Anda di halaman 1dari 158

MAKALAH KEBUTUHAN DASAR MANUSIA

( NUTRISI DAN OKSIGEN )

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Early Exposure I Mata Kuliah Keperawatan Dasar II

Dosen Pembimbing : Ida S.Kep., Ners., M.Kep

Disusun oleh :

Nurul Halimah (C1AA20073)

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
2021
KATA PENGANTAR

Bismillahirahmanirahiim

Assalamualaikum wr. Wb

Puji syukur kami curahkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tepat waktu.

Makalah ini berjudul Kebutuhan dasar manusia dalam nutrisi dan O Makalah ini dibu
at untuk memenuhi salah satu tugas Keperawatan Dasar II Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Su
kabumi. Tidak lupa pula kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah me
mbantu kami menyelesaikan makalan ini. Harapan kami semoga makalah ini bisa menambah
pengetahuaan dan pengalaman bagi pembaca, untuk kedepannya bisa memperbaiki ataupun
menambah bentuk isi makalah agar menjadi lebih baik.

Sukabumi, 2021

Nurul Halimah

i
DAFTAR ISI

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tubuh memerlukan energi untuk fungsi-fungsi organ tubuh,  penyembuhan luka, mem
pertahankan suhu, fungsi enzim pertumbuhan, dan  pergantian sel yang rusak. Secara umu
m faktor yang mempengaruhi kebutuhan nutrisi adalah faktor fisiologis untuk kebutuhan
metabolisme basal, faktor   patofisiologi seperti adanya penyakit tertentu yang menggang
gu pencernaan atau meningkatkan kebutuhan nutrisi, faktor sosiol ekonomi seperti adanya
kemampuan individu dalam memenuhi kebutuhan nutrisi. Zat Gizi (Nutrients) merupakan
ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk melakukan fungsinya, yaitu : energi, membang
un dan memelihara  jaringan serta mengatur proses-proses kehidupan. Status Gizi adalah
keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan pengunaan zat-zat gizi. Malnutrisi s
ering terjadi pada pasien-pasien dengan penyakit kronis. misalnya 10 % :  pasien - pasien
dengan kanker, pasien - pasien dengan penyakit paru atau Jantung. Pasien-pasien yang ma
suk ke rumah sakit sudah dengan malnutrisi sebanyak 30 - 60 % dari kasus - kasus; 10 - 2
5 % nya dengan malnutrisi berat. Kebutuhan nutrisi bagi tubuh merupakan suatu kebutuh
an dasar  manusia yang sangat penting. Dilihat dari kegunaannya nutrisi merupakan sumb
er energi untuk segala aktivitas dalam sistem tubuh. Sumber nutrisi dalam tubuh berasal d
ari dalam tubuh sendiri, seperti glikogen, yang terdapat dalam otot dan hati ataupun protei
n dan lemak dalam jaringan dan sumber lain yang  berasal dari luar tubuh seperti yang seh
ari-hari dimakan oleh manusia.
Oksigen merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Oksigen merupakan gas yan
g tidak berwarna dan tidak berbau yang sangat dibutuhkan dalam metabolisme sel. Sebag
ai hasilnya, terbentuklah karbon dioksida, energi, dan air. Akan tetapi, penambahan CO2
yang melebihi batas normal pada tubuh akan memberikan dampak yang cukup bermakna
terhadap aktivitas sel. Hal Poltekkes Kemenkes Padang ini menunjukkan bahwa oksigen
merupakan hal yang sangat penting bagi manusia (Ambarwati, 2014). Oksigenasi sebagai
salah satu kebutuhan dasar manusia diperoleh karena adanya sistem pernapasan yang me
mbantu dalam proses bernapas. Sistem pernapasan atau respirasi berperan dalam menjami
n ketersediaan oksigen untuk kelangsungan metabolisme sel tubuh dan pertukaran gas.
Proses oksigenasi dimulai dari pengambilan oksigen di udara, kemudian oksigen mas
uk melalui organ pernapasan bagian atas seperti hidung, mulut, faring, laring, dan kemudi

1
an akan masuk ke dalam organ pernapasan bagian dalam yang terdiri dari trakea, bronkus,
dan juga alveoli. Hal ini menunjukkan bahwa oksigen merupakan gas yang sangat penting
dalam proses pernapasan (Tarwoto & Wartonah, 2011). Oksigen (O2) berperan penting d
emi kelangsungan hidup sel dan jaringan didalam tubuh, karena oksigen diperlukan untuk
proses metabolisme tubuh yang dilakukan secara terus menerus. Oksigen memegang pera
nan yang sangat penting dalam semua proses tubuh secara fungsional, karena itu diperluk
an berbagai upaya agar kebutuhan dasar ini terpenuhi dengan baik. Tidak adanya oksigen
akan menyebabkan gangguan pada proses oksigenasi serta dapat menyebabkan terjadinya
kemunduran secara fungsional pada tubuh atau bahkan dapat menimbulkan kematian. (As
madi, 2008).

B. Rumusan Masalah
1. Definisi Nutrisi
2. Etiologi Nutrisi
3. Patofisiologi Nutrisi
4. Manisfetasi Klinis Pada Nutrisi
5. Pemeriksaan Fisik Pada Kebutuhan Nutrisi
6. Pemeriksaan Penunjang Pada Kebutuhan Nutrisi
7. Definisi oksigen
8. Etiologi oksigen
9. Patofisiologi oksigen
10. Manisfetasi Klinis Pada oksigen
11. Pemeriksaan Fisik Pada Kebutuhan oksigen
12. Pemeriksaan Penunjang Pada Kebutuhan oksigen

C. Tujuan Masalah
1. Untuk Mengetahui Definisi Nutrisi
2. Untuk Mengetahui Etiologi Nutrisi
3. Untuk Mengetahui Patofisiologi Nutrisi
4. Untuk Mengetahui Manisfetasi Klinis Pada Nutrisi
5. Untuk Mengetahui Pemeriksaan Fisik Pada Kebutuhan Nutrisi
6. Untuk Mengetahui Pemeriksaan Penunjang Pada Kebutuhan Nutrisi
7. Untuk Mengetahui Definisi Oksigen
8. Untuk Mengetahui Etiologi Oksigen

