Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

Low Back Pain (LBP)

PUTRI ASHARI WAHYUDDIN

NIM 183145105090

CI LAHAN CI INSTITUSI

(...................................) (..................................)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN

UNIVERSITAS MEGA REZKY MAKASSAR


A. PENGERTIAN

LBP (Low Back Pain/nyeri punggung bawah) adalah suatu gejala dan
bukan suatu diagnosis, dimana pada beberapa kasus gejalanya sesuai dengan
diagnosis patologisnya dengan ketepatan yang tinggi, namun di sebagian besar
kasus, diagnosis tidak pasti dan berlangsung lama. Dengan demikian maka LBP
yang timbulnya sementara dan hilang timbul adalah sesuatu yang dianggap
biasa. Namun bila LBP terjadi mendadak dan berat maka akan membutuhkan
pengobatan, walaupun pada sebagian besar kasus akan sembuh dengan
sendirinya. LBP yang rekuren membutuhkan lebih banyak perhatian, karena
harus merubah pula cara hidup penderita dan bahkan juga perubahan pekerjaan.

Definisi Low Back Pain

Low Back Pain adalah nyeri yang dirasakan daerah punggung bawah, dapat
merupakan nyeri lokal maupun nyeri radikuler atau keduanya. Nyeri ini terasa
diantara sudut iga terbawah sampai lipat bokong bawah yaitu di daerah lumbal
atau lumbo-sakral. LBP yang lebih dari 6 bulan disebut kronik.

B. ETIOLOGI

Penyebab LBP dapat dibagi menjadi:

a. Diskogenik (sindroma spinal radikuler)


Sindroma radikuler biasanya disebabkan oleh suatu hernia nukleus
pulposus yang merusak saraf-saraf disekitar radiks. Diskus hernia ini
bisa dalam bentuk suatu protrusio atau prolaps dari nukleus pulposus
dan keduanya dapat menyebabkan kompresi pada radiks. Lokasinya
paling sering di daerah lumbal atau servikal dan jarang sekali pada
daerah torakal. Nukleus terdiri dari mega molekul proteoglikan yang
dapat menyerap air sampai sekitar 250% dari beratnya. Sampai
dekade ke tiga, gel dari nukleus pulposus hanya mengandung 90%
air, dan akan menyusut terus sampai dekade ke empat menjadi kira-
kira 65%. Nutrisi dari anulus fibrosis bagian dalam tergantung dari
difusi air dan molekul-molekul kecil yang melintasi tepian vertebra.
Hanya bagian luar dari anulus yang menerima suplai darah dari
ruang epidural. Pada trauma yang berulang menyebabkan robekan
serat-serat anulus baik secara melingkar maupun radial. Beberapa
robekan anular dapat menyebabkan pemisahan lempengan, yang
menyebabkan berkurangnya nutrisi dan hidrasi nukleus. Perpaduan
robekan secara melingkar dan radial menyebabkan massa nukleus
berpindah keluar dari anulus lingkaran ke ruang epidural dan
menyebabkan iritasi ataupun kompresi akar saraf.7
b. Non-diskogenik
Biasanya penyebab LBP yang non-diskogenik adalah iritasi
pada serabut sensorik saraf perifer, yang membentuk n. iskiadikus
dan bisa disebabkan oleh neoplasma, infeksi, proses toksik atau
imunologis, yang mengiritasi n.iskiadikus dalam perjalanannya dari
pleksus lumbosakralis, daerah pelvik, sendi sakro-iliaka, sendi pelvis
sampai sepanjang jalannya n. Iskiadikus (neuritis n. iskiadikus).

C. TANDA DAN GEJALA

Penderita LBP memiliki keluhan yang beragam tergantung dari

patofisiologi, perubahan kimia atau biomekanik dalam diskus

intervertebralis, dan umumnya mereka mengalami nyeri. Nyeri miofasial

khas ditandai dengan nyeri dan nyeri tekan pada daerah yang bersangkutan

(trigger points), kehilangan ruang gerak kelompok otot yang tersangkut (loss

of range of motion) dan nyeri radikuler yang terbatas pada saraf tepi.

