Penyunting
Sri Rezeki S. Hadinegoro
Alex Chairulfatah
Abdul Latief,
Antonius H.Pudjiadi
Ririe Fachrina Malisie
Anggraini Alam
ISBN ……………
Daftar Kontributor
UKK Emergensi dan Rawat Intensif Anak & Infeksi dan Penyakit Tropik IDAI iii
iv Konsensus Diagnosis dan Tata Laksana Spsis pada Anak
Kata Pengantar
UKK Emergensi dan Rawat Intensif Anak
Puji syukur disampaikan kehadirat Allah Yang Maha Kuasa atas keberhasilan
team Unit Kerja Koordinasi Emergensi dan Rawat Intensif Anak (ERIA)
Ikatan Dokter Anak Indonesia yang telah berhasil menyusun buku
rekomendasi diagnosis dan tata laksana sepsis pada anak.
Sepsis berat dan syok sepsis merupakan salah satu penyebab utama
morbiditas dan mortalitas (60%) anak yang dirawat di ruang rawat intensif
anak. Upaya para pakar internasional untuk menurunkan mortalitas sepsis
berat dan syok sepsis terangkum dalam Surviving Sepsis Campaign yang
berisi panduan tata laksana sepsis berdasar kedokteran berbasis bukti.
Untuk anak dibuat pembahasan khusus karena ada perbedaan antara anak
dan dewasa. Hasil penelitian sepsis terus muncul secara dinamis sampai ke
teknologi nano.
Sarana pelayanan kesehatan dan keterampilan petugas kesehatan untuk
melakukan tata laksana sepsis di Indonesia masih terbatas dan beragam,
sedangkan tata laksana sepsis dari pedoman surviving sepsis campaign
berbasis teknologi negara maju dan penelitian sepsis terbaru sangat dinamis
dan progresif sehingga aplikasinya harus disesuaikan dengan kondisi
Indonesia. Supaya buku rekomendasi ini bisa diaplikasikan fleksibel sesuai
dengan sarana kesehatan dan keterampilan petugas kesehatannya, proses
pembuatan buku ini melibatkan praktisi pelayanan emergensi dan rawat
intensif anak dan sejawat dari unit kerja koordinasi infeksi dan penyakit
tropik IDAI.
UKK Emergensi dan Rawat Intensif Anak & Infeksi dan Penyakit Tropik IDAI v
Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah ikut
membantu terbitnya buku rekomendasi diagnosis dan tata laksana sepsis
pada anak. Semoga buku ini dapat dipergunakan secara luas dan fleksibel di
berbagai strata pelayanan kesehatan Indonesia untuk menurunkan mortalitas
sepsis pada anak Indonesia.
UKK Emergensi dan Rawat Intensif Anak & Infeksi dan Penyakit Tropik IDAI vii
Kami sangat berterima kasih kepada Unit Kerja Koordinasi Emergensi
Dan Rawat Intensif Anak dan mendapat kehormatan untuk bersama
membuat Konsensus Diagnosis dan Tatalaksana Sepsis pada Anak yang pada
akhirnya akan dipersembahkan untuk pelayanan kesehatan anak terutama
yang memerlukan perawatan intensif.
Ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada semua pihak yang
mendukung terbitnya Konsensus ini. Semoga kerjasama dengan Unit Kerja
Koordinasi Emergensi Dan Rawat Intensif Anak dapat berlangsung terus
dalam memberikan kontribusi terbaik untuk Ikatan Dokter Anak Indonesia
dan anak Indonesia pada umumnya.
UKK Emergensi dan Rawat Intensif Anak & Infeksi dan Penyakit Tropik IDAI ix
yang amat beragam. Pada bulan Maret 2010, UKK Pediatri Gawat Darurat
(PGD) telah menerbitkan rekomendasi diagnosis dan tatalaksana sepsis
pada anak. Saat ini, UKK PGD yang berganti nama menjadi Emergensi
dan Rawat Intensif Anak (ERIA) melakukan revisi dan penyempurnaan
berdasarkan perkembangan terkini dari ilmu pengetahuan dan teknologi.
Proses pembuatan Konsensus dan PNPK ini, melibatkan para praktisi dari
seluruh pusat pendidikan dan pelayanan intensif anak di Indonesia.
Oleh karena itu, kami menghimbau kepada semua anggota IDAI
untuk menjadikan Konsensus dan PNPK ini sebagai acuan dalam menyusun
Panduan Praktik Klinik (PPK) di tempat kerjanya.
1. Pendahuluan ..................................................................................1
2. Definisi .........................................................................................1
3. Epidemiologi ................................................................................1
4. Etiologi .........................................................................................2
5. Penegakan diagnosis ......................................................................4
5.1 Kecurigaan Infeksi ..................................................................... 5
5.2 Kecurigaan disfungsi organ ........................................................ 8
5.3.2 Kriteria Disfungsi Organ ................................................ 8
6. Tata laksana ...................................................................................8
7. Tata laksana Infeksi .......................................................................9
7.1. Antibiotik ................................................................................. 9
7.1.1. Antibiotik Kombinasi.................................................. 10
7.1.2 Anti-jamur ................................................................... 13
7.2 Tata laksana Disfungsi Organ ................................................... 15
UKK Emergensi dan Rawat Intensif Anak & Infeksi dan Penyakit Tropik IDAI xi
7.2.1 Pernapasan ................................................................... 15
7.2.2 Ventilasi non-invasif ..................................................... 17
7.2.3 Ventilasi mekanik invasif .............................................. 18
7.2.4 Resusitasi cairan dan tata laksana hemodinamik ........... 20
7.2.5.1 Transfusi packed red cell ............................................ 23
7.2.5.2 Transfusi konsentrat trombosit .................................. 23
7.2.5.3 Transfusi plasma ........................................................ 24
7.2.6 Kortikosteroid .............................................................. 24
7.2.7 Kontrol glikemik .......................................................... 24
7.2.8 Nutrisi ......................................................................... 25
7.2.9 Menghilangkan sumber infeksi.................................... 25
8. Tindak lanjut ..................................................................................25
8.1 Evaluasi Penggunaan Antibiotik dan Anti-jamur ...................... 25
8.2 Evaluasi Disfungsi Organ dan Prognosis .................................. 29
LAMPIRAN
1. Tanda-tanda vital normal pada anak ............................................ 35
2. Kriteria risiko pediatric acute respiratory distress syndrome ........ 36
3. Kriteria pediatric acute respiratory .............................................. 37
4. distress syndrome (PARDS) ......................................................... 37
5. Pediatric logistic organ dysfunction (Pelod) 2 .............................. 38
6. Kriteria cedera ginjal akut dengan P-rifle ............................................ 39
UKK Emergensi dan Rawat Intensif Anak & Infeksi dan Penyakit Tropik IDAI xiii
xiv Konsensus Diagnosis dan Tata Laksana Spsis pada Anak
1. Pendahuluan
Sepsis dan syok septik merupakan salah satu penyebab morbiditas dan
mortalitas (50-60%) anak yang dirawat di ruang rawat inap dan ruang rawat
intensif. Angka kematian lebih tinggi pada anak dengan imunodefisiensi.1-3
Diagnosis sepsis dengan menggunakan definisi tahun 2001 pada
Surviving sepsis campaign (SSC) terlalu sensitif (sensitivitas 96,9%)
dan kurang spesifik (spesifitas 58,3%)4 sehingga mengakibatkan tingginya
resistensi antibiotika, serta tingginya penggunaan antibiotika, sarana dan
prasarana.
Untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas sepsis, serta
ketidaktepatan penggunaan antibiotika, sarana, dan prasarana, perlu disusun
suatu panduan nasional praktek klinis sepsis pada bayi dan anak di Indonesia
sesuai dengan fasilitas kesehatan yang tersedia.