2
9. Untuk Mengetahui Patofisiologi Oksigen
10. Untuk Mengetahui Manisfetasi Klinis Pada Oksigen
11. Untuk Mengetahui Pemeriksaan Fisik Pada Kebutuhan Oksigen
12. Untuk Mengetahui Pemeriksaan Penunjang Pada Kebutuhan Oksigen

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Nutrisi dan Oksigen


a. Nutrisi
Nutrisi merupakan proses pemasukan dan pengolahan zat makanan oleh tubu y
ang bertujuan menghasilkan energi dan digunakan dalam aktivitas tubuh Kebutu
han nutrisi bagi tubuh merupakan suatu kebutuhan dasar manusia yang sangat pe
nting Dilihat dari kegunaannya nutrisi merupakan sumber  energi untuk segala ak
tivitas dalam sistem tubuh. Sumber nutrisi dalam tubuh  berasal dari dalam tubuh
sendiri, seperti glikogen, yang terdapat dalam otot dan hati ataupun protein dan le
mak dalam jaringan dan sumber lain yang berasal dari luar tubuh seperti yang seh
ari-hari dimakan oleh manusianutrisi kurang dari kebutuhan tubuh adalah keadaa
n dimana individu mengalami intake nutrisi yg kurang dari kebutuhan tubuh untu
k memenuhi kebutuhan metabolik.

b. Oksigen
Oksigenasi merupakan proses penambahan O2 ke dalam system (kimia atau
fisika). Oksigen merupakan gas tidak berwarna dan tidak berbau yang sangat
dibutuhkan dalam proses metabolisme sel. Pemberian O2 Binasal merupakan
pemberian oksigen melalui hidung dengan kanula ganda. Oksigenasi adalah
memberikan aliran gas oksigen (O2) lebih dari 21 % pada tekanan 1 atmosfir
sehingga konsentrasi oksigen meningkat dalam tubuh. Oksigenasi juga dapat
diartikan sebagai kegiatan memasukkan zat asam (O2) ke dalam paru dengan alat
khusus.

Tujuan pemberian oksigenasi:

1. Untuk mempertahankan oksigen yang adekuat pada jaringan


2. Untuk menurunkan kerja paru-paru
3. Untuk menurunkan kerja jantung

4
B. Etiologi
a. Nutrisi
1. Kekurangan nutrisi

a. Efek dari pengobatan

b.mual/ muntah

c. Gangguan intake makanan

d. Radiasi/ kemoterapi

e. Penyakit kronis

d. meningkatnya kebutuhan kalori dan kesulitan dalam mencerna kalori akibat

penyakit infeksi atau kanker

h. Penurunan absorbsi nutrisi akibat penyakit / intoleransi laktosa

i. Nafsu makan menurun

2. Kelebihan nutrisi

a. Kelebihan intake

b. Gaya hidup

c. Psikologi untuk konsumsi tinggi kalori

d. Penurunan laju metabolic

b. Oksigen

1. Factor Fisologi

a) Menurunnya kapasitas pengikatan O2 seperti anemia.


b) Menurunnya konsentrasi O2 yang diinspirasi seperti pada obstruksi saluran
pernapasan
c) Hipovolemia sehingga tekanan darah menurun mengakibatkan transport O2
terganggu

5
d) Meningkatnya metabolisme seperti adanya infeksi, demam, ibu hamil, luka, dan
lain-lain.
e) Kondisi yang memengaruhi pergerakan dinding dada seperti pada kehamilan,
obesitas, muskulus skeleton yang abnormal, penyakit kronik seperti TBC paru.

2. Faktor Perkembangan

a) Bayi premature yang disebabkan kurangnya pembentukan surfaktan,


b) Bayi dan toddler adanya resiko infeksi saluran pernapasan akut.
c) Anak usia sekolah dan remaja, resiko infeksi saluran pernapasan dan merokok.
d) Dewasa muda dan pertengahan: diet yang tidak sehat, kurang aktivitas, stress
yang mengakibatkan penyakit jantung dan paru- paru.
e) Dewasa tua : adanya proses penuaan yang mengakibatkan kemungkinan
arteriosklerosis, elastisitas menurun, ekspansi paru menurun.

3. Faktor Perilaku

a) Nutrisi : misalnya pada obesitas mengakibatkan penurunan ekspansi paru, gizi


yang buruk menjadi anemia sehingga daya ikat oksigen berkurang, diet yang
tinggi lemak menimbulka arterioklerosis.
b) Exercise akan meningkatkan kebutuhan oksigen.
c) Merokok : nikotin menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah perifer dan
koroner.
d) Substansi abuse (alcohol dan obat-obatan): menyebabkan intake
e) nutrisi/Fe menurun mengakibatkan penurunan haemoglobin, alcohol,
menyebabkan depresi pusat pernapasan.
f) Kecemasan : menyebabkan metabolisme meningkat.

C. Patofisiologi
a. Nutrisi
 Pola makan tidak teratur, obat-obatan, nikotin dan alkohol, stres
 Berkurangnya pemasukan makanan
 Kekosongan lambung
 Erosi pada lambung (gesekan dinding lambung)
 Produksi HCL meningkat

6
 Asam lambung
 reflek muntah
 Intake makanan tidak adekuat
 Kekurangan nutrisi
b. Oksigen
Proses pertukaran gas dipengaruhi oleh ventilasi, difusi dan transportas
i. Proses ventilasi (proses penghantaran jumlah oksigen yang masuk dan kelua
r dari dank e paru-paru), apabila pada proses ini terdapat obstruksi maka oksig
en tidak dapat tersalur dengan baik dan sumbatan tersebut akan direpson  jalan
nafas sebagao benda asing yang menimbulkan pengeluaran mucus. Proses difu
si (penyaluran oksigen dari alveoli ke jaringan) yang terganggu akan menyeba
bkan ketidakefektifan pertukaran gas. Selian kerusakan pada ventilasi, difusi,
maka kerusakan pada transportasi seperti perubahan volume sekuncup, afterlo
ad, preload, dan kontraktilitas miokard juga dapat mempengaruhi pertukaran g
as (Brunner & Suddarth, 2016).

D. Mnisfetasi Klinis
a. Nutrisi
 Berat badan dibawah ideal lebih dari 20%
 Melaporkan intake makanan kurang dari kebutuhan tubuh yang
dianjurkan
 Konjungtiva dan membran mukus pucat
 Lemah otot untuk menelan dan mengunyah
 Luka, inflamasi pada rongga mulut
 Mudah merasa kenyang sesaat setelah mengunyah makanan
 Melaporkan kurang makan
 Melaporkan perubahan sensasi rasa
 Tidak mampu mengunyah makanan
 Miskonsepsi
 Penurunan berat badan dengan intake makanan tidak adekuat
 Enggan makan
 Kram abdominal
 Tonus otot buruk

7
 Nyeri abdomen patologi atau bukan

b. Oksigen
Adanya penggunaan otot bantu pernapasa, fase ekpirasi memanjang, pola na
pas abnormal (mis. Takipnea, bradipnea, hiperventilasi, kussmaul, cheynestokes),
pernapasan pursed-lip, pernapasan cuping hidung, diameter thoraks anterior-poste
rior meningkat, ventilasi semenit menurun, kapasitas vital menurun, tekanan eksp
irasi menurun, tekanan inspirasi menurun, ekskursi dada berubah menjadi tanda d
an gejala adanya pola napas tidak efektif sehingga menjadi gangguan oksigenisasi
(Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).
Adanya PCO2  meningkat/menurun, PO2  menurun, takikardia, pH arteri mening
kat/menurun, bunyi napas tambahan, sianosis, diaphoresis, gelisah, napas cuping
hidung, pola napas abnormal (cepat/lambat, regular/ireguler, dalam/dangkal), war
na kulit abnormal (mis. Pucat, kebiruan) dan kesadaran menurun menjadi tanda d
an gejala gangguan pertukaran gas (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).

E. Pemeriksaan Fisik
a. Nutrisi
 berat badan
 panjang badan
 ditentukan berat badan menurut umur
 panjang badan menurut umur
 dan berat badan menurut panjang badan.
b. Oksigen
1. Pada klien efusi pleura bentuk hemitorak yang sakit mencembung kosta men
datar, ruang interkosta melebar, pergerakan pernapasan menurun. Pendorong
an mediatrum kea rah hemitorak kontralateral yang diketahui dari posisi trak
ea dan iktus kordis, RR cenderung meningkat dank lien biasanya dipsneu.
2. Vocal fremitus menurun terutama untuk efusi pleura yang jumlah cairannya
> 250 cc. disamping itu pada palpasi juga ditemukan pergerakan dinding dad
a yang tertinggal pada dada yang sakit.

8
3. Suara perkusi redup sampai pekak bergantung pada jumlah cairannya. Bila c
airannya tidak mengisi penuh rongga pleura, makan pada pemeriksaan eksku
rsi diafragma akan didapatkan adanya penurunan kemampuan pengembanga
n diafragma.
4. Auskultasi suara napas menurun sampai menghilang, egofoni

F. Pemeriksaan Penunjang
a. Nutrisi
a) Pemeriksaan Darah Lengkap : Hb: turun, Albumin : turun, Lekosit : turun /
meningkat, Eritrosit : turun
b) USG : terlihat massa pada daerah uterus.
c) Vaginal Toucher : didapatkan perdarahan pervaginam, teraba massa, konsistensi
dan
d) ukurannya.
e) Sitologi : menentukan tingkat keganasan dari selsel neoplasma tersebut.,
f) Rontgen : untuk mengetahui kelainan yang

b. Oksigen
Diagnosis dapat ditegakan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik saja, tetapi ka
dang-kadang juga sulit juga, sehingga perlu pemeriksaan penunjang seperti sinar t
embus dada. Diagnosis yang pasti bisa didapatkan melalui tindakan torakosintesis
dan biopsi pleura pada beberapa kasus.
a) Sinar tembus dada Permukaan cairan yang terdapat dalam rongga pleura a
kan membentuk banyangan seperti kurva, dengan permukaan daerah later
al lebih tinggi daripada bagian medial. Bila permukaannya horizontal dari
lateral ke medial, pasti terdapat udara dalam rongga tersebut yang bisa ber
asal dari luar atau dari dalam paru-paru itu sendiri. Hal lain yang dapat terl
ihat dalam foto dada efusi pleura 17 adalah terdorongnya mediatisnum pa
da sisi yang berlawanan dengan cairan. Akan tetapi, bila terdapat akteletas
is pada sisi yang bersamaan dengan cairan, mediatisnum akan tetap pada t
empatnya.
b) Torakosintesis Aspirasi cairan pleura sebagai sarana untuk diagnostic mau
pun terapeutik. Torakosistesis sebaiknya dilakukan pada posisi duduk. Lo

9
kasi aspirasi adalah pada bagian bawah paru disela iga ke-9 garis axial pos
terior dengan memakai jarum abocath nomor 14 atau 16. Pengeluaran cair
an sebaiknya tidak lebih dari 1.000- 1.500 cc pada setiap kali aspirasi. Jika
aspirasi dilakukan sekligus dalam jumlah banyak, maka akan menimbulka
n syok pleural (hipotensi) atau edema paru. Edema paru terjadi karena par
u-paru terlalu cepat mengembang.

10
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Nutrisi merupakan proses pemasukan dan pengolahan zat makanan oleh tubu yan
g bertujuan menghasilkan energi dan digunakan dalam aktivitas tubuh Kebutuhan nut
risi bagi tubuh merupakan suatu kebutuhan dasar manusia yang sangat penting Dilihat
dari kegunaannya nutrisi merupakan sumber  energi untuk segala aktivitas dalam siste
m tubuh. Penyebab dari kekurangan nutrisi seperti mual, muntah

Oksigenasi merupakan proses penambahan O2 ke dalam system (kimia atau


fisika). Oksigen merupakan gas tidak berwarna dan tidak berbau yang sangat
dibutuhkan dalam proses metabolisme sel. Pemberian O2 Binasal merupakan
pemberian oksigen melalui hidung dengan kanula ganda. Oksigenasi adalah
memberikan aliran gas oksigen (O2) lebih dari 21 % pada tekanan 1 atmosfir
sehingga konsentrasi oksigen meningkat dalam tubuh. Oksigenasi juga dapat diartikan
sebagai kegiatan memasukkan zat asam (O2) ke dalam paru dengan alat khusus.

