PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembedahan merupakan salah satu tindakan lanjutan dari penanganan
kegawat daruratan sesuai dengan kondisi pasien. Pembedahan merupakan
tindakan pengobatan yang menggunakan teknik invasif dengan membuka atau
menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani melalui sayatan yang diakhiri
dengan penutupan dan penjahitan luka. Setiap tahun diperkirakan sebesar 234 juta
operasi yang dilakukan diseluruh dunia (Kementrian Kesehatan RI, 2011).
Prosedur pembedahan akan memberikan suatu reaksi emosional bagi pasien,
seperti kecemasan pre operasi. Kecemasan dapat menimbulkan adanya perubahan
secara fisik maupun psikologis yang akhirnya mengaktifkan saraf otonom
simpatis sehingga meningkatkan denyut jantung, tekanan darah, frekuensi nafas,
dan secara umum mengurangi tingkat energi pada pasien, dan akhirnya dapat
merugikan pasien itu sendiri karena akan berdampak pada pelaksanaan operasi.
Kecemasan yang dialami pasien dapat diakibatkan karena ketidaktahuan akan
pengalaman pembedahan serta prosedur pembedahan yang akan dijalani
(Muttaqin dan Sari, 2009).
Kecemasan adalah sumber energi yang tak dapat dipisahkan terkait dengan
perkembangan manusia dari bayi hingga kematian dan diperlukan untuk
pertumbuhan biologis dan emosional. Kecemasan tentang prosedur pembedahan
dapat tercermin dalam banyak psikologis gejala pada pra operasi. Data terbaru
melalui sebuah penelitian, menunjukkan tingkat prevalensi kecemasan ditemukan
berkisar antara 11% hingga 80% di kalangan orang dewasa pasien dan 62% pasien
menderita kecemasan pra operasi (Erci, 2014). Kecemasan yang dialami pasien
mempunyai berbagai macam alasan. Alasan tersebut adalah cemas menghadapi
ruangan operasi dan peralatan operasi, cemas menghadapi body image yang
berupa cacat anggota tubuh, cemas dan takut mati saat di bius, cemas bila operasi
gagal, cemas masalah biaya yang membengkak.
1
Salah satu faktor yang dapat menurunkan tingkat kecemasan pasien yaitu
dengan memberikan komunikasi terapeutik kepada pasien pre-operasi. Hal ini
berdasarkan teori yang diungkapkan Peplau, bahwa asuhan keperawatan yang
berfokus pada individu, perawat dan proses interaktif yang menghasilkan
hubungan antara perawat dan pasien. Berdasarkan teori ini pasien adalah individu
dengan kebutuhan perasaan, dan keperawatan adalah proses interpersonal dan
terapeutik, dimana perawat memiliki peran yang cukup penting dalam
mempengaruhi, menurunkan kecemasan dan meningkatkan kesehatan pasien
melalui proses komunikasi (Potter dan Perry, 2009).
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar
yang yang bertujuan untuk mengatasi masalah yang dihadapi klien. Komunikasi
terapeutik merupakan sarana dalam membawa hubungan antara perawat dan
pasien, dan dapat mempengaruhi penurunan tingkat kecemasan yang di alami
oleh pasien. Komunikasi terapeutik merupakan hubungan interpersonal antara
perawat dan klien, dalam hubungan ini perawat dan klien memperoleh
pengalaman belajar bersama dalam rangka memperbaiki pengalaman
emosional klien (Stuart, 2015).
Hasil penelitian Fitria (2016) menemukan komunikasi terapeutik
interpersonal perawat sangat efektif dalam menurunkan tingkat kecemasan pasien
pre operasi fraktur. Moewardi dengan hasil nilai signifikansi (ρ) sebesar 0,000.
Penelitian Warsini (2015) juga menemukan terdapat hubungan komunikasi
terapeutik dengan tingkat kecemasan pasien pre-operasi, dimana dari hasil uji
statistik dengan menggunakan kendal tau diperoleh nilai p-value=0,000.
Studi pendahuluan yang dilakukan di kamar operasi RSUD Toto Kabila,
diperoleh data jumlah tindakan operasi yang dilakukan selama tahun 2016
mencapai 439 tindakan dan selang waktu dari bulan januari sampai dengan
Desember 2017 jumlah pasien yang menjalani tindakan operasi sebanyak 560
pasien. Hasil wawancara dengan 5 orang pasien pre operatif diperoleh keterangan
bahwa sebelum tindakan operasi 3 diantaranya mengatakan bahwa perawat belum
2
memberikan informasi dengan menggunakan pendekatan yang baik atau secara
sadar sebelum tindakan pembedahan sementara 2 orang diantaranya mengatakan
bahwa perawat hanya memberikan informant consent sebelum dilakukan tindakan
operasi. Hasil wawancara juga diperoleh gambaran dari 5 orang pasien, 2
diantaranya mengalami cemas berat dan 3 orang mengalami cemas sedang.
Berdasarkan hasil observasi diperoleh gambaran bahwa sebagian besar
pasien pre operatif mengalami kecemasan yang bervariasi dari yang sedang
hingga berat sementara pelaksanaan komunikasi terapeutik pre operatif belum
optimal dilakukan oleh perawat. Hal ini yang kemudian mendorong penulis untuk
melakukan mini riset tentang efektivitas pemberian informasi tentang persiapan
operasi dengan pendekatan komunikasi terapeutik terhadap kecemasan pasien pre
operasi di RSUD Toto Kabila Kabupaten bone Bolango.
1.2 Tujuan Mini Riset
1.2.1 Tujuan Umum
Mini riset ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas pemberian informasi
tentang persiapan operasi dengan pendekatan komunikasi terapeutik terhadap
kecemasan pasien pre operasi di RSUD Toto Kabila Kabupaten bone Bolango.
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui kecemasan pasien sebelum pemberian informasi
tentang persiapan operasi dengan pendekatan komunikasi terapeutik.
2. Untuk mengetahui kecemasan pasien setelah pemberian informasi tentang
persiapan operasi dengan pendekatan komunikasi terapeutik.
3. Untuk menganalisis efektivitas pemberian informasi tentang persiapan
operasi dengan pendekatan komunikasi terapeutik terhadap kecemasan
pasien pre operasi.
3
1.3 Manfaat Penulisan
1.3.1 Manfaat Teoritis
Secara teoritis, hasil mini riset ini diharapkan dapat memberikan kontibusi
keilmuan khusus bagi pendidikan perawat dalam praktik pelayanan keperawatan
pada pasien pre operasi untuk menurunkan tingkat kecemasan.
1.3.2 Manfaat Bagi Pelayanan Keperawatan
Hasil mini riset ini diharapkan dapat digunakan oleh perawat pelaksana
khususnya di ruang bedah dan kamar operasi dengan melaksanakan pemberian
informasi dengan pendekatan komunikasi terapeutik sebagai salah satu prosedur
pre operatif untuk menurunkan tingkat kecemasan pasien.