Anda di halaman 1dari 12

INTEGRASI PjBL DALAM STEM EDUCATION

UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KREATIF


ILMIAH DAN BERPIKIR KRITIS ILMIAH

ABSTRAK
Pembelajaran di sekolah haruslah dapat melatih peserta didik agar
dapat siap menjalani kehidupan di masa yang akan datang dengan memiliki
keterampilan berpikir kreatif ilmiah dan berpikir kritis ilmiah. Salah satu
model pembelajaran yang mampu melatihkan keterampilan berpikir kreatif
dan kemampuan berpikir kritis adalah pembelajaran PjBL berbasis STEM.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi perkembangan ketrampilan
berpikir kreatif ilmiah dan berpikir kritis ilmiah dengan pembelajaran PjBL
berbasis STEM.
Jenis penelitian pre-experimental dengan desain penelitian one group
pre-test post-test design dilakukan pada sampel berjumlah 32 siswa kelas X
MIPA 6 di SMA Negeri 1 Yogyakarta. Untuk mengetahui peningkatan
kemampuan berpikir kreatif ilmiah dan berpikir kritis ilmiah setelah
pembelajaran PjBL berbasis STEM, digunakan analisis data hasil pre-test
dan post-test menggunakan normalized gain.
Hasil penelitian menunjukkan terdapat peningkatan kemampuan
berpikir kreatif ilmiah (0,69) dan berpikir kritis ilmiah (0,54) setelah
diterapkan pembelajaran PjBL berbasis STEM pada kategori sedang. Dari
hasil angket tanggapan siswa terhadap penerapan PjBL berbasis STEM
secara keseluruhan adalah sebesar 78,21%. Siswa menunjukkan respon
positif terhadap penerapan PjBL berbasis STEM dalam pembelajaran.

Kata Kunci: Pembelajaran PjBL Berbasis STEM, Keterampilan Berpikir


Kreatif Ilmiah, Keterampilan Berpikir Kritis Ilmiah.

PENDAHULUAN
Pada abad 21 ini, sains dan teknologi menjadi landasan yang penting
bagi kemajuan suatu bangsa. Sikap krisis, kreatif, kolaboratif, dan
komunikatif menjadi kecakapan yang utama dalam kehidupan di abad 21
ini. Pembelajaran di sekolah haruslah dapat melatih peserta didik agar dapat
siap menjalani kehidupan di masa yang akan datang. Pembelajaran saat ini
perlu mengikuti perkembangan zaman salah satunya dengan
mengintegrasikan Science, Technology, Engineering, dan Mathematics
(STEM). Keterkaitan antara sains dan teknologi maupun ilmu lain tidak
dapat dipisahkan dalam pembelajaran sains. STEM merupakan displin ilmu
yang berkaitan erat satu sama lain.Sains memerlukan matematika sebagai
alat dalam mengolah data, sedangkan teknologi dan teknikmerupakan
aplikasi dari sains. Pendekatan STEM dalam pembelajaran diharapkan dapat
menghasilkan pembelajaran yang bermakna bagi siswa melalui integrasi
pengetahuan, konsep, dan keterampilan secara sistematis. Beberapa manfaat
dari pendekatan STEM membuat siswa mampu memecahkan masalah
menjadi lebih baik, inovator, inventors, mandiri, pemikir logis, dan literasi
teknologi (Morrison dalam Stohlmann, Moore, & Roehrig, 2012, p. 29).
Pembelajaran sains dengan pendekatan STEM melatih peserta didik dalam
berpikir kritis dan kreatif, berkolaborasi dan berkomunikasi. Oleh karena itu
pembelajaran dengan pendekatan STEM mendukung tuntutan pendidikan
dalam menghadapi abad 21 yang juga merupakan target kompetensi di
dalam kurikulum 2013

Berdasarkan kurikulum 2013, kompetensi untuk Satuan Pendidikan


Dasar dan Menengah pada mata pelajaran fisika saat ini adalah siswa dapat
mengambil keputusan dalam menyelesaikan masalah pada kehidupan
dengan cara yang telah dikenal manusia melalui pertimbangan ilmiah yang
menghargai peran fisika dan mengetahui dampak teknologi di masa depan
untuk dirinya dan lingkungan. Maka sangat diperlukan proses pembelajaran
dalam kelas yang mendukung pembentukan pola pikir siswa dalam
menangani masalah dengan pertimbangan ilmiah. Kemampuan pemecahan
masalah sangat berkaitan dengan kemampuan berpikir kreatif dan kritis.
Salah satu prinsip pembelajaran adalah dari pendekatan tekstual menuju
proses sebagai penguatan penggunaan pendekatan ilmiah . Dengan
demikian, Keterampilan dalam proses berpikir pun harus sudah mulai
ilmiah sehingga muncul keterampilan berpikir kreatif ilmiah dan berpikir
kritis ilmiah.
Dalam kreatifitas ilmiah harus menggabungkan aspek kreativitas dan
sains, sehingga dalam mengukur kemampuannya diperlukan tes khusus
yang berbeda dengan kreativitas biasa. Menurut Hu dan Adey (2002) pada
jurnal A Science Creativity Test for Secondary Student menyebutkan tiga
dimensi yang perlu dimunculkan sebagai alat ukur dalam kreativitas ilmiah
yaitu produk, proses, dan sifat. Dimensi produk terdiri dari teknis,
pengetahuan ilmiah, fenomena ilmiah, dan masalah ilmiah. Dimensi aspek
proses terdiri dari pemikiran dan imajinasi. Dimensi sifat terdiri dari
fluency, flexibility, dan originality.
Sedangkan, keterampilan berpikir kritis yang diharapkan adalah siswa
berusaha untuk memberikan pemikiran yang masuk akal dalam memahami
dan membuat pilihan yang rumit, serta berusaha menyelesaikan
permasalahan yang dihadapinya secara mandiri, menyusun,
mengungkapkan, menganalisis dan menyelesaikan masalah. Indikator
dalam berpikir kritis berdasarkan Assessment of Critical Thinking Ability
(ACTA) (Brian White, 2011) dilihat dari 3 kemampuan berpikir kritis yaitu
Critical Thinking Ability 1) Mengintegrasikan pengetahuan yang saling
bertentangan ke dalam kesimpulan yang terpadu, Critical Thinking Ability
2) Merancang percobaan untuk menyelesaikan ambiguitas dalam
pengetahuan baru, dan Critical Thinking Ability 3) Memperkirakan
interpretasi lain dari pengetahuan tertentu
Salah satu model pembelajaran sains yang dapat membangun
ketrampilan berpikir kritis dan kreatif pada siswa pada kurikulum 2013
adalah Project Based Learning (PjBL). Pembelajaran ini berbasis proyek
yang merupakan model pembelajaran berpusat pada siswa dan memberikan
pengalaman belajar bermakna bagi siswa. Pengalaman belajar siswa
maupun perolehan konsep dibangun berdasarkan produk yang dihasilkan
dalam proses pembelajaran berbasis proyek. Pembelajaran berbasis proyek
lebih sesuai dalam pembelajaran interdisipliner karena secara alami
melibatkan banyak keterampilan akademik yang berbeda, seperti membaca,
menulis, dan matematika serta sesuai dalam membangun pemahaman
konseptual melalui asimilasi mata pelajaran yang berbeda (Capraro,
Capraro, Morgan, & Slough, 2013, p. 52), sehingga PjBL diharapkan dapat
membangun ketrampilan berpikir kritis ilmiah dan kreatif ilmiah pada
siswa.
Hasil penelitian Tseng et al., (2013, p. 87) mengungkapkan bahwa
PjBL terintegrasi STEM dapat meningkatkan minat belajar siswa,
pembelajaran menjadi lebih bermakna, membantu siswa dalam
memecahkan masalah dalam kehidupan nyata, dan menunjang karir masa
depan. Melalui pembelajaran STEM, siswa memiliki ketrampilan berpikir
dan kreatif sehingga dapat dijadikan bekal untuk hidup bermasyarakat dan
memecahkan permasalahan yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari
yang terkait dengan bidang ilmu STEM (Mayasari et al., 2014, p.376).
Rahmawati, (2018, p.25) mengungkapkan bahwa terdapat peningkatan
keterampilan berpikir kreatif ilmiah setelah diterapkan pembelajaran
berbasis proyek pada kategori sedang.
Dari paparan diatas maka pembelajaran dengan pendekatan STEAM
spectra-plus (Science, Technology, Engineering, Art and Mathematics)
dipilih sebagai pendekatan untuk membangun ketrampilan berpikir kritis
dan menggali kreativitas siswa yang bisanya tidak muncul pada
pembelajaran. Dengan pendekatan STEAM berbantuan spectra-plus
(Science, Technology, Engineering, Art and Mathematics) pada
pembelajaran fisika ini dapat merangsang kreativitas dan soft skills siswa,
sesuai ketrampilan abad 21.

METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimen dengan
desain One Group Pretest and Posttets dengan perlakuan yang diberikan
adalah pembelajaran PjBL berbasis STEM dengan membuat prototype
roket air yang memvariasikan bentuk/model/ukuran.
Populasi dalam penelitian ini adalah peserta didik kelas X MIPA
SMA Negeri 1 Yogyakarta, yang terdiri dari 280 peserta didik, sedangkan
sampelnya adalah kelas X-MIPA 6 dengan jumlah 32 peserta didik.
Penelitian dilaksanakan pada semester genap tahun pelajaran 2018/2019.
Instrumen yang digunakan pada penelitian adalah soal uraian untuk
menguji keterampilan berpikir kreatif ilmiah dan kritis ilmiah siswa sebelum
dan setelah dilakukannya pembelajaran, serta lembar observasi untuk
mengetahui keterlaksanaan dan tanggapan siswa terhadap pembelajaran
yang diterapkan. Instrumen penelitian divalidasi oleh dua guru Fisika SMA
Negeri 1 Yogyakarta dengan hasil validasi bahwa instrumen yang
digunakan valid.
Prosedur penelitian meliputi tahap perencanaan, tahap pelaksanaan
dan tahap akhir. Tahap perencanaan yaitu pembuatan Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) dan Lembar Kerja Siswa (LKS) PjBL STEM, soal.
Tahap pelaksanaan dengan memberikan perlakuan pembelajaran PjBL
berbasis STEM. Sedangkan tahap akhir dengan melakukan analisis data,
pembahasan dan menarik kesimpulan penelitian.
Teknik pengolahan data dilakukan dengan pemberian skor dahulu
untuk setiap soal uraian pada setiap aspek kreatif ilmiah dan kritis ilmiah.
Pemberian skor kreatif ilmiah disesuaikan dengan rubrik yang mengacu
pada instrumen test kreativitas ilmuah yang ditulis oleh Hu dan Adey.
Tabel. 1 Rubrik Pemberian Skor Pada Penilaian Ketrampilan berpikir
Kreatif Ilmiah.
No Aspek KBK Pedoman Penilaian
1. Fluency menjumlahkan setiap jawaban siswa, setiap satu
(Kelancaran) jawaban siswa diberikan skor 1.
2. Flexibility menjumlahkan setiap jawaban siswa dari sudut
(Keluwesan) pandang yang berbeda, setiap satu jawaban
diberikan skor 1.
3. Originality jika jawabannya sama dengan 5% siswa di kelas
(Orisinalitas) maka akan diberik skor 2, jika jawabannya sama
dengan 5%-10% jumlah siswa dikelas akan diberi
skor 1, dan jika jawaban siswa sama dengan lebih
dari 10% jumlah siswa di kelas atau sama dengan
contoh pada soal atau tidak menjawab maka akan
diberikan skor 0.
4. Fluency- : tidak menjawab soal diberikan skor 0, jika
Science menjelaskan desain yang dibuat namun tidak
Knowledge menghubungkannnya dengan konsep yang
dimaksud diberi skor 1, jika menjelaskan dengan 1
aspek konsep fisika diberi skor 2, jika menjelaskan
desain dengan 2 aspek konsep fisika diberi skor 3.

Pemberian skor kritis ilmiah disesuaikan dengan rubrik yang mengacu pada
kriteria ACTA (Assesmen of Critical Thingking Ability).
Tabel. 2. Perbedaan Tingkatan Dari Masing-Masing Kemampuan Berpikir
Kritis Ilmiah.
Level Critical ability 1 Critical ability 2 Critical ability 3 Skor
Level 1 : Tidak Tidak Tidak 1
Tidak ada menyebutkan menyebutkan menyebutkan
keterkaita data dalam secara spesifik data dari hasil
n atau argumen materi penelitian
keterlibata pembelajaran
n dengan
data sama
sekali
Level 2 : Menyebutkan Mendesain Menyebutkan 2
Tidak data, tetapi sebuah studi data tetap tidak
melibatka mengambil itu khusus dalam melihat bahwa
n data pada nilai mengatasi ada
secara nominal penyebab yang kemungkinan
kritis tidak jelas atau interpretasi lain
studi yang
belum jelas
terhadap
penyebab
tertentu
Level 3 : Menyebutkan Menjelaskan Menggunakan 3
Menganali alternatif studi tertentu data yang
sa data penjelasan dari yang membahas spesifik dalam
kritis, data atau penyebabnya berdebat karena
termasuk kelemahan secara spesifik adanya
setidaknya dalam studi penyebab
satu dengan konteks perbedaan dari
ambiguitas membangun salah satu yang
argumen untuk mereka pilih
salah satu
penyebab
Level 4 : Membahas Menggambarkan Menggunakan 4
Kritis semua tiga studi eksperimen data dari ketiga
menganali dalam konteks untuk mengatasi studi dalam
sis semua membangun semua masalah berdebat untuk
data. sebuah kasus yang diangkat penyebab
untuk salah satu dalam perbedaan dari
penyebab kemampuan salah satu yang
mereka pilih

Peningkatan keterampilan berpikir kreatif ilmiah dan kritis ilmiah


diperoleh dengan mengolah skor rata-rata pre-test dan skor rata-rata post-
test siswa dengan mengunakan normalized gain. Nilai normalized gain
dihitung dengan menggunakan persamaan (1) gain normal < g> sebagai
berikut:
Nilai Posttest−Nilai Pretest
N−Gain ( N ) =
Nilai Maksimal−Nilai Pretest
Tabel. 3. Kriteria gain Normalisasi

Gain normal (g) Kriteria


(<g>) ≥ 0.7 Tinggi
0.3 < (<g>) < 0.7 Sedang
(<g>) < 0.3 Rendah

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


Peningkatan Ketrampilan Berpikir Ilmiah Siswa

Data hasil test ketrampilan berpikir kreatif peserta didik dihitung


nilai normalized gainnya. Hasil perhitungan nilai rata-rata dan normalized
gain untuk keterampilan berpikir kreatif ilmiah siswa seperti pada tabel 4.

Tabel.4. Nilai Rata –rata keterampilan berpikir kreatif ilmiah


Pre-Test Post-Test Gain N-gain Kategori
4,04 7,25 3,20 0,65 sedang

Berdasarkan Tabel 4, jika diperhatikan terlihat hasil tes ketrampilan


berpikir kreatif ilmiah memiliki rata-rata pre-test sebesar 4,04 dan nilai
rata-rata post-test sebesar 7,25 , hal ini menunjukkan ada peningkatan yang
signifikan pada ketrampilan berpikir kreatif dengan skor gain 3,20 dan skor
gain ternormalisasi sebesar 0,65 dengan kategori sedang.
Kemampuan peserta didik dalam berpikir kreatif ilmiah ini ditinjau
dari aspek berpikir kreatif ilmiah dapat dilihat dalam pada Tabel 5.
Tabel.5. Peningkatan tiap aspek keterampilan berpikir kreatif ilmiah
Aspek Pre-Test Post-Test Gain N-gain Kategori
Fluency
1,25 1,93 0,68 0,89 Tinggi
(Kelancaran)
Flexibility
1,13 2,13 1 0,53 Sedang
(Keluwesan)
Originality
0,78 1,50 0,72 0.59 Sedang
(Orisinalitas)
Fluency-Science
0,84 1,71 0,87 0,40 Sedang
Knowledge
Perkembangan keterampilan berpikir kreatif ilmiah peserta didik
aspek kelancaran memiliki skor nilai kenaikan paling signifikan dengan skor
N-Gain (<g>) pada 0,89 dengan kategori tinggi. Tetapi di sisi lain,
peningkatan terendah terjadi pada aspek Fluency-Science Knowledge
(0,40). Hal ini tampak dari hasil post-test, sebagian besar siswa masih
belum bisa menghubungkan desain yang mereka buat dengan konsep syarat
materi yang dipelajari. Pada aspek Flexibility dan Originality keduanya
mengalami peningkatan pada kategori sedang. Hal ini dikarenakan saat
dilakukan pre-test, banyak siswa yang membiarkan jawaban dari pertanyaan
yang diberikan kosong, atau tidak jelas sehingga tidak terbayang mengenai
penyelesaian kasus pada momentum dan tumbukan, namun setelah
dilakukan treatment pembelajaran dengan dilatihkan menggunakan LKS
yang diberikan, siswa dapat memberikan jawaban alternatif. Pada aspek
Originality saat diberikan pre-test banyak siswa yang memberikan jawaban
desain yang sama dengan contoh gambar yang berada pada soal, namun
tidak memberhatikan detail bentuk dan ukuran . Namun setelah dilakukan
pembelajaran menggunakan pembelajaaran berbasis proyek, jawaban yang
diberikan pada post-test sudah memenuhi kategori desain yang diberikan
sejenis dengan desain yang ada pada soal namun diberikan ada beberapa
detail yang belum sesuai dengan ketentuan.

Peningkatan Ketrampilan Berpikir Kritis Ilmiah Siswa

Hasil perhitungan nilai rata-rata dan normalized gain untuk


keterampilan berpikir kritis ilmiah siswa seperti pada tabel 6.

Tabel.6. Nilai Rata –rata keterampilan berpikir kritis siswa


Pre-Test Post-Test Gain N-gain Kategori
1,34 2,78 1,43 0,54 sedang

Berdasarkan Tabel 6, terlihat hasil tes ketrampilan berpikir kritis


ilmiah memiliki rata-rata pre-test sebesar 1,34 dan nilai rata-rata post-test
sebesar 2,78, hal ini menunjukkan ada peningkatan yang signifikan pada
ketrampilan berpikir kreatif dengan skor gain 1,43 dan skor gain
ternormalisasi sebesar 0,54 dengan kategori sedang.
Kemampuan peserta didik dalam berpikir kritis ilmiah ini ditinjau
dari aspek berpikir kreatif ilmiah dapat dilihat dalam pada Tabel 7.
Tabel.7. Peningkatan tiap aspek keterampilan berpikir kritis ilmiah
Aspek Pre-Test Post-Test Gain N-gain Kategori
Critical ability 1 1,46 3,18 1,71 0,68 Sedang
Critical ability 2 1,28 2,56 1,28 0,47 Sedang
Critical ability 3 1,28 2,59 1,31 0,48 Sedang

Dari hasil tes ketrampilan berpikir kritis di peroleh bahwa pada


aspek Critical ability 1 yaitu mengintegrasikan pengetahuan yang saling
bertentangan ke dalam kesimpulan yang terpadu mengalami peningkatan
sebesar 0,68 dengan kategori sedang. Sebagian besar siswa sudah dapat
menjawab dengan benar dan menyebutkan data dan juga sudah ada yang
mampu menjelaskan tentang konsep materi yang di pelajari yaitu
Momentum Impuls dan Tumbukan.

Pada aspek Critical ability 2 yaitu kemampuan merancang percobaan


untuk menyelesaikan ambiguitas dalam pengetahuan baru, berdasarkan
Tabel 7 terdapat peningkatan hasil pembelajaran berada pada kategori
sedang. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar siswa pada kasus ini
dapat menjelaskan dengan mendesain sebuah studi khusus untuk
meyakinkan pendapat mereka adalah benar, dan sudah ada yang mampu
untuk menggunakan analogi dalam pembuktian argumen mereka.

Dan aspek Critical ability 3 yaitu kemampuan memperkirakan


interpretasi lain dari pengetahuan tertentu mengalami peningkatan 0,48 yang
dikategorikan sedang setelah melakukan treatment . Pada hasil post-test
yang memiliki rata-rata 2,59 menunjukkan bahwa siswa telah mampu
menghubungkan konsep-konsep dengan desain yang mereka buat tetapi
belum memperhitungkan adanya kemungkinan interpretasi lain.
Tanggapan Siswa Terhadap PjBL Berbasis STEM

Untuk mengetahui tanggapan siswa terhadap penerapan pembelajaran


PjBL berbasis STEM digunakan angket skala sikap. Tanggapan siswa
terhadap pembelajaran diberikan setelah tahapan PjBL berbasis STEM
selesai seluruhnya. Distribusi pernyataan angket tanggapan siswa terhadap
pembelajaran terbagi ke dalam empat indikator yaitu senang dan memberi
motivasi lebih dengan penerapan model; membantu memahami,
membentuk sikap kreatif, merasa senang dalam berkelompok; serta
mempunyai keinginan untuk menggunakan kembali model pembelajaran
tersebut. Pemberian angket tentang penerapan PjBL berbasis STEM
bertujuan untuk mengumpulkan data tanggapan siswa terhadap model
pembelajaran tersebut, sehingga diperoleh kecenderuangan atau arah sikap
siswa setelah pembelajaran selesai dilaksanakan. Skala sikap yang
digunakan terdiri atas 15 butir pernyataan positif.
Persentase rata-rata tanggapan siswa pada tiap indikator
pernyataannya. Rincian persentase tanggapan siswa tersebut yaitu sebesar
78,46 % siswa merasa senang, dan termotivasi belajar dengan PjBLberbasis
STEM; sebesar 76,85% berpendapat bahwa penerapan PjBL berbasis
STEM dapat membantu memahami materi pembelajaran, membentuk sikap
kreatif; sebesar 80,48% siswa merasa senang dengan kegiatan dalam
kelompoknya, serta 77,65% siswa mempunyai keinginan untuk mengikuti
kembali pembelajaran PjBL berbasis STEM pada materi lain. Sehingga
rata-rata skor tanggapan siswa terhadap penerapan PjBL berbasis STEM
secara keseluruhan adalah sebesar 78,21% siswa . Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa siswa hampir seluruh siswa merasa senang terhadap
penerapan PjBL berbasis STEM selama kegiatan penelitian.

PENUTUP
Hasil data menunjukkan peningkatan keterampilan berpikir kreatif
ilmiah dan berpikir kritis ilmiah berada pada kategori sedang. Berdasarkan
hasil data penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa
penerapan PjBL berbasis STEM pada pembelajaran Fisika materi
Momentum Impuls dan tumbukan untuk peserta didik SMA mampu
meningkatkan ketrampilan berpikir kreatif ilmiah dan kritis ilmiah peserta
didik secara signifikan dengan skor gain normal yang dinormalisasi pada
materi yang dipelajari. Rata-rata skor tanggapan siswa terhadap penerapan
PjBL berbasis STEM secara keseluruhan adalah sebesar 78,21%. Siswa
menunjukkan respon positif dan senang terhadap penerapan PjBL berbasis
STEM.

DAFTAR PUSTAKA
Arends, R. (2012). Learning to teach (9th Editio). New York: The McGraw-
Hill Companies, Inc.
Becker, K. & Park, K. 2011. Effects of integrative approaches among
science, technology, engineering, and mathematics (STEM) subjects
on students’ learning: A preliminary meta-analysis. Journal of STEM
Education: Innovations and Research, 12, 23-36.

Blackley, S., Rahmawati, Y., Fitriani, E., Sheffield, R., & Koul, R. 2018.
Using a makerspace approach to engage Indonesian primary students
with STEM. Issues in Educational Research, 28(1), 18-42.

Bybee, R. W. (2013). The case for STEM education: Challenges and


opportunity. Arlington, VI: National Science Teachers Association
(NSTA) Press.
Bybee, R. W., Powell, J. C., & Trowbridge, L. W. (2014). Teaching
secondary school science strategies for developing scientific literacy.
Harlow, UK: Pearson.
Capraro, R. yr., Capraro, M. M., Morgan, J. R., & Slough, S. W. (2013).
STEM ProjectBased Learning: An Integrated Science,
Technology, Engineering, and
Mathematics (STEM) Approach. STEM Project-Based Learning an
Integrated Science, Technology, Engineering, and Mathematics
(STEM) Approach. http://d0i.org/10.1007/978-94-6209-143-6
Chin, C., & Chia, L. 2004. Implementing project work in biology through:
Problem based learning. Journal of Biological Education, 38(2), 69-
75. https://dx.doi.org/10.1080/00219266.2004.9655904
Depdikbud. 2016. Permendikbud No. 22. (2016). Tentang Standar Proses
Pendidikan Dasar dan Menengah.
Djemari, M. 2012. Pengukuran Penilaian & Evaluasi Pendidikan.
Yogyakarta: Nuha Litera.
Hake R R .1999. Analyzing Change/Gain Scores (Indiana: Indiana
University)
Harry Firman.2015. Pendidikan Sains Berbasis STEM. Bogor: Seminar
Nasional Pendidikan IPA dan PKLH Program Pascasarjana
Universitas Pakuan.
Han, S., Capraro, R., & Capraro, M. M. (2015). How science, technology,
engineering, and mathematics (STEM) project-based learning (PBL)
affects high, middle, and low achievers differently: The Impact of
student factors on achievement. International Journal of Science and
Mathematics Education, 13(5), 1089— 1113.
http://d0i.org/10.1007/s10763-0149526-0
Hu, W., Adey, P. (2002). A Scientific Creativity Test for Secondary School
Students. International Journal of Science Education:. 389-403.
Kandi, 2018. Unit Pembelajaran STEM Fisika SMA Purwarupa Perahu
Layar.
Mayasari, T., Kadorahman, A., & Rusdiana, D. (2014). Penga111h
pembelajaran terintegrasi science, technology, engineering, and
mathemathics (STEM) pada hasil belajar peserta didik: Studi meta
analisis, Prosiding Semnas Pensa VI "Peran Literasi Sains" (1).371-
377). Surabaya: UNESA
National STEM Education Center (2014). STEM education network manual.
Bangkok: The Institute for the Promotion of Teaching Science and
Technology (IPST).
NEA. (2016). An Educater’s Gouide to the Four Cs. Citing Internet sources
URL http://www.nea.org/tools/52217.htm
Permendikbud. (2016). Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebuyaaan
Republik Indonesia No. 24 tahun 2016 Tentang Standar Kompetensi
untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta : Departemen
Pendidikan Nasional.
Rahmawati, (2018). Penerapan Pembelajaran Berbasis Proyek Untuk
Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Ilmiah Pada materi
Kesetimbangan Benda Tegar . Jurnal Wahana Pendidikan Fisika
(2018) Vol.3 No.2 : 25-30
Roberts, A. (2012). A justification for STEM education. Technology and
Engineering Teacher, 74(8), 1-5

Reeve, EM. (2015). STEM thinking! Technology and Engineering


Teacher(ÏTEEA), 74 (4), 8-16.
Reeve, E. M. (2013) Implementing science, technology, mathematics and
engineering (STEM) education in Thailand and in ASEAN. Bangkok:
Institute for the Promotion of Teaching Science and Technology
(IPST).
White, B., Stains, M., Escriu-Sune, M., Medaglia, E., Rostamnjad., Chinn,
C. Dan Sevian, H. (2011). A Novel Instrument for Assessing
Students’ Critical Thinking Abilities. Journal of College Science
Teaching 4(5).

Anda mungkin juga menyukai