Tujuan pemberian oksigenasi:

1. Untuk mempertahankan oksigen yang adekuat pada jaringan

2. Untuk menurunkan kerja paru-paru

3. Untuk menurunkan kerja jantung

B. Saran
Saya menyadari jika makalah ini banyak sekali memiliki kekurangan yang jauh
dari kata sempurna. Tentunya, saya akan terus memperbaiki makalah dengan
mengacu kepada sumber yang bisa dipertanggung jawabkan nantinya.Oleh sebab itu,
saya sangat mengharapkan adanya kritik serta saran mengenai pembahasan makalah
di atas.

11
DAFTAR PUSTAKA

Goleman et al., 2019. (2019). Laporan Pendahuluan Kebutuhan Dasar Manusia Eliminasi. Jo
urnal of Chemical Information and Modeling, 53(9), 1689–1699.
Music, S. (1915). EN Upload Read free for 30 days.
Oktaviani.J. (2018). Konsep Kebutuhan Dasar Nutrisi. Sereal Untuk, 51(1), 51.
Surudin, R. (2016). Jurusan keperawatan -. 1–87. http://repository.poltekkes-kdi.ac.id/403/

12
MAKALAH

KEBUTUHAN DASAR MANUSIA ELIMINASI DAN AKTIVITAS

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Early Exposure I Mata Kuliah Keperawatan Dasar II

Dosen Pembimbing : Ida S.Kep., Ners., M.Kep

Disusun Oleh :

Nurul Halimah (C1AA20073)

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

2021
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Kebutuhan Da
sar Manusia Eliminasi dan Aktivitas ini dapat selesai tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas KEPDAS II.
Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang KEBUTUHAN DA
SAR MANUSIA ELIMINASI DAN AKTIVITAS bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Saya mengucapkan terimaksih kepada Bapak Hj. Cucu Herlilah, S.Pdi., M.A. Selaku dosen m
ata kuliah Bahasa Indonesia yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah peng
etahuan dan wawasan saya.

Saya juga mengucapkan terimakasih kepada pihak yang telah membagi sebagian peng
etahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.

Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh kar
ena itu, kritik dan saran akan saya nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Sukabumi, 09 Desember 2021

Nurul Halimah

I
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . I

DAFTAR ISI . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . II

BAB I PENDAHULUAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1

1.1 Latar Belakang . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1


1.2 Rumusan Masalah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .2
1.3 Tujuan Penulisan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .2

BAB II PEMBAHASAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .3

2.1 Definisi Eliminasi. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 3

2.2 Etiologi Eliminasi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .4


2.3 Patofisiologi Eliminasi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 7
2.4 Manisfetasi Klinis Pada Eliminasi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 10
2.5 Pemeriksaan Fisik Pada Kebutuhan Eliminasi. . . . . . . . . . . . . . . . . . 12
2.6 Pemeriksaan Penunjang Pada Kebutuhan Eliminasi. . . . . . . . . . . . . . 16
2.7 Definisi Aktivitas . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 16
2.8 Etiologi Aktivitas . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 16
2.9 Patofisiologi Aktivitas . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 17
2.10 Manisfetasi Klinis Pada Aktivitas . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 19
2.11 Pemeriksaan Fisik Pada Kebutuhan Aktivitas. . . . . . . . . . . . . . . . . 19
2.12 Pemeriksaan Penunjang Pada Kebutuhan Aktivitas. . . . . . . . . . . . . 20

BAB III PENUTUP . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .21

3.1 Kesimpulan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .21

3.2 Saran . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .21

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Eliminasi adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh baik berupa urin
atau bowel (feses). Miksi adalah proses pengosongan kandung kemih bila kandung k
emih terisi. Sistem tubuh yang berperan dalam terjadinya proses eliminasi urine adala
h ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra (Hidayat,2010)
Eliminasi merupakan salah satu kebutuhan dasar yang harus di penuhi oleh se
tiap manusia. Kebutuhan dasar manusia terbagi menjadi 14 kebutuhan dasar, menyata
kan bahwa kebutuhan eliminasi terdapat pada urutan ke tiga. Apabila sistem perkemi
han tidak dapat berfungsi dengan baik, sebenarnya semua organ akhirnya akan terpen
garuh. Secara umum gangguan pada ginjal mempengaruhi eliminasi. Sehingga menga
kibatkan masalah kebutuhan eliminasi urine, antara lain : retensi urine, inkontinensia
urine, enuresis, dan ureterotomi. Masalah kebutuhan eliminasi urine sering terjadi pa
da pasien-pasien rumah sakit yang terpasang kateter tetap (Hidayat, 2010).
Kebutuhan dasar manusia merupakan unsur-unsur yang dibutuhkan oleh man
usia menurut Abraham Maslow kebutuhan dasar manusia meliputi lima kategori kebu
tuhan dasar, yakni kebutuhan fisiologis, kebutuhan keselamatan dan rasa nyaman, ke
butuhan rasa cinta, memiliki dan dimiliki, kebutuhan harga diri dan kebutuhan aktuali
tas diri. Kebutuhan fisiologis memiliki prioritas tertinggi dalam hierarki maslow. Ma
cam-macam kebutuhan dasar fisiologis menurut hierarki maslow salah satunya adala
h kebutuhan aktivitas. Kemampuan melakukan aktivitas untuk memenuhi kebutuhan
misalnya berdiri, berjalan, dan bekerja. Aktivitas adalah keadaan untuk bergerak untu
k memenuhi kebutuhan hidup. Kemampuan aktivitas seseorang dipengaruhi oleh ade
kuatnya sistem persarafan, otot dan tulang, atau sendi (Mubarak 2015). Masyarakat s
ering kali mendefinisikan kesehatan dan kebugaran fisikmereka berdasarkan aktivitas
mereka karena kesejahteraan

1
2

mental dan keefektifan fungsi tubuh sangat tergantung pada status mobilitas
mereka.Misalnya saat seseorang berdiri tegak, paru lebih mudah untuk berkembang,
aktivitas usus (peristaltic) menjadi lebih efektif, dan ginjal mampu mengosongkan ke
mih secara komplet. Selain itu, pergerakan sangat penting agar tulang dan otot berfun
gsi sebagaimana mestinya (Kozier, 2010).

1.2 Rumusan Masalah


13. Definisi Eliminasi
14. Etiologi Eliminasi
15. Patofisiologi Eliminasi
16. Manisfetasi Klinis Pada Eliminasi
17. Pemeriksaan Fisik Pada Kebutuhan Eliminasi
18. Pemeriksaan Penunjang Pada Kebutuhan Eliminasi
19. Definisi Aktivitas
20. Etiologi Aktivitas
21. Patofisiologi Aktivitas
22. Manisfetasi Klinis Pada Aktivitas
23. Pemeriksaan Fisik Pada Kebutuhan Aktivitas
24. Pemeriksaan Penunjang Pada Kebutuhan Aktivitas

1.3 Tujuan Penulisan


1. Mengetahui Definisi Eliminasi
2. Mengetahui Etiologi Eliminasi
3. Mengetahui Patofisiologi Eliminasi
4. Mengetahui Manifestasi Klinis Pada Eliminasi
5. Mengetahui Pemeriksaan Fisik Pada Kebutuhan Eliminasi
6. Mengetahui Penunjang Pada Kebutuhan Eliminasi
7. Mengetahui Definisi Aktivitas
8. Mengetahui Etiologi Eliminasi
9. Mengetahui Patofisiologi Eliminasi
10. Mengetahui Manifestasi Klinis Pada Eliminasi
11. Mengetahui Pemeriksaan Fisik Pada Kebutuhan Aktivitas
12. Mengetahui Penunjang Pada Kebutuhan Aktivitas
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Eliminasi

Eliminasi merupakan suatu proses pengeluaran zat-zat sisa yang tidak diperlukan ole
h tubuh. Eliminasi dapat dibedakan menjadi 2 yaitu : eliminasi urine dan eliminasi fekal.Eli
minasi urineSistem yang berperan dalam eliminasi urine adalah sistem perkemihan. Dimana
sistem ini terdiri dari ginjal, ureter, kandung kemoh, dan uretra. Proses pembentukan urine di
ginjal terdiri dari 3 proses yaitu : filtrasi , reabsorpsi dan sekresi .Proses filtrasi berlangsung
di glomelurus. Proses ini terjadi karena permukaan aferen lebih besar dari permukaan eferen.
Proses reabsorpsi terjadi penyerapan kembali sebagian besar dari glukosa, sodium, klorida, f
osfat, dan beberapa ion karbonat.Proses sekresi ini sisa reabsorpsi diteruskan keluar.Eliminas
i fekalEliminasi fekal sangat erat kaitannya dengan saluran pencernaan. Saluran pencernaan
merupakan saluran yang menerima makanan dari luar dan mempersiapkannya untuk diserap
oleh tubuh dengan proses penernaan (pengunyahan, penelanan, dan pencampuran) dengan en
zim dan zat cair dari mulut sampai anus.

Organ utama yang berperan dalam eliminasi fekal adla usus besar. Usus besar memili
ki beberapa fungsi utama yaitu mengabsorpsi cairan dan elektrolit, proteksi atau perlindunga
n dengan mensekresikan mukus yang akan melindungi dinding usus dari trauma oleh feses d
an aktivitas bakteri, mengantarkan sisa makanan sampai ke anus dengan berkontraksi.Proses
eliminasi fekal adalah suatu upaya pengosongan intestin. Pusat refleks ini terdapat pada med
ula dan spinal cord. Refleks defekasi timbul karena adanya feses dalam rektum.

3
4

2.2 Etiologi Eliminasi

1. Gangguan Eliminasi Urin

a. Intake cairan

Jumlah dan type makanan merupakan faktor utama yangmempengaruh


i output urine atau defekasi. Seperti protein dan sodium mempengaruhi jumla
h urine yang keluar, kopi meningkatkan pembentukan urine intake cairan dari
kebutuhan, akibatnya outputurine lebih banyak.

b. Aktivitas

Aktifitas sangat dibutuhkan untuk mempertahankan tonus otot. Elimin


asi urine membutuhkan tonus otot kandung kemih yang baik untuk tonus sfin
gter internal dan eksternal. Hilangnya tonus ototkandung kemih terjadi pada
masyarakat yang menggunakan kateter untuk periode waktu yang lama. Kare
na urine secara terus menerusdialirkan keluar kandung kemih, otot-otot itu tid
ak pernah merenggangdan dapat menjadi tidak berfungsi. Aktifitas yang lebih
berat akanmempengaruhi jumlah urine yang diproduksi, hal ini disebabkankar
ena lebih besar metabolisme tubuh.

c. Obstruksi ; batu ginjal, pertumbuhan jaringan abnormal, striktur urethra

d. Infeksi

e. Kehamilan

f. Penyakit; pembesaran kelenjar ptostat

g. Trauma sumsum tulang belakang

h. Operasi pada daerah abdomen bawah, pelviks, kandung kemih,urethra.

i. Umur
5

j. Penggunaan obat-obatan

2. Gangguan Eliminasi Fekal

a. Pola diet tidak adekuat/tidak sempurna

Makanan adalah faktor utama yang mempengaruhi eliminasi feses. Cu


kupnya selulosa, serat pada makanan, penting untuk memperbesar volume fes
es. Makanantertentu pada beberapa orang sulit atau tidak bisa dicerna. Ketida
kmampuan ini berdampak pada gangguan pencernaan, di beberapa bagian jalu
r dari pengairan feses. Makanyang teratur mempengaruhi defekasi. Makan ya
ng tidak teratur dapatmengganggu keteraturan pola defekasi. Individu yang m
akan padawaktu yang sama setiap hari mempunyai suatu keteraturan waktu,re
spon fisiologi pada pemasukan makanan dan keteraturan polaaktivitas peristal
tik di colon.

b. Cairan

Pemasukan cairan juga mempengaruhi eliminasi feses. Ketika pemasu


kan cairan yang adekuat ataupun pengeluaran (cth: urine,muntah) yang berleb
ihan untuk beberapa alasan, tubuh melanjutkanuntuk mereabsorbsi air dari ch
yme ketika ia lewat di sepanjang colon.Dampaknya chyme menjadi lebih keri
ng dari normal, menghasilkanfeses yang keras. Ditambah lagi berkurangnya p
emasukan cairanmemperlambat perjalanan chyme di sepanjang intestinal, sehi
nggameningkatkan reabsorbsi cairan dari chyme.

c. Meningkatnya stress psikologi

Dapat dilihat bahwa stres dapat mempengaruhi defekasi. Penyakit- pe


nyakit tertentu termasuk diare kronik, seperti ulcus
6

pada collitis, bisa jadi mempunyai komponen psikologi. Diketahui jug


a bahwa beberapa orang yagn cemas atau marah dapat meningkatkan aktivitas
peristaltik dan frekuensi diare. Ditambah lagi orang yagn depresi bisamemper
lambat motilitas intestinal, yang berdampak pada konstipasi.

d. Kurang aktifitas, kurang berolahraga, berbaring lama.

Pada pasien immobilisasi atau bedrest akan terjadi penurunan gerak p


eristaltic dan dapat menyebabkan melambatnya feses menuju rectumdalam wa
ktu lama dan terjadi reabsorpsi cairan feses sehingga fesesmengerase.

e. Obat-obatan

Beberapa obat memiliki efek samping yang dapat berpengeruhterhada


p eliminasi yang normal. Beberapa menyebabkan diare; yanglain seperti dosis
yang besar dari tranquilizer tertentu dan diikutidengan prosedur pemberian m
orphin dan codein, menyebabkankonstipasi. Beberapa obat secara langsung m
empengaruhi eliminasi. Laxative adalah obat yang merangsang aktivitas usus
danmemudahkan eliminasi feses. Obat-obatan ini melunakkan feses,memper
mudah defekasi. Obat-obatan tertentu seperti dicyclomine hydrochloride (Ben
tyl), menekan aktivitas peristaltik dan kadang-kadang digunakan untuk mengo
bati diare.

f. Usia

Umur tidak hanya mempengaruhi karakteristik feses, tapi juga pengon


trolannya. Anak-anak tidak mampu mengontrol eliminasinyasampai sistem ne
uromuskular berkembang, biasanya antara umur 2 – 3 tahun. Orang dewasaju
ga mengalami perubahan pengalaman yangdapat mempengaruhi proses pengo
songan
7

lambung. Di antaranyaadalah atony (berkurangnya tonus otot yang nor


mal) dari otot-otot polos colon yang dapat berakibat pada melambatnya perist
altik danmengerasnya (mengering) feses, dan menurunnya tonus dari otot-otot
perut yagn juga menurunkan tekanan selama proses pengosonganlambung. Be
berapa orang dewasa juga mengalami penurunan kontrolterhadap muskulus sp
inkter ani yang dapat berdampak pada prosesdefekasi.

g. Penyakit-penyakit seperti obstruksi usus, paralitik ileus, kecelakaan pada spinal cor
d dan tumor.

Cedera pada sumsum tulang belakan dan kepala dapat menurunkan sti
mulus sensori untuk defekasi. Gangguan mobilitas bisa membatasikemampua
n klien untuk merespon terhadap keinginan defekasi ketikadia tidak dapat me
nemukan toilet atau mendapat bantuan. Akibatnya,klien bisa mengalami konst
ipasi. Atau seorang klien bisa mengalami fecal inkontinentia karena sangat be
rkurangnya fungsi dari spinkter ani.

2.3 Patofisiologi Eliminasi

1. Gangguan Eliminasi Urin

Gangguan pada eliminasi sangat beragam seperti yang telah dijelaskandi atas.
Masing-masing gangguan tersebut disebabkan oleh etiologi yang berbeda. Pada pasie
n dengan usia tua, trauma yang menyebabkan cederamedulla spinal, akan menyebabk
an gangguan dalam mengkontrol urin/inkontinensia urin. Gangguan traumatik pada t
ulang belakang bisamengakibatkan kerusakan pada medulla spinalis. Lesi traumatik p
ada medulla spinalis tidak selalu terjadi bersama-sama dengan adanya fraktur ataudisl
okasi. Tanpa kerusakan yang nyata pada tulang belakang, efek traumatiknya bisa men
gakibatkan efek yang nyata di
8

medulla spinallis. Cedera medulla spinalis (CMS) merupakan salah satu peny
ebab gangguanfungsi saraf termasuk pada persyarafan berkemih dan defekasi.

Komplikasi cedera spinal dapat menyebabkan syok neurogenik dikaitkan den


gan cedera medulla spinalis yang umumnya dikaitkan sebagaisyok spinal. Syok spina
l merupakan depresi tiba-tiba aktivitas reflex padamedulla spinalis (areflexia) di bawa
h tingkat cedera. Dalam kondisi ini, otot-otot yang dipersyarafi oleh bagian segmen
medulla yang ada di bawah tingkatlesi menjadi paralisis komplet dan fleksid, dan refl
eks-refleksnya tidak ada. Hal ini mempengaruhi refleks yang merangsang fungsi berk
emih dan defekasi.Distensi usus dan ileus paralitik disebabkan oleh depresi refleks ya
ng dapatdiatasi dengan dekompresi usus (Brunner & Suddarth, 2002). Hal senadadisa
mpaikan Sjamsuhidajat (2004), pada komplikasi syok spinal terdapat tanda gangguan
fungsi autonom berupa kulit kering karena tidak berkeringatdan hipotensi ortostatik s
erta gangguan fungsi kandung kemih dan gangguan defekasi.

Proses berkemih melibatkan 2 proses yang berbeda yaitu pengisian dan penyi
mpanan urine dan pengosongan kandung kemih. Hal ini saling berlawanan dan berga
ntian secara normal. Aktivitas otot-otot kandung kemihdalam hal penyimpanan dan p
engeluaran urin dikontrol oleh sistem saraf otonom dan somatik. Selama fase pengisi
an, pengaruh sistem saraf simpatisterhadap kandung kemih menjadi bertekanan renda
h dengan meningkat kanresistensi saluran kemih. Penyimpanan urin dikoordinasikan
oleh hambatan sistem simpatis dari aktivitas kontraktil otot detrusor yang dikaitkan d
engan peningkatan tekanan otot dari leher kandung kemih dan proksimal uretra.

Pengeluaran urine secara normal timbul akibat dari kontraksi yangsimultan ot


ot detrusor dan relaksasi saluran kemih. Hal ini dipengaruhi olehsistem saraf parasim
patis yang mempunyai
9

neurotransmiter utama yaituasetilkholin, suatu agen kolinergik. Selama fase p


engisian, impuls afferenditransmisikan ke saraf sensoris pada ujung ganglion dorsal s
pinal sakralsegmen 2-4 dan informasikan ke batang otak. Impuls saraf dari batang ota
k menghambat aliran parasimpatis dari pusat kemih sakral spinal. Selama fase pengos
ongan kandung kemih, hambatan pada aliran parasimpatis sakraldihentikan dan timb
ul kontraksi otot detrusor.

Hambatan aliran simpatis pada kandung kemih menimbulkan relaksasi pada o


tot uretra trigonal dan proksimal. Impuls berjalan sepanjang nervus pudendus untuk
merelaksasikan otot halus dan skelet dari sphincter eksterna.Hasilnya keluarnya urine
dengan resistensi saluran yang minimal. Pasien postoperasi dan post partum merupak
an bagian yang terbanyak menyebabkanretensi urine akut. Fenomena ini terjadi akiba
t dari trauma kandung kemih danedema sekunder akibat tindakan pembedahan atau o
bstetri, epidural anestesi,obat-obat narkotik, peregangan atau trauma saraf pelvik, he
matoma pelvik,nyeri insisi episiotomi atau abdominal, khususnya pada pasien yangm
engosongkan kandung kemihnya dengan manuver Valsalva. Retensi urine pos operas
i biasanya membaik sejalan dengan waktu dan drainase kandungkemih yang adekuat.

2. Gangguan Eliminasi Fekal

Defekasi adalah pengeluaran feses dari anus dan rektum. Hal ini jugadisebut b
owel movement. Frekwensi defekasi pada setiap orang sangat bervariasi dari beberap
a kali perhari sampai 2 atau 3 kali perminggu.Banyaknya feses juga bervariasi setiap
orang. Ketika gelombang peristaltik mendorong feses kedalam kolon sigmoid dan rek
tum, saraf sensoris dalamrektum dirangsang dan individu menjadi sadar terhadap keb
utuhan untuk defekasi.
10

Defekasi biasanya dimulai oleh dua refleks defekasi yaitu refleksdefekasi inst
rinsik. Ketika feses masuk kedalam rektum, pengembangandinding rektum memberi
suatu signal yang menyebar melalui pleksusmesentrikus untuk memulai gelombang p
eristaltik pada kolon desenden, kolonsigmoid, dan didalam rektum. Gelombang ini m
enekan feses kearah anus.Begitu gelombang peristaltik mendekati anus, spingter anal
interna tidak menutup dan bila spingter eksternal tenang maka feses keluar.

Refleks defekasi kedua yaitu parasimpatis. Ketika serat saraf dalamrektum dir
angsang, signal diteruskan ke spinal cord (sakral 2 – 4) dankemudian kembali ke kolo
n desenden, kolon sigmoid dan rektum. Sinyal – sinyal parasimpatis ini meningkatka
n gelombang peristaltik, melemaskanspingter anus internal dan meningkatkan refleks
defekasi instrinsik. Spingter anus individu duduk ditoilet atau bedpan, spingter anus e
ksternal tenangdengan sendirinya.

Pengeluaran feses dibantu oleh kontraksi otot-otot perut dandiaphragma yang


akan meningkatkan tekanan abdominal dan oleh kontraksimuskulus levator ani pada
dasar panggul yang menggerakkan feses melaluisaluran anus. Defekasi normal diper
mudah dengan refleksi paha yangmeningkatkan tekanan di dalam perut dan posisi du
duk yang meningkatkantekanan kebawah kearah rektum. Jika refleks defekasi diabaik
an atau jikadefekasi dihambat secara sengaja dengan mengkontraksikan muskulusspi
ngter eksternal, maka rasa terdesak untuk defekasi secara berulang dapat menghasilka
n rektum meluas untuk menampung kumpulan feses. Cairan fesesdi absorpsi sehingg
a feses menjadi keras dan terjadi konstipasi.

2.4 Manifestasi Klinis Eliminasi

1. Tanda Gangguan Eliminasi urin

a. Retensi Urin
11

1) Ketidak nyamanan daerah pubis.

2) Distensi dan ketidaksanggupan untuk berkemih.

3) Urine yang keluar dengan intake tidak seimbang.

4) Meningkatnya keinginan berkemih dan resah.

5) Ketidaksanggupan untuk berkemih

b. Inkontinensia urin

1) pasien tidak dapat menahan keinginan BAK sebelum sampai di WC

2) pasien sering mengompol

2. Tanda Gangguan Eliminasi Fekal

a. Konstipasi

1) Menurunnya frekuensi BAB.

2) Pengeluaran feses yang sulit, keras dan mengejan.

3) Nyeri rektum

b. Impaction

1) Tidak BAB.

2) Anoreksia.

3) Kembung/kram.

4) nyeri rektum

c. Diare

1) BAB sering dengan cairan dan feses yang tidak berbentuk

2) Isi intestinal melewati usus halus dan kolon sangat cepat

3) Iritasi di dalam kolon merupakan faktor tambahan yang Menyebabkan


12

meningkatkan sekresi mukosa.

4) feses menjadi encer sehingga pasien tidak dapat mengontrol

Dan menahan BAB.

d. Inkontinensia Fekal

1) Tidak mampu mengontrol BAB dan udara dari anus,

2) BAB encer dan jumlahnya banyak,

3) Gangguan fungsi spingter anal, penyakit neuromuskuler, trauma spinalcord

dan tumor spingter anal eksternal

e. Flatulens

1) Menumpuknya gas pada lumen intestinal,

2) Dinding usus meregang dan distended, merasa penuh, nyeri dan kram.

3) Biasanya gas keluar melalui mulut (sendawa) atau anus (flatus)

f. Hemoroid

1) pembengkakan vena pada dinding rectum

2) perdarahan jika dinding pembuluh darah vena meregang

3) merasa panas dan gatal jika terjadi inflamasi

4) Nyeri

2.5 Pemeriksaan Fisik Pada Kebutuhan Eliminasi


Pemeriksaan fisik abdomen terkait dengan eliminasi alvi meliputiinspek
si, auskultasi, perkusi dan palpasi dikhususkan pada saluranintestinal. Auskulta
si dikerjakan sebelum palpasi, sebab palpasi dapatmerubah peristaltik. Pemerik
saan rektum dan anus
13

meliputi inspeksi dan palpasi. Inspeksi feses, meliputi observasi feses kl


ien terhadap warna,konsistensi, bentuk permukaan, jumlah, bau dan adanya uns
ur-unsur abdomen. Perhatikan tabel berikut :

KARAKTERISTIK FESES NORAL DAN ABNORMAL


Karakteristik Normal Abnormal Kemungkinan Penyebab
Warna Dewasa : Kecok Pekat/Putih Adanya pigmen empedu(o
latan bstruksi empedu); pemerik
Bayi : Kekuning saandiagnostik menggunak
an an barium
Hitam Obat (spt. Fe); PSPA(lamb
ung, usus halus);diet tingg
i buah merahdan sayur hija
u tua(spt. Bayam)
Merah PSPB (spt. Rektum), beber
apa makanan spt bit.
Pucat Mal absorbsi lemak; dietti
nggi susu dan produk susu
danrendah daging,
Orenge atau Infeksi Usus
Hijau
Konsistensi Berbentuk Lunak, Keras, Dehidrasi, penurunanmotil
Kering agak c itas usus akibatkurangnya
air/Lembek, serat,kurang latihan,gangg
Basah. uan emosi dan laksantif ab
use
Diare Peningkatan motilitasusus
(mis. akibatiritasi kolon ol
eh bakteri).
14

Bentuk Silinder (Bentuk Mengecil Ben Kondisi Obstruksi Rectum


Rectum) dengan tuk Pensil ata
diameter 2,5 cm u sperti benan
untuk orang de g
wasa
Jumlah Tergantung diet
(100-400 gram/
hari)
Bau Aromatik dipen Tajam, Pedas sumber bau pada fesses be
garuhi oleh mak rasal dari senyawa indole,
anan yang dima skatol, hydrogen, sulfideda
kan dan flora/ba n amine diproduksi oleh pe
kteri mbusukan protein oleh bak
teri perusak atau pembusu
k. Bau menusuk hidung ta
nda terjadinya peningkatan
kegiatan bakteri yang tidak
kita hendaki.
Unsur Pokok Sejumlah kecil Pus, Mukus, Infeksi bakteri, konsisi per
bagian kasar ma Parasit, dara adangan, perdarahan gastr
kanan yang tida h, lemak dala ointestinal, malabsropsi, s
k dicerna, poton m jumlah bes alah makan
gan bakteri yan ar, benda asin
g mati, sel epitr g.
l, lemak, protei
n, unsur-unsur k
ering, cairan pe
ncernaan.
Frekuensi Lebih dari 6x Hipermotility
sehaari
15

2.6 Pemeriksaan Penunjang Pada Kebutuhan Eliminasi


1. Pemeriksaan USG
2. Pemeriksaan foto rontgen
3. Pemeriksaan laboratorium urin dan feses

2.7 Mengetahui Definisi Aktivitas


Aktivitas dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yaitu kegiatan atau keaktifan.
Jadi, segala sesuatu yang dilakukan atau kegiatan-kegiatan yang terjadi baik fisik ma
upun non-fisik merupakan suatu aktivitas. Aktivitas fisik atau mekanika tubuh merup
akan suatu usaha mengkoordinasikan sistem muskuloskeletal dan sistem syaraf serta
mempertahankan keseimbangan, postur dan kesejajaran tubuh selama mengangkat, m
embungkuk, bergerak, dan melakukan aktivitas sehari-hari (Potter & Perry, 2005). Se
tiap manusia memiliki irama atau pola tersendiri dalam aktivitas sehari-hari untuk me
lakukan kerja, rekreasi, makan, istirahat dan lain-lain (Sustanto & Fitriana, 2017)
Aktivitas maupun latihan didefinisikan sebagai suatu aksi energetikatau keada
an bergerak. Aktivitas tubuh merupakan kegiatan atau kerjayang dilakukan oleh bagi
an-bagian tubuh. Umumnya tingkat kesehatanseseorang dinilai dari kemampuannya u
ntuk melakukan aktivitas sehari-hari, misalnya berdiri, berjalan, bekerja, makan dan
minum. Kemampuan beraktivitas menjadi kebutuhan dasar yang diharapkan oleh seti
apmanusia.Dalam keperawatan banyak aspek-aspek yang harus dikertahui dalam men
jaga aktivitas dan latihan diantaranya, gerakan setiap persendian, postur tubuh, latiha
n dan kemampuan seseorang dalaam melakukan suatu aktivitas.

2.8 Mengetahui Etiologi Eliminasi


Kebutuhan aktivitas dan latihan seseorang secara umum disebabkan oleh bebe
rapa faktor diantaranya :
16

a. Gaya hidup dan kebiasaanOrang yang biasa berolahraga akan memiliki mobilitas yan
g lebihlentur dan lebih kuat daripada orang yang tidak terbiasa berolahraga.

b. Keadaan sakit atau cedera (trauma langsung pada sistem musculoskeletal / neurovask
uler) Keadaan sakit atau cedera dapat mempengaruhi fungsi sistem tubuh sehingga mem
pengaruhi pula mobilