Oleh:
ADEL
Email: adel080899@gmail.com
ABSTRAK
1
Asmadi Alsa, Pendekatan Kuantitatif Kualitatif Serta Kombinasinya Dalam Penelitian Psikologi
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), hal. 30
2
Prof. Dr. Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2009), hal. 60
3
Mamik, Metodologi Kualitatif (Sidoarjo: Zifatama Jawara, 2015), hal. 78
partisipatif, pengamat tidak ikut serta dalam kegiatan, dia hanya berperan mengamati
kegiatan, tidak ikut dalam kegiatan.4
PENDAHULUAN
Penggembalaan adalah salah satu disiplin dalam studi teologi. Istilah ini dikaitkan
dengan tugas seorang pastor atau pendeta di dalam membimbing atau mengasuh warganya,
yang sering diumpamakan dengan domba.
Penggembalaan juga merupakan suatu pelayanan yang dilakukan oleh para gembala atau
penatua atau penilik jemaat untuk memimpin jemaat secara pribadi, memberi makanan rohani
melalui khotbah dan pengajaran Firman Tuhan, menjaga, memelihara, membimbing dan
menyelamatkan mereka dari bahaya ajaran sesat, mencari dan mengunjungi mereka satu per
satu serta menolong mereka agar bertumbuh dalam iman menuju kedewasaan rohani di dalam
Kristus.
TUJUAN
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana penerapan pemuridan
kontekstual di gereja Toraja Jemaat Omme’
MANFAAT
4
Prof. Dr. Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2009), hal.220
PEMBAHASAN
Pemuridan Kontekstual
Pemuridanan adalah salah satu cara yang dipakai Allah untuk mencetak generasi atau
para pemimpin yang berkualitas. Pemuridan kontekstual adalah model pemuridanan yang
menggunakan konteks sebagai pertimbangan utama. Dalam hal ini, teks Alkitab dan materi
pemuridannya, kebutuhan rohani dan linkungannya. 6
Warga Gereja
warga gereja adalah orang percaya yang mengikut Yesus. Warga gereja juga disebut
sebagai orang percaya yang dewasa, dan tidak mudah diombang-ambingkan oleh “rupa-rupa
angin pengajaran, oleh permainan palsu manusia dalam kelicikan mereka yang menyesatkan”
(Efesus 4:14).
5
Yulianti and Kezia Yemima, “MODEL PEMURIDAN KONSELING BAGI ALUMNUS PERGURUAN
TINGGI LULUSAN BARU (FRESH GRADUATE) YANG MENGINGKARI PANGGILAN PELAYANAN,” 1, no. 1
(2019): 29.
6
T Haryono and Daniel Fajar Panuntun, “Andil Pemuridan Kontekstual Yesus Kepada Petrus
Yakobus dan Yohanes Terhadap Keterbukaan Konseling Mahasiswa Pada Masa Kini,” Gamaliel: Teologi
dan Praktika 1, no.1 (2019): 17.
7
Daniel Fajar Panuntun and Eunike Paramita. “HUBUNGAN PEMBELAJARAN ALKITAB TERHADAP
NILAI-NILAI KELOMPOK TUMBUH BERSAMA KONTEKSTUAL),” Gamliel: Teologi dan Praktika 1, no. 2
(2019): 107.
Dalam hal ini, warga gereja khususnya di gereja Toraja jemaat Omme’ warga gereja
digembalakan oleh seorang gembala. Gembala tersebut betul-betul mengarahkan warga
gerejanya kepada hal-hal yang lebih baik. Sehingga warga gereja juga benar-benar sadar akan
tugas panggilannya, yaitu:
Penggembalaan adalah salah satu displin dalam Studi teologi.istilah ini dikaitkan
dengan tugas seorang pastor atau pendeta di dalam membimbing atau mengasuh warganya,
yang sering kali diumpamakan dengan domba.10
Seorang gembala harus mengenal domba-dombanya dengan teliti satu persatu, baik
yang sudah dewasa maupun yang belum dewasa. Seorang gembala harus membawa dan
menuntun domba-dombanya keluar dari kandang dan menuntun mereka untuk mencari
makanan yang segar dan yang berisi, ini merupakan tugas yang rutin begi seorang gembala
domba. Ia harus melindungi domba-dombanya dari serigala dan penyamun. Pada malam hari
ia harus membawa domba-dombanya kembali ke kandangnya. Di dalam ayat 14 di katakan
Yesus bahwa I know my sheep and my sheep know me just as the Father knows me and I
know the Father.11
Hal itu adalah hal yang biasa bagi orang-orang Yahudi dan banyak ke susatraan
mereka mengenai gembala, misalnya Mazmur 23 yang mengatakan Allah sebagai gembala
yang memelihara kaum-Nya. Seorang gembala yang tidak mengenal domba-dombanya ia
bukanlah seorang gembala yang baik dan bukan seorang gembala bertanggung jawab.
8
Persekutuan Gereja-Gereja Di Indonesia Sidang Raya, Lima Dokumen Keesaan Gereja (Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 1996), hal. 26
9
Persekutuan Gereja-Gereja Di Indonesia Sidang Raya, Lima Dokumen Keesaan Gereja (Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 1996), hal. 9
10
Derek J. Tidball, Teologi Penggembalaan
11
Colin G. Kruse, John (Surabaya:Momentum, 2007), hal. 236
Seorang gembala harus mengetahui segala keperluan domba-dombanya baik itu keperluan
jasmani maupun keperluan rohaninya dan memberi makan sesuai dengan apa yang
diinginkannya. Dalam hal-hal seperti inilah domba-dombanya dapat mengenal gembalanya
karena gembalanya sangat memperhatikan dan mengetahui apa kebutuhan yang sebenarnya,
dan apa yang mereka ingin lakukan menurut mereka sendiri. Seorang gembala harus bekerja
keras untuk melakukan tugasnya sebagai gembala karena tugas ini bukanlah tugas yang biasa
dilakukan dan mudah untuk melakukannya, karena itu ia harus membutuhkan komitmen dan
keseriusan untuk melakukan tugas ini karena ini merupakan tugas yang sangat mulia.
Kita dapat mengetahui gembala yang baik dengan diukur dan diuji dengan Firman
Kristus. Dalam hal ini seorang gembala harus bertanggung jawab atas domba-dombanya.
Gembala sidang yang memiliki kasih dari Allah bagi anggota-anggota jemaatnya pasti akan
selalu memperhatikan jemaatnya.
Yesus mengatakan bahwa Dia lah gembala yang baik dan yang dijanjikan. Gambaran
ini mempertunjukkan cara yang lembut dan penuh kasih sayang dari Yesus dalam
memelihara umat-Nya. Ciri khas Kristus selaku gembala yang baik, kesediaan-Nya untuk
memberikan nyawa-Nya kepada domba-domba-Nya. Kenyataan ini menekankan keunikan
Kristus selaku gembala yang baik, kematian-Nya di kayu salib demi menyelamatkan domba-
domba-Nya.
Seorang gembala yang baik, harus bertumbuh dalam kebebasan untuk menghadapi
penderitaan, memiliki kekuatan diri sepenuhnya, dan belajar mencintai kemanusiaannya, dan
juga masuk ke dalam hubungan penuh dengan Allah dan bukan sekedar berhubungan dengan
sistem-sistem kepercayaan mengenai Allah. Pertumbuhan ini menuntut kesabaran yang besar,
baik terhadap diri sendiri, maupun terhadap orang lain atau dalam hal ini seorang gembala
harus dengan sabar dalam menuntun domba-dombanya.12
4. Memelihara dan membimbingnya, agar dombanya selamat, tidak sesat dan tidak
kelaparan.13
Kenyataan bahwa Yesus makan dengan orang lain, adalah luar biasa. Karena bukan
kah Yesus tidak perlu makan dengan siapapun? Yang jelas ia tidak memerlukan makanan
orang lain, karena dengan segera Ia dapat menghasilkan makanan yang Ia inginkan. Tentu Ia
melakukannya semata-mata karena itulah cara terbaik untuk melayani secara pribadi.14
Dalam hal membimbing domba-dombanya agar selamat atau tetap berada dalam jalan
Tuhan apabila menghadapi masalah dan tantangan hidup, maka gembala perlu mengadakan
konseling (pastoral). Konseling (pastoral) adalah percakapan terapeutik (berkaitan dengan
terapi)15 antara konselor (atau pastor/pendeta) dengan konsele/kliennya, dimana konselor
mencoba membimbing konselenya ke dalam suatu suasana percakapan konseling yang ideal
(conducive atmosphere) yang memungkinkan konsele tersebut dapat mengenal dan mengerti
apa yang sedang terjadi dalam dirinya sendiri, persoalan yang ia sedang hadapi, kondisi
12
Flora Slosson Wuellner, Gembalakanlah Gembala-Gembala-Ku (Jakarta: Gunung Mulia, 2010),
hal.54
13
Dr. M. Bons Strom, Apakah Penggembalaan Itu? (Jakarta:Gunung Mulia, 2004), hal.2
14
Ronald W. Leigh, Melayani Dengan Efektif (Jakarta: Gunung Mulia, 2012), hal.134
15
Tim Penyusun- Depdiknas RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:Balai
Pustaka, 2007).
hidupnya dan mengapa ia merespons semua itu dengan pola pikir, perasaan, dan sikap
tertentu. Dengan begitu, dengan kesadaran yang meningkat, ia mulai belajar untuk melihat
tujuan hidupnya dalam relasi dan tanggung jawabnya pada Tuhan dan mencoba mencapai
tujuan itu dengan takaran, kekuatan, dan kemampuan seperti yang sudah diberikan Tuhan
kepadanya.16 Percakapan di dalam konseling (pastoral) merupakan pertemuan
Dua orang yang bertemu dan mulai tukar menukar pikiran, tukar menukar pikiran itulah yang
menjadi dasar kemungkinan untuk “bertemu”, untuk mengadakan suatu hubungan satu sama
lain. Dalam tiap-tiap percakapan pastoral terdapat dua hal yang penting yaitu yang pertama
mengenai pokok atau persoalan yang dibicarakan dan yang kedua mengenai orang-orangnya
yang dalam hal ini pastor dan anggota jemaat.17 Dan Percakapan tidak sama dengan khotbah
Khotbah merupakan suatu monolog, yaitu hanya seorang saja yang berbicara. Alat
dalam penggembalaan ialah “percakapan”, yang merupakan dialog, yang berarti dua orang
yang bercakap-cakap, tukar menukar pikiran, bergantian dalam berbicara dan mendengarkan.
Yang mendasari sebuah percakapan pastoral adalah kasih dan yang merupakan syarat mutlak
untuk mengadakan percakapan pastoral yaitu:
a) Gembala sendiri memeriksa diri, apakah minatnya untuk berkunjung dan berbicara
kepada anggota jemaat itu, adalah berdasarkan perhatian yang sungguh.
b) Gembala memeriksa dirinya sendiri, apakah ia mau memberi dirinya sendiri untuk
dikenal anggota jemaat.
c) Jika gembala gagal dalam mengadakan rapport dengan seorang anggota jemaat,
walaupun ia mencoba memeriksa diri dan sikapnya pada bagian tertentu, maka
sebaiknyalah gembala tidak memaksakan keadaan, tetapi meminta seorang lain untuk
bercakap-cakap dengan anggota jemaat yang bersangkutan.
Percakapan pastoral juga merupakan suatu sarana yang sangat berguna, asalkan
dipakai dengan sadar dan terampil. Setiap gembala perlu berusaha untuk belajar
16
Yakub B. Susabda, Konseling Pastoral (Jakarta: Gunung Mulia, 2014), hal.6-7
17
Dr. J.L.Ch. Abineno, Percakapan Pastoral dalam Praktik (Jakarta: Gunung Mulia, 2004), hal.7
menggunakan percakapan dengan sebaik mungkin, dan melatih diri sampai mahir dalam
teknik percakapan itu. Adapun teknik dalam percakapan pastoral terdiri dari:
Yesus tidak menyatakan bahwa Dia adalah gembala yang masuk dan keluar melalui
pintu, tetapi Yesus menyatakan bahwa Dia adalah pintu “Akulah pintu ke domba-domba itu”.
Yesus adalah pintu masuk yang benar kepada domba-domba. Dengan demikian, Yesus
adalah pintu bagi para gembala untuk sampai kepada domba-domba. Karena Dia adalah
pintu, Dia memiliki akses yang sah kepada domba-domba. Siapa yang ingin masuk ke dalam
kawanan domba itu haruslah melewati Dia. Melalui Dialah gembala-gembala dapat sampai
kepada domba-domba. Yang datang kepada domba-domba tanpa melalui Dia adalah pencuri
dan perampok. Kalau demikian, Yesus sendiri bukanlah sang gembala domba. Hal ini agak
menyulitkan pemahaman kita tentang Yesus sebagai gembala. Namun demikian, harus
diingat bahwa pada bagian ini Yesus memang tidak sedang berbicara tentang gembala, tetapi
tentang pintu.
Yesus tidak hanya menempatkan diri-Nya sebagai salah satu dari sekian banyak
gembala yang baik dan bisa percaya. Ia adalah Sang Gembala Agung yang diutus oleh Allah
18
Dr. M. Bons Strom, Apakah Penggembalaan Itu? (Jakarta:Gunung Mulia, 2004), hal.
untuk menggembalakan umat-Nya. Ia memiliki kuasa atas domba-domba itu karena Ia adalah
pintu menuju pada domba-domba dan sekaligus pintu yang harus dilalui oleh domba-domba
untuk sampai pada keselamatan. Tidak ada gembala yang bisa sampai kepada domba-domba
tanpa melalui Yesus. Setiap orang yang ingin menuntun domba kepada keselamatan harus
mengerjakannya bersama Yesus. Tidak ada domba yang akan sampai pada keselamatan tanpa
melalui Yesus karena Dialah pintu yang mengantar mereka ke dalam keselamatan.
Yang tidak mudah dimengerti adalah ungkapan Yesus “Semua orang yang datang
sebelum Aku adalah pencuri dan perampok dan domba-domba tidak mendengarkan mereka”
(ayat 8). Siapakah yang dimaksud dengan semua orang yang datang sebelum Yesus? Dalam
Perjanjian Lama, ada kritik-kritik keras terhadap para pemimpin Israel yang membawa Israel
ke dalam kemerosotan religius. Yeh.34 menggambarkan kemerosotan yang disebabkan oleh
gembala-gembala Israel. Kemerosotan itu akan berakhir dengan kehancuran sampai Allah
datang untuk menjadi Gembala Israel yang membawa keselamatan bagi umat-Nya. Dalam
pemikiran seperti ini, yang di kritik oleh Yesus adalah para pemimpin Israel yang justru
membawa orang-orang Israel ke dalam kemerosotan hidup. Mereka adalah gembala-gembala
yang justru menyesatkan Israel. Oleh karena itu, Yesus mengatakan bahwa mereka adalah
pencuri dan perampok.19
Di dalam pasal 10, Yesus menggambarkan diri-Nya sebagai Gembala Yang Baik yang
sangat kontras dengan orang-orang Farisi yang gagal memerhatikan orang buta dalam pasal
9.20 Dalam pasal 10 tersebut juga muncul sebuah alegori yang relatif sederhana yaitu tentang
gembala (pemilik domba-domba) yang masuk melalui pintu kepada kawanan domba dan
pencuri memanjat tembok untuk mencuri domba. Domba-domba tersebut mengenal suara
gembala dan dia memanggil mereka menurut namanya masing-masing. Domba-domba
mengikutinya dan bukan yang lainnya karena mereka mengenal suaranya (10:1-5). Pesannya
sederhana, Yesus adalah pemimpin sejati dari orang-orang percaya dan mereka mengenal
Dia, sebagaimana Dia mengenal mereka. Akibatnya, mereka akan mengikuti-Nya. Hal ini
berlawanan dengan mereka yang mencoba memimpin orang-orang namun gagal karena
mereka bukanlah orang yang betul-betul menyertakan Allah, melainkan pemandu yang buta.
Dalam hal ini juga Yesus sebagai Gembala Yang Baik dibandingkan dengan yang lainnya
19
St. Eko Riyadi, Pr. Yohanes, Firman Menjadi Manusia (Yogyakarta: Kanisus, 2011), hal.242-243
20
Marylin Kunz dan Catherine Schell, Yohanes Bagian 1 (Bandung:Kalam Hidup, 2005), hal.101
(orang-orang upahan) yang tidak memiliki domba-domba tersebut dan tidak melindungi
mereka. Bertentangan dengan para pemimpin agama, Yesus amat memperhatikan orang-
orang percaya kepunyaan-Nya sehingga Diabersedia mengorbankan hidup-Nya bagi mereka
(ramalan tak kentara dari Yohanes tentang penderitaan). 21
Berdasarkan pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa Seorang gembala yang baik
sudah diberikan contohnya oleh Yesus sendiri yang terdapat di dalam Injil Yohanes 10, di
dalamnya seorang gembala itu harus mengenal suara domba-dombanya dan domba-
dombanya mengenal suara gembalanya sehingga domba-domba tersebut mengikuti
gembalanya dan mereka tidak sesat dan juga seorang gembala yang baik adalah dia yang
memelihara, menjaga, dan memberi makan domba-dombanya dengan penuh kesabaran dan
juga membimbingnya menuju pintu atau jalan yang benar agar domba-dombanya itu tidak
tersesat. Seorang gembala harus bertanggung jawab dan mencari domba-dombanya jika salah
satu diantaranya hilang atau tersesat tetapi juga tidak membiarkan domba-domba yang
didepannya tapi dia tetap memeliharanya juga.
Saran dari peneliti adalah pemuridanan itu sangat penting dengan di dasarkan pada
konteks pemuridanan Kontekstual yaitu Alkitab termasuk prinsip penggembalaan dalam
Yohanes 10.
DAFTAR PUSTAKA
Abineno, J.L.Ch. 2004. Percakapan Pastoral dalam Praktik. Jakarta: Gunung Mulia.
Alsa, Asmadi. 2003. Pendekatan Kuantitatif Kualitatif Serta Kombinasinya Dalam
Penelitian Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Eko Riyadi, Eko. 2011. Yohanes, Firman Menjadi Manusia. Yogyakarta: Kanisus.
21
Robert Kysar, Injil Yohanes Sebagai Cerita (Jakarta: Gunung Mulia, 2000), hal.46
Haryono, T, and Daniel Fajar Panuntun. “Andil Pemuridan Kontekstual Yesus
Kepada Petrus Yakobus dan Yohanes Terhadap Keterbukaan Konseling
Mahasiswa Pada Masa Kini,” Gamaliel: Teologi dan Praktika 1, no.1 (2019):
17.
Kruse, Colin G. 2007. John. Surabaya: Momentum.
Kunz, Marylin, dkk. 2005. Yohanes Bagian 1. Bandung: Kalam Hidup.
Kysar, Robert. 2000. Injil Yohanes Sebagai Cerita. Jakarta: Gunung Mulia.
Leigh, Ronald W. 2012. Melayani Dengan Efektif. Jakarta: Gunung Mulia.
Mamik. 2015. Metodologi Kualitatif . Sidoarjo: Zifatama Jawara
Panuntun, Daniel Fajar and Eunike Paramita. “HUBUNGAN PEMBELAJARAN
ALKITAB TERHADAP NILAI-NILAI KELOMPOK TUMBUH BERSAMA
KONTEKSTUAL),” Gamliel: Teologi dan Praktika 1, no. 2 (2019): 107.
Persekutuan Gereja-Gereja Di Indonesia Sidang Raya. 1996. Lima Dokumen Keesaan
Gereja. Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Strom, M. Bons. 2004. Apakah Penggembalaan Itu?. Jakarta:Gunung Mulia.
Sukmadinata, Nana Syaodih. Metode Penelitian Pendidikan. 2009. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
Susabda, Yakub B. 2014. Konseling Pastoral. Jakarta: Gunung Mulia.
Tidball, Derek J. Teologi Penggembalaan
Tim Penyusun- Depdiknas RI. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:Balai
Pustaka.
Wuellner, Flora Slosson. 2010. Gembalakanlah Gembala-Gembala-Ku. Jakarta:
Gunung Mulia.
Yulianti, and Kezia Yemima, “MODEL PEMURIDAN KONSELING BAGI
ALUMNUS PERGURUAN TINGGI LULUSAN BARU (FRESH
GRADUATE) YANG MENGINGKARI PANGGILAN PELAYANAN” 1,
no. 1 (2019): 29.