1.1. Hasil
1.1.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Selatan.
Tilongkabila.
Pada mulanya bangunan Rumah Sakit Kusta Toto (RSKT) adalah merupakan
bangunan peninggalan Pemerintah Jepang yang oleh Jepang didirikan pada tahun
1942 dengan nama Bokuka (bahasa Jepang), yang artinya Gudang tempat perbekalan.
Pada waktu masa peralihan dari Pemerintahan Jepang atas usaha dari beberapa
anggota masyarakat daerah Kabupaten Gorontalo, yang diprakarsai oleh dr. Aloei
26
Saboe, gudang tersebut diminta dari Pemerintah Jepang untuk dijadikan tempat
penyakit Kusta.
dari keluarga dan masyarakat umum, oleh karena penyakit kusta terkenal sebagai
penyakit menular yang sangat berbahaya dan sangat ditakuti. Dari tahun ke tahun
makin lama jumlah penderita kusta makin bertambah dengan jumlah 305 orang,
penderita tersebut berasal dari Kabupaten Gorontalo maupun dari daerah luar
Kabupaten Gorontalo seperti Sulawesi Tengah dan Kabupaten Minahasa (pada saat
menampung penderita Kusta yang kemudian dikenal oleh masyarakat dengan sebutan
Rumah Sakit Kusta Toto karena berlokasi di Desa Toto, maka diberi nama Rumah
C. Visi, Misi, Motto, Falsafah, Tujuan dan Nilai RSUD Toto Kabila
Misi :
27
3. Mengelola seluruh sumber daya secara transparan, efektif, dan efisien, dan
akuntabel.
dan Profesionalitas”
dan Inovatif dengan didukung oleh Sumber Daya Manusia yang Handal dan
Profesional”
Sayang, Empati.
Ketenagaan :
Kontrak 27 orang.
orang.
28
4. Non Medis : PNS berjumlah 40 orang dan Kontrak 60 orang.
b. Rawat Inap : Ruang rawat inap Interna, Ruang rawat inap Bedah/ICU,
Ruang Nifas, Ruang rawat inap VIP, Ruang rawat inap Anak/NICU, Ruang
VK (Bersalin).
Radiologi.
29
4.1.2 Hasil Penelitian
1. Analisis Univariat
Variabel n %
Umur
> 25 tahun 46 47.4
< 25 tahun 51 52.6
Total 97 100
Masa Kerja
> 3 tahun 52 53.6
< 3 tahun 45 46.4
Total 97 100
berumur > 25 tahun ada 46 orang dengan persentase 47.4 %. Sedangkan untuk
responden yang umurnya < 25 tahun ada 51 orang dengan persentase 52.6 %. Untuk
responden yang masa kerjanya > 3 tahun ada 52 orang dengan persentase 53.6 %.
Sedangkan responden yang masa kerjanya < 3 tahun ada 45 orang dengan persentase
46.4 %.
30
Tabel 4.1. Distribusi sampel berdasarkan Pendidikan Perawat di RSUD
Pendidikan Jumlah %
n
S1 3 3.1
D3 92 94.8
SPK 2 2.1
Total 97 100
Berdasarkan analisis univariat maka didapatkan hasil bahwa responden yang
pendidikan akhir D3 berjumlah 92 orang dengan persentase 94.8 %, dan untuk tingkat
responden yang pernah ikut pelatihan dengan persentase 48.5 %. Sedangkan terdapat
31
Tabel 4.3. Distribusi sampel berdasarkan Motivasi Kerja di RUSD Toto
Kabila Kabupaten Bone Bolango
Motivasi Kerja Jumlah %
n
Cukup 77 79.4
Kurang 20 20.6
Total 97 100
Berdasarkan analisis univariat maka didapatkan hasil bahwa responden yang
memiliki motivasi kerja yang cukup terdapat 77 orang dengan persentase 79.4 % dan
terdapat 20 responden yang memiliki motivasi kerja yang kurang dengan persentase
20.6 %.
Tabel 4.4. Distribusi sampel berdasarkan Disiplin Kerja di RSUD Toto Kabila
responden yang cukup disiplin dengan persentase 95.9 % dan terdapat 4 responden
32
Tabel 4.5. Distribusi sampel berdasarkan Fasilitas Kerja di RSUD Toto kabila
Kepemimpinan Jumlah %
n
Ada Hubungan 69 71.1
Tidak Ada Hubungan 28 28.9
Total 97 100
Berdasarkan analisis univariat maka didapatkan hasil bahwa terdapat 69
persentase 28.9 %.
33
Tabel 4.7. Distribusi sampel berdasarkan Kinerja Perawat di RSUD Toto
Kinerja Jumlah %
n
Cukup 68 70.1
Kurang 29 29.9
Total 97 100
Berdasarkan analisis univariat maka didapatkan hasil bahwa terdapat 68
responden yang memiliki kinerja yang cukup dengan persentase 70.1 %. Di sisi lain
yang cukup ini dapat dinilai dari sikap atau tindakan perawat yang selalu melakukan
kinerjanya kurang dinilai dari kurang aktifnya sikap perawat dalam melakukan
34
2. Analisis Bivariat
Tabel 4.8. Hubungan Pendidikan Perawat dengan Kinerja Perawat di RSUD Toto
Kabila Kabiupateen Bone Bolango
masih kurang terdapat 27 orang dengan persentase 29.3 %. Dari hasil analisis ini
Tabel 4.9. Hubungan Pelatihan Kerja dengan Kinerja Perawat di RSUD Toto Kabila
Kabupaten Bone Bolango
35
Berdasarkan hasil analisis bivariat dengan menggunakan uji Chi square maka
didapatkan hasil bahwa responden yang belum atau tidak pernah ikut pelatihan
sebelumnya namun memiliki kinerja yang cukup baik terdapat 35 orang dengan
persentase 70.0 %, Dari hasil analisis ini didapatkan ρ Value yaitu 0.982.
Tabel 5.0. Hubungan Motivasi Kerja dengan Kinerja Perawat di RSUD Toto Kabila
Kabupaten Bone Bolango
didapatkan hasil bahwa terdapat 55 responden yang memiliki motivasi kerja yang
cukup baik dengan kinerja yang cukup pula, dengan persentase 71.4 %. Dari hasil
36
Tabel 5.1. Hubungan Disiplin Kerja dengan Kinerja Perawat di RSUD Toto Kabila
Kabupaten Bone Bolango
didapatkan hasil bahwa terdapat 65 orang responden yang cukup disiplin dengan
kinerja perawat yang cukup baik pula, dengan persentase 69.9 %. Dari hasil analisis
Tabel 5.2. Hubungan Fasilitas Kerja dengan Kinerja Perawat di RSUD Toto Kabila
Kabupaten Bone Bolango
didapatkan hasil bahwa terdapat 35 responden yang setuju bahwa fasilitas yang cukup
37
memadai ada kaitannya dengan kinerja perawat yang cukup baik pula, dengan
persentase 79.5 %.Dari hasil analisis ini didapatkan ρ Value yaitu 0.064.
Tabel 5.3. Hubungan Kepemimpinan dengan Kinerja Perawat di RSUD Toto Kabila
didapatkan hasil bahwa terdapat 49 responden yang setuju bahwa ada hubungan
antara kepemimpinan dengan kinerja perawat, dengan persentase 71.0 %. Dari hasil
38
1.2. Pembahasan
Dari hasil analisis tersebut terdapat sebuah perbedaan yang cukup signifikan
yaitu jumlah responden yang tingkat pendidikan akhirnya adalah D3 yang sangat
baik terdapat 65 orang dengan persentase yang cukup tinggi pula yaitu 70.7 % dan
yang kinerjanya masih kurang terdapat 27 orang dengan persentase 29.3 %. Hal ini
menunjukkan bahwa tingkat pendidikan yang cukup memadai dapat berpengaruh atau
paling tidak ada hubungannya dengan kinerja sebagai seorang perawat. Semakin
tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin baik pula kinerjanya. ρ Value yang
didapatkan dari hasil analisis adalah 0.001, yang menunjukkan adanya hubungan
antara dua variabel. Hal ini sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Notoatmodjo
(2002) yang menyatakan bahwa semakin baik atau tinggi tingkat pendidikan
seseorang maka akan semakin baik pula tindakan atau kinerjanya. Pendidikan
merupakan suatu dasar dari perilaku atau tindakan seseorang. Karena pendidikan itu
menjadi salah satu indikator yang menunjukkan kematangan ilmu seseorang. Ilmu
yang dimiliki seseorang tentu saja akan menjadi suatu modal yang berharga dalam
berkiprah di kehidupan sehari-hari. Apalagi jika ia adalah seorang pekerja yang terjun
dimiliki oleh seorang perawat. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka
39
2. Hubungan Pelatihan Kerja dengan Kinerja Perawat
Dari hasil analisis tersebut terdapat sedikit perbedaan antara jumlah responden
yang pernah mengikuti pelatihan yang kinerjanya cukup dengan responden yang
belum atau tidak pernah mengikuti pelatihan namun kinerjanya cukup baik. Masing-
masing dengan prosentase yang sedikit berbeda pula yaitu 70.2 % dan 70.0 %. Data
ini menunjukkan bahwa pelatihan tidaklah menjadi jaminan dari kinerja seseorang.
Hal ini dapat terjadi karena tidak selamanya seseorang yang pernah mengikuti
pelatihan itu akan menerapkan ilmu atau keterampilan yang didapatkan dari pelatihan
tersebut. Tidak sedikit dari peserta seminar yang mengikuti pelatihan hanya bertujuan
untuk memiliki sertifikat bukan untuk menimba ilmu atau pun keterampilan tertentu.
Inilah yang membuat para peserta seminar tidak fokus saat mengikuti pelatihan,
sehingga informasi yang disampaikan tidak terterima dengan baik. ρ Value yang
didapatkan dari hasil analisis ini yaitu 0.982. Hal ini berarti bahwa tidak ada
hubungan secara signifikan antara pelatihan kerja dengan kinerja perawat. Hal ini
tidak sejalan dengan hasil penelitian terhadap kinerja perawat di RS Jakarta yang
menunjukkan bahwa pelatihan mempunyai hubungan yang kuat dan pengaruh yang
40
3. Hubungan Motivasi Kerja dengan Kinerja Perawat
Dari hasil analisis ini jumlah responden yang memiliki motivasi yang cukup baik
dengan kinerja yang cukup baik jauh lebih banyak dari yang lainnya. Motivasi adalah
menjadi seorang perawat bukan bersumber dari kemauan atau dorongan diri sendiri.
Namun lebih banyak di antara mereka yang merasa nyaman dengan pekerjaannya
setelah terjun dalam dunia perawat. Sebelumnya mereka tidak memiliki motivasi
untuk menjadi seorang perawat. Dengan kata lain, mereka baru merasa memiliki
tujuan atau alasan untuk menggeluti profesi sebagai perawat setelah mereka menjadi
perawat bukan sejak awal berniat menjadi perawat. Oleh karena itu, bagi sebagian
besar responden menganggap atau berpendapat bahwa motivasi bukanlah suatu hal
berarti yang memberi pengaruh ataupun ada kaitan erat dengan kinerja mereka saat
ini. Adapun nilai ρ Value yang didapatkan pada analisis ini yaitu 0.576. Angka
tersebut jelas menunjukkan bahwa tidak adanya hubungan atau korelasi antara
motivasi kerja dengan kinerja perawat. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian
terhadap kinerja perawat di Ambon yang menunjukkan bahwa tidak adanya motivasi
kerja dengan kinerja perawat dengan ρ value = 0.615. Namun tidak sejalan dengan
41
4. Hubungan Disiplin Kerja dengan Kinerja Perawat
Dari hasil analisis tersebut sangat jelas bahwa jumlah responden yang cukup
disiplin dengan kinerja yang cukup baik pula lebih mendominasi atau paling
banyak dengan persentase yang cukup tinggi pula. Hal ini berarti bahwa rata-
profesi sebagai seorang tenaga kesehatan yang harus siap melayani dengan
sepenuh hati. Namun disiplin ini memerlukan suatu proses yang terus-
menerus secara berkelanjutan bukan hanya untuk satu waktu atau sewaktu-
merupakan suatu hal yang memberikan pengaruh terhadap jiwa dan semangat
analisis yaitu 0.827. Hal ini berarti tidak terdapat suatu hubungan antara
disiplin kerja dengan kinerja perawat. Banyak responden yang ragu dalam
menyatakan memahami tentang makna dari disiplin itu namun mereka justru
mereka yang mungkin ada kaitannya atau memiliki pengaruh dengan kinerja
42
ketidakpastian jadwal tugas mereka. Hal inilah yang menyebabkan responden
fasilitas yang cukup memadai ada kaitannya dengan kinerja perawat yang
responden yang setuju bahwa meskipun fasilitas cukup memadai namun hal
memadai namun tidak ada hubungannya dengan kinerja yang ada, dengan
kurang ada kaitannya dengan kinerja yang ada, dengan persentase 37.7 %.
Hasil tersebut menjadi suatu indikator yang cukup jelas bahwa tidak terdapat
hubungan antara fasilitas kerja dengan kinerja perawat. Secara teori, fasilitas
selama satu periode waktu tertentu (Ilyas, 2001). Fasilitas kerja merupakan
43
kinerja yang baik pula. Karena belum tentu fasilitas yang tidak memadai
membuat kinerja dari seorang perawat menciut atau kurang. Justru dengan
fasilitas kerja yang belum memadai itulah yang dapat memacu kreativitas
meskipun dengan segala keterbatasan fasilitas. Oleh karena itu fasilitas kerja
bukanlah suatu faktor pencetus dari peningkatan atau pun penurunan kinerja
seorang perawat. Responden pun setuju bahwa fasilitas kerja bukanlah suatu
hal yang memiliki pengaruh atau ada kaitan erat dengan kinerja seorang
perawat. Karena bagi mereka, fasilitas kerja itu hanyalah alat atau sarana
analisis tersebut tidak sejalan dengan hasil penelitian tentang kinerja perawat
dan terdapat 28 orang yang setuju bahwa tidak ada hubungan antara
tidak ada hubungan antara kepemimpinan dengan kinerja perawat. Hal ini
44
sejalan dengan penelitian terdahulu yang dilakukan di Sumatera Barat. Hasil
terpengaruh dengan tekanan atau pun otoritas. Oleh karena itu kepemimpinan
dari waktu ke waktu entah itu semakin baik atau justru menurun. Hasil
penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian di RSU Unit Swadana Daerah
45