2. Definisi
Sepsis adalah disfungsi organ yang mengancam kehidupan (life-threatening
organ dysfunction) yang disebabkan oleh disregulasi imun terhadap infeksi.
Penjelasan
Sepsis diawali oleh proses infeksi. Hal ini yang membedakan dengan inflamasi
sistemik steril, akibat trauma, luka bakar, atau pankreatitis. Infeksi dapat
menimbulkan sepsis yang ditandai dengan disfungsi organ akibat disregulasi
respon imun.5 Pada pasien yang mempunyai penyakit dasar dengan gagal
organ (pre-existing diseases), misalnya: gagal ginjal, gagal hati, atau
displasia bronkopulmonal, definisi disfungsi organ adalah perburukan dari
kondisi sebelumnya atau adanya disfungsi organ yang lain.
3. Epidemiologi
Insiden sepsis lebih tinggi pada kelompok neonatus dan bayi <1 tahun
dibandingkan dengan usia >1-18 tahun (9,7 versus 0,23 kasus per 1000
anak). Pasien sepsis berat, sebagian besar berasal dari infeksi saluran nafas
UKK Emergensi dan Rawat Intensif Anak & Infeksi dan Penyakit Tropik IDAI 1
(36-42%), bakteremia, dan infeksi saluran kemih. Di unit perawatan intensif
anak Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), sejumlah 19,3% dari 502
pasien anak yang dirawat mengalami sepsis dengan angka mortalitas 54%.
(uwie 2016) Sepsis berat lebih sering dialami anak dengan komorbiditas yang
mengakibatkan penurunan sistem imunitas seperti keganasan, transplantasi,
penyakit respirasi kronis dan defek jantung bawaan.1,2,6
Penelitian Sepsis Prevalence Outcomes and Therapies (SPROUT)
pada tahun 2015 mengumpulkan data PICU dari 26 negara, memperoleh
data penurunan prevalensi global sepsis berat (Case Fatality Rate) dari
10,3% menjadi 8,9% (95%IK; 7,6-8,9%). Usia rerata penderita sepsis
berat 3,0 tahun (0,7-11,0), infeksi terbanyak terdapat pada sistem respirasi
(40%) dan 67% kasus mengalami disfungsi multi organ. Angka kematian
selama perawatan di rumah sakit sebesar 25% dan tidak terdapat perbedaan
mortalitas antara PICU di negara berkembang dan negara maju.7
Insidens syok septik dan sepsis berat meningkat dalam 30-40 tahun
terakhir. Angka kejadian sepsis berat di Amerika Serikat adalah 0,56 kasus
per 1000 populasi per tahun. Insidens paling tinggi terdapat pada kelompok
usia bayi (5,16 kasus per 1000 populasi per tahun) dan menurun dengan
tajam pada kelompok usia 10-14 tahun (0,2 kasus per 1000 populasi per
tahun). Lebih dari 4300 kematian pertahun atau sekitar 7% dari total
kematian pada anak disebabkan oleh sepsis berat.6
4. Etiologi
Sepsis disebabkan oleh respon imun yang dipicu oleh infeksi.3,5 Bakteri
merupakan penyebab infeksi yang paling sering, tetapi dapat pula berasal
dari jamur, virus, atau parasit.3 Respon imun terhadap bakteri dapat
menyebabkan disfungsi organ atau sepsis dan syok septik dengan angka
mortalitas relatif tinggi. Organ tersering yang merupakan infeksi primer,
adalah paru-paru, otak, saluran kemih, kulit, dan abdomen. Faktor risiko
terjadinya sepsis antara lain usia sangat muda, kelemahan sistem imun seperti
pada pasien keganasan dan diabetes melitus, trauma, atau luka bakar mayor.
“Sepsis Questions and Answers”. cdc.gov. Centers for Disease Control and Prevention
(CDC). May 22, 2014. Retrieved 28 November 2014.
UKK Emergensi dan Rawat Intensif Anak & Infeksi dan Penyakit Tropik IDAI 3
Tabel 2. Jenis organisme dan hubungannya dengan mortalitas di rumah sakit
Frekuensi biakan positif (%) OR (95% Cl)
Kuman gram positif 46.8
Staphylococcus aureus 20.5 0.8 (0.6 - 1.1)
MRSA 10.2 1.3 (0.9 – 1.8)
Enterococcus 10.9 1.6 (1.1 – 2.3)
S. epidermidis 10.8 0.9 (0.7 – 1.2)
S. pneumoniae 4.1 0.8 (0.5 – 1.4)
Lain-lain 6.4 0.9 (0.7 – 1.2)
Kuman gram negatif 62.2
Pseudomonas spesies 19.9 1.4 (1.2 – 1.6)
Escherichia coli 16.0 0.9 (0.7 – 1.1)
Klebsiella spesies 12.7 1.0 (0.8 – 1.2)
Acinobacter spesies 8.8 1.5 (1.2 – 2.0)
Enterobacter 7.0 1.2 (0.9 – 1.6)
Lain-lain 17.0 0.9 (0.7 – 1.3)
Anaerobes 4.5 0.9 (0.7 – 1.3)
Bakteri lain 1.5 1.1 (0.6 – 2.0)
Jamur
Candida 17.0 1.1 (0.9 – 1.3)
Aspergillus 1.4 1.7 (1.0 – 3.1)
Lain-lain 1.0 1.9 (1.0 – 3.8)
Parasit 0.7 1.3 (0.5 – 3.3)
Organisme lain 3.9 0.9 (0.6 – 1.3)
Sumber infeksi primer juga berperan dalam menentukan mortalitas. Bakteremia (adanya bakteria
dalam darah, belum terjadi disfungsi organ), endokarditis, dan infeksi saluran napas merupakan
tiga sumber infeksi yang paling berkaitan dengan peningkatan risiko kematian pasien sepsis.
5. Penegakan diagnosis
Diagnosis sepsis ditegakkan berdasarkan pada adanya: (1) Infeksi, meliputi
(a) faktor predisposisi infeksi, (b) bukti infeksi yang sedang berlangsung, (c)
respon inflamasi; dan (2) tanda disfungsi/gagal organ.
Penjelasan
Langkah pertama penegakan diagnosis sepsis adalah identifikasi faktor
predisposisi infeksi, mencakup: usia, status nutrisi, status imunisasi,
komorbiditas (asplenia, penyakit kronis, transplantasi, keganasan, kelainan
SEPSIS
Penjelasan
Faktor-faktor predisposisi infeksi, meliputi: faktor genetik, usia, status nutrisi,
status imunisasi, komorbiditas (asplenia, penyakit kronis, transplantasi,
keganasan, kelainan bawaan), dan riwayat terapi (steroid, antibiotika,
tindakan invasif ).
Pembuktian infeksi berdasarkan pemeriksaan klinis dan laboratoris.
Secara klinis ditandai oleh demam atau hipotermia, atau adanya fokus infeksi.
Secara laboratoris, digunakan penanda (biomarker) infeksi: pemeriksaan
darah tepi (lekosit, trombosit, rasio netrofil:limfosit, shift to the left),
pemeriksaan morfologi darah tepi (granula toksik, Dohle body, dan vakuola
dalam sitoplasma memiliki tinggi sensitivitas 80% untuk memprediksi
UKK Emergensi dan Rawat Intensif Anak & Infeksi dan Penyakit Tropik IDAI 5
infeksi), c-reactive protein (CRP), dan prokalsitonin, dengan pemeriksaan
berkala/berulang sesuai dengan keputusan klinisi dan ketersediaan fasilitas
pelayanan di tiap rumah sakit. Sepsis memerlukan pembuktian adanya
mikroorganisme yang dapat dilakukan melalui pemeriksaan apus Gram,
hasil kultur (biakan), atau polymerase chain reaction (PCR). Pencarian
fokus infeksi lebih lanjut dilakukan dengan pemeriksan analisis urin, feses
rutin, lumbal pungsi, dan pencitraan sesuai indikasi.
Respons inflamasi tidak selalu disebabkan oleh penyakit infeksi. Secara
klinis respon inflamasi terdiri dari:
1. Demam (suhu inti >38,5°C atau suhu aksila >37,9°C) atau hipotermia
(suhu inti <36°C).
2. Takikardia: rerata denyut jantung di atas normal sesuai usia tanpa
adanya stimulus eksternal, obat kronis, atau nyeri; atau peningkatan
denyut jantung yang tidak dapat dijelaskan lebih dari 0,5 sampai 4 jam
(lampiran 1)
3. Bradikardia (pada anak <1 tahun): rerata denyut jantung di bawah
normal sesuai usia tanpa adanya stimulus vagal eksternal, beta-blocker,
atau penyakit jantung kongenital; atau penurunan denyut jantung yang
tidak dapat dijelaskan selama lebih dari 0,5 jam (lampiran 1)
4. Takipneu: rerata frekuensi nafas di atas normal (lampiran 1)
PCT + CRP • Membedakan Belum ada penelitian Bakteri: CRP >10 mg/L; PCT
infeksi bakteri, virus, klinis >0,3 ng/mL
dan jamur Jamur: CRP 10-100 mg/L;
PCT 0,3-2 ng/mL
Virus: CRP <10mg/L; PCT
<2 ng/mL
UKK Emergensi dan Rawat Intensif Anak & Infeksi dan Penyakit Tropik IDAI 7
5.2 Kecurigaan disfungsi organ
Kecurigaan adanya disfungsi organ (warning signs) bila ditemukan salah
satu dari 3 tanda klinis: penurunan kesadaran (metode AVPU), gangguan
kardiovaskular (penurunan kualitas nadi, perfusi perifer, atau tekanan
arterial rerata), atau gangguan respirasi (peningkatan atau penurunan work
of breathing, sianosis)
Penjelasan
Lima sistem organ yang mempunyai sensitivitas dan spesifitas baik (Sn: 97,4%
dan Sp: 99,5%) sebagai penanda disfungsi organ adalah: kardiovaskular,
respiratorik, hematologis, renal, dan hepatik (tabel 6).11,12 Dari lima sistem
tersebut, yang berhubungan kuat dengan mortalitas adalah sistem saraf pusat
(R2 = 0,48), respirasi (R2 = 0,29), dan kardiovaskular (R2 = 0,21).14
Maka upaya untuk deteksi dini sepsis, diperlukan warning signs yang
meliputi gangguan saraf pusat, kardiovaskular, dan respirasi.
Penjelasan
Cut-off disfungsi organ adalah skor PELOD-2 11 karena berkaitan dengan
peningkatan mortalitas ≥30,5%. Namun, pada pusat kesehatan tipe B
atau C, yang tidak memiliki fasilitas pemeriksaan dan pelayanan lengkap,
dan mengharuskan rujukan ke rumah sakit tipe A, cut-off skor PELOD-2
adalah ≥7 (risiko mortalitas ≥7%). Hal ini untuk meningkatkan sensitivitas
diagnosis, mempercepat sistem rujukan, dan menekan mortalitas.
6. Tata laksana
Tatalaksana sepsis ditujukan pada penanggulangan infeksi dan disfungsi
organ. Tatalaksana penyakit dengan penyebab spesifik seperti infeksi dengue
Dellit TH, Owens RC, McGowan JE, et al. Infectious Diseases Society of America and the
Society for Healthcare Epidemiology of America guidelines for developing an institutional
program to enhance antimicrobial stewardship. Clin Infect Dis 2007;44:159–77.
Simmons ML, Durham SH. Carter CW. Pharmacological management of pediatric patient
with sepsis. Advanced Critical Care. 2012. Volume 23, Number 4, pp.437-448
Penjelasan
Antibiotika harus diberikan dalam 1 jam pertama karena berkaitan dengan
penurunan kadar laktat serum dan waktu perbaikan syok yang lebih pendek.
Sebaliknya, keterlambatan pemberian lebih dari 3 jam akan meningkatkan
rasio odds mortalitas 4,8 kali setelah disesuaikan dengan derajat keparahan
penyakit. 15
Pemilihan antibiotika pada sepsis dengan penyebab yang belum jelas
harus berdasarkan pada kecurigaan terhadap bakteri penyebab dan pola
kepekaan. Usia dan domisili pasien, sindrom klinis, lama rawat di rumah
UKK Emergensi dan Rawat Intensif Anak & Infeksi dan Penyakit Tropik IDAI 9
sakit, dan pemeriksaan penunjang dapat mengarahkan pada spesies bakteria
tertentu (tabel 6). Jenis antibiotic berspektrum luas dan tunggal.
Catatan:
t Perhitungkan efek samping dan toksisitas obat dari pemberian antibiotik
kombinasi. Selanjutnya dilakukan evaluasi dan keputusan untuk
melakukan deekskalasi
t Kebutuhan dosis antibiotik dapat disesuaikan untuk sepsis karena
farmakodinamik dan farmakokinetik berbagai antimikroba dapat
berubah pada pasien kritis sehingga dosis biasa mungkin tidak adequat.
t Disfungsi organ, terutama ginjal, hemodialisis/hemofiltrasi, dapat
mempengaruhi distribusi dan klirens antibiotik, sehingga membutuhkan
penyesuaian dosis.
UKK Emergensi dan Rawat Intensif Anak & Infeksi dan Penyakit Tropik IDAI 11
Simmons ML, Durham SH. Carter CW. Pharmacological management of pediatric patient
with sepsis. Advanced Critical Care. 2012. Volume 23, Number 4, pp.437-448
Konsensus UKK Eria dan IPT, 2016
Penisilin Spe-
ktrum Luas
Amoksisilin asam PO Dosis 80-100 mg/kg/hari dalam 3 dosis diberikan dalam melaku-
klavulanat kan deekskalasi antibiotik PO untuk infeksi invasif non OMA
Ampisilin IM, IV 200–400 mg/kg/hari dalam 4 dosis (dosis dewasa perhari 6-12 g)
Ampisilin sulbak- IV 200 mg/kg/hari ampisilin dalam 4 dosis (dosis dewasa perhari 8 g)
tam
Piperasilin tazo- IV Untuk anak > 9 bulan dosis 300 mg/kg/hari komponen piperacillin
baktam dalam 3 doses (dosis dewasa perhari 9-16 g)
Penisilin
Penisilin G IM, IV 200 000–300 000 U/kg/hari dalam 4–6 dosis (dosis dewasa perhari
12-24 juta U)
Penisilin resisten
Penisilinase
Oksasilin/Nafsilin IM, IV 150–200 mg/kg/hari dalam 4–6 dosis (dosis dewasa perhari 6-12 g)
Dikloksasilin PO 100 mg/kg/hari dalam 4 dosis untuk deekskalasi infeksi osteoarti-
kular)
Sulfonamid
Trimethoprim PO, IV 6–12 mg/kg/hari komponen TMP dalam 2 dosis (dosis dewasa
(TMP)- sulfa- perhari TMP 320 mg)
methoxazole
(SMX) dengan
rasio 1:5
Tetrasiklin
Tetrasiklin PO 25–50 mg/kg/hari dalam 5 dosis (dosis dewasa perhari 1 g). Hanya
untuk usia >8 tahun
Doksisiklin PO, IV 4 mg/kg/hari, terbagi dalam 12 jam (maksimal 100 mg/dosis)
Vankomisin
Vankomisin IV 45–60 mg/kg/hari dalam 3-4 dosis 3–4 dosis (dosis dewasa perhari
2-4 g); membutuhkan pemeriksaan konsentrasi obat dalam darah
Tables of Antibacterial Drug Dosages. Red Book: 2015 Report of the Committee on Infectious Dis-
eases. Committee on Infectious Diseases, American Academy of Pediatrics. Edisi ke-30. Elk Grove
Village, AAP, 2015. Hal 881-95.
7.1.2 Anti-jamur
Pasien dalam kondisi kritis berisiko untuk mengalami infeksi jamur sistemik,
terutama akibat Candida. Identifikasi dan terapi segera memberikan hasil
UKK Emergensi dan Rawat Intensif Anak & Infeksi dan Penyakit Tropik IDAI 13
yang baik, sehingga menunggu hasil kultur jamur dapat meningkatkan
progresivitas penyakit. Namun sampai saat ini adanya infeksi oleh jamur
sulit ditegakkan karena keterbatasan pemeriksaan penunjang. Kondisi
pasien di PICU yang menjadi predisposisi terjadinya infeksi jamur sistemik
diperlihatkan pada table di bawah ini.
Antijamur diberikan pada pasien sepsis yang dirawat di ruang intensif
dengan menggunakan algoritme di bawah ini.
Penjelasan
Untuk menegakkan diagnosis infeksi jamur sistemik, digunakan “Candida
score” melalui penghitungan sebagai berikut (variabel bernilai 0 bila tidak
ada dan 1 bila ada): 1 × (total parenteral nutrition) + 1 × (surgery) + 1 ×
(multifocal Candida colonization) + 2 × (severe sepsis). Sangat tidak mungkin
terjadi kandidiasis invasif (highly improbable) bila “Candida score” <3.16
Berbagai penelitian memperlihatkan berbagai cut-off kadar
procalcitonin pada penyakit jamur invasif. Penelitian terkini mendapatkan
cut-off PCT >1.3 ng/mL dalam membantu menyingkirkan etiologi sepsis
akibat jamur.
Leli C, Ferranti M, Moretti A, Al Dhahab ZS, Cenci E, Mencacci A. Procalcitonin Levels
in Gram-Positive, Gram-Negative, and Fungal Bloodstream Infections. Disease Markers.
2015;701480:1-8. ,
Penggunaan anti-jamur pada sepsis disesuaikan dengan data sensitivitas
lokal. Bila tidak ada data, dapat diberikan lini pertama berupa: amphotericin
B atau flukonazol, sedangkan lini kedua adalah mycafungin.
Penjelasan
Langkah pertama resusitasi adalah pembebasan jalan nafas sesuai dengan
tatalaksana bantuan hidup dasar. Selanjutnya pasien diberikan suplemen
UKK Emergensi dan Rawat Intensif Anak & Infeksi dan Penyakit Tropik IDAI 15
oksigen, awalnya dengan aliran dan konsentrasi tinggi melalui masker.
Oksigen harus dititrasi sesuai dengan pulse oximetry dengan tujuan
kebutuhan saturasi oksigen >92%.
Bila didapatkan tanda-tanda gagal nafas (tabel 9), perlu dilakukan segera
intubasi endotrakeal dan selanjutnya ventilasi mekanik di ruang perawatan
intensif. Penggunaan obat-obatan anestesi untuk induksi disarankan dengan
menggunakan ketamin dan rokuronium, dan menghindari etomidate karena
berkaitan dengan supresi adrenal.12
Pipa endotrakeal dengan balon (cuff) direkomendasikan pada pasien
sindrom distress pernapasan akut (pediatric acute respiratory distress
syndrome, PARDS) yang menggunakan ventilasi mekanik konvensional.
Pada pasien PARDS yang menggunakan high-frequency osscilatory
ventilation (HFOV), direkomendasikan menggunakan pipa endotrakeal
dengan sedikit kebocoran untuk meningkatkan ventilasi atau pembuangan
CO2.17
Tabel 9. Penilaian klinis Gawat Napas, Gagal Napas dan Henti Napas
Penilaian Gawat Napas Gagal Napas Henti Napas
Status mental Sadar, gelisah, agitasi Kurang responsif, atau Tidak responsif terhadap
memberi respon terha- suara dan nyeri
dap rangsang nyeri
Tonus otot Dapat duduk (>4 bulan) Normal atau hipotonia Lemas
Posisi tubuh Posisi tripod Posisi tripod, perlu bantu Tidak dapat mempertah-
mempertahankan posisi ankan posisi tubuh
duduk (>7-9 bulan)
Frekuensi Lebih cepat dari normal Takipnea, bradipnea pe- Tidak ada napas
napas riodik, bradipnea agonal
Upaya napas Retraksi interkostal, Upaya napas tidak Tidak ada upaya napas
napas cuping hidung, adekuat, dinding dada
pemakaian otot leher naik turun
Suara napas Napas paradoksik, stri- Stridor, mengi, berdeguk, Tidak terdengar suara
dor, mengi, berdeguk megap-megap
Warna kulit Kemerahan atau pucat, Sianosis sentral walau Berbecak biru, sianosis
sianosis sentral, mem- telah diberi O2, berbecak perifer dan sentral
baik dengan O2 biru
Penjelasan
Pasien dengan risiko PARDS (lampiran 2) atau mengalami PARDS ringan
(lampiran 3) merupakan kandidat untuk mendapatkan terapi ventilasi non-
invasif. Di samping itu, untuk mencegah pnemonia dan mortalitas, pasien
yang mengalami imunosupresi juga merupakan kandidat ventilasi non-
invasif. Tujuan ventilasi non-invasif adalah memperbaiki pertukaran gas,
menurunkan kerja napas, dan mencegah komplikasi akibat ventilasi invasif.18
Masker oronasal dan full facial dapat memberikan sinkronisasi pasien-
ventilator. Ukuran yang digunakan harus sesuai dengan ukuran pasien
sehingga tidak menimbulkan kebocoran atau menutupi mata. Gas yang
diberikan harus dilembabkan untuk mencegah kekeringan epitel jalan napas
dan edema lokal.18
Ventilasi non-invasif lebih dianjurkan karena memberikan tambahan
tekanan saat inspirasi sehingga memperbaiki oksigenasi dan ventilasi serta
menurunkan kerja napas. Bila tidak ada perbaikan klinis atau terdapat
tanda-tanda perburukan (peningkatan laju dan kerja napas, perburukan
pertukaran gas, dan penurunan kesadaran), harus segera dilakukan intubasi
dan tunjangan ventilasi invasif. Untuk meningkatkan siknronisasi pasien-
ventilator, dapat diberikan sedasi; namun harus dipantai komplikasi berupa
depresi napas atau penurunan kesadaran.18
UKK Emergensi dan Rawat Intensif Anak & Infeksi dan Penyakit Tropik IDAI 17
7.2.3 Ventilasi mekanik invasif
1. Indikasi ventilasi mekanik pada pasien sepsis adalah gagal napas atau
disfungsi organ lain (gangguan sirkulasi dan penurunan kesadaran)
2. Modus ventilasi mekanik dapat manggunakan volume controlled
ventilation (VCV), pressure-controlled ventilation (PCV), atau
pressure-controlled dengan volume target.
3. Tidal volume tidak boleh melebihi 10 ml/kg predicted body weight
(PBW).
4. Bila tidak ada pengukuran tekanan transpulmonal, direkomendasikan
Pplateau maksimal 28 cmH2O; atau 29-32 cmH2O pada kasus yang
disertai penurunan komplians dinding dada
5. Untuk memperbaiki oksigenasi, diperlukan titrasi PEEP. Tidak ada
bukti metode terbaik untuk mengatur PEEP optimal, namun harus
memperhatikan keseimbangan antara hemodinamik dan oksigenasi.
6. Target oksigenasi 92-97% pada PEEP optimal <10 cmH2O, atau 88-
92% pada PEEP optimal ≥10 cmH2O.
7. Pada PARDS sedang-berat direkomendasikan permissive hypercapnea
dengan mempertahankan pH 7,15-7,30
8. Pasien yang gagal mencapai oksigenasi dan ventilasi optimal dengan
Pplateau >28 cmH2O pada ventilasi mekanik konvensional, serta tidak
ada bukti penurunan komplians dinding dada, dapat beralih pada terapi
high frequency osscilation ventilation (HFOV) atau extracorporeal
membrane oxygenation (ECMO).
Penjelasan
Tidak ada rekomendasi khusus mengenai modus ventilasi mekanik
konvensional pada pasien sepsis dan PARDS. Volume tidal yang
direkomendasikan adalah berdasarkan komplians paru masing-masing
pasien, yaitu: 3-6 ml/kg predicted body weight (PBW) untuk pasien
dengan komplians paru rendah, dan ≤5-8 ml/kg berat badan ideal, untuk
pasien dengan komplians paru lebih baik.17
Bila tidak ada pengukuran tekanan transpulmonal, direkomendasikan
batas maksimal tekanan plateau inspirasi (Pplateau) sebesar 28 cmH2O (atau
sedikit lebih tinggi 29-32 cm H2O untuk pasien yang mengalami penurunan
komplians dinding dada). Perlu diperhatikan bahwa, batas tekanan inspirasi
maksimal tersebut dapat berbeda pada tiap pasien bergantung pada
UKK Emergensi dan Rawat Intensif Anak & Infeksi dan Penyakit Tropik IDAI 19
menurunkan tekanan rerata jalan napas (mean airway pressure, MAP)
dengan pemantauan oksigenasi, kadar CO2, dan hemodinamik.17
Penjelasan
Bayi dan anak yang mengalami syok membutuhkan resusitasi cairan
secara cepat.19 Akses vaskular harus segera dipasang dalam waktu singkat
melalui akses vena perifer atau intraosseus. Jenis cairan yang diberikan
adalah kristaloid atau koloid.20-26 Cairan diberikan dengan bolus sebanyak
20 ml/kg selama 5-10 menit, menggunakan push and pull atau pressure
bag technique.27 Pemberian cairan dapat diulang dengan menilai respon
terhadap cairan (fluid-responsiveness), yaitu menggunakan:28-31
1. Fluid challenge
2. Passive leg raising (kenaikan cardiac index ≥10%)
3. Ultrasonografi
- Pengukuran diameter vena cava inferior
- Ultrasound Cardiac Output Monitoring (USCOM): stroke volume
variation (SVV) ≥30%
4. Arterial waveform: Systolic pressure variation (SVV) atau Pulse pressure
variation (PPV) ≥13%
5. Pulse contour analysis: stroke volume variation (SVV) ≥13%
UKK Emergensi dan Rawat Intensif Anak & Infeksi dan Penyakit Tropik IDAI 21
Tabel 12. Profil Hemodinamik dan Pilihan Obat Vasoaktif pada Syok Anak
No. Jenis Syok Profil Karakteristik Pilihan Obat
Hemodinamik Vasoaktif
1 Syok dingin Low output, high • Akral dingin Inotropik
dengan nor- resistance + • Waktu pengisian kapiler • Dopamin 5-10
motensi Normotensi >2 detik mcg/kg/mnt
• Nadi perifer lebih lemah • Dobutamin 5-20
dibandingkan sentral mcg/kg/mnt
• Indeks inotropi <1,44 • Epinefrin 0,05-
W/m2 0,3 mcg/kg/mnt
• Stroke volume index (SVI) Inodilator
<40 ml/m2 • Milrinon loading
• Cardiac index (CI) <3,3 dose 75 mcg/kg
ml/m2/mnt dalam 15 menit,
• Systemic vascular resis- maintenance 0,5-
tance index (SVRI) >1600 0,75 mcg/kg/mnt
d.s/cm5/m²
2 Syok dingin Low output, high • Akral dingin Inotropik
dengan hipo- resistance + • Waktu pengisian kapiler • Dopamin 5-10
tensi Hipotensi >2 detik mcg/kg/mnt
• Nadi perifer lebih lemah • Dobutamin 5-20
dibandingkan sentral mcg/kg/mnt
• Indeks inotropi <1,44 • Epinefrin 0,05-
W/m2 0,3 mcg/kg/mnt
• Stroke volume index (SVI)
<40 ml/m2
• Cardiac index (CI) <3,3
ml/m2/mnt
• Systemic vascular resis-
tance index (SVRI) >1600
d.s/cm5/m²
• Tekanan sistolik <P5
Low output, low • Akral dingin Inotropik
resistance • Waktu pengisian kapiler • Dopamin 5-10
>2 detik mcg/kg/mnt
• Nadi perifer lebih lemah • Dobutamin 5-20
dibandingkan sentral mcg/kg/mnt
• Indeks inotropi <1,44 • Epinefrin 0,05-
W/m2 0,3 mcg/kg/mnt
• Stroke volume index (SVI) Vasopressor
<40 ml/m2 • Norepinefrin
• Cardiac index (CI) <3,3 0,05-1 mcg/kg/
ml/m /mnt
2
mnt
• Systemic vascular resis-
tance index (SVRI) <800
d.s/cm5/m²
• Tekanan sistolik <P5
Penjelasan
Pada pasien dengan hemodinamik tidak stabil dan saturasi vena cava superior
(ScvO2) <70%, disarankan kadar hemoglobin >10 g/dL dapat tercapai.
Setelah syok telah teratasi, kadar Hb <7 g/dL dapat digunakan sebagai
ambang transfusi.2,43,44
UKK Emergensi dan Rawat Intensif Anak & Infeksi dan Penyakit Tropik IDAI 23
7.2.5.3 Transfusi plasma
Tranfusi plasma beku segar (fresh frozen plasma, FFP) diberikan pada
pasien sepsis yang mengalami gangguan purpura trombotik, antara
lain: koagulasi intravaskular menyeluruh (disseminated intravascular
coagulation, DIC), secondary thrombotic microangiopathy, dan
thrombotic thrombocytopenic purpura.2,34
7.2.6 Kortikosteroid
Hidrokortison suksinat 50 mg/m2/hari diindikasikan untuk pasien syok
refrakter katekolamin atau terdapat tanda-tanda insufisiensi adrenal.
Penjelasan
Pada pasien yang mengalami syok refrakter cairan dan katekolamin,
serta dicurigai adanya insufisiensi adrenal (ditandai oleh: hipoglikemia,
hiponatremia, hiperkalemia), dapat diberikan hidrokortison suksinat dengan
dosis 50 mg/m2/hari. Perlu diperhatikan pula kondisi-kondisi premorbid
yang berkaitan dengan pemakaian kortikosteroid kronis, misalnya: sindrom
nefrotik, lupus sistemik, asma.34,45
Penjelasan
Pasien sepsis harus dicegah dari kondisi hipoglikemia atau hiperglikemia.
Kondisi hipoglikemia berdampak buruk pada perkembangan otak, terutama
pada usia sampai 2 tahun. Hiperglikemia juga berkaitan dengan peningkatan
morbiditas dan mortalitas. Oleh karena itu, gula darah dipertahankan 50-
180 mg/dL.46 Bila gula darah >180 mg/dL, glucose infusion rate (GIR)
diturunkan sampai dengan 5 mg/kg/menit. Bila gula darah >180 mg/dL,
dengan GIR 5 mg/kg/menit, pertahankan GIR dan titrasi insulin (50 IU
rapid acting insulin dalam 50 mL NaCl 0,9%) mulai 0,05 IU/kg sampai
7.2.8 Nutrisi
Nutrisi diberikan setelah respirasi dan hemodinamik stabil, diutamakan
secara enteral dengan kebutuhan fase akut 65 kCal/kg/hari.
Penjelasan
Nutrisi secepatnya diberikan setelah kondisi respirasi dan hemodinamik
pasien stabil. Pemberian nutrisi diutamakan secara enteral (nasogastrik,
nasojejunal, gastrostomi, duodenostomi, atau jenunostomi) bila tidak ada
kontraindikasi, misalnya: obstruksi, pasca operasi, atau perdarahan saluran
cerna.48 Kebutuhan nutrisi pada hari-hari pertama fase akut diusahakan
mencapai minimal 65 kCal/kg/hari untuk menghindari katabolisme.49,50
8. Tindak lanjut
8.1 Evaluasi Penggunaan Antibiotik dan Anti-jamur
Pemberian antibiotik dan anti-jamur dievaluasi secara berkala secara klinis
dan laboratoris sederhana penanda infeksi (lekosit; granula toksik, Dohle
body, dan vakuola dalam sitoplasma memiliki tinggi sensitivitas 80% untuk
memprediksi infeksi; rasio netrofil:limfosit) dan perubahan kadar CRP
serta PCT. Prinsip penggunaan antibiotik dan antijamur empirik adalah
melakukan deekskalasi apabila etiologi sepsis telah diketahui dan terdapat
perbaikan klinis
Penjelasan
Evaluasi efektivitas antibiotika dan anti-jamur dilakukan dalam 3 hari,
UKK Emergensi dan Rawat Intensif Anak & Infeksi dan Penyakit Tropik IDAI 25
meliputi tanda klinis infeksi dan perubahan parameter laboratorium. Setelah
mikroorganisme penyebab teridentifikasi, diberikan antibiotika atau anti-
jamur definitif tunggal dan spektrum sempit (de-eskalasi). Lama pemberian
antibiotik pada sepsis yang telah dapat diperkirakan kausanya diberikan
sesuai dengan pedoman tatalaksana penyakit (panduan terapi pnemonia,
infeksi intra-abdominal, saluran kemih, kateter vaskular, hepatobiliar, kulit,
dan jaringan ikat).51 Lama pemberian antibiotik dan anti-jamur ditentukan
baik berdasarkan gambaran klinis, perubahan penanda infeksi sederhana
((lekosit; granula toksik, Dohle body, dan vakuola dalam sitoplasma memiliki
tinggi sensitivitas 80% untuk memprediksi infeksi; rasio netrofil:limfosit),
kadar CRP dan/atau prokalsitonin, serta jenis mikroorganisme.52-54.
Prinsip deekskalasi/streamlining terapi antibiotik empirik spektrum
luas, adalah:
1. Mempersempit spektrum cakupan antimikroba, dengan memperhatikan
respon klinis, hasil kultur, dan sensitivitas terhadap antibiotik
2. Berkomitmen untuk menghentikan terapi antimikroba jika tidak ada
infeksi yang terbukti
Park DR. Antimicrobial treatment of ventilator-associated pneumonia. Respir Care
2005;50:932–52
UKK Emergensi dan Rawat Intensif Anak & Infeksi dan Penyakit Tropik IDAI 27
Boks 2 memperlihatkan tatacara praktis dalam melakukan deekskalasi
antibiotik.
Penjelasan
Tata laksana sepsis dievaluasi secara klinis dan laboratoris dengan skor
PELOD 2 dan kadar prokalsitonin, menggunakan panduan derajat
keparahan penyakit (tabel 6):
Derajat ringan: skor PELOD2 nilai 0-3 dan kadar PCT 0,5-1,99 ng/ml
Derajat sedang: skor PELOD2 nilai >3-9 dan kadar PCT 2,0-9,99 ng/ml
Derajat berat: skor PELOD2 nilai >9 dan kadar PCT 10 ng/ml
UKK Emergensi dan Rawat Intensif Anak & Infeksi dan Penyakit Tropik IDAI 29
Referensi
1. Randolph AG, McCulloh RJ. Pediatric sepsis: important considerations for
diagnosing and managing severe infections in infants, children, and adoles-
cents. Virulence 2014;5:179-89.
2. Plunkett A, Tong J. Sepsis in children. BMJ 2015;350:h3017.
3. Watson RS, Carcillo JA. Scope and epidemiology of pediatric sepsis. Pediatr
Crit Care Med 2005;6:S3-S5.
4. Zhao H, Heard SO, Mullen MT, et al. An evaluation of the diagnostic ac-
curacy of the 1991 american college of chest Physicians/Society of critical
care Medicine and the 2001 Society of critical care Medicine/european Soci-
ety of intensive care Medicine/american college of chest Physicians/american
thoracic Society/Surgical infection Society sepsis de nition. Crit Care Med
2012;40:1700-6.
5. Vincent J-L, Opal SM, Marshall JC, Tracey KJ. Sepsis definitions: time for
change. Lancet 2013;381:774-5.
6. Mayr FB, Yende S, Angus DC. Epidemiology of severe sepsis. Virulence
2014;5:4-11.
7. Weiss SL, Fitzgerald JC, Maffei FA, et al. Discordant identification of pediat-
ric severe sepsis by research and clinical definitions in the SPROUT interna-
tional point prevalence study. Crit Care 2015;19:325-34.
8. Opal SM. Concept of PIRO as a new conceptual framework to understand
sepsis. Pediatr Crit Care Med 2005;6:S55-S60.
9. Cardoso T, Teixeira-Pinto A, Rodrigues PP, Aragao I, Costa-Pereira A, Sar-
mento AE. Predisposition, Insult/Infection, Response and Organ Dysfunc-
tion (PIRO): A pilot clinical staging system for hospital mortality in patients
with infection. PLoS One 2013;8:e70806.
10. Chan T, Gu F. Early diagnosis of sepsis using serum biomarkers. Expert Rev
Mol Diagn 2011;11:487-96.
11. Sepanski RJ, Godambe SA, Mangum CD, Bovat CS, Zaritsky AL, Shah SH.
Designing a pediatric severe sepsis screening tool. Front pediatr 2014;2:56.
12. Goldstein B, Giroir B, Randolph A, Sepsis MotICCoP. International pediatric
sepsis consensus conference: Definitions for sepsis and organ dysfunction in
pediatrics. Crit care med 2005;6:2-8.
13. Jager CPCd, Wijk PTLv, Mathoera RB, Jongh-Leuvenink Jd, Poll Tvd, Wever
PC. Lymphocytopenia and neutrophil-lymphocyte count ratio predict bacte-
remia better than conventional infection markers in an emergency care unit.
Crit Care 2010;14:R192.
UKK Emergensi dan Rawat Intensif Anak & Infeksi dan Penyakit Tropik IDAI 31
26. Wills BA, Dung NM, Loan HT, et al. Comparison of three fluid solutions for
resuscitation in dengue shock syndrome. N Engl J Med 2005;353:877-89.
27. Stoner MJ, Goodman DG, Cohen DM, Fernandez SA, Hall MW. Rapid
fluid resuscitation in pediatrics: testing the American College of Critical Care
Medicine Guideline. Ann Emerg Med 2007;50:601-7.
28. Lukito V, Djer MM, Pudjiadi AH, Munasir Z. The role of passive leg raising
to predict fluid responsiveness in pediatric intensive care unit patients. Pedi-
atr Crit Care Med 2012;13:e155-e60.
29. Marik PE. Hemodynamic parameters to guide fluid therapy. Transfusion alter
transfusion med 2010;11:102-12.
30. Saxena R, Durward A, Steeley S, Murdoch IA, Tibby SM. Predicting fluid
responsiveness in 100 critically ill children: the effect of baseline contractility.
Intensive Care Med 2015;41:2161-9.
31. Mandeville JC, Colebourn CL. Can transthoracic echocardiography be used
to predict fluid responsiveness in the critically ill patient? a systematic review.
Crit care Res Pract 2011;2012:513480.
32. de Oliveira CF, de Oliveira DSF, Gottschald AFC, et al. ACCM/PALS hae-
modynamic support guidelines for paediatric septic shock: an outcomes com-
parison with and without monitoring central venous oxygen saturation. In-
tensive care med 2008;34:1065-75.
33. Carcillo JA, Han K, Orr RA. Goal-directed management of pediatric shock in
the emergency department. Clin Ped Emerg Med 2007;8:165-75.
34. Dellinger RP, Levy MM, Rhodes A, et al. Surviving sepsis campaign: interna-
tional guidelines for management of severe sepsis and septic shock: 2012. Crit
Care Med 2013;41:580-637.
35. Ceneviva G, Paschall JA, Maffei F, Carcillo JA. Hemodynamic Support in
Fluid-refractory Pediatric Septic Shock. Pediatrics 1998;102:e19.
36. Deep A, Goonasekera CDA, Wang Y, Brierly J. Evolution of haemodynamics
and outcome of fluid-refractory septic shock in children. Intensive care med
2013;39:1602-9.
37. Brierley J, Peters MJ. Distinct hemodynamic patterns of septic shock at pre-
sentation to pediatric intensive care. Pediatrics 2008;122:752-9.
38. Haas NA. Clinical review: vascular access for fluid infusion in children. Crit
Care 2004;8:478-84.
39. Sinitsky L, Walls D, Nadel S, Inwald DP. Fluid overload at 48 hours is associ-
ated with respiratory morbidity but not mortality in a general picu: Retro-
spective cohort study. Pediatr Crit Care Med 2015;16:205-9.
UKK Emergensi dan Rawat Intensif Anak & Infeksi dan Penyakit Tropik IDAI 33
53. Parlato M, Cavaillon J-M. Host response biomarkers in the diagnosis of sep-
sis: a general overview. In: Mancini N, ed. Sepsis: diagnostic methods and
protocols. Milan: Humana Press; 2015.
54. Samraj RS, Zingarelli B, Wong HR. Role of biomarkers in sepsis care. Shock
2013;40:358-65.
55. Khemani RG, Smith LS, Zimmerman JJ, Erickson S, Group PALICC. Pedi-
atric acute respiratory distress syndrome: definition, incidence, and epidemi-
ology: proceedings from the pediatric acute lung injury consensus conference.
Pediatr Crit Care Med 2015;16:S23-S40.
56. Soler YA, Nieves-Plaza M, Prieto Mn, Jesús RGa-D, Suárez-Rivera M. Pe-
diatric risk, injury, failure, loss, end-stage renal disease score identifes acute
kidney injury and predicts mortality in critically ill children: a prospective
study. Pediatr Crit Care Med 2013;14:e189-e95.
*mean +2,2 SD, koreksi suhu 37°C [rumus denyut jantung normal terkoreksi suhu = denyut jantung
terukur – 10(suhu terukur - 37°C)]; **untuk pasien yang tidak menggunakan penyekat beta atau
klonidin; #mean +2,8 SD, koreksi suhu 37°C [rumus frekuensi napas normal terkoreksi suhu = frekuensi
napas terukur – X(suhu terukur - 37°C); dimana X=7 untuk usia 0 - <2 tahun dan X=5 untuk usia yang
lain]
UKK Emergensi dan Rawat Intensif Anak & Infeksi dan Penyakit Tropik IDAI 35
LAMPIRAN 2
Kriteria risiko pediatric acute respiratory distress
syndrome (PARDS)55
UKK Emergensi dan Rawat Intensif Anak & Infeksi dan Penyakit Tropik IDAI 37
LAMPIRAN 4
Pediatric logistic organ dysfunction (Pelod) 2
UKK Emergensi dan Rawat Intensif Anak & Infeksi dan Penyakit Tropik IDAI 39
LAMPIRAN 6
Skor kandida16
VARIABEL KODE SKOR PENGALI
0 = tidak ada
Kolonisasi spesies Kandida multifokal 1
1 = ada
0 = tidak ada
Pembedahan saat masuk rumah sakit 1
1 = ada
0 = tidak ada
Sepsis berat 2
1 = ada
0 = tidak ada
Nutrisi parenteral total 1
1 = ada
Untuk menegakkan diagnosis infeksi jamur sistemik, digunakan “Candida score” melalui
penghitungan sebagai berikut (variabel bernilai 0 bila tidak ada dan 1 bila ada): 1 × (total
parenteral nutrition) + 1 × (surgery) + 1 × (multifocal Candida colonization) + 2 × (severe sepsis).
Sangat tidak mungkin terjadi kandidiasis invasif (highly improbable) bila “Candida score” <3.16
Leli C, Ferranti M, Moretti A, Al Dhahab ZS, Cenci E, Mencacci A. Procalcitonin Levels in Gram‐
Positive, Gram‐Negative, and Fungal Bloodstream Infections. Disease Markers.
2015;701480:1‐8. ,
Leli C, Ferranti M, Moretti A, Al Dhahab ZS, Cenci E, Mencacci A. Procalcitonin Levels in Gram-
Positive, Gram-Negative, and Fungal Bloodstream Infections. Disease Markers. 2015;701480:1-8. ,
UKK Emergensi dan Rawat Intensif Anak & Infeksi dan Penyakit Tropik IDAI 41
Rekomendasi terapi antibiotik untuk infeksi kulit
dan jaringan lunak akibat staphylococcus dan
streptococcus
JENIS ANTIBIOTIK DOSIS KETERANGAN
PENYAKIT
Impetigo Cephalexin 25 – 50 mg mg/ -
(Staphylococcus kg/hari, dibagi 3-4
dan Streptococ- dosisp.o
cus)
Erythromycin 40 mg/kg/haridibagi Beberapa strain Staphylococcusau-
3-4 dosisp.o reus dan Streptococcus pyogene
dapat resisten
Clindamycin 20 mg/kg/hari dibagi -
3 dosis p.o
Amoxicillin - 25 mg/kg/hari dengan -
clavulanate komponen amoxicil-
lin, dibagi 2 dosis p.o
Retapamulin Dioleskan di luka, 2x Untuk pasien dengan jumlah lesi
ointment sehari terbatas
Mupirocin Dioleskan di luka, 2x Untuk pasien dengan jumlah lesi
oinment sehari terbatas
MSSA Infeksi Ku- Nafcillin atau 100 – 150 mg/kg/ Pilihan obat untuk orang tua, tidak
lit dan Jaringan oxacillin haridibagi 4 dosis aktif terhadap MRSA
Lunak
Cefazolin 50 mg/kg/haridibagi Untuk pasien alergi penicillin
3 dosis kecuali pada mereka dengan reaksi
hipersensitivitas cepat. Lebih aman
dibandingkan nafcillin dengan
supresi sumsum tulang yang lebih
ringan
Clindamycin 25 – 40 mg/kg/ Bakteriostatik, potensial resistensi
haridibagi 3 dosis IV silang dan munculnya resis-
atau 25 – 30 mg/kg/ tensi terhadap strain yang resisten
haridibagi 3 dosisp.o erythromycin; dapat menyebabkan
resistensi terhadap MRSA
Dicloxacillin 25 – 50 mg/kg/ Pilihan obat oral untuk strain yang
haridibagi 4 dosisp.o sensitive terhadap methicillin pada
dewasa. Tidak banyak digunakan
pada anak-anak
Cephalexin 25 – 50 mg/kg/ Untuk pasien alergi penicillin
haridibagi 4 dosisp.o kecuali pada mereka dengan reaksi
hipersensitivitas cepat. Tersedia
sediaan suspense dan kebutuhan
dosis yang lebih mudah.
UKK Emergensi dan Rawat Intensif Anak & Infeksi dan Penyakit Tropik IDAI 43
Rekomendasi untuk infeksi nekrotik pada kulit
dan jaringan lunak
TIPE INFEKSI ANTIBIOTIK LINI DOSIS DILUAR NEONATUS ANTIBIOTIK UNTUK PASIEN
PERTAMA DENGAN HIPERSENSITIVITAS
PENISILLIN BERAT
Mixed Infec- Piperacillin-tazobac- 60 – 75 mg/kg/dosis dari Clindamycin / metronidazole
tion tam plus komponen piperacillin tiap dengan aminoglikosida atau
Vancomycin 6 jam IV fluorokuinolon
Meropenem 10 – 13 mg/kg/dosistiap 8
Ertapenem jam IV
20 mg/kg/dosistiap 8 jam IV
Cefotaxime plus 15 mg/kg/dosis tiap 12 jam IV
Metronidazole atau untuk anak usia 3 bulan – 12
Clindamycin tahun
Rejimen yang biasa digunakan untuk Pengobatan Empiris Awal pada Infeksi
Intra-abdominal Ekstra-bilier Komplikata
NO. REGIMEN COMMUNITY ACQUIRED INFECTION pada Pasien Anak-Anak
1. Agen Tunggal Ertapenem, meropenem, imipenemcilastatin,ticarcillin-clavulanate,
danpiperacillin-tazobactam
2. Kombinasi Ceftriaxone, cefotaxime, cefepime, atau ceftazidime, masing-
masing dikombinasikan dengan metronidazole; gentamicin atau
tobramycin,masing-masing dikombinasikan dengan metronidazole
atau clindamycin, dan dengan atau tanpa ampicillin.
UKK Emergensi dan Rawat Intensif Anak & Infeksi dan Penyakit Tropik IDAI 45
Etiologi pneumonia anak
Usia Etiologi sering Etiologi jarang
Lahir-20 hari Bakteri Bakteri
E.colli Anaerob
Streptococcus grup B Streptococcus grup D
Listeria monocytogenes Haemophillus influenza
Streptococcus pneumoniae
Ureaplasma urealyticum
Virus
CMV
HSV
3 minggu-3 bulan Bakteri Bakteri
Chlamydia trachomatis Bordetella pertusis
Streptococcus pneumoniae Haemophillus influenzae tipe B
Virus Moraxella catharalis
Virus Adeno Staphylococcus aureus
Virus Influenza Ureaplasma urealyticum
Virus Parainfluenza 1,2,3 Virus
Respiratory Syncytial Virus Virus Sitomegalo
4 bulan-5 tahun Bakteri Bakteri
Chlamydia trachomatis Haemophillus influenzae tipe B
Mycoplasma pneumoniae Moraxella catharalis
Streptococcus pneumoniae Neisseria meningitis
Virus Staphylococcus aureus
Virus Adeno Virus
Virus Influenza Virus Varicela-Zoster
Virus Parainfluenza
Virus Rino
Respiratory Syncytial Virus
5 tahun-remaja Bakteri Bakteri
Chlamydia trachomatis Haemophillus influenzae
Mycoplasma pneumoniae Legionella sp
Streptococcus pneumoniae Staphylococcus aureus
Virus
Virus Adeno
Virus Epstein Barr
Virus Influenza
Virus Parainfluenza
Virus Rino
Respiratory Syncytial Virus
Virus Varicela-Zoster
UKK Emergensi dan Rawat Intensif Anak & Infeksi dan Penyakit Tropik IDAI 47
COMMUNITY-ACQUIRED PNEUMONIA (CAP)
Terapi antibiotik
Dasar diagnosis Diagnosis Etiologi
Regimen Dosis
Klinis: demam, Community- Streptococcus Ampicillin 150–200 mg/kg/hari tiap 6
batuk, takipneu, acquired pneumoniae illin jam
retraksi, ronkhi pneumonia Alternatif 200.000–250.000 U/kg/hari
basah halus Ceftriaxone tiap 4–6 jam
Laborato- Cefotaxime
rium: darah rutin, Clindamycin 50–100 mg/kg/hari tiap 12–24
pengecatan dan Vancomycin jam
kultur sputum 150 mg/kg/hari tiap 8 jam
Radiologis: x-foto 40 mg/kg/hari tiap 6–8 jam
thorax AP/L 40–60 mg/kg/hari tiap 6–8
jam
Streptococcus Ceftriaxone 100 mg/kg/hari tiap 12–24
pneumoniae, re- Alternatif jam
sistant penicillin Ampicillin
Levofloxacin 300–400 mg/kg/hari tiap 6
jam
Linezolid 16–20 mg/kg/hari tiap 12 jam
(6 mos - 5 yo)
Clindamycin 8–10 mg/kg/hari once daily
Vancomycin (5–16 yo; max 750 mg/ hari)
30 mg/kg/hari tiap 8 jam
(<12 yo)
20 mg/kg/hari tiap 12 jam
(>12 yo)
40 mg/kg/hari tiap 6–8 jam
40–60 mg/kg/hari tiap 6–8
jam
Group A Strep- Penicillin 100.000–250.000 U/kg/hari
tococcus Ampicillin tiap 4–6 jam
Alternatif 200 mg/kg/hari tiap 6 jamours
Ceftriaxone
Cefotaxime 50–100 mg/kg/hari tiap 12–24
Clindamycin jam
Vancomycin 150 mg/kg/hari tiap 8 jam
40 mg/kg/hari tiap 6–8 jam
40–60 mg/kg/hari tiap 6–8
jam
UKK Emergensi dan Rawat Intensif Anak & Infeksi dan Penyakit Tropik IDAI 49
Terapi antibiotik
Dasar diagnosis Diagnosis Etiologi
Regimen Dosis
Chlamydia Azithromycin 10 mg/kg once daily (hari 1-2)
trachomatis/ 5 mg/kg once daily (>hari 2)
Chlamydophila Alternatif
pneumoniae Erythromycin 20 mg/kg/hari tiap 6 jam
Levofloxacin 16-20 mg/kg/hari in 2 doses (6
mos-5 yo)
8-10 mg/kg/hari once daily
(5-16 yo; max 750 mg)
Sumber:
1. IDSA. The Management of Community-Acquired Pneumonia in Infants
and Children Older Than 3 Months of Age: Clinical Practice Guidelines
by the Pediatric Infectious Diseases Society and the Infectious Diseases
Society of America. 2011.
2. WHO. Revised WHO classification and treatment of childhood
pneumonia at health facilities. 2014.
3. British Thoracic Society. Management of community acquired
pneumonia in children. 2011.
Referensi
1. OSHA to Begin citing for Reusing of Tube Holders, hospital employee
health. Aug 2002.
2. Selecting Safety Blood-Draw Devices Causes Controversy, by Michael
Gaevin, MAH. Infection Control Today, May 2002
UKK Emergensi dan Rawat Intensif Anak & Infeksi dan Penyakit Tropik IDAI 51
Terapi pasien demam dengan imunokompromais
Kategori Intervensi
Kanker