah dalam meningkatkan kinerja guru sudah disusun, namun

tidak terperinci dengan baik. Program yang disusun tetap dilaksanakan

dengan sebaik mungkin oleh kepala sekolah untuk meningkatkan kinerja

guru. (2) Strategi peningkatan kinerja guru dengan menerapkan strategi

kepemimpinan demokratis. Dalam menghadapi guru-guru, biasanya kepala

sekolah sering bertukar pikiran dengan para guru, sehingga menemukan satu

cara efektif untuk meningkatkan kinerja mereka dalam pengembangan

proses pembelajaran. Guru-guru yang kinerjanya rendah, sikap dan

kepribadiannya keras, dengan pendekatan persuasif kepala sekolah

menganjurkan agar mereka meningkatkan kinerjanya. (3) Kendala yang

ditemui kepala sekolah dalam meningkatkan kinerja guru antara lain:

kurangnya tersedia dana untuk pelatihan guru di luar jam dinas, masih ada

guru yang kurang aktif, dan hasil penataran belum mampu disosialisasikan

kepada temannya.

6. Yasyakur, 2019 “Strategi Kepala Sekolah Dalam Meningkatkan Kinerja

Guru Di SMA Yaniic (Yayasan Nurwulan Iqra Islamic Centre) Jakarta

Utara”. Asumsi rendahnya mutu kepala sekolah disebabkan oleh

ketidaktransparan perekrutan kepala sekolah, kurangnya forum

peningkatan mutu kepala


1

sekolah, kedisiplinan serta rendahnya motivasi. Strategi kepemimpinan

kepala sekolah SMA YANIIC (Yayasan Nurwulan Iqra Islamic Centre)

Jakarta Utara dalam meningkatkan kinerja guru menunjukkan

kepemimpinannya dengan gaya demokratis, tidak gegabah dalam bersikap

dan mengambil keputusan, selalu bermusyawarah. Strategi yang dilakukan

kepala sekolah dalam meningkatkan kinerja guru yaitu dengan pembinaan

disiplin, menjadi teladan bagi guru dan peserta didik, mengadakan seminar

dan pelatihan, bekerja sama dengan lembaga pendidikan lain, mendatangkan

para ahli, memberi kesempatan kepada guru untuk saling mengadakan

supervisi, menyediakan dan mengoptimalkan sarana dan perlengkapan

pendidikan. Pemberian motivasi kepada guru, kerja sama yang harmonis,

melibatkan guru dalam setiap kegiatan, berusaha untuk memenuhi keinginan

dan kebutuhan guru dalam menjalankan tugasnya, pemberian penghargaan

kepada guru untuk meningkatkan kinerja, memberikan rasa aman di

sekolah, damai, menerapkan prinsip kekeluargaan yang didasari niat ibadah.

2.2 Tinjauan Teoritik

2.2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia

Telaah teoritis yang menjadi rujukan untuk menjelaskan dan menguji

secara empiris kinerja guru adalah teori Manajemen SDM. Manajemen SDM

adalah perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian yang

terintegrasi dengan kompensasi, pengembangan, pengadaan, pemeliharaan, dan

pemisahan hubungan kerja sehingga tujuan individu, organisasi dan masyarakat

tercapai (Flippo, 2005 : 5). Pendapat sama oleh Handoko (2010:2) bahwa

pengertian
1

manajemen SDM adalah penarikan, seleksi, pengembangan, pemeliharaan, dan

penggunaan sumber daya manusia untuk mencapai baik tujuan-tujuan individu

maupun organisasi. Konsisten dengan pendapat Malthis dan Jackson (2011:5)

manajemen SDM dapat diartikan sebagai ilmu dan seni yang mengatur hubungan

dan peranan tenaga kerja agar efektif dan efisien dalam penggunaan kemampuan

manusia agar dapat mencapai tujuan di setiap organisasi.

Manajemen SDM mempunyai pengertian yang erat hubungannya dengan

pengelolaan SDM atau pegawai dalam organisasi, sehingga SDM dapat juga

disebut sebagai personil, tenaga kerja, pekerja, pegawai, potensi manusiawi

sebagai penggerak organisasi dalam mewujudkan eksistensinya, atau potensi yang

merupakan aset dan berfungsi sebagai modal non material dalam organisasi publib

maupun bisnis, yang dapat diwujudkan menjadi potensi nyata secara fisik dan non

fisik dalam perwujudan eksistensi dalam organisasi (Nawawi, 2011:4). Konsiten

dengan pendapat Noe et al. (2011:2) menjelaskan bahwa manajemen SDM adalah

kombinasi kebijakan, praktik dan sistem yang mempengaruhi kebiasaan, tingkah

laku dan performa karyawan dalam aktivitas berorganisasi. Dalam penerapanya

memberikan rincian aktivitas SDM, seperti analisis dan desain pekerjaan,

perencanaan, rekrutmen, pelatihan dan pengembangan SDM, pemberian

kompensasi, manajemen kinerja, serta relasi antara pegawai.

Manajemen SDM adalah kepedulian terhadap dimensi pegawai, karena

setiap organisasi terdiri dari pegawai, memberian layanan, mengembangkan

keterampilan pegawai, memotivasi pegawai untuk meningkatkan kinerja yang

lebih tinggi dan memastikan bahwa pegawai terus mempertahankan komitmennya

pada
1

organisasi agar mencapai kinerja pegawai dan tujuan organisasi (Decenzo dan

Robbins, 2013:13). Konsisten dengan pendapat Stoner (2013:6) mendefinisikan

Manajemen SDM adalah sebuah prosedur yang berkelanjutan dengan tujuan untuk

mengelola SDM dalam organisasi dengan pegawai yang tepat untuk ditempatkan

pada posisi dan jabatan yang tepat pada saat organisasi memerlukannya.

Manajemen SDM merupakan salah satu bidang dari manajemen umum

yang meliputi segi-segi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan

pengendalian. Proses tersebut terdapat dalam fungsi atau bidang produksi,

pemasaran, keuangan maupun kepegawaian dalam mencapai tujuan organisasi.

Manajemen SDM memiliki peranan yang sangat penting dan faktor kunci dalam

pencapaian tujuan organisasi, maka berbagai pengalaman dan hasil penelitian

dalam bidang SDM dikumpulkan secara sistematis dalam apa yang disebut dengan

manajemen SDM (Rivai et al., 2014:7). Istilah manajemen mempunyai arti

sebagai kumpulan pengetahuan tentang bagaimana seharusnya mengelola SDM.

Konsisten dengan pendapat Ivancevich (2014:34) bahwa MSDM secara khusus

dituntut fokus terhadap segala aktivitas yang berhubungan dengan manusia.

Manajemen SDM adalah melakukan analisis pekerjaan, perencanaan

kebutuhan personel, merekrut pegawai yang tepat untuk pekerjaan tertentu,

mengarahkan dan melatih, mengelola upah dan gaji, memberikan manfaat dan

insentif, mengevaluasi kinerja, menyelesaikan perselisihan, dan berkomunikasi

dengan semua karyawan di semua tingkatan Robbins dan Judge (2018:16).

Konsisten dengan pendapat Dessler (2019:3) bahwa manajemen SDM mengacu

pada kebijakan dan praktik yang perlu dilakukan pegawai atau aspek SDM dari
1

posisi manajemen termasuk perekrutan, penyaringan, pelatihan, penghargaan dan

penilaian. Lebih lanjut Dessler (2019:4) menyatakan manajemen SDM adalah

proses memperoleh, melatih, menilai, pemberian kompensasi kepada pegawai,

memberikan perhatian pada hubungan tenaga kerja, kesehatan dan keselamatan

pegawai dan masalah keadilan.

Manajemen SDM melibatkan sistem perencanaan, desain dan

implementasi, pegawai, pengembangan pegawai, manajemen karir, evaluasi

kinerja, kompensasi dan hubungan kerja yang baik. Manajemen SDM melibatkan

semua keputusan dan praktik manajemen yang secara langsung mempengaruhi

SDM. Karena itu menurut Amstrong (2020:3) bahwa manajemen SDM

didefinisikan sebagai pendekatan strategis dan koheren untuk pengelolaan aset

organisasi yang paling bernilai yaitu para pegawai yang bekerja baik secara

individu maupun bersama-sama yang berkontribusi pada pencapaian tujuan

pegawai maupun tujuan organisasi. Dengan demikian secara umum tujuan dari

manajemen SDM adalah untuk memastikan bahwa organisasi mampu mencapai

kesuksesan melalui pegawainya Amstrong (2020:8).

Keberadaan Manajemen SDM dapat memberikan kontribusi pada

pencapaian tujuan dan efektivitas organisasi. Meskipun secara formal departemen

SDM diciptakan untuk dapat membantu para pimpinan atau manajer, namun

demikian para pimpinan atau manajer tetap bertanggung jawab terhadap

pencapain kinerja pegawai. Karena itu tujuan utama manajemen SDM adalah

untuk memastikan ketersediaan pegawai yang tepat untuk pekerjaan yang tepat

sehingga tujuan organisasi tercapai secara efektif. Karena itu kerangka dasar

implementasi
1

fungsi Manajemen SDM dapat dibedakan atas fungsi manajemen dan fungsi

operasional SDM (Flippo, 2005:5) sebagai berikut:

1. Fungsi-fungsi manajemen yaitu: (1) Perencanaan (planning); (2)

Pengorganisasian (organizing); (3) pengarahan (directing) dan (4)

Pengendalian (controlling).

2. Fungsi-fungsi opersional MSDM meliputi: (1) Pengadaan pesonil

(procurement), (2) Pengembangan (development), (3) Kompensasi

(compencation), (4) Integrasi (integration), (5) Pemeliharaan

(maintenance), (6) Pemisahan (separation).

Fungsi manajemen SDM menurut Dressler (2019:41) adalah proses

memperoleh, melatih, dan memberikan kompensasi kepada pegawai,

memperhatikan hubungan kerja, kesehatan dan keamanan, dan masalah keadilan

melalui: (1) melakukan analisis pekerjaan; (2) merencanakan kebutuhan tenaga

kerja dan merekrut calon pegawai; (3) memilih calon pegawai; (4) mengarahkan

dan melatih pegawai- pegawai baru; (5) mengatur upah dan gaji; (6) memberikan

insentif dan keuntungan; (7) menilai prestasi; (8) berkomunikasi; (9) melatih dan

mengembangkan para manajer; dan (10) membangun komitmen pegawai.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disumpulkan manajemen

SDM adalah proses pengadaan, pengembangan dan pemeliharaan pegawai yang

kompeten dalam organisasi sehingga tujuan organisasi tercapai secara efektif dan

efisien. Singkatnya, Manajemen SDM adalah seni mengelola pegawai di tempat

kerja sedemikian rupa sehingga mereka memberikan yang terbaik kepada

organisasi untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. Selanjutnya Manajemen SDM


2

adalah proses mengelola pegawai dalam organisasi secara terstruktur dan

menyeluruh yang mencakup bidang kepegawaian, retensi pegawai, pengaturan

dan manajemen kompesasi, fasilitas, manajemen kinerja, manajemen perubahan,

dan pemutusan hubungan kerja. Artinya secara sederhana, manajemen SDM

adalah proses pemanfaatan SDM yang efisien dan efektif sehingga tujuan yang

ditetapkan tercapai.

2.2.2 Pengertian Guru

Menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen,

guru adalah pendidik profesional yang memiliki beberapa tugas. Dinyatakan

dalam Pasal 1 (1) pengertian guru adalah “pendidik profesional dengan tugas

utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan

mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan

formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah”. Menurut Kamus Besar

Bahasa Indonesia, guru adalah orang yang pekerjaannya (mata pencahariannya,

profesinya) mengajar (Poerwadarminta, 2016: 335). Dengan definisi ini, guru

diberi makna yang sama sebangun dengan pengajar. Dengan demikian, pengertian

guru ini hanya menyebutkan satu sisi sebagai pengajar, tidak termasuk pengertian

guru sebagai pendidik dan pelatih.

Secara umum, baik sebagai pekerjaan ataupun sebagai profesi, guru selalu

disebut sebagai salah satu komponen utama pendidikan yang sangat penting.

Guru, siswa, dan kurikulum merupakan tiga komponen utama dalam sistem

pendidikan nasional. Ketiga komponen pendidikan itu merupakan ‘conditio sine

quanon’ atau syarat mutlak dalam proses pendidikan sekolah. Melalui mediator

yang disebut
2

guru, siswa dapat memperoleh menu sajian bahan ajar yang diolah dari dalam

kurikulum nasional ataupun dalam kurikulum muatan lokal. Guru adalah

seseorang yang memiliki tugas sebagai fasilitator agar siswa dapat belajar dan

atau mengembangkan potensi dasar dan kemampuannya secara optimal, melalui

lembaga pendidikan sekolah, baik yang didirikan oleh pemerintah maupun oleh

masyarakat atau swasta. Dengan demikian, dalam pandangan umum, guru tidak

hanya dikenal secara formal sebagai pendidik, pengajar, pelatih, dan pembimbing

tetapi juga sebagai social agent hired by society to help facilitate members of

society who attend schools’ (Robin Cooper, 2017: 2), atau agen sosial yang

diminta oleh masyarakat untuk memberikan bantuan kepada warga masyarakat

yang akan dan sedang berada di bangku sekolah.

Lebih lanjut Zakiyah Daradjat (2015: 39) menyatakan bahwa guru adalah

pendidik professional, karena guru itu telah menerima dan memikul beban dari

orang tua untuk ikut mendidik anak-anak. Dalam hal ini, orang tua harus tetap

sebagai pendidik yang pertama dan utama bagi anak-anaknya, sedangkan guru

adalah tenaga professional yang membantu orangtua untuk mendidik anak-anak

pada jenjang pndidikan sekolah.

Secara formal yang dimaksudkan guru adalah seseorang yang memperoleh

Surat Keputusan (SK), baik dari pemerintah atau swasta, untuk melaksanakan

tugasnya, dan karena itu memiliki hak dan kewajiban untuk melaksanakan

kegiatan belajar-mengajar di lembaga pendidikan sekolah. Dalam Undang-

Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, guru

dipandang hanya menjadi bagian yang kecil dari istilah pendidik. Dinyatakan

dalam Pasal 39 (2) pengertian


2

pendidik merupakan “tenaga professional yang bertugas merencanakan dan

melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan

bimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada

masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi”.

2.2.3 Peran dan Fungsi Guru

Guru memiliki satu kesatuan peran dan fungsi yang tidak terpisahkan,

antara kemampuan mendidik, membimbing, mengajara, dan melath. Keempat

kemampuan tersebut merupakan kemampuan integratif, yang satu tidak dapat

terpisahkan dengan yang lain.

Menurut Suparlan, guru sering dicitrakan memiliki peran ganda yang

dikenal sebagai EMASLIMDEF (Educator, Manager, Administrator, Supervisor,

Leader, Inovator, Motivator, Dinamisator, Evaluator, dan Facilitator). Peran guru

sebagai educator berfungsi mengembangkan kepribadian, membimbing, membina

budi pekerti, memberikan pengarahan. Peran guru sebagai manager berfungsi

mengawal pelaksanaan tugas dan fungsi berdasarkan ketentuan dan

perundangundangan yang berlaku. Peran guru sebagai administrator berfungsi

membuat daftar presensi, membuat daftar penilaian, melaksanakan teknis

admistrasi sekolah. Peran guru sebagai supervisor berfungsi sebagai memantau,

menilai, dan memberikan bimbingan teknis. Peran guru sebagai leader berfungsi

sebagai mengawal pelaksanaan tugas pokok dan fungsi tanpa harus mengikuti

secara kaku ketentuan dan perundang-undangan yang berlaku.peran guru sebagai

innovator berfungsi melakukan kegiatan kreatif, menentukan strategi, metode,

cara- cara atau konsep yang berada pada pengajaran. Peran guru sebagai motivator
2

berfungsi memberikan dorongan kepada siswa untuk dapat belajar lebih giat, dan

memberikan tugas kepada siswa sesuai dengan kemampuan dan perbedaan

individual peserta didik. Peran guru sebagai dinamisator berfungsi memberikan

dorongan kepada siswa dengan cara menciptakan suasana lingkungan

pembelajaran yang kondusif. Peran guru sebagai evaluator menyusun instrumen

penelitian, melaksanakan penilaian dalam berbagai bentuk dan jenis penilaian,

menilai pekerjaan siswa. Peran guru sebagai fasilitator, berfungsi memberikan

bantuan teknis, arahan, atau petunjuk kepada peserta didik (Suparlan, 2015: 25).

Peran dan tugas utama guru di sekolah sebagai the management role

bertugas mengetahui latar belakang siswa, sosial, ekonomi, dan

intelektualakademis. Selain itu juga untuk mengetahui perbedaan individual siswa,

potensi, dan kelemahan siswa, termasuk gaya pembelajaran mereka. Peran dan

tugas utama guru di sekolah sebagai the instructional role bertugas: 1) memiliki

pengetahuan, terampil, dan profesional; 2) bertanggung jawab, disiplin, dan

produktif; 3) menghargai dan kasih sayang terhadap siswa; 4) memiliki nilai-nilai

moral, prinsip kemanusiaan dalam semua langkahnya; 5) memiliki sikap inovatif,

kreatif, dan memahami perbedaan dan individualitas di kalangan siswa; 6)

menjadi contoh model bagi siswa, apa yang dikatakan itulah yang dilakukan; 7)

menghargai dan peduli terhadap lingkungan, serta memahami perkembangan dan

penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam kehidupan modern (Suparlan,

2015: 25).

2.2.4 Hak dan Kewajiban Guru

Hak-hak pendidik dan tenaga kependidikan, yaitu memperoleh 1)

Penghasilan dan jaminan kesejahteraan sosial yang pantas dan memadai; 2)


2

Penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja; 3) Perlindungan hukum

dalam melaksanakan tugas dan hak atas hasil kekayaan intelektual; dan 4)

Kesempatan untuk menggunakan sarana, prasarana, dan fasilitas pendidikann

untuk menunjang kelancaran pelaksanaan tugas (Undang-Undang Nomor 20

Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 40 Ayat 1, Dikbud).

Guru berhak memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum

dan jaminan kesejahteraan sosial, mendapatkan promosi dan penghargaan sesuai

dengan tugas dan prestasi kerja, memperoleh perlindungan dalam melaksanakan

tugas dan hak atas kekayaan intelektual, memperoleh kesempatan untuk

meningkatkan kompetensi, memperoleh dan memanfaatkan sarana dan prasarana

pembelajaran untuk menunjang kelancaran tugas keprofesionalan, memiliki

kebebasan dalam memberikan penilaian dan ikut menentukan kelulusan,

penghargaan, dan/atau sanksi kepada peserta didik sesuai dengan kaidah

pendidikan, kode etik guru, dan peraturan perundangundangan, memperoleh rasa

aman dan jaminan keselamatan dalam melaksanakan tugas, memiliki kebebasan

untuk berserikat dalam organisasi profesi, memiliki kesempatan untuk berperan

dalam penentuan kebijakan pendidikan, memperoleh kesempatan untuk

mengembangkan dan meningkatkan kualifikasi akademik dan kompetensi,

dan/atau memperoleh pelatihan dan pengembangan profesi dalam bidangnya

(Pasal 14 UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Dikti)

Pendidik dan tenaga kependidikan memiliki kewajiban menciptakan

suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, dan

dialogis, mempunyai komitmen secara profesional untuk meningkatkan mutu

pendidikan,
2

dan memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi, dan kedudukam

sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya (Pasal 40 ayat 2 UU Nomor

20 Tahun 2003, Dikbud).

Kewajiban guru diatur dalam Pasal 20 adalah merencanakan pembelajaran,

melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi

hasil pembelajaran, meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan

kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan,

teknologi, dan seni, bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar

pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras, dan kondisi fisik tertentu, atau latar

belakang keluarga, dan status sosial ekonomi peserta didik dalam pembelajaran,

menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dan kode etik guru,

serta nilai-nilai agama dan etika; dan memelihara dan memupuk persatuan dan

kesatuan bangsa (UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Dikti).

2.2.5 Kompetensi Guru

Kompetensi guru meliputi kompetensi profesional, kompetensi personal,

dan kompetensi sosial. Kompetensi profesional adalah ia harus memiliki

pengetahuan yang luas dan mendalam mengenai bidang studi yang akan diajarkan

kepada peserta didiknya dan metodologinya, memiliki pengetahuan yang

fundamental tentang pendidikan, serta memiliki keterampilan yang vital bagi

dirinya untuk memilih dan menggunakan berbagai strategi yang tepat dalam

proses pembelajaran. Kompetensi personal berarti bahwa ia harus memiliki

kepribadian yang mantap, sehingga mampu menjadi sumber indentifikasi

khususnya bagi peserta didik dan umumnya bagi sesama manusia. Kompetensi

sosial berarti bahwa


2

guru harus menunjukkan kemampuan berkomunikasi dengan baik terhadap

peserta didiknya, sesama guru, pemimpinnya, dan dengan masyarakat luas (Dirto

Hadisusanto, Suryati Sidharto, dan Dwi Siswoyo, 2016).

Menurut Dirto Hadisusanto, Suryati Sidharto, dan Dwi Siswoyo, selain

dengan tiga syarat kompetensi di atas, seorang guru juga dituntut mampu

memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya (to serve the common good) disertsi

dengan dedikasi yang tinggi untuk mencapai kesejahteraan insan (human welfare),

yang berarti mengutamakan nilai kemanusiaan dari pada nilai material (Dirto

Hadisusanto, Suryati Sidharto, dan Dwi Siswoyo, 2015). Dalam konteks

Indonesia, dewasa ini telah dirumuskan syarat kompetensi yang harus dimiliki

oleh seorang guru. Pada pasal 10 menyebutkan bahwa kompetensi guru meliputi

kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan

komptensi professional yang diperoleh melalui pendidikan profesi

(UndangUndang Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen, Dikti).

Berikut penjabaran kompetensi pedagogik, kepribadian, professional, dan

sosial yang harus dimiliki oleh seorang guru sebagai berikut:

a. Kompetensi Pedagogik

Kompetensi pedagogik merupakan kemampuan guru dalam mengelola

pembelajaran. Standar kompetensi pedagogik guru meliputi: 1) menguasai

karakteristik siswa dari aspek fisik, moral, spiritual, sosial, kultural, emosional,

dan intelektual; 2) menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang

mendidik; 3) mengembangkan kurikulum yang terkait dengan mata pelajaran yang

diampu; 4) menyelenggarakan pembelajaran yang mendidik; 5) memanfaatkan


2

teknologi informasi dan komunikasi untuk kepentingan pembelajaran; 6)

memfasilitasi pengembangan potensi siswa untuk mengaktualisasikan berbagai

potensi yang dimiliki; 7) berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun

dengan siswa; 8) menyelenggarakan penilaian dan evaluasi proses dan hasil

belajar; 9) memanfaatkan hasil penilaian dan evaluasi untuk kepentingan

pembelajaran; dan

10) melakukan tindakan reflektif untuk peningkatan kualitas pembelajaran

(Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 tahun 2007).

b. Kompetensi Kepribadian

Kompetensi kepribadian merupakan suatu performansi pribadi (sifatsifat)

yang harus dimiliki seorang guru. E. Mulyasa mengatakan bahwa kompetensi

kepribadian bagi guru adalah pribadi guru yang terintegrasi dengan penampilan

kedewasaan yang layak diteladani, memiliki sikap dan kemampuan memimpin

yang demokratis serta mengayomi siswa. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional

Nomor 16 tahun 2007 menyebutkan bahwa standar kompetensi kepribadian guru

meliputi 1) mampu bertindak secara konsiten sesuai dengan norma agama, hukum,

sosial, dan kebudayaan nasional Indonesia; 2) mampu menampilkan diri sebagai

pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif dan berwibawa; 3) mampu menampilkan

diri sebagai pribadi yang berakhlak mulia sebagai tauladan bagi dan masyarakat;

4) mempunyai rasa bangga menjadi guru, dapat bekerja mamdiri, mempunyai etos

kerja, rasa percaya diri dan tanggung jawab yang tinggi; 5) berprilaku jujur dan

disegani; 6) mampu mengevaluasi diri dan kinerja secara terus menerus; 7)

mampu mengembangkan diri secara berkelanjutan dengan belajar dari berbagai

sumber ilmu; dan 8) menjunjung tinggi kode etik profesi guru (E. Mulyasa, 2016:

118).
2

c. Kompetensi Sosial

Menurut Ramly, A. T. dan E. Trisyulianti. V, guru merupakan cermin

memberikan gambaran bagaimana dia memandang dirinya, masa depannya, dan

profesi yang ditekuninya. Permendiknas Nomor 16 tahun 2007 menyebutkan

bahwa standar kompetensi sosial guru meliputi: 1) bersikap inklusif, bertindak

objektif, serta tidak diskriminatif karena pertimbangan jenis kelamin, agama, ras,

kondisi fisik, latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi; 2)

berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan sesama pendidik,

tenaga kependidikan, orang tua, dan masyarakat; 3) beradaptasi di tempat bertugas

di seluruh wilayah republik indonesia yang memiliki keragaman sosial budaya;

dan 4) berkomunikasi dengan komunitas profesi sendiri dan profesi lain secara

lisan dan tulisan atau bentuk lain (Ramly, A. T. dan E. Trisyulianti. V, 2018: 87).

d. Kompetensi Profesional

Menurut Oemar Hamalik, seorang guru memiliki kompetensi profesional

bila guru tersebut memiliki pengetahuan dan pemahaman dasar di bidangnya yang

meliputi: 1) penguasaan bidang studi (materi) pembelajaran secara luas dan

mendalam yang memungkinkannya membimbing siswa memenuhi kompetensi

yang ditetapkan dalam standar nasional pendidikan; 2) menguasai bahan

pengayaan dan pendalaman serta aplikasi bidang studi yang diajarkan; 3) mampu

mengelola program belajar mengajar; 4) mengelola kelas; 5) menggunakan media

dan sumber pengajaran; 6) mengenal dan menerapkan landasan serta konsep-

konsep dasar kependidikan dengan berbaga sudut tinjauan (sosiologis, filosofis,

historis dan psikologis); 7) mengelola proses interaksi belajar-mengajar dengan

menggunakan
2

prinsip CBSA; 8) mengenal dan melaksanakan penilaian prestasi belajar siswa

untuk kepentingan pengajaran; 9) mengenal fungsi dan program layanan

bimbingan dan penyuluhan di sekolah; 10) mengerjakan administrasi belajar-

mengajar, administrasi kelas, administrasi sekolah; 11) memahami prinsip-prinsip

penelitian, mengolah perumusan penelitian dan menafsirkan hasil-hasil penelitian

pendidikan guna mengembangkan tugas-tuga pendidikan dan pengajaran; dan 12)

membina kerjasama dengan orang tua/wali siswa, dengan organisasi profesi dan

organisasi lainnya guna kepentingan pendidikan (Oemar Hamalik, 2017: 150).

Standar kompetensi profesional guru meliputi: 1) menguasai materi,

struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaranyang

diampu; 2) menguasai standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran

yang diampu; 3) mengembangkan materi pembelajaran yang diampu secara

kreatif;

4) mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan melakukan

tindakan reflektif; dan 5) memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi

untuk mengembangkan diri (Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16

tahun 2007).

2.2.6 Teori Kinerja

Berdasarkan kajian yang dikemukakan oleh Husanker menyatakan bahwa

kinerja sangat dipengaruhi oleh kepemilikan kemampuan serta dorongan motivasi.

Teori kinerja dapat digambarkan dengan “Kinerja = ability X (perkalian) motivasi.

Ability = aptitude X training X resouces. Motivation = desire X commitment.

Kinerja= aptitude X training X resources X desire X commitment (Supardi, 2013:

47). Dalam kajian ini yang dimaksud dengan training adalah layanan supervisi

yang
3

diberikan oleh kepala sekolah, sumber daya adalah suasana iklim kerja, dan

komitmen terkandung dalam usaha untuk memahami dengan sungguh-sungguh

kurikulum.

2.2.6.1 Kinerja Guru

Kata “kinerja” dalam bahasa Indonesia adalah terjemahan dari kata dalam

Bahasa Inggris “performance” yang berarti (1) pekerjaan; perbuatan, atau (2)

penampilan; pertunjukan, sedangkan kinerja dalam istilah ilmu administrasi atau

ilmu manajemen memiliki pengertian yang hampir sama.

Kirkpatrick, C.H.N. Lee, dan Nixon mengartikan kinerja sebagai ukuran

kesuksesan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan (direncanakan)

sebelumnya (Kirkpatrick, C.H.N. Lee, dan Nixon, 2015: 165-191). Murphy dan

Cleveland mengartikan kinerja sebagai penghitungan hasil akhir (countable

outcomes), atau dalam istilah Rue dan Syars sebagai tingkat pencapaian hasil atau

penyelesaian terhadap tujuan organisasi (the degree of accomplishment)

(Yeremias T. Keban 2015: 1).

Bantam English Dictionary (1979) dalam Rivai performance berasal dari

“to perfom” dengan beberapa entries yaitu: (1) melakukan, menjalankan, dan

melaksanakan (to do or carry out, execute); (2) memenuhi atau melaksanakan

kewajiban suatu niat atau nazar (to discharge of fulfill, as vow); (3) melaksanakan

atau menyempurnakan tanggung jawab (to execute or complete an understaking);

dan (4) melakukan sesuatu yang diharapkan oleh seseorang atau mesin (to do

what is expected of a person machine) (Rivai, 2016: 14).


3

Beberapa pengertian kinerja dikemukakan Rivai bahwa sejumlah para ahli

antara lain (1) kinerja merupakan seperangkat hasil yang dicapai dan merujuk

pada tindakan pencapaian serta pelaksanaan suatu pekerjaan yang diminta

(Stolovich and Keeps, 2014); (2) kinerja merupakan salah satu kumpulan total

dari kerja yang ada pada diri pekerja (Griffin, 2017); dan (3) kinerja merupakan

suatu fungsi motivasi dan kemampuan menyelesaikan tugas atau pekerjaan,

seseorang harus memiliki derajat kesediaan dan tingkat kemampuan tertentu

(Rivai, 2016: 15).

Syaiful Sagala mendefinisikan kinerja sebagai manifestasi hasil karya yang

dicapai oleh suatu institusi. Ukuran keberhasilan suatu institusi mencakup seluruh

kegiatan setelah melalui uji tuntas terhadap tujuan usaha yang telah ditetapkan dan

dilaksanakan (Syaiful Sagala, 2007: 180). Dari pengertian tersebut tercakup

beberapa unsur penting yang ada dalam suatu kinerja. Pertama, adanya institusi,

baik berupa lembaga (institute) seperti organisasi atau pranata (institutions) seperti

sistem pengaturan. Kedua, adanya tujuan yang telah ditetapkan dan diusahakan

pencapaiannya. Ketiga, adanya instrument yang digunakan dalam pelaksanaan uji

tuntas. Dari beberapa pengertian kinerja di atas dapat disimpulkan bahwa kinerja

adalah manifestasi hasil karya yang dicapai dalam menyelesaikan tugas atau

pekerjaan yang diminta.

Berdasarkan pengertian kinerja dan pengertian guru, disimpulkan bahwa

kinerja guru merupakan hasil kerja guru sesuai dengan tugas-tugas guru mengacu

pada kompetensi yang harus dimiliki guru. Kinerja guru merupakan prestasi yang

dicapai guru dalam melaksanakan tugasnya atau pekerjaannya selama periode

tertentu sesuai standar kompetensi dan kriteria yang telah ditetapkan untuk
3

pekerjaan tersebut. Kinerja seorang guru tidak dapat terlepas dari kompetensi

yang melekat dan harus dikuasai. Kompetensi guru merupakan bagian penting

yang dapat menentukan tingkat kemampuan guru dalam melaksanakan tugasnya

sebagai seorang pengajar. Kinerja guru pada penelitian ini dibatasi pada kinerja

guru dalam lingkup kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional. Kinerja

guru dalam lingkup kompetensi pedagogik meliputi kinerja guru dalam

melaksanakan perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses

pembelajaran, dan penilaian hasil belajar. Kinerja guru dalam lingkup kompetensi

profesional meliputi kinerja guru dalam mengelola proses pembelajaran di kelas,

melakukan penelitian pendidikan, dan kerjasama guru dengan orang tua siswa

serta organisasi lain yang berguna untuk kepentingan pendidikan.

Berdasarkan Undang-Undang No.14 Tahun 2005 mengenai guru dan

dosen, kinerja guru ditentukan dari seberapa baik menjalankan tugas

profesionalnya seperti (1) merencanakan pembelajaran, (2) melaksanakan proses

pembelajaran yang bermutu, serta (3) menilai dan mengevaluasi hasil

pembelajaran. Namun, di dalam pembelajaran, kinerja guru tidak hanya

ditunjukkan berdasarkan hasil kerja melainkan juga dilihat dari perilaku kerja

(Murphy dan Cleveland, 1991:92)

Kinerja atau performance diartikan sebagai penampilan, unjuk kerja, atau

prestasi yang telah dicapai hasil dari melakukan suatu kerja (Keban, 2017: 191).

Kinerja sebagai hasil kerja yang telah dicapai oleh seseorang dalam suatu

organisasi untuk mencapai tujuan berdasarkan atas standardisasi atau ukuran dan

waktu yang disesuaikan dengan jenis pekerjaannya dan sesuai dengan norma dan

etika yang telah ditetapkan (Supardi, 2013).


3

Kinerja sebagai hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan

tugas-tugas yang dibebankan kepadanya didasarkan atas kecakapan, pengalaman,

kesungguhan serta waktu (Hasibuan, 2016: 94). Selain itu, kinerja dapat

dinyatakan sebagai hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok

orang dalam organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab

masingmasing. Kinerja adalah suatu upaya mencapai tujuan organisasi

bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral

maupun etika (Prawirosentono, 2016: 2). Kinerja guru dapat diartikan sebagai

kemampuan guru untuk mendemonstrasikan berbagai kecakapan dan kompetensi

yang dimilikinya. Esensi dari kinerja guru tidak lain adalah kemampuan guru

dalam menunjukkan kecakapan dan kompetensi yang dimilikinya dalam dunia

kerja yang sebenarnya (Departemen Pendidikan Nasional, 2004). Dunia kerja guru

yang sebenarnya adalah membelajarkan siswa dalam kegiatan pembelajaran di

kelas.

Dari beberapa pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa kinerja guru

merupakan pencapaian hasil kerja “prestasi” dari seorang guru baik itu dalam

bentuk hasil kerja secara fisik yang dapat dilihat ataupun dari capaian perilaku

yang ditampilkan oleh guru selama memberikan pendidikan dan pengajaran

kepada peserta didik.

2.2.6.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Guru

Terdapat berbagai faktor yang dapat mempengaruhi kinerja seseorang,

diantara faktor tersebut antara lain (1) partisipasi SDM, (2) pengembangan karir,

(3) komunikasi, kesehatan, dan keselamatan kerja, (4) penyelesaian konflik, (5)

insentif yang baik, dan (6) kebanggaan (Supardi, 2013).


3

Sedangkan berkaitan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja

guru dapat dijelaskan seperti berikut ini (Susanto, 2012).

1. Kompetensi Guru, yaitu kemampuan dasar yang harus dimiliki oleh

seorang guru sehingga dapat memberikan hasil optimal dalam

pembelajarannya di dalam kelas;

2. Kepemimpinan Kepala Sekolah, yaitu pegaruh yang diberikan oleh kepala

sekolah untuk melakukan satu usaha demi mencapai tujuan yang telah

direncakan, pengaruh ini diberikan kepada guru untuk mencapai hasil

pembelajaran yang optimal kepada peserta didik, dan;

3. Motivasi kerja guru, yaitu keinginan seorang guru untuk bekerja lebih baik

dari sebelumnya sehingga kinerjanya dapat lebih baik dan memberikan

dampak terhadap prestasi peserta didik.

Kinerja guru dipengaruhi oleh beberapa faktor lain seperti (1) sikap mental

(motivasi kerja, disiplin kerja, etika kerja), (2) pendidikan, (3) keterampilan, (4)

manajemen kepemimpinan, (5) tingkat penghasilan, (6) gaji dan kesehatan, (7)

jaminan sosial, (8) iklim kerja, (9) sarana dan prasarana, (10) teknologi, dan (11)

kesempatan berprestasi (Supardi, 2013). Sedangkan menurut Gibson, kinerja guru

dipengaruhi oleh tiga kelompok variabel, yaitu:

(1) Variabel individu, meliputi kemampuan dan keterampilan, mental dan

fisik (dalam hal ini kemampuan dan keterampilan dalam memahami

kurikulum), latar belakang seperti keluarga, tingkat sosial, pengalaman,

selanjutnya demografis seperti umur, etnis, serta jenis kelamin;


3

(2) Variabel organisasi, meliputi sumber daya, kepemimpinan (dalam hal ini

pemberian layanan supervisi), imbalan, struktur, desain pekerjaan

(variabelvariabel ini akan mempengaruhi iklim kerja);

(3) Variabel psikologis individu, meliputi persepsi, sikap, kepribadian, belajar,

motivasi, kepuasan kerja, dan iklim kerja. (Gibson et al, 2012: 51-53;

Supardi, 2013).

2.2.6.3 Pengukuran Kinerja Guru

Berdasarkan PERMENPAN No. 16 Tahun 2009, pengukuran kinerja guru

dilaksanakan dengan melakukan penilaian kinerja guru. Penilaian kinerja guru

merupakan penilaian dari tiap butir kegiatan tugas utama guru dalam rangka

pembinaan karir kepangkatan dan jabatan guru. Kinerja guru diukur dari hasil

pelaksanaan tugas pembelajaran selama di kelas dan tanggung jawab atas peserta

didik di bawah bimbingannya dengan meningkatkan prestasi belajar peserta didik

(Supardi, 2013). Selain itu, kinerja guru tidak hanya ditunjukkan dari hasil kerja,

akan tetapi juga ditunjukkan oleh perilaku dalam bekerja, seperti kesetiaan,

prestasi kerja, tanggung jawab, ketaatan, kejujuran, dan kerja sama. Kesetiaan

diartikan sebagai kesediaan guru untuk mempertahankan nama baik, asas, dan

lambang negara. Konsekuensi diartikan sebagai bentuk perilaku setia, jujur,

mampu bekerja sama dengan tim, dan memiliki prakarsa dan bersifat

kepemimpinan. Lebih lanjut Supardi (2013: 70) menjelaskan bahwa kinerja guru

dapat dinilai dari penguasaan keilmuan, keterampilan tingkah laku, kemampuan

membina hubungan, kualitas kerja, inisiatif, kapasitas diri, serta kemampuan

dalam berkomunikasi.
3

Berdasarkan Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan

Dosen, kinerja guru dapat diukur dengan seberapa besar kompetensi-kompetensi

yang dipersyaratkan telah berhasil dipenuhi. Kompetensi tersebut meliputi (1)

kompetensi pedagogik, (2) kompetensi kepribadian, (3) kompetensi sosial, dan (4)

kompetensi profesional. Kinerja guru dapat dinilai dari pembelajaran yang

diperlihatkan dengan prestasi belajar peserta didik. Kinerja guru yang baik akan

menghasilkan prestasi belajar peserta didik yang baik. Selanjutnya kinerja yang

baik terlihat dari hasil yang diperoleh dari penilaian prestasi peserta didik

(Supardi, 2013).

Menurut kajian dari Riva’i (2016), terdapat aspek-aspek yang menjadi

ukuran dalam kinerja guru, yaitu kemampuan teknik, kemampuan konseptual, dan

kemampuan hubungan interpersonal;

1. Kemampuan teknik yaitu kemampuan menggunakan pengetahuan,

metode, teknik, dan peralatan yang dipergunakan untuk melaksanakan

tugas serta pengalaman dan pelatihan yang telah diperoleh;

2. Kemampuan konseptual, yaitu kemampuan untuk memahami kompleksitas

organisasi dan penyesuaian bidang gerak dari unit-unit operasional; 3.

Kemampuan hubungan interpersonal yaitu antara lain kemampuan untuk

bekerja sama dengan orang lain, membawa guru melakukan negosiasi.

Pada dasarnya penilaian kinerja guru berkaitan dengan pengembangan

keprofesian berkelanjutan (PKB). Guru dituntut untuk terus mengembangkan

dirinya berkaitan dengan tugasnya sebagai pendidik. Sehingga, proses penilaian


3

kinerja harus diupayakan sebagai alat evaluasi guna mencapai PKB. Berikut dapat

dijelaskan uraian konsep keterkaitan penilaian kinerja dengan PKB guru.

Tahap-tahap untuk melaksanakan penilaian kinerja guru dapat diuraian

seperti berikut ini.

1. Penilaian dilakukan dengan pengamatan dan atau pemantauan;

2. Pelaksanaan penilaian kinerja guru menggunakan instrumen penilaian

kinerja (PK) guru kelas atau mata pelajaran;

3. Pelaksanaan penilaian kinerja guru menggunakan instrumen PK guru

bimbingan konseling/ konselor;

4. Pelaksanaan penilaian kinerja guru menggunakan instrumen PK guru

dengan tugas tambahan yang relevan dengan sekolah;

5. Keseluruhan penilaian dilakukan dengan menggunakan manual lembar

instrumen penilaian berdasarkan lampiran dalam buku pedoman PK guru;

Sedangkan perangkat penilaian kinerja guru (PKG) dapat dijabarkan seperti

uraian berikut ini.

1. Pedoman penilaian kinerja guru mengatur tentang tata cara penilaian dan

norma-norma yang harus ditaati oleh penilai, guru yang dinilai, serta unsur

lain yang terlibat dalam proses penilaian;

2. Instrumen penilaian kinerja yang relevan dengan tugas guru

(pembelajaran, pembimbingan, dan tugas tambahan yang relevan dengan

fungsi sekolah. Instrumen terdiri dari:

a. Lembar cara menilai, pernyataan kompetensi, dan indikator;

b. Format laporan dan evaluasi per kompetensi;


3

c. Format hasil penilaian kinerja guru;

d. Format penghitungan angka kredit penilaian kinerja guru.

3. Format laporan kendali kinerja guru. Hasil penilaian kinerja guru untuk

masing-masing individu guru (guru pembelajaran, pendampingan, maupun

guru yang diberi tugas tambahan yang relevan dengan fungsi sekolah yang

kemudian direkap dalam format laporan kendali kinerja guru

2.2.6.4 Indikator Kinerja Guru

Departemen Pendidikan Nasional telah menkategorikan beberapa indikator

keberhasilan dari kinerja yang dilakukan oleh guru, diantaranya adalah seperti:

1. Perencanaan program pembelajaran

Tahap perencanaan dalam kegiatan pembelajaran adalah tahap yang

berhubungan dengan kemampuan guru menguasai bahan ajar. Kemampuan guru

dapat dilihat dari cara atau proses penyusunan program kegiatan pembelajaran

yang dilakukan oleh guru, yaitu mengembangkan silabus dan rencana pelaksanaan

pembelajaran (RPP);

2. Pelaksanaan Kegiatan Pembelajaran

Kegiatan pembelajaran di kelas adalah inti penyelenggaraan pendidikan

yang ditandai dengan adanya (a) kegiatan pengelolaan kelas, (b) penggunaan

media dan sumber belajar, dan (c) penggunaan metode, serta (d) strategi

pembelajaran. Semua tugas tersebut merupakan tugas dan tanggung jawab guru

yang secara optimal dalam pelaksanaanya menuntut kemampuan guru;


3

3. Penilaian dan Evaluasi Pembelajaran

Penilaian hasil belajar adalah kegiatan atau cara yang ditujukan untuk

mengetahui tercapai atau tidaknya tujuan pembelajaran dan juga proses

pembelajaran yang dilakukan. Pada tahap ini, guru dituntut memiliki kemampuan

dalam menentukan pendekatan dan cara-cara evaluasi, penyusunan alat-alat

evaluasi, pengolahan, dan penggunaan hasil evaluasi (Direktorat Tenaga

Kependidikan Ditjen Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Pendidikan, 2008).

2.2.7 Kebijakan Pendidikan, Perumusan Kebijakan Pendidikan, dan

Implementasi Kebijakan Pendidikan

a. Pengertian Kebijakan

Menurut PBB, seperti yang dikutip oleh Arif Rohman, kebijakan diartikan

sebagai pedoman untuk bertindak. Pedoman tersebut bisa yang berwujud amat

sederhana atau kompleks, bersifat umum ataupun khusus, luas ataupun sempit,

kabur atau jelas, longgar atau terperici, kualitatif atau kuantitatif, publik atau

privat. Kebijakan dalam maknanya seperti ini mungkin berupasuatu deklarasi

mengenai suatu dasar pedoman bertindak, suatu arah tindakan tertentu,

suatuprogram mengenai aktivitas-aktivitas tertentu atau suatu rencana (Arif

Rohman, 2016: 49).

Suatu kebijakan sebenarnya terdiri dari banyak komponen. Menurut Charles

O. Jones, komponen-komponen dari suatu kebijakan tersebut adalah mencangkup

lima hal yaitu: goal, plans, program, decision, dan effects. Pertama kali suatu

kebijakan yang hendak diwujudkan harus memiliki tujuan (goal) yang diinginkan.

Tujuan yang diinginkan harus direncanakan (plans) atau harus ada proposal, yakni

pengertian yang spesifik dan operasional untuk mencapai tujuan. Ketiga, harus

ada
4

program, yaitu upaya yang berwenang untuk mencapai tujuan. Keempat adalah

decision, yaitu segenap tindakan untuk mencapai tujuan, membuat rencana,

melaksanakan dan mengevaluasi program. Serta kelima adalah effect, yaitu

akibat- akibat dari program baik yang diinginkan atau disengaja maupun tidak

disengaja, baik yang primer maupun yang sekunder (Arif Rohman, 2016: 49).

b. Kebijakan Pendidikan

Istilah kebijakan dalam dunia pendidikan sering disebut dengan istilah

perencanaan pendidikan (educational planning), rencana induk tentang

pendidikan (master plan of education), pengaturan pendidikan (educational

regulation), kebijakan tentang pendidikan (policy of education) namun

istilahistilah tersebut itu sebenarnya memiliki perbedaan isi dan cakupan makna

dari masing-masing yang ditunjukan oleh istilah tersebut (Arif Rohman, 2016:

60).

Menurut Arif Rohman, kebijakan pendidikan merupakan bagian dari

kebijakan publik pada umumnya. Kebijakan pendidikan merupakan kebijakan

publik yang mengatur regulasi berkaitan dengan penyerapan sumber, alokasi dan

distribusi sumber, serta pengaturan perilaku dalam pendidikan. Kebijakan

pendidikan (educational policy) merupakan keputusan berupa pedoman bertindak

baik yang bersifat sederhana maupun kompleks, baik umum maupun khusus, baik

terperinci maupun longgar yang dirumuskan melalui proses politik untuk suatu

arah tindakan, program, serta rencana-rencana tertentu dalam menyelenggarakan

pendidikan (Arif Rohman, 2016: 108).

Suatu kebijakan pendidikan dirancang dan dirumuskan untuk selanjutnya

dapat diimplementasikan. Dalam proses perumusannya, para pemegang


4

kewenangan pengambilan kebijakan terlebih dahulu telah mempertimbangkan

secara masak-masak proses, hasil, serta efek samping yang ada. Secara teoritik,

suatu kebijakan pendidikan dirumuskan dengan mendasarkan diri pada landasan

pemikiran yang lebih ilmiah empirik. Kajian ini menggunakan pola pendekatan

yang beragam sesuai dengan faham teori yang dianut oleh masing-masing penentu

kebijakan. Dalam kajian ini, paling tidak ada dua pendekatan yang dapat

direkomendasikan kepada para penentu/berwenang dalam merumuskan suatu

kebijakan pendidikan. Dua pendekatan dalam perumusan kebijakan pendidikan

tersebut adalah social demand approach dan man-power approach.

c. Pendekatan dalam Perumusan Kebijakan Pendidikan

Menurut Arif Rohman, pendekatan dalam perumusan kebijakan

pendidikan meliputi dua pendekatan, yaitu Pendekatan Social Demand Approach

dan Pendekatan Man-Power Approach. Sosial demand approach adalah suatu

pendekatan dalam perumusan kebijakan pendidikan yang mendasarkan diri pada

aspirasi, tuntutan, serta aneka kepentingan yang didesakkan oleh masyarakat. Pada

jenis pendekatan ini para pengambil kebijakan terlebih dahulu menyelami dan

mendeteksi terhadap aspirasi yang berkembang dalam masyarakat sebelum

mereka merumuskan kebijakan pendidikan yang ditanganinya (Arif Rohman,

2016: 114- 118).

Pendekatan social demand sebenarnya tidak semata-mata merespon

aspirasi masyarakat sebelum dirumuskannya kebijakan pendidikan, akan tetapi

juga merespon tuntutan masyarakat setelah kebijakan pendidikan

diimplementasikan. Partisipasi warga dari seluruh lapisan masyarakat diharapkan

terjadi baik pada masa


4

perumusan maupun implementasi kebijakan pendidikan. Dalam perumusan

kebijakan dapat digolongakan ke dalam tipe perumusan kebijakan yang bersifat

pasif. Artinya suatu kebijakan baru dapat dirumuskan apabila ada tuntutan dari

masyarakat terlebih dahulu.

Pendekatan Man-Power Approach lebih menitikberatkan kepada

pertimbangan-pertimbangan rasional dalam rangka menciptakan ketersediaan

sumberdaya manusia (human resources) yang memadai di masyarakat.

Pendekatan man-power ini tidak melihat apakah ada permintaan dari masyarakat

atau tidak, apakah masyarakat menuntut untuk dibuatkan suatu kebijakan

pendidikan tertentu atau tidak, tetapi yang terpenting adalah menurut

pertimbangan-pertimbangan rasional dan visioner dari sudut pandang pengambil

kebijakan. Pemerintah sebagai pemimpin yang berwenang merumuskan suatu

kebijakan memiliki legitimasi kuat untuk merumuskan kebijakan pendidikan.

Dapat dipetik aspek penting dari pendekatan jenis kedua ini, bahwa secara umum

lebih bersifat otoriter.

Man-power approach kurang menghargai proses demokratis dalam

perumusan kebijakan pendidikan, terbukti perumusan kebijakannya tidak diawali

dari adanya aspirasi dan tuntutan masyarakat, akan tetapi langsung saja

dirumuskan sesuai dengan tuntutan masa depan sebagaimana dilihat oleh sang

pemimpin visioner. Terkesan adanya cara-cara otoriter dalam pendekatan jenis

kedua ini. Namun dari sisi positifnya, dalam pendekatan man-power ini proses

perumusan kebijakan pendidikan yang ada lebih berlangsung efisien dalam proses

perumusannya, serta lebih berdimensi jangka panjang (Arif Rohman, 2016: 114-

118).
4

d. Proses Perumusan Kebijakan Pendidikan

Kebijakan pendidikan adalah kebijakan publik di bidang pendidikan.

Ensiklopedia menyebutkan bahwa kebijakan pendidikan berkenaan dengan

kumpulan hukum atau aturan yang mengatur pelaksanaan sistem pendidikan, yang

tercakup di dalamnya tujuan pendidikan dan bagaimana mencapai tujuan tersebut

(H.A.R. Tilaar dan Riant Nugroho, 2014: 36).

Sebagaimana di kemukakan oleh Mark Olsen & Anne-Maie O’Neil

kebijakan pendidikan merupakan kunci bagi keunggulan, sehingga kebijakan

pendidikan perlu mendapatkan prioritas utama dalam era globalisasi. Salah satu

argumen utamanya adalah bahwa globalisasi membawa nilai demokrasi.

Demokrasi yang memberikan hasil adalah demokrasi yang didukung oleh

pendidikan (H.A.R. Tilaar dan Riant Nugroho, 2014: 36). Marget E. Goertz

mengemukakan bahwa kebijakan pendidikan berkenaan dengan efisiensi dan

efektivitas anggaran pendidikan (H.A.R. Tilaar dan Riant Nugroho, 2014: 37).

Sebagaimana dikemukakan sebelumnya, kebijakan pendidikan dipahami oleh

peneliti sebagai bagian dari kebijakan publik, yaitu kebijakan publik di bidang

pendidikan. Dengan demikian kebijakan pendidikan harus sebangun dengan

kebijakan publik. Di dalam konteks kebijakan publik secara umum, yaitu

kebijakan pembangunan, maka kebijakan merupakan bagian dari kebijakan

publik. Kebijakan pendidikan dipahami sebagai kebijakan di bidang pendidikan,

untuk mencapai tujuan pembangunan negara di bidang pendidikan, sebagai salah

satu bagian dari tujuan pembangunan negara secara keseluruhan.


4

Secara teoritik, suatu kebijakan pendidikan dirumuskan dengan

mendasarkan diri pada landasan pemikiran yang lebih ilmiah empirik. Kajian ini

menggunakan pola pendekatan yang beragam sesuai dengan faham teori yang

dianut oleh masing-masing penentu kebijakan. Dalam kajian ini, paling tidak ada

dua pendekatan yang dapat direkomendasikan kepada para penentu/berwenang

dalam merumuskan suatu kebijakan pendidikan (Arif Rohman, 2016: 114).

Sebelum merumuskan kebijakan pendidikan, maka seorang perumus kebijakan

umumnya mempertimbangkan terhadap aneka komponen suatu kebijakan

pendidikan. Komponen-komponen dari suatu kebijakan pendidikan tersebut

adalah mencakup lima hal penting, yaitu tujuan (goal), rencana (plans), program

(programs), keputusan (decision), serta terakhir adalah dampak (effects)

e. Pendekatan dalam Implementasi Kebijakan Pendidikan

Implementasi kebijakan menurut Van Meter dan Van Horn dimaksudkan

sebagai tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individuindividu/pejabat-

pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada

tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijakan (Arif

Rohman, 2016: 84). Menurut Solichin, pendekatan implementasi kebijakan

pendidikan meliputi empat pendekatan, yaitu pendekatan struktural, pendekatan

prosedural dan manajerial, pendekatan perilaku (behavioural approach), dan

pendekatan politik (political approach)

Pendekatan struktural (Structural Approach) merupakan salah satu

pendekatan yang bersifat top-down yang dikenal dalam teori-teori organisasi

modern. Pendekatan ini memandang bahwa kebijakan pendidikan harus

dirancang,
4

diimplementasikan, dikendalikan, dan dievaluasi secara struktural. Pendekatan ini

menekankan pentingnya komando dan pengawasan menurut tahapan dalam

struktur masing-masing organisasi. Struktur yang bersifat hirarkhis-organis

relevan untuk situasi-situasi implementasi di mana kita memerlukan suatu

organisasi pelaksana yang bertingkat yang mampu melaksanakan suatu kebijakan

yang selalu berubah. Pola ini tentu lebih baik bila dibandingkan dengan suatu tim

kepanitiaan untuk program kebijakan yang sekali selesai atau yang bersifat adhoc-

krasi dalam menangani projek-projek

Titik lemah dari pendekatan struktural ini adalah, proses pelaksanaan

implementasi kebijakan pendidikan menjadi kaku, terlalu birokratis, dan kurang

efisien. Bila dibandingkan dengan organisasi pelaksana yang bersifat adhokrasi.

Pelaksanaan kebijakan pendidikan seperti Instruksi Presiden (Inpres) tentang

pembangunan gedung-gedung Sekolah Dasar di Indonesia dalam prakteknya

berjalan lamban dan banyak terjadi kebocoran di setiap lapisan birokrasi.

Pendekatan prosedural dan manajerial merupakan suatu pendekatan yang

muncul dalam rangka memberikan koreksi atas pendekatan sebelumnya yang

dianggap memiliki beberapa kelemahan. Karenanya, pendekatan prosedural dan

manajerial ini dikembangkan dalam rangka suksesnya implementasi kebijakan

pendidikan. Pendekatan prosedural dan manajerial ini tidak mementingkan

penataan struktur-struktur birokrasi pelaksana yang cocok bagi implementasi

program, melainkan dengan upaya mengembangkan proses-proses dan prosedur-

prosedur yang relevan. Termasuk di dalamnya adalah prosedur-prosedur

manajerial beserta teknik-teknik manajemen yang tepat (Arif Rohman, 2016:

89). Ada tiga


4

langkah yang tepat dalam proses implementasi kebijakan dalam pendekatan

proesdural dan manajerial. Langkah pertama adalah membuat disain program

beserta perincian tugas dan perumusan tujuan yang jelas, penentuan ukuran

prestasi kerja, biaya, dan waktu. Langkah kedua adalah melaksanakan program

kebijakan dengan cara mendayagunakan struktur-struktur dan personalia, dana

dan sumber- sumber, prosedur-prosedur dan metode-metode yang tepat. Langkah

ketiga aalah membangun sistem penjadwalan, monitoring, dan sarana-sarana

pengawasan yang tepat guna menjamin bahwa tindakan-tindakan yang tepat dan

benar dapat segera dilaksanakan (Arif Rohman, 2016: 90).

Pendekatan Perilaku (Behavioural Approach) berasumsi bahwa upaya

implementasi kebijakan yang baik adalah bila perilaku manusia beserta segala

sikapnya juga harus dipertimbangkan dan dipengaruhi agar proses implementasi

kebijakan tersebut dapat berlangsung baik. Beberapa kejadian sering terlihat

dimana program kebijakannya baik, peralatan dan organisasi pelaksananya juga

baik, namun di tengah jalan banyak terjadi penolakanpenolakan (resistance) di

masyarakat. Hal ini menunjukkan bahwa aspek perilaku manusia sangat penting

diperhatikan.

Pendekatan politik (Political Approach) merupakan pendekatan yang lebih

melihat pada faktor-faktor politik atau kekuasaan yang dapat memperlancar atau

menghambat proses impelementasi kebijakan. Dalam suatu organisasi, selalu ada

perbedaan dan persaingan antar individu atau kelompok dalam memperebutkan

pengaruh, sehingga ada kelompok-kelompok individu yang dominan serta ada

yang
4

kurang dominan, ada yang kelompok-kelompok pengikut dan ada kelompok

penentang.

f. Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Implementasi

Faktor-faktor yang mempengaruhi proses kegagalan dan keberhasilan

implementasi ada tiga, yaitu: faktor yang terletak pada rumusan kebijakan, faktor

yang terletak pada personil pelaksana, dan faktor yang terletak pada sistem

organisasi pelaksana.

Faktor yang terletak pada rumusan kebijakan berkaitan dengan diktum

atau rumusan kebijakan yang telah dibuat oleh para pengambil keputusan

(decision maker). Menyangkut apakah rumusan kalimatnya jelas atau tidak,

tujuannya tepat atau tidak, sasarannya tepat atau tidak, mudah difahami atau tidak,

mudah diinterpretasikan atau tidak, terlalu sulit dilaksanakan atau tidak, dan

sebagainya. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Oberlin Silalahi bahwa

pembuat kebijakan harus terlebih dahulu mencapai beberapa konsensus diantara

mereka mengenai tujuan-tujuan, serta informasi yang cukup untuk mencapai

tujuan

Faktor yang terletak pada personil pelaksana adalah pada personil

pelaksananya menyangkut tingkat pendidikan, pengalaman, motivasi, komitmen,

kesetiaan, kinerja, kepercayaan diri, kebiasaan-kebiasaan serta kemampuan

kerjasama dari para pelaku pelaksana kebijakan tersebut. Faktor yang terletak

pada sistem organisasi pelaksana menyangkut jaringan sistem, hirarki

kewenangan masing-masing peran, model distribusi pekerjaan, gaya

kepemimpinan dari pemimpin organisasinya, aturan main organisasi, target

masing-masing tahap yang


4

diterapkan, model monitoring yang biasa dipakai, serta evaluasi yang dipilih (Arif

Rohman, 2016: 96).


BAB III

KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran

Kerangka konsep untuk menganalisis strategi peningkatan kinerja guru pada

SMA Negeri di Kota Kendari dapat digambarkan sebagaimana ditunjukkan

Gambar 3.1. Fokus studi pada penelitian ini adalah menemukan strategi

peningkatan kinerja guru pada SMA Negeri di Kota Kendari serta hambatan

dalam strategi peningkatan kinerja guru pada SMA Negeri di Kota Kendari

Penelitian diawali dengan studi empiris pada literatur (jurnal dan conference

proceedings) untuk mendapatkan tujuan penelitian.

Pemerintah melalui Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 menjelaskan

bahwa pendidikan adalah hal utama sehingga diperlukan upaya peningkatan mutu

pendidikan nasional. Pemerintah mencetuskan aturan guna meningkatkan mutu

pendidikan nasional yaitu dengan memperbaiki kualitas kinerja guru melalui

Undang-Undang No.14 Tahun 2005 mengenai guru dan dosen. Undang-Undang

tersebut mengharuskan guru setidaknya memiliki 4 komponen utama yaitu

komponen kompetensi akademik, pedagogik, profesional, dan sosial. Selanjutnya

dalam pengelolaan dan tanggung jawab guru berdasarkan Peraturan Menteri

(Permen) No.16 Tahun 2009, mewajibkan guru untuk melaksanakan kewajiban

sebagai pendidik. Namun, berdasarkan fakta yang terdapat di lapangan yaitu pada

daerah Kota Kendari, masih terdapat kendala dalam menyelesaikan masalah

mengenai pendidikan. Hal utama yang menjadi kendala adalah masih belum

optimalnya kinerja guru di Kota Kendari, ditunjukkan dengan laporan dari Kepala

49
5

Dinas Pendidikan Kota kendari yang menyatakan bahwa belum ada peningkatan

kualitas guru secara signifikan meskipun telah disertifikasi.

Hasil kajian observasi terhadap guru-guru SMA ditemukan fakta belum

optimalnya pelaksanaan pendidikan, seperti dari sisi guru ternyata (1) guru masih

kesulitan dalam menerapkan pembelajaran yang berkualitas dengan media dan

metode pembelajaran yang menarik, (2) gagalnya guru dalam pelaksanaan uji

kompetensi guru, (3) pelaksanan tunjangan sertifikasi yang tidak dialokasikan

untuk keperluan yang menunjang pendidikan. Sedangkan dari sisi Dinas

Pendidikan Kota Kendari ternyata belum memberikan pengelolaan yang optimal.

Dinas Pendidikan tidak memberikan pelatihan secara komprehensif dan

berkelanjutan, dinas hanya mengandalkan Kementerian Pendidikan dan Dinas

Pendidikan Provinsi Sulawesi Tenggara dalam mengadakan pelatihan kepada

guru, padahal upaya pendidikan dan pelatihan adalah mutlak perlu bagi guru

untuk mengembangkan kompetensinya hingga berpengaruh terhadap kinerjanya.

Mengacu hal tersebut, perlu disusun kerangka kebijakan guna memberikan

pengaruh positif terhadap kinerja. Penyusunan kebijakan ini juga bertujuan untuk

mengetahui skala prioritas pengambilan kebijakan yang harus segera diambil,

sehingga dalam pelaksanaannya dapat memberikan efisiensi baik dari segi

anggaran ataupun tenaga karena hasil dari penyusunan prioritas kebijakan ini akan

memberikan gambaran pembobotan dari setiap kebijakan yang direncanakan guna

meningkatkan kinerja guru SMA di Kota kendari.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat digambarkan kerangka konsep

sebagai berikut:
5

Gambar 3.1. Kerangka Pemikiran

Guru SMA di Kota Kendari

Strategi Peningkatan Kinerja Guru

Fenomena :
Kepemimpinan dan motivasi kepala sekolah terhadap kinerja guru di SMA belum berkontribusi secara
Guru masih mengalami kesulitan dalam melaksanakan penelitian tindakan kelas
Faktor lingkungan yang memengaruhi kinerja guru
Kepemimpinan kepala sekolah belum meningkatkan kinerja guru yang efektif dan inovatif
Kurangnya kepala sekolah dalam memotivasi guru untuk meningkatkan kinerja guru

Kinerja Guru
Departemen Pendidikan Nasional
Perencanaan program pembelajaran
Pelaksanaan Kegiatan Pembelajaran
Penilaian dan Evaluasi Pembelajaran

Strategi :
Pengamatan dan pemantauan
Pelaksanaan penilaian kinerja guru menggunakan instrumen penilaian kinerja
Pelaksanaan penilaian kinerja guru menggunakan instrumen PK guru bimbingan konseling/ konselor
Pelaksanaan penilaian kinerja guru menggunakan instrumen PK guru dengan tugas tambahan yang releva
Keseluruhan penilaian dilakukan dengan menggunakan manual lembar instrumen penilaian berdasarkan l

Analisis Deskriptif Kualitatif

Pembahasan Hasil penelitian Strategi Peningkatan Kinerja Guru

Kesimpulan dan Saran


BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Obyek Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kota Kendari dengan obyek penelitian

Strategi Peningkatan Kinerja Guru Pada SMA Negeri di Kota Kendari.

4.2 Jenis dan Sumber Data

4.2.1 Jenis Data

Adapun Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Data Kuantitatif adalah data yang berbentuk angka-angka. Dalam hal ini,

berupa data laporan, jumlah guru serta data kuantitatif lainnya yang

berhubungan dangan penelitian ini

2. Data kualitatif adalah data teoritis. Dalam hal ini, berupa informasi dan

penjelasan pihak yang berwenang yang diperoleh dari hasil wawancara.

4.2.2 Sumber Data

Adapun data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data

sekunder, dengan uraian sebagai berikut:

1. Data Primer Data primer adalah data penelitian yang diperoleh secara

langsung dari sumber data yang dikumpulkan secara khusus dan

berhubungan langsung dengan hasil yang diteliti. Data primer yang

digunakan dalam penelitian ini adalah berdasarkan informasi yang berlatar

belakang dari guru SMA negeri yang ada di Kota Kendari.

2. Data Sekunder Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari berbagai media

antara lain buku, jurnal, artikel, dan/atau data yang berasal dari website.

52
5

4.3 Informan Penelitian

Informan penelitian ini yang akan memberikan berbagai informasi yang

diperlukan selama proses penelitian adalah informan sebagai juru kunci untuk

memperoleh informasi penelitianinforman penelitian ini meliputi beberapa macam

sebagai berikut:

Informan kunci dalam penelitian ini berjumlah 22 informan, yaitu mereka

yang mengetahui dan memiliki berbagai informasi pokok yang diperlukan dalam

penelitian. Adapun informan kunci dalam penelitian ini adalah:

1. Kepala Sekolah masing-masing SMA negeri yang ada di Kota Kendari yang

berjumlah 11 informan

2. Guru masing-masing SMA Negeri yang ada di Kota Kendari yang

berjumlah 11 informan

3. Komite sekolah

Berikut jumlah SMA negeri yang ada di Kota Kendari, dijelaskan pada tabel

dibawah ini :

Tabel 4.1 Jumlah SMA Negeri yang ada di Kota Kendari


No Nama Sekolah Alamat
1 SMAN 7 KENDARI Wawombalata, Kec. Mandonga, Kota Kendari
2 SMAN 2 KENDARI RAHANDOUNA, Kec. Poasia, Kota Kendari
3 SMAN 3 KENDARI JL. RA KARTINI NO. 127 KDI, Kessilampe, Kec. Kendari,
Kota Kendari
4 SMAN 5 KENDARI JL. BRIGJEN KATAMSO 397 KENDARI, Baruga, Kec.
Baruga, Kota Kendari,
5 SMAN 1 KENDARI L. MAYJEN SOETOYO NO. 102, Watu-Watu, Kec. Kendari
Barat, Kota Kendari
6 SMAN 9 KENDARI JL. DIPONEGORO NO. 108, Punggaloba, Kec. Kendari
Barat, Kota Kendari
7 SMAN 8 KENDARI JL. Garuda Poros Moramo Kendari, Nambo, Kec. Abeli, Kota
Kendari
8 SMAN 6 KENDARI JL. BANDA PUNGGOLAKA, PUNGGOLAKA, Kec.
Puuwatu, Kota Kendari,
5

Lanjutan Tabel 4.1 Jumlah SMA Negeri yang ada di Kota Kendari

9 SMAN 4 KENDARI JL. AHMAD YANI NO. 13, Bende, Kec. Kadia, Kota
Kendari
10 SMAN 11 KENDARI L. WULELE NO. 99, Bonggoeya, Kec. Wua-Wua, Kota
Kendari
11 SMAN 10 KENDARI JL. BOULEVARD, MOKOAU, Kec. Kambu, Kota Kendari

4.4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data sangat berpengaruh terhadap hasil penelitian,

karena pemilihan metode pengumpulan data yang tepat akan dapat diperoleh data

yang relevan, akurat dan reliabel. Metode pengumpulan data yang digunakan

dalam penelitian ini yaitu :

1. Observasi sebagai teknik pengumpulan data mempunyai ciri yang spesifik

bila dibandingkan dengan teknik yang lain, yaitu wawancara dan kuesioner.

Teknik pengumpulan data dengan observasi digunakan bila penelitian ini

berkenaan dengan perilaku manusia, proses kerja, yang ada pada obyek

penelitian.

2. Dokumntasi, merupakan melakukan penghimpunan atas data-data sekunder

untuk mendapatkan data yang mendukung penelitian ini.

4.5 Teknik Pengolahan dan Metode Analisis

4.5.1 Teknik Pengolahan Data

Data yang dikumpulkan dari lapangan selanjutnya akan dilakukan

pengolahan data melalui Editing Yaitu proses untuk meneliti kembali data yang

diperoleh dari hasil survey. Dalam tahap editing data yang diperoleh akan

dikoreksi dan diperbaiki untuk menghindari kesalahan.


5

4.5.2 Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan disesuaikan dengan tujuan penelitian

yaitu untuk menggambarkan dan menganalisis suatu fenomena dengan cara

mendeskripsikan fokus penelitian yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.

Pada penelitian ini menggunakan metode analisis Deskriptif kualitatif sesuai

dengan pendapat Miles dan Huberman (2014:255) menyatakan bahwa terdapat

empat macam kegiatan analisis data kualitatif, seperti yang tertera pada gambar

berikut ini.

Pengumpulan Data Penyajian Data

Verifikasi/ Penarikan Kesimpulan


Reduksi Data

Gambar 4.1. Analisis Data model Interaktif dari Miles dan Huberman (2014:255)

1. Reduksi Data. Data yang diperoleh di lapangan jumlahnya cukup banyak,

untuk itu perlu dicatat secara teliti dan rinci. Mereduksi data berarti :

merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang

penting, dicari tema dan polanya dan membuang yang tidak perlu. Data yang

telah direduksi akan memberikan gambaran yang jelas dan mempermudah

peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya bila

diperlukan.

2. Model Data (Data Display). Setelah data direduksi, maka langkah berikutnya

adalah mendisplaykan data.Display data dalam penelitian kualitatif bisa


5

dilakukan dalam bentuk : uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori,

flowchart dan sebagainya. Miles dan Huberman (2014:255) menyatakan :

“the most frequent form of display data for qualitative research data in the

pas has been narative tex” artinya : yang paling sering digunakan untuk

menyajikan data dalam penelitian kualitatif dengan teks yang bersifat naratif.

Selain dalam bentuk naratif, display data dapat juga berupa grafik,

matriks, network(jejaring kerja).

Fenomena sosial bersifat kompleks, dan dinamis sehingga apa yang

ditemukan saat memasuki lapangan dan setelah berlangsung agak lama di

lapangan akan mengalami perkembangan data. Peneliti harus selalu menguji

apa yang telah ditemukan pada saat memasuki lapangan yang masih bersifat

hipotetik itu berkembang atau tidak. Bila setelah lama memasuki lapangan

ternyata hipotesis yang dirumuskan selalu didukung data pada saat

dikumpulkan di lapangan, maka hipotesis tersebut terbukti dan akan

berkembang menjadi teori yang grounded. Teori grounded adalah teori yang

ditemukan secara induktif, berdasarkan data-data yang ditemukan di

lapangan, dan selanjutnya diuji melalui pengumpulan data yang terus

menerus. Bila pola-pola yang ditemukan telah didukung oleh data selama

penelitian, maka pola tersebut menjadi pola yang baku yang tidak lagi

berubah. Pola tersebut selanjutnya didisplaykan pada laporan akhir penelitian.

3. Penarikan/Verifikasi Kesimpulan. Langkah ketiga adalah penarikan

kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih

bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang
5

kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Namun bila

kesimpulan memang telah didukung oleh bukti-bukti yang valid dan

konsisten saat peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka

kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel (dapat

dipercaya).

4. Kesimpulan dalam penelitian kualitatif mungkin dapat menjawab rumusan

masalah yang dirumuskan sejak awal, tetapi mungkin juga tidak, karena

masalah dan rumusan masalah dalam penelitian kualitatif masih bersifat

sementara dan akan berkembang setelah penelitian berada di lapangan.

Kesimpulan dalam penelitian kualitatif yang diharapkan adalah merupakan

temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada. Temuan dapat berupa

deskripsi atau gambaran suatu obyek yang sebelumnya masih belum jelas,

sehingga setelah diteliti menjadi jelas.

4.6 Uji Triangulasi Data

Dalam penelitian kualitatif instrumen utamanya adalah peneliti sendiri,

namun selanjutnya setelah fokus penelitian menjadi jelas, maka kemungkinan

akan dikembangkan instrumen penelitian sederhana, yang diharapkan dapat

melengkapi data dan membandingkan dengan data yang telah ditemukan melalui

observasi dan wawancara. Peneliti akan terjun ke lapangan sendiri, baik pada

grand tour question, tahap focused and selection, melakukan pengumpulan data,

analisis dan membuat kesimpulan. Untuk menguji keabsahan data, dalam

penelitian ini penulis menggunakan cara triangulasi agar data yang dihasilkan

merupakan data yang valid untuk penelitian (Sugiyono,2011:372-373)


5

Triangulasi dalam pengujian kredibilitas ini diartikan sebagai pengecekan

data dari berbagai sumber dengan berbagai cara, dan berbagai waktu. Dengan

demikian terdapat triangulasi sumber, triangulasi teknik pengumpulan data, dan

waktu. Dalam penelitian ini penulis hanya menggunakan triangulasi sumber data

dan triangulasi teknik pengumpulan data untuk mendapatkan data yang valid

1. Triangulasi Sumber

Triangulasi sumber untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara

mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber. Sebagai contoh,

untuk menguji kredibilitas data tentang gaya kepemimpinan sesorang, maka

pengumpulan dan pengujian data yang telah diperoleh di lakukan ke bawahan, ke

atasan yang menugasi, dan ke teman kerja yang merupakan kelompok kerjasama.

Data dari ketiga sumber tersebut, tidak bisa dirata-ratakan seperti dalam penelitian

kuantitatif, tetapi dideskripsikan, dikategorisasikan, mana pandangan yang sama,

yang berbeda, dan mana spesifik dari tiga sumber data tersebut. Data yang telah

dianalisis peneliti sehingga menghasilkan suatu kesimpulan selanjutnya

dimintakan kesepakatan dengan tiga sumber data tersebut

2. Triangulasi Teknik

Triangulasi teknik untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara

mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda. Misalnya

data diperoleh dengan wawancara, lalu dicek dengan observasi, dokumentasi atau

kuesioner. Bila dengan tiga teknik pengujian kredibilitas data tersebut,

menghasilkan data yang berbeda-beda, maka peneliti melakukan diskusi lebih

lanjut kepada sumber data yang bersangkutan atau yang lain, untuk memastikan
5

data mana yang dianggap benar. Atau mungkin semuanya benar, karena sudut

pandangnya berbeda-beda.

3. Triangulasi Waktu

Waktu juga sering mempengaruhi kredibilitas data. Data yang

dikumpulkan dengan teknik wawancara di pagi hari pada saat nara sumber masih

segar, belum banyak masalah, akan memberikan data yang lebih valid sehingga

lebih kredibel. Untuk itu dalam rangka pengujian kredibilitas data dapat dilakukan

dengan cara melakukan pengecekan dengan wawancara, observasi atau teknik lain

dengan waktu atau situasi yang berbeda. Bila hasil uji menghasilkan data yang

berbeda, maka dilakukan secara berulang-ulang sehingga sampai ditemukan

kepastian datanya.

4.7. Definisi Operasional

Untuk memudahkan dan memahami isi dari penelitian ini, maka penulis

menjelaskan pengertian dari beberapa istilah berikut antara lain:

Kinerja guru yang dimaksud dalam penelitian ini merupakan hasil kerja

guru sesuai dengan tugas-tugas guru mengacu pada kompetensi yang harus

dimiliki guru, yang di aplikasi melalui perencanaan program pembelajaran adalah

tahap yang berhubungan dengan kemampuan guru menguasai bahan ajar,

pelaksanaan kegiatan pembelajaran serta penilaian dan evaluasi pembelajaran.

Adapun indikator kinerja guru dalam penelitian ini adalah :

1. Perencanaan program pembelajaran adalah tahap yang berhubungan

dengan kemampuan guru SMA yang ada di Kota Kendari menguasai

bahan ajar.
6

2. Pelaksanaan Kegiatan Pembelajaran adalah inti penyelenggaraan

pendidikan yang ditandai dengan adanya (a) kegiatan pengelolaan kelas,

(b) penggunaan media dan sumber belajar, dan (c) penggunaan metode,

serta (d) strategi pembelajaran. Semua tugas tersebut merupakan tugas dan

tanggung jawab guru yang secara optimal dalam pelaksanaanya menuntut

kemampuan guru SMA yang ada di Kota Kendari

3. Penilaian dan Evaluasi Pembelajaran adalah kegiatan atau cara yang

ditujukan untuk mengetahui tercapai atau tidaknya tujuan pembelajaran

dan juga proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru SMA yang ada di

Kota Kendari.
6

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Yani, 2021 “Peningkatan Kinerja Guru Dalam Menyusun Strategi


Pembelajaran Melalui Kegiatan Workshop Di SMAN 7 Muaro Jambi Tahun
Pelajaran 2018/2019”. Jurnal Inovasi Penelitian Tindakan Kelas dan
Sekolah 128 Vol 1. No 1.

Amstrong Michael. (2020). Armstrong's Handbook of Human Resource


Management Practice, 15th Edition Published: 3rd January 2020, London:
Kogan Page.

Arif Rohman. (2016). Kebijakan Pendidikan. Diktat Dosen, tidak diterbitkan.


Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.

Asrul, dkk. (2016). Evaluasi pembelajaran. Bandung: Citapustaka Media.

Bafadal Ibrahim, 2013. Peningkatan Profesionalisme Guru Sekolah Dasar.


Jakarta: Bumi aksara

Cooper, Robin. (2017). Tense and Discourse Location in Situation Semantics,


Linguistic and Philosophy Journal, Vol 9, No. 1, pp. 17-36.

Dirto Hadisusanto, dkk. (2016). Pengantar Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: FIK


IKIP Yogyakarta.

Direktorat Tenaga Kependidikan Ditjen Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga


Kependidikan. 2008. Laporan Kompetensi Guru Indonesia. Jakarta:
Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Departemen Pendidikan Nasional.

Departemen Pendidikan Nasional. 2004. Pengembangan Perangkat Penilaian


Kinerja Guru. Jakarta: Ditjen Dikti, bagian proyek P2TK.

Decenzo David A. dan Stephen P. Robbins (2013) Human Resource Management


(Tenth Edition), Publisher Wiley.

Dessler, Gary. (2019) Human Resource Management eBook, 16th Edition Pearson
Higher Ed USA

E. Mulyasa. (2016). Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru. Bandung: PT.


Rosda Karya.

Flippo Edwin B. (2005). Manajemen personalia Jilid 1 Ed.6, Terjemahan Alponso


S, Erlangga, Jakarta.
6

Fitriani, 2016 “Strategi Kepala Sekolah Dalam Meningkatkan Kinerja Guru Di


SMA Negeri 1 Mutiara Kabupaten Pidie”. Jurnal Administrasi Pendidikan
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala.

Flippo Edwin B. (2005). Manajemen personalia Jilid 1 Ed.6, Terjemahan Alponso


S, Erlangga, Jakarta

Gibson, J.L, Ivancevich, J.M dan Donelly, J.Jr, 2012. “Organisasi dan
Manajemen”: Perilaku, Struktur dan Proses. Edisi Keempat.Jakarta :
Penerbit Erlangga

Griffin, R.W., 2017. Management, Second Edition, Boston: Houhton Mifflin Press.

H.A.R. Tilaar dan Riant Nugroho. (2014). Kebijakan Pendidikan: Pengantar untuk
memahami kebijakan pendidikan dan kebijakan pendidikan sebagai
kebijakan publik. Yogyakarya: Pustaka Pelajar.

Hasibuan, H. Malayu S.P. 2016, Manajemen Sunber Daya Manusia. Edisi revisi.
Jakarta: Gunung Agung.

Handoko, T.H., (2010). Managemen Personalia dan Sumber Daya Manusia, BPFE
UGM, Yoyakarta.

Ivancevich, John M., Robert Konopaske, Michael T. Matteson. (2014).


Organizational Behavior & Management. Tenth Edition. Mc Graw Hill.

Keban, Yeremias T. 2017. Enam Dimensi Strategis Administrasi Publik (Konsep


Teori dan Isu). Yogyakarta: Gava Media.

Lee, C.H.N Kirkpatrick., and Nixon. (2015). Industrial Structure and Policy in
Less Developed Countries. Manchester: Manchester University Press.

Mangkunegara, 2017. Manajemen sumber daya manusia. Remaja Rosdakarya.


Bandung.

Masrur Kamil, 2021 “Strategies To Increase School Performance In SMA Al


Azhar 19 Ciracas”. Jurnal Manajemen,Bisnis dan Pendidikan Vol 8, No 2

Masnun, 2019 “Strategi Peningkatan Kinerja Guru”. Jurnal Pendidikan guru MI

Mathis, Robert L. and John H. Jackson. (2011). Human Resource Management


13th Edition., USA: South–Western Cengage Learning.

Miles,M.B, Huberman,A.M, dan Saldana,J. 2014. Qualitative Data Analysis, A


Methods Sourcebook, Edition 3. USA: Sage Publications. Terjemahan
Tjetjep Rohindi Rohidi, UI-Press.
6

Murniati, 2018 “Strategi Peningkatan Kinerja Guru Sma Swasta Kota


Pekanbaru”.Jurnal Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor

Oemar Hamalik. (2017). Proes Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.

Permenpan No. 16 Tahun 2009 mengenai jabatan guru dan angka kredit guru.
Jakarta: Kemnterian Pemberdayaan dan Aparatur Negara.

Pidarta. (2014). Manajemen Pendidikan Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta

Poerwadarminta. (2016). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Prawirosentono, Suyadi, 2016, Kebijakan Kinerja Karyawan. Edisi revisi.


Yokyakarta: BPFE.

Prayoga, S., & S, Yuniati. 2019. Pengaruh Budaya Organisasi Sekolah Terhadap
Kinerja Guru SMA Negeri di Kota Mataram. Jurnal Kependidikan, 5(1),
54– 60.

Ridwan Idris, Evi Lestari. 2017. Pengaruh Pengorganisasian Terhadap


peningkatan Pendidikan di SD Inpres Bangkala II Kota Makasar. Jurnal
Lentera Pendidikan, Vol. 20, No. 1, Bulan Juni, Tahun 2017 : 18-30.

Rivai, Veithzal and Sagala, Eva J. (2014). Manajemen Sumber Daya manusia
untuk perusahaan. Jakarta: PT Raja Grafindo.

Robbins Stephen P and Timothy A. Judge, (2018). Organizational Behavior (18th


Edition), Publisher 18 edition (January 14, 2018), England: Perason.

Stoner, James A.F. (2013). Manajemen. Jilid I. Edisi Kesembilan. Salemba


Empat, Jakarta

Sugiyono.(2011). Metode Penelitian Pendidikan. Alfabeta, Bandung.

Sudarwan Danim. (2016). Visi Baru Manajemen Sekolah, dan unit Birokrasi ke
Lembaga Akademik. Jakarta: Bumi Aksara.

Suparlan. (2015). Menjadi Guru Efektif. Yogyakarta: Hikayat Publishing

Susanto, Hary. 2012. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Guru Sekolah


Menengah Kejuruan. Jurnal Pendidikan Vokasi, Vol. 2, No. 2.

Sunarto dan Djumadi Purwoatmodjo. 2011. “Pengaruh Gaya Kepemimpinan


Kepala Sekolah, Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) Dan Iklim Organisasi
Terhadap Kepuasan Kerja dan Kinerja Guru SMP Di Wilayah Sub Rayon
04 Kabupaten Demak”. Jurnal Analisis Manajemen. Vol. 5 No.1 Juli 2011
6

Srinalia. (2015). Faktor-faktor yang Menyebabkan Rendahnya Kinerja Guru dan


Korelasinya terhadap Pembinaan Siswa. Aceh: Jurnal Ilmiah DIDAKTIKA
Vol. 15, 2, 193-207.

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen/DIKTI

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan


Nasional/DIKBUD.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 14


ayat 1

Usman. 2015. Menjadi Guru Profesional. Bandung : Remaja Rosdakarya.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 tahun 2007 Tentang Standar


Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru.

Ramly, A. T. dan E. Trisyulianti. V. (2018). Pumping Teaching, Memompa Teknik


Pengajaran Menjadi Guru Kaya. Depok: Kawan Pustaka.

Rivai. (2016). Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Perusahaan. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.

Rizal, A. S. (2019). Pengaruh Motivasi Kerja Dan Kedisiplinan Terhadap Kinerja


Guru Smp. Jurnal Ulul Albab, 23(1), 15.
https://doi.org/10.31764/jua.v23i1.658

Robbins. (2012). Management, Eleventh Edition, (United States of America:


Pearson Education Limited).

Sagala, Syaiful. (2017). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: CV.


ALFABETA.

Stolovitch, Harold D., and Keeps, Erica J., 2014, Handbook of Human
Performance Technology A Comprehensive Guide for Analysis and Solving
Performance Problem in Organizations. San Francisco: Jersey-Bass
Publisher Toha, Muharto. (2002). Perilaku Organisasi. Jakarta: Pusat
Penerbitan Universitas Terbuka.

Supardi. 2013. Kinerja Guru. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Syaiful Sagala. (2007). Manajemen Stategik dalam Peningkatan Mutu Pendidikan.


Bandung: Alfabeta.
6

Yasyakur, 2019 “Strategi Kepala Sekolah Dalam Meningkatkan Kinerja Guru Di


SMA Yaniic (Yayasan Nurwulan Iqra Islamic Centre) Jakarta Utara”. Jurnal
Pendidikan || Vol. 02, No. 05

Yeremias T. Keban. (2015). Indikator Kinerja Pemerintah Daerah: Pendekatan


Management dan Kebijakan, Seminar Sehari Kinerja Organisasi Sektor
Publik, Kebijakan, dan Penerapan, 20 Mei 1995. Yogyakarta: MAP-UGM.

Zakiyah Darajat. (2015). Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.

Anda mungkin juga menyukai