Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Early Exposure I Mata Kuliah Keperawatan Dasar II
Disusun oleh :
Bismillahirahmanirahiim
Assalamualaikum wr. Wb
Puji syukur kami curahkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tepat waktu.
Makalah ini berjudul Kebutuhan dasar manusia dalam nutrisi dan O Makalah ini dibu
at untuk memenuhi salah satu tugas Keperawatan Dasar II Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Su
kabumi. Tidak lupa pula kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah me
mbantu kami menyelesaikan makalan ini. Harapan kami semoga makalah ini bisa menambah
pengetahuaan dan pengalaman bagi pembaca, untuk kedepannya bisa memperbaiki ataupun
menambah bentuk isi makalah agar menjadi lebih baik.
Sukabumi, 2021
Nurul Halimah
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tubuh memerlukan energi untuk fungsi-fungsi organ tubuh, penyembuhan luka, mem
pertahankan suhu, fungsi enzim pertumbuhan, dan pergantian sel yang rusak. Secara umu
m faktor yang mempengaruhi kebutuhan nutrisi adalah faktor fisiologis untuk kebutuhan
metabolisme basal, faktor patofisiologi seperti adanya penyakit tertentu yang menggang
gu pencernaan atau meningkatkan kebutuhan nutrisi, faktor sosiol ekonomi seperti adanya
kemampuan individu dalam memenuhi kebutuhan nutrisi. Zat Gizi (Nutrients) merupakan
ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk melakukan fungsinya, yaitu : energi, membang
un dan memelihara jaringan serta mengatur proses-proses kehidupan. Status Gizi adalah
keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan pengunaan zat-zat gizi. Malnutrisi s
ering terjadi pada pasien-pasien dengan penyakit kronis. misalnya 10 % : pasien - pasien
dengan kanker, pasien - pasien dengan penyakit paru atau Jantung. Pasien-pasien yang ma
suk ke rumah sakit sudah dengan malnutrisi sebanyak 30 - 60 % dari kasus - kasus; 10 - 2
5 % nya dengan malnutrisi berat. Kebutuhan nutrisi bagi tubuh merupakan suatu kebutuh
an dasar manusia yang sangat penting. Dilihat dari kegunaannya nutrisi merupakan sumb
er energi untuk segala aktivitas dalam sistem tubuh. Sumber nutrisi dalam tubuh berasal d
ari dalam tubuh sendiri, seperti glikogen, yang terdapat dalam otot dan hati ataupun protei
n dan lemak dalam jaringan dan sumber lain yang berasal dari luar tubuh seperti yang seh
ari-hari dimakan oleh manusia.
Oksigen merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Oksigen merupakan gas yan
g tidak berwarna dan tidak berbau yang sangat dibutuhkan dalam metabolisme sel. Sebag
ai hasilnya, terbentuklah karbon dioksida, energi, dan air. Akan tetapi, penambahan CO2
yang melebihi batas normal pada tubuh akan memberikan dampak yang cukup bermakna
terhadap aktivitas sel. Hal Poltekkes Kemenkes Padang ini menunjukkan bahwa oksigen
merupakan hal yang sangat penting bagi manusia (Ambarwati, 2014). Oksigenasi sebagai
salah satu kebutuhan dasar manusia diperoleh karena adanya sistem pernapasan yang me
mbantu dalam proses bernapas. Sistem pernapasan atau respirasi berperan dalam menjami
n ketersediaan oksigen untuk kelangsungan metabolisme sel tubuh dan pertukaran gas.
Proses oksigenasi dimulai dari pengambilan oksigen di udara, kemudian oksigen mas
uk melalui organ pernapasan bagian atas seperti hidung, mulut, faring, laring, dan kemudi
1
an akan masuk ke dalam organ pernapasan bagian dalam yang terdiri dari trakea, bronkus,
dan juga alveoli. Hal ini menunjukkan bahwa oksigen merupakan gas yang sangat penting
dalam proses pernapasan (Tarwoto & Wartonah, 2011). Oksigen (O2) berperan penting d
emi kelangsungan hidup sel dan jaringan didalam tubuh, karena oksigen diperlukan untuk
proses metabolisme tubuh yang dilakukan secara terus menerus. Oksigen memegang pera
nan yang sangat penting dalam semua proses tubuh secara fungsional, karena itu diperluk
an berbagai upaya agar kebutuhan dasar ini terpenuhi dengan baik. Tidak adanya oksigen
akan menyebabkan gangguan pada proses oksigenasi serta dapat menyebabkan terjadinya
kemunduran secara fungsional pada tubuh atau bahkan dapat menimbulkan kematian. (As
madi, 2008).
B. Rumusan Masalah
1. Definisi Nutrisi
2. Etiologi Nutrisi
3. Patofisiologi Nutrisi
4. Manisfetasi Klinis Pada Nutrisi
5. Pemeriksaan Fisik Pada Kebutuhan Nutrisi
6. Pemeriksaan Penunjang Pada Kebutuhan Nutrisi
7. Definisi oksigen
8. Etiologi oksigen
9. Patofisiologi oksigen
10. Manisfetasi Klinis Pada oksigen
11. Pemeriksaan Fisik Pada Kebutuhan oksigen
12. Pemeriksaan Penunjang Pada Kebutuhan oksigen
C. Tujuan Masalah
1. Untuk Mengetahui Definisi Nutrisi
2. Untuk Mengetahui Etiologi Nutrisi
3. Untuk Mengetahui Patofisiologi Nutrisi
4. Untuk Mengetahui Manisfetasi Klinis Pada Nutrisi
5. Untuk Mengetahui Pemeriksaan Fisik Pada Kebutuhan Nutrisi
6. Untuk Mengetahui Pemeriksaan Penunjang Pada Kebutuhan Nutrisi
7. Untuk Mengetahui Definisi Oksigen
8. Untuk Mengetahui Etiologi Oksigen
2
9. Untuk Mengetahui Patofisiologi Oksigen
10. Untuk Mengetahui Manisfetasi Klinis Pada Oksigen
11. Untuk Mengetahui Pemeriksaan Fisik Pada Kebutuhan Oksigen
12. Untuk Mengetahui Pemeriksaan Penunjang Pada Kebutuhan Oksigen
3
BAB II
PEMBAHASAN
b. Oksigen
Oksigenasi merupakan proses penambahan O2 ke dalam system (kimia atau
fisika). Oksigen merupakan gas tidak berwarna dan tidak berbau yang sangat
dibutuhkan dalam proses metabolisme sel. Pemberian O2 Binasal merupakan
pemberian oksigen melalui hidung dengan kanula ganda. Oksigenasi adalah
memberikan aliran gas oksigen (O2) lebih dari 21 % pada tekanan 1 atmosfir
sehingga konsentrasi oksigen meningkat dalam tubuh. Oksigenasi juga dapat
diartikan sebagai kegiatan memasukkan zat asam (O2) ke dalam paru dengan alat
khusus.
4
B. Etiologi
a. Nutrisi
1. Kekurangan nutrisi
b.mual/ muntah
d. Radiasi/ kemoterapi
e. Penyakit kronis
2. Kelebihan nutrisi
a. Kelebihan intake
b. Gaya hidup
b. Oksigen
1. Factor Fisologi
5
d) Meningkatnya metabolisme seperti adanya infeksi, demam, ibu hamil, luka, dan
lain-lain.
e) Kondisi yang memengaruhi pergerakan dinding dada seperti pada kehamilan,
obesitas, muskulus skeleton yang abnormal, penyakit kronik seperti TBC paru.
2. Faktor Perkembangan
3. Faktor Perilaku
C. Patofisiologi
a. Nutrisi
Pola makan tidak teratur, obat-obatan, nikotin dan alkohol, stres
Berkurangnya pemasukan makanan
Kekosongan lambung
Erosi pada lambung (gesekan dinding lambung)
Produksi HCL meningkat
6
Asam lambung
reflek muntah
Intake makanan tidak adekuat
Kekurangan nutrisi
b. Oksigen
Proses pertukaran gas dipengaruhi oleh ventilasi, difusi dan transportas
i. Proses ventilasi (proses penghantaran jumlah oksigen yang masuk dan kelua
r dari dank e paru-paru), apabila pada proses ini terdapat obstruksi maka oksig
en tidak dapat tersalur dengan baik dan sumbatan tersebut akan direpson jalan
nafas sebagao benda asing yang menimbulkan pengeluaran mucus. Proses difu
si (penyaluran oksigen dari alveoli ke jaringan) yang terganggu akan menyeba
bkan ketidakefektifan pertukaran gas. Selian kerusakan pada ventilasi, difusi,
maka kerusakan pada transportasi seperti perubahan volume sekuncup, afterlo
ad, preload, dan kontraktilitas miokard juga dapat mempengaruhi pertukaran g
as (Brunner & Suddarth, 2016).
D. Mnisfetasi Klinis
a. Nutrisi
Berat badan dibawah ideal lebih dari 20%
Melaporkan intake makanan kurang dari kebutuhan tubuh yang
dianjurkan
Konjungtiva dan membran mukus pucat
Lemah otot untuk menelan dan mengunyah
Luka, inflamasi pada rongga mulut
Mudah merasa kenyang sesaat setelah mengunyah makanan
Melaporkan kurang makan
Melaporkan perubahan sensasi rasa
Tidak mampu mengunyah makanan
Miskonsepsi
Penurunan berat badan dengan intake makanan tidak adekuat
Enggan makan
Kram abdominal
Tonus otot buruk
7
Nyeri abdomen patologi atau bukan
b. Oksigen
Adanya penggunaan otot bantu pernapasa, fase ekpirasi memanjang, pola na
pas abnormal (mis. Takipnea, bradipnea, hiperventilasi, kussmaul, cheynestokes),
pernapasan pursed-lip, pernapasan cuping hidung, diameter thoraks anterior-poste
rior meningkat, ventilasi semenit menurun, kapasitas vital menurun, tekanan eksp
irasi menurun, tekanan inspirasi menurun, ekskursi dada berubah menjadi tanda d
an gejala adanya pola napas tidak efektif sehingga menjadi gangguan oksigenisasi
(Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).
Adanya PCO2 meningkat/menurun, PO2 menurun, takikardia, pH arteri mening
kat/menurun, bunyi napas tambahan, sianosis, diaphoresis, gelisah, napas cuping
hidung, pola napas abnormal (cepat/lambat, regular/ireguler, dalam/dangkal), war
na kulit abnormal (mis. Pucat, kebiruan) dan kesadaran menurun menjadi tanda d
an gejala gangguan pertukaran gas (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).
E. Pemeriksaan Fisik
a. Nutrisi
berat badan
panjang badan
ditentukan berat badan menurut umur
panjang badan menurut umur
dan berat badan menurut panjang badan.
b. Oksigen
1. Pada klien efusi pleura bentuk hemitorak yang sakit mencembung kosta men
datar, ruang interkosta melebar, pergerakan pernapasan menurun. Pendorong
an mediatrum kea rah hemitorak kontralateral yang diketahui dari posisi trak
ea dan iktus kordis, RR cenderung meningkat dank lien biasanya dipsneu.
2. Vocal fremitus menurun terutama untuk efusi pleura yang jumlah cairannya
> 250 cc. disamping itu pada palpasi juga ditemukan pergerakan dinding dad
a yang tertinggal pada dada yang sakit.
8
3. Suara perkusi redup sampai pekak bergantung pada jumlah cairannya. Bila c
airannya tidak mengisi penuh rongga pleura, makan pada pemeriksaan eksku
rsi diafragma akan didapatkan adanya penurunan kemampuan pengembanga
n diafragma.
4. Auskultasi suara napas menurun sampai menghilang, egofoni
F. Pemeriksaan Penunjang
a. Nutrisi
a) Pemeriksaan Darah Lengkap : Hb: turun, Albumin : turun, Lekosit : turun /
meningkat, Eritrosit : turun
b) USG : terlihat massa pada daerah uterus.
c) Vaginal Toucher : didapatkan perdarahan pervaginam, teraba massa, konsistensi
dan
d) ukurannya.
e) Sitologi : menentukan tingkat keganasan dari selsel neoplasma tersebut.,
f) Rontgen : untuk mengetahui kelainan yang
b. Oksigen
Diagnosis dapat ditegakan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik saja, tetapi ka
dang-kadang juga sulit juga, sehingga perlu pemeriksaan penunjang seperti sinar t
embus dada. Diagnosis yang pasti bisa didapatkan melalui tindakan torakosintesis
dan biopsi pleura pada beberapa kasus.
a) Sinar tembus dada Permukaan cairan yang terdapat dalam rongga pleura a
kan membentuk banyangan seperti kurva, dengan permukaan daerah later
al lebih tinggi daripada bagian medial. Bila permukaannya horizontal dari
lateral ke medial, pasti terdapat udara dalam rongga tersebut yang bisa ber
asal dari luar atau dari dalam paru-paru itu sendiri. Hal lain yang dapat terl
ihat dalam foto dada efusi pleura 17 adalah terdorongnya mediatisnum pa
da sisi yang berlawanan dengan cairan. Akan tetapi, bila terdapat akteletas
is pada sisi yang bersamaan dengan cairan, mediatisnum akan tetap pada t
empatnya.
b) Torakosintesis Aspirasi cairan pleura sebagai sarana untuk diagnostic mau
pun terapeutik. Torakosistesis sebaiknya dilakukan pada posisi duduk. Lo
9
kasi aspirasi adalah pada bagian bawah paru disela iga ke-9 garis axial pos
terior dengan memakai jarum abocath nomor 14 atau 16. Pengeluaran cair
an sebaiknya tidak lebih dari 1.000- 1.500 cc pada setiap kali aspirasi. Jika
aspirasi dilakukan sekligus dalam jumlah banyak, maka akan menimbulka
n syok pleural (hipotensi) atau edema paru. Edema paru terjadi karena par
u-paru terlalu cepat mengembang.
10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Nutrisi merupakan proses pemasukan dan pengolahan zat makanan oleh tubu yan
g bertujuan menghasilkan energi dan digunakan dalam aktivitas tubuh Kebutuhan nut
risi bagi tubuh merupakan suatu kebutuhan dasar manusia yang sangat penting Dilihat
dari kegunaannya nutrisi merupakan sumber energi untuk segala aktivitas dalam siste
m tubuh. Penyebab dari kekurangan nutrisi seperti mual, muntah
B. Saran
Saya menyadari jika makalah ini banyak sekali memiliki kekurangan yang jauh
dari kata sempurna. Tentunya, saya akan terus memperbaiki makalah dengan
mengacu kepada sumber yang bisa dipertanggung jawabkan nantinya.Oleh sebab itu,
saya sangat mengharapkan adanya kritik serta saran mengenai pembahasan makalah
di atas.
11
DAFTAR PUSTAKA
Goleman et al., 2019. (2019). Laporan Pendahuluan Kebutuhan Dasar Manusia Eliminasi. Jo
urnal of Chemical Information and Modeling, 53(9), 1689–1699.
Music, S. (1915). EN Upload Read free for 30 days.
Oktaviani.J. (2018). Konsep Kebutuhan Dasar Nutrisi. Sereal Untuk, 51(1), 51.
Surudin, R. (2016). Jurusan keperawatan -. 1–87. http://repository.poltekkes-kdi.ac.id/403/
12
MAKALAH
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Early Exposure I Mata Kuliah Keperawatan Dasar II
Disusun Oleh :
2021
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Kebutuhan Da
sar Manusia Eliminasi dan Aktivitas ini dapat selesai tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas KEPDAS II.
Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang KEBUTUHAN DA
SAR MANUSIA ELIMINASI DAN AKTIVITAS bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Saya mengucapkan terimaksih kepada Bapak Hj. Cucu Herlilah, S.Pdi., M.A. Selaku dosen m
ata kuliah Bahasa Indonesia yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah peng
etahuan dan wawasan saya.
Saya juga mengucapkan terimakasih kepada pihak yang telah membagi sebagian peng
etahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.
Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh kar
ena itu, kritik dan saran akan saya nantikan demi kesempurnaan makalah ini.
Nurul Halimah
I
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . I
DAFTAR ISI . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . II
BAB I PENDAHULUAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
BAB II PEMBAHASAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .3
2
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
mental dan keefektifan fungsi tubuh sangat tergantung pada status mobilitas
mereka.Misalnya saat seseorang berdiri tegak, paru lebih mudah untuk berkembang,
aktivitas usus (peristaltic) menjadi lebih efektif, dan ginjal mampu mengosongkan ke
mih secara komplet. Selain itu, pergerakan sangat penting agar tulang dan otot berfun
gsi sebagaimana mestinya (Kozier, 2010).
PEMBAHASAN
Eliminasi merupakan suatu proses pengeluaran zat-zat sisa yang tidak diperlukan ole
h tubuh. Eliminasi dapat dibedakan menjadi 2 yaitu : eliminasi urine dan eliminasi fekal.Eli
minasi urineSistem yang berperan dalam eliminasi urine adalah sistem perkemihan. Dimana
sistem ini terdiri dari ginjal, ureter, kandung kemoh, dan uretra. Proses pembentukan urine di
ginjal terdiri dari 3 proses yaitu : filtrasi , reabsorpsi dan sekresi .Proses filtrasi berlangsung
di glomelurus. Proses ini terjadi karena permukaan aferen lebih besar dari permukaan eferen.
Proses reabsorpsi terjadi penyerapan kembali sebagian besar dari glukosa, sodium, klorida, f
osfat, dan beberapa ion karbonat.Proses sekresi ini sisa reabsorpsi diteruskan keluar.Eliminas
i fekalEliminasi fekal sangat erat kaitannya dengan saluran pencernaan. Saluran pencernaan
merupakan saluran yang menerima makanan dari luar dan mempersiapkannya untuk diserap
oleh tubuh dengan proses penernaan (pengunyahan, penelanan, dan pencampuran) dengan en
zim dan zat cair dari mulut sampai anus.
Organ utama yang berperan dalam eliminasi fekal adla usus besar. Usus besar memili
ki beberapa fungsi utama yaitu mengabsorpsi cairan dan elektrolit, proteksi atau perlindunga
n dengan mensekresikan mukus yang akan melindungi dinding usus dari trauma oleh feses d
an aktivitas bakteri, mengantarkan sisa makanan sampai ke anus dengan berkontraksi.Proses
eliminasi fekal adalah suatu upaya pengosongan intestin. Pusat refleks ini terdapat pada med
ula dan spinal cord. Refleks defekasi timbul karena adanya feses dalam rektum.
3
4
a. Intake cairan
b. Aktivitas
d. Infeksi
e. Kehamilan
i. Umur
5
j. Penggunaan obat-obatan
b. Cairan
e. Obat-obatan
f. Usia
g. Penyakit-penyakit seperti obstruksi usus, paralitik ileus, kecelakaan pada spinal cor
d dan tumor.
Cedera pada sumsum tulang belakan dan kepala dapat menurunkan sti
mulus sensori untuk defekasi. Gangguan mobilitas bisa membatasikemampua
n klien untuk merespon terhadap keinginan defekasi ketikadia tidak dapat me
nemukan toilet atau mendapat bantuan. Akibatnya,klien bisa mengalami konst
ipasi. Atau seorang klien bisa mengalami fecal inkontinentia karena sangat be
rkurangnya fungsi dari spinkter ani.
Gangguan pada eliminasi sangat beragam seperti yang telah dijelaskandi atas.
Masing-masing gangguan tersebut disebabkan oleh etiologi yang berbeda. Pada pasie
n dengan usia tua, trauma yang menyebabkan cederamedulla spinal, akan menyebabk
an gangguan dalam mengkontrol urin/inkontinensia urin. Gangguan traumatik pada t
ulang belakang bisamengakibatkan kerusakan pada medulla spinalis. Lesi traumatik p
ada medulla spinalis tidak selalu terjadi bersama-sama dengan adanya fraktur ataudisl
okasi. Tanpa kerusakan yang nyata pada tulang belakang, efek traumatiknya bisa men
gakibatkan efek yang nyata di
8
medulla spinallis. Cedera medulla spinalis (CMS) merupakan salah satu peny
ebab gangguanfungsi saraf termasuk pada persyarafan berkemih dan defekasi.
Proses berkemih melibatkan 2 proses yang berbeda yaitu pengisian dan penyi
mpanan urine dan pengosongan kandung kemih. Hal ini saling berlawanan dan berga
ntian secara normal. Aktivitas otot-otot kandung kemihdalam hal penyimpanan dan p
engeluaran urin dikontrol oleh sistem saraf otonom dan somatik. Selama fase pengisi
an, pengaruh sistem saraf simpatisterhadap kandung kemih menjadi bertekanan renda
h dengan meningkat kanresistensi saluran kemih. Penyimpanan urin dikoordinasikan
oleh hambatan sistem simpatis dari aktivitas kontraktil otot detrusor yang dikaitkan d
engan peningkatan tekanan otot dari leher kandung kemih dan proksimal uretra.
Defekasi adalah pengeluaran feses dari anus dan rektum. Hal ini jugadisebut b
owel movement. Frekwensi defekasi pada setiap orang sangat bervariasi dari beberap
a kali perhari sampai 2 atau 3 kali perminggu.Banyaknya feses juga bervariasi setiap
orang. Ketika gelombang peristaltik mendorong feses kedalam kolon sigmoid dan rek
tum, saraf sensoris dalamrektum dirangsang dan individu menjadi sadar terhadap keb
utuhan untuk defekasi.
10
Defekasi biasanya dimulai oleh dua refleks defekasi yaitu refleksdefekasi inst
rinsik. Ketika feses masuk kedalam rektum, pengembangandinding rektum memberi
suatu signal yang menyebar melalui pleksusmesentrikus untuk memulai gelombang p
eristaltik pada kolon desenden, kolonsigmoid, dan didalam rektum. Gelombang ini m
enekan feses kearah anus.Begitu gelombang peristaltik mendekati anus, spingter anal
interna tidak menutup dan bila spingter eksternal tenang maka feses keluar.
Refleks defekasi kedua yaitu parasimpatis. Ketika serat saraf dalamrektum dir
angsang, signal diteruskan ke spinal cord (sakral 2 – 4) dankemudian kembali ke kolo
n desenden, kolon sigmoid dan rektum. Sinyal – sinyal parasimpatis ini meningkatka
n gelombang peristaltik, melemaskanspingter anus internal dan meningkatkan refleks
defekasi instrinsik. Spingter anus individu duduk ditoilet atau bedpan, spingter anus e
ksternal tenangdengan sendirinya.
a. Retensi Urin
11
b. Inkontinensia urin
a. Konstipasi
3) Nyeri rektum
b. Impaction
1) Tidak BAB.
2) Anoreksia.
3) Kembung/kram.
4) nyeri rektum
c. Diare
d. Inkontinensia Fekal
e. Flatulens
2) Dinding usus meregang dan distended, merasa penuh, nyeri dan kram.
f. Hemoroid
4) Nyeri
a. Gaya hidup dan kebiasaanOrang yang biasa berolahraga akan memiliki mobilitas yan
g lebihlentur dan lebih kuat daripada orang yang tidak terbiasa berolahraga.
b. Keadaan sakit atau cedera (trauma langsung pada sistem musculoskeletal / neurovask
uler) Keadaan sakit atau cedera dapat mempengaruhi fungsi sistem tubuh sehingga mem
pengaruhi pula mobilitas seseorang. Contohnya orangyang keseleo akan lebih sulit berja
lan daripada orang yang sehat.
d. Usia dan status perkembanganAktivitas atau mobilitas pada setiap tingkatan usia dan
perkembangan berbeda-beda. Hal ini berhubungan dengan kematangan dan penurunan f
ungsi alat gerak yang sejalan dengan perkembangan usia. Anak kecil belum dapat melak
ukan gerakanyang sulit karena alat gerakntya belum berkembang dengansempurna. Lans
ia umumnya sudah tidak dapat bergerak dengancepat karena fungsi alat geraknya menur
un.
e. Kekakuan otot
b. terjadi pergerakan jika otot terganggu. Otot dapat rusak oleh beberapa halseperti trauma la
ngsung oleh benda tajam yang merusak kontinuitasotot. Kerusakan tendon atau ligament, rad
ang dan lainnya.
c. Gangguan pada skelet Rangka yang menjadi penopang sekaligus poros pergerakan dapatte
rganggu pada kondisi tertentu hingga mengganggu pergerakan ataumobilisasi. Beberapa pen
yakit dapat mengganggu bentuk, ukuranmaupun fungsi dari sistem rangka diantaranya adala
h fraktur, radangsendi, kekakuan sendi dan lain sebagainya.
d. Gangguan pada sistem persyarafan Syaraf berperan penting dalam menyampaikan impuls
dari otak.Impuls tersebut merupakan perintah dan koordinasi antara otak dananggota gerak. J
adi, jika syaraf terganggu maka akan terjadigangguan penyampaian impuls dari dank e organ
target. Dengantidak sampainya impuls maka akan mengakibatkan gangguan mobilisasi.
PATHWAY
18
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Eliminasi merupakan salah satu kebutuhan dasar yang harus di penuhi oleh setiap ma
nusia. Kebutuhan dasar manusia terbagi menjadi 14 kebutuhan dasar, menyatakan ba
hwa kebutuhan eliminasi terdapat pada urutan ke tiga. Apabila sistem perkemihan tid
ak dapat berfungsi dengan baik, sebenarnya semua organ akhirnya akan terpengaruh.
Secara umum gangguan pada ginjal mempengaruhi eliminasi. Sehingga mengakibatk
an masalah kebutuhan eliminasi urine, antara lain : retensi urine, inkontinensia urine,
enuresis, dan ureterotomi. Masalah kebutuhan eliminasi urine sering terjadi pada pas
ien-pasien rumah sakit yang terpasang kateter tetap (Hidayat, 2010).
3.2 Saran
Kita harus lebih memperhatikan kebutuhan eliminasi dan aktivitas agar selalu
terpenuhi.
20
DAFTAR PUSTAKA
https://www.scribd.com/doc/29388064/LP-ELIMINASI
https://dokumen.tips/documents/karakteristik-feses-normal-dan-abnormal.html
https://www.scribd.com/document/445532487/LAPORAN-PENDAHULUAN-KEBUTUHAN-AKTIVITAS-
DAN-LATIHAN-1-docx
http://repository.poltekkes-tjk.ac.id/378/3/6.BAB%20II-converted.pdf
https://www.scribd.com/doc/256011829/Makalah-Eliminasi-Urine
1
KEAMANAN DAN KESELAMATAN SERTA PSIKOSOSIAL
Disusun Oleh :
2021
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan hidayatnya k
epada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Makal
ah ini bertujuan untuk memenuhi tugas Early Exposure I (Keperawatan Dasar II).
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih memiliki banyak kekurangan yan
g jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, Penulis mengharapkan adanya kritik dan sa
ran yang membangun demi perbaikan laporan pendahuluan yang akan penulis buat sel
anjutnya agar lebih baik lagi, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa adany
a saran yang membangun.
Penulis mohon maaf apabila terdapat banyak kesalahan dalam pembuatan lapo
ran pendahuluan ini dan juga penulis mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak y
ang telah membantu dalam menyelesaikan laporan pendahuluan ini. Semoga laporan
pendahuluan ini dapat memenuhi tugas dan bermanfaat bagi kita semua amin.
Nurul Halimah
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI..................................................................................................................i
BAB I.............................................................................................................................1
PENDAHULUAN.........................................................................................................1
A. Latar Belakang...................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..............................................................................................3
C. Tujuan.................................................................................................................3
BAB II............................................................................................................................4
PEMBAHASAN...........................................................................................................4
A. Pencegahan Infeksi.............................................................................................4
B. Perawatan Luka..................................................................................................7
C. Prosedur Pemberian Obat.................................................................................10
D. Penatalaksanaan Spesimen..............................................................................14
BAB III........................................................................................................................17
PENUTUP...................................................................................................................17
A. Kesimpulan......................................................................................................17
B. Saran.................................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................18
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
2
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
PEMBAHASAN
A. Pencegahan Infeksi
1. Pengertian
2. Etiologi
Penyebab dari resiko infeksi dalam klasifikasi NANDA (2012) antara lain:
1) Prosedur invasive
3) Trauma
7) Malnutrisi
9) Imunosupresi
12) Pertahanan respon primer tidak adekuat (kulit tak utuh, trauma jaringan,
penurunan
4
5
13) gerak silia, cairan tubuh statis, perubahan sekresi Ph, perubahan
peristaltik) Penyakit kronis
2) Host Host itu yang terinfeksi, jadi biarpun ada agen, kalau tidak ada
yang bisa dikenai, tidak ada infeksi..Host biasanya orang atau hewan
yang sesuai dengan kebutuhan agen untuk bisa bertahan hidup atau
berkembang biak.
Tanda dan Gejala yang lazim terjadi, pada infeksi (Smeltzer, 2002)
sebagai berikut :
1) Rubor
2) Kalor
6
3) Dolor
4) Tumor
5) Functio Laesa
5. Pemeriksaan penunjang
B. Perawatan Luka
1. Pengertian
1) Luka bersih
2) Luka kotor
6. Efek samping
1) Infeksi, keadaan alat dan bahan yang kurang steril dapat menyebabkan
terjadinya infeksi serta penatalaksanaan yang tidak memperhatikan
pencegahan infeksi juga bisa menyebabkan infeksi saat melakukan
perawatan pada luka pasien
2) Rasa nyeri, efek samping yang umum terjadi pada perawatan luka yaitu
rasa nyeri namun setiap individu memiliki tingkat nyeri yang berbeda
beda
1) Luka insisi, terjadi karena teriris oleh instrument yang tajam misal yang
terjadi akibat pembedahan. Luka bersih biasanya tertutup oleh sutura
stelah seluruh pembuluh darah yang luka diikat.
3) Luka lecet terjadi akibat kulit bergesekan dengan benda yang tidak tajam
4) Luka tusuk terjadi akibat adanya benda seperti peluru atau pisau yang
masuk kedalam dengan diameter yang kecil
5) Luka gores terjadi akibat benda yang tajam seperti kaca atau oleh kawat
6) Luka bakar
7) Luk atembus yaitu luka yang menembus organ tubuh biasanya pada
bagian awal luka masuk diameternya kecil
1. Pengertian
Pemberian obat adalah suatu tindakan untuk membantu proses
penyembuhan dengan cara memberikan obat-obatan salah satunya melalui
mulut (oral) dan dengan injeksi (suntikan) lain sesuai dengan program
pengobatan dari dokter. Pemberian injeksi merupakan prosedur invasif yang
harus dilakukan dengan menggunakan teknik steril. Obat adalah alat utama
terapi yang dugunakan dokter untuk mengobati klien yang memiliki masalah
kesehatan. Obat adalah substtansi yang diberikan kepada manusia atau
binatang sebagai perawatan atau pengobatan, bahkan pencegahan terhadap
berbagai gangguan yang terjadi di dalam tubuhnya.
a. oral
Daerah penyuntikan:
Daerah penyuntikan:
Daerah penyuntikan:
Daerah penyuntikan:
3. Prosedur
diresepkan dokter, dan harus mengkaji ulang berat badan pasien agar
mendapatkan dosis yang tepat jika obat tersebut di berikan berdasarkan mg/kg
mendapatkan dosis yang tepat jika obat tersebut di berikan berdasarkan mg/kg
BB.
Agar tepat waktu maka perawat harus tau waktu paruh(t) obat panjang
atau Agar tepat waktu maka perawat harus tau waktu paruh (t) obat panjang
atau pendek, jika (t) panjang pemberian 1x24 jam, jika (t) pendek 3x24 jam
dan (t) sedang 2x24 jam, perawat juga harus memperhatikan kapan waktu obat
diberikan sedang 2x24 jam, perawat juga harus memperhatikan kapan waktu
obat diberikan setelah makan atau sesudah makan. Misal obat untuk
menetralisir getah lambung harus diminum sebelum makan, dan obat dengan
reaksi kuat harus di minum sesudah makan.
D. Penatalaksanaan Spesimen
Urine adalah cairan sisa yang diekskresikan ginjal yang kemudia akan
dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urinasi. Pengambilan spesimenn
urine adalah suatu prosedur melakukan pengambilan contoh urine dari klien
untuk pemeriksaan diagnostik.
b. Tujuan
1) Melakukan pemeriksaan kesehatan klien secara umum dan
memeriksa apakah urine klien normal atau tidak. Urine normal
adalah urine yang tidak terdapat bakteri, kotoran, darah, protein/zat
adiktif
2) Mendiagnosa penyakit metabolic atau sistemik yang mempengaruhi
fungsi ginjal
3) Mendiagnosa kelainan endokrin untuk tes ini dilakukan pemeriksaan
urine 24 jam
4) Melakukan monitoring klien dengan diabetes
5) Melakukan tes kehamilan
c. Manfaat
1) Tes kehamilan
2) Mengetahui zat asing
3) Perkembangan penyakit
4) Mendiagnosis penyakit mendeteksi gejala penyakit
5) Pemeriksaan kesehatan rutin
d. Indikasi
1) Adanya dugaan penyakit tertentu, misal penyakit yang berkaitan
dengan sistem perkemihan, endokrin
2) Adanya penyakit penyakit metabolik/sistemik
3) Ingin memastikan apakah klien dalam keadaan hamil/tidak.
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
17
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall. 1997. Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 alih bahasa
Johnson, Meridian Maas, & Sue Moorhead. (2008). Nursing outcome classification
USA:Mosby.
Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Edisi 4. Jakarta: EGC.
Smeltzer, Suzanne C, Brenda G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner
& Suddarth Edisi 8 Vol 2 alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica
1
MAKALAH
Disusun oleh :
Nurul Halimah (C1AA20073)
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Kebutuhan spiritual adalah harmonisasi dimensi kehidupan. Dimensi ini termasuk m
enemukan arti, tujuan, menderita, dan kematian; kebutuhan akan harapan dan keyakinan hi
dup, dan kebutuhan akan keyakinan pada diri sendiri, dan Tuhan. Ada 5 dasar kebutuhan s
piritual manusia, yaitu: arti dan tujuan hidup, perasaan misteri, pengabdian, rasa percaya d
an harapan di waktu kesusahan (Hawari, 2002).
Kebutuhan cairan dan elektrolit adalah suatu proses dinamik karena metabolisme tub
uh membutuhkan perubahan yang tetap dalam berespon terhadap stresor fisiologis.
Seseorang perlu untuk memenuhi kebutuhan spiritual, cairan, dan elektrolit bagi kela
ngsungan hidupnya. Jika ketiga kebutuhan tersebut tidak terpenuhi maka akan menimbula
n gangguan fisiologi atau patofisiologi yang cukup fatal. Dalam kebutuhan spiritual, sepert
i distres spiritual, ansietas, ketidakefektifan koping, dan keputusasaan. Dalam kebutuhan c
airan dan elektrolit, seperti kekurangan volume cairan terjadi ketika tubuh kehilangan cair
an dan elektrolit dalam jumlah jumlah yang perposional. Kondisi seperti ini disebut disebu
t juga hipovolemia.
Maka dari itu perlu adanya pembahasan mengenai kebutuhan spiritual, cairan dan el
ektrolit.
2. Rumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud dengan kebutuhan spiritual, cairan, dan elektrolit?
b. Apa saja etiologi kebutuhan spiritual, cairan, dan elektrolit?
c. Apa saja patofisiologi kebutuhan spiritual, cairan, dan elektrolit?
d. Apa saja manifestasi klinis kebutuhan spiritual, cairan, dan elektrolit?
e. Apa saja pemeriksaan fisik kebutuhan spiritual, cairan, dan elektrolit?
f. Apa saja pemeriksaan penunjang kebutuhan spiritual, cairan, dan elektrolit?
3. Tujuan
a. Umum
Untuk mengetahui tentang Kebutuhan Spiritual, Cairan, dan Elektrolit.
b. Khusus
1) Untuk mengetahui definisi kebutuhan spiritual, cairan, dan elektrolit.
2) Untuk mengetahui etiologi kebutuhan spiritual, cairan, dan elektrolit.
3) Untuk mengetahui patofisiologi kebutuhan spiritual, cairan, dan elektrolit.
1
4) Untuk mengetahui manifestasi klinis kebutuhan spiritual, cairan, dan elektrolit.
5) Untuk mengetahui pemeriksaan fisik kebutuhan spiritual, cairan, dan elektrolit.
6) Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang kebutuhan spiritual, cairan, dan elektrolit.
2
BAB II
PEMBAHASAN
1. Definisi
a. Kesehatan Spiritual
Kebutuhan spiritual adalah harmonisasi dimensi kehidupan. Dimensi ini termasuk
menemukan arti, tujuan, menderita, dan kematian; kebutuhan akan harapan dan keyakin
an hidup, dan kebutuhan akan keyakinan pada diri sendiri, dan Tuhan. Ada 5 dasar keb
utuhan spiritual manusia, yaitu: arti dan tujuan hidup, perasaan misteri, pengabdian, ras
a percaya dan harapan di waktu kesusahan (Hawari, 2002).
Menurut Burkhardt dalam Hamid (2000) spiritualitas meliputi aspek sebagai beri
kut:
1) Berhubungan dengan sesuatu yang tidak diketahui.
2) Ketidakpastian dalam kehidupan.
3) Menemukan arti dan tujuan hidup.
4) Menyadari kemampuan untuk menggunakan sumber dan kekuatan dalam diri sendiri.
5) Mempunyai perasaan keterikatan dengan diri sendiri dan dengan Yang Maha Tinggi.
b. Cairan dan Elektrolit
1) Distribusi cairan tubuh
Cairan tubuh di distribusi dalam dua kompartemen, yaitu:
a) Cairan ekstra sel (CES)
Cairan interstitial (CI): cairan diantara sel, sekitar 15% berat tubuh.
Cairan intra vaskular (CIV): terdiri dari plasma (cairan limfe) dan darah, meny
usun 5% berat tubuh.
b) Cairan intra sel (CIS): cairan dalam membran sel, membentuk 40% berat tubuh.
2) Komposisi cairan tubuh
a) Elektrolit: senyawa yang jika larut dalam air akan pecah menjadi ion dan mampu
membawa muatan listrik.
Kation: elektrolit yang mempunyai muatan positif
Anion: elektrolit yang mempunyai muatan negatif
b) Mineral: senyawa jaringan dan cairan tubuh, berfungsi dalam:
mempertahankan proses fisiologis;
sebagai katalis dalam respons saraf, kontraksi otot, dan metabolisme zat gizi;
3
mengatur keseimbangan elektrolit dan produksi hormon, menguatkan struktur t
ulang.
c) Sel: unit fungsional dasar dari jaringan tubuh, contohnya eritrosit dan leukosit.
3) Pergerakan cairan tubuh
a) Difusi
Yaitu proses dimana partikel berpindah dari daerah berkonsentrasi tinggi ke
daerah berkonsentrasi rendah, sehingga distribusi partikel dalam cairan merata ata
u melewati membran sel yang permeabel. Contoh: gerakan oksigen dari alveoli pa
ru ke darah kapiler pulmoner.
b) Osmosis
Yaitu perpindahan pelarut melalui membran semipermeabel dari larutan de
ngan zat pelarut (solut) konsentrasi rendah ke larutan dengan solut konsentrasi tin
ggi.
c) Filtrasi
Yaitu proses gerakan air dan zat terlarut dari area dengan tekanan hidrostati
k tinggi ke area dengan tekanan hidrostatik rendah. Tekanan hidrostatik adalah te
kanan yang dibuat oleh berat cairan. Filtrasi penting dalam mengatur cairan kelua
r dari arteri ujung kapiler.
d) Transpor aktif
Transpor aktif memerlukan aktivitas metabolik dan pengeluaran energi untu
k menggerakkan berbagai materi guna menembus membran sel dari daerah konse
ntrasi rendah atau sama ke daerah konsentrasi sama atau lebih besar. Contoh: po
mpa natrium kalium, natrium dipompa keluar dari sel dan kalium dipompa masuk
ke dalam sel.
4
g dan memproduksi urine. Jumlah urine yang diproduksi ginjal dipengaruhi oleh
hormon antideuretik (ADH) dan aldosteron. Kehilangan air melalui kulit diatur ol
eh saraf simpatis, yang mengaktifkan kelenjar keringat.
c) Hormon
Hormon utama yang memengaruhi keseimbangan cairan dan elektrolit adal
ah ADH dan aldosteron. ADH menurunkan produksi urine dengan cara meningka
tkan reabsosrbsi air oleh tubulus ginjal dan air akan dikembalikan ke dalam volu
me darah sirkulasi. Aldosteron mengatur keseimbangan natrium dan kalium, men
yebabkan tubulus ginjal mengekskresi kalium dan mengabsorbsi natrium, akibatn
ya air akan direabsorbsi dan dikembalikan ke volume darah. Glukokortikoid mem
engaruhi keseimbangan cairan dan elektrolit.
5) Pengaturan elektrolit
a) Kation
Kation utama, yaitu narium (Na+), kalium (K+), kalsium (Ca²+), dan magn
esium (Mg²+), terdapat di dalam cairan ekstrasel dan intrasel. Kerja ion ini meme
ngaruhi transmisi neurokimia dan neuromuskular, yang memengaruhi fungsi otot,
irama dan kontraktilitas jantung, perasaan dan perilaku, fungsi saluran pencernaa
n, dan proses lain. Natrium merupakan kation yang paling banyak jumlahnya dala
m cairan ekstrasel. Nilai natrium serum 135-145 mEq/L. Natrium diatur oleh asup
an garam, aldosteron, dan haluaran urine. Kalium merupakan kation intrasel utam
a, nilai kalium serum 3,5-5,3 mEq/L. Kalium diatur oleh ginjal, dengan pertukara
n ion kalium dengan ion natrium di tubulus ginjal. Kalsium banyak terdapat di dal
am tubuh. Nilai kalsium serum 4-5 mEq/L. Kalsium diatur melalui kerja kelenjar
paratiroid dan tiroid. Magnesium merupakan kation terpenting kedua di dalam cai
ran intrasel. Nilai magnesium serum 1,5-2,5 mEq/L. Magnesium terutama diekskr
esi melalui mekanisme ginjal.
b) Anion
Anion utama adalah klorida (Clon bikarbonat (HCOlam cairan intrasel. Nila
i magnesium serum 1,5-2,5 mEq/L. Magnesium terutama diekskresi melalui meka
nisme ginjal. al.iran, elektrolit, dan asam basa. Klorida ditemukan di dalam cairan
ekstrasel dan intrasel. Nilai klorida serum 100- 106 mEq/L. Klorida diatur melalu
i ginjal. Bikarbonat adalah bufer dasar kimia yang utama di dalam tubuh, ditemuk
an dalam cairan ekstrasel dan intrasel. Nilai bikarbonat arteri mEq/L, dan bikarbo
nat vena 24-30 mEq/L, bikarbonat diatur oleh ginjal Fosfat merupakan anion bufe
5
r dalam cairan intrasel dan ekstrasel. Nilai fosfat serum 2,5-4,5 mg/100 ml. Konse
ntrasi fosfat serum diatur oleh ginjal, hormon paratiroid, dan vitamin D teraktivas
i.
2. Etiologi
a. Kesehatan Spiritual
Menurut Taylor/Craven (1997), faktor-faktor yang mempengaruhi spiritual seseor
ang adalah sebagai berikut.
1) Tahap Perkembangan Seseorang
Berdasarkan hasil penelitian terhadap anak-anak dengan empat negara berbeda
ditemukan bahwa mereka mempunyai persepsi tentang Tuhan dan bentuk sembahya
ng yang berbeda menurut usia, seks, agama, dan kepribadian anak.
2) Keluarga
Peran orang tua sangat menentukan dalam perkembangan spiritual anak. Hal y
ang penting bukan apa yang diajarkan oleh orang tua pada anak tentang Tuhan, tetap
i apa yang anak pelajari mengenai Tuhan, kehidupan, diri sendiri dari perilaku orang
tua mereka. Oleh karena keluarga merupakan lingkungan terdekat dan pengalaman p
ertama anak dalam mempersepsikan kehidupan di dunia, maka pandangan anak ada
umumnya diwarnai oleh pengalaman mereka dalam berhubungan dengan saudara da
n orang tua.
3) Latar Belakang Etnik dan Budaya
Sikap, keyakinan, dan nilai dipengaruhi oleh latar belakang etnik dan budaya.
Pada umumnya seseorang akan mengikuti tradisi agama dan spiritual keluarga. Anak
belajar pentingnya menjalankan kegiatan agama termasuk nilai moral dari hubungan
keluarga. Akan tetapi perlu diperhatikan apapun tradisi agama atau sistem kepercaya
an yang dianut individu, tetap saja pengalaman spiritual unik bagi setiap individu.
4) Pengalaman Hidup Sebelumnya
Pengalaman hidup baik yang positif maupun pengalaman negatif dapat mempe
ngaruhi spiritual seseorang. Pengalaman hidup yang menyenangkan seperti pernikah
an, kelulusan, atau kenaikan pangkat menimbulkan syukur pada Tuhan. Peristiwa bu
ruk dianggap sebagai suatu cobaan yang diberikan Tuhan pada manusia untuk meng
uji imannya.
5) Krisis dan Perubahan
Krisis dan perubahan dapat menguatkan kedalaman spiritual seseorang. Krisis
sering dialami ketika seseorang menghadapi penyakit, penderitaan, proses penuaan,
6
kehilangan, dan bahkan kematian. Bila klien dihadapkan pada kematian, maka keyak
inan spiritual dan keinginan untuk sembahyang atau berdoa lebih meningkat dibandi
ngkan dengan pasien yang berpenyakit tidak terminal.
6) Terpisah dari Ikatan Spiritual
Menderita sakit terutama yang bersifat akut, seringkali membuat individu terpi
sah atau kehilangan kebebasan pribadi dan sistem dukungan sosial. Kebiasaan hidup
sehari-hari juga berubah antara lain tidak dapat menghadiri acara sosial, mengikuti k
egiatan agama dan tidak dapat berkumpul dengan keluarga atau teman yang biasa m
emberikan dukungan setiap saat diinginkan. Terpisahnya klien dari ikatan spiritual b
erisiko terjadinya perubahan fungsi spiritual.
7) Isu Moral Terkait dengan Terapi
Pada kebanyakan agama, proses penyembuhan dianggap sebagai cara Tuhan u
ntuk menunjukkan kebesarannya walaupun ada juga agama yang menolak intervensi
pengobatan. Prosedur medis seringkali dapat dipengaruhi oleh ajaran agama seperti s
irkumsisi, transplantasi organ, sterilisasi, dan lain-lain. Konflik antara jenis terapi de
ngan keyakinan agama sering dialami oleh klien dan tenaga kesehatan.
8) Asuhan Keperawatan yang Kurang Sesuai
Ketika memberikan asuhan keperawatan kepada klien, perawat diharapkan pek
a terhadap kebutuhan spiritual klien, tetapi dengan berbagai alasan ada kemungkinan
perawat justru menghindar untuk memberi asuhan spiritual. Alasan tersebut antara la
in karena perawat merasa kurang nyaman dengan kehidupan spiritualnya kurang me
nganggap penting kebutuhan spiritual, tidak mendapatkan pendidikan tentang aspek
spiritual dalam keperawatan, atau merasa bahwa pemenuhan kebutuhan spiritual klie
n bukan menjadi tugasnya, tetapi tanggung jawab pemuka agama.
b. Cairan dan Elektrolit
1) Ketidakseimbangan volume cairan
a) Kekurangan volume cairan
Kehilangan cairan dari system gastrointestinal seperti diare, muntah dari fist
ula atau selang. Keringat berlebihan, demam, penurunan asupan cairan per oral, p
enggunaan obat-obatan diuretik.
b) Kelebihan volume cairan
Kelebihan volume cairan gagal jantung kongestif, gagal ginjal, sirosis, peni
ngkatan kadar aldosteron dan steroid di dalam serum, asupan natrium berlebih.
c) Sindrom ruang ketiga
7
Hipertensi portal, abstruksi usus halus, peritonitis, luka bakar
d) Ketidakseimbangan hiperosmolar
Diabetes insipidus. Interupsi dorongan rasa haus yang dikontrol secara neurologis
ketoasidosis diabetic, pemberian cairan hipertonik.
e) Ketidakseimbangan hipoosmolar
Asupan cairan berlebih
2) Ketidakseimbangan elektrolit
a) Hiponatremia
Penyakit ginjal insufisiensi adrenal kehilangan melalui gastrointestinal peng
eluaran diuretic.
b) Hipernatremia
Mengkonsumsi sejumlah besar larutan garam pekat, pemberian larutan salin
hipertonik lewat IV secara iatrogenic.
c) Hipokalemiagastrointestial
Penggunaan diuretic yang dapat membuang kalium, diare, muntah atau kehi
langan cairan lain melalui saluran.
d) Hiperkalemia
Gagal ginjal, dehidrasi hipertonik, kerusakan selular yang parah seperti akib
at luka bakar dan trauma.
e) Hipokalsemia
Pemberian darah yang mengandung sitrat dengan cepat, hipoalbuminemia,
hopoparatiroidisme, difisiensi vitamin d, penyakit-penyakit neoplastik, pancreatiti
s.
f) Hiperkalsemia
Metastase tumor tulang, penyakit paget, osteoporosis, imobilisasi yang lama.
3. Patofisiologi
a. Kesehatan Spiritual
1) Distres Spiritual
Gangguan kemampuan untuk mengalami dan mengintegrasikan makna dan tuj
uan hidup melalui hubungan dengan diri sendiri, orang lain, seni, musik, literatur, al
am, dan atau kekuatan yang lebih besar dari pada diri sendiri.
2) Ansietas
8
Perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran yang samar disertai respon autonom
(sumber sering kali tidak spesifik atau tidak diketahui oleh individu) perasaan takut
yang disebabkan oleh antisipasi terhadap bahaya. Hal ini merupakan isyarat kewaspa
daan yang memperingatkan individu akan adanya bahaya dan memampukan individ
u untuk bertindak menghadapi ancaman.
3) Ketidakefektifan Koping
Ketidakmampuan untuk membentuk penilaian valid tentang stresor, ketidakad
ekuatan pilihan respon yang dilakukan, dan atau ketidakmampuan untuk menggunak
an sumber daya yang tersedia.
4) Keputusasaan
Kondisi subjektif yang ditandai dengan individu memandang hanya ada sedikit
atau bahkan tidak ada alternatif atau pilihan pribadi dan tidak mampu memobilisasi e
nergi demi kepentingan sendiri.
b. Cairan dan Elektrolit
Kekurangan volume cairan terjadi ketika tubuh kehilangan cairan dan elektrolit d
alam jumlah jumlah yang perposional. Kondisi seperti ini disebut disebut juga hipovole
mia. Umumnya gangguan ini diawali dengan kehilangan cairan intravaskuler, lalu diiku
ti dengan perpindahan cairan intraseluler menuju intraveskuler menuju intraveskuler se
hingga menyebabkan penurunan cairan ekstraseluler. Secara umum, defisit volume cair
an disebabkan oleh beberapa hal, yaitu kehilangan cairan abnormal melalui kulit, penur
unan asupan cairan, pendarahan dan pergerakan cairan ke lokasi ketiga (lokasi tempat c
airan berpindah dan tidak mudah untuk mengembalikannya ke lokasi semula dalam kon
disi cairan ekstraseluler istirahat). Cairan dapat berpindah dari sisi intravaskuler menuju
lokasi potensial seperti pleura, peritoneum, pericardium, atau rongga sendi. Selain itu, k
ondisi tertentu seperti terperangkapnya cairan dalam saluran pencernaan, dapat terjadi a
kibat obstruksi saluran pencernaan (Faqih, 2011).
4. Manifestasi Klinis
a. Kesehatan Spiritual
1) Pasien kesepian
9
Pasien dalam keadaan sepi dan tidak ada yang menemani akan membutuhkan
bantuan spiritual karena mereka merasakan tidak ada kekuatan selain kekuatan Tuha
n, tidak ada yang menyertainya selain Tuhan.
2) Pasien ketakutan dan cemas
Adanya ketakutan atau kecemasan dapat menimbulkan perasaan kacau, yang d
apat membuat pasien membutuhkan ketenangan pada dirinya dan ketenangan yang p
aling besar adalah bersama Tuhan.
3) Pasien menghadapi pembedahan
Menghadapai pembedahan adalah sesuatu yang sangat mengkhawatirkan karen
a akan timbul perasaan antara hidup dan mati. Pada saat itulah keberadaan pencipta
dalam hal ini adalah Tuhan sangat penting sehingga pasien selalu membutuhkan ban
tuan spiritual.
4) Pasien yang harus mengubah gaya hidup
Perubahan gaya hidup dapat membuat seseorang lebih membutuhkan keberada
an Tuhan. Pola gaya hidup dapat membuat kekacauan keyakinan bila kearah yang le
bih buruk. Akan tetapi bila perubahan gaya hidup ke arah yang lebih baik, maka pasi
en akan lebih membutuhkan dukungan spiritual.
b. Cairan dan Elektrolit
1) Haus
2) Anoreksia Perubahan tanda-tanda vital
3) Cemas atau pucat
4) Rasa malas
5) Perubahan status mental
6) Penurunan volume/tekanan nadi
7) Penurunan turgor kulit/lidah
8) Penurunan saluaran urin
9) Kulit/membran kulit mukosa kering
5. Pemeriksaan Fisik
a. Kesehatan Spiritual
Pada umumnya karakteristik klien yang berpotensi mengalami distres spiritual adal
ah sebagai berikut:
1) Klien yang tampak kesepian dan sedikit pengunjung
2) Klien yang mengepresikan rasa takut dan cemas
10
3) Klien yang mengekspresikan keraguan terhadap sistem kepercayaan agama
4) Klien yang mengepresikan rasa takut terhadap kematian
5) Klien yang akan dioperasi
6) Penyakit yang berhubungan dengan emosi atau implikasi sosial dan agama
7) Mengubah gaya hidup
8) Peokupasi tentang hubungan agama dengan kesehatan
9) Tidak dapat dikunjungi oleh pembuka agama
10) Tidak mampu atau menolak melakukan ritual spiritual
11) Memverbalisasikan bahwa penyakit yang dideritanya merupakan hukuman dari Tu
han
12) Mengekspresikan kemarahannya terhadap Tuhan
13) Mempertayakan rencana terapi karena bertentangan dengan keyakinan agama
14) Sedang menghadapi sakaratul maut
b. Cairan dan Elektrolit
1) Integumen: keadaan turgor kulitedema, kelelahan, kelemahan otot, tetani, dan sensas
i rasa.
2) Kardiovaskuler: distensi vena jugularis, tekanan darah, hemoglobin, dan bunyi jantu
ng.
3) Mata: cekung, air mata kering.
4) Neurologi: refleks, gangguan motorik dan sensorik, tingkat kesadaran.
5) Gastrointestinal: keadaan mukosa mulut, mulut dan lidah, muntah-muntah, dan bisin
g usus.
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Kesehatan Spiritual
1) Lab
2) Foto rontgen
3) USG
b. Cairan dan Elektrolit
1) Pemeriksaan elektrolit
2) Darah lengkap
3) pH
11
4) Berat jenis urin
5) Analisa Gas Darah (AGD)
BAB III
PENUTUP
12
1. Kesimpulan
Kebutuhan spiritual adalah harmonisasi dimensi kehidupan. Dimensi ini termasuk m
enemukan arti, tujuan, menderita, dan kematian; kebutuhan akan harapan dan keyakinan hi
dup, dan kebutuhan akan keyakinan pada diri sendiri, dan Tuhan. Ada 5 dasar kebutuhan s
piritual manusia, yaitu: arti dan tujuan hidup, perasaan misteri, pengabdian, rasa percaya d
an harapan di waktu kesusahan (Hawari, 2002).
Kebutuhan cairan dan elektrolit adalah suatu proses dinamik karena metabolisme tub
uh membutuhkan perubahan yang tetap dalam berespon terhadap stresor fisiologis.
Etiologi kebutuhan spiritual dipengaruhi oleh tahap perkembangan seseorang, keluar
ga, latar belakang etnik dan budaya, pengalaman hidup sebelumnya, krisis dan perubahan,
terpisah dari ikatan spiritual, isu moral terkait dengan terapi, dan asuhan keperawatan yang
kurang sesuai. Adapun etiologi kebutuhan cairan, seperti kekurangan volume cairan, keleb
ihan volume cairan, sindrom ruang ketiga, ketidakseimbangan hiperosmolar, dan ketidakse
imbangan hipoosmolar. Etiologi kebutuhan elektrolit, seperti hyponatremia, hypernatremia,
hipokalemiagastrointestial, hiperkalemia, hipokalsemia, dan hiperkalsemia.
Patofisiologi kebutuhan spiritual, seperti distres spiritual, ansietas, ketidakefektifan k
oping, dan keputusasaan. Dalam kebutuhan cairan dan elektrolit, seperti kekurangan volu
me cairan terjadi ketika tubuh kehilangan cairan dan elektrolit dalam jumlah jumlah yang
perposional. Kondisi seperti ini disebut disebut juga hipovolemia.
Manifestasi klinis kebutuhan spiritual, seperti pasien kesepian, pasien ketakutan dan
cemas, pasien menghadapi pembedahan, dan pasien yang harus mengubah gaya hidup. Dal
am kebutuhan cairan dan elektrolit, seperti haus, anoreksia, perubahan tanda-tanda vital, c
emas atau pucat, rasa malas, dan lainnya.
Pemeriksaan fisik kebutuhan spiritual, seperti klien yang tampak kesepian dan sediki
t pengunjung, klien yang mengepresikan rasa takut dan cemas, klien yang mengekspresika
n keraguan terhadap sistem kepercayaan agama, klien yang mengepresikan rasa takut terha
dap kematian, klien yang akan dioperasi dan lainnya. Dalam kebutuhan cairan dan elektrol
it, seperti keadaan turgor kulit, edema, kelelahan, distensi vena jugularis, gastrointestinal,
dan lainnya.
Pemeriksaan penunjang kebutuhan spiritual, cairan, dan elektrolit, seperti lab, foto ro
ntgen, usg, pemeriksaan elektrolit, darah lengkap, ph, berat jenis urin, dan analisa gas dara
h (AGD).
2. Saran
13
Perlu adanya penyesuaian dan pembelajaran lebih baik dari mahasiswa perawat dala
m mengetahui dan mengaplikasikan pengetahuan mengenai kebutuhan spiritual, cairan, da
n elektrolit sehingga dapat mencegah dan menangani penyakit yang diderita oleh klien.
DAFTAR PUSTAKA
14
Andayani, Risma. 2021. Laporan Pendahuluan Kebutuhan Cairan dan Elektrolit. https://id.scr
ibd.com/document/323507719/LAPORAN-PENDAHULUAN-KEBUTUHAN-CAIRA
N-DAN-ELEKTROLIT. (diakses pada tanggal 11 Desember 2021)
Rahayu, Suharsih, Addi Mardi Harnanto. 2016. Kebutuhan Dasar Manusia II. Jakarta: Pusdik
SDM Kesehatan.
Tria, Sunita. 2021. Laporan Pendahuluan Spiritual. https://id.scribd.com/doc/283151922/Lap
oran-Pendahuluan-Spiritual. (diakses pada tanggal 11 Desember 2021)
15
MAKALAH
PERSONAL HYGIENE, KEBERSIHAN LINGKUNGAN DAN I
STIRAHAT TIDUR
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Early Exposure I Mata Kuliah Keperawatan Da
sar II
Disusun oleh :
Nurul Halimah (C1AA20073)
2021
i
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat da
n karunia- Nya, kami dapat menyelesaikan tugas penulisan makalah Kami berhara
p makalah ini dapat menjadi referensi bagi pihak yang membutuhkan. Selain itu, k
ami juga berharap agar pembaca mendapatkan sudut pandang baru setelah memba
ca makalahini.
Demikian yang dapat kami sampaikan. Akhir kata, semoga ini dapat bermanfaat
Nurul Halimah
ii
DAFTAR ISI
SAMPUL i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
2. Rumusan Masalah
3. Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
1. Definisi
2. Etiologi
3. Patofisiologi
4. Manifestasi Klinis
5. Pemeriksaan Fisik
6. Data Penunjang
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam memenuhi keb
utuhannya guna memepertahankan kehidupannya, kesehatan dan kesejahteraan sesuai de
ngan kondisi kesehatannya, klien dinyatakan terganggu keperawatan dirinya jika tidak da
pat melakukan perawatan diri ( Depkes 2000). Defisit perawatan diri adalah gangguan ke
mampuan untuk melakukan aktifitas perawatan diri (mandi, berhias, makan, toileting) (N
urjannah, 2004).
Kebersihan lingkungan merupakan hal yang tak terpisahkan dari kehidupan manu
sia dan merupakan unsur yang fundamental dalam ilmu kesehatan dan pencegahan. Yang
dimaksud dengan kebersihan lingkungan adalah menciptakan lingkungan yang sehat sehi
ngga tidak mudah terserang berbagai penyakit seperti demam berdarah, muntaber dan lai
nnya. Ini dapat dicapai dengan menciptakan suatu lingkungan yang bersih indah dan nya
man.
Istirahat merupakan keadaan relaks tanpa adanya tekanan emosional, bukan hany
a dalam keadaan tidak beraktivitas tetapi juga kondisi yang membutuhkan ketenangan. K
ata istirahat berarti berhenti sebentar untuk melepaskan lelah, bersantai untuk menyegark
an diri atau melepaskan diri dari segala hal yang membosankan, menyulitkan bahkan me
njengkelkan (Hidayat, 2008).
1
5. Pemeriksaan Fisik Prosedur hygiene, Perawatan diri, Istirahat dan tidur
6. Pemeriksaan Penunjang Prosedur hygiene, Perawatan diri, Istirahat dan tidur
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
A. Prosedur Hygiene
Menurut Depkes RI (2005) higiene adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara d
an melindungi kebersihan individu, misalnya mencuci tangan untuk kebersihan tangan, me
ncuci piring untuk melindungi kebersihan piring, membuang bagian makanan yang rusak
untuk melindungi keutuhan makanan secara keseluruhan. Sedang dalam Depkes RI (1994)
lebih kepada upaya penyehatan diri.
Pengertian hygiene adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi
kebersihan individu, maka dapat disimpulkan bahwa higiene adalah usaha kesehatan yang
preventif yang menitik beratkan kegiatannya pada usaha kesehatan individu maupun usaha
kesehatan pribadi hidup manusia. Dalam kata lain, Higiene adalah ilmuyang berkaitan den
gan pencegahan penyakit dan pemeliharaan kesehatan (thesciene concerned witht hepreve
ntion of illness and maintanance of health)(Wulan,2014).
B. Perawatan Diri
Menurut ( Depkes 2000) Salah satu kemampuan dasar manusia dalam memenuhi kebut
uhannya guna memepertahankan kehidupannya, kesehatan dan kesejahteraan sesuai denga
n kondisi kesehatannya, klien dinyatakan terganggu keperawatan dirinya jika tidak dapat
melakukan perawatan diri..
Menurut Poter. Perry (2005), perawatan diri (Personal hygiene) adalah suatu tindakan
untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psiki
s, kurang perawatan diri adalah kondisi dimana seseorang tidak mampu melakukan perawa
tan kebersihan untuk dirinya (Tarwoto dan Wartonah 2000).
3
- Istirahat Tidur
Istirahat dan tidur adalah komponen esensial dari pemeriksaan fisik, mental dan penyimpang
an energi. Semua individu membutuhkan periode tertentu untuk tenang dan mengurangi aktivitas
sehingga badan akan mengembalikan energy dan membangun stamina. Kebutuhan istirahat dan t
idur dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, level perkembangan, status kesehatan, dan aktifitas.
2.2 Etiologi
a. Prosedur Hygiene
menurut Potter & Perry (2005), ada 7 faktor yang memengaruhi seseorang untuk
melakukan personal hygiene, antara lain:
- Citra Tubuh
Penampilan fisik seseorang adalah konsep subjektif dari citra tubuh. Citra tubuh
memengaruhi cara seseorang mempertahankan hygiene. Adanya perubahan fisik
yang disebabkan oleh pembedahan ataupun penyakit, makan dibutuhkan usaha
yang lebih untuk tetap mempertahankan hygiene.
- Praktik Sosial
Kelompok-kelompok sosial dalam pergaulan seseorang dapat sangat
memengaruhi hygiene. Saat usia anak-anak, praktik hygiene didapatkan dari orang
tua. Kebiasaan hidup di rumah, kebersihan lingkungan rumah, dan bagaimana anak
diajarkan cara merawat diri. Seiring dengan bertambahnya usia, pergaulan di
sekolah akan merubah cara praktik personal hygiene.
- Status Sosial Ekonomi
Pendapatan seseorang juga menjadi faktor yang sangat memengaruhi hygiene.
Kemampuan seseorang untuk membeli peralatan dan bahan-bahan untuk merawat
kebersihan diri dan lingkungan.
- Pengetahuan
Saat ini tidak sedikit seseorang yang tidak paham mengenai
pentingnya hygiene bagi kesehatan. Oleh karena itu, faktor pengetahuan juga
memengaruhi walaupun pengetahuan itu sendiri tidak cukup untuk memotivasi
seseorang untuk menerapkan personal hygiene dalam dirinya.
- Kebudayaan
Kebudayaan memengaruhi personal hygiene karena cara yang diterapkan di satu
daerah dan daerah lainnya akan berbeda. Penggunaan air untuk membersihkan diri
4
setelah dari jamban adalah budaya yang ada di Indonesia. Sedangkan, untuk di
negara-negara luar, seperti Jepang, China, dan Korea, cukup
menggunakan tissue saja.
- Pilihan Pribadi
Setiap individu pada dasarnya punya caranya sendiri untuk melakukan perawatan
terhadap dirinya, kapan waktu yang tepat, dan dengan apa perawatan diri itu
dilakukan.
- Kondisi Fisik
Pada saat sakit, terutama sakit keras, tentu kondisi fisik akan menurun, sehingga
kemampuan untuk merawat diripun berkurang. Perlu bantuan orang lain untuk
merawar diri.
b. Perawatan Diri
Perawatan diri erat kaitannya dengan kebersihan diri (personal hygiene), dima
na hal ini perlu diperhatikan dalam kehidupan sehari-hari karena memengaruhi kes
ehatan dan psikis seseorang. Kebersihan merupakan bagian dari penampilan dan ha
rga diri sehingga jika seseorang mengalami keterbatasan dalam pemenuhan kebutu
han tersebut mungkin saja akan memengaruhi kesehatan secara umum.
Tarwoto & Wartonah (2015) menyatakan bahwa ada beberapa faktor yang me
mengaruhi personal hygiene:
1. Citra tubuh Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersi
han diri misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga individu tidak pedul
i dengan kebersihan dirinya.
2. Praktik sosial Pada anak-anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka kem
ungkinan akan terjadi perubahan pola personal hygiene.
3. Status sosioekonomi Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabu
n, pasta gigi, sikat gigi, sampo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang u
ntuk menyediakannya.
4. Pengetahuan Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan
yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien menderita diab
etes 14 melitus ia harus menjaga kebersihan kakinya.
5. Budaya Pada sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh dima
ndikan.
5
6. Kebiasaan seseorang Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu
dalam perawatan diri seperti penggunaan sabun, sampo dan lain-lain.
7. Kondisi fisik atau psikis Pada penyakit tertentu kemampuan pasien untuk mera
wat diri berkurang dan perlu bantuan untuk melakukannya
4. Membersihkan selokan-selokan
Tujuan dari membersihkan selokan adalah agar air di selokan tidak tersumbat
oleh sampah-sampah. Apabila selokan tersumbat bisa saja akan menimbulkan
aroma yang tidak sehat dan menimbulkan datangnya serangga seperti kecoa.
6. Lakukan langkah 3 M
6
o Menutup tempat penyimpanan air
o Menguras bak mandi secara ritun
o Mengubur barang-barang bekas
7. Selalu terapkan 3B
o Buang sampah di tempat yang sudah di sediakan
o Bersihkan segala sesuatu yang kotor
o Biasakanlah untuk hidup sehat dan bersih
2.3 Patofisiologi
- Prosedur Hygiene
Dampak yang muncul pada masalah personal hygiene
a. Dampak Fisik
Banyak gangguan kesehatan yang diderita oleh seseorang karena tidak terperih
aranya kebersihan perorangan dengan baik. Gangguan fisik yang sering terjadi
adalah gangguan integritas kulit, gangguan mukosa mulut, infeksi pada mata da
n telingga serta gangguan fisik pada kuku.
b. Dampak Psikologi
Masalah social yang berhubungan dengan personal hygiene adalah gangguan k
ebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai dan mencinntai, kebutuhan harga dir
i dan kebutuhan interaksi sosial.
- Perawatan Diri
Menurut Tarwoto dan Wartonah (2000) , penyebab kurang perawatan diri adalah k
elelahan fisik dan penurunan kesadaran. Menurut Depkes (2000) dalam Mukhripah
Damaiyanti (2014). Penyebab kurang perawatan diri adalah: 1. Faktor Predisposisi
c. Perkembangan Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga pe
rkembangan inisiatif terganggu.
d. Biologis Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan per
awatan diri.
7
e. Kemampuan realitas turun Klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan re
alitas yang kurang menyebabkan ketidak pedulian dirinya dan lingkungan term
asuk perawatan diri.
f. Sosial Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri lingkungan.Sit
uasi lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan dalam perawatan diri.
2. Faktor Presipitasi Yang merupakan faktor presipitasi defisit perawatan diri adal
ah kurang penurunan motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual, cemas, lelah/le
mah yang dialami individu sehingga menyebabkan individu kurang mampu mela
kukan perawatan diri.
- Istirahat Tidur
Salah satu model yang digunakan untuk menjelaskan patofisiologi gangguan ti
dur adalah model neurokognitif. Model ini menerangkan bahwa faktor predisp
osisi, presipitasi, perpetuasi, dan neurokognitif adalah faktor-faktor yang mend
asari berkembangnya insomnia dan menjadikannya gangguan kronik. Model la
in yang bisa digunakan untuk adalah model psychobiologic inhibition, yang men
unjukkan bahwa tidur yang baik membutuhkan otomatisasi dan plastisitas. Oto
matisasi artinya bahwa inisiasi tidur dan maintenance tidur bersifat involunter,
yang dikendalikan oleh homeostatis dan regulasi sirkadian. Plastisitas adalah k
emampuan sistem tubuh untuk mengakomodasi berbagai kondisi lingkungan.
Pada kondisi normal, tidur terjadi secara pasif (tanpa atensi, niat, atau usaha).
Situasi hidup yang penuh dengan stres bisa memicu berbagai respon arousal fi
siologis dan psikologis, yang menimbulkan inhibisi terhadap de-arousal yang b
erhubungan dengan tidur dan menimbulkan gejala gangguan tidur
8
- Prosedur Hygiene
Fisik
- Kulit kepala kotor dan rambut kusam, acak-acakan
- Hidung kotor telingga juga kotor
- Gigi kotor disertai mulut bau
- Kuku panjang dan tidak terawatt
- Badan kotor dan pakaian kotor
- Penampilan tidak rapi
Psikologis
- Malas, tidak ada inisiatif
- Menarik,diri,isolasi
- Merasa tidak berdaya,rendah diri dan hina
Social
- Interaksi kurang
- Kegiatan kurang
- Tidak mampu berprilaku sesuai norma, missal : cara makan berantakan, buang
air besar/kecil sembarangan, tidak dapat mandi/sikat gigi tidak dapat berpakaian se
ndiri
- Perawatan Diri
Fisik
- Kulit kepala kotor dan rambut kusam, acak-acakan
- Hidung kotor telingga juga kotor
- Gigi kotor disertai mulut bau
- Kuku panjang dan tidak terawatt
- Badan kotor dan pakaian kotor
- Penampilan tidak rapi
Psikologis
- Malas, tidak ada inisiatif
- Menarik,diri,isolasi
- Merasa tidak berdaya,rendah diri dan hina
Social
- Interaksi kurang
- Kegiatan kurang
9
- Tidak mampu berprilaku sesuai norma, missal : cara makan berantakan, buang
air besar/kecil sembarangan, tidak dapat mandi/sikat gigi tidak dapat berpakaian se
ndiri
10
- Perawatan Diri
Personal hygiene pada mata Cara merawat mata:
1) Usaplah kotoran mata dari sudut mata bagian dalam kesudut bagian luar
2) Saat mengusap mata gunakanlah kain yang paling bersih dan lembut
3) Lindungi mata dari kemasukan debu dan kotoran
4) Bila menggunakan kacamata, hendaklah selalu dipakai
5) Bila mata sakit cepat periksakan kedokter
Personal hygiene pada hidung Cara merawat hidung:
1) Jaga agar lubang hidung tidak kemasukan air atau benda kecil
2) Jangan biarkan benda kecil masuk kedalam hidung
3) Sewaktu mengeluarkan debu dari lubang hidung, hembuskan secara perlahan de
ngan membiarkan lubang hidung terbuka. 17
4) Jangan mengeluarkan kotoran dari lubang hidung dengan menggunakan jari kar
ena dapat mengiritasi mukosa hidung.
Personal hygiene pada gigi dan mulut Cara merawat hidung dan mulut :
1) Tidak makan-makanan yang terlalu manis dan asam
2) Tidak menggunakan gigi atau mencongkel benda keras.
3) Menghindari kecelakaan seperti jatuh yang menyebabkan gigi patah.
4) Menyikat gigi sesudah makan dan khususnya sebelum tidur.
5) Menyikat gigi dari atas kebawah dan seterusnya
6) Memakai sikat gigi yang berbulu banyak, halus dan kecil.
7) Memeriksa gigi secara teratur setiap enam bulan.
Personal hygiene pada telinga Cara merawat telinga :
1) Bila ada kotoran yang menyumbat telinga keluarkan secara perlahan dengan me
nggunakan penyedot telinga
2) Bila menggunakan air yang disemprotkan lakukan dengan hati-hati agar tidak te
rkena air yang berlebihan
3) Aliran air yang masuk hendaklah diarahkan kesaluran telingan dan bukan langsu
ng kegendang telinga.
4) Jangan menggunakan alat yang tajam untuk membersihkan telinga karena dapat
merusak gendang telinga.
Personal hygiene pada genetalia Cara merawat genetalia:
1) Wanita: perawatan perineum dan area genetalia eksterna di lakukan pada saat m
andi 2x sehari
11
2) Pria: perawatan di lakukan 2x sehari pada saat mandi. Pada pria terutama yang b
elum di sirkumsisi karena adanya kulup pada penis yang menyebabkan urine muda
h terkumpul di sekitar gland penis yang lama kelamaan dapat menyebabkan timbul
nya berbagai penyakit seperti kanker penis.
- Perawatan Diri
a. Pemeriksaan laboratorium Meliputi : pemeriksaan darah rutin, pemeriksaan uri
n rutin, pemeriksaan kimia darah, pemeriksaan serologi.
b. Pemeriksaan radiagnostik (x-foto tulang belakang, x–foto kpeal dsb)
c. Pemeriksaan penunjang yang lain ( CT Joan , LP) 8) Diagnosa Banding
a. Defisit Perawatan Diri : Mandi
b. Defisit Perawatan Diri : Berpakaian
c. Defisit Perawatan Diri : Makan
d. Defisit Perawatan Diri : Eliminasi Diri :
12
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
hygiene adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan i
ndividu, maka dapat disimpulkan bahwa higiene adalah usaha kesehatan yang preventif ya
ng menitik beratkan kegiatannya pada usaha kesehatan individu maupun usaha kesehatan
pribadi hidup manusia. Dalam kata lain, Higiene adalah ilmuyang berkaitan dengan pence
gahan penyakit dan pemeliharaan kesehatan (thesciene concerned witht heprevention of ill
ness and maintanance of health)(Wulan,2014). Dampak yang muncul pada masalah person
al hygiene Dampak Fisik Banyak gangguan kesehatan yang diderita oleh seseorang karena
tidak terperiharanya kebersihan perorangan dengan baik. Gangguan fisik yang sering terja
di adalah gangguan integritas kulit, gangguan mukosa mulut, infeksi pada mata dan teling
ga serta gangguan fisik pada kuku. Dampak Psikologi Masalah social yang berhubungan
dengan personal hygiene adalah gangguan kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai dan
mencinntai, kebutuhan harga diri dan kebutuhan interaksi sosial.
Menurut Poter. Perry (2005), perawatan diri (Personal hygiene) adalah suatu tindakan
untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psiki
s, kurang perawatan diri adalah kondisi dimana seseorang tidak mampu melakukan perawa
tan kebersihan untuk dirinya (Tarwoto dan Wartonah 2000).
Kebersihan Lingkungan Kebersihan lingkungan adalah kebersihan tempat tinggal, tem
pat bekerja, dan berbagaisarana umum. Kebersihan tempat tinggal dilakukan dengan cara melap jende
la dan perabot rumah tangga, menyapu dan mengepel lantai, mencuci peralatan masak dan peralatan maka
n misalnya dengan abu gosok, membersihkan kamar mandi dan jamban, serta membuang sampah. Keber
sihan lingkungan dimulai dari menjaga kebersihan halaman danselokan, dan membersihkan jalan di depan
rumah dari sampah.
Istirahat Tidur Istirahat dan tidur adalah komponen esensial dari pemeriksaan fisik, mental dan penyi
mpangan energi. Semua individu membutuhkan periode tertentu untuk tenang dan mengurangi aktivitas s
ehingga badan akan mengembalikan energy dan membangun stamina. Kebutuhan istirahat dan tidur dipen
garuhi oleh usia, jenis kelamin, level perkembangan, status kesehatan, dan aktifitas.
3.2 Saran
Kita harus selalu menjaga kebersihan pada diri kita dan lingkungan agar kita terhindar da
ri penyakit dan kita harus istirahat yang cukup agar tubuh kita fit selalu bugar tidak mudah
sakit.
13
14
DAFTAR PUSTAKA
http://repository.poltekkesdenpasar.ac.id/443/3/BAB%20II%20%20tinjauan%20 ustaka.pdf
https://www.psychologymania.com/2013/04/pengertian-perawatan-diri.html
https://www.alomedika.com/penyakit/psikiatri/gangguan-tidur/patofisiologi
https://www.academia.edu/24698007/Konsep_Istirahat_dan_Tidur
15
MAKALAH
BERMAIN DAN KEBUTUHAN RASA NYERI
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Early Exposure I Mata Kuliah Keperawatan Dasar II
Disusun oleh :
Nurul Halimah (C1AA20073)
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan begitu banyak r
izki dan hidayah-Nya kepada kami semua. Shalawat dan salam selalu kita panjatkan kepada junj
ungan kita Nabi Muhammad SAW, sebagai Rahmatan lil alamin yang telah membawa umat man
usia dari jalan kegelapan menuju kehidupan yang mendapat sinar ifahi.
Alhamdulillah makalah ini dapat diselesaikan semata-mata atas kehendakNya dan rahmat
cinta kasih-Nya yang berlimpah. Rasa syukur kami atas kemurahan-Nya karena telah diberi kese
mpatan untuk menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan, oleh seb
ab itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Dan semoga dengan selesai
nya makalah ini dapat bermanfaat bagi teman-teman Aamiin.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTARi
DAFTAR ISIii
BAB I PENDAHULUAN1
BAB II PEMBAHASAN3
2.1 Definisi3
2.2 Etiologi4
2.3 Patofisiologi6
3.1 Kesimpulan11
3.2 Saran11
DAFTAR PUSTAKA12
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
5. Untuk mengetahui Pemeriksaan Fisik Nyeri
6. Untuk mengetahui Data Penunjang Nyeri
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Kolcaba (1992, dalam Potter & Perry, 2005) mengungkapkan kenyamanan/ras
a nyaman adalah suatu keadaan telah terpenuhinya kebutuhan dasar manusia yaitu ke
butuhan akan ketentraman (suatu kepuasan yang meningkatkan penampilan sehari-ha
ri), kelegaan (kebutuhan telah terpenuhi), dan transenden (keadaan tentang sesuatu ya
ng melebihi masalah atau nyeri). Kenyamanan mesti dipandang secara holistik yang
mencakup empat aspek yaitu:
1. Fisik, berhubungan dengan sensasi tubuh.
2. Sosial, berhubungan dengan hubungan interpersonal, keluarga, dan sosial.
3. Psikospiritual, berhubungan dengan kewaspadaan internal dalam diri sendiri yang
meliputi harga diri, seksualitas, dan makna kehidupan).
4. Lingkungan, berhubungan dengan latar belakang pengalaman eksternal manusia s
eperti cahaya, bunyi, temperatur, warna, dan unsur alamiah lainnya.
Meningkatkan kebutuhan rasa nyaman diartikan perawat telah memberikan ke
kuatan, harapan, hiburan, dukungan, dorongan, dan bantuan. Secara umum dalam apli
kasinya pemenuhan kebutuhan rasa nyaman adalah kebutuhan rasa nyaman bebas dar
i rasa nyeri, dan hipo/hipertermia. Hal ini disebabkan karena kondisi nyeri dan hipo/h
ipertermia merupakan kondisi yang mempengaruhi perasaan tidak nyaman pasien yan
g ditunjukan dengan timbulnya gejala dan tanda pada pasien.
Pengertian Nyeri
Nyeri merupakan suatu kondisi yang lebih dari sekedar sensasi tunggal yang d
isebabkan oleh stimulus tertentu. Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan tidak
menyenangkan bersifat sangat subyektif karena perasaan nyeri berbeda pada setia
p orang dalam hal skala atau tingkatannya, dan hanya orang tersebutlah yang dapa
t menjelaskan atau mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya. Menurut beberapa a
hli, nyeri diartikan sebagai berikut.
a. Mc. Coffery (1979), mendefinisikan nyeri sebagai suatu keadaan yang mempe
ngaruhi seseorang yang keberadaannya diketahui hanya jika orang tersebut per
nah mengalaminya.
3
b. Wofl Weitzel Fuerst (1974), mengatakan bahwa nyeri merupakan suatu perasa
an menderita secara fisik dan mental atau perasaan yang bisa menimbulkan ket
egangan.
c. Arthur C Curton (1983), mengatakan bahwa nyeri merupakan suatu mekanism
e produksi tubuh, timbul ketika jaringan sedang di rusak dan menyebabkan ind
ividu tersebut bereaksi untuk menghilangkan rangsangan nyeri.
d. Scrumum, mengartikan nyeri sebagai suatu keadaan yang tidak menyenangkan
akibat terjadinya rangsangan fisik maupun dari serabut saraf dalam tubuh ke ot
ak dan diikuti oleh reaksi fisik, fisiologis dan emosional.
Klasifikasi Nyeri
Secara umum nyeri dibedakan menjadi 2 yakni: nyeri akut dan nyeri kronis. N
yeri akut merupakan nyeri yang timbul secara mendadak dan cepat menghilang, y
ang tidak melebihi 6 bulan dan ditandai adanya peningkatan tegangan otot. Nyeri
kronis adalah nyeri yang timbul secara perlahan-lahan, biasanya berlangsung dala
m waktu yang cukup lama, yaitu lebih dari 6 bulan. Yang termasuk dalam nyeri kr
onis ini adalah nyeri terminal, sindrom nyeri kronis, dan nyeri psikosomatis. Bila
ditinjau dari sifat terjadinya, nyeri dibagi menjadi nyeri tertusuk dan nyeri terbaka
r.
2.2 Etiologi
Nyeri dapat disebabkan oleh beberapa hal yaitu :
1. Trauma
a. Mekanik
Rasa nyeri timbul akibat ujung-ujung saraf bebas mengalami kerusakan, misal
nya akibat benturan, gesekan, luka, dan lain-lain.
b. Thermis Nyeri timbul karena ujung saraf reseptor mendapat rangsangan akibat
panas, dingin, misal karena api dan air.
c. Khemis Timbul karena kontak dengan zat kimia yang bersifat asam atau basa
kuat
d. Elektrik Timbul karena pengaruh aliran listrik yang kuat mengenai reseptor ras
a nyeri yang menimbulkan kekejangan otot dan luka bakar.
2. Neoplasma
a. Jinak
4
b. Ganas
3. Peradangan
Nyeri terjadi karena kerusakan ujung-ujung saraf reseptor akibat adanya peradang
an atau terjepit oleh pembengkakan. Misalnya : abses
4. Gangguan sirkulasi darah dan kelainan pembuluh darah .
5. Trauma psikologis.
2.3 Patofisiologi
Pada saat sel saraf rusak akibat trauma jaringan, maka terbentuklah zat-z
at kimia seperti Bradikinin, serotonin dan enzim proteotik. Kemudian zat-zat tersebut
merangsang dan merusak ujung saraf reseptor nyeri dan rangsangan tersebut aka
ndihantarkan ke hypothalamus melalui saraf asenden. Sedangkan di korteks nyeri a
kan dipersiapkan sehingga individu mengalami nyeri. Selain dihantarkan ke hyp
5
othalamus nyeri dapat menurunkan stimulasi terhadap reseptor mekanin sensitif pa
da termosensitif sehingga dapat juga menyebabkan atau mengalami nyeri (Wahit Cha
yatin, N.Mubarak, 2007).
Informasi yang dibawa ke korda spinalis oleh serat-serat C, dan sebagian oleh
serat A delta, disalurkan ke otak melalui serat-serat traktus paleospinotalamikus. Sera
t-serat ini berjalan ke daerah reticular dibatang otak, dan ke daerah di mesensefalon ya
ng disebut daerah grisea periakuaduktus. Serat- serat paleospinotalamikus yang berjal
an melalui daerah reticular berlanjut untuk mengaktifkan hipotalamus dan system lim
bik. Nyeri yang di bawa dalam traktus paleospinotalamik memiliki lokalisasi difus da
n menyebabkan distress emosi berkaitan dengan nyeri.
6
2.4 Manifestasi Klinis
1. Tanda dan gejala nyeri akut yaitu (SDKI, 2016):
a. Mengeluh nyeri.
b. Tampak meringis
c. Bersikap protektif.
d. Frekuensi nadi meningkat.
e. Gelisah
f. Sulit tidur.
g. tekanan darah meningkat.
h. Pola nafas berubah.
2. Tanda dan gejala kronis yaitu (SDKI, 2016):
a. Mengeluh nyeri.
b. Merasa depresi (tertekan)
c. Tampak meringis
d. Gelisah
e. Tidak mampu menyelesaikan aktivitas.
f. Merasa takut mengalami cidera ulang.
g. Bersikap protektif
h. Waspada
i. Pola tidur berubah
j. Anoreksia
2.5 Pemeriksaan Fisik
1. Kepala
Ada lesi atau tidak, hematom maupun ada kelainan bentuk kepala pasien
serta keadaan rambut pasien.
2. Mata
Bentuk simetris atau tidak, konjumgtiva anemis atau tidak, ada nyeri atau
tidak, ada alat bantu atau tidak. Fungsi dari pemeriksaan mata untuk men
getahui adanya kelainan atau tidak.
3. Hidung
Bentuk simetris atau tidak, ada sekret atau tidak, ada pembengkakan dida
erah polip atau tidak, ada alat bantu atau tidak. Fungsi dari pemeriksaan
hidung untuk mengetahui adanya secret dan pembengkakan.
4. Telinga
7
Bentuk simetris atau tidak, ada cairan berlebih atau tidak, ada infeksi ata
u tidak, ada alat bantu atau tidak. Fungsi dari pemeriksaan telinga untuk
mengetahui ada cairan yang berlebih atau adanya infeksi di sekitar telinga.
5. Mulut
Bibir kering atau tidak, gigi kotor atau tidak . Fungsi untuk pemeriks
aan mulut untuk mengetahui adanya infeksi mulut atau adanya gigi ko
tor dan berlubang.
6. Leher
Ada lesi atau tidak, ada pembengkakan kelenjar getah bening atau tidak,
ada pembengkakan kelenjar tiroid atau tidak
7. Dada
Ada lesi atau tidak, inspirasi dan ekspirasi, suara paru, suara jantung
a.Inspeksi : Normal. Tujuan untuk mengetahui bentuk dada
b. Perkusi : Sonor/Resonan.
c.Palpasi : Kesimestrisan Dada
d. Auskultasi : Terdengar suara lapang paru normal.
8. Abdomen
Ada lesi atau tidak, suara bising usus
a.Inpeksi : simetris, tidak ada benjolan.
b. Palpasi : Nyeri tekan pada abdomen.
c.Perkusi : Normal tidak ada gangguan.
d. Auskultasi : Tidak terdengar bising usus.
9. Integumen
a.Warna kulit: Sawo Matang
b. Keadaan kulit: Kering
c.Turgor kulit : Normal
10. Genetalia
Ada kelainan atau tidak, kebersihan genetalia
8
c. Pemeriksaan laboratorium sebagai data penunjang pemeriksaan lainnya (Asma
di, 2010)
d. CT-Scan (cidera kepala) untuk mengetahui adanya pemnuluh darah yang peca
h di otak.
Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Keperawatana.
a. Monitor TTV
b. Kaji adanya infeksi atau peradangan nyeri
c. Distraksi (mengalihkan perhatian terhadap nyeri, efektif untuk nyeri ringan
sampai sedang)
d. Kompres hangate.Mengajarkan teknik relaksasi
2. Penatalaksaan Medis
a. Pemberian analgesic
Analgesik akan lebih efektif diberikan sebelum pasien merasakan nyer
i yang berat dibandingkan setelah mengeluh nyeri.
b. Plasebo
Plasebo merupakan obat yang mengandung komponen obat analges
ik seperti gula, larutan garam/normal saline, atau air. Terapi ini dapat men
urunkan rasa nyeri, hal ini karena faktor persepsi kepercayaan pasien.
BAB III
9
PENUTUP
3. 1 Kesimpulan
Nyeri merupakan suatu kondisi yang lebih dari sekedar sensasi tunggal yang disebabk
an oleh stimulus tertentu. Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan tidak menyenangkan
bersifat sangat subyektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap orang dalam hal skala
atau tingkatannya, dan hanya orang tersebutlah yang dapat menjelaskan atau mengevaluas
i rasa nyeri yang dialaminya.
Perawat menggunakan berbagai intervensi untuk dapat menghilangkan nyeri tersebut
dan mengembalikan kenyamanan klien. Perawat tidak dapat melihat dan merasakan nyeri
yang dialami oleh klien karena nyeri bersifat subjektif. Nyeri dapat diekspresikan melal
ui menangis, pengutaraan, atau isyarat perilaku. Nyeri yang bersifat subjektif memb
uat perawat harus mampu dalam memberikan asuhan keperawatan secara holistic
dan menanganinya.
3. 2 Saran
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis akan le
bih fokus dan detail dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan sumber-sumber y
ang lebih banyak yang tentunya dapat dipertanggungjawabkan.
Dengan melalui makalah ini kami selaku penyusun mengharapkan khususnya semua
mahasiswa dan mahasiswi dan para pembaca sekalian dapat mengetahui serta memahami
tentang Bermain dan kebutuhan Rasa Nyeri
DAFTAR PUSTAKA
10
Cegama, V, P. 2020. Laporan Pendahuluan Gangguan Kebutuhan Dasar Manusia Dengan
Kebutuhan Rasa Aman Nyaman (Nyeri). https://studylibid.com/doc/4375711/lp-gangguan-ras
a-aman-nyaman--nyeri-- . 12 Desember 2021 16.00 .
Anas, F. 2017. Etiologi Nyeri. https://id.scribd.com/document/350695116/Etiologi-Nyeri. 12
Desember 2021 16.30 .
Budiarto, E . 2017. LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATANDENGAN GAN
GGUAN RASA NYAMAN (NYERI). https://123dok.com/document/yr1on1jq-laporan-pendahul
uan-gangguan-rasa-nyaman-nyeri-docx.html. 12 Desember 2021 17.00 .
Kasiati ., Rosmalawati , N, W, D. 2016 . kebutuhan dasar manusia I . Jakarta Selatan
11
MAKALAH
KEBUTUHAN PERIOVERATIVE DAN PERAWATAN JENAZAH
Disusun Oleh :
Nurul Halimah
(C1AA20073)
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur Saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya dengan rahm
at-Nyalah Saya akhirnya bisa menyelesaikan Makalah yang berjudul “KEBUTUHAN PERIO
PERATIVE DAN KEPERAWATAN JENAZAH” dengan baik dan tepat pada waktunya.
Tidak lupa Saya menyampaikan rasa terima kasih kepada dosen pembimbing yang telah
memberikan banyak bimbingan serta masukan yang bermanfaat dalam proses penyusunan ma
kalah ini. Rasa terima kasih juga hendak Saya ucapkan kepada rekan-rekan mahasiswa yang t
elah memberikan konstribusinya baik secara langsung maupun tidak langsung hingga makala
h ini bisa selsai pada waktunya yang telah ditentukan.
Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para pembaca. Nam
un terlepas dari itu, Saya memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, hing
ga Saya sangat mengharapkan segala kritik dan saran yang menyempurnakan.
Nurul Halimah
2
DAFTAR ISI
Cover…………………………………………………..……………………………1
Daftar Isi……………………………………………………………..……………. 2
Kata Pengantar………………………………………………………………………. 3
BAB I : Pendahuan…………………………………………………..…………….. 4
Latar Belakang…………………………………………………………..…………... 5
Rumusan Masalah…………………………………………………………..……….. 6
Tujuan ……………………………………………………………..……….. 6
BAB II : Pembahasan………………………………………………………….…….. 7
Definisi Kebutuhan Perioperative dan Perawatan Jenazah ………………………………. 7
Etiologi………………………….…………………………………………………. …. 8
Patofisiologi…………………………………… ….………………………….…. 9
Manifestasi Klinis…………………………………………………………………... 10
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tindakan operasi atau pembedahan merupakan pengalaman yang sulit bagi ha
pir semua pasien. Berbagai kemungkinan buruk bisa saja terjadi yang akan membahay
akan bagi pasien. Dan tidak jarang keluarga pasien mengalami kecemasan. Kecemasa
n yang mereka alami biasanya terkait dengan segala macam prosedur asing yang haru
s dijalani pasien dan juga ancaman terhadap keselamatan jiwa akibat segala macam pr
osedur pembedahan dan tindakan pembiusan. Perawat mempunyai peranan yang sang
at penting dalam setiap tindakan pembedahan baik pada masa sebelum, selama maupu
n setelah operasi. Intervensi keperawatan yang tepat diperlukan untuk mempersiapkan
klien baik secara fisik maupun psikisAda tiga faktor penting yang terkait dalam pemb
edahan, yaitu penyakit pasien, jenis pembedahan yang dilakukan dan pasien sendiri. D
ari ketiga faktor tersebut faktor pasien merupakan hal yang paling penting, karena bag
i penyakit tersebut tidakan pembedahan adalah hal yang baik/benar.
Tetapi bagi pasien sendiri pembedahan mungkin merupakan hal yang paling mengerik
an yang pernah mereka alami. Mengingat hal terebut diatas, maka sangatlah pentig un
tuk melibatkan pasien dalam setiap langkah – langkah perioperatif. Tindakan perawat
an perioperatif yang berkesinambungan dan tepat akan sangat berpengaruh terhadap s
uksesnya pembedahan dan kesembuhan pasien.
Dalam kehidupan setiap individu hanya ada satu hal yang pasti, yaitu individu
tersebut akan meninggal dunia . Kematian merupakan suatu hal yang alami. Saat terja
dinya kematian merupakan saat-saat yang tidak diketahui waktunya. Kematian dapat t
erjadi singkat dan tidak terduga seperti seorang anak yang meninggal akibat kecelakaa
n, kematiaan dapat berlangsung mendadak dan tidak dapat diperkirakan sebelumnya,
misalnya seseorang yang pingsan dan dalam waktu 24 jam sudah meninggal, kematia
n dapat diperkirakan sebelumnya melalui diagnosis medis tetapi saat kematian itu sen
diri biasa terjadi mendadak,atau pasien dapat mengalami dahulu stadium terminal pen
yakit dalam waktu yang bervariasi mulai dari berapa hari hingga berbulan-bulan.
Kematian dari masa lampau sampai saat ini selalu dikhaskan dengan kondisi te
rhentinya pernapasan, nadi, dan tekanan darah, serta hilangnya respon terhadap stimul
us eksternal, ditandai dengan terhentinya kerja otak secara menetap. Namun demikian
kemajuan dalam teknologi kedokteran berlangsung sedemikian cepat sehingga kalau
satu atau lebih sistem tubuh tidak berfungsi, pasien mungkin masih dapat dipertahank
an “hidupnya” dengan bantuan mesin, tindakan ini dapat dilakukan sehubungan denga
n pengangkatan organ tubuh untuk bedah transplantasi.
4
1. Apa Definisi kebutuhan perioperative dan perawatan jenazah?
2. Apa etiologi kebutuhan perioperative dan perawatan jenazah?
3. Patofisiologi kebutuhan perioperative dan perawatan jenazah ?
4. Menifestasi kebutuhan perioperative dan perawatan jenazah?
5. Bagaimana pemeriksaan fisik untuk kebutuhan perioperative dan perawatan jenaz
ah?
6. Data penunjang dari kebutuhan perioperative dan perawatan jenazah?
3.1 Tujuan
Tujuan umum :
BAB II
5
PEMBAHASAN
1.2 Definisi
Sedangkan definisi dari Kematian suatu keadaan alamiah yang setiap individu
pasti akan mengalaminya. Secara umum, setiap manusia berkembang dari bayi, anak-
anak, remaja, dewasa, lansia dan akhirnya mati.
a. Faktor lingkungan
b. Suhu tubuh saat kematian ( suhu meningkat, a.m.makin lama)
c. Keadaan fisik tubuh serta pakaian yang menutupinya.
4. Dekomposisi ( Pembusukan)
Hal ini merupakan suatu keadaan dimana bahan-bahan organik tubuh mengala
mi dekomposisi baik yang disebabkan karena adanya aktifitas bakteri, maupun kar
ena autolisis. Skala waktu terjadinya pembusukan
6
Mulai terjadi setelah kematian seluler. Lebih dari 24 jam mulai tampak warna kehi
jauan di perut kanan bawah (caecum).
2.2 Etiologi
A. Etiologi perioperatif
Pembedahan dilakukan untuk berbagai alasan (Buku ajar Keperawatan Medikal B
edah Brunner dan Suddarth ) seperti :
7
ada suatu makhluk. Dalam ilmu kedokteran, jiwa dan tubuh tidak dapat dipisahkan. Belum da
pat dibuktikan bahwa tubuh dapat dipisahkan dari jiwa dan jiwa itu baka.
3.2 Patofisiologi
4.2 Menifestasi
A. Menifstasi Parioperative
Perioperatif adalah waktu sejak keputusan untuk operasi diambil hingga sampai ke me
ja pembedahan, tanpa memandang riwayat atau klasifikasi pembedahan.
Keahlian seorang perawat perioperatif dibentuk dari pengetahuan keperawatan profess
ional dan keterampilan psikomotor yang kemudian diintegrasikan ke dalam tindakan keperaw
atan yang harmonis. Kemampuan dalam mengenali masalah pasien yang sifatnya risiko atau
actual pada setiap fase perioperatif yang didasarkan atas pengetahuan dan pengalaman kepera
watan perioperatif akan membantu penyusunan rencana intervensi keperawatan. Staf keperaw
atan yang merawat pasien bertanggung jawab untuk mengelola aspek-aspek penting perawata
n pasien dengan cara mengimplementasikan rencana perawatan yang berdasarakan pada tuju
8
an yang diprioritaskan, koordinasi seluruh anggota tim perioperatif, dan melibatkan tindakan
mandiri dan kolaboratif.
Asuhan keperawatan praoperatif pada praktiknya akan dilakukan secara berkesinambu
ngan, baik asuhan keperawatan praoperatif dibagian rawat inap, poliklinik, bagian bedah seha
ri (one day care) atau di unit gawat darurat yang kemudian dilanjutkan kamar operasi oleh per
awat praoperatif. Asuhan keperawatan praoperatif yang terintegrasi secara berkesinambungan
terjadi saat beberapa masalah pasien yang belum teratasi di ruang rawat inap, poliklinik, beda
h sehari, atau unit gawat darurat akan tetap dilanjutkan oleh perawat perioperatif di kamara o
perasi. Dokumentasi yang optimal dapat membantu terciptanya komunikasi yang baik antara
perawat ruangan dengan perawat kamar operasi.
Perawatan jenazah pada penderita penyakit menular dilaksanakan dengan selalu mene
rapkan kewaspadaan universal tanpa mengakibatkan tradisi budaya dan agama yang dianut ke
luarganya. Setiap petugas kesehatan terutama perawat harus dapat menasehati keluarga jenaz
ah dan mengambil tindakan yang sesuai agar penanganan jenazah tidak menambah risiko pen
ularan penyakit seperti halnya hepatitis-B, AIDS, kolera dsb.
Tradisi yang berkaitan dengan perlakuan terhadap jenazah tersebut dapat diizinkan denga
n memperhatikan hal yang telah disebut di atas, seperti misalnya mencium jenazah sebagai ba
gian dari upacara penguburan. Perlu diingat bahwa virus HIV hanya dapat hidup dan berkem
bang dalam tubuh manusia hidup, maka beberapa waktu setelah penderita infeksi-HIV menin
ggal, virus pun akan mati.
Pemeriksaan keadaan umum pasien praoperatif meliputi penampilan umum dan prilak
u, pangkajian tingkat kesadaran dan pengkajian status nutrisi.
Penampilan Umum
Pada pengkajian keadaan umum, secara ringkas perawat melakukan survei keadaan u
mum untuk mengobservasi panampilan umum pasien. Bentuk dan pergerakan tubuh dapat me
nggambarkan kelemahan yang disebabkan oleh penyakit yang berhubungan dengan adanya in
tervensi pembedahan. secara ringkas, pengkajian yang berhubungan dengan praoperatif melip
uti elemen-elemen berikut ini:
- Usia
9
Usia akan memengaruhi karakteristik fisik normal. Kemampuan untuk berparti
sipasi dalam beberapa bagian pemeriksaan fisik praoperatif juga dipengaruhi oleh
usia.
- Tanda distres
Terdapat tanda dan gejala distress nyata yang mengindikasikan nyeri, kesulita
n bernapas, atau kecemasan. Tanda tersebut dapat membantu perawat dalam mem
buat prioritas yang berkaitan dengan apa yang akan diperiksa terlebih dahulu.
- Jenis tubuh
Perawat mengobservasi jika pasien tanpak ramping, berotot, obesitas, atau san
gat kurus. Jenis tubuh dapat mencerminkan tingkat kesehatan, usia, dan gaya hidu
p.
- Postur
Perawat mengkaji postur tubuh pasien. Apakah pasien memiliki postur tubuh y
ang merosot, tegak, dan bungkuk. Postur dapat mencerminkan alam perasaan atau
adanya nyeri.
- Gerakan tubuh
Observasi gerakan tersebut bertujuan untuk memperhatikan apakah terdapat tr
emor di ekstremitas. Tentukan ada atau tidaknya bagian tubuh yang tidak bergerak.
- Bicara
Bicara normal adalah bicara yang dapat dipahami, diucapkan dengan kecepata
n sedang dan menunjukkan hubungan dengan apa yang dipikirkan.
10
kumis dan janggut, rambut di tubuh dan ekstremitas, rambut kemaluan (catat
warna, ukuran terpanjang, jenis [lurus/ikal], serta mudah/tidaknya dicabut)
2. Pemeriksaan Tanda-Tanda Asfiksia
Buka kedua mata mayat dan periksa konjungtiva palpebra serta konjun
gtiva bulbi, cari ada tidaknya petekia dan tanda-tanda anemis
Periksa bibir, bagian dalam bibir, gusi dan palatum, cari ada tidaknya p
etekia, tanda-tanda sianosis, atau tanda-tanda anemis
Periksa ujung-ujung jari tangan dan kaki mayat, nilai apakah terdapat t
andatanda anemis atau sianosis.
3. Pemeriksaan Gigi Jenazah
Buka mulut mayat dan periksa kelengkapan gigi-geligi, bedakan antara
gigi susu dan gigi dewasa
Jika gigi dewasa, lihat apakah gigi geraham belakang (molar III) sudah
erupsi atau belum Periksa ada tidaknya karang gigi
Amati kelainan pada gigi (gigi hilang, gigi palsu, dsb)
Pemeriksaan gigi dapat digunakan untuk menentukan perkiraan umur,
ras, dan identitas mayat
Interpretasi lanjut untuk kondisi gigi dapat dikonsultasikan kepada ahli
odontologi forensik.
A. Fase Pelayanan Perioperatif Keahlian seorang perawat kamar bedah dibentuk dari pen
getahuan keperawatan professional dan keterampilan psikomotor yang kemudian diint
egrasikan kedalan tindakan keperawatan yang harmonis. Kemampuan dalam mengena
li masalah pasien yang sifatnya resiko atau actual pada setiap fase perioperative akan
membantu penyusunan rencana intervensi keperawatan (Muttaqin & Sari, 2009). 6
a. Fase Pre Operatif Fase praoperatif adalah waktu sejak keputusan untuk operasi dia
mbil hingga sampai ke meja pembedahan, tanpa memandang riwayat atau klasifikasi
pembedahan. Asuhan keperawatan pre operatif pada prakteknya akan dilakukan secar
a berkesinambungan, baik asuhan keperawatan pre operatif di bagian rawat inap, poli
klinik, bagian bedah sehari (one day care), atau di unit gawat darurat yang kemudian d
ilanjutkan di kamar operasi oleh perawat kamar bedah (Muttaqin & Sari, 2009).
b. Fase Intra Operatif Fase intra operatif adalah suatu masa dimana pasien sudah bera
da di meja pembedahan sampai ke ruang pulih sadar. Asuhan keperawatan intraoperat
ive merupakan salah satu fase asuhan yang dilewati pasien bedah dan diarahkan pada
peningkatan keefektifan hasil pembedahan. Pengkajian yang dilakukan perawat intrao
perative lebih kompleks dan harus dilakukan secara cepat dan ringkas agar dapat sege
ra dilakukan tindakan keperawatan yang sesuai. Kemampuan dalam mengenali masala
h pasien yang bersifat resiko atau aktual akan didapatkan berdasarkan pengetahuan da
n pengalaman keperawatan. Implementasi dilaksanakan berdasarkan pada tujuan yang
di prioritaskan, koordinasi seluruh anggota tim intraoperative, dan melibatkan tindaka
n independen dan dependen. Pada fase intra operatif, pasien akan mengalami berbagai
prosedur. Prosedur pemberian anestesi, pengaturan posisi bedah, manajemen asepsis,
dan prosedur tindakan invasive akan memberikan implikasi pada masalah keperawata
n yang akan muncul (Muttaqin & Sari, 2009).
11
c. Fase Post Operatif Fase pasca operatif adalah suatu kondisi dimana pasien
sudah masuk di ruang pulih sadar sampai pasien dalam kondisi sadar betul
untuk dibawa ke ruang rawat inap. Raung pulih sadar (recovery room) atau
unit perawatan pascaanestesi (PACU) merupakan suatu ruangan 7 untuk p
emulihan fisiologis pasien pascaoperatif. PACU biasanya terletak berdekat
an dengan ruang operasi (Muttaqin & Sari, 2009).
B. Dalam menangani jenazah perawat harus melakukannya dengan hormat dan sebaik-ba
iknya. Rasa hormat ini dapat dijadikan prinsip, dengan kata lain, seseorang telah diper
lakukan secara manusiawi dan sama seperti orang lain. Seorang perawat harus mempe
rlakukan tubuh jenazah dengan hormat. Sebelum kematian terjadi, anggota tubuh haru
s diikat dan kepala dinaikkan ke atas bantal. Tubuh harus dibersihkan dengan membas
uhnya dengan air hangat secara perlahan. Segala sesuatu yang keluar dari tubuh pasie
n harus dicuci dan dibersihkan rawatan posmortem.
Perawatan tubuh setelah kematian disebut perawatan postmortem. Hal ini dapa
t menjadi tanggung jawab perawat. Perawat akan lebih mudah melakukannya apabila
bekerja sama dengan staf kesehatan lainnya. Adapun hal yang harus diperhatikan :
1) Perlakukan tubuh dengan rasa hormat yang sama perawat lakukan terhadap orang yan
g masih hidup.
2) Beberapa fasilitas memilih untuk meninggalkan pasien sendiri sampai petugas kamar j
enazah tiba.
3) Periksa prosedur manual rumah sakit sebelum melanjutkan perawatan postmortem.
12
BAB III
PENUTUP
7.2 Kesimpulan
Kebutuhan perioperative adalah periode sebelum, selama dan sesudah operasi
berlangsung, yang mana tugas seorang perawat yaitu memberikan kenyamanan terhad
ap pasien supaya saat dilaksanakannya operasi hingga paska operasi sampai pemuliha
n pasien, sampai pasien sembuh, pasien merasa nyaman dan tercukupi kebutuhan-keb
utuhannya.
1) Perawatan jenazah dilakukan untuk membersihkan pasien yang baru meninggal serta
memberikan penghormatan terakhir kepada pasien selama dirawat di rumah sakit.
2) Jenazah yang belum langsung dikuburkan akan diawetkan dengan pemberian bahan ki
mia tertentu untuk menghambat terjadinya pembusukan serta menjaga penampilan jen
azah supaya tetap mirip dengan kondisi sewaktu hidup. Pengawetan jenazah dapat dil
akukan pada jenazah yang dalam beberapa hari tidak dikubur.
3) Dalam perawatan jenazah tidak boleh diotopsi. Dalam hal tertentu otopsi dapat dilaku
kan setelah mendapat persetujuan dari pimpinan rumah sakit serta keluarga yang bers
angkutan dan dilaksanakan oleh petugas yang mahir dalam hal tersebut.
13
DAFTAR PUSTAKA
https://seputarkuliahkesehatan.blogspot.com/2018/03/makalah-perawatan-jenazah.html
https://med.unhas.ac.id/kedokteran/wp-content/uploads/2018/04/Manual-CSL-Forensik-Medi
kolegal-3-Pemeriksaan-Luar-pada-Jenazah.pdf
http://repository.poltekkes-tjk.ac.id/1621/6/BAB%20II.pdf
https://anestesi12.blogspot.com/2012/11/fase-preintrapost-operasi.html
http://data.kalbarprov.go.id/dataset/sop-bidang-penunjang/resource/91ac4ffb-79f9-4928-8cb
a-ca0fbdcdcfe9
14
MAKALAH
PEMERIKSAAN FISIK
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Early Exposure I Mata Kuliah Keperawatan Dasar II
Disusun Oleh :
Nurul Halimah
(C1AA20073)
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur Saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya dengan rahm
at-Nyalah Saya akhirnya bisa menyelesaikan Makalah yang berjudul “pemeriksaan fisik” den
gan baik dan tepat pada waktunya.
Tidak lupa Saya menyampaikan rasa terima kasih kepada dosen pembimbing yang telah
memberikan banyak bimbingan serta masukan yang bermanfaat dalam proses penyusunan ma
kalah ini. Rasa terima kasih juga hendak Saya ucapkan kepada rekan-rekan mahasiswa yang t
elah memberikan konstribusinya baik secara langsung maupun tidak langsung hingga makala
h ini bisa selsai pada waktunya yang telah ditentukan.
Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para pembaca. Namun t
erlepas dari itu, Saya memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, hingga S
aya sangat mengharapkan segala kritik dan saran yang menyempurnakan
Penulis
3
BAB I
PENDAHULUAN
a) Latar Belakang
Pemeriksaan fisik atau pemeriksaan klinis adalah sebuah proses dari seorang ahli
medis memeriksa tubuh pasien untuk menemukan tanda klinis penyakit. Hasil pemeriksaan
akan dicatat dalam rekam medis. Rekam medis dan pemeriksaan fisik akan membantu dalam
penegakkan diagnosis dan perencanaan perawatan pasien.
Pemeriksaan fisik dilakukan secara sistematis, mulai dari bagian kepala dan berakhir
pada anggota gerak. Setelah pemeriksaan organ utama diperiksa dengan inspeksi, palpasi,
perkusi, dan auskultasi, beberapa tes khusus mungkin diperlukan seperti test neurologi.
Dengan petunjuk yang didapat selama pemeriksaan riwayat dan fisik, ahli medis dapat
menyususn sebuah diagnosis diferensial,yakni sebuah daftar penyebab yang mungkin
menyebabkan gejala tersebut. Beberapa tes akan dilakukan untuk meyakinkan penyebab
tersebut.
Sebuah pemeriksaan yang lengkap akan terdiri diri penilaian kondisi pasien secara
umum dan sistem organ yang spesifik. Dalam prakteknya, tanda vital atau pemeriksaan suhu,
denyut dan tekanan darah selalu dilakukan pertama kali.
b) Rumusan Masalah
c) Tujuan Penulisan
4
1. Mengetahui konsep dari pemeriksaan fisik
5
BAB II
PEMBAHASAN
Pemeriksaan fisik merupakan peninjauan dari ujung rambut sampai ujung kaki pada s
etiap system tubuh yang memberikan informasi objektif tentang klien dan memungkinkan per
awat untuk mebuat penilaian klinis. Keakuratan pemeriksaan fisik mempengaruhi pemilihan t
erapi yang diterima klien dan penetuan respon terhadap terapi tersebut.(Potter dan Perry, 200
5).
Pemeriksaan fisik dalah pemeriksaan tubuh klien secara keseluruhan atau hanya bagia
n tertentu yang dianggap perlu, untuk memperoleh data yang sistematif dan komprehensif, m
emastikan/membuktikan hasil anamnesa, menentukan masalah dan merencanakan tindakan k
eperawatan yang tepat bagi klien. ( Dewi Sartika, 2010).
6
Cara pemeriksaan :
d. Catat hasilnya.
2. Palpasi
a) Palpasi ringan
Caranya : untuk merasakan isi abdomen, dilakukan dua tangan. Satu tangan
untuk merasakan bagian yang dipalpasi, tangan lainnya untuk menekan ke
bawah. Dengan Posisi rileks, jari-jari tangan kedua diletakkan melekat pada
jari-jari pertama.
Cara pemeriksaan :
7
a.
Posisi pasien bisa tidur, duduk atau berdiri.
b.
Pastikan pasien dalam keadaan rilek dengan posisi
yang nyaman.
c.
Kuku jari-jari pemeriksa harus pendek, tangan hangat
dan kering.
d. Minta pasien untuk menarik napas dalam agar meningkatkan relaksasi ot
ot.
3. Perkusi
8
a. Posisi pasien dapat tidur, duduk atau berdiri tergantung bagian yang akan
diperiksa.
b. Pastikan pasien dalam keadaan rilex.
c. Minta pasien untuk menarik napas dalam agar meningkatkan relaksasi otot.
d. Kuku jari-jari pemeriksa harus pendek, tangan hangat dan kering.
4. Auskultasi
a.
Frekuensi yaitu menghitung jumlah getaran permenit.
9
b. Durasi yaitu lama bunyi yang terdengar.
a. Rales : suara yang dihasilkan dari eksudat lengket saat saluran-saluran halus
pernafasan mengembang pada inspirasi (rales halus, sedang, kasar).
Misalnya pada klien pneumonia, TBC.
b. Ronchi : nada rendah dan sangat kasar terdengar baik saat inspirasi maupun
saat ekspirasi. Ciri khas ronchi adalah akan hilang bila klien batuk. Misalnya
pada edema paru.
d. Pleura Friction Rub ; bunyi yang terdengar “kering” seperti suara gosokan
amplas pada kayu. Misalnya pada klien dengan peradangan pleura.
Cara pemeriksaan :
a. Posisi pasien dapat tidur, duduk atau berdiri tergantung bagian yang diperiksa
dan
d. Pastikan stetoskop sudah terpasang baik dan tidak bocor antara bagian kepala,
selang dan telinga.
sesuai arah.
10
tangan pemeriksa.
g. Tempelkan kepala stetoskop pada bagian tubuh pasien yang akan diperiksa.
11
3. Sewaktu-waktu sesuai kebutuhan klien
1) Persiapan
e. Alat
f. Lingkungan
Pastikan ruangan dalam keadaan nyaman, hangat, dan cukup penerangan. Misalnya m
enutup pintu/jendala atau skerem untuk menjaga privacy klien.
Bantu klien mengenakan baju periksa jika ada dan anjurkan klien untuk rileks.
2) Prosedur Pemeriksaan
1. Cuci tangan
2. Jelaskan prosedur
3. Lakukan pemeriksaan dengan berdiri di sebelah kanan klien dan pasang handschoen b
ila di perlukan
4. Pemeriksaan umum meliputi : penampilan umum, status mental dan nutrisi.
Cara : inspeksi
Kesadaran, tingkah laku, ekspresi wajah, mood. (Normal : Kesadaran penuh, Ekspresi
sesuai, tidak ada menahan nyeri/ sulit bernafas)
12
Tanda-tanda stress/ kecemasan (Normal :) Relaks, tidak ada tanda-tanda cemas/takut)
Jenis kelamin
Usia dan Gender
Tahapan perkembangan
TB, BB ( Normal : BMI dalam batas normal)
Kebersihan Personal (Normal : Bersih dan tidak bau)
Cara berpakaian (Normal : Benar/ tidak terbalik)
Postur dan cara berjalan
Bentuk dan ukuran tubuh
Cara bicara. (Relaks, lancar, tidak gugup)
Evaluasi dengan membandingkan dengan keadaan normal.
Dokumentasikan hasil pemeriksaan
a. Pemeriksaan Nadi
13
Bayi baru lahir : 110 – 180 kali per menit
Dewasa : 60 – 100 kali per menit
Usia Lanjut : 60 -70 kali per menit
a. Memasang manset pada lengan atas, dengan batas bawah manset 2 – 3 cm
dari lipat siku dan perhatikan posisi pipa manset yang akan menekan tepat di
atas denyutan arteri di lipat siku ( arteri brakialis).
b. Letakkan stetoskop tepat di atas arteri brakialis.
dialis menghilang.
e. Membuka katup manset dan tekanan manset dibirkan menurun perlahan den
gan kecepatan 2-3 mmHg/detik.
f. Bila bunyi pertama terdengar , ingatlah dan catatlah sebagai tekanan sistolik.
c. Pemeriksaan Pernafasan
14
atau pola pernafasan. Pernapasan adalah tanda vital yang paling mudah di kaji
namun paling sering diukur secara sembarangan. Perawat tidak boleh menaksir
pernapasan. Pengukuran yang akurat memerlukan observasi dan palpasi
gerakan dinding dada.
d. Pemeriksaan Suhu
Merupakan salah satu pemeriksaan yang digunakan untuk menilai kondisi
metabolisme dalam tubuh, dimana tubuh menghasilkan panas secara kimiawi
maupun metabolismedarah.Suhu dapat menjadi salah satu tanda infeksi atau
peradangan yakni demam (di atas > 37°C). Suhu yang tinggi juga dapat
disebabkan oleh hipertermia. Suhu tubuh yang jatuh atau hipotermia juga dinilai.
Untuk pemeriksaan yang cepat, palpasi dengan punggung tangan dapat
dilakukan, tetapi untuk pemeriksaan yang akurat harus dengan menggunakan
termometer. Termometer yang digunakan bisa berupa thermometer oral,
thermometer rectal dan thermometer axilar.
a. Ketiak/ axilea, pada area ini termometer didiamkan sekitar 10 – 15 menit.
b. Anus/ dubur/ rectal, pada area ini termometer didiamkan sekitar 3 – 5 menit.
15
c. Kaji keadaan umum pasien (tingkat kesadaran).
1) Atur pasien dalam posisi duduk atau berdiri (bergantung pada kondisi pasie
16
Amati konjungtiva dan sclera.
1) Amati apakah kedua mata tetap diam atau bergerak secara spontan (nista
gmus) yaitu gerakan ritmis bola mata, mula-mula lambat bergerak kesatu arah,
kemudian dengan cepat kembali keposisi semula.
2) Luruskan jemari telunjuk anda dan dekatkan dengan jarak sekitar 15-30 cm.
3) Beri tahu pasien untuk mengikuti gerakan jari anda dan pertahankan posisi k
epala pasien. Gerakan jari anda ke delapan arah untuk mengetahui fungsi 6 ot
ot mata.
2) Kaji kedua mata secara terpisah yaitu dengan cara menutup mata yang tidak
diperiksa.
3) Gerakan jari anda pada satu garis vertical/ dari samping, dekatkan kemata pa
sien secara perlahan-lahan.
4) Anjurkan pasien untuk member tahu sewaktu mulai melihat jari anda.
satu tangan.
4) Pemeriksaan mata kanan dilakukan dengan cara pasien disuruh membaca
mulai dari huruf yang paling besar menuju huruf yang kecil dan catat
tulisan terakhir yang masih dapat dibaca oleh pasien.
17
1) Beri tahu pasien untuk duduk.
3) Lakukan palpasi pada kedua mata. Bila tekanan bola mata meninggi, mata
teraba keras.
18
Pemeriksaan Rinne
3) Angkatan garpu tala dan pegang di depan telinga kanan pasien dengan po
sisi garpu tala parallel terhadap lubang telinga luar pasien.
Pemeriksaan Webber
3) Tanya pasien tentang telinga yang mendengar suara getaran lebih keras. N
ormalnya kedua telinga dapat mendengar secara seimbang sehingga getaran
dirasakan di tengah-tengah telinga.
4) Catat hasil pendengaran.
3) Lanjutkan dengan melakukan palpasi hidung luar, dan catat bila ditemukan k
etidak abnormalan kulit atau tulang hidung.
4) Palpasi sinus maksilaris, frontalis dan etmoidalis. Perhatikan jika ada nyeri.
5) Amati bentuk dan posisi septum, kartilago, dan dinding-dinding rongga hidu
ng serta selaput lendir pada rongga hidung (warna, sekresi, bengkak)
19
d. Pemeriksaan fisik mulut dan faring
1) Pegang pipi di antara ibu jari dan jari telunjuk. Palpasi pipi secara sistem
atis, dan perhatikan adanya tumor atau pembengkakan. Bila ada pembeng
kakan, tentukan menurut ukuran, konsistensi, hubungan dengan daerah se
kitarnya, dan adanya nyeri.
2) Lanjutkan palpasi pada platum dengan jari telunjuk dan rasakan adanya p
embengkakan dan fisura.
3) Palpasi dasar mulut dengan cara minta pasien mengucapkan “el”, kemudi
an lakukan palpasi pada dasar mulut secara sistematis dengan jari telunju
k tangan kanan, catat bila ditemukan pembengkakan.
4) Palpasi lidah dengan cara meminta pasien menjulurkan lidah, pegang
lidah dengan kasa steril menggunakan tangan kiri. Dengan jari telunjuk ta
ngan kanan, lakukan palpasi lidah terutama bagian belakang dan batas-bat
as lidah.
20
Cara inspeksi leher:
1) Lakukan inspeksi leher untuk mengetahui bentuk leher, warna kulit, adanya
pembengkakan, jaringan parut, dan adanya massa. Palpasi dilakukan secara
sistematis, mulai dari garis tengah sisi depan leher, samping, dan belakang.
Warna kulit leher normalnya sama dengan kulit sekitarnya. Warna kulit leh
er dapat menjadi kuning pada semua jenis ikterus, dan menjadi merah, beng
kak, panas serta ada nyeri tekan bila mengalami peradangan.
2) Inspeksi tiroid dengan cara meminta pasien menelan, dan amati gerakan ke
lenjar tiroid pada insisura jugularis sterni. Normalnya gerakan kelenjar tiro
id tidak dapat dilihat kecuali pada orang yang sangat kurus.
21
irama pernapasan. Normalnya frekuensi pernapasan berkisar antara 16 sampai
24 kali setiap menit pada orang dewasa.
a. Lepaskan baju pasien dan tampakkan badan pasien sampai batas pinggang.
b. Atur posisi pasien (posisi diatur bergantung pada tahap pemeriksaan dan
kondisi pasien). Pasien dapat diminta mengambil posisi duduk
atau berdiri.
c. Yakinkan bahwa perawat sudah siap (tangan bersih dan hangat), ruangan
dan stetoskop disiapkan.
d. Beri penjelasan kepada pasien tentang apa yang akan dikerjakan dan anjur
kan pasien tetap rileks.
e. Lakukan inspeksi bentuk dada dari empat sisi : depan, belakang, sisi kana
n, dan sisi kiri pada saat istirahat (diam), saat inspirasi dan saat ekspirasi.
Pada saat inspeksi dari depan, perhatikan area klavikula, fosa supraklavik
ularis dan fosa infraklavikularis, sternum, dan tulang rusuk. Dari sisi bela
kang, amati lokasi vertebra servikalis ke-7 (puncak scapula terletak sejaja
r dengan vertebra torakalis ke-8), perhatikan pula bentuk tulang belakang
dan catat bila ada kelainan bentuk. Terakhir, inspeksi bentuk dada secara
keseluruhan untuk mengetahui adanya kelainan, misalnya bentuk barrel c
hest.
1. Amati lebih teliti keadaan kulit dada dan catat bila ditemukan adanya pu
lsasi pada interkostal atau di bawah jantung, retraksi intrakostal selama be
rnapas, jaringan parut, dan tanda – tanda menonjol lainnya.
a. Palpasi
Palpasi dada dilakukan untuk mengkaji keadaan kulit dinding dada, nyeri
tekan, massa, peradangan, kesimetrisan ekspansi, dan taktil fremitus (vibrasi
yang dapat teraba yang dihantarkan melalui sistem bronkopulmonal selama
seseorang berbicara).
22
a. Lakukan palpasi untuk mengetahui ekspansi paru – paru / dinding dada :
b. Letakkan kedua telapak tangan secara datar pada dinding dada depan.
j. Pada pengkajian taktil fremitus, vibrasi / getaran bicara secara normal dapat
ditransmisikan melalui dinding dada. Getaran lebih jelas terasa pada
apeks paru – p aru. Getaran pada dinding dada lebih keras daripada
dinding dada kiri karena bronkus sisi kanan lebih besar. Pada pria, fremitus
lebih mudah terasa karena suara pria lebih besar daripada suara wanita.
b. Perkusi
23
c. Aukultasi
4) Lanjutkan auskultasi suara napas yang normal dengan arah seperti pada
6) Ulangi auskultasi pada dada lateral dan posterior serta bandngkan sisi ka
nan dan kiri.
24
sedang, dan besar.
e. Inspeksi adanya penonjolan atau retraksi pada payudara dan putting susu a
kibat adanya skar atau lesi.
f. Inspeksi adanya rabas, ulkus, pergerakan, atau pembengkakan pada puttin
g susu. Amati juga posisi kedua putting susu yang normalnya mempunyai
arah yang sama.
g. Inspeksi ketiak dan klavikula untuk mengetahui adanya pembengkakan ata
u tanda kemerah – merahan.
2) Palpasi
1) Inspeksi
25
d) Amati pertumbuhan rambut dan pigmentasi pada kulit secara lebih teliti.
2) Auskultasi
c) Tanya pasien tentang waktu terakhir makan. Bising usus dapat meningkat
setelah makan.
d) Tentukan bagian stetoskop yang akan digunakan. Bagian diafragma digunakan
untuk mendengarkan bising usus, sedangkan bagian bel (sungkup) untuk mend
engarkan suara pembuluh darah.
e) Letakkan diafragma stetoskop dengan tekanan ringan pada setiap area empat k
uadran abdomen dan dengarkan suara peristaltic aktif dan suara denguk (gurgli
ng) yang secara normal terdengar setiap 5 – 20 detik dengan durasi kurang at
au lebih dari satu detik. Frekuensi suara bergantung pada status
f) pencernaan atau ada tidaknya makanan dalam saluran pencernaan.
Dalam
h) “hiperaktif atau meningkat” (mis, terdengar setiap 3 detik). Bila bising usus
terdengar jarang sekali / tidak ada, dengarkan dahulu selama 3 – 5 menit
sebelum dipastikan.
26
i) Letakkan bagian bel (sungkup) stetoskop di atas aorta, arteri renalis, dan arteri
3) Perkusi
a) Perkusi dimulai dari kuadran kanan atas kemudian bergerak searah jarum j
am (dari sudut pandang / perspektif pasien).
b) Perhatikan reaksi pasien dan catat bila pasien merasa nyeri atau nyeri tekan.
c) Lakukan perkusi pada area timpani dan redup. Suara timpani mempunyai
cirri nada lebih tinggi daripada resonan. Suara timpani dapat didengarkan
pada rongga atau organ yang berisi udara. Suara redup mempunyai cirri
nada lebih
27
d) rendah atau lebih datar daripada resonan. Suara ini dapat didengarkan
pada
28
e) massa padat, misalnya keadaan asites, keadaan distensi kandung kemih, serta
4) Palpasi
b) Letakkan tangan kiri Anda pada dinding toraks posterior kira – kira pada
tulang rusuk ke-11 atau 12.
c) Tekan tangan kiri Anda ke atas sehingga sedikit mengangkat dinding dad
a.
d) Letakkan tangan kanan pada batas bawah tulang rusuk sisi kanan denga
n membentuk sudut kira – kira 450 dari otot rektus abdominis atau pa
rallel terhadap otot rektus abdominis dengan jari – jari kea rah tulang ru
suk.
e) Sementara pasien ekshalasi, lakukan penekanan sedalam 4 – 5 cm k
ea rah
f) bawah pada batas tulang rusuk.
g) Jaga posisi tangan Anda dan minta pasien inhalasi / menarik napas dalam.
h) Sementara pasien inhalasi, rasakan batas hepar bergerak menentang tan
gan Anda yang secara normal terasa dengan kontur reguler. Bila hepar t
idak terasa
i) /teraba dengan jelas, minta pasien untuk menarik napas dalam, sementara
Anda tetap mempertahankan posisi tangan atau memberikan tekanan
sedikit lebih dalam. Kesulitan dalam merasakan hepar ini sering dialami
pada pasien obesitas.
j) Bila hepar membesar, lakukan palpasi di batas bawah tulang rusuk
kanan.
1
k) Catat pembesaran tersebut dan nyatakan dengan berapa sentimeter
pembesaran terjadi di bawah batas tulang rusuk.
1) Inspeksi
a) Pertama – tama inspeksi rambut pubis, perhatikan penyebaran dan pola
b) pertumbuhan rambut pubis. Catat bila rambut pubis tumbuh sangat sedikit
atau sama sekali tidak ada.
c) Inspeksi kulit, ukuran, dan adanya kelainan lain yang tampak pada penis.
d) Pada pria yang tidak dikhitan, pegang penis dan buka kulup penis, amati
lubang uretra dan kepala penis untuk mengetahui adanya ulkus, jaringan
parut,
e) benjolan, peradangan, dan rabas (bila pasien malu, penis dapat dibuka
oleh
g) beberapa kelainan, lubang uretra ada yang terletak di bawah batang penis
(hipospadia) dan ada yang terletak di atas batang penis (epispadia).
4. Inspeksi skrotum dan perhatikan bila ada tanda kemerahan, bengkak, ulkus,
ekskoriasi, atau nodular. Angkat skrotum dan amati area di belakang skrotum.
2) Palpasi
b) Palpasi skrotum dan testis dengan menggunakan jempol dan tiga jari pertama.
Palpasi tiap testisdanperhatikanukuran, konsistensi,bentuk,dan kelicinannya.
Testis normalnya teraba elastic, licin, tidak ada benjolan atau massa, dan
2
berukuran sekitar 2 – 4 cm.
c) Palpasi epididimis yang memanjang dari puncak testis ke belakang. Nor
malnya epidiimis teraba lunak.
d) Palpasi saluran sperma dengan jempol dan jari telunjuk. Saluran sperm
a biasanya ditemukan pada puncak bagian lateral skrotum dan teraba leb
ih keras daripada epididimis.
d) atau nodular.
a) Lumasi jari telunjuk Anda dengan air steril, masukkan ke dalam vagina,
dan identifikasi kelunakan serta permukaan serviks. Tindakan ini berma
nfaat untuk mempergunakan dan memilih speculum yang tepat. Keluark
an jari bila sudah selesai.
b) Letakkan dua jari pada pintu vagina dan tekankan ke bawah kea rah perianal.
3
g) para berbentuk celah.
2.6 Evaluasi
Perawat bertanggung jawab untuk asuhan keperawatan yang mereka berikan dengan
mengevaluasi hasil intervensi keperawatan. Keterampilan pengkajian fisik meningkatkan
evaluasi tindakan keperawatan melalui pemantauan hasil asuhan fisiologis dan perilaku.
Keterampilan pengkajian fisik yang sama di gunakan untuk mengkaji kondisi dapat di
gunakan sebagai tindakan evaluasi setelah asuhan diberikan.
2.7 Dokumentasi
Perawat dapat memilih untuk mencatat hasil dari pengkajian fisik pada pemeriksaan a
tau pada akhir pemeriksaan. Sebagian besar institusi memiliki format khusus yang memperm
udah pencatatan data pemeriksaan. Perawat meninjau semua hasil sebelum membantu klien b
erpakaian, untuk berjaga-jaga seandainya perlu memeriksa kembali informasi atau mendapatk
an data tambahan. Temuan dari pengkajian fisik dimasukkan ke dalam rencana asuhan.
Data di dokumentasikan berdasarkan format SOAPIE, yang hamper sama dengan lang
kah-langkah proses keperawatan.
4
Evaluation (evaluasi), yaitu tinjauan hasil rencana yang sudah di implementasika
n.
BAB III
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
Pemeriksaan fisik dalah pemeriksaan tubuh klien secara keseluruhan atau hanya
bagian tertentu yang dianggap perlu, untuk memperoleh data yang sistematif dan
komprehensif, memastikan/membuktikan hasil anamnesa, menentukan masalah dan
merencanakan tindakan keperawatan yang tepat bagi klien.
Pemeriksaan fisik Mutlak dilakukan pada setiap klien, tertama pada klien yang baru
masuk ke tempat pelayanan kesehatan untuk di rawat, secara rutin pada klien yang sedang di
rawat, sewaktu-waktu sesuai kebutuhan klien. Jadi pemeriksaan fisik ini sangat penting dan
harus di lakukan pada kondisi tersebut, baik klien dalam keadaan sadar maupun tidak sadar.
Pemeriksaan fisik menjadi sangat penting karena sangat bermanfaat, baik untuk untuk
menegakkan diagnosa keperawatan memilih intervensi yang tepat untuk proses keperawatan,
maupun untuk mengevaluasi hasil dari asuhan keperawatan.
1.2 Saran
Agar pemeriksaan fisik dapat dilakukan dengan baik, maka perawat harus memahami
ilmu pemeriksaan fisik dengan sempurna dan pemeriksaan fisik ini harus dilakukan secara
berurutan, sistematis, dan dilakukan dengan prosedur yang benar.
5
DAFTAR PUSTAKA
Bickley, Lynn S. 2009. Buku Ajar Pemeriksaan Fisik dan Riwayat Kesehatan Bates Edisi 8.
Jakarta : EGC
6
1
1