(Gagasan Teologi Dan Interkultural) Misi merupakan sebuah ilmu teologi kristen yang memiliki interaksi dengan ilmu lainnya yaitu : geografi, komunikasi, perbandingan agama, ilmu sosial, pendidikan, sejarah, psikologi, hubungan antar umat beragama, dari semua pengajaran ini akan merujuk kepada sebuah inti dari pengajaran gereja. Namun dalam pertumbuhan plurarisme budaya yang cepat dan agama yang dihasilkan dari imigrasi dan globalisasi zaman ini pada akhirnya mempengaruhi pertahanan misi kekristenan, karena adanya pernyataan dalam pengajaran gereja yang membuat adanya pemberontakan dari orang-orang asli disebuah daerah ataupun agama lain yang sudah ada di daerah tersebut. Khususnya di GPID yang memiliki kurang lebih 35 suku dan sub suku yang ada di Indonesia dan tentunya tidak terlepas dari sejarah pelayanan dan pekabaran Injil yang terus terjadi di wilayah Sulawesi Tengah, dimana semakin bertambahnya jemaat itu karena upaya dari penginjilan yang dilakukan saat itu. Perubahan zaman, globalisasi dan arus transmigrasi yang terus meningkat baik dari pemerintah maupun terjadi secara spontan. Sehingga ada tantangan tersendiri bagi para pelayan saat itu dalam melakukan pelayanannya, dengan perbedaan suku, dan juga tradisi yang akan tetap ada, dan para pelayan saat itu dituntut harus memiliki kemampuan beradaptasi dalam lingkungan pelayanan saat itu. Sehingga dengan keadaan seperti inilah, teologi Interkulturasi, atau lebih dikenal sebagai teologi antarbudaya yang merupakan sebuah paham teologi yang muncul untuk menopang misi keristenan, karena dalam teologi Interkulturasi memiliki konsep menjumpakan dua ragam budaya yang berbeda atau lebih sebagai kebutuhan dan tanggung jawab orang kristen dalam membangun teologi yang kongkret dan hidup. Maka dengan ini teologi Interkulturasi dijadikan sebuah langkah untuk mewujudkan keseimbangan antara teologi dan budaya yang ada khususnya di GPID. Dan langkah misi ini yang dilakukan gereja kedepannya haruslah mempertimbangkan dialog terbuka yang dilakukan agama dan kebudayaan lain sehingga dapat menghasilkan dialog terbuka juga dengan agama dan kebudayaan lainnya, dan dapat memperkaya identitas diri gereja itu sendiri sebagai pengikut Kristus. Menjadi pengikut Kristus bukanlah bersikap tertutup untuk dirinya sendiri, melainkan membuka diri termaksud dalam langkah menyampaikan misi.