Anda di halaman 1dari 87

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-
Nya, shalawat serta salam tak lupa kita panjatkan kepada junjungan baginda
Nabi Muhammad SAW. Saya sangat berharap semoga makalah ini dapat
menambah pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca. Dengan mengucap
rasa syukur kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Manajemen
Pendidikan”.
Makalah ini disusun atas dukungan beberapa pihak. Maka dari itu saya
mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. H. Nurochim, M.M. selaku dosen pengampu mata kuliah
Manajemen Pendidikan
2. Orang tua yang telah mendoakan dan mendukung saya untuk menjalankan
dan menyelesaikan penulisan makalah ini.
3. Semua pihak yang telah membantu dan mendukung dalam menulis makalah
ini.
Bagi saya sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman saya..
Untuk itu saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Penulis menyadari bahwa masih
terdapat banyak kekurangan dan masih jauh dari kata kesempurnaan. Dengan ini
kami berharap makalah ini dapat bermanfaat dengan baik.

Depok, 8 November 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................... i

DAFTAR ISI ....................................................................................................... ii

BAB II PERENCANAAN PENDIDIKAN........................................................... 1

BAB IV KEPEMIMPINAN DALAM PENDIDIKAN ......................................... 7

BAB VI MOTOVASI DALAM ORGANISASI PENDIDIKAN ........................ 21

BAB VIII PARADIGMA DAN PERENCANAAN KURIKULUM ................... 34

BAB X MANAJAJEMEN SARANA DAN PRASARANA PENDIDIKAN ...... 55

BAB XII MANAJEMEN PEMBIAYAAN DAN KEUANGAN SEKOLAH ..... 67

BAB XIV PEMBAHASAN UPAYA MENINGKATKAN KUALITAS


PENDIDIKAN MELALUI MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH,
MANAJEMEN MUTU PENDIDIKAN, DAN AKREDITASI INSTITUSI
PENDIDIKAN................................................................................................... 74

ii
BAB II
PERENCANAAN PENDIDIKAN

A. Pengertian dan Tujuan Perencanaan Pendidikan


Perencanaan adalah suatu rangkaian kegiatan yang sebelumnya
sudah ditetapkan untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Perencanaan
pendidikan menurut Hartani (dalam Farikhah, 2015:121-122), perencanaan
pendidikan adalah kegiatan yang dilakukan di masa yang akan datang untuk
mencapai tujuan pendidikan. Perencanaannya mengandung unsur-unsur
sejumlah kegiatan telah ditetapkan sebelumnya, adanya proses, adanya hasil
yang ingin dicapai, dan menyangkut masa depan dalam kurun waktu
tertentu. Secara substansial, perencanaan pendidikan mengandung 3 hal
yang mendasar yaitu tujuan pendidikan yang perlu dirumuskan,
dikembangkan, dan ditetapkan karena berguna untuk mencapai target yang
ingin dicapai dalam pelaksanaan pendidikan. Kedua, pertimbangan
kebijakan. Terakhir, pelaksanaan perencanaan pendidikan.(Farikhah 2020)

Menurut Somantri (dalam Mayasari, 2022:5-6), perencanaan


pendidikan adalah tahap pertama dalam proses manajemen pendidikan yang
menjadi pedoman dari proses pelaksanaan, pengendalian, dan proses
pengawasan pendidikan. Perencanaan pendidikan ini sangatlah penting
dalam pengelolaan khususnya pada lembaga pendidikan atau sekolah.
Contoh ahli lain, menurut Sarbini (Mayasari, 2022:5-6), perencanaan
pendidikan adalah perencanaan pendidikan lebih menekankan pada proses
memulai, proses menjalani, dan proses pencapaian tujuan. Ibaratkan roti
sandwich, perencanaan pendidikan berada di posisi tengah yang diapit oleh
sekolah atau lembaga pendidikan dan masyarakat. Dapat disimpulkan
bahwa perencanaan pendidikan proses awal yang penting dalam mencapai
tujuan tertentu.(Mayasari 2022)

Ada beberapa tujuan perencanaan pendidikan menurut Rusdiana


(dalam Mayasari, 2022:7-8), pertama menetapkan standardisasi dalam
bidang pengawasan perilaku anggota dalam lembaga pendidikan dan
relevansi antara perencanaan dan pelaksanaan program kegiatan. Kedua,
alokasi waktu pelaksanaan. Ketiga, struktur organisasi yang terlibat dalam
pelaksanaan program pendidikan dari bidang akademik maupun non
akademik. Keempat, melaksanakan proses program kegiatan secara efektif
dan efisien. Kelima, meminimalisir semua kegiatan yang sekiranya tidak
produktif. Keenam, adanya deskripsi pekerjaan pada setiap bidang yang
ada. Ketujuh, analisis SWOT yang tujuannya untuk mengetahui apakah
adanya peluang hambatan, kekuatan, dan kelemahan perencanaan

1
pendidikan di dalam lembaga ataupun sekolah. Kedelapan, adanya
pembinaan dalam pencapaian strategis tujuan pendidikan sesuai dengan
perencanaan awal.(Ibid 5-6)

Tujuan perencanaan pendidikan juga ingin menggambarkan


tingkatan kualitas dan kuantitas yang perlu dicapai baik dalam jangka waktu
pendek, menengah, maupun panjang. Kedua, tetap mengacu pada visi misi
yang relevan dengan yang dibutuhkan masyarakat. Ketiga, mengacu pada
standar kompetensi lulusan yang sudah ditetapkan oleh sekolah dan
pemerintah. Keempat, mengakomodasi atau mengumpulkan berbagai
masukan dari pihak-pihak yang berkepentingan termasuk komite sekolah
yang sudah diputuskan oleh kepala sekolah dalam rapat dewan pendidik.
Kelima, melakukan sosialisasi kepada warga sekolah dan segenap pihak-
pihak yang berkepentingan. Dalam membuat suatu kebijakan pendidikan
yang bersifat umum, perlu mengacu pada Undang-Undang No. 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, bab II Pasal 2, didalamnya
menyatakan bahwa pendidikan nasional berdasarkan pancasila. Lalu dalam
pasal 3 dijelaskan bahwa pendidikan nasional berfungsi dalam
mengembangkan kemampuan dan juga membentuk watak serta peradaban
suatu bangsa yang bermartabat dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.
Hingga akhirnya berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa pada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, dan menjadi manusia yang
bertanggung jawab serta menjadi warga negara yang demokratis. (Farinhah
2020)

B. Prinsip dan Ruang Lingkup Perencanaan Pendidikan


Prinsip-prinsip perencanaan pendidikan menurut Arifin (dalam Darma
Ulea, 2023:95), diantaranya:
1. Interdisipliner
Perencanaan pendidikan yang menggunakan pendekatan dengan banyak
ilmu. Adanya interaksi intensif dari beberapa ilmu secara langsung
maupun sebaliknya.
2. Prinsip Fleksibilitas
Sifatnya dinamis atau berubah-ubah mengikuti arus perkembangan
zaman yang terus berubah.
3. Efektif dan Efisien
Efektif, lebih menitik beratkan ukuran keberhasilan dari capaian tujuan
sekolah atau lembaga. Efisien, melaksanakan perencanaan pendidikan
berjalan sesuai prosedur yang benar dan berlaku dalam sekolah atau
lembaga.
4. Objektifitas

2
Perencanaan pendidikan dilaksanakan sesuai data dan informasi yang
akurat dan factual memalui penelitian analisis kebutuhan, masyarakat
luas, khususnya kebutuhan masyarakat di lingkungan sekolah.
5. Progress of Change
Memberi kesempatan kepada berbagai elemen untuk bertindak maju
membenahi layanan pendidikan sesuai dengan perannya.
6. Kooperatif dan Koprehensif
Perencanaan pendidikan dibentuk berdasarkan ruang lingkup lembaga,
memberikan layanan yang prima baik dalam bidang akademik maupun
non akademik.
7. Human Resource Development
Diharapkan dapat menjadi pedoman dalam pengembangan sumber daya
manusia khususnya siswa, baik dalam aspek spiritual, intelektual,
emosional, dan berguna bagi agama dan bangsa.
Prinsip-prinsip diatas perlu dilaksanakan dengan baik dan benar sesuai
prosedur karena perencanaan pendidikan sangatlah penting dalam memulai
suatu kebijakan dalam lembaga pendidikan ataupun sekolah.(Mayasari)
Ruang lingkup perencanaan pendidikan terdiri dari yang pertama
menyangkut teori dasar perencanaan pendidikan. Kedua, penilaian atas
perencanaan pendidikan. Ketiga, hubungan perencanaan pendidikan dengan
pendidikan ekonomi. Keempat, pendekatan-pendekatan perencanaan
seperti manpower approach, cost benefit analysis approach, atau cost
verhead analytical approach, dan lain sebagainya. Kelima, sumber daya
manusia semaksimal mungkin dalam kegiatan perencanaan pendidikan.
Keenam, menyangkut permasalahan kesiswaan, prasarana dan sarana
pendidikan, tujuan pendidikan nasional, modernisasi kehidupan, proses
belajar dan mengajar, nilai budaya, generasi muda, adat kebiasaan, strata
sosial, dan lain sebagainya.(Risma Darma, 2023)

C. Pendekatan Perencanaan Pendidikan


Para ahli mengurutkan beberapa pendekatan perencanaan pendidikan, yang
diantaranya,
Pertama, pendekatan kebutuhan sosial (social demand approach) yang
disebut pendekatan bersifat tradisional karena fokus dan tujuannya
menekankan pada tercapainya pemenuhan kebutuhan atau tuntutan seluruh
individu terhadap layanan pendidikan dasar, membebaskan populasi
sekolah dari tuna aksara (buta huruf), layanan pendidikan diberikan untuk
membebaskan rakyata dari rasa takut dari penjajahan, kebodohan dan
kemiskinan. Model kebutuhan sosial ini harus menganalisa kebutuhan di
masa yang akan datang, seperti melihat dari pertumbuhan penduduk ,

3
partisipasi dalam pendidikan, arus siswa dan keinginan dari masyarakat.
Oleh karena itu, pendekatan ini lebih tepat digunakan oleh negara yang baru
terlepas dari penjajahan karenan kondisi pribuminya yang masih
terbelakang dari segi pendidikannya.
Kedua, pendekatan ketenagakerjaan (manpower approach) yang
mengutamakan kualitas lulusan dari sistem pendidikannya sesuai dengan
tuntutan dari lapangan pekerjaan terhadap tenaga kerja sesuai dengan
sektor-sektor yang ada. Guruge mengatakan bahwa pendekatan
ketenagakerjaan ini mengarahkan kegiatan pendidikan guna untuk
memenuhi kebutuhan nasional terkait tenaga kerja.
Ketiga, keefektifan biaya (cost effectiveness approach) yang ditinjau lewat
segi ekonomi atau juga disebut dengan pendekatan untung rugi dimana
pendidikan yang mengeluarkan biaya yang begitu tinggi diharapkan hasil
dari pendidikannya mengarah pada produktivitas lulusan yang mampu
menunjang perekonomian masyarakat. Pendekatan ini apabila pendidikan
memerlukan biaya investasi yang cukup besar maka perencanaan
pendidikannya disusun dengan mempertimbangkan aspek keuntungan dan
menghasilkan kualitas layanan yang output-nya baik sehingga dapat
memberi kontribusi dalam pertumbuhan ekonomi masyarakat.
Keempat, pendekatan integratif (terpadu). Pendekatan ini dianggap paling
efektif dibanding ketiga pendekatan lainnya karena didalamnya merupakan
gabungan atau integrasi secara seimbang dan menyeluruh. Adanya
keterpaduan orientasi antara individu maupun kelompok. Adanya
keterpaduan antara pemenuhan kebutuhan kerja dan juga persiapan
pengembangan kualitas akademik. Adanya pertimbangan ekonomis dan
pertimbangan layanan sosial dan budaya. Adanya konsep bahwa seluruh
satuan yang terlibat dalam proses layanan pendidikan dalam setiap satuan
pendidikan merupakan satu kesatuan suatu sistem.(Nardawati 2021)

D. Tahapan Perencanaan Pendidikan


Proses dan tahapan dalam perencanaan pendidikan diantaranya sebagai
berikut:
1. Tahapan pertama yaitu need assessment. Tahapan ini melakukan kajian
terhadap kebutuhan dan taksiran yang diperlukan dalam proses
pembangunan atau pelayanan pembelajaran di setiap satuan pendidikan.
Fungsi kajian ini dengan memberikan masukan tentang pencapaian
program yang telah dilakukan sebelumnya, sumber daya apa saja yang
tersedia, dan apa yang akan akan dilakukan kedepannya dan apa saja
tantangan yang akan dihadapi.
2. Tahapan kedua yaitu formulation of goals and objective. Tahapan ini
merupakan perumusan tujuan dan sasaran perencanaan yang ingin

4
dicapai. Perumusan tujuannya harus berdasar pada visi misi dan juga
hasil kajian awal tentang assessment layanan pendidikan yang di
perlukan.
3. Tahapan ketiga yaitu policy and priority setting. Tahapan ini merancang
rumusan priroitas kebijakan yang akan dilaksanakan dalam layanan
pendidikan. Rumusan ini harus dijabarkan ke dalam strategi dasar
layanan pendidikan yang jelas, dengan itu nantinya memudahkan dalam
pencapaian tujuan.
4. Tahapan keempat yaitu program and project formulation. Tahapan ini
merumusan program dan proyek pelaksanaan kegiatan operasional
perencanaan pendidikan, baik layanan pada aspek akademik maupun
non akademik.
5. Tahapan Kelima, feasibilitytesting. Tahapan ini melakukan uji
kelayakan tetang berbagai sumber daya yang cermat dan akurat
sehingga menghasilkan tingkat kelayakan rencana pendidikan yang
baik.
6. Tahapan Keenam, planimplementation. Tahapan ini dilakukan untuk
mewujudkan tujuan pendidikan. Keberhasilan tahap ini ditentukan dari
kualitas dari sumber daya manusianya, dan juga pola kerja sama antar
unsur satuan pendidikan yang handal.
7. Tahapan ketujuh yaitu evaluationand revision for future plan. Tahapan
ini merupakan kegiatan untuk menilai dan mengevaluasi tingkat
keberhasilan pelaksanan program atau perencanaan pendidikan,
nantinya sebagai masukan untuk revisi program layanan pendidikan
berikutnya menjadi lebih baik.
Dalam perencaanaan pendidikan diperlukan keterlibatan berbagai
komponen baik dari jenjang bawah sampai jenjang atas. Perencanaan yang
baik juag berpedoman pada hasil perencanaan sebelumnya karena
perencanaan pendidikan itu berkesinambungan dan berkelanjutan.(Ibid 5-6)

E. Model Perencanaan Pendidikan


Adapun beberapa model-model dalam perencanaan pendidikan,
diantaranya:
1. Model Perencanaan Komperehensif
Model ini digunakan sebagai analisis perubahan sistem pendidikan
secara menyeluruh. Model ini juga sebagai patokan dalam menjabarkan
rencana-rencana yang lebih jelas ke arah tujuan yang jauh lebih luas.
2. Model Target Setting
Model ini diperlukan untuk menentukan tingkat perkembangan dalam
kurun waktu tertentu. Model ini juga dikenal sebagai model untuk
meganalisis demografis dan proyeksi penduduk, model untuk

5
meproyeksi jumlah siswa yang terdaftar di sekolah, dan model ini juga
memproyeksi kebutuhan ketenagakerjaan.
3. Model Costing dan Keefektifan Biaya
Model ini digunakan untuk menganalisis suatu proyek dalam kriteria
yang efisien dan efektifitas ekonomis. Dengan model ini nantinya akan
diketahui perbandingan yang baik antara berbagai proyek. Penggunaan
model ini pastinya tidak terlepas dari pertimbangan bahwa pendidikan
tidak lepas dari permasalahan biaya. Seharusnya dengan jumlah biaya
yang dikeluarkan oleh pendidikan, bisa memberikan benefit dalam
kurun waktu tertentu.
4. Model PPBSPPBS (Planning, Programming, Budgeting System),
keempat hal itu adalah suatu sistem yang tidak terpisahkan satu sama
lain. PPBS merupakan proses komprehensif yang efektif dalam
mengambil keputusan.(Ulil Albah 2021)

6
BAB IV
KEPEMIMPINAN DALAM PENDIDIKAN
A. Pengertian Kepemimpinan dalan Pendidikan
Dalam bahasa Indonesia pemimpin sering disebut penghulu,
pemuka, pelopor, Pembina, panutan, pembimbing, pengurus,
penggerak ketua, kepala, penuntun raja dan sebagai lainnya.
Sedangkan istilah memimpin digunakan dalam konteks hasil
penggunaan peran seseorang yang berkaitan dengan kemampuannya
untuk mempengaruhi orang lain dengan berbagai cara. Istilah
kepemimpinan pada dasarnya berhubungan dengan keterampilan
kecakapan dan tingkat pengaruh yang dimiliki seseorang. Oleh sebab
itu, kepemimpinan bisa dimiliki oleh orang yang bukan pemimpin.
Dalam bahasa Inggris kata pemimpin berasal dari
kata leader. kata leader mengandung makna tugas untuk me-
leadanggota di sekitarnya. Seorang pemimpin adalah orang yang
memiliki posisi tertentu dalam hierarki organisasi. Ia harus membuat
perencanaan pengorganisasian dan pengawasan serta keputusan
efektif. Pemimpin selalu melibatkan orang lain. Oleh karena itu dapat
dikatakan bahwa di mana ada pemimpin di sana ada pengikut yang
harus dapat mempengaruhi bawahannya untuk mencapai tujuan.
Menurut Sondang Siagian P. mendefinisikan kepemimpinan itu
adalah kemampuan dan keterampilan seseorang yang menduduki
jabatan sebagai pimpinan satuan kerja untuk mempengaruhi perilaku
orang lain terutama bawahannya untuk berpikir dan bertindak
sedemikian rupa sehingga melalui perilaku yang positif ia
memberikan sumbangan nyata dalam pencapaian tujuan
organisasi. Sedangkan Menurut ngalim Purwanto (1991) dalam
bahasa yang agak berbeda mendefinisikan kepemimpinan dengan
sekumpulan dari serangkaian kemampuan dan sifat-sifat kepribadian,
termasuk di dalamnya kewibawaan untuk dijadikan sebagai sarana
dalam rangka meyakinkan yang dipimpinnya agar mereka mau dan
dapat melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya dengan
rela, penuh semangat, ada kegembiraan batin, serta merasa tidak
terpaksa.
Menurut Overton, Kepemimpinan adalah kemampuan untuk
memperoleh tindakan pekerjaaan dengan penuh kepercayaan dan
kerjasama. Dalam menjalankan kepemimpinannya seorang
pemimpin memiliki gaya-gaya sendiri. Pendapat Overton
menekankan fokus kepemimpinan terhadap kemampuan seseorang
memperoleh tindakan dari orang lain. Harsey dan Blanchard

7
(1996:1000), berpendapat bahwa: “kepemimpinan adalah proses
mempengaruhi aktivitas seseorang atau kelompok untuk mencapai
tujuan dalam situasi tertentu”. Pendapat Hersey dan Blanchard
menekankan makna pimpinan sebagai proses mempengaruhi orang
lain mencapai tujuan dalam suatu situasi. Kepemimpinan juga dapat
berlangsung di mana saja.
Kepemimpinan terkadang dipahami sebagai kekuatan untuk
menggerakkan dan mempengaruhi orang. Kepemimpinan sebagai
sebuah alat, sarana atau proses untuk membujuk orang agar bersedia
melakukan sesuatu secara sukarela/sukacita. Ada beberapa faktor
yang dapat menggerakkan orang, yaitu karena ancaman,
penghargaan, otoritas, dan bujukan.
Beberapa Definisi Kepemimpinan menurut para ahli, diantaranya
yaitu:
1. McShane dan Von Glinow (2010) menyatakan bahwa
kepemimpinan adalah tentang bagaimana mempengaruhi,
memotivasi, dan mengajak orang lain untk memberikan kontribusi
ke arah efektifitas dan keberhasilan dari tujuan organisasi di mana
mereka menjadi anggotanya.
2. Menurut Sudriamunawar (2006) pemimpin adalah seseorang yang
memiliki kemampuan tertentu untuk mempengaruhi pengikutnya
untuk bekerjasama memenuhi tujuan suatu organisasi yang telah
di tentukan sebelumnya.
3. D.E. Mc farland mengemukakan bahwa kepemimpinan adalah
suatu proses dimana pimpinan dilukiskan akan memberi perintah
atau pengaruh, bimbingan atau proses mempengaruhi pekerjaan
orang lain dalam memilih dan mencapai tujuan yang telah
ditetapkan.
4. J. M. Pfiffner mengemukakan bahwa kepemimpinan adalah seni
mengkoordinasi dan memberi arah kepada individu atau
kelompok untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
5. Oteng Sutisna mengemukakan bahwa kepemimpinan adalah
kemampuan mengambil inisiatif dalam situasi sosial untuk
menciptakan bentuk dan produk baru, merancang dan mengatur
perbuatan, dan dengan berbuat begitu membangkitkan kerja sama
ke arah tercapainya tujuan.
Kepemimpinan pendidikan merupakan proses mempengaruhi,
menggerakkan dan mengkoordinasikan individu-individu dalam
organisasi atau lembaga pendidikan untuk mencapai tujuan
pendidikan. Seperti halnya kepemimpinan kepala sekolah maka ia
memiliki peran dalam mempengaruhi, mendorong, membimbing,

8
mengarahkan dan menggerakkan guru, staff, siswa, orang tua siswa
dan pihak lain yang terkait untuk beraktivitas atau berperan serta
guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Kepemimpinan adalah kekuatan (power) yang mana intinya
kepemimpinan itu tidak bisa semena-mena, harus didasarkan atas
nilai-nilai dan norma yang berlaku di Masyarakat. Kepemimpinan
berfungsi sebagai tindakan yang dilakukan oleh pemimpin dalam
upaya menggerakkan bawahan agar mau berbuat sesuatu guna
menyukseskan program-program kerja yang telah dirumuskan
sebelumnya. Seorang pemimpin harus membuat perencanaan
pengorganisasian dan pengawasan terhadap keputusan efektif.
Seringkali kepemimpinan disamakan dengan pemimpin,
padahal keduanya memiliki perbedaan makna titik pemimpin
merupakan seseorang yang memiliki tugas memimpin, sementara
kepemimpinan merupakan bakat atau sifat yang harus dimiliki oleh
seorang pemimpin.

B. Fungsi Kepemimpinan Dalam Pendidikan


Fungsi kepemimpinan merupakan jabatan (pekerjaan) yang
dilakukan atau kegunaan sesuatu hal atau kerja suatu bagian tubuh.
Fungsi kepemimpinan memiliki dua dimensi, yang pertama dimensi
yang berkenaan dengan Tingkat kemampuan mengerahkan (direction)
dalam tindakan atau aktivitas pemimpin. Kedua dimensi yang berkenan
dengan tingkat dukungan (support) atau keterlibatan orang-orang yang
dipimpin dalam melaksanakan tugas-tugas pokok kelompok atau
organisasi. Secara operasional fungsi kepemimpinan dapat dibedakan
dalam 5 fungsi pokok yaitu:
1. Fungsi Instruksi
Fungsi ini bersifat komunikasi satu arah. Pemimpin sebagai
komunikator merupakan pihak yang menentukan apa, bagaimana,
bilamana, dan di mana perintah itu dikerjakan agar keputusan dapat
dilaksanakan secara efektif. Kepemimpinan yang efektif memerlukan
kemampuan untuk menggerakkan dan memotivasi orang lain agar mau
melaksanakan perintah.
2. Fungsi Konsultasi
Fungsi ini bersifat komunikasi dua arah. Pada tahap pertamadalam
usaha menetapkan keputusan, pemimpin kerap memerlukan bahan
pertimbangan yang mengharuskan berkonsultasi dengan orang-orang
yang dipimpinnya yang dinilai mempunyai berbagai bahan informasi
yang diperlukan dalam menetapkan keputusan. Pada tahap

9
berikutnyakonsultasi dari pemimpin pada orang-orang yang dipimpin
dapat dilakukan setelah keputusan ditetapkan dan sedang dalam
pelaksanaan. konsultasi itu dimaksudkan untuk memperoleh masukan
berupa umpan balik (feedback) untuk memperbaiki dan
menyempurnakan keputusan-keputusan yang telah ditetapkan dan
dilaksanakan.
3. Fungsi Partisipasi
Dalam fungsi ini Pemimpin berusaha mengaktifkan orang-orang yang
dipimpinnya, baik dalam keikutsertaan mengambil keputusan maupun
dalam melaksanakannya. Partisipasi tidak berarti bebas melakukan
semuanya, tetapi dilakukan secara terkendali dan terarah berupa
kerjasama dengan baik pencampuri atau mengambil tugas pokok orang
lain. Keikutsertaan pemimpin harus tetap dalam fungsi sebagai
pemimpin dan bukan pelaksana.
4. Fungsi Delegasi
Fungsi ini dilaksanakan dengan memberikan pelimpahan wewenang
untuk membuat/ menetapkan keputusan baik melalui persetujuan
maupun tanpa persetujuan dari pimpinan. Pada dasarnya fungsi ini
berarti kepercayaan. Orang-orang penerima delegasi itu harus diyakini
merupakan pembantu Pemimpin yang memiliki kesamaan prinsip,
persepsi dan aspirasi.
5. Fungsi Pengendalian
Fungsi ini bermaksud bahwa kepemimpinan yang
sukses (efektif) mampu mengatur aktivitas anggotanya secara teratur dan
dalam koordinasi yang efektif sehingga memungkinkan tercapainya
tujuan bersama secara maksimal. Fungsi pengendalian dapat diwujudkan
melalui kegiatan bimbingan, pengarahan, koordinasi dan pengawasan.
Dalam konteks pendidikan, fungsi utama kepemimpinan pendidikan
adalah sebagai berikut:
1. Pemimpin membantu terciptanya suasana persaudaraan, kerjasama
dengan penuh rasa kebersamaan
2. Pemimpin membantu kelompok untuk mengorganisir diri, yaitu
ikut serta dalam memberikan stimulus dan bantuan kepada
kelompok dalam menetapkan dan menjelaskan tujuan.
3. Pemimpin membantu kelompok dalam menetapkan prosedur kerja
yaitu membantu kelompok dalam menganalisis situasi untuk
kemudian menetapkan prosedur mana yang paling praktis dan
efektif.
4. Pemimpin bertanggung jawab dalam keputusan bersama dengan
kelompok titik pemimpin memberikan kesempatan kepada
kelompok untuk belajar dari pengalaman.

10
5. Pemimpin bertanggung jawab dalam mengembangkan dan
mempertahankan eksistensi organisasi.
Kepemimpinan sering diberi makna sebagai derajat ke berpengaruh
sedangkan pemimpin adalah orang yang paling potensial memberi
pengaruh. Pemimpin yang tidak bisa mengaktualkan pengaruhnya maka
ia tidak memiliki karakter kepemimpinan sejati. Pemimpin merujuk
pada status, sedangkan kepemimpinan merujuk pada pengaruh yang
ditimbulkan.
Fungsi Kepemimpinan dalam Pendidikan untuk mencapai tujuan
Pendidikan, tentu adanya fungsi pemimpin dalam menjalankan tugasnya
di dalam sebuah kepemimpinan. Adapaun fungsi kepemimpinan dapat
terdiri dari sebagai berikut:
1. Fungsi Perencanaan, Seorang pemimpin harusnya membuat
perencanaan yang matang dalam organisasi maupun pendidikan
baik itu untuk diri sendiri maupun untukanggotanya.
2. Fungsi Memandang ke Depan, Seorang pemimpin yang selalu
memandang ke depan mampu melewati dan mewaspadai apapun
yang akan terjadi, dalam hal ini selalu optimis dalam menajalankan
tugasnya.
3. Fungsi Pengembangan Loyalitas, Seorang pemimpin harus
memiliki loyalitas yang baik terhadap bawahannya agar citra
sebagai pemimpin dapat dinilai dengan baik.
4. Fungsi Pengawasan, Pemimpin akan senantiasa terus mengawasi
kinerja yang dilakukan oleh anggotanya agar tujuan yang sudah
dibentuk tercapai sesuai dengan yang diinginkan.
5. Fungsi Mengambil Keputusan, Seorang pemimpin harus
mempunyai sifat tegas dalam mengambil keputusan. Tidak semua
mampu dalam Tindakan pengambilan keputusan. Perlu adanya
kajian-kajian dalam pengambilan keputusan, baik secara individu
maupun bersama anggota.
6. Fungsi Memberi Motivasi, Seorang pemimpin harus mempunyai
sikap yang peduli dengan anggotanya. pemimpin dapat
memberikan semangat kepada anggotanya agar dapat
menajalankan tugasnya dengan baik di dalam organisasi yang
dipimpin.
Engkoswara dan Komariah (2015) menyatakan ada 2 fungsi utama dari
kepemimpinan, yaitu:
1. Fungsi yang berkaitan dengan tugas (task related) atau fungsi
pemecahan masalah, yaitu fungsi yang memudahkan dan
mengkoordinasikan usaha kelompok dalam memilih,
mendefinisikan dan memecahkan masalah bersama.

11
2. Fungsi yang berkaitan dengan pembinaan kelompok atau fungsi
sosial (group maintenance), yaitu membantu kelompok dalam
menengahi perbedaan pendapat, meredam konflik dan
memancarkan perasaan hangat dan empati kepada anggota
kelompok.

C. Tipe dan Keterampilan Kepemimpinan Pendidikan


1. Tipe Kepemimpinan Pendidikan
Tipe Kepemimpinan dapat diartikan sebagai bentuk atau pola atau
jenis kepemimpinan. Yang di dalamnya diimplementasikan satu atau
kebih perilaku atau gaya kepemimpinan sebagai pendukungnya.
Sedangkan Gaya Kepemimpinan diartikan sebagai perilaku atau cara yang
di pilih dan dipergunakan pemimpin dalam mempengaruhi pikiran,
perasaan, sikap dan perilaku para anggota organisasi atau bawahannya.
Tipe Kepemimpinan merupakan corak dari kepemimpinan yang dimiliki
oleh seseorang pemimpin. Ada beberapa macam tipe kepemimpinan
dalam Pendidikan, diantaranya yaitu:
a. Tipe Kepemimpinan Diktator/ Otokratis
Istilah otokratis berasal dari kata autos yang berarti sendiri atau diri
pribadi dan kratos yang berarti kekuasaan, kekuatan. Jadi otokratis berarti
berkuasa sendiri secara mutlak (centre of authority).
Menurut Gatot Suradji dan Engel Betus Martono (2014:95)
Kepemimpinan otokratis merupakan kepemimpinan yang dilakukan oleh
seorang pemimpin dengan perilaku otoriter. Pemimpin otoriter (director)
dalam praktik memimpin ia mengutamakan kekuasaan (power). Seorang
pemimpin yang bertipe otokratis menganggap dirinya adalah segala-
galanya (people centered). Sedangkan Menurut Kartini Kartono (2013:83)
mengemukakan kepemimpinan otokratis itu mendasarkan diri pada
kekuasaan dan paksaan yang mutlak harus dipenuhi. Pemimpinnya selalu
mau berperan sebagai pemain Tunggal pada one man one show. Setiap
perintah dan kebijakan ditetapkan tanpa berkonsultasi dengan
bawahannya. Pemimpin otokratis itu senantiasa ingin berkuasa absolute,
Tunggal dan merajai keadaan. Seorang Pemimpin yang otokratis memiliki
ciri pribadi, diantaranya:
1. Menganaggap organisasi sebagai milik pribadi
2. Mengidentifikasi tujuan pribadi dengan tujuan organis
3. Menganggap tujuan pribadi dengan tujuan organis
4. Tidak mau menerima kritik, saran dan pendapat.
5. Terlalu bergantung pada kekuasaan formalnya

12
6. Dalam tindakan penggerakannya sering mempergunakan approach,
yang mengandung unsur paksaan dan punitive.

2. Tipe Kepemimpinan Demokratis


Kepemimpinan demokratis memperlihatkan dilakukannya
pelimpahan wewenang komunikasi timbal balik atau dua arah,
menumbuhkan inisiatif bawahan, mengutamakan kepentingan kelompok,
keputusan dibuat mempertimbangkan usul saran bawahan. Kekuatan
kepemimpinan demokratis ini bukan terletak pada individu pemimpin,
melainkan kekuatan justru terletak pada partisipasi aktif dari setiap
kelompok.
Menurut Kartini Kartono (2011:86) kepemimpinan demokratis
menitikberatkan masalah aktivitas setiap anggota kelompok dan juga para
pemimpin lainnya yang semuanya terlibat aktif dalam penentuan sikap,
pembuatan rencana pembuatan keputusan penerapan disiplin kerja (yang
ditanamkan secara sukarela oleh kelompok-kelompok dalam suasana
demokratis).
Seorang pemimpin yang demokratis menyadari bahwa peranan para
anggota organisasinya memiliki peranan yang paling penting dalam
menentukan keberhasilan pencapaian tujuan dan sasaran organisasi,
sehingga pemimpin tersebut berupaya untuk mengajari dan
mengembangkan daya Inovasi dan kreativitas dari bawahannya. Dia tidak
pernah memberikan perintah tanpa menjelaskan pentingnya masalah dan
selalu menerangkan secara rinci semua detail pelaksanaannya.
Menurut Sondang Siagian dalam Gatot Suradji dan Enggel Betus Martono
(2014:102) mengemukakan terdapat 6 ciri pemimpin demokratis di
antaranya yaitu:
1. Dalam proses menggerakkan bawahan selalu bertitik tolak dari
pendapat bahwa “manusia adalah makhluk yang termulia di dunia.”
2. Selalu berusaha mensinkronkan kepentingan dan tujuan organisasi
dengan kepentingan dan tujuan pribadi dari bawahnya.
3. Ia senang menerima saran, pendapat kritik dari bawahannya.
4. Selalu berusaha mengutamakan kerjasama dan tim-tim dalam usaha
mencapai tujuan.
5. Mengutamakan musyawarah dan kepentingan bersama.
6. Memandang semua masalah dapat dipecahkan dengan usaha
bersama.

c. Tipe Kepemimpinan Laissez Faire (Kepemimpinan bebas)


Pada tipe kepemimpinan laise faire ini sang pemimpin parktis tidak
memimpin dan membiarkan kelompoknya dan setiap orang berbuat semau

13
sendiri. Pemimpin tidak berpartisipasi sedikitpun dalam kegiatan
kelompoknya. Semua pekerjaan dan tanggung jawab harus dilakukan oleh
bawahan sendiri. Dia merupakan pemimpin symbol, dan biasanya tidak
memiliki keterampilam teknis.
Menurut Sondang Siagian (2015:39) mengemukakan bahwa sikap
seseorang pemimpin yang laisseser faire dalam memimpin organisasi dan
para bawahannya biasanya adalah bersikap yang permisif, dalam arti
bahwa para anggota organisasi boleh saja bertindak seusai dengan
keyakinan dan bisikan hati nuraninya asal saja kepentingan bersama tetap
terjaga dan tujuan organisasi tetap tercapai. Pemimpin yang menganut
laissez faire kurang dalam menyusun struktur dan mengevaluasi tugas
para bawahannya. Pemimpin ini lebih nyaman dalam pendelegasian
wewenang, kepada bawahannya, penggambilan keptusan diserahkan
kepada karyawan yang dianggap lebih mampu dan dipercayainya serta
tindakan untuk inovatif akan tugas-tugas diserahkankepada bawahannya.
Adapun ciri atau tipe kepemimpinan Laisse Faire dalam Gatot Suradji dan
Enggel Betus Martono (2014:104) meliputi:
1. Pemimpin melimpahkan wewenang sepenuhnya kepada bawahan.
2. Keputusan lebih banyak dibuat oleh bawahan.
3. Pemimpin hanya berkomunikasi apabila diperlukan oleh bawahan.
4. Hampir tidak ada pengawasan terhadap sikap. Tingkah laku,
perbuatan atau kegiatan yang dilakukan bawahan.
5. Hampir tidak ada pengarahan dari pimpinan, peran pemimpin.
6. Pemimpinanya hanya berkomunikasi apabila diperlukan oleh
bawahannya.
Penerapan kepemimpinan yang laissez faire dalam memimpin
organisasi dan para bawahannya biasanya adalah bersikap yang permisif,
dalam arti bahwa para anggota organisasi boleh saja bertindak tidak teratur
tanpa rencana yang jelas dan sekehendaknya sendiri sehingga akan
menghancurkan sekolah atau lembaga pendidikan.
d. Tipe Kepemimpinan Kharismatik
Kharisma merupakan keadaan atau bakat yang dihubungkan dengan
kemampuan luar biasa dalam hal kepemimpinan. Karisma mampu
membangkitkan daya tarik istimewa yang pada gilirannya keinginan
melakukan pemujaan dan menjadikan rasa kekagumannya kepada
pemimpin.
Robbins (2007) dalam Sudaryono (2014:342) Menurut Robbins
mengegemukakan kepemimpinan kharismatik adalah kepemimpinan yang
luar biasa atau heroic dalam mengamati perilaku tertentu. Ada 6 Ciri-ciri
dari gaya karismatik, yaitu:
1. Memiliki kewibawaan alamiah

14
2. Para pengikit dengan penuh patuh atas ucapan dan anjurannya
kadang-kadang tanpa alasan.
3. Daya tarik yang metafisikal (kadang-kadang irasional) terhadap
4. Terjadi ketidaksadaran dan irasional dari tindakan pengikutnya
5. Tidak dibentuk dari faktor eksternal yang formal, seperti aturan para
pengikutnya legal formal, pelatihan atau pendidikan dan sebagainya
6. Tidak dilatarbelakangi oleh factor internal dirinya, misalnya fisik,
ekonomi, kesehatan dan ketampanan.
Selain itu Robbins (1996) dalam Toman Sony Tambunan (2015:42)
mengemukakan, bahwa karakteristik utama dari pemimpin karismatik
antara lain:
a) Percaya Diri. Mereka benar-benar percaya diri akan penilaiandan
kemampuan mereka
b) Suatu visi. Ini merupakan tujuan ideal yang mengajukan suatu masa
depan yang lebih baik.
c) Kemampuan untuk mengungkapkan visi dengan mudah. Mereka
mampu memperjelas dan menyatakan visi dalam kata- kata yang dapat
dipahami orang lain
d) Keyakinan kuat mengenai visi itu. Pemimpin karismatik berkomitmen
kuat, dan bersedia mengambil resiko pribadi yang tinggi, mengeluarkan
biaya tinggi, dan melibatkan diri dalam pengorbanan untuk mencapai visi
itu.
Tegasnya pemimpin yang kharismatik adalah seseorang yang
dikagumi oleh banyak pengikut meskipun para pengikut tersebut tidak
selalu menjelaskan secara konkret mengapa orang tertentu dikagumi.
e. Tipe Kepemimpinan Paternalistik
Tipe paternalistik adalah gaya kepemimpinan yang bersifat
kebapaan. Pemimpin selalu memberikan perlindungan kepada para
bawahan dalam batas-batas kewajaran. Gaya kepemimpinan paternalistic
akan mudah dikenali diamati dari perilakunya terhadap bawahan.
Umumpnya pemimpin tiope ini memeiliki cirri, seperti tingkah laku ayah
terhadap anaknya atau perilaku ibu kepada anak- anaknya. Menurut
Wursanto (2003) dalam mengemukakan ciri-ciri pemimpin paternalistik,
antara lain:
1. Pemimpin bertindak sebagai orang yang belum dewasa
2. Memperlakukan bawahan sebagai orang yang belum dewasa
3. Keputusan ada ditangan pemimpin, bukan karena ingin bertindak
secara otoriter, tetapi karena keinguinan memberikan kemudahan
kepada bawahan
4. Selalu memberikan perlindungan kepada bawahan yang kadang-
kadang berlebihan.

15
5. Pimpinan menganggap dirinya paling mengetahui segala macam
persoalan. (Badrudin (2013:178)
Kepemimpinan paternalistik masih banyak terdapat dalam
lingkungan tradisional misalnya pemimpin suku tertentu yang berada di
daerah yang masih memegang adat istiadat titik pemimpin ini terpilih
karena para pengikutnya menilai pemimpin tersebut adalah orang yang
dituakan, dihormati, diangkat berdasarkan golongan kata atau berdasarkan
keturunan. Dalam tipe ini para bawahan tidak didorong untuk berpikir
secara inovatif dan kreatif. Biasanya seorang pemimpin yang paternalistik
mengutamakan kebersamaan.
f. Tipe Kepemimpinan Militeristis
Kepemimpinan militeristik tidak hanya terdapat di kalangan militer
saja tetapi banyak juga terdapat pada instansi sipil (non- militer).
Pemimpin militeristis pada umumnya adalah keras dalam bersikap dan
menerapkan disiplin yang ketat. Pada hakikatnya pemimpin miltiteristis
menjurus pada praktik kepemimpinan otoriter. Sifat-sifat yang dimiliki
pemimpin militeristis adalah pemberian perintah dalam menggerakan para
bawahannya antara lain:
1. Praktik kepemimpinannya banyak menggunakan perintah atau
instruksi
2. Pangkat menjadi dasar hierakis kuasa, wewenang, dan landasan
gerak bertindak
3. Memimpin terlalu formal dan seremonial
4. Terlalu menuntut disiplin tinggi dan kaku
5. Hubungan antara pemimpin tidak fleksibel dan kaku
6. Tidak mau dikritik
Selain itu, Kartini Kartono dalam Gatot Sudardji dan Engel Betus
(2014:109) mengemukakan kepemimpinan militeristis memiliki ciri,
sebagai berikut:
1. Menghendaki kepatuhan mutlak dan bawahannya
2. Sangat menyenangi formalitas, upacara-upacara ritual tanda-tanda
kebesaran yang berlebihan.
3. Menuntut adanya disiplin keras dan kaku dari bawahan
4. Tidak menghendaki saran, usul sugesti dan kritikan dari bawahannya.
5. Komunikasi hanya berlangsung satu arah
Dalam Tipe ini pemimpin terlalu menjaga wibawa dan jabatannya,
sehingga pemimpin ini selalu ingin dihormati dan disegani oleh para
bawahanya, yang mengakibatkan kekakuan dankurangnya komunikasi
dengan para bawahannya.

16
3. Keterampilan Kepemimpinan Pendidikan

Wahab (2008: 136-137), berpendapat bahwa ada beberapa


keterampilan yang perlu dimiliki oleh seorang pimpinan pendidikan.
Keterampilan- keterampilan tersebut adalah:
a. Keterampilan dalam memimpin
Pemimpin harus menguasai cara-cara kepemimpinan, memiliki
keterampilan memimpin supaya dapat bertindak sebagai seorang
pemimpin yang baik. Untuk memperoleh keterampilan di atas perlu
pengalaman dan karena itu pemimpin harus benar-benar banyak bergaul,
bekerjasama dan berkomunikasi dengan orang yang dipimpinnya. Yang
penting jangan hanya tahu, tetapi harus dapat melaksanakan.
b. Keterampilan dalam hubungan insani
Hubungan insani adalah hubungan antar manusia. Ada dua macam
hubungan yang biasa dihadapi dalam kehidupan sehari-hari, yaitu:
1) Hubungan fungsional atau hubungan formal, yaitu hubungan karena
tugas resmi atau pekerjaan resmi.
2) Hubungan pribadi atau hubungan informal atau hubungan personel
ialah hubungan yang tidak didasarkan atas tugas resmi atau
pekerjaan, tetapi lebih bersifat kekeluargaan. Seorang pemimpin
harus terampil melaksanakan hubungan-hubungan tersebut. Jangan
sampai mencampuradukkan antara hubungan fungsional dan
hubungan personal. Yang menjadi inti dalam hubungan ini adalah
saling menghargai. Bawahan menghargai atasan dan atasan pun
harus menghargai bawahan.

c. Keterampilan dalam proses kelompok


Setiap anggota kelompok mempunyai perbedaan, ada yang lebih, ada
yang kurang, tetapi dalam kelompok mereka harus dapat bekerjasama. Inti
dari proses kelompok adalah hubungan insani dan tanggungjawab
bersama. Pemimpin harus jadi penengah, pendamai, moderator dan bukan
menjadi hakim.
d. Keterampilan dalam administrasi personel
Administrasi personel mencakup segala usaha untuk menggunakan
keahlian dan kesanggupan yang dimiliki oleh petugas-petugas secara
efektif dan efisien. Kegiatan dalam administrasi personel ialah seleksi,
pengangkatan, penempatan, penugasan, orientasi, pengawasan,
bimbingan dan pengembangan serta kesejahteraan.
e. Keterampilan dalam menilai
Penilaian ialah suatu usaha untuk mengetahui sampai di mana suatu
kegiatan sudah dapat dilaksanakan atau sampai di mana suatu tujuan sudah

17
dicapai. Yang dinilai biasanya ialah hasil kerja, cara kerja dan orang yang
mengerjakannya.
Berikut keterampilan-keterampilan manajemen yang harus dimiliki
oleh seorang pemimpin kepemimpinan/manajer.
1. Keterampilan Interpersonal, adalah kemampuan untuk bekerja
dengan, memahami dan memotivasi orang lain, memahami sudut
pandang dan perilaku atasan, rekan sejawat dan bawahan terhadap
suatu masalah dan memosisikan dirinya secara profesional.
2. Keterampilan Konseptual, yaitu membuat konsep, ide, dan gagasan
demi kemajuan organisasi. Gagasan atau ide menjadi rencana
kegiatan yang disebut proses perencanaan/rencana kerja. Termasuk
juga memiliki visi yang jauh ke depan, misi yang jelas, program kerja
yang real, sebuah organisasi.
3. Keterampilan Komunikasi, yaitu keterampilan berinteraksi secara
baik dengan banyak orang. Disebut juga keterampilan kemanusiaan.
Kepada bawahan bersifat mengayomi, persuasif dan bersahabat.
Kepada rekan kerja saling menghormati.
4. Keterampilan Manajemen Waktu, Seorang manajer digaji besar,
setiap menit begitu berharga untuk perusahaan. Dia harus bisa
mengalokasikan waktu agar mendapat hasil yang optimal.
5. Keterampilan Membuat keputusan yaitu kemampuan untuk
mengidentifikasi masalah memandangnya secara keseluruhan dan
komprehensif dan menentukan solusi terbaik untuk memecahkannya.
Keputusan yang baik adalah yang tidak terburu-buru namun
adakalanya keputusan diperlukan dalam waktu yang singkat.
6. Keterampilan Kepemimpinan, yaitu program kerja, eksekusi,
ketegasan dan keberanian. Karenanya manajer betul-betul harus
terpengaruh terhadap hal-hal yang tidak perlu. Manajer yang kuat
akan menciptakan trust kepada lingkungannya dan menumbuhkan
team yang solid.

4. Pendekatan Kepemimpinan
Untuk memahami gaya kepemimpinan, sedikitnya dapat dikaji dari tiga
pendekatan utama, yaitu:
1. Pendekatan Karakter/ Sifat
Pendekatan sifat adalah teori kepemimpinan klasik yang diyakini
bahwa pemimpin dilahirkan bukan diciptakan, yang artinya jiwa
kepemimpinan sudah melekat sejak lahir, meliputi sifat taqwa, jujur,
cerdas, ikhlas, sederhana, pandangan yang luas, adil dan sifat terpuji
lainnya.

18
Pendekatan sifat menjelaskan ada beberapa ciri khas yang
menggambarkan jiwa pemimpin yaitu mempunyai kekuatan fisik dan
keramahan, tingkat intelegensi yang tinggi, memiliki kepribadian yang
positif dengan sikap pemimpin, mempunyai hubungan tinggi seperti
popularitas, keaslian, adaptabiltas, ambisi, ketekunan, status sosial, status
ekonomi, mampu berkomunikasi. Berikut ini terdapat beberapa sifat
kepribadian yang harus dimiliki oleh pemimpin (Suherman, 2019):
1. Pengetahuan umum yang luas dan kemampuan meningkatkan
keterampilan kepemimpinan.
2. Kedewasaan mental yang dapat dilihat dari kestabilan emosional
yaitu tidak mudah tersinggung dan marah.
3. Sifat keingintahuan tinggi, serta cara berfikir kreatif dan inovasi.
4. Kemampuan berfikir analitis, dimana pemimpin mampu
menganalisis keadaan atau kejadian berdasarkan informasi yang
sesuai dengan fakta.
5. Integratif, berpegang teguh pada pendirian sehingga tidak mudah
goyah oleh pihak manapun.
6. Ahli dalam berkomunikasi dengan pihak lain.
7. Mampu berfikir secara sehat, rasional, dan objektif.
8. Menunjukkan kesederhanaan dan bekerja dengan efisien.
9. Mempunyai sifat keberanian dalam mengambil keputusan secara
adil.
Menurut Northouse (2013) dalam Toman Sony Tambunan (2015:74)
menuliskan bahwa prespektif sifat menyatakan, individu tertentu memiliki
sifat atau kualitas alamiah khusus yang membuat mereka menjadi
pemimpin, sifat kepemimpinan yang utama antara lain:
a. Kecerdasan. kecerdasan atau kemampuan intelektual secara positif
terkait dengan kepemimpinan. Kecerdasan seorang pemimpin
terbentuk dari sebuah proses pembelajaran secara terus menerus dan
pengalaman.
b. Keyakinan diri, adalah kemampuan untuk merasa yakin dengan
kemampuan dan keterampilan seseorang, Seperti pemahaman akan
harga diri dan keyakinan diri, serta keyakinan bahwa pemimpin bisa
membuat perbedaan.
c. Ketekunan. Orang dengan ketekunan akan bersedia untuk memaksa
diri mereka, proaktif dan memiliki kemampuan untuk bertahan saat
menghadapi hambatan.
d. Integritas, adalah karakter kejujuran dan keterandalan. Orang yang
patuh dan bertanggung jawab berarti memiliki integritas.

19
e. Kemampuan bersosialisasi. Pemimpin mencari hubungan sosial yang
menyenangkan dan pemimpin akan menunjukkan sifat seperti ramah,
terbuka, sopan, dan diplomatis.

2. Pendekatan Perilaku
Pendekatan kepemimpinan dalam teori perilaku, mengutamakan
bagaimana sikap atau perilaku seseorang pemimpin dalam organisasi
maupun Perusahaan. Berdasarkan teori perilaku, perilaku kepemimpinan
dapat membentuk seseorang menjadi pemimpin yang efektif dengan
mengimplementasi sasarannya, seperti mempercayakan mengerjakan
tugas, menciptakan komunikasi yang efektif, memberikan motivasi
kepada karyawan, dan melakukan control terhadap pekerjaan yang
dikerjakan bawahannya (Atiqullah,2007). Melihat dari gaya pemimpin
pada pendekatan perilaku ini dapat mempengaruhi ke karyawan. Perilaku
pemimpin dapat menyatu dengan pekerjaan atau interaksi antar karyawan.
Pendekatan dalam teori perilaku berlandaskan pemikiran bahwa
keberhasilan untuk kegagalan pemimpin ditentukan oleh gaya, sikap dan
tindakan pemimpin yang dapat dilihat dari cara nya melakukan suatu
pekerjaan.
3. Pendekatan Kontigensi
Kepemimpinan dengan pendekatan kontingensi disebut juga dengan
pendekatan situasional. Teori pendekatan situasional disusun
berlandaskan anggapan bahwa pemimpin lebih efektif dan mampu
menyelaraskan perilaku dengan karakter bawahan serta keadaan
lingkungannya yang tergantung dari karakteristik manajerial dan
bawahan, sistem organisasi, dan faktor organisasi lainnya. Dengan
demikian, dapat dikatakan kepemimpinan situasional dipengaruhi oleh
pengikut dan situasi lingkungan perusahaan/organisasi (Prihantoro,
2016). Seorang pemimpin harus dapat menyesuaikan perilaku dan
gayanya dengan situasi yang ada.

20
BAB VI
MOTOVASI DALAM ORGANISASI PENDIDIKAN

A. Pengertian Motivasi dalam Organisasi Pendidikan


Motivasi menurut KBBI adalah proses yang menjelaskan tentang arah, intensitas
dan
ketekunan seorang individu dalam mencapai tujuannya. Motivasi berasal dari
bahasa Latin "movere", yang berarti menggerakkan. Motivasi adalah kondisi
internal yang membangkitkan seseorang untuk bertindak, mendorong seseorang
untuk mencapai tujuan tertentu, dan membuat individu tersebut untuk tetap tertarik
dalam kegiatan tertentu. Motivasi menurut Weiner (1990) dapat diartikan sebagai
dorongan internal dan eksternal dalam diri seseorang yang diindikasikan dengan
adanya hasrat dan minat, dorongan dan kebutuhan, harapan dan cita-cita,
penghargaan, serta penghormatan. Sedangkan Uno (2007) menjelaskan bahwa
motivasi berasal dari bahasa Inggris "motivation" yang berarti dorongan atau
pengalasan untuk melakukan suatu aktivitas hingga mencapai tujuan. (Imron, 1966)
Beberapa ahli mengemukakan definisi tentang motivasi, yaitu sebagai berikut,
(Saefullah, 2012):
a. Robin berpendapat bahwa motivasi adalah proses yang ikut menentukan
intensitas, arah dan ketentuan individu dalam mencapai tujuan.
b. Abraham Sperling mendefinisikan motivasi sebagai kecenderungan untuk
beraktivitas, dimulai dari dorongan dalam diri dan diakhiri dengan penyesuaian diri.
c. Saefullah mengemukakan bahwa motivasi adalah dorongan untuk mewujudkan
perilaku tertentu yang terarah pada sebuah tujuan. Motivasi memiliki karakteristik
yaitu sebagai hasil dari kebutuhan, terarah pada satu tujuan dan menopang perilaku
Menurut RA. Supriyono, motivasi adalah kemampuan untuk berbuat sesuatu
sedangkan
motif adalah kebutuhan, keinginan, dorongan untuk berbuat sesuatu. Motivasi
seseorang di pengaruhi oleh stimuli kekuatan, intrinsik yang ada pada individu yang
bersangkutan. Stimuli eksternal mungkin dapat pula mempengaruhi motivasi tetapi
motivasi itu sendiri mencerminkan reaksi 24 individu terhadap stimuli tersebut
(Supriyono, 2003 : 329 ).
Motivasi dapat juga dikatakan sebagai serangkaian usaha untuk menyediakan
kondisi- kondisi tertentu, sehingga seseorang mau dan ingin melakukan sesuatu,
dan bila ia tidak suka, maka akan berusaha untuk meniadakan atau mengelakkan
perasaan tidak suka itu. Jadi motivasi itu dapat dirangsang oleh factor dari luar

21
tetapi motivasi itu adalah tumbuh di dalam diri seseorang. Berelson dan Steiner
sebagaimana dikutip Siswanto (2011:119) mengungkapkan bahwa motivasi adalah
keadaan kejiwaan dan sikap mental manusia yang memberikan energi, mendorong
kegiatan, dan mengarahkan atau menyalurkan perilaku ke arah mencapai kebutuhan
yang memberi kepuasan atau mengurangi ketidakseimbangan.
Hoy dan Miskel (2008:167) berpendapat bahwa motivasi secara umum adalah
kondisi diri individu untuk mempengaruhi, melakukan, dan tetap melakukan suatu
Tindakan. Menurut Maehr dan Meyer (2001:3-4) motivasi adalah sebuah teori yang
dibentuk untuk dari penjelasan kata penggerak, petunjuk arah atau perintah,
kekuatan, kelanjutan, dan kualitas perilaku, khususnya perilaku yang mengarah
pada pencapaian suatu tujuan. Motivasi merupakan sebuah hipotesis yang
menjelaskan mengapa seseorang melakukan apa yang dilakukan, motivasi
dibedakan dengan tujuan dan strategi.
Menurut Zainun (2004), motivasi dapat dipandang sebagai bagian integral dari
administrasi kepegawaian dalam rangka proses pembinaan, pengembangan, dan
pengarahan tenaga kerja dalam suatu organisasi. Motivasi sebagai suatu usaha
positif dalam menggerakkan, mengerahkan, dan mengarahkan daya dan potensi
tenaga kerja agar secara produktif berhasil mencapai dan mewujudkan tujuan yang
telah ditetapkan sebelumnya dan sebagai perangsang untuk dapat menggerakkan,
mengerahkan, dan mengarahkan potensi serta daya kerja manusia tersebut ke arah
yang diinginkan.
Motivasi dapat diartikan sebagai: (1) Dorongan yang timbul pada diri seseorang,
secara disadari atau tidak disadari, untuk melakukan tindakan dengan tujuan
tertentu; (2) Usaha- usaha yang dapat menyebabkan seseorang atau kelompok orang
tertentu tergerak melakukan sesuatu karena ingin mencapai tujuan yang dicapai.
Hasibuan (2005:151) mengatakan bahwa proses motivasi adalah sebagai berikut:
a. Tujuan, dalam proses motivasi perlu ditetapkan terlebih dahulu tujuan organisasi.
Baru kemudian para karyawan dimotivasi ke arah tujuan.
b. Mengetahui kepentingan, hal yang penting dalam proses motivasi adalah
mengetahui keinginan karyawan dan tidak hanya melihat dari sudut kepentingan
pimpinan atau perusahaan saja.
c. Komunikasi efektif, dalam proses motivasi harus dilakukan komunikasi yang
baik dengan bawahan. Bawahan harus mengetahui apa yang akan diperolehnya dan
syarat apa saja yang harus dipenuhinya supaya insentif tersebut diperolehnya.
d. Integrasi tujuan, proses motivasi perlu untuk menyatukan tujuan organisasi dan
tujuan kepentingan karyawan. Tujuan organisasi adalah untuk memperoleh laba
dan perluasan perusahaan. Sedangkan tujuan individu karyawan adalah pemenuhan

22
kebutuhan dan kepuasan. Jadi, tujuan organisasi dan tujuan karyawan harus
disatukan dan untuk itu penting adanya penyesuaian motivasi.
e. Fasilitas, manajer penting untuk memberikan bantuan fasilitas kepada organisasi
dan individu karyawan yang akan mendukung kelancaran pelaksanaan pekerjaan.
f. Team work, manajer harus membentuk, team work yang terkoordinasi baik yang
bisa mencapai tujuan perusahaan.
Motivasi ini dapat pula dikatakan sebagai energi untuk membangkitkan dorongan
dalam
diri. Terkait dengan motivasi organisasi lima fungsi utama manajemen adalah
planning, organizing, staffing, leading, dan controlling, Pada pelaksanaanya,
setelah rencana dibuat, organisasi dibentuk, dan disusun personalianya , langkah
berikutnya adalah menugaskan atau mengarahkan anggota menuju ke arah tujuan
yang telah di tentukan . Fungsi pengarahan ini secara sederhana membuat anggota
melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang diinginkan dan harus mereka lakukan.
Motivasi sudah jelas sangat dibutuhkan dalam diri setiap orang, selain untuk
menghilangkan kejenuhan juga untuk bisa meraih segala sesuatu yang dicita-
citakannya. Secara individual upaya motivasi bisa dilakukan melalui upaya-upaya
mengontrol, menilai lalu memotivasi diri sendiri, namun adakalanya kesadaran
untuk memotivasi diri tidak muncul dalam diri seseorang karena itu diperlukan
motivasi eksternal yang bisa berasal dari keluarga, teman, guru dan lainnya.
(Windhy, 2022)

Dari serangkain pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah
sesuatu alasan yang mendorong seseorang untuk melakukan; menyelesaikan;
menghentikan; dsb, suatu aktivitas guna mencapai tujuan tertentu yang diinginkan
dari motivasi tersebut.

B. Tujuan Motivasi dalam Organisasi Pendidikan


Motivasi pada suatu organisasi atau perusahaan bertujuan untuk mendorong
semangat
kerja para karyawan agar mau bekerja keras dengan memberikan semua
kemampuan dan keterampilan demi terwujudnya suatu organisasi. Pimpinan yang
mengarahkan melalui motivasi akan menciptakan kondisi dimana karyawan merasa
mendapat inspirasi untuk bekerja keras. Karyawan yang mempunyai motivasi
tinggi sangat penting jika hasil-hasil kinerja yang tinggi ingin dicapai secara
konsisten. Pimpinan akan melakukan pendekatan kepemimpinan yang

23
mencerminkan suatu kesadaran bahwa produktivitas melalui karyawan merupakan
bagian utama dan tidak dapat digantikan untuk mencapai tujuan organisasi.
Motivasi menjadi sangat penting karena dengan motivasi diharapkan setiap
karyawan mau bekerja keras dan antusias untuk mencapai produktivitas kerja yang
tinggi (Hasibuan, 1996:92). Motivasi akan memberikan inspirasi, dorongan, dan
semangat kerja bagi karyawan sehingga terjalin hubungan kerja yang baik antara
karyawan dan pimpinan guna tercapainya tujuan organisasi secara maksimal.
Motivasi juga berkaitan erat dengan usaha, kepuasan pekerja, dan kinerjanya
(Gomes 1995:178). Motivasi sangat penting dalam meningkatkan semangat kerja
dan produktivitas karyawan. Tugas pimpinan adalah memberikan motivasi atau
dorongan kepada karyawan agar bisa bekerja sesuai dengan yang diharapkan oleh
organisasi. Motivasi kerja adalah proses mempengaruhi atau mendorong seseorang
berbuat untuk mencapai tujuan yang diinginkan (Kamalludin 1989:214). Motivasi
diartikan juga sebagai keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan
individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu untuk mencapai suatu tujuan
(Handoko 1999:252).
Motivasi yang ada pada seseorang merupakan kekuatan pendorong yang akan
mewujudkan suatu perilaku guna mencapai kepuasan dirinya. Seseorang yang
sangat termotivasi yaitu orang yang melaksanakan upaya substansial, guna
menunjang tujuan- tujuan produksi kesatuan kerjanya dan organisasi dimana ia
bekerja. Seseorang yang termotivasi hanya memberikan upaya minimum dalam hal
bekerja motivasi merupakan sebuah konsep penting dalam studi kerja individu
(Winardi 2001:2).
Tujuan motivasi secara umum adalah menggerakan atau menggugah seseorang agar
muncul keinginan dan kemauannya untuk melakukan sesuatu sehingga dapat
memperoleh hasil atau mencapai tujuan tertentu. Agar lebih spesifik, (Hasibuan,
2014):
a. Meningkatkan moral dan kepuasan kerja;
b. Meningkatkan kedisiplinan
c. Meningkatkan produktivitas kerja;
d. Meningkatkan loyalitas, kreativitas dan partisipasi;
e. Mengefektifkan pengadaan pegawai;
f. Menciptakan suasana dan hubungan kerja yang kondusif;
g. Meningkatkan efisiensi penggunaan alat-alat dan bahan baku;
h. Meningkatkan tingkat kesejahteraan pegawai;
i. Meningkatkan rasa tanggung jawab pegawai terhadap tugasnya.

24
Pemberian motivasi kerja pegawai biasanya bertujuan mendorong gairah dan
semangat
kerja pegawai, meningkatkan produktivitas pegawai, meningkatkan kedisiplinan
dan menurunkan tingkat absensi pegawai, dan menciptakan suasana dan hubungan
kerja yang baik, mempertinggi rasa tanggung jawab pegawai terhadap tugas-
tugasnya. Karena itu kondisi fisik kerja harus terus menerus diperbaiki dengan
faktor motivasi sehingga produktivitas dapat terus ditingkatkan. (Nasrullah, 2017).
Manajer atau pimpinan yang berhasil dalam hal motivasi karyawan sering kali
menyediakan suatu lingkungan dimana tujuan-tujuan tepat tersedia untuk
memenuhi kebutuhan. Tujuan-tujuan motivasi tersebut antara lain:
1. Mendorong gairah dan semangat kerja karyawan;
2. Meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan;
3. Meningkatkan produktivitas karyawan;
4. Mempertahankan loyalitas dan kestabilan karyawan perusahaan;
5. Meningkatkan kedisiplinan dan menurunkan tingkat absensi karyawan;
6. Mengefektifkan pengadaan karyawan;
7. Menciptakan suasana dan bungan kerja yang baik; (Nurochim, 2016)
8. Meningkatkan kreativitas dan partisipasi karyawan:
9. Meningkatkan kesejahteraan karyawan:
10.Mempertinggi rasa tanggung jawab karyawan terhadap tugas-tugasnya; 11.
Meningkatkan efisiensi penggunaan alat-alat dan bahan baku (Hasibuan 2006:146).
Tujuan motivasi mencakup tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan motivasi secara
umum: Pertama, memberikan dorongan kepada seseorang atau kelompok untuk
berbuat sesuatu dalam mencapai tujuan. Kedua, motivasi bertujuan untuk
membangkitkan keinginan seseorang atau kelompok supaya berbuat sesuai dengan
yang dikehendaki. Sedangkan, tujuan khusus motivasi adalah menumbuhkan
dorongan pada diri seseorang atau kelompok untuk melaksanakan tugas atau
kegiatan dalam upaya mencapai tujuan organisasi dan membangkitkan kemauan,
keinginan, dan harapan pada diri pihak yang dimotivasi sehingga dapat melakukan
kegiatan sebagaimana yang dikehendaki oleh motivator.

25
C. Prinsip-Prinsip Motivasi dalam Organisasi Pendidikan
Hover (2003:163) mengemukakan prinsip-prinsip motivasi sebagai berikut:
• Pujian lebih efektif daripada hukuman, hukuman bersifat menghentikan sesuatu
perbuatan, sedangkan pujian bersifat menghargai apa yang telah dilakukan. Karena
itu, pujian lebih besar nilainya bagi motivasi setiap anggota organisasi.
• Motivasi yang berasal dari dalam individu lebih efektif dari pada motivasi yang
dipaksakan dari luar. Penyebabnya adalah karena kepuasan yang diperoleh oleh
individu itu sesuai dengan ukuran yang ada dalam diri anggota organisasi.
• Motivasi itu mudah tersebar terhadap orang lain, contoh pemimpin yang berminat
tinggi dan antusias akan menghasilkan anggota organisasi yang juga berminat
tinggi dan antusias pula.
• Pemahaman yang jelas terhadap tujuan akan merangsang motivasi Apabila
seseorang telah menyadari tujuan yang hendak dicapainya maka perbuatan ke arah
itu akan lebih besar daya dorongannya.
• Tugas-tugas yang dibebankan oleh diri sendiri akan menimbulkan minat yang
lebih besar untuk mengerjakannya daripada tugas-tugas itu dipaksakan oleh
pimpinan. Apabila anggota organisasi diberi kesempatan menemukan masalah
sendiri dan sendiri, maka akan mengembangkan motivasi dan disiplin lebih baik.
• Pujian-pujian yang datangnya dari luar, kadang-kadang diperlukan dan cukup
efektif untuk merangsang minat yang sebenarnya Berkat dorongan orang lain,
misalnya untuk memperoleh prestasi yang tinggi, maka anggota akan berusaha
lebih giat karena minat berkarya menjadi lebih besar
• Teknik dan proses memotivasi yang bermacam-macam adalah efektif untuk
memelihara minat anggota organisasi.
• Kecemasan yang besar akan menimbulkan menurunnya kinerja karyawan, sebab
akan mengakibatkan pindahnya perhatiannya kepada hal lain, sehingga kegiatan
kinerja menjadi tidak efektif.
• Kecemasan dan frustasi yang lemah dapat membantu kinerja, dapat juga lebih
baik. Mangkunegara (2007:100), mengatakan bahwa terdapat beberapa prinsip
dalam
memotivasi kerja anggota organisasi adalah sebagai berikut:
• Prinsip partisipasi, Dalam upaya memotivasi kerja, pegawai perlu diberikan
kesempatan ikut berpartisipasi dalam menentukan tujuan yang akan dicapai oleh
pemimpin.

26
• Prinsip komunikasi, pemimpin mengkomunikasikan segala sesuatu yang
berhubungan dengan usaha pencapaian tugas, dengan informasi yang jelas, pegawai
akan lebih mudah dimotivasi kerjanya.
• Prinsip mengakui andil bawahan, pemimpin mengakui bahwa bawahan (pegawai)
mempunyai andil dalam usaha pencapaian tujuan. Dengan pengakuan tersebut,
pegawai akan lebih mudah dimotivasi kerjanya.
• Prinsip pendelegasian wewenang, pemimpin yang memberikan otoritas atau
wewenang kepada pegawai bawahan untuk sewaktu-waktu dapat mengambil
keputusan terhadap
pekerjaan yang dilakukannya, akan membuat Pegawai yang bersangkutan menjadi
termotivasi untuk mencapai tujuan yang diharapkan oleh pemimpin.
• Prinsip memberi perhatian, pemimpin memberikan perhatian terhadap apa yang
diinginkan pegawai bawahan, akan memotivasi pegawai bekerja apa yang
diharapkan oleh pemimpin. (Nurochim, 2016)
Berikut adalah teori-teori motivasi dalam organisasi pendidikan:
1. Teori Motivasi Berdasarkan Harapan
Teori motivasi berdasarkan harapan beranggapan bahwa yang menjadi pendorong
utama seseorang untuk dapat lebih giat bekerja karena adanya harapan yang disertai
dengan penuh keyakinan, bahwa apa yang diusahakan atau dikerjakan akan
berhasil. Ada beberapa variasi model teori, formulasi - formulasi teori yang lebih
baru yang menyebut ada tiga konsep esensial yang menentukan, tinggi rendahnya
motivasi harapan (expectacy) disingkat E, valensi (valence) disingkat V, dan
peralatan (instrumental) disingkat dengan I (Hoy dan Miskel, 2014:253).
Harapan merupakan keyakinan bahwa apa yang diusahakan oleh seseorang akan
mengarah pada keberhasilan dalam mencapai tujuan. Harapan merupakan
keyakinan subyektif seseorang dalam serangkaian kegiatan tertentu akan didapat
suatu hasil atau tujuan positif yang tinggi. Misalnya seorang pendidik merasa yakin
dengan usaha- usahanya sendiri dapat memperbaiki atau meningkatkan kecakapan
hidup pada masyarakat yang kurang mampu, maka orang itu mempunyai tingkat
harapan tinggi. Jadi, tingkat harapan yang tinggi akan menyebabkan adanya
motivasi yang tinggi. Valensi merupakan suatu tingkat ketertarikan atau keinginan
seorang individu dikaitkan dengan suatu penghargaan. Sebab seseorang diberikan
tugas melaksanakan pekerjaan, maka untuk itu mereka diberi insentif, seperti, gaji,
prestasi, kondisi kerja yang baik, kesempatan untuk maju, dan lain sebagainya.
Valensi ditentukan apabila anggota organisasi mengindikasikan apa yang mereka
inginkan dari suatu pekerjaan. Valensi dikatakan tinggi bila terdapat ketertiban di
dalam meningkatkan suatu usaha.

27
Selanjutnya, peralatan merupakan korelasi yang diperoleh antara melakukan suatu
pekerjaan dengan menerima penghargaan.
Salah satu teori motivasi adalah teori motivasi yang berdasarkan barapan. Teori ini
dikemukakan oleh Vroom dan dikembangkan oleh Porter dan Luwler, yang
kemudian dikembangkan lagi oleh Nadler (Handoko 2003) dan Atkinson (1964).
Atkinson mengemukakan bahwa teori ini mempunyai generalisasi secara umum
tingkah laku yang ditentukan oleh suatu relasi multiaplikatif bukan aditif di antara
harapanharapan, peralatan-peralatan, dan valensi-valensi seseorang. Hoy dan
Miskel (2014:253) menyatakan perbedaan konseptual yang mendasar dari teori
Vroom dan Atkinson, yakni bahwa Atkinson hanya memfokuskan pada satu jenis
motivasi intrinsik, yaitu prestasi. Sedangkan, Vroom memfokuskan pada motivasi
ekstrinsik dengan memandang kekuatan motivation dalam tiga variabel pada
persamaan berikut: Motivation = f (motive x expectancy x Incentive), atau M = f
(M x E x I).
Ada beberapa istilah yang merujuk pada persamaan arti: (a) Motive, merujuk
disposisi secara umum tentang individu yang berusaha untuk memuaskan
kebutuhan. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya kebutuhan untuk dipenuhi. (b)
Expectancy, merujuk pada kebutuhan subjektif tentang kemungkinan pemberian
tindakan yang berhasil dalam memuaskan kebutuhan. (c) Incentive, adalah
perhitungan subjektif tentang imbalan yang diharapkan untuk mencapai suatu
tujuan.
Menurut Atkinson terdapat tiga faktor motivasi yaitu motif, harapan, dan insentif.
Model Atkinson ini telah diujikan dalam sejumlah situasi experimental. Model ini
telah diaplikasikan untuk mengukur kebutuhankebutuhan prestasi. Istilah-istilah
persamaan digambarkan secara positif dan negatif. Motivasi untuk mencapai
keberhasilan dan motivasi mengindari kegagalan (Hoy dan Miskel, 2014:253).
2. Teori Motivasi Berdasarkan Kebutuhan
Teori ini berdasarkan pada kebutuhan yang mendorong seseorang untuk melakukan
sesuatu. Teori kebutuhan ini dikemukakan oleh Abraham Maslow (1970) yang 42

berdasarkan teori dalam dua hal pokok, yaitu setiap orang dimotivasi oleh
keinginan untuk memuaskan suatu kebutuhan dan kebutuhan itu tersusun secara
hierarkis.
Maslow (Owen, 1991) menyebutkan bahwa terdapat lima kebutuhan manusia yang
tersusun secara hierarkis, yaitu: kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman,

28
kebutuhan sosial, kebutuhan terhadap penghargaan, dan kebutuhan terhadap
aktualisasi diri. Kebutuhan fisiologis yaitu kebutuhan seperti rasa lapar, haus, sex,
perumahan, tidur, dan sebagainya. Kebutuhan rasa aman, yaitu kebutuhan akan
keselamatan dan perlindungan dari bahaya, ancaman dan perampasan, ataupun
pemecatan dari pekerjaan. Kebutuhan sosial, yaitu kebutuhan akan rasa cinta dan
kepuasan dalam menjalani hubungan dengan orang lain, kepuasan dan perasaan
memiliki serta diterima dalam suatu kelompok, rasa kekeluargaan, persahabatan,
dan kasih sayang (Winardi 2004). Kebutuhan penghargaan yaitu kebutuhan akan
status dan kedudukan, kehormatan diri, reputasi, dan prestasi (Robbins 1998).
Kebutuhan aktualisasi diri mempergunakan potensi diri, pengembangan diri
semaksimal mungkin, kreativitas, ekspresi diri, dan melakukan apa yang paling
cocok, serta menyelesaikan (Kartono, 2003). Dengan adanya pengakuan dari
masyarakat seseorang akan dapat merasakan kepuasan dalam hidupnya.
Proses kebutuhan-kebutuhan yang disebutkan di atas saling tergantung dan saling
menopang. Kebutuhan yang paling rendah tidak hilang jika kebutuhan di atas
terpenuhi begitu selanjutnya senantiasa saling keterkaitan. Suatu kebutuhan
mencapai puncaknya maka kebutuhan tersebut berhenti menjadi motivasi utama.
Kemudian kebutuhan selanjutnya mulai mendominasi, walaupun kebutuhan telah
terpuaskan, kebutuhan lain masih mempengaruhi perilaku, namun intensitasnya
lebih kecil karena kebutuhan seseorang saling tergantung satu dengan yang lain.
Alderfer (Thoha, 2003) mengklasifikasikan kebutuhan dasar manusi menjadi tiga
hal penting, yaitu:
a. Kebutuhan eksistensi diri (existence needs) yang disingkat E. Kebutuhan ini
meliputi kebutuhan fisiologis, rasa aman.
b. Kebutuhan keterikatan (relationess needs). Kebutuhan ini berhubungan dengan
rasa kebermaknaan dan kepuasan hubungan social.
c. Kebutuhan pertumbuhan (growth needs) yang disingkat dengan G. Kebutuhan
ini mewakili tingkat kebutuhan yang tinggi yaitu penghargaan dan aktualisasi diri.
Teori ini lebih dikenal dengan teori ERG. Pada prinsipnya teori ini mirip dengan
teori hierarki kebutuhan Maslow.
Teori motivasi lain yang berkenaan dengan kebutuhan adalah teori berpretasi dari
Mc Clelland (Supardi dan Anwar, 2002). Berdasarkan teori ini kebutuhan dasar
manusia itu diklasifikasi menjadi tiga, yaitu:
• Kebutuhan berprestasi, merupakan kebutuhan yang mendorong manusia untuk
berbuat yang lebih baik dari pada orang lain.
• Kebutuhan afiliasi, merupakan kebutuhan untuk bergabung dengan orang lain.
• Kebutuhan akan kekuasaan merupakan kebutuhan untuk menguasai dan

29
mempengaruhi orang lain.
3. Teori Motivasi Berdasarkan Keadilan
Teori motivasi berdasarkan keadilan dikemukakan oleh Porter dan Lawler
(Handoko, 2003) yang mendasarkan pada anggapan bahwa seseorang bersedia
melakukan sesuatu kalau diperlakukan secara adil.
Orang membandingkan antara masukan-masukan yang diberikan kepada
pekerjaannya dalam bentuk pendidikan, pengalaman, pelatihan, dan usahanya
dengan kompensasi atau penghargaan yang akan diterima. Orang juga
membandingkan imbalan yang diperoleh orang lain dengan yang diperoleh untuk
dirinya sendiri dalam pekerjaan yang sama. Dengan demikian, suatu kewajaran jika
sering terjadi suatu tindakan unjuk rasa yang dilakukan oleh karyawan yang
disebabkan karena tidak terpenuhinya rasa keadilan ini.
Menurut Handoko (Handoko, 2003), teori motivasi berdasarkan keadilan
didasarkan pada empat tahap proses pembentukan persepsi keadilan :
1. Penilaian tehadap diri sendiri (evaluation of self);
2. Penilaian terhadap orang lain (evaluation of others);
3. Perbandingan diri sendiri dengan orang lain (comparison of self with others); dan
Merasakan keadilan dan ketidakadilan (feeling of equaty on in equity).
Setelah menilai perlakuan pimpinan terhadap dirinya sendiri dan perlakuannya
terhadap orang lain, seseorang akan membandingkan keduanya. Artinya, seorang
akan melihat lingkungannya sendiri dengan menghubungkan dengan situasi orang
lain.
Sebagai akibat dari perbandingan itu seseorang akan merasakan keadilan atau
ketidakadilan. Keyakinan tehadap rasa keadilan itu ataupun rasa ketidakadilan
dalam memberi penghargaan terhadap seseorang akan mempengaruhi perilaku
yang dilakukan dalam suatu organisasi. Sudah tentu hal ini akan mempengaruhi
pencapaian tujuan organisasi.
4. Teori Motivasi Berdasarkan Kepuasan
Teori motivasi berdasarkan kepuasan ini dikemukakan oleh Herzberg (Supardi dan
Anwar, 2002) yang disebut dengan The Motivation Higiene Theory, atau disebut
dengan Teori Dua Faktor. Berdasarkan teori ini, motivasi akan timbul apabila
seseorang mendapatkan kepuasan dalam pekerjaannya. Bukanlah yang
menyebabkan seseorang termotivasi untuk bekerja, akan tetapi karena
kebutuhannya terpenuhi, akan memperoleh kepuasan dalam bekerja. Kepuasan ini
yang mendorong seseorang untuk bekerja lebih bergairah dan bersemangat dalam
mencapai tujuan. Kepuasan kerja merupakan refleksi dari motivasi dan

30
produktifitas kerja, sedangan ketidakpuasan merupakan sebaliknya, tidak terdapat
motivasi dan produktifitas kerja (Winardi: 2004).
Teori ini lebih dikenal dengan istilah teori-teori dua faktor karena terdapat dua
faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja, yaitu motivation factor dan Hygiene
factor. Motivation factor adalah faktor yang dapat menyebabkan (satisfaction).
Faktor pendorong merupakan faktor penyebab kepuasan kerja. Kepuasan kerja
merupakan keseluruhan sikap positif seseorang pekerjanya (Supardi dan Anwar,
2002).
Ada lima faktor penyebab kepuasan kerja seseorang yaitu prestasi, pengakuan,
pekerjaan itu sendiri, tanggung jawab, dan kenaikan pangkat. Sedangkan, faktor
penyehat terdiri dari gaji, peluang untuk berkembang, hubungan dengan bawahan,
hubungan dengan teman pekerja, teknik supervisi, kebijakan, administrasi, kondisi
kerja, kehidupan pribadi, dan keamanan kerja (Herzberg dalam Thoha 2004).
Sedangkan, faktor penyehat merupakan faktor yang bekerja untuk menimbulkan
ketidakpuasan kerja (Herzberg dalam Winardi 2004). Adanya pengurangan dari
faktor pendorong (motivation factor) tidak mengakibatkan munculnya
ketidakpuasan kerja. Di lain pihak, adanya peningkatan faktor ketidakpuasan
cenderung untuk mengurangi ketidakpuasan kerja.
Harapan adalah suatu kesempatan yang diberikan terjadi karena perilaku
mempunyai nilai yang berkisar dari nol yang menunjukkan tidak ada kemungkinan
bahwa sesuatu hasil akan muncul sesudah perilaku atau tindakan tertentu, sampai
angka positif. Hal itu menunjukkan kepastian bahwa hasil tertentu akan mengikuti
suatu tindakan perilaku. Harapan dinyatakan dalam probabilitas persatuan
(instrumentality) adalah persepsi dari individu bahwa hasil tingkat pertama akan
dihubungkan dengan hasil kedua.
Kemampuan adalah upaya menunjukkan potensi seseorang untuk melaksanakan
pekerjaan seseorang yang berhubungan erat dengan kemampuan fisik dan mental
yang dimiliki orang untuk melaksanakan pekerjaan. Teori harapan juga
menjelaskan proses dimana orang menentukan pilihan motivasinya atas dasar
imbalan yang akan diterima, hubungan antara kinerja dan imbalan, serta harapan
untuk mencapai hasil.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa faktor yang
mendorong seorang pendidik untuk melakukan tugas dengan baik, dapat berupa
jaminan fisik, jaminan ekonomi, pengakuan, status, prestasi, dan pengalaman-
pengalaman baru. Dengan demikian, timbul kepuasan kerja yang membawa
dampak positif ke arah tercapainya tujuan bersama, yaitu tujuan sekolah. Motivasi
kepemimpinan mengarahkan pada hal-hal yang dilakukan oleh kepala sekolah
dalam mempengaruhi bawahan ke arah tercapainya tujuan sekolah.

31
Mengkaji berbagai teori motivasi sebagaimana yang dikemukakan para ahli
tersebut di atas dalam sekolah adalah tugas kepala sekolah untuk berusaha agar para
guru mempunyai motivasi yang tinggi untuk menjalankan tugas yang diberikan
kepada mereka. Pada hakikatnya, tingkah laku manusia merupakan tingkah laku
yang sadar tujuan, artinya tingkah laku yang didorong oleh keinginan untuk
mencapai tujuan yang berguna untuk kehidupannya. Oleh karena itu, peranan
motivasi dalam manajemen sangat penting. Motivasi adalah kemampuan untuk
berbuat sesuatu, sedangkan motif adalah kebutuhan, keinginan dan dorongan
(Hersey dan Balnchard, 1978). Motivasi seseorang ditentukan oleh motifnya.
Permasalahannya yang paling penting bagi kepala sekolah adalah bagaimana dapat
menumbuhkan motivasi para guru di sekolahnya
D. Teknik-teknik Motivasi dalam Organisasi Pendidikan
Sebagai seorang pemimpin lembaga pendidikan dalam rangka memotivasi semua
sumber daya manusia yang ada dalam organisasi sudah seharusnya
mempertimbangkan faktor yang bersifat individual maupun faktor organisasi
sekolahnya. Agar dapat berhasil memotivasi sumber daya manusia, kepala sekolah
harus memperhatikan, mengenal, memahami, menghargai, dan mencoba untuk
memenuhi dengan segala peluang dan keterbatasanya berbagai kebutuhan-
kebutuhan, tujuan-tujuan, sikap, dan kemampuan-kemampuan sumber daya
manusia yang ada di sekolahnya. Sehingga, semua sumber daya manusia tersebut
terdorong, termotivasi, dan mempunyai harapan-harapan dalam melaksanakan
tugasnya dan bertugas dengan baik dan maksimal.
Di sisi lain, seorang kepala sekolah harus mampu mengelola semua material dan
fasilitas yang ada di sekolah apakah menyangkut persoalan keuangan, seperti gaji
dan kesejahteraan yang lainnya, keamanan,dan kenyamanan dalam melaksanakan
pekerjaan, kekompakan dan kerja sama sesama pekerja, melakukan pengawasan,
memberikan pujian dan penghargaan kepada bawahan, dan menumbuhkan kondisi
agar para bawahannya menjadi mencintai pekerjaan itu sendiri. Motivasi kerja
adalah kunci untuk meningkatkan produktivitas dan kepuasan karyawan. Berikut
adalah beberapa teknik motivasi kerja yang dapat diterapkan di dalam organisasi.
Teknik memotivasi harus dapat memastikan bahwa lingkungan di mana mereka
bekerja memenuhi sejumlah kebutuhan manusia yang penting. Beberapa cara perlu
dilakukan untuk dapat memotivasi. (Windhy 2022)
1. Menilai sikap
Penting bagi atasan untuk memahami sikap mereka terhadap bawahannya. Pikiran
mereka dipengaruhi oleh pengalaman mereka dan akan membentuk cara bagaimana
berperilaku terhadap semua orang yang dijumpai. Kekuatan yang mendorong
atasan secara kuat memengaruhi perilaku motivasional. Karena itu penting untuk
memahami asumsi dan prioritas, memberi perhatian terutama pada ambisi pribadi
dan organisasi, sehingga dapat memotivasi orang lain dengan efektif. Apabila kita

32
mengutamakan pekerjaan, maka kita akan sangat termotivasi dan karier kita akan
mendapat keuntungan dan keberhasilan. Tetapi keberhasilan bukan hanya sekedar
mencapai sasaran tugas, tetapi juga tentang membangun tim yang kreatif dan efisien
yang akan berhasil, bahkan meskipun kita tidak berada di tempat. Untuk itu, gaya
„share and collaborate‟ mungkin lebih efektif daripada metode „command and
control‟ yang lebih bersifat otoriter.
2. Menjadi Pemimpin yang Baik
Atasan sering mengikuti kursus-kursus mempelajari kepemimpinan, tepati good
leaders (Pemimpin yang baik), tidak perlu menjadi good managers (manajer yang
baik). Kepemimpinan hanya satu bahagia untuk menjadi manajer, dan manajer
sukses memerlukan keterampilan kepemimpinan, sedangkan kemampuan lainnya
sama pentingnya (Heller, 1998:18). Seorang manajer yang baik mempunyai
karakteristik (a) mempunyai komitmen untuk bekerja, (b) melakukan kolaborasi
dengan bawahan, (c) mempercaya orang, (d) loyal pada teman sekerja, dan (e)
menghindari politik kantor.
3. Memperbaiki Komunikasi
Komunikasi antar atasan dengan bawahan dilakukan dengan menyediakan
informasi secara akurat dan detail secepat mungkin. Informasi menyangkut apa
yang ingin diberitahukan atasan maupun apa yang ingin mereka ketahui. Beberapa
alat komunikasi dapat di pergunakan seperti elektronik, pertemuan, jurnalisme
internal, internal marketing, papan pengumuman, dan telepon. Sistem manajemen
terbuka memfasilitasi pertukaran informasi dan pandangan di antara tim,
memungkinkan atasan dan bawahan bekerja bersama secara efektif. Bawahan perlu
dijaga agar selalu mendapat informasi, karena tanpa informasi dirasakan sebagai
ketidakpastian yang pada gilirannya membuat demotifasi.
Hasibuan (2005:149) mengungkapkan dua metode motivasi, yaitu:
• Motivasi langsung (Direct Motivation), yakni motivasi (materil dan non materil)
yang diberikan secara langsung kepada setiap individu karyawan untuk memenuhi
kebutuhan serta kepuasannya. Jadi, sifatnya khusus, seperti pujian, penghargaan,
tunjangan hari raya, bonus dan bintang jasa.
• Motivasi tidak langsung (Indirect Motivation), yakni motivasi yang diberikan
hanya merupakan fasilitas-fasilitas yang mendukung serta menunjang gairah kerja
atau kelancaran tugas sehingga para karyawan betah dan bersemangat melakukan
pekerjaannya. Misalnya, ruangan kerja yang nyaman, suasana pekerjaan yang
serasi, dan sejenisnya

33
BAB VIII
PARADIGMA DAN PERENCANAAN KURIKULUM

A. Paradigma dan Perencanaan kurikulum


Paradigma Kurikulum Kepedulian masyarakat atas pembuatan
kebijakan kurikulum tidak pernah ada. Ada banyak sekali topik yang
dapat digali karena kurikulum terus berubah untuk memenuhi keinginan
dan kebutuhan masyarakat sebagai pengguna langsung
pendidikan. Kurikulum dan teori pendidikan memiliki keterkaitan yang
erat. Kurikulum disusun dengan menggunakan satu atau lebih teori
kurikulum, yang masing-masing diambil dari atau diterjemahkan dari
teori pendidikan tertentu. Kurikulum dapat dianggap
sebagai implementasi praktis dari ide pendidikan.
Kata "kurikulum" berasal dari kata Yunani "Curir," yang berarti
"tempat berlomba." Istilah “kurikulum” dengan demikian diturunkan dari
konsep “jarak” yang harus ditempuh dalam menjalankan kegiatan dari
garis start sampai garis finish padazaman Yunani Romawi
kuno. Berdasarkan pengetahuan di atas, konteks dunia pendidikan
memberikan pengetahuan sebagai circle of instruction, yaitu
lingkaran pengajaran di mana guru dan siswa menjadi bagiannya. Dalam
bahasa Arab kata untuk kurikulum adalah Manhhaj, yang secara harfiah
diterjemahkan menjadi "cara cahaya melewati manusia dalam lingkungan
hidupnya". Dalam kaitannya dengan Kurikulum mengacu pada kerangka
yang jelas yang diikuti oleh pendidik/pengajar dan peserta didik untuk
menggabungkan informasi, keterampilan, dan pengembangan sikap dan
nilai-nilai sosial lainnya.
Kualitas prosedur dan hasil pembelajaran di lapangan tidak serta
merta berubah ketika kurikulum dirancang untuk diperbaharui. Salah satu
penghalang di antara banyak hal adalah sistem pendidikan yang
membatasi guru dan mencegah mereka mencapai potensi profesional
mereka. Namun, ini tidak berarti bahwa masalah pendidikan yang saling
menguatkan tidak dapat diselesaikan. Mengubah paradigma yang
diajarkan disetiap guru adalah salah satu pendekatan yang dapat diadopsi.
Bagaimanapun, guru adalah kekuatan pendorong di balik studi kegiatan
lapangan. Memberi mereka dukungan yang tepat dianggap dapat
membantu meningkatkan standar pendidikan di negara yang gagal ini.
Perencanaan Kurikulum Menetapkan tujuan atau sasaran yang harus
dicapai dan menentukan sumber daya dan jalur yang diperlukan untuk
mencapai tujuan tersebut seefektif dan seefisien mungkin
adalah proses perencanaan. Membuat keputusan tentang apa yang

34
harus dilakukan, bagaimana melakukannya,
apa yang harus dilakukan, dan siapa yang melakukannya sebelumnya
adalah tindakan perencanaan.
Kurikulum harus dirancang sedemikian rupa sehingga dapat membantu
siswa mengembangkan karakter, kepribadian, dan pengetahuan
mendasar dengan tetap menjunjung tinggi nilai-
nilai demokrasi dan karakteristik budaya
Indonesia. Perencanaan harus realistis, praktis (dapat dilakukan), dan
dapat diterima (diterima dengan baik).
Merencanakan kurikulum melibatkan penentuan kesempatan belajar yang baik
membantu siswa mengubah perilaku mereka dan menentukan sejauh mana
perubahan tersebut telah terjadi pada siswa. Perencanaan kurikulum adalah
kegiatan membuat penilaian tentang apa tujuan pembelajaran seharusnya,
bagaimana tujuan dapatdipenuhi melalui proses belajar-mengajar, dan
apakah kurikulum itu benar dan efektif adalah proses berkelanjutan di mana para
perencana berpartisipasi di berbagai tingkatan. Dalam menciptakan suatu
perencanaan yang baik memerlukan beberapa persayaratan, antara lain :
1. Realistis dan factual
Sebuah rencana harus didasarkan pada fakta. Realisasi dari apa yang
akan dilakukan adalah realitas yang berbentu nyata.
2. Rasional dan logis
Untuk tindak lanjut, persiapan harus masuk akal. Pencapaian target
perlu diukur baik dari segi hasil maupun waktu. Strategi yang baik
harus mempertimbangkan perspektif atau saran dari banyak
pemangku kepentingan.
3. Fleksibel
Sebuah rencana tidak boleh diikuti secara kaku. Perencanaan harus
mempertimbangkan masalah apa pun yang dapat mencegah
penyebaran lapangan. Fleksibel juga dapat diartikan secara luas
untuk memperhitungkan keadaan yang terkadang tidak terduga.
4. Komitmen
Komitmen atau dedikasi Mencakup tanggung jawab penuh untuk
melaksanakan rencana yang telah dibuat.
5. Komprehensif atau menyeluruh
Perencanaan harus dikaitkan dengan disiplin ilmu lain agar
menghasilkan proses
pelaksanaan yang dinamis dan sinergis. Perencanaan tidak dapat
dilakukan secara
terpisah.
Badan Standar Nasional Pendidikan menyatakan bahwa ketika
mengembangkan dan menyusun kurikulum, pertimbangan harus

35
diberikan pada struktur kurikulum, alokasi waktu, dan pemilihan kalender
akademik.
1. Struktur kurikulum pendidikan umum
Pola dan pengorganisasian mata pelajaran yang harus ditempuh siswa
dalam kegiatan belajarnya membentuk struktur kurikulum. Kedalaman
muatan kurikulum pada mata pelajaran masing-masing satuan
pendidikan dijabarkan menjadi keterampilan yang harus dikuasai
peserta didik sesuai dengan beban belajar yang ditentukan dalam
struktur
kurikulum. Kompetensi yang dimaksud adalah kompetensi dasar yang
diciptakan sesuai
dengan kebutuhan kompetensi lulusan. Muatan lokal dan kegiatan
pengembangan
merupakan komponen penting dari struktur kurikulum di tingkat
sekolah dasar dan
menengah. Kalender pendidikan digunakan untuk menyesuaikan
kurikulum satuan
pendidikan dengan setiap jenis dan jenjang pada setiap tahun pelajaran.
2. Alokasi waktu
Awal kegiatan pendidikan setiap satuan pada awal tahun ajaran
merupakan awal tahun pelajaran. Jumlah minggu yang dihabiskan
untuk terlibat dalam kegiatan pembelajaran untuk setiap unit kurikulum
tahun akademik dikenal sebagai minggu efektif belajar. Waktu belajar
efektif adalah jumlah jam yang digunakan untuk belajar setiap
minggunya, yang meliputi jam yang digunakan untuk mempelajari
semua mata pelajaran, termasuk muatan lokal, serta jam yang
digunakan untuk mengikuti kegiatan pengembangan diri. Libur adalah
waktu-waktu yang ditetapkan sebagai waktu terlarang bagi kegiatan
pembelajaran satuan pendidikan terjadwal. Libur akhir tahun pelajaran,
hari raya keagamaan, hari libur nasional, termasuk hari libur nasional,
dan hari libur khusus semuanya dapat dianggap sebagai bentuk waktu
liburan.
3. Penetapan kalender pendidikan
Kegiatan tahun akademik dijadwalkan sesuai dengan kalender
pendidikan, yang juga mencakup liburan, awal tahun ajaran baru, dan
minggu pembelajaran yang sebenarnya.
Hasil perencanaan kurikulum yang efektif menentukan apakah tujuan
pendidikan terpenuhi. Kurikulum harus senantiasa dibangun dalam
konteks pembangunan. Penyelenggaraan pendidikan agar peserta didik
tidak tertinggal merupakan tujuan dari fungsi perencanaan kurikulum
dan pengembangannya. Dari beberapa sudut

36
pandang dapat disimpulkan bahwa fungsi perencanaan
kurikulum berfungsi sebagai panduan untuk tindakan yang berkaitan
dengan persekolahan mulai dari persiapan,
pelaksanaan, pengembangan, dan evaluasi. Empat model perencanaan
kurikulum berikut didasarkan pada asumsi rasionalitas, yaitu gagasan
bahwa informasi tentang mata pelajaran, siswa, lingkungan, dan hasil
belajar harus dipertimbangkan dengan cermat :
1. Model Perencanaan Rasional Deduktif Atau Rasional Tyler
Paradigma ini sangat menekankan logika dalam membuat program dan
mata kuliah,dimulai dengan identifikasi tujuan (goals and objective).
Konsep ini berlaku untuk pengambil keputusan di semua tingkatan dan
cocok untuk sistem pendidikan terpusat.
2. Model interaktif rasional atau The Rational-Interactive Model
Alih-alih “merencanakan bagi”, strategi ini menekankan
“merencanakan dengan” (planning for). Perencanaan lembaga
pendidikan yang akan membuat kurikulum berbasis sekolah bersifat
situasional, fleksibel, dan tepat. Strategi perencanaan kurikulum ini
didasarkan pada kebutuhan sosial yang berkembang.
3. The Diciplines Model
Dalam model ini, guru ditekankan sebagai pemain kunci dalam
perencanaan kurikulum bagi siswa. Model ini diciptakan dengan hati-
hati memperhitungkan pengetahuan dari filsafat, sosiologi, dan
psikologi yang memiliki relevansi menengah.
4. Model tanpa perencanaan atau non planning model
Pendekatan ini dibuat sebagai tanggapan atas inisiatif guru di kelas,
pengambilan keputusan internal tentang metodologi pembelajaran,
pemilihan media pembelajaran, dan lainnya.
Tahap – tahap dalam perencanaan kurikulum adalah sebagai berikut :
1. Prakiraan (forecasting)
Dalam desain kurikulum, prakiraan mengacu pada upaya
memperkirakan tuntutan masa
depan berdasarkan masa kini dan menjadikan masa lalu sebagai
cermin. Kurikulum yang
dihasilkan sesuai dengan apa yang diantisipasi oleh semua pemangku
kepentingan, termasuk sekolah, siswa peserta, orang tua, masyarakat,
dan pemerintah, menurut proyeksi.
2. Perumusan Tujuan (objectives)
Harapan dari kurikulum yang dimaksud digunakan untuk
mengembangkan tujuan dalam perencanaan kurikulum.
3. Kebijakan (policy)

37
Kebijakan yang dimaksud adalah kebijakan kurikulum yang
mewujudkan visi dan misi pendidikan dalam konteks situasi politik,
sosial, dan ekonomi. Itu didasarkan pada filosofi dan politik manusia.
budaya dalam masyarakat.
4. Tahap – tahap (Procedure)
Fase perencanaan kurikulum, implementasi, dan evaluasi diwakili
oleh langkah-langkah.
5. Pemograman (programming)
Pemrograman adalah desain yang berfokus pada upaya untuk
memenuhi tujuan pendidikan.
6. Penjadwalan (schedule)
Waktu yang dialokasikan untuk perencanaan kurikulum ditentukan
oleh penjadwalan.
7. Pembiayaan (budgeting)
Implikasi keuangan dalam penyusunan kurikulum adalah
pembiayaan.

B. Struktur dan Fungsi Kurikulum


Struktur kurikulum merupakan pola dan susunan mata pelajaran yang
harus ditempuh oleh peserta didik dalam kegiatan pelayanan kedalam
muatan kurikulum pada setiap mata pelajaran dituangkan dalam
kompetensi kompetensi yang dimaksud, terdiri atas standar Kompetensi,
kompetensi dan kompetensi dasar yang dikembangkan berdasarkan
standar kompetensi lulusan yang harus dikuasai peserta didik sesuai
dengan beban belajar yang tercantum dalam struktur kurikulum.
Struktur kurikulum menggambarkan konseptualisasi konten
kurikulum dalam bentuk mata pelajaran, posisi konten/mata pelajaran
dalam kurikulum, dostribusi konten/mata pelajaran dalam semester atau
tahun, beban belajar untuk mata pelajaran dan beban belajar per minggu
untuk setiap siswa. Struktur kurikulum adalah juga merupakan aplikasi
konsep pengorganisasian konten dalam sistem belajar dan
pengorganisasian beban belajar dalam sistem pembelajaran.
Pengorganisasian konten dalam sistem belajar yang digunakan adalah
sistem semester sedangkan pengorganisasian beban belajar dalam sistem
pembelajaran berdasarkan jam pelajaran per semester.
Struktur kurikulum juga gambaran mengenai penerapan prinsip
kurikulum mengenai posisi seorang siswa dalam menyelesaikan
pembelajaran di suatu satuan atau jenjang pendidikan. Lebih lanjut,
struktur kurikulum menggambarkan posisi belajar seorang siswa yaitu
apakah mereka harus menyelesaikan seluruh mata pelajaran yang

38
tercantum dalam struktur ataukah kurikulum memberi kesempatan kepada
siswa untuk menentukan berbagai pilihan.
Struktur kurikulum pendidikan menengah terdiri atas sejumlah mata
pelajaran, beban belajar, dan kalender pendidikan. Mata pelajaran terdiri
atas: Mata pelajaran wajib diikuti oleh seluruh peserta didik di satu satuan
pendidikan pada setiap satuan atau jenjang pendidikan.
Mata pelajaran pilihan yang diikuti oleh peserta didiksesuai dengan
pilihan mereka. Mata pelajaran wajib merupakan mata pelajaran yang
harus diambil oleh setiap peserta didik di SMA/MA dan SMK/MAK.
Sedangkan mata pelajaran pilihan untuk SMA/MA berbeda dengan untuk
SMK/MAK. Untuk SMA/MA mata pelajaran pilihan bersifat akademik,
sedangkan SMK/MAK mata pelajaran pilihan bersifat akademik dan
vokasi.
Fungsi kurikulum secara luas adalah rangka untuk mencapai tujuan
pendidikan. Kurikulum merupakan alat atau usaha untuk mencapai tujuan
pendidikan tersebut.
fungsi kurikulum adalah sebagai sarana untuk mengukur kemampuan
diri dan konsumsi pendidikan. Hal ini berkaitan juga dengan pengejaran
target target yang membuat peserta didik dapat mudah memahami
berbagai materi ataupun melaksanakan proses pembelajaran setiap
harinya dengan mudah. fungsi kurikulum bagi peserta didik adalah
mempermudah mereka dalam memetakan jadwal yang akan mereka buat
nantinya. Dengan jadwal ini, mereka dapat membagi waktu untuk
mengerjakan pekerjaan pekerjaan yang harus dikerjakan sesuai dengan
tuntunan oleh guru atau pendidik nantinya.
Sedangkan bagi pendidik ataupun guru, fungsi kurikulum akan
sangat berguna dalam penerapan cara mengajar nantinya. Pendidik atau
guru akan merasa sangat terbantu dengan adanya kurikulum, karena
mereka dapat mengajar dengan mengikut struktur yang telah dibuat dalam
penyampaian materi maupun evaluasi yang akan dilakukan terhadap
peserta didik nantinya. Fungsi kurikulum disini juga bisa disebut sebagai
pedoman kerja bagi pihak pendidik atau guru.
Dengan adanya kurikulum, pendidik atau guru dapat mengadakan
evaluasi terhadap perkembangan peserta didik dalam menyerap ilmu dan
pengalaman yang telah diberikan.
fungsi dari kurikulum ialah: a) sebagai bahan untuk mencapai tujuan
dan mengejar cita-cita manusia berdasarkan tujuan yang telah ditetapkan.
b) kebijakan serta program harus dilaksanakan oleh subjek dan objek. c)
fungsi kontiunitas sebagai persiapan untuk jenjang sekolah berikutnya dan
menyiapkan sumber daya bagi yang tidak melanjutkan. d) sebagai acuan
dalam menilai kriteria ketercapaian proses pendidikan atau sebagai

39
batasan kegiatan yang dilaksanakan dalam satu semester atau pada jenjang
pendidikan tertentu (Jurmal Pendidikan Sosial Budaya,2021).

C. Pengorganisasian kurikulum
Organisasi kurikulum adalah susunan komponen kurikulum, seperti
konten kurikulum, kegiatan dan pengalaman belajar, yang diorganisasi
menjadi mata pelajaran, program, lessons, topik, unit, dan sebagainya
untuk mencapai efektivitas pendidikan (Muhammad Ansyar, 2015).
Organisasi kurikulum adalah susunan pengalaman dan pengetahuan baku
yang harus disampaikan dan dilakukan peserta didik untuk menguasai
kompetensi yang telah ditetapkan (Zainal Arifin, 2011).
Menurut Jhon D. McNeil, tidak ada teori organisasi kurikulum yang dapat
dianggap memadai. Sekalipun demikian, terdapat beberapa konsep
dan prinsip yang dapat diterapkan dalam teori dan praktik. Para
pengembang kurikulum diharapkan dapat mengembangkan berbagai
program pendidikan yang lebih bersifat komprehensif, konsisten, dan
efektif. Kegiatan belajar di sekolah tentu berbeda dengan kegiatan belajar
di luar sekolah. Di sekolah, semua kegiatan dan pengalamn belajar diatur
dan diorganisasikan secara formal, terutama berkaitan dengan kapan dan
di mana kegiatan belajar dilakukan. Sekalipun demikian, apa yang
harus dipelajari peserta didik tetap harus terstruktur, terutama berkaitan
denganmata pelajaran (Zainal Arifin, 2011). Berikut terdapat dua dimensi
pokok organisasi kurikulum dalam (Zainal
Arifin, 2011) yaitu: dimensi isi dan dimensi pengalaman belajar.
Adapun unsur-unsur organisasi kurikulum dalam (Zainal Arifin, 2011)
antara lain:
a. Konsep
Yaitu definisi secara singkat dari sekelompok fakta atau gejala. Konsep
merupakan definisi dari apa yang perlu diamati, konsep menentukan
adanya hubungan empiris. Hampir setiap bentuk organisasi kurikulum
dibangun berdasarkan konsep, seperti peserta didik, masyarakat,
kebudayaan, kuantitas, dan kualitas, ruangan, dan evolusi.
b. Generalisasi
Membuat kesimpulan-kesimpulan yang jelas dari suatu fenomena
disekitarnya.
c. Keterampilan
Yaitu kemampuan dalam merencanakan organisasi kurikulum dan
digunakan sebagai dasar untuk menyusun program yang
berkesinambungan. Misalnya, organisasi pengalaman belajar

40
berhubungan dengan keterampilan komprehensif, keterampilan dasar
untuk mengerjakan matematika, dan keterampilan menginterpretasikan
data.
d. Nilai-nilai
Yaitu norma atau kepercayaan yang diagungkan, sesuatu yang bersifat
absolut untuk mengendalikan perilaku. Misalnya, menghargai
diri sendiri, menghargai kemuliaan dan kedudukan setiap orang
tanpa memperhatikan ras, agama, kebangsaan, dan status sosial-
ekonomi.
Mengorganiasi unsur-unsur kurikulum bahwa mampu memilih
tujuan yang jelas yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik, baik
minta maupun bakat peserta didik. Jika tujuan kurikulum berkaitan
dengan domain moral dan etika sebagai fungsi dan integratif, maka
nilai-nilai merupakan unsur organisasi yang tepat (Zainal Arifin,
2011). Faktor-faktor dalam Organisasi Kurikulum, Dalam organisasi
kurikulum ada beberapa faktor yang harus diperhatikan, yaitu:
a. Ruang Lingkup (Scope)
Ruang lingkup kurikulum tidak dapat dipisahkan dari kebutuhan
peserta didik, kebutuhan keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara.
Ruang lingkup bahan pelajaran juga harus dengan visi, misi, dan
tujuan pendidikan nasional, standar kompetensi lulusan, dan standar
kompetensi
mata pelajaran yang telah ditetapkan. Sebagaimana telah dijelaskan
dalam jenis-jenis organisasi kurikulum bahwa setiap organisasi
mempunyai ruang lingkup bahan pelajaran yang berbeda sehingga
kegiatan dan pengalaman belajar pun juga berbeda. Setelah memilih
dan menentukan ruang lingkup bahan pelajaran, kemudian disusun
dalam organisasi kurikulum tertentu
sesuai dengan yang diinginkan (Abdullah Idi, 2007).
b. Urutan (Sequence)
Sequence menentukan urutan bahan pelajaran disajikan, apa yang
dahulu apa yang kemudian, dengan maksud agar proses belajar
berjalan dengan baik. Sesuatu yang baru misalnya hanya dapat
dipelajari bila bahan sebelumnya telah dipahami, atau bila telah
dimiliki keterampilanketerampilan tertentu atau bila perkembangan-
perkembangan anak telah mencapai taraf tertentu. Faktor-faktor yang
turut menentukan urutan bahan pelajaran antara lain; 1) kematangan
anak, 2) latar belakang pengalaman atau pengetahuan, 3) tingkat
inteligensi, 4) minat, 5) kegunaan bahan, dan 6) kesulitan bahan
pelajaran (Nasution, 1993).
c. Kesinambungan (Continuity)

41
Kontinuitas kurikulum dalam organisasi kurikulum
perlu diperhatikan, terutama berkaitan dengan substansi bahan yang
dipelajari siswa, jangan sampai terjadi pengulangan ataupun loncat-
loncat yang tidak jelas tingkat kesukarannya. Pendekatan spiral
merupakan salah satu upaya
dalam menerapkan faktor ini. Artinya materi yang dipelajari siswa
semakin lama semakin mendalam yang dikembangkan berdasarkan
keluasan secara vertikal maupun horizontal (Rusman, 2009).
Prosedur Mereorganisasi Kurikulum, Beberapa cara mereorganisasi
kurikulum dalam (Zainal Arifin, 2011) yaitu sebagai berikut:
a. Reorganisasi melalui Mata Pelajaran
Reorganisasi melalui mata pelajaran ialah buku merupakan sumber
belajar yang penting bagi peserta didik dalam memperlajari
kurikulum.
b. Reorganisasi dengan Cara Tambal Sulam
Memilih kurikulum yang baik yang sesuai dengan kondisi dan tujuan
sekolah. Dengan demikian, kurikulum sekolah menjadi kaya dengan
program-program terbaik dan berusaha menghilangkan program
yang dianggap kurang baik.
c. Reorganisasi melalui Analisis Kegiatan
Dengan menganalisis kegiatan yang berhubungan dengan segala
kegiatan yang ada dalam kehidupan masyarakat siswa. Bahwa
analisis kegiatan ini bertujuan supaya bahan/ materi pelajaran dapat
diarahkan pada kehidupan masyarakat yang nyata.
d. Reorganisasi melalui Fungsi Sosial
Merumuskan fungsi sosial ialah bahan pelajaran disampaikan dengan
mengarah ke dalam kehidupan sosial, bagaimana siswa nantinya
hidup bersosial antar individu atau kelompok dalam masyarakat.
e. Reorganisasi melalui Survei Pendapat
Survei pendapat bisa dilakukan dari beberapa pihak. seperti peserta
didik, orang tua, guru, pengawas, kepala sekolah, tokoh masyarakat,
dan mitra sekolah (Zainal Arifin, 2011).
f. Reorganisasi melalui Studi Kesalahan
Pada tahap ini asalisis studi kesalahan terhadap proses belajar dan
hasilnya.
g. Reorganisasi melalui Analisis Masalah Remaja
Ross Moaney dan kawan-kawan menganaslisis 330 masalah
kebutuhan remaja yang dibagi menjadi 11 kelompok, yaitu:
perkembangan jasmani dan kesehatan, biaya hidup dan pekerjaan,
kegiatan sosial dan rekreasi, berkeluarga, minikah dan seks,
hubungan sosial secara psikologis, hubungan pribadi, moral, dan

42
keagamaan, rumah tangga dan kerabat, pendidikan dan kerja sama,
penyesuaian terhadap pekerjaan sekolah, kurikulum dan prosedur
pembelajaran (Zainal Arifin, 2011). terdapat enam ragam
pengorganisasian kurikulum, yaitu:
1. Kurikulum Berdasarkan Mata Pelajaran (subject centered curriculum)
Kurikulum ini bertujuan agar generasi muda mengenal hasilkebudayaan
dan pengetahuan umat manusia yang telah dikumpulkan sejak berabad-
abad, agar mereka tak perlu mencari dan menemukan kembali apa yang
telah diperoleh generasi-generasi terdahulu. Dengan demikian mereka
lebih mudah dan lebih cepat membekali diri untuk menghadapi masalah-
masalah dalam hidupnya (Nasution, 1993).
Kurikulum terpisah-pisah ini dimana bahan ajar disajikan secara
terpisah-pisah seolah-olah ada batasan antara bidang studi yang sama
dikelas yang berbeda (Taufik Rizki Sista, 2017). Misalnya, mata
pelajaran berhitung, aljabar, ilmu ukur, sejarah, ekonomi, geografi, dan
ilmu bumi. Peserta didik lebih banyak melakukan kegiatan belajar
menghafal pelajaran atau membuat rangkuman daripada melakukan
diskusi atau pemecahan masalah, karena utama kurikulum adalah agar
peserta didik menguasai pengetahuan (Zainal Arifin, 2011).
Secara fungsional bentuk kurikulum ini mempunyai kekurangan dan
kelebihan. Kekurangan pola mata pelajaran yang terpisah-pisah dalam
(Rusman, 2009): 1) bahan pelajaran diberikan atau dipelajari secara
terpisah-pisah, yang menggambarkan tidak ada hubungannya antara
materi satu dengan yang lainnya, 2) bahan pelajaran yang diberikan
atau yang dipelajari siswa tidak bersifat aktual, 3) proses belajar lebih
mengutamakan aktivitas guru, sedangkan siswa cenderung pasif.
Keuntungannya ialah bahwa pengetahuan yang telah dimiliki itu telah
disusun itu secara logis dan sistematis dalam bentuk disiplin ilmu oleh
para ahli dan ilmuan. Disiplin ilmu tidak hanya mempunyai isi, atau bahan
akan tetapi juga memiliki, metode atau cara berpikir tertentu sehingga
cabang ilmu itu dapat selanjutnya dikembangkan.

2. CorrelatedCurriculum (Mata Pelajaran Gabungan)


Pada correlated curriculum ini, mata pelajaran tidak disajikan secara
terpisah-pisah. Akan tetapi, mata pelajaran yang memiliki kedekatan atau
sejenis dikelompokkan sehingga menjadi suatu bidang studi
(broadfield) 9(Rusman, 2009). Pola kurikulum correlated curriculum ini
menghendaki agar mata pelajaran berhubungan dan bersangkut paut satu
sama lain (correlated) walaupun mungkin batas-batas yang satu dengan
yang lain (Razali M. Thaib & Irman Siswanto). Contohnya, mata pelajaran
biologi, kimia fisika, dikelompokkan menjadi bidang studi IPA. Demikian

43
juga dengan mata pelajaran geografi, sejarah, ekonomi, dikelompokkan
dalam bidang studi IPS (Rusman, 2009). Ada beberapa kelebihan dan
kekurangan dalam pola kurikulum ini. Kekurangannya dalam (Rusman,
2009) adalah sebagai berikut: 1) bahan pelajaran yang diberikan kurang
sistematis serta kurang begitu mendalam, 2) kurikulum ini kurang
menggunakan bahan pelajaran yang aktual yang langsung berhubungan
dengan kehidupan nyata siswa, 3) kurikulum ini kurang memerhatikan
bakat, minat, dan kebutuhan siswa. Sementara itu, kelebihan pola mata
pelajaran gabungan (correlated curriculum) dalam (Rusman, 2009)
adalah sebagai berikut: 1) bahan bersifat korelasi walau sebatas beberapa
mata pelajaran, 2) memberikan wawasan yang luas dalam lingkup atau
bidang studi, 3) menambah minat siswa berdasarkan korelasi mata
pelajaran yang sejenis.

3. Broad Field Curriculum (Cakupan Luas)


Hilda Taba dalam (Zainal Arifin, 2011) menegaskan agar tercapai
gabungan yang nyata, maka perlu adanya integrating threads dan focusing
centers berupa tujuan, prinsip-prinsip umum, teori atau masalah
masyarakat dan kehidupan yang dapat mewujudkan gabungan itu secara
wajar. Ciri-ciri kurikulum bidang studi dalam (Zainal Arifin, 2011) antara
lain: 1) Kurikulum terdiri atas bidang studi yang merupakan perpaduan
beberapa mata pelajaran yang serumpun dan memiliki ciri-ciri yang sama,
2) Bahan pelajaran bertitik tolak pada suatu ini masalah (core subject)
tertentu, kemudian dijabarkan menjadi pokok bahasan, 3) Bahan pelajaran
disusun berdasarkan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang telah
ditetapkan,

4. Integrated
Curriculum (Kurikulum Terpadu)
Kurikulum terpadu adalah kurikulum yang menyajikan bahan
pembelajaran secara unit dan keseluruhan tanpa mengadakan batas-batas
satu pelajaran denagn yang lainnya (Sukiman, 2013). Orgamisasi
kurikulum yang menggunakan model integrated, tidak lagi menampilkan
nama-nama mata pelajaran atau bidang studi. Belajar berangkat dari suatu
pokok masalah yang harus dipecahkan. Masalah tersebut kemudian
dinamakan tema atau unit. Belajar berdasarkan unit bukan hanya
menghafal sejumlah fakta, tetapi juga mencari dan menganalisis fakta
sebagai bahan untuk memecahkan masalah. Dengan belajar melalui
pemecahan masalah itu diharapkan perkembangan siswa tidak hanya
terjadi pada segi intelektual, tetapi juga seluruh aspek, seperti sikap,
emosi, dan keterampilan (Rusman, 2009). Ada beberapa kekurangan
maupun kelebihannya dalam kurikulum bentuk ini. Kekurangan

44
kurikulum dalam (Rusman, 2009) diantaranya sebagai berikut: 1) ditinjau
dari ujian akhir atau tes masuk yang uniform, maka kurikulum ini akan
banyak menimbulkan keberatan, 2) kurikulum ini tidak memiliki urutan
yang logis dan sistematis, 3) diperlukan waktu yang banyak dan
bervariasi sesuai dengan kebutuhan siswa maupun kelompok, Sementara
itu, kelebihan kurikulum ini dalam (Rusman, 2009) adalah sebagai
berikut: 1) mempelajari bahan pelajaran melalui pemecahan masalah
dengan cara memadukan beberapa mata pelajaran secara menyeluruh
dalam menyelesaikan suatu topik atau permasalahan, 2) memberikan
kesempatan pada siswa untuk belajar sesuai dengan bakat, minat, dan
potensi yang dimilikinya secara individu, 3) memberikan kesempatan
pada siswa untuk meyelesaikan permasalahan secara komprehensif dan
dapat mengembangkan belajar secara bekerja sama (cooperative),

5. Kurikulum Inti (Core Curriculum)


Founce dan Bossing dalam (Abdullah Idi, 2007) mengistilahkan
core curriculum dengan merujuk pada pengalaman belajar yang
fundamental bagi peserta didik, karena pengalaman belajar berasal dari:
1) kebutuhan atau dorongan secara individual maupun umum, dan 2)
kebutuhan secara sosial dan sebagai warga negara masyarakat demokritas.
Kurikulum inti merupakan bagian dari kurikulum terpadu (integrated
curriculum). Dalam (Rusman, 2009) ada beberapa karakteristik yang
dapat dikaji dalam kurikulum ini adalah: 1) kurikulum ini direncanakan
secara berkelanjutan (continue) selalu berkaitan dan direncanakan secara
terus menerus, 2) isi kurikulum yang dikembangkan merupakan rangkaian
dari pengalaman yang saling berkaitan, 3) isi kurikulum selalu mengambil
atas dasar masalah maupun problema yang dihadapi secara aktual.

6. Experience atau Activity Curriculum.


Experience curriculum sering disebut juga dengan activity curriculum.
Kurikulum ini cenderung mengutamakan kegiatan-kegiatan atau
pengalaman siswa dalam rangka membentuk kemampuan yang
terintegritas dengan lingkungan maupun dengan potensi siswa. Kurikulum
ini pada hakikatnya siswa berbuat dan melakukan kegiatan-kegiatan yang
sifatnya vokasional, tetapi tidak meniadakan aspek intelektual atau
akademik siswa (Rusman, 2009). Activity curriculum menonjolkan bahwa
kurikulum itu mengutamakan kegiatan dan pengalaman anak, walaupun
dalam tiap kurikulum anak dapat diberikan berbagai kegiatan dan
pengalaman (Nasution, 1993). Kurikulum harus disusun bersama oleh
guru dan peserta didik dengan penekanan utama pada prosedur pemecahan
masalah. Kelebihan kurikulum ini antara lain sesuai dengan kebutuhan

45
dan minat pesertadidik, memperhatikan perbedaan individual, dan
memberikan bekal kemampuan khusus untuk hidup di masyarakat.
Sedangkan kekurangannya, antara lain kebutuhan dan minat peserta
didik.
Setiap bentuk organisasi kurikulum tentu mempunyai kelebihan
dan kekurangan masing-masing. Secara teoritis bolehsaja para penganut
organisasi kurikulum saling mengecam, karena dasar analisis psikologi
dan teori belajar yang digunakan memang berbeda. Tidak hanya itu,
penentuan ruang lingkung dan urutan bahan pelajaran juga berbeda.
Dalam praktiknya organisasi kurikulum itu harus saling
berdampingan dan melengkapi (Zainal Arifin, 2011).

D. Pelaksanaan kurikulum
Berdasarkan sejarah perkembangan, konsep kurikulum sekurang-
kurangnya memiliki tiga pengertian, yaitu; (1) kurikulum adalah program
pendidikan yang terdiri dari beberapa mata pelajaran yang harus dipelajari
oleh anak didik pada suatu jenjang sekolah. (2) Kurikulum adalah semua
pengalaman yang diperoleh anak selama di sekolah. (3) Dan kurikulum
adalah rencana belajar siswa agar mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Pelaksanaan kurikulum di bidang pendidikan merupakan hal yang sangat


penting. Pelaksanaan kurikulum haruslah terkait dengan kebutuhan para peserta
didik dan perannya dalam masyarakat. Seiring dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang terjadi saat ini, tentu banyak hal yang
mengakibatkan terjadinya perubahan dalam pelaksanaan kurikulum, hal ini
diakibatkan karena segala aspek kehidupan Tuntutan kebutuhan manusia baik
menyangkut material maupun spiritual merupakan suatu keniscayaan yang harus
terpenuhi.
Menurut perspektif pendidikan dengan beragamnya kebutuhan yang
diperlukan oleh manusia, menuntut adanya perubahan paradigma atau pola pikir
dalam manajemen pendidikan.

Salah satu aspek yang mendorong perubahan di suatu negara dalam


pengelolaan pendidikan adalah pengembangan dalam pelaksanaan kurikulum.
Dalam pelaksanaan kurikulum, tujuan memiliki peranan penting, karena
akan mengarahkan semua kegiatan pembelajaran yang mewarnai komponen-
komponen kurikulum lainnya.
Ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam perumusan tujuan
kurikulum, yaitu: perkembangan tuntutan, kebutuhan dan kondisi masyarakat, dan
nilai-nilai filosofis, seperti falsafah negara.

Sesuai dengan definisi kurikulum diatas, maka tujuan kurikulum dapat


dikategorikan kedalam tujuan dalam pengertian luas, yaitu disamakan dengan
tujuan pendidikan. Sedangkan tujuan kurikulum dalam pengertian sempit

46
merupakan tujuan yang ingin dicapai dalam kegiatan pembelajaran. Tujuan-tujuan
tersebut antara lain sebagai berikut:
1. tujuan pendidikan nasional merupakan tujuan jangka panjang atau tujuan
ideal pendidikan yang akan dicapai.
2. tujuan institusional merupakan tujuan yang ingin dicapai oleh suatu lembaga
pendidikan.
3. tujuan kurikuler merupakan tujuan yang ingin dicapai oleh program studi.
4. tujuan instruksional, yaitu target yang harus dicapai dalam suatu mata
pelajaran.

Perubahan yang dilakukan dalam pelaksanaan kurikulum semestinya


didasarkan atas hasil evaluasi yang dilakukan oleh para ahli dengan melihat kondisi
nyata yang sedang terjadi diIndonesia, baik saat ini maupun yang akan datang.
Hasil pelaksanaan kurikulum yang sesuai akan terlihat ketika para lulusan
berada ditengah tengah masyarakat, berhadapan dengan berbagai
permasalahan yang menuntut penyelesaian. Kurikulum hari ini akan berdampak
hasilnya di kemudian hari.

E. Pengawasan dan Evaluasi Kurikulum


Kurikulum adalah kumpulan pengaturan dan rencana tujuan, materi pelajaran,
dan sumber belajar yang berfungsi sebagai petunjuk penyelenggaraan kegiatan
pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Menurut UU. No. 20
tahun 2003, yang berkaitan dengan Sistem Pendidikan Nasional, kurikulum adalah
kumpulan rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta
cara yang menjadi pedoman pelaksanaan kegiatan pembelajaran guna mencapai
tujuan tertentu.
Sesuai dengan kemajuan dan kebutuhan zaman, kurikulum mengalami
banyak perubahan. Kurikulum berfungsi sebagai pedoman guru untuk
melaksanakan pengajaran. Kurikulum harus dilaksanakan sesuai dengan sejumlah
aturan. Menjadikan RPP sebagai pengembangan isi kurikulum dengan
menggunakan media, teknik, penilaian, dan sarana yang akurat, relevan dengan
materi pembahasan. Namun, ini tidak mengecualikan penemuan bahwa pendidik
yang kurang siap dan tidak mampu melaksanakan kurikulum yang dalam hal ini
memerlukan keterlibatan pihak lain, terutama pengawas, kepala sekolah, dan
jajaran lainnya, yang harus mampu mengawasi, membimbing, dan mengarahkan
guru agar lebih berkompeten sehingga dapat melaksanakan pembelajaran sesuai
dengan harapan.

Dengan melakukan evaluasi, maka akan diperoleh informasi mengenai


penerapan pembelajaran dan pencapaian hasil belajar siswa. Evaluasi pelajaran
juga dapat berfungsi sebagai ikhtisar dan pengantar untuk menentukan resolusi atau
penyelesaian seperti apa yang tersedia untuk kekurangan dan tantangan yang
mungkin timbul. Sebuah keputusan dapat dibuat mengenai kurikulum itu sendiri,
metode pengajaran yang akan digunakan,dan prakarsa bimbingan yang diperlukan
berdasarkan hasil kajian ini. Intinya adalah bahwa pemantauan dan
penilaian diperlukan untuk kegiatan implementasi kurikulum Berdasarkan uraian

47
diatas maka penulis dalam hal ini tertarik untuk menelaah lebih dalam mengenai
pengawasan dan evaluasi kurikulum di bidang akademik.
Pengawasan atau controlling mengandung pengertian bahwa tidak hanya
mengamati secara seksama sesuatu dan melaporkan hasil kegiatan yang diawasi,
tetapi juga memperbaiki dan menyesuaikannya untuk mendapatkan hasil yang
diinginkan.Pengawasan adalah proses dimana administrasi melihat apa yang terjadi
sesuai dengan apa yang seharusnya terjadi. Jika tidak maka perlu dilakukan
penyesuaian.
Jadi, pengawasan ialah suatu fungsi administratif dimana setiap
administrator memastikan bahwa apa yang dilakukan sesuai dengan yang
diinginkan. Ini termasuk memeriksa apakah semuanya berjalan sesuai dengan
rencana yang dibuat, instruksi yang dikeluarkan, dan prinsip-prinsip yang telah
ditetapkan. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui beberapa kelemahan dan
beberapa kesalahan, kemudian diperbaiki dan dicegah agar tidak terulang kembali.
Pengawasan meliputi pemeriksaan apa yang sedang dilakukan, bandingkan
hasil dengan harapan, setuju atau tidak setuju dengan hasil, dan kemudian tentukan
apakah ada ruang untuk perbaikan. Ada dua alasan diperlukannya pengawasan.
Yang pertama adalah bahwa tujuan organisasi dan tujuan pribadi seringkali
berbeda. Akibatnya, pengawasan diperlukan untuk memastikan bahwa anggota tim
bekerja menuju tujuan organisasi. Pilihan lainnya adalah menjauhi
atau menghentikan perilaku serampangan atau tidak berencana. Alasan kedua
diperlukannya pengawasan adalah adanya penundaan antri penetapan tujuan dan
pencapaiannya, Oleh karena itu, bias yang tidak terduga dapat menghasilkan
perbedaan antara tindakan yang dimaksudkan dan tindakan aktual selama periode
ini.

Tanpa evaluasi, tidak mungkin untuk menentukan bagaimana kurikulum


dilakukan dalam hal desain, implementasi, dan hasil. Pengembangan kebijakan dan
keputusan pendidikan tentang kurikulum memberikan penekanan yang signifikan
pada evaluasi kurikulum.
Evaluasi pendidikan merupakan aspek yang sangat penting sehingga harus
diterapkan. Dengan kehadirannya, evaluasilah guru untuk mengetahui nilai makna
kinerjanya selama melaksanakan proses belajar mengajar. Agar pelaksanaan
evaluasi dapat dilakukan secara tepat sasaran dan efektif, dilakukan sesuai dengan
tujuan tertentu. Meskipun evaluasi kurikulum juga harus objektif, namun
pendekatan subjektif yang digunakan saat ini masih banyak (melihat siapa target
pesertanya). Pelaksanaan evaluasi kurikulum harus berkelanjutan untuk
memaksimalkan hasil jangka panjang dan mengevaluasi dari tahun ke tahun apa
yang belum dicapai pada tahun sebelumnya dengan tetap memperhatikan dua atau
tiga tahun sebelumnya sebagai tolok ukur perbaikan kurikulum ke depan. Untuk
menghemat waktu dan menghindari kesalahan atau kekurangan yang sama dua kali,
pelaksanaan penilaian atau evaluasi kurikulum yang paling krusial harus lengkap
(menyeluruh).

Untuk menilai tingkah laku dalam suatu lembaga sosial, evaluasi tersebut
menggunakan model (metode) antropologi. Jadi, sebenarnya ada hubungan yang

48
kuat antara kurikulum dan evaluasi. Model dalam evaluasi kurikulum dibagi
menjadi tiga antara lain:
1. Model Evaluasi Kuantitatif
Penggunaan teknik kuantitatif untuk mengumpulkan data sebagai hasil
implementasi. Ciri model kuantitatif selanjutnyaadalah tidak menyusun
kriteria evaluasi dengan pendekatan proses. model kuantitatif ini memiliki
fokus evaluasi yang sama, yaitu pada dimensi kurikulum sebagai hasil
belajar.
2. Model Black Box
Fondasi metodologi penilaian Tyler terdiri dari dua elemen: evaluasi yang
berfokus pada perilaku peserta didik dan evaluasi yang harus dilakukan
sebelum dan sesudah siswa menerapkan kurikulum. Tyler ingin mengklaim
bahwa evaluasi kurikulum sebenarnya hanya dikaitkan dengan aspek hasil
belajar berdasarkan dua gagasan tersebut.
3. Model Teoritik Taylor dan Maguire
Model evaluasi kurikulum yang dikembangkan oleh Taylor dan Maguire lebih
sederhana dari segi persoalan teoritis. Variabel dan langkah-langkah dari
proses pembuatan kurikulum dimasukkan dalam model ini. Saat melakukan
evaluasi Menurut model teoritis Taylor dan Maguire, kurikulum harus terlebih
dahulu mengumpulkan data objektif tentang tujuan, lingkungan, personel,
teknik, materi, hasil pembelajaran langsung, dan hasil pembelajaran jangka
panjang dari berbagai sumber. Karena mereka berasal dari sumber yang
independen dari penilaian evaluator, dikatakan "data objektif".
4. Model Pendekatan Sistem Alkin
Model Alkin agak berbeda karena secara konsisten menyertakan bagian dari
pendekatan ekonomi mikro untuk evaluasi pekerjaan. Alkin memecah model
ini menjadi beberapa bagian. Ini meliputi masukan, tindakan yang
digambarkan sebagai perantara (mediasi), dan keluaran (hasil). Alkin juga
mengetahui sistem internal, yaitu interaksi unsur-unsur yang berhubungan
langsung dengan pendidikan dan faktor luar yang mempengaruhi dan
dipengaruhi oleh pendidikan.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa evaluasi


kurikulum merupakan suatu kegiatan yang dilaksanakan untuk mencapai tujuan
pendidikan yaitu dengan perbaikan serta pembaharuan untuk masa depan. Tujuan
dari pada evaluasi kurikulum adalah perbaikan Program, pertanggungjawaban
Kepada Berbagai Pihak dan Penentuan Tindak Lanjut Hasil Pengembangan. Model
dalam evaluasi kurikulum antara lain mencakup; model evaluasi kuantitatif, Model
Black Box Tyler, Model Teoritik Taylor dan Maguire, dan Model Pendekatan
Sistem Alkin.

2.6 Pengembangan Kurikulum


Pengembangan kurikulum adalah proses perencanaan dan penyusunan
kurikulum dan kegiatan yang dilakukan di dalamnya, dengan tujuan untuk
menghasilkan dan menyesuaikan perkembangan pembelajaran sehingga
memberikan kondisi belajar mengajar yang lebih baik. Pengembangan

49
kurikulum harus disesuaikan dengan konsep yang akan ditempuh atau
dipilih oleh suatu lembaga pendidikan agar pengembangan kurikulum
menjadi lebih terarah dan terukur.
Pengembangan kurikulum merupakan kegiatan untuk menghasilkan
kurikulum yang baru melalui langkah-langkah penyusunan kurikulum atas
dasar hasil evaluasi kurikulum yang dilakukan selama periode waktu
tertentu. Pengembangan kurikulum juga diartikan
sebagai proses perencanaan kurikulum agar menghasilkan suatu
kurikulum yang spesifik sesuai dengan kondisi lembaga pendidikan.

Pengembangan kurikulum adalah proses siklus yang akan terus berjalan,


hal itu disebabkan karena pengembangan kurikulum adalah proses siklus,
yang tidak pernah berakhir. Proses tersebut terdiri dari empat unsur,
yakni:
1. Tujuan: Mempelajari dan menggambarkan semua sumber pengetahuan
dan pertimbangan tentang tujuan-tujuan pengajaran, baik yang berkenaan
dengan mata pelajaran (subject course) maupun kurikulum secara
menyeluruh.
2. Metode dan material: Menggembangkan dan mencoba menggunakan
metode-metode dan material sekolah untuk mencapai tujuan yang serasi
menurut pertimbangan guru.
3. Penilaian (assesment): Menilai keberhasilan pekerjaan yang
telah dikembangkan itu dalam hubungannya dengan tujuan, dan
bila mengembangkan tujuan-tujuan baru.
4. Balikan (feedback): Umpan balik dari semua pengalaman yang telah
diperoleh
yang pada gilirannya menjadi titik tolak bagi studi selanjutnya.

Pengembangan kurikulum di Indonesia telah dilakukan sejak tahun 1947,


yang dikuti dengan perubahan atau penyempurnaan pada tahun
berikutnya, yaitu: tahun 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, 2004, 2006
dan 2022.
Perubahan dan penyempurnaan kurikulum tersebut disesuaikan dengan
situasi kondisi masyarakat pada saat kurikulum dikembangkan.
Kurikulum tahun 1947 menekankan pada pembentukan kerakter manusia
Indonesia, kurikulum tahun 1952 berusaha menghubungkan materi
pelajaran dengan kehidupan sehari-hari. Kurikulum 1964 diarahkan pada
pembentukan moral, kecerdasan,emosional, kepribadian dan jasmani. Hal
ini juga dikembangkan pada kurikulum berikutnya (tahun 1968) yang
diarhakan pada kegiatan mempertinggi kecerdasan dan keterampilan, serta
pengembangan fisik yang sehat dan kuat. Selanjutnya kurikulum 1975

50
berorientasi pada tujuan dan menganut pendekatan integratif, sedangkan
kurikulum 1984 berorientasi pada tujuan instruksional dengan pendekatan
Cara belajar Siswa Aktif (CBSA), dilanjutkan dengan kurikulum 1994
yang lebih berorientasi pada materi pelajaran, tetapi masih menganut
pendekatan CBSA. Kemudian tahun 2004 lahir kurikulum KBK yang
terjadi perbedaan orientasi dari kurikulum sebelumnya, yaitu
menitikberatkan pada kemampuan untuk melakukan tugas-tugas tertentu
sesuai dengan standar yang telah ditetapkan, Kemudian KTSP yang
orientasinya sama dengan KBK, tetapi terdapat perbedaan, yaitu sekolah
diberi kewenangan penuh menyusun rencana pendidikannya dengan
mengacu pada standar-standar yang telah ditetapkan, mulai dari tujuan,
struktur dan muatan kurikulum, kalender pendidikan, hingga
pengembangan silabusnya, Selanjutnya, Kurikulum 2013 yang
berorientasi pada pengembnagan komptetensi bukan saja domain kognitif,
tetapi aspek afektif dan psikomotor perlu dikembangkan
secara komprehensif. Dan yang terakhir Kurikulum (sejak 2022) merdeka
yang fokus kepada materi esensial dan pembelajaran yang fleksibel.

Prinsip-prinsip dalam Pengembangan Kurikulum.


pengembangan kurikulum terdiri dari lima prinsip utama, yaitu sebagai
berikut:
1. Prinsip Relevansi
Relevansi artinya adanya kedekatan hubungan sesuatu dengan apa yang
terjadi. Apabila dikaitkan dengan pendidikan, berarti perlunya kesesuaian
antara program pendidikan dengan tuntutan kehidupan masyarakat.
Pendidikan dikatakan relevan bila hasil yang diperoleh akan berguna bagi
kehidupan seseorang.

2. PrinsipFleksibilitas
Prinsip fleksibilitas diartikan sebagai pengembangan kurikulum
mengusahakan agar yang dihasilkan memiliki sifat luwes, lentur, dan
fleksibel dalam pelaksanaannya, memungkinkan terjadinya penyesuaian-
penyesuaian berdasarkan situasi dan kondisi tempat dan waktu yang selalu
berkembang, serta kemampuan dan latar belakang peserta didik. Di dalam
kurikulum, fleksibilitas dapat dibagi menjadi dua bentuk, yaitu:
● Fleksibilitas dalam memilih program pendidikan. Fleksibilitas disini
maksudnya adalah bentuk pengadaan program-program pilihan yang
dapat berbentuk jurusan, program spesialisasi, ataupun program-program

51
pendidikan keterampilan yang dapat dipilih murid atas dasar kemampuan
dan minatnya.
● Fleksibilitas dalam pengembangan program pengajaran. Fleksibilitas
disini maksudnya adalah dalam bentuk memberikan kesempatan kepada
pendidik dalam mengembangkan sendiri program-program pengajaran
dengan berpatok pada tujuan dan bahan pengajaran di dalam kurikulum
yang masih bersifat umum.

3. PrinsipKontinuitas
Prinsip kontinuitas yaitu adanya kesinambungan dalam kurikulum, baik
secara vertikal, maupun secara horizontal. Pengalaman-pengalaman
belajar yang disediakan kurikulum harus memperhatikan kesinambungan,
baik yang di dalam tingkat kelas, antar jenjang pendidikan, maupun antara
jenjang pendidikan dengan jenis pekerjaan. Prinsip kesinambungan dalam
pengembangan kurikulum menunjukkan adanya saling terkait antara
tingkat pendidikan, jenis program pendidikan, dan bidang studi. Adapun
kontinuitas dalam kurikulum setidaknya ada dua jenis, yaitu:
● Kesinambungan di antara berbagai tingkat sekolah. Bahan pelajaran
(subject matters) yang diperlukan untuk belajar lebih lanjut pada tingkat
pendidikan yang lebih tinggi hendaknya sudah diajarkan pada tingkat
pendidikan sebelumnya atau di bawahnya. Selain itu, bahan pelajaran
yang telah diajarkan pada tingkat pendidikan yang lebih rendah tidak
harus diajarkan lagi pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi, sehingga
terhindar dari tumpang tindih dalam pengaturan bahan dalam proses
belajar mengajar.
● Kesinambungan di antara berbagai bidang studi. Kesinambungan di
antara berbagai bidang studi menunjukkan bahwa dalam pengembangan
kurikulum harus memperhatikan hubungan antara bidang studi yang satu
dengan yang lainnya.

4. Prinsip Praktis
Prinsip praktis disebut juga dengan efisiensi, maksudnya adalah
mengusahakan agar dalam
pengembangan kurikulum dapat mendayagunakan waktu, biaya, dan
sumber-sumber lain yang ada secara optimal, cermat dan tepat sehingga
hasilnya memadai. Efisiensi proses belajar mengajar akan tercipta, apabila
usaha, biaya, waktu, dan tenaga yang digunakan untuk menyelesaikan
program pengajaran tersebut sangat optimal dan hasilnya bisa seoptimal
mungkin, tentunya dengan pertimbangan yang rasional dan wajar.
Dalam pengembangan kurikulum, prinsip efisiensi harus mendapat
perhatian termasuk efisiensi segi waktu, tenaga, peralatan dan biaya.

52
Efisiensi waktu perlu direncanakan kegiatan belajar siswa agar tidak
banyak membuang waktu di sekolah. Efisiensi penggunaan tenaga dan
peralatan perlu ditetapkan jumlah minimal siswa yang harus dipenuhi oleh
sekolah dan cara menentukan jumlah guru yang dibutuhkan. Dengan
mengusahakan tercapainya berbagai segi efisiensi di atas, diharapkan
dicapai efisiensi dalam pendidikan.

5. Prinsip Efektifitas
Prinsip efektivitas yakni mengusahakan agar kegiatan pengembangan
kurikulum mencapai tujuan tanpa kegiatan yang mubazir, baik secara
kualitas maupun kuantitas. Dalam kaitannya dengan pelaksanaan program
pendidikan dan proses belajar mengajar yaitu berkenaan dengan masalah
efektifitas mengajar guru dan efektifitas belajar siswa.
Efektifitas mengajar guru berkaitan dengan sejauh mana kegiatan belajar
mengajar yang telah direncanakan dapat dilaksanakan dengan baik.
Efektivitas belajar siswa, berkaitan dengan sejauh mana tujuan-tujuan
pelajaran yang diinginkan telah dapat dicapai melalui kegiatan belajar
mengajar yang telah dilaksanakan. Efektivitas belajar mengajar dalam
dunia pendidikan mempunyai keterkaitan erat antara guru dan siswa.
kepincangan salah satunya akan membuat terhambatnya pencapaian
tujuan pendidikan. (Menurut Hamid (2012),

Tahapan dalam Pengembangan Kurikulum.


Menurut Arifin (2012), pengembang kurikulum terdiri dari beberapa
tingkat, yaitu; makro (nasional), tingkat institusi (sekolah), tingkat mata
pelajaran (bidang studi), dan pada tingkat pembelajaran di kelas. Adapun
penjelasan dari tahapan pengembangan kurikulum adalah sebagai berikut:
A. Pengembangan tingkat makro (nasional)
Pada tingkat ini, pengembangan kurikulum dibahas dalam ruang lingkup
nasional yang meliputi Tri-Pusat Pendidikan, yaitu pendidikan formal,
pendidikan informal, dan pendidikan nonformal, baik secara vertikal
maupun horizontal dalam rangka pencapaian tujuan pendidikan nasional.
Secara vertikal, pengembangan kurikulum dilakukan sesuai dengan
tingkatan pendidikan atau sekolah seperti TK/RA, SD/MI, SMP/MTs,
SMA/MA dan perguruan tinggi.
Secara horizontal, pengembangan kurikulum dilakukan sesuai dengan
jenis pendidikan atau sekolah yang sederajat, seperti Sekolah Dasar,
Madrasah ibtidaiyah, dan Program Paket A

B. Pengembangan tingkat institusi (sekolah)

53
Pengembangan kurikulum tingkat institusi/lembaga mencakup tiga
kegiatan pokok, yaitu; (1)merumuskan tujuan sekolah atau standar
kompetensi lulusan masing-masing lembaga, (2)penetapan isi dan
struktur program dan (3)penyusunan strategi pelaksanaan kurikulum
secara keseluruhan. Standar kompetensi lulusan yang dimaksud adalah
rumusan pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai yang diharapkan
dimiliki siswa setelah mereka menyelesaikan keseluruhan program
pendidikan pada suatu lembaga pendidikan.

C. Pengembangan tingkat mata pelajaran (bidang studi)


Pengembangan kurikulum pada tingkat bidang studi ini dilakukan dalam
bentuk menyusun atau mengembangkan silabus bidang studi/mata
pelajaran untuk setiap semester. Silabus suatu bidang studi berisi standar
kompetensi, kompetensi dasar, materi pokok/pembelajaran, kegiatan
pembelajaran, indikator, sistem penilaian, alokasi waktu, dan
sumber/bahan/alat belajar. Pengembangan silabus harus berdasarkan
prinsip-prinsip tertentu, antara lain ilmiah, relevan, sistematis konsisten,
memadai, aktual dan kontekstual, fleksibel, dan menyeluruh.
Pengembangan silabus dapat dilakukan baik oleh guru secara mandiri,
berkelompok dalam sebuah sekolah atau beberapa sekolah, kelompok
Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP), Pusat Kegiatan Guru (PKG)
maupun Dinas PendidikanKabupaten/Kota.

D. Pengembangan tingkat pembelajaran di kelas


Untuk mengembangkan kurikulum pada tingkat pembelajaran di kelas,
maka guru perlu menyusun program pembelajaran, seperti paket modul,
paket belajar, paket terprogram, dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP). Secara garis besar, RPP tersebut terdiri atas identitas mata
pelajaran, topik/materi pokok, kelas dan semester, waktu, standar
kompetensi
kompetensi dasar, indikator, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran
alat/media/sumber, dan penilaian. Berdasarkan RPP tersebut, guru
diharapkan dapat mengelola proses pembelajaran secara efektif dan
efisien.

54
BAB X
MANAJAJEMEN SARANA DAN PRASARANA PENDIDIKAN

A. Pengertian Sarana dan Prasarana Pendidikan

Depdiknas (2008: 37), telah membedakan antara sarana


membedakan antara sarana pendidikan dan prasarana pendidikan.
Sarana pendidikan adalah semua perangkat peralatan, bahan, dan
perabot yang secara langsung digunakan dalam proses pendidikan di
sekolah. Berkaitan dengan ini, prasarana pendidikan adalah semua
perangkat kelengkapan dasar yang secara tidak langsung menunjang
pelaksanaan proses pendidikan di sekolah. Penekanan pada pengertian
tersebut ialah pada sifatnya, sarana bersifat langsung, dan prasarana
tidak bersifat langsung dalam menunjang proses pendidikan. Dengan
begitu, manajemen sarana dan prasarana pendidikan dapat diartikan
sebagai segenap proses pengadaan dan pendayagunaan komponen-
komponen yang secara langsung maupun tidak langsung menunjang
proses pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan secara efektif dan
efisien. Proses-proses yang dilakukan dalam upaya pengadaan dan
pendayagunaan, meliputi perencanaan, pengadaan, pengaturan,
penggunaan, dan penghapusan. Kelima proses tersebut dapat dipadukan
sehingga membentuk suatu siklus manajemen sarana dan prasarana
pendidikan. Perhatikan gambar berikut ini.
Proses manajemen sarana dan prasarana diawali dengan
perencanaan. Proses perencanaan dilakukan untuk mengetahui sarana
dan prasarana apa saja yang dibutuhkan di sekolah. Proses berikutnya
adalah pengadaan, yakni serangkaian kegiatan menyediakan
berbagai jenis sarana dan prasarana sesuai dengan apa yang sudah
direncanakan. Proses selanjutnya ialah pengaturan. Dalam pengaturan,
terdapat kegiatan inventarisasi, penyimpanan, dan pemeliharaan.
Kemudian prosesnya lagi ialah penggunaan, yakni pemanfaatan sarana
dan prasarana pendidikan untuk mendukung proses pendidikan. Dalam
proses ini harus diperhatikan prinsip efektivitas dan efisiensinya.
Terakhir adalah proses penghapusan, yakni kegiatan menghilangkan
sarana dan prasarana dari daftar inventaris.
1. Perencanaan Sarana dan Prasarana Pendidikan

Perencanaan berasal dari kata dasar rencana yang memiliki arti


rancangan atau kerangka dari suatu yang akan dilakukan pada masa

55
depan. Perencanaan sarana dan prasarana pendidikan merupakan
proses perancangan upaya pembelian, penyewaan, peminjaman,
penukaran, daur ulang, rekondisi/rehabilitasi, distribusi atau
pembuatan peralatan dan perlengkapan yang sesuai dengan
kebutuhan sekolah.
a. Perencanaan Pengadaan Barang Bergerak
Barang-barang yang bergerak dapat berupa berbagai macam
perlengkapan dan perabot sekolah seperti bangku dan meja yang
penggunaannya bisa disesuaikan oleh peserta didik.
b. Perencanaan Pengadaan Barang Tidak Bergerak
1. Tanah:Tanah harus strategis, bebas bencana, subur, dan
memiliki pemandangan
2. Bangunan: Sebagai sarana atau tempat yang akan dibangun
untuk kegiatan belajar mengajar, gedung sekolah yang akan
dibangun selain. harus memerhatikan segi kualitas juga
memerhatikan kurikulum pendidikan sekolah.
2. Pengadaan Sarana dan Prasarana
Pengadaan merupakan serangkaian kegiatan menyediakan berbagai
jenis sarana dan prasarana pendidikan sesuai dengan kebutuhan untuk
mencapai tujuan pendidikan. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan
untuk kegiatan pengadaan sarana dan prasarana pendidikan. Beberapa
cara yang dimaksud sebagai berikut:
a. Pembelian

b. Produksi Sendiri
c. Penerimaan Hibah
d. Penyewaan

e. Peminjaman

f. Pendaurulangan

g. Penukaran

h. Rekondisi

3. Pengaturan Sarana dan Prasarana


Setelah proses pengadaan dilakukan maka proses manajemen
sarana dan prasarana selanjutnya ialah proses pengaturan sarana dan

56
prasarana. Ada tiga kegiatan yang dilakukan dalam proses pengaturan
ini, yaitu inventarisasi, penyimpanan, dan pemeliharaan.
a. Inventarisasi
Inventarisasi merupakan kegiatan mencatat dan menyusun
sarana prasarana yang ada secara teratur, tertib, dan lengkap
berdasarkan yang berlaku. Sarana dan prasarana yang berasal dari
dan ketentuan pemerintah (milik negara) wajib diadakan
inventarisasi sesuai dengan format-format yang telah ditentukan.
b. Penyimpanan
Penyimpanan adalah kegiatan menyimpan sarana dan prasarana
pendidikan di suatu tempat agar kualitas dan kuantitasnya terjamin.
Kegiatan penyimpanan meliputi, menerima barang, menyimpan
barang, dan mengeluarkan atau mendistribusikan barang. Dalam
kegiatan ini diperlukan gudang sebagai tempat untuk menyimpan
barang-barang yang perlu disimpan dalam satu tempat.
c. Pemeliharaan
Pemeliharaan sarana dan prasarana pendidikan adalah kegiatan
untuk melaksanakan pengurusan dan pengaturan agar semua sarana
dan prasarana selalu dalam keadaan baik dan siap untuk digunakan
secara berdaya guna dan berhasil guna dalam mencapai tujuan
pendidikan. Pemeliharaan merupakan kegiatan penjagaan atau
pencegahan dari kerusakan suatu barang sehingga barang tersebut
kondisinya baik dan siap digunakan.

4. Penggunaan Sarana dan Prasarana


Menurut Endang Herawan dan Sukarti Nasihin (2001: 123), hal-hal
yang perlu diperhatikan dalam penggunaan sarana dan prasarana.
a. Penyusunan jadwal penggunaan harus dihindari benturan
dengan kelompok lainnya.
b. Hendaknya kegiatan-kegiatan pokok sekolah merupakan
prioritas pertama.
c. Waktu/jadwal penggunaan hendaknya diajukan pada awal
tahun ajaran.
d. Penugasan/penunjukan personel sesuai dengan keahlian pada
bidangnya, misalnya petugas laboratorium, perpustakaan,
operator komputer, dan sebagainya.
e. Penjadwalan dalam penggunaan sarana dan prasarana sekolah,
antara kegiatan intrakurikuler dengan ekstrakurikuler harus
jelas.
5. Penghapusan Sarana dan Prasarana

57
Penghapusan sarana dan prasarana dilakukan berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penghapusan sarana dan
prasarana pada dasarnya bertujuan untuk hal-hal berikut.
a. Mencegah atau sekurang-kurangnya membatasi kerugian/
pemborosan biaya pemeliharaan sarana dan prasarana yang
kondisinya semakin buruk, berlebihan atau rusak, dan sudah
tidak dapat digunakan lagi.
b. Meringankan beban kerja pelaksanaan inventaris.
c. Membebaskan ruangan dari penumpukan barang-barang yang
tidak dipergunakan lagi.
d. Membebaskan barang dari tanggung jawab pengurusan kerja
(Depdiknas, 2007: 52-53).

B. Klasifikasi Sarana dan Prasaran


Sarana pendidikan dapat diklasifikasikan menjadi tiga macam,
yaitu berdasarkan habis tidaknya, berdasarkan bergerak tidaknya, dan
berdasarkan hubungan dengan proses pembelajaran. Apabila dilihat dari
habis tidaknya dipakai, ada dua macam, yaitu sarana pendidikan yang
habis dipakai dan sarana pendidikan tahan lama. Apabila dilihat dari
bergerak atau tidaknya pada saat pembelajaran juga ada dua macam,
yaitu bergerak dan tidak bergerak. Sementara jika dilihat dari hubungan
sarana tersebut terhadap proses pembelajaran, ada tiga macam, yaitu alat
pelajaran, alat peraga, dan media pembelajaran.
Sarana pendidikan yang habis pakai merupakan bahan atau alat
yang apabila digunakan dapat habis dalam waktu yang relatif singkat.
Misalnya, kapur tulis, tinta printer, kertas tulis, dan bahan-bahan kimia
untuk praktik. Kemudian, ada pula sarana pendidikan yang berubah
bentuk, misalnya, kayu, besi, dan kertas karton yang sering digunakan
oleh guru dalam mengajar. Selain itu, sarana pendidikan tahan lama
adalah bahan atau alat yang dapat digunakan secara terus-menerus atau
berkali-kali dalam waktu yang relatif lama. Contohnya meja dan kursi,
komputer, atlas, globe, dan alat-alat olahraga.
Sarana pendidikan yang bergerak merupakan sarana pendidikan
yang dapat digerakkan atau dipindah-tempatkan sesuai dengan
kebutuhan para pemakainya. Contohnya, meja dan kursi, almari arsip,
dan alat-alat praktik. Kemudian, untuk sarana pendidikan yang tidak
bergerak adalah sarana pendidikan yang tidak dapat dipindahkan atau
sangat sulit jika dipindahkan, misalnya saluran dari Perusahaan Daerah
Air Minum (PDAM), saluran kabel listrik, dan LCD yang dipasang
permanen.

58
Dalam hubungannya dengan proses pembelajaran, sarana
pendidikan dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu alat pelajaran, alat
peraga, dan media pengajaran. Alat pelajaran adalah alat yang dapat
gunakan secara langsung dalam proses pembelajaran, misalnya, buku,
alat peraga, alat tulis, dan alat praktik. Alat peraga merupakan alat bantu
pendidikan yang dapat berupa perbuatan-perbuatan atau benda-benda
yang dapat mengkonkretkan materi pembelajaran. Materi pembelajaran
yang tadinya abstrak dapat dikonkretkan melalui alat peraga sehingga
siswa lebih mudah dalam menerima pelajaran. Media pengajaran adalah
sarana pendidikan yang berfungsi sebagai perantara (medium) dalam
proses pembelajaran sehingga meningkatkan efektivitas dan efisiensi
dalam mencapai tujuan pendidikan. Media pengajaran ada tiga jenis,
yaitu visual, audio, dan audiovisual.
C. Prinsip-prinsip Manajemen Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana di sekolah harus mencerminkan kurikulum
sekolah. Hal ini karena sarana dan prasarana sekolah sengaja diadakan
untuk menunjang terlaksananya kurikulum. Dengan demikian, kualitas
sarana dan prasarana merupakan simbol kualitas pendidikan yang ada di
sekolah tersebut. Sarana dan prasarana sekolah adalah tanggung jawab
kepala sekolah. Oleh karena itu, perlu dipahami prinsip-prinsip apa saja
yang harus dipegang dalam melaksanakan manajemen sarana dan
prasarana. Menurut Hunt Pierce dalam Endang H. dan Sukarti N. (2001:
113-114), prinsip dasar dalam manajemen sarana dan prasarana sekolah
sebagai berikut:
1. Lahan bangunan dan perlengkapan perabot sekolah harus
menggambarkan cita dan citra masyarakat seperti halnya yang
dinyatakan dalam filsafat dan tujuan pendidikan.
2. Perencanaan lahan bangunan, dan perlengkapan-perlengkapan
perabot sekolah hendaknya merupakan pancaran keinginan
bersama dan dengan pertimbangan suatu tim ahli yang cukup
cakap yang ada di masyarakat.
3. Lahan bangunan dan perlengkapan-perlengkapan perabot sekolah
hendaknya disesuaikan dan memadai bagi kepentingan anak-anak
didik, demi terbentuknya karakter mereka dan dapat melayani
serta menjamin mereka di waktu belajar, bekerja, dan bermain
sesuai dengan bakat mereka masing-masing.
4. Lahan bangunan dan perlengkapan-perlengkapan perabot sekolah
serta alat-alatnya hendaknya disesuaikan dengan kepentingan
pendidikan yang bersumber dari kepentingan serta kegunaan atau
manfaat bagi anak-anak/murid-murid dan guru-guru.

59
5. Sebagai penanggung jawab harus membantu program sekolah
secara efektif, melatih para petugas serta memilih alatnya dan cara
menggunakannya agar mereka dapat menyesuaikan diri serta
melaksanakan tugasnya sesuai dengan fungsi dan profesinya.
6. Seorang penanggung jawab sekolah harus mempunyai kecakapan
untuk mengenal, baik kualitatif maupun kauntitatif serta
menggunakan dengan tepat fungsi bangunan dan
perlengkapannya.
7. Sebagai penanggung jawab harus mampu memelihara
dan menggunakan bangunan dan tanah sekitarnya sehingga ia
dapat membantu terwujudnya kesehatan, keamanan, kebahagiaan,
dan keindahan serta kemajuan dari sekolah dan masyarakat.
8. Sebagai penanggung jawab sekolah bukan hanya
mengetahui kekayaan sekolah yang dipercayakan
kepadanya, melainkan harus memerhatikan seluruh
keperluan alat-alat pendidikan yang dibutuhkan oleh anak
didiknya.

D. Tujuan Sarana dan Prasarana Pendidikan


Tujuan daripada pengelolaan sarana dan prasarana ini adalah untuk
memberikan layanan secara profesional berkaitan dengan sarana dan
prasarana pendidikan agar proses pembelajaran bisa berlangsung secara
efektif dan efisien. Pada dasarnya manajemen sarana dan prasarana
pendidikan memiliki tujuan sebagai berikut:
1. Menciptakan sekolah atau madrasah yang bersih, rapih, dan indah,
sehingga menyenangkan bagi warga sekolah atau madrasah.
2. Tersedianya sarana dan prasarana yang memadai, baik secara
kualitas maupun kuantitas dan relevan dengan kepentingan dan
kebutuhan pendidikan.
Berkaitan dengan tujuan ini, (Bafadal, 2003) menjelaskan secara rinci
tentang tujuan manajemen sarana dan prasarana pendidikan sebagai
berikut:
1. Untuk mengupayakan pengadaan sarana dan prasarana sekolah
melalui sistem perencanaan dan pengadaan yang hati-hati dan
seksama, sehingga sekolah memiliki sarana dan prasarana sesuai
dengan kebutuhan.
2. Untuk mengupayakan pemakaian sarana dan prasarana sekolah
secara tepat dan efisien.

60
3. Untuk mengupayakan pemeliharaan sarana dan prasarana
pendidikan, sehingga keadaannya selalu dalam kondisi siap pakai
dalam setiap diperlukan oleh personel sekolah.
Jadi, tujuan dari manajemen sarana dan prasarana pendidikan yaitu agar
dapat memberikan kontribusi yang optimal terhadap proses pendidikan
dalam mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan.

E. Fungsi Manajemen Sarana dan Prasarana Pendidikan


Manajemen sarana dan prasarana pendidikan memiliki peran penting
dalam mendukung penyelenggaraan pendidikan yang efektif. Berikut
adalah beberapa fungsi utama manajemen sarana dan prasarana
pendidikan:
1. Fungsi Perencanaan Sarana dan Prasarana
Dalam KBBI atau Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005), kata
perencanaan berasal dari kata dasar "rencana" yang mempunyai arti
rancangan atau kerangka dari sesuatu yang akan dilakukan atau
dikerjakan dimasa yang akan datang. Menurut Dwiantara dan Sumarto
(2004) mengmukakan bahwa perencanaan adalah merupakan kegiatan
pemikiran, penelitian, perhitungan, dan perumusan tindakantindakan
yang akan dilakukan di masa yang akan datang, baik berkaitan dengan
kegiatankegiatan operasional dalam pengadaan, pengelolaan,
penggunaan, pengorganisasian, maupun pengendalian sarana dan
prasarana.
Berikut adalah penjelasan tentang fungsi-fungsi utama dari
perencanaan ini:
a. Mengidentifikasi Kebutuhan: Perencanaan ini membantu dalam
mengidentifikasi kebutuhan fisik seperti gedung sekolah, ruang
kelas, laboratorium, perpustakaan, fasilitas olahraga, dan
infrastruktur lain yang diperlukan untuk mendukung proses
pendidikan.
b. Optimasi Sumber Daya: Melalui perencanaan yang baik,
sumber daya seperti anggaran, lahan, dan tenaga kerja dapat
dialokasikan secara efisien. Ini membantu mencegah
pemborosan sumber daya dan memastikan bahwa investasi
dalam pendidikan memberikan hasil yang maksimal.
c. Meningkatkan Kualitas Pendidikan: Sarana dan prasarana yang
memadai meningkatkan kualitas pembelajaran. Ruang kelas
yang nyaman, peralatan yang baik, dan fasilitas pendukung
lainnya dapat menciptakan lingkungan yang kondusif bagi siswa
dan guru.

61
d. Pengembangan Kurikulum: Perencanaan kebutuhan ini dapat
berdampak pada pengembangan kurikulum. Misalnya, jika ada
fasilitas laboratorium yang baik, maka program pembelajaran
dalam ilmu pengetahuan dapat diperkaya dengan eksperimen
dan praktikum.
e. Akses Pendidikan: Membangun sarana dan prasarana
pendidikan yang cukup dan terjangkau dapat meningkatkan
akses pendidikan bagi masyarakat. Ini penting untuk
memastikan bahwa semua lapisan masyarakat memiliki
kesempatan untuk mendapatkan pendidikan.
f. Keamanan dan Kesehatan: Sarana yang dirancang dengan baik
juga memperhatikan aspek keamanan dan kesehatan siswa dan
staf. Ini termasuk perencanaan untuk pemadaman kebakaran,
evakuasi darurat, dan fasilitas kesehatan yang memadai.
g. Pertumbuhan Jangka Panjang: Perencanaan ini harus
mempertimbangkan pertumbuhan jangka panjang. Dengan
memproyeksikan pertumbuhan siswa, perencanaan dapat
memastikan bahwa sarana dan prasarana yang dibangun akan
memadai untuk jangka waktu yang lama.
h. Pemeliharaan dan Perbaikan: Perencanaan kebutuhan juga
mencakup pemeliharaan dan perbaikan fasilitas pendidikan yang
sudah ada. Ini membantu memastikan bahwa sarana dan
prasarana tetap dalam kondisi yang baik dan berfungsi dengan
optimal.
Dengan menjalankan perencanaan kebutuhan sarana dan
prasarana pendidikan yang baik, suatu sistem pendidikan dapat
meningkatkan efektivitasnya dalam menyediakan lingkungan
pembelajaran yang berkualitas bagi siswa dan mendukung
pengembangan potensi mereka.
2. Fungsi Pengadaan Sarana dan Prasarana
Pengadaan adalah kegiatan yang dilakukan untuk menyediakan
semua jenis sarana dan prasarana pendidikan persekolahan yang sesuai
dengan kebutuhan dalam rangka mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Dalam konteks persekolahan, pengadaan merupakan segala
kegiatan yang dilakukan dengan cara menyediakan semua keperluan
barang atau jasa berdasarkan hasil perencanaan dengan maksud untuk
menunjang kegiatan pembelajaran agar berjalan secara efektif dan
efisien sesuai dengan tujuan yang diinginkan.
Menurut Direktorat Jendral Peningkatan Mutu Pendidik dan
Tenaga Kependidikan, Pengadaan merupakan kegiatan untuk
menyediakan perlengkapan dalam usaha untuk menunjang pelaksanaan

62
proses belajar mengajar. Ada beberapa alternatif cara dalam pengadaan
sarana dan prasarana pendidikan persekolahan. Beberapa alternatif cara
pengadaan sarana dan prasarana pendidikan persekolahan tersebut
adalah sebagai berikut: 1) Pembelian, 2) Pembuatan Sendiri, 3)
Pengiriman Hibah atau Banatuan, 4) Penyewaan, 5) Pinajaman, 6)
Pendaurulangan, 7) Penukaran, dan 8) Perbaikan atau Rekondisi.
Pengadaan sarana dan prasarana pendidikan dilakukan oleh pihak-
pihak terkait, seperti pemerintah, sekolah, atau lembaga pendidikan,
untuk memenuhi kebutuhan fisik dan non-fisik dalam dunia
pendidikan. Fungsi pengadaan sarana dan prasarana pendidikan sangat
penting karena memiliki dampak yang signifikan terhadap kualitas
pendidikan dan pengalaman belajar siswa. Berikut penjelasan lebih
lanjut mengenai fungsi tersebut:
a. Membantu Proses Belajar-Mengajar: Sarana dan prasarana
pendidikan mencakup gedung sekolah, ruang kelas,
perpustakaan, laboratorium, fasilitas olahraga, dan lain-lain.
Fungsi utama mereka adalah menciptakan lingkungan yang
nyaman, aman, dan sesuai untuk kegiatan belajar-mengajar.
Ruang kelas yang baik, misalnya, dapat meningkatkan
konsentrasi siswa dan efektivitas pengajaran.
b. Mendorong Partisipasi dan Kehadiran Siswa: Lingkungan
yang nyaman dan lengkap akan membantu meningkatkan
tingkat kehadiran siswa di sekolah. Fasilitas yang memadai
juga dapat menjadi daya tarik bagi orang tua untuk
mendaftarkan anak-anak mereka di sekolah tersebut.
c. Mendukung Pengembangan Kurikulum: Pengadaan sarana
dan prasarana juga memungkinkan penyelenggaraan
berbagai kegiatan ekstrakurikuler, seperti olahraga, seni, dan
kegiatan ilmiah. Hal ini mendukung pengembangan
kurikulum yang lebih holistik.
d. Meningkatkan Kualitas Pendidikan: Sarana dan prasarana
yang baik dapat meningkatkan kualitas pendidikan dengan
menyediakan fasilitas untuk eksperimen, penelitian, dan
pengajaran yang lebih baik. Ini berdampak positif pada hasil
belajar siswa.
e. Keamanan dan Kesehatan: Sarana dan prasarana pendidikan
juga harus memenuhi standar keamanan dan kesehatan yang
ketat. Fungsi ini melindungi siswa dan staf dari potensi
bahaya dan penyakit, sehingga menciptakan lingkungan
belajar yang aman.

63
f. Mendorong Inovasi: Investasi dalam pengadaan sarana dan
prasarana pendidikan dapat mendorong inovasi dalam
pendidikan. Hal ini mencakup penggunaan teknologi dalam
proses pembelajaran dan pengembangan metode pengajaran
yang lebih efektif.
g. Peningkatan Prestasi Siswa: Dengan fasilitas yang memadai,
siswa dapat lebih fokus pada pembelajaran dan
meningkatkan prestasi akademik mereka. Sarana seperti
laboratorium sains atau komputer yang modern dapat
membantu siswa belajar dengan lebih baik.
Pengadaan sarana dan prasarana pendidikan memiliki dampak
jangka panjang terhadap masyarakat dan perekonomian suatu negara
karena berkaitan dengan pembentukan sumber daya manusia yang
berkualitas.
3. Pemeliharaan Sarana dan Prasarana Pendidikan
Kegiatan pemeliharaan sarana dan prasarana pendidikan adalah
kegiatan pelaksanaan untuk mengurus dan mengatur agar semua sarana
dan prasarana selalu dalam keadaan baik dan siap untuk dipakai
dalam mencapai tujuan pendidikan.
Menurut Ibrahim Bafadal (Kurniawati, 2013), ada beberapa macam
pemeliharaan sarana dan prasarana pendidikan yang ada di sekolah bila
ditinjau dari sifatnya dan waktu. Ditinjau dari sifatnya ada empat
macam pemeliharaan sarana dan prasarana pendidikan di sekolah yang
cocok untuk perawatan mesin, yakni: pemeliharaan perlengkapan yang
bersifat pengecekan, pemeliharaan yang bersifat pencegahan,
pemeliharaan yang bersifat ringan dan perbaikan berat. Ditinjau dari
waktu pemeliharaannya ada dua macam pemeliharaan sarana dan
prasarana pendidikan di sekolah, yaitu pemeliharaan sehari-hari, seperti
menyapu, mengepel lantai, membersihkan pintu dan pemeliharaan
berkala, misalnya pengontrolan genting, pengapuran tembok.
4. Penginventarisasi sarana dan prasarana
Kegiatan inventarisasi bertujuan agar sarana dan prasarana dapat
dikendalikan dengan cara melakukan pencatatan sarana prasarana dan
melakukan pembuatan kode. Pencatatan terhadap sarana dan prasarana
yang rinci akan memberikan kemudahan bagi pihak yang bertanggung
jawab di bagian sarana dan prasarana untuk mengendalikannya sesuai
perawatan dan penggunaan barang tersebut.
5. Penghapusan sarana dan prasarana
Penghapusan sarana dan prasarana merupakan kegiatan
pembebasan sarana dan prasarana dari pertanggungjawaban yang
berlaku dengan alasan yang dapat dipertanggungjawabkan. Secara

64
lebih operasional, penghapusan sarana dan prasarana adalah proses
kegiatan yang bertujuan untuk mengeluarkan/menghilangkan sarana
dan prasarana dari daftar inventarisasikarena sarana dan prasarana
sudah dianggap tidak berfungsi sebagaimana yang diharapkan terutama
untuk kepentingan pelaksanaan pembelajaran sekolah.
F. Peran Guru dalam Sarana dan Prasarana Pendidikan
Peranan guru dalam manajemen sarana dan prasarana pendidikan
adalah dimulai dengan perencanaan, pemanfaatan, pemeliharaan, serta
pengawasan penggunaan prasarana dan sarana (Eliyanto,
2013). Walaupun semua pihak sekolah tersebut terlibat dalam pengelolaan
sarana dan prasarana Pendidikan telah memiliki tugas dan tanggung jawab
masing-masing, namun antara yang satu dengan yang lainnya harus bisa
saling kerja sama dengan baik, sehingga tujuan akan dapat tercapai.
Kebijakan pemerintah tentang pengelolaan sarana dan prasarana
sekolah tertuang di dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas pasal
45 ayat (1) yaitu ”setiap satuan pendidikan formal dan nonformal
menyediakan sarana dan prasarana yang memenuhi keperluan pendidikan
sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan potensi fisik, kecerdasan
intelektual, sosial, emosional dan kejiwaan peserta didik.” (Mohammad
Syaifuddin, 2007 : 2.36).
Peran guru dalam manajemen sarana dan prasarana pendidikan
sangat penting dalam menciptakan lingkungan belajar yang efektif.
Berikut beberapa peran guru dalam hal ini:
1. Penggunaan Sumber Daya: Guru harus mengelola penggunaan
fasilitas fisik, seperti ruang kelas, perpustakaan, dan laboratorium,
untuk memastikan penggunaannya secara efisien dan sesuai
dengan kebutuhan pembelajaran.
2. Keamanan dan Kepatuhan: Guru bertanggung jawab untuk
memastikan bahwa lingkungan belajar aman dan mematuhi semua
peraturan keselamatan dan peraturan sekolah.
3. Perawatan dan Pemeliharaan: Guru dapat membantu dalam
pemeliharaan sarana dan prasarana pendidikan dengan
melaporkan kerusakan atau kebutuhan perbaikan kepada pihak
yang berwenang.
4. Penggunaan Teknologi: Dalam era digital, guru juga dapat
memanfaatkan teknologi untuk mengelola pembelajaran,
termasuk penggunaan perangkat keras dan perangkat lunak
pendukung.

65
5. Pengelolaan Waktu: Guru harus merencanakan penggunaan waktu
secara efisien dalam fasilitas yang tersedia untuk menjamin bahwa
semua materi pembelajaran dapat disampaikan dengan baik.
6. Kreativitas dalam Penggunaan Sumber Daya: Guru dapat
menciptakan lingkungan yang inspiratif dan menarik bagi siswa
dengan menggunakan sumber daya yang ada dengan cara yang
kreatif.
Dengan mengambil peran aktif dalam manajemen sarana dan
prasarana pendidikan, guru dapat menciptakan pengalaman belajar yang
lebih baik bagi siswa dan mendukung kelancaran proses pendidikan.

66
BAB XII
MANAJEMEN PEMBIAYAAN DAN KEUANGAN SEKOLAH

A. Manajemen Pembiayaan
Biaya adalah suatu unsur yang menentukan dalam mekanisme
penganggaran. Penentuan biaya akan
mempengaruhi tingkat efisiensi dan efektivitas kegiatan dalam suatu
organisasi mencapai tujuannya. Di samping itu Mulyadi mengelompokkan
konsep biaya dalam arti sempit yaitu sebagai pengorbanan sumber
ekonomi untuk memperoleh aktivitas. Sedangkan dalam arti luas biaya
merupakan pengorbanan sumber ekonomi yang diukur dalam satuan uang
yang telah terjadi dan kemungkinan akan terjadi untuk tujuan tertentu
(Arwildayanto, 2017: 50).
Menurut Jones (1985), manajemen pembiayaan meliputi:
1. Perencanaan finansial, yaitu kegiatan mengkoordinir semua
sumber daya yang tersedia untuk mencapai sasaran yang diinginkan secara
sistematik tanpa efek samping yang merugikan.
2. Pelaksanaan (implenmentation involves accounting), yaitu
kegiatan berdasarkan rencana yang telah dibuat.
3. Evaluasi, yaitu proses penilaian terhadap pencapaian tujuan.
Pembiayaan menurut Indra Bastian (2006:160) bahwa ditinjau dari
sudut human capital (modal manusia) sebagai unsur modal pendidikan
diperhitungkan sendiri sebagai faktor penentu keberhasilan seseorang,
baik secara sosial maupun ekonomi. Nilai pendidikan merupakan asset
moral, dimana pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh dalam
pendidikan dianggap sebagai upaya pengumpulan dana untuk membiayai
operasional dan pengembangan sektor pendidikan.
Tujuan pembiayaan pendidikan dalam kehidupan sehari-hari bahwa
biaya pendidikan merupakan sebuah investasi yaitu tindakan untuk
memperoleh nilai asset yang dikuasai. Sekolah memiliki peran yang
sangat sentral dan strategis dalam pembangunan suatu bangsa karena
disebabkan oleh dua hal yaitu pertama, lulusan sekolah akan
memposisikan diri atau diposisikan masyarakat sebagai kaum terpelajar,
baik dalam keluarga ataupun dimasyarakat; kedua, produk jasa sekolah
dianggap berperan dalam menentukan konsep kerakter bangsa.

67
B. Menganalisis Manajemen Keuangan Sekolah
Biaya adalah suatu unsur yang menentukan dalam mekanisme
penganggaran. Penentuan biaya akan mempengaruhi tingkat efisiensi dan
efektivitas kegiatan dalam suatu organisasi mencapai tujuannya. Di
samping itu Mulyadi mengelompokkan konsep biaya dalam arti sempit
yaitu sebagai pengorbanan sumber ekonomi untuk memperoleh aktivitas.
Sedangkan dalam arti luas biaya merupakan pengorbanan sumber
ekonomi yang diukur dalam satuan uang yang telah terjadi dan
kemungkinan akan terjadi untuk tujuan tertentu (Arwildayanto, 2017: 50).
Biaya pendidikan diartikan sebagai sejumlah uang yang dihasilkan
dan dibelanjakan untuk berbagai keperluan penyelenggaraan pendidikan
yang mencakup gaji guru, peningkatan kemampuan profesional guru,
pengadaan sarana ruang belajar, perbaikan ruang belajar, pengadaan
parabot/mebeler, pengadaan alatalat pelajaran, pengadaan buku- buku
pelajaran, alat tulis kantor, kegiatan ekstakulikuler, kegiatan pengelolaan
pendidikan, dan supervisi pembinaan pendidikan serta ketataushaan
sekolah (Fattah, 2000: 112). Secara teoritis, konsep biaya di bidang lain
mempunyai kesamaan dengan bidang pendidikan, yaitu lembaga
pendidikan dipandang sebagai produsen jasa pendidikan yang
menghasilkan keahlian, keterampilan, ilmu pengetahuan, karakter dan
nilai-nilai yang dimiliki oleh seorang lulusan.
Manajemen keuangan perlu diterapkan oleh institusi pendidikan
agar:
• Pemanfaatan dana sekolah bisa lebih efektif dan efisien.
• Penggunaan keuangan sekolah bisa lebih transparan dan
akuntabilitas nya terjamin.
• Anggaran bisa digunakan dengan semestinya dan penyalahgunaan
anggaran bisa
diminimalisir.
• Supaya bisa menjalankan manajemen keuangan sekolah yang baik,
membutuhkan
SDM yang berpengetahuan dan kompeten. Kepala sekolah adalah
sosok sentral dalam
hal ini.
Kepala sekolah harus memahami secara utuh tentang manajemen
keuangan di institusi pendidikan. Perannya juga cukup krusial dalam
menerapkan strategi pengelolaan keuangan sekolah.
Dalam pengelolaan keuangan harus berdasarkan prinsip-prinsip
tertentu. Prinsip dalam pengelolaan dana pendidikan oleh pemerintah,
pemerintah daerah, penyelenggara dan satuan pendidikan yang didirikan

68
oleh masyarakat terdiri atas prinsip umum dan prinsip khusus (PP No. 48
Tahun 2008 Pasal 59). Prinsip umum adalah prinsip keadilan, prinsip
efisiensi, prinsip transparansi, dan prinsip akuntabilitas publik.
Menurut Thomas H. Jones, ada enam model pembiayaan pendidikan
a. Flat grant merencanakan bahwa setiap sekolah memiliki sejumlah
dana yang sama yang dihitung per satu peserta didik.
b. Power equalizing dibebankan kepada distrik-distrik yang sangat
kaya untuk membayarkan sebagian pajak sekolah yang mereka pungut
kembali ke kantong negara bagian.
c. Complete state rencana pembiayaan Pendidikan yang dirancang
untuk menghapus semua perbedaan local.
d. Foundation plan dirancang untuk menggali empat masalah besar
dalam Pendidikan dan keuangan, yaitu kesetaraan pembelanjaan,
penetapan standar pajak dan pembelanjaan sekolah minimum, pemisahan
wewenang politik antara distrik- distrik sekolah local dengan negara
bagian, dan provinsi untuk perbaikan berkesinambungan atas proses
Pendidikan.
e. Guaranteed percent equalizing dimaksudkan bahwa negara
membayar presentase tertentu dari total biaya Pendidikan yang diinginkan
oleh tiap distrik sekolah local.
f. Complete local support model semua sumber dana dari pemerintah
negara bagian atau dana dari provinsi diharapkan seluruh biaya
Pendidikan menjadi tanggung jawab pemerintah lokal atau daerah.
Perencanaan menentukan untuk apa, dimana, kapan dan beberapa
lama akan dilaksanakan, dan bagaimana cara melaksanakannya.
Pengorganisasian menentukan bagaimana aturan dan tata kerjanya.
Pelaksanaan menentukan siapa yang terlibat, apa yang dikerjakan, dan
masing-masing bertanggung jawab dalam hal apa. Pengawasan dan
pemeriksaan mengatur kriterianya, bagaimana cara melakukannya, dan
akan dilakukan oleh siapa. Umpan balik merumuskan kesimpulan dan
saran-saran untuk kesinambungan terselenggaranya Manajemen
Operasional Sekolah.
Menurut Muchdarsyah Sinungan menekankan pada penyusunan
rencana (planning) di dalam setiap penggunaan anggaran. Langkah
pertama dalam penentuan rencana pengeluaran keuangan adalah
menganalisa berbagai aspek yang berhubungan erat dengan pola
perencanaan anggaran yang didasarkan pertimbangan kondisi keuangan,
line of business, keadaan para nasabah/konsumen, organisasi pengelola,
dan skill para pejabat pengelola.
Proses pengelolaan keuangan di sekolah meliputi :
1. Perencanaan anggaran.

69
2. Strategi mencari sumber dana sekolah.
3. Penggunaan keuangan sekolah.
4. Pengawasan dan evaluasi anggaran.
5. Pertanggungjawaban
Pemasukan dan pengeluaran keuangan lembaga pendidikan/sekolah
diatur dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah
(RAPBS), hal yang ada hubungannya dengan RAPBS adalah sebagai
berikut :
1. Penerimaan (pemasukan/penerimaan)
2. Pengunaan (pembelanjaan) 3. Pertanggungjawaban
(pelaporan).

Sumber keuangan dan pembiayaan pada suatu lembaga


pendidikan/sekolah secara garis besar dapat dikelompokan atas tiga
sumber, yaitu :
1. Pemerintah, baik pemerintah pusat atau daerah, maupun kedua-
duanya yang bersifat umum atau khusus yang diperuntukkan bagi
kepentingan Pendidikan.
2. Orang tu peserta didik.
3. Masyarakat, baik yang mengikat maupun tidak mengikat atau
sekolah juga bisa mendapat pendanaan dari masyarakat umum yang bukan
termasuk orang tua atau wali siswa. Contohnya seperti bantuan dari
lembaga keuangan, sponsorship dari perusahaan, donasi dari lembaga
sosial, donasi dari alumni.
4. Dana swadaya, Sekolah juga bisa mendapatkan dana dari usaha
mandiri sekolah. Beberapa contoh usaha mandiri sekolah yang bisa
menghasilkan dana seperti kantin yang dikelola sekolah secara mandiri,
koperasi sekolah, panen kebun sekolah, lomba, dan event kesenian.

C. Menyusun dan Mengembangkan RAPBS


RAPBS (Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah)
adalah anggaran terpadu antara penerimaan dan penggunaan dana serta
pengelolaannya dalam memenuhi seluruh kebutuhan sekolah selama satu
tahun pelajaran berjalan. Dimana sumber dananya berasal dari pemerintah
pusat, pemerintah daerah, masyarakat, dan orangtua / wali peserta didik.
Sumber dana perolehan dan pemakaian dana dipadukan dengan kondisi
objektif kepentingan sekolah dan penyandang dana. Rencana Anggaran
Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS) harus berdasarkan pada
rencana pengembangan sekolah dan merupakan bagian dari rencana
operasional tahunan. RAPBS setidaknya meliputi penganggaran untuk
kegiatan pengajaran, materi kelas, pengembangan profesi guru, renovasi

70
bangunan sekolah, pemeliharaan, buku, meja dan kursi. Penyusunan
RAPBS tersebut harus melibatkan kepala sekolah, guru, komite sekolah,
staf TU dan komunitas sekolah. RAPBS perlu disusun pada setiap tahun
ajaran sekolah dengan memastikan bahwa alokasi anggaran bisa
memenuhi kebutuhan sekolah secara optimal.

 Prinsip penyusunan RAPBS, antara lain :


1. RAPBS harus benar-benar difokuskan pada peningkatan pembelajaran
murid secara jujur, bertanggungjawab, dan transparan.
2. RAPBS harus ditulis dalam bahasa yang sederhana dan jelas, dan
dipajang ditempat terbuka di sekolah.
3. Dalam menyusun RAPBS, sekolah sebaiknya secara saksama
memprioritaskan pembelanjaan dana sejalan dengan rencana
pengembangan sekolah.

 Proses penyusunan RAPBS meliputi :


1. Menggunakan tujuan jangka menengah dan tujuan jangka pendek yang
ditetapkan dalam rencana pengembangan sekolah.
2. Menghimpun, merangkum dan mengelompokkan isu-isu dan masalah
utama ke dalam berbagai bidang yang luas cakupannya.
3. Menyelesaikan analisis kebutuhan.
4. Memprioritaskan kebutuhan.
5. Mengkonsultasikan rencana aksi yang ditunjukkan atau dipaparkan
dalam rencana pengembangan sekolah.
6.Mengidentifikasi dan memperhitungkan seluruh sumber pemasukan.
7. Menggambarkan rincian (waktu, biaya, orang yang bertanggung jawab,
pelaporan.
8. Mengawasi serta memantau kegiatan dari tahap perencanaan menuju
tahap penerapan hingga evaluasi.

 Bentuk-bentuk Anggaran dalam RAPBS :


A. Anggaran Pendapatan
Sumber keuangan atau pembiayaan pada suatu sekolah secara garis
besar dapat dikelompokkan menjadi beberapa sumber, yaitu:
1. Dana dari Pemerintah
Baik dana dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, maupun
keduanya. Dan dana tersebut diperuntukkan bagi kepentingan pendidikan.
2. Dana dari Orang Tua Siswa
Pendanaan dari orang tua siswa ini dikenal dengan istilah iuran
Komite. Besarnya sumbangan dana yang harus dibayar oleh orang tua

71
siswa ditentukan oleh rapat Komite sekolah. Pada umumnya dana Komite
terdiri atas :
a) Dana tetap tiap bulan sebagai uang kontribusi yang harus dibayar
oleh orang tua setiap bulan selama anaknya menjadi siswa di sekolah
b) Dana insidental yang dibebankan kepada siswa baru yang biasanya
hanya satu kali selama tiga tahun menjadi siswa (pembayarannya dapat
diangsur).
c) Dana sukarela yang biasanya ditawarkan kepada orang tua siswa
terterntu yang dermawan dan bersedia memberikan sumbangannya secara
sukarela tanpa suatu ikatan apapun.
3. Dana dari Masyarakat
Dana ini biasanya merupakan sumbangan sukarela yang tidak
mengikat dari
anggota-anggota masyarakat sekolah yang menaruh perhatian
terhadap kegiatan pendidikan di suatu sekolah. Sumbangan sukarela yang
diberikan tersebut merupakan wujud dari kepeduliannya karena merasa
terpanggil untuk turut membantu kemajuan pendidikan. Dana ini ada yang
diterima dari perorangan, dari suatu organisasi, dari yayasan ataupun dari
badan usaha baik milik pemerintah maupun milik swasta.
4. Dana dari Alumni
Dana ini merupakan bantuan dari para Alumni untuk membantu
peningkatan mutu sekolah yang tidak selalu dalam bentuk uang (misalnya
buku-buku, alat dan perlengkapan belajar). Namun dana yang dihimpun
oleh sekolah dari para alumni merupakan sumbangan sukarela yang tidak
mengikat dari mereka yang merasa terpanggil untuk turut mendukung
kelancaran kegiatankegiatan demi kemajuan dan pengembangan sekolah.
Dana ini ada yang diterima langsung dari alumni, tetapi ada juga yang
dihimpun melalui acara reuni atau lustrum sekolah.
5. Dana dari Peserta Kegiatan
Dana ini dipungut dari siswa sendiri atau anggota masyarakat yang
menikmati pelayanan kegiatan pendidikan tambahan atau ekstrakurikuler,
seperti pelatihan komputer, kursus bahasa Inggris atau keterampilan
lainnya.
6. Dana dari Kegiatan Wirausaha Sekolah
Ada beberapa sekolah yang mengadakan kegiatan usaha untuk
mendapatkan dana. Dana ini merupakan kumpulan hasil berbagai kegiatan
wirausaha sekolah yang pengelolaannya dapatj dilakukan oleh staf
sekolah atau para siswa misalnya koperasi, kantin sekolah, bazaar
tahunan, wartel, usaha fotokopi, dll.

B. Anggaran Belanja (Pengeluaran)

72
Secara garis besar, pengeluaran dari suatu sekolah/madrasah dapat
dibagi menjadi dua, yaitu:
1) Pembiayaan rutin, Pembiayaan rutin adalah biaya (anggaran) yang
harus dikeluarkan secara rutin dan pasti dari tahun ke tahun, seperti gaji
pegawai (guru dan non-guru), biaya operasional, biaya pemeliharaan
gedung, fasilitas dan alat pengajaran.
2) Pembiayaan pembangunan, Pembiayaan pembangunan misalnya
biaya pembelian atau pengembangan tanah, pembangunan gedung,
perbaikan gedung, penambahan furniture, dll.
Selain penggunaan dua macam dana di atas, ada satu lagi yang harus
dialokasikan, yaitu anggaran untuk kebutuhan atau kepentingan sosial,
baik bantuan sosial ke dalam maupun ke luar. Bantuan ke dalam dapat
berupa dana untuk warga sekolah sendiri. Sementara itu, bantuan sosial ke
luar seperti untuk bencana alam, perayaan HUT RI, permohonan
sumbangan dari luar, dan sebagainya.

D. Evaluasi Keuangan Sekolah atau Madrasah


Tahap evaluasi anggaran dimaksudkan untuk melihat efektivitas
anggaran dalam membiayai berbagai kegiatan dan aktivitas yang ada.
Evaluasi bukan dimaksudkan untuk menemukan gagasan baru atau
mekanisme keuangan, tetapi untuk menganalisis hasil dan melakukan
perbaikan gagasan pada periode berikutnya, terutama yang berkenaan
dengan peserta didik, program pengajaran, dan personalia. (Jones:1985)

73
BAB XII
PEMBAHASAN
UPAYA MENINGKATKAN KUALITAS PENDIDIKAN MELALUI
MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH, MANAJEMEN MUTU
PENDIDIKAN, DAN AKREDITASI INSTITUSI PENDIDIKAN

A. Manajemen Berbasis Sekolah


Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) juga sebagai suatu pendekatan dalam
upaya meningkatkan mutu pendidikan dari berbagai sudut pandang. Salah satu
model yang banyak digunakan di negara-negara yang telah menerapkan MBS
adalah dengan melibatkan masyarakat secara intensif. Bukan hanya karena
pemerintah mulai bangkrut untuk membiayai pendidikan warganya, melainkan
karena masyarakat memiliki kekuatan yang besar dalam meningkatkan kualitas
pendidikan.

B. Pengertian Manajemen Berbasis Sekolah


Manajemen Berbasis Sekolah atau School-Based Management merupakan
strategi untuk mewujudkan sekolah yang efektif dan produktif. MBS merupakan
paradigma baru manajemen pendidikan, yang memberikan otonomi luas pada
sekolah, dan pelibatan masyarakat dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional.
Otonomi diberikan agar sekolah memiliki keleluasaan dalam mengelola sumber
daya, sumber dana, sumber belajar dan mengalokasikannya sesuai prioritas
kebutuhan, serta lebih tanggap terhadap kebutuhan setempat.
Manajemen Berbasis Sekolah juga dapat dikatakan sebagai suatu bentuk
manajemen dimana pemerintah memberikan otonomi atau tanggung jawab yang
lebih besar kepada pihak sekolah untuk dapat merencanakan hingga mengelola
kegiatan pendidikannya, dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan
dengan melibatkan seluruh tenaga di sekolah sekaligus masyarakat sekitar secara
mandiri dan terbuka.
Neal mengemukakan suatu definisi yang cukup lengkap dan menyeluruh
tentang Manajemen Berbasis Sekolah sebagai berikut. "School-Based Management
is a research based, committed, structured, and decentralized method of operating
the school district within understood parameters and staff roles to maximize
resource effectiveness by transferring the preponderant share of the entire school
system’s budget, along with corresponding decision-making power, to the local
schools on an equitable lump-sum basis, based upon a differentiated per pupil
allocation to be spent irrespective of source in the best interests of the students in

74
those schools according to a creative local school plan and local school budget
developed by the principal collaboratively with trained staff, parents and students
as stake holders, approved by the superintendent; such plans being designed to
achieve approved goals of improving education by placing accountability at the
individual school, and evaluated more by results than by methodology".
Jika definisi tersebut dianalisis secara bebas, maka dapat diambil beberapa
intisari sebagai berikut :
1. Manajemen Berbasis Sekolah adalah sekolah yang pengoperasiannya
berdasarkan penelitian, komitmen, sistem tertentu, dan menggunakan
metode desentralisasi terhadap daerah dengan batasan-batasan yang
jelas dan peran staf yang dipahami oleh warga sekolah, untuk
memaksimalkan efektivitas pendanaan dan penggunaan sumber daya.
2. Pendanaan pendidikan sebagian besar dikelola oleh sekolah masing-
masing melalui sistem Rencana Anggaran dan Pendapatan Belanja
Sekolah (RAPBS), sejalan dengan pemberian kewenangan untuk
mengambil keputusan pada setiap sekolah.
3. Alokasi anggaran diberikan dalam bentuk lump-sum (blok keseluruhan,
tidak dirinci) secara adil, berdasarkan alokasi per peserta didik yang
berbeda (misalnya untuk SD, SLTP, SMA, dan SMK serta SLB masing-
masing perhitungannya berbeda), tidak peduli dari sumber mana pun,
yang penting untuk kepentingan peserta didik di sekolah tersebut.
4. Alokasi diberikan sesuai perencanaan dan anggaran sekolah yang dibuat
oleh kepala sekolah bersama staf (guru) yang sudah terlatih, orang tua,
dan peserta didik sebagai stakeholders serta disetujui oleh Dinas
Pendidikan.
5. Perencanaan yang dibuat sekolah tersebut dirancang untuk mencapai
tujuan perbaikan mutu pendidikan yang disepakati bersama.
6. Akuntabilitas diberlakukan bagi masing-masing sekolah.
7. Evaluasi lebih pada hasil, bukan pada metodologi atau proses.

C. Konsep Manajemen Berbasis Sekolah


Dalam sejarahnya, konsep manajemen berbasis sekolah muncul pertama
kali di Amerika Serikat. Saat itu, banyak masyarakat yang memprotes tentang
penyelenggaraan pendidikan yang ada pada saat itu, karena sistem
pendidikannya yang dianggap kurang sesuai dengan harapan peserta didik
untuk terjun ke dunia usaha. Selain itu, sistem pendidikan yang ada juga
dianggap kurang memberikan hasil yang maksimal terkait kemampuan untuk
bersaing di dunia usaha secara kompetitif. Akibatnya, munculah konsep
manajemen berbasis sekolah yang merupakan wujud dari reformasi pendidikan
yang ada saat itu dengan melakukan pemberdayaan sekolah untuk
meningkatkan kualitas pendidikan nasional.

75
Pada sistem Manajemen Berbasis Sekolah, sekolah memiliki “full
authority and responsibility” dalam menetapkan program-progam pendidikan
dan berbagai kebijakan sesuai dengan visi, misi, dan tujuan pendidikan. Untuk
mewujudkan visi, misi, dan tujuan tersebut, sekolah dituntut untuk menetapkan
berbagai program dan kegiatan, menentukan prioritas, mengendalikan
pemberdayaan berbagai potensi sekolah dan lingkungan sekitar, serta
mempertanggungjawabkannya kepada masyarakat dan pemerintah.
Dalam Manajemen Berbasis Sekolah, semua kebijakan dan program
sekolah ditetapkan oleh Komite Sekolah dan Dewan Pendidikan. Badan ini
merupakan lembaga yang ditetapkan berdasarkan musyawarah dari pejabat
daerah setempat, komisi pendidikan pada dewan perwakilan rakyat daerah
(DPRD), pejabat pendidikan daerah, kepala sekolah, tenaga kependidikan,
perwakilan orang tua peserta didik, dan tokoh masyarakat. Lembaga inilah
yang menetapkan segala kebijakan Sekolah berdasarkan ketentuan-
ketentuan tentang pendidikan yang berlaku. Selanjutnya, komite sekolah perlu
merumuskan dan menetapkan visi, misi, dan tujuan sekolah dengan berbagai
implikasinya terhadap program-program kegiatan operasional untuk mencapai
tujuan sekolah.
Manajemen Berbasis Sekolah memiliki tujuan yang bermuara pada lima
hal, diantaranya yaitu :
1. Meningkatkan mutu pendidikan dalam mengelola dan inisiatif sekolah
dalam mengelola dan memberdayakan sumber daya yang tersedia
2. Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam
penyelenggaraan pendidikan melalui pengambilan keputusan
3. Meningkatkan tanggung jawab sekolah kepada orang tua masyarakat
dan pemerintah tentang mutu sekolah
4. Meningkatkan kompetisi yang sehat antar sekolah untuk pencapaian
mutu pendidikan yang diharapkan
5. Memberdayakan potensi sekolah yang ada agar menghasilkan lulusan
yang berhasil guna dan berdaya guna

D. Prinsip dalam Menerapkan Manajemen Berbasis Sekolah


Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2021 Tentang Standar
Nasional Pendidikan pasal 27 disebutkan bahwa perencanaan, pelaksanaan, dan
pengawasan kegiatan pendidikan anak usia dini dan Jenjang Pendidikan dasar dan
menengah menerapkan manajemen berbasis sekolah yang ditunjukkan dengan
kemandirian, kemitraan, partisipasi, keterbukaan, dan akuntabilitas.
Manajemen berbasis sekolah dapat diartikan sebagai model pengelolaan yang
memberikan otonomi dan fleksibilitas kepada sekolah sekaligus mendorong
partisipasi warga sekolah (guru, peserta didik, kepala sekolah, karyawan) secara

76
langsung untuk meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan
nasional serta peraturan undang-undang yang berlaku.
Implementasi MBS antara lain bertujuan untuk meningkatkan, meningkatkan
kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan,
meningkatkan tanggung jawab kepala satuan pendidikan, meningkatkan kompetisi
sehat antar satuan pendidikan, serta meningkatkan efisiensi, relevansi, dan
pemerataan pendidikan di daerah. Terdapat 5 (lima) prinsip pelaksanaan MBS
antara lain:
1. Kemandirian
Sekolah yang mandiri dapat diartikan sebagai sekolah yang mampu
menyelesaikan segala permasalahan tanpa terlalu mengandalkan campur
tangan dari pemerintah pusat. Sekolah diharapkan dapat berupaya
menciptakan dan meningkatkan situasi, kondisi, dan budaya kemandirian
melalui berbagai cara seperti mengembangkan unit-unit usaha sekolah,
membangun kerja sama dengan pihak lain dalam bidang komersial, dan
upaya-upaya lain untuk meningkatkan pemasukan pendanaan dan
peningkatan program sekolah.

2. Kemitraan
Prinsip kemitraan adalah suatu bentuk kerja sama antara sekolah dengan
para pemangku kepentingan. Esensi kemitraan pada dasarnya adalah untuk
meningkatkan keterlibatan, kepedulian, kepemilikan, dan dari masyarakat
baik berupa dukungan moral, pemikiran, tenaga, material, maupun finansial.
Bentuk kemitraan yang dapat dilakukan dapat disesuaikan dengan kondisi dan
kebutuhan sekolah sesuai kategori sekolah. Pastikan kemitraan yang terjalin
saling menguntungkan dan bersifat sejajar.

3. Partisipasi
Partisipasi dapat dimaknai sebagai keterlibatan para pemangku
kepentingan secara aktif. Konteks partisipasi dalam implementasi MBS antara
lain dalam hal pengambilan keputusan, pembuatan kebijakan, perencanaan,
pelaksanaan, dan pengawasan pendidikan di sekolah. Tujuan utama
peningkatan partisipasi antara lain untuk meningkatkan kontribusi,
memberdayakan kemampuan pemangku kepentingan, meningkatkan peran
pemangku kepentingan, dan menjamin agar setiap keputusan yang diambil
mewakili aspirasi pemangku kepentingan. Upaya peningkatan partisipasi di
satuan pendidikan dapat diwujudkan melalui penyediaan sarana partisipasi,
advokasi, publikasi sekaligus transparansi terhadap pemangku kepentingan.

4. Keterbukaan

77
Sebagai lembaga pendidikan formal yang memberikan pelayanan
pendidikan kepada masyarakat, maka prinsip keterbukaan sangat penting
diimplementasikan. Keterbukaan dapat membangun kepercayaan publik
terhadap program-program yang dijalankan oleh sekolah. Upaya yang dapat
dilakukan oleh satuan pendidikan untuk membangun keterbukaan kepada
publik yaitu dengan mendayagunakan berbagai jalur komunikasi yang
tersedia untuk menyampaikan berbagai program yang akan dijalankan serta
menyampaikan laporan dari setiap program yang telah berjalan.

5. Akuntabilitas
Akuntabilitas merupakan prinsip yang sangat penting dijalankan oleh
sekolah. Akuntabilitas memiliki arti suatu keadaan dimana suatu hal dapat
dipertanggungjawabkan. Upaya peningkatan akuntabilitas dapat dilakukan
dengan menyusun pedoman pemantauan kinerja satuan pendidikan,
menyusun rencana pengembangan sekolah, memberikan tanggapan terhadap
pertanyaan dan pengaduan publik.

E. Manajemen Mutu Pendidikan


Mutu pendidikan adalah faktor kunci untuk meningkatkan Mutu bisnis, dan
karena itu memperkuat keunggulan kompetitif. Akses ke pendidikan dan
pendidikan bermutu harus dianggap sebagai kebutuhan dan hak yang saling
bergantung dan tidak terpisahkan. Pendidikan juga merupakan sarana yang sangat
strategis dalam melestarikan sistem nilai yang berkembang dalam kehidupan.

F. Pengertian Manajemen Mutu Pendidikan


Dalam kamus besar bahasa Indonesia mutu merupakan (ukuran) baik buruk
suatu benda, taraf atau derajat (kepandaian, kecerdasan, dan sebagainya.), kualitas.
Secara terminologi istilah mutu memiliki pengertian yang cukup beragam,
mengandung banyak tafsir dan pertentangan. Hal ini disebabkan karena tidak ada
ukuran yang baku tentang mutu itu sendiri. Sehingga sulit kiranya untuk
mendapatkan sebuah jawaban yang sama, apakah sesuatu itu bermutu atau tidak.
Mutu atau Quality sesungguhnya merupakan sebuah konsep yang kontradiktif
sebab disatu sisi mutu dapat diartikan sebagai konsep yang absolute dan disisi lain
juga dapat diartikan sebagai konsep relative. Mutu tidak terjadi begitu saja, ia harus
direncanakan. Mutu harus menjadi bagian penting dari strategi institusi dan didekati
secara sistematis dengan menggunakan proses strategis.
Mutu pendidikan adalah konsep, dinamis multidimensi yang tidak hanya
mengacu pada model pendidikan, tetapi juga untuk misi kelembagaan dan

78
sasarannya, serta standar spesifik dari sistem, fasilitas, program atau acara. Teori
dan praktik pedagogis telah mencoba untuk menentukan mutu pendidikan. Dalam
pendidikan, hanya mungkin untuk menentukan mutu dengan membandingkan hasil
dan sasaran yang diberikan, atau membandingkannya dengan standar yang
ditetapkan sebelumnya. Manajemen mutu dalam konteks pendidikan juga dapat
diartikan sebuah cara atau metode meningkatkan performansi secara terus menerus
pada hasil atau proses di sebuah lembaga pendidikan dengan mendayagunakan
semua sumber daya manusia dan modal yang tersedia.
(Jurnal Manajemen Mutu Pendidikan. Mohamad Ahyar Ma'arif.
ejournal.unzah.ac.id )
Mutu yang dapat ditingkatkan dalam pendidikan adalah meliputi Input,
Proses, dan Output pendidikan. Input pendidikan adalah segala sesuatu yang harus
tersedia karena dibutuhkan untuk berlangsungnya proses. Sesuatu yang dimaksud,
berupa sumber daya dan perangkat lunak serta harapan-harapan sebagai pemandu
bagi berlangsungnya proses.
Tujuan utama Manajemen Mutu Pendidikan (Total Quality Management)
adalah meningkatkan mutu pendidikan secara berkelanjutan, terus menerus, dan
terpadu. Upaya peningkatan mutu pendidikan yang dimaksudkan tidak sekaligus,
melainkan dituju berdasarkan peningkatan mutu pada setiap komponen
pendidikan.

G. Prinsip Manajemen Mutu Pendidikan


Manajemen mutu dalam perkembangannya erat kaitannya dengan lahirnya
konsep TQM (Total Quality Management) serta tidak bisa dilepaskan dari
munculnya isu-isu kualitas pada berbagai bidang termasuk dalam bidang
pendidikan. Pelaksanaan konsep TQM dalam suatu organisasi atau lembaga perlu
ada perubahan besar dalam budaya dan sistem nilai organisasi tersebut. Perubahan
dan sistem nilai itu terjadi atas dasar prinsip-prinsip yang menjadi suatu acuan. Hal
ini dapat diuraikan beberapa prinsip utama dalam Total Quality Management. Para
pakar TQM memiliki perbedaan pendapat tentang rumusan dan aspek-aspek yang
menjadi prinsip pelaksanaan TQM walaupun pada dasarnya memiliki kesamaan-
kesamaan.

Menurut Bill Creech (2010) bahwa program TQM mempunyai empat prinsip
jika ingin sukses dalam penerapannya diantaranya yaitu :
A. Program TQM harus didasarkan pada kesadaran akan mutu dan berorientasi
pada mutu dalam semua kegiatannya sepanjang program, termasuk dalam setiap
proses dan hasil.

79
B. Program TQM harus mempunyai sifat kemanusiaan yang kuat dalam
memberlakukan karyawan atau pegawai, mengikutsertakannya dan memberinya
inspirasi.
C. Program TQM harus didasarkan pada pendekatan desentralisasi yang
memberikan wewenang di semua tingkat, terutama di garis depan, sehingga
antusiasme keterlibatan dan tujuan bersama menjadi kenyataan. Konsep ini sejalan
dengan amanat undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan
nasional yang menyatakan bahwa pembaharuan sistem pendidikan memerlukan
strategi tertentu, diantaranya adalah pelaksanaan otonomi manajemen pendidikan.
D. Program TQM harus diterapkan secara menyeluruh sehingga semua prinsip,
kebijakan dan kebiasaan mencapai setiap sudut dan celah organisasi.

Zulian Yamit (2004) mengemukakan enam prinsip dasar yang menjadi acuan
dalam TQM, yaitu :
a. Kesediaan manajemen dalam melibatkan seluruh pendukung organisasi.
b.Fokus pada pelanggan internal dan eksternal.
c. Melibatkan dan menggunakan secara efektif seluruh kekuatan organisasi.
d. Perbaikan secara terus-menerus atas bisnis.
e. Memperlakukan pelanggan sebagai partner.
f. Menetapkan keberhasilan kinerja proses.

Kid Sadgrove (1995) mengemukakan lima prinsip dalam program TQM


seperti berikut ini :
1. Fokus pada pelanggan
2. Mengerjakan secara benar
3. Komunikasi dan latihan
4. Ukur hasil yang dicapai dan dicatat
5. Kerjakan secara bersama

Sedangkan Azhar Arsyad (2005) melihat prinsip-prinsip TQM ke dalam lima


hal dengan menyebutnya lima tiang (pilar) yakni :
1. Membina tekad yang kuat dari pimpinan sampai tingkat paling bawah
dari seluruh jajaran yang ada untuk meningkatkan mutu.
2. Perbaikan proses, yaitu memperbaiki mutu secara bertahap dan terus-
menerus.
3. Pemberdayaan setiap orang dalam lembaga atau organisasi.
4. Membantu setiap orang untuk dapat melakukan pekerjaan dengan baik.
5. Berfokus pada pelanggan.

Beberapa prinsip TQM yang dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa


prinsip-prinsip TQM merupakan prinsip-prinsip yang dipakai dan dijadikan acuan

80
oleh setiap pimpinan organisasi atau lembaga di dalam melakukan gerakan
pemutuan (kualitas) guna meningkatkan mutu dalam lingkup organisasi yang
dipimpinnya. Selanjutnya prinsip-prinsip TQM tersebut penulis
menyederhanakannya menjadi antara lain : memperhatikan kepuasan pelanggan,
menghargai keberadaan karyawan atau pegawai (respect pada setiap orang),
menentukan keberhasilan kinerja dan melakukan perbaikan secara terus-menerus
atau berkesinambungan.

H. Karakteristik Manajemen Mutu Pendidikan


Karakteristik utama Manajemen Mutu Pendidikan meliputi yaitu :
1. Memfokuskan pada kepentingan pelanggan
2. Memiliki obsesi terhadap kualitas tinggi
3. Menggunakan pendekatan ilmiah dalam pengambilan keputusan
dan pemecahan masalah
4. Memiliki komitmen jangka panjang
5. Memerlukan kerjasama tim
6. Memperbaiki proses secara berkelanjutan
7. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan TQM
8. Memberikan kebebasan yang terkendali
9. Ada kesatuan tujuan
10. Ada keterlibatan dan pemberdayaan karyawan

Kesemuanya itu perlu dijadikan acuan dalam mengembangkan dan


mengimplementasikan TQM di lingkungan organisasi pendidikan. Keberhasilan
TQM sangat ditentukan oleh lima pilar penyangganya, yaitu: 1). Produk, 2)
proses, 3) organisasi, 4) kepemimpinan, dan 5) komitmen. Kelima pilar di atas
merupakan pondasi dasar bagi suatu organisasi jika menghendaki terwujudnya
mutu yang diharapkan dan kelimanya saling berhubungan dan tidak bisa hanya
dilakukan hanya satu atau dua pilar saja dalam penerapannya.

I. Akreditasi Institusi Pendidikan


Landasan dari akreditasi sebuah intitusi pendidikan yakni Undang-undang RI
Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Pasal 60 dan 61).
Undang-undang RI Nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen (Pasal 47)
Peraturan Pemerintah RI Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan (Pasal 86,87, dan 88). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI
Nomor 28 Tahun 2005 tentang Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi.

J. Pengertian Akreditasi Institusi Pendidikan

81
Pengertian Akreditasi Institusi Pendidikan Menurut KBBI, akreditasi adalah
pengakuan terhadap lembaga pendidikan yang diberikan oleh badan yang
berwenang setelah dinilai bahwa lembaga itu memenuhi syarat kebakuan atau
kriteria tertentu.
Akreditasi merupakan proses penilaian atau evaluasi mutu suatu institusi oleh
tim ahli (yang disebut asesor) yang berdasarkan pada standar mutu yang telah
ditetapkan. Akreditasi dilakukan atas instruksi dari badan independen di luar
institusi yang hasilnya berupa pengakuan terhadap suatu institusi telah memenuhi
standar yang ditetapkan. Akreditasi dilakukan secara berkala dan
berkesinambungan untuk menentukan apakah sebuah institusi layak beroperasi atau
tidak.
Maka dalam hal ini arti akreditasi sekolah adalah pengakuan dan penilaian
terhadap suatu lembaga pendidikan tentang kelayakan dan kinerja suatu lembaga
pendidikan yang dilakukan oleh Badan Akreditasi Nasional Sekolah / Madrasah
(BAN-S/M) yang kemudian hasilnya berbentuk pengakuan peringkat kelayakan.
Dengan demikian, hasil dari proses akreditasi institusi pendidikan tersebut
berupa pengakuan Terakreditasi atau Tidak Terakreditasi. Untuk sekolah yang
Terakreditasi diklasifikasikan ke dalam 3 kategori, yaitu:
1. Akreditasi A (Amat Baik) dengan rentang nilai 86 – 100
2. Akreditasi B (Baik) dengan rentang nilai 71 – 85
3. Akreditasi C (Cukup) dengan rentang nilai 56 – 70

Sedangkan jika nilai akreditasinya kurang dari 56, artinya sekolah tersebut
mendapat predikat Tidak Terakreditasi atau dengan kata lain tidak layak
mendapatkan predikat Terakreditasi.

K. Fungsi dan Tujuan Akreditasi Institusi Pendidikan


Menurut keputusan Mendiknas nomor 087/U/2002, akreditasi sekolah
bertujuan :
1. Memperoleh gambaran kinerja sekolah sebagai alat pembinaan,
pengembangan, dan peningkatan mutu; serta
2. Menentukan tingkat kelayakan suatu sekolah dalam
penyelenggaraan pelayanan pendidikan.

Dengan penjabaran tujuan di atas maka hasil akreditasi tersebut


berfungsi untuk :
1. Memberi gambaran tingkat kenerja sekolah sebagai alat
pembinaan, pengembangan, dan peningkatan mutu (efektivitas,
efisiensi, dan inovasi) pendidikan

82
2. Memberi jaminan kepada publik bahwa sekolah yang telah
terakreditasi dapat menyediakan layanan pendidikan sesuai
standar yang ditetapkan
3. Memberi layanan publik bahwa siswa akan mendapatkan
pelayanan pendidikan yang baik sesuai persyaratan standar
nasional

Selain fungsi di atas, akreditasi memiliki berbagai manfaat bagi


sekolah itu sendiri maupun instansi terkait. Beberapa manfaat adanya
akreditasi sekolah adalah sebagai:

1. Acuan dalam peningkatan mutu dan pengembangan sekolah /


madrasah; Umpan balik untuk memberdayakan dan
mengembangkan kinerja warga sekolah / madrasah dalam
rangka menerapkan visi, misi, tujuan, sasaran, strategi, dan
program sekolah / madrasah;
2. Motivasi agar sekolah / madrasah terus meningkatkan mutu
pendidikan secara terencana, bertahap, dan kompetitif di tingkat
kabupaten/kota, provinsi, nasional bahkan internasional;
3. Informasi bagi sekolah / madrasah untuk mendapatkan
dukungan dari masyarakat, pemerintah maupun sektor swasta
dalam hal profesionalisme, moral, tenaga, dan dana; serta
4. Acuan bagi lembaga lain dalam mempertimbangkan sekolah /
madrasah sebagai penyelenggara ujian nasional.

L. Syarat dan Standar Penilaian Akreditasi Institusi Pendidikan


Adapun sekolah / madrasah yang mengusulkan untuk diakreditasi harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. Memiliki surat keputusan pendirian atau operasional sekolah /
madrasah;
2. Memiliki peserta didik pada semua tingkatan kelas;
3. Memiliki sarana dan prasarana (sarpras) pendidikan;
4. Memiliki pendidik dan tenaga kependidikan (PTK);
5. Melaksanakan kurikulum yang berlaku; dan
6. Telah meluluskan peserta didik.

Namun untuk kategori sekolah tertentu, seperti SLB, sekolah satu atap,
sekolah di luar negeri, dan sekolah kerja sama, ditetapkan kebijakan akreditasi
yang berbeda dengan sekolah pada umumnya.
Dalam akreditasi, wajib bagi sekolah untuk memenuhi kriteria 8 Standar
Nasional Pendidikan (SNP) diantaranya yaitu :

83
1. Standar Isi.
Berhubungan dengan pelaksanaan dan pengembangan kurikulum.
2. Standar Proses.
Berhubungan dengan proses pelaksanaan pembelajaran.
3. Standar Kompetensi Lulusan. Berhubungan dengan pencapaian standar,
hasil belajar peserta didik.
4. Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan.
Berhubungan dengan kualifikasi dan kompetensi tenaga pendidik.
5. Standar Sarana dan Prasarana. Berhubungan dengan infrastruktur
institusi pendidikan.
6. Standar Pengelolaan.
Berhubungan dengan pengelolaan seluruh elemen di institusi pendidikan.
7. Standar Pembiayaan Pendidikan. Berhubungan dengan anggaran
sekolah.
8. Standar Penilaian Pendidikan. Berhubungan dengan penilaian, analisis,
dan evaluasi hasil belajar peserta didik.
Indikator 8 SNP inilah yang menjadi tolak ukur akreditasi sekolah. Oleh
karena itu penting bagi tiap satuan pendidikan memiliki dokumen administrasi
dan bukti fisik sebagai bukti bahwa institusi pendidikan tersebut telah memenuhi
setiap elemen standarisasi.
Berkenaan dengan dokumen administrasi tersebut, kini sekolah dapat
mengoperasikannya ke dalam bentuk dokumen digital yang lebih praktis dan
tidak mudah rusak atau hilang dibandingkan dengan dokumen fisik. Keberadaan
dokumen digital ini sewaktu-waktu dapat dicetak dalam bentuk dokumen fisik,
yang selanjutnya dapat digunakan untuk keperluan akreditasi sekolah. Dengan
demikian pengelolaan dokumen dan bukti fisik untuk keperluan akreditasi
sekolah menjadi lebih mudah dan aman dari resiko rusak atau kehilangan.

84

Anda mungkin juga menyukai