Keluhan nyeri sendiri sering hilang bila kelompok otot tersebut diregangkan.
Menurut McKenzie, LBP mekanik ditandai dengan gejala sebagai

berikut:

1. Nyeri terjadi secara intermitten atau terputus-putus.

2. Sifat nyeri tajam karena dipengaruhi oleh sikap atau gerakan yang

bisa meringankan ataupun memperberat keluhan.

3. Membaik setelah istirahat dalam waktu yang cukup dan memburuk

setelah digunakan beraktivitas.

4. Tidak ditemukan tanda-tanda radang seperti panas, warna

kemerahan ataupun pembengkakan.

5. Terkadang nyeri menjalar ke bagian pantat atau paha.

6. Dapat terjadi morning stiffness.

7. Nyeri bertambah hebat bila bergerak ekstensi, fleksi, rotasi,

berdiri, berjalan maupun duduk.

8. Nyeri berkurang bila berbaring.

D. PATOFISIOLOGI

Tulang belakang dibagi ke dalam bagian anterior dan bagian posterior.

Bentuknya terdiri dari serangkaian badan silindris vertebra, yang terartikulasi

oleh diskus intervertebral dan diikatbersamaan oleh ligamen longitudinal

anterior dan posterior.26Struktur yang peka terhadap nyeri adalah periosteum,

1/3 bangunan luar anulus fibrosus, ligamentum, kapsula artikularis, fasia dan

otot. Semua strukturtersebut mengandung nosiseptor yang peka terhadap

berbagai stimulus (mekanikal, termal, kimiawi).

Pada kondisi nyeri punggung bawah pada umumnya otot ekstensor

lumbal lebih lemah dibanding otot fleksor, sehingga tidak kuat mengangkat

beban. Otot sendiri sebenarnya tidak jelas sebagai sumber nyeri, tetapi muscle
spindles jelas diinervasi sistem saraf simpatis. Dengan hiperaktifitas kronik,

muscle spindles mengalami spasme sehingga mengalami nyeri tekan.

Perlengketan otot yang tidak sempurna akan melepaskan pancaran rangsangan

saraf berbahaya yang mengakibatkan nyeri sehingga menghambat aktivitas otot.

E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Anamnesis

Anamnesis merupakan awal yang penting dalam pemeriksaan LBP.

Pasien perlu ditanyakan mengenai keluhan utama, anamnesis keluarga,

penyakit sebelumnya, keadaan sosial dan penyakit saat ini. Cara ini praktis

dan efisien untuk mendeteksi kondisi pasien apabila didapatkan kondisi yang

lebih serius.

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik dilakukan untuk menegakkan diagnosis dari pasien.

Tanda- tanda penyebab sistemik dapat ditemukan pada pemeriksaan fisik

umum seperti demam, tekanan darah dan nadi dapat membantu evaluasi.

adanya nyeri dan perdarahan. Pemeriksaan kulit dapat membantu

memperlihatkan berbagai tanda sistemik misalnya psoriasis, herpes zoster dan

gangguan-gangguan hematologis. Pemeriksaan pada daerah abdomen

dilakukan untuk menilai kemungkinan gangguan organ dalam. Pemeriksaan

muskuloskeletal perlu dilakukan untuk mengetahui daerah yang dikeluhkan.

Pemeriksaan neurologik juga perlu dilakukan meliputi pemeriksaan motorik,

sensorik, refleks fisiologik dan patologik serta uji untuk menentukan kelainan

saraf, seperti straight leg raising (SLR)/ Laseque test (iritasi n.ischiadicus),

sitting knee extension (iritasi n.ischiadicus), saddle anesthesia (sindrom konus

medularis).
Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang adalah suatu pemeriksaan medis yang

dilakukan karena suatu indikasi tertentu guna memperoleh keterangan lebih

lengkap.

Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium rutin dilakukan sesuai indikasi, berguna

untuk melihat laju endap darah (LED), morfologi darah tepi, kalsium, fosfor,

asam urat, alkali fosfatase, asam fosfatase, antigen spesifik prostat (jika

ditemukan kecurigaan metastasis karsinoma prostat) dan elektroforesis protein

serum (protein myeloma).

Pemeriksaan Radiologis

 Foto Polos

Pada pasien dengan keluhan nyeri punggang bawah,

dianjurkan berdiri saat pemeriksaan dilakukan dengan posisi

anteroposterior, lateral dan oblique. Gambaran radiologis yang sering

terlihat normal atau kadang-kadang dijumpai penyempitan ruang

diskus intervertebral, osteofit pada sendi facet, penumpukan kalsium

pada vertebra, pergeseran korpus vertebra (spondilolistesis), dan

infiltrasi tulang oleh tumor. Penyempitan ruangan intervertebral

terlihat bersamaan dengan suatu posisi yang tegang, melurus dan

suatu skoliosis akibat spasme otot paravertebral.

 MRI

MRI digunakan untuk melihat defek intra dan ekstra dural serta

melihat jaringan lunak.28 Pada pemeriksaan dengan MRI bertujuan

untuk melihat vertebra dan level neurologis yang belum jelas,


kecurigaan kelainan patologis pada medula spinalis atau jaringan

lunak, menentukan kemungkinan herniasi diskus pada kasus post

operasi, kecurigaan karena infeksi atau neoplasma.

 CT- Mielografi

CT- mielografi merupakan alat diagnostik yang sangat berharga


untuk diagnosis LBP untuk menentukan lokalisasi lesi pre-operatif dan
menentukan adanya sekuester diskus yang lepas dan mengeksklusi suatu
tumor.

F. PENATALAKSANAAN

Terapi Non Farmakologis

1. Pasien dianjurkan berolahraga kemudian dievaluasi lebih lanjut

jika pasien tidak mampu melakukan aktivitas sehari- hari dalam

4-6 minggu.

2. Pada beberapa kasus dapat dilakukan tirah baring 2-3 hari pertama

untuk mengurangi nyeri.

3. Dipertimbangkan pemberian obat penghilang rasa nyeri apabila

pasien belum mampu melakukan aktivitas dalam 1-2 minggu.

4. Pemberian terapi dengan modalitas lain seperti intervensi listrik,

pemijatan, orthosis, mobilisasi, traksi maupun modalitas termal

berupa ultrasound terapeutik, diatermi, infra red dan hidroterapi,

dengan terapi elektrik seperti stimulasi galvanic, arus

interferensial, arus mikro, stimulus saraf transkutaneus elektrik

maupun stimulus neuromuskular. Terapi dapat pula dilakukan

dengan cara meridian seperti akupuntur atau elektroakupuntur.

Selain itu, dapat pula digunakan terapi laser dan terapi kombinasi

atau multimodalitas.
Terapi farmakologis

1. Asetaminofen

Penggunaan asetaminofen dengan dosis penuh (2 sampai 4g per

hari) sebagai terapi lini pertama didukung oleh bukti-bukti yang

kuat

dan beberapa pedoman terapi (rekomendasi A). Harus diketahui

bahwa pada pasien dengan riwayat alkoholisme, sedang puasa,

memiliki penyakit liver, mengonsumsi obat tertentu (terutama

antikonvulsan) atau orang tua yang lemah, toksisitas hati dapat

terjadi pada dosis yang direkomendasikan. Selanjutnya, toksisitas

asetaminofen meningkat secara substansial jika dikonsumsi

bersamaan dengan dengan inhibitor siklooksigenase-2 spesifik

(COX-2) atau obat-obat anti-inflamasi (NSAID).

2. Obat Anti Inflamasi (NSAID)

Hampir pada sebagian besar pengobatan direkomendasikan

NSAID. Mempertimbangkan manfaat dibandingkan efek samping,

American Geriatrics Society merekomendasikan COX-2 inhibitor

sebagai terapi lini pertama dibandingkan NSAID non spesifik.

Salisilat non-asetil (kolin magnesium trisalicylate, salsalat) terbukti

efektif dan memiliki lebih sedikit efek samping gastrointestinal

dibandingkan NSAID non spesifik dengan biaya lebih rendah

daripada lebih agen selektif. Jika NSAID non spesifik yang dipilih,

sitoproteksi lambung harus dipertimbangkan berdasarkan profil

risiko pasien. NSAID harus dipertimbangkan ketika peradangan

diyakini memainkan peran penting dalam proses produksi nyeri.


3. Steroid

Injeksi steroid epidural adalah prosedur yang biasa dilakukan

untuk nyeri leher radikuler dan nyeri punggung bawah.

Penggunaan steroid untuk nyeri radikuler harus jelas namun untuk

injeksi steroid epidural kurang direkomendasikan sedangkan

penggunaan steroid tidak dianjurkan untuk mengobati LBP kronis.

G. KOMPLIKASI

 Tidak bisa menjalankan aktivitas.

 Bedrest dalam waktu yang lama.

 Nyeri atau ketidaknyamanan kronis.

 Kerusakan saraf permanen.

 Respon fisiologis dan psikologis terhadap nyeri kronis.

 Kualitas hidup yang buruk.


H. PATHWAY

Medikamentosa

 Usia Low Back Pekerjaan


 Jenis Kelamin Pain Postur Tubuh
 Kebugaran Mekanik Status
Jasmani Kesehatan

Kekuatan Otot

Antropometri
Kemampuan
Fungsional  Lama Sakit
(BPFS)

Derajat Nyeri
(VAS)

I. PROSES KEPERAWATAN

a. Pengkajian

Pengkajian pasien low back pain dengan pemberian terapi akupresur dalam

pemenuhan kebutuhan rasa nyaman berupa identitas pasien, keluhan utama,

riwayat kesehatan, riwayat kesehatan dahulu, riwayat kesehatan sekarang,

riwayat kesehatan keluarga. Adapun pengkajian mendalam mengenai nyeri

akut termasuk dalam kategori psikologi subkategori nyeri dan kenyamanan

(PPNI, 2016). Pengkajian pada nyeri akut adalah sebagai berikut:


Tanda dan Gejala Nyeri Akut

Keteran Mayor Minor

ngan

Subjektif Menyeluh nyeri Tidak tersedia


Objektif  Tampak meringis  Tekanan darah
 Bersikap protektif meningkat
(waspada, posisi  Pola napas berubah
menghindari nyeri)  Proses berfikir
 Gelisah terganggu
 Frekuensi nadi meningkat  Menarik diri
 Sulit tidur  Berfokus pada diri
sendiri
 Diaforesis

b. Perumusan diagnosa keperawatan

Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik dibuktikan dengan

mengeluh nyeri, tampak meringis, bersikap protektif, gelisah, frekuensi nadi

meningkat, sulit tidur, tekanan darah meningkat, pola nafas berubah, proses

berfikir terganggu, menarik diri, berfokus pada diri sendiri,diaforesis.

c. Rencana keperawatan

Rencana keperawatan atau Intervensi keperawatan adalah segala terapi yang

dikerjakan oleh perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan penilaian

klinis untuk mencapai luaran yang diharapkan. Intervensi keperawatan

terdiri dari intervensi utama dan intervensi pendukung. Intervensi utama dari

nyeri akut adalah manajemen nyeri dan pemberian analgetik.

Observasi
 Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas

nyeri

 Identifikasi skala nyeri

 Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri

 Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan

Terapeutik

 Berikan teknik nonfarmakologi mengurangi rasa nyeri

Edukasi

 Jelaskan penyebab, periode,dan pemicu nyeri

 Ajarkan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi

Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu.


DAFTAR PUSTAKA

Ackley, B. J., Ladwig, G. B., & Makic, M. B. F. (2017). Nursing Diagnosis Handcbock,
An Evidence-Based Guide to Planning Care. 11th Ed. St. Louis: Elsevier.

Anonim. 2003. Rehabilitasi Medik Cegah Kecacatan Pasien. Pikiran Rakyat Cyber
Media. Bandung. http//:www.pikiranrakyatcybermed. co.id. Diakses tanggal 2 Juli 2006.

Koesyanto, H. (2013) : Masa Kerja dan Sikap Keja Duduk Terhadap Nyeri Punggung.
Jurnal Kesehatan Masyarakat, 9(1): 9-14.

Mahadewa, T. G. B., dan Sri Maliawan. (2009) : Diagnosis dan Tatalaksana


Kegawatdaruratan Tulang Belakang. CV. Sagung Seto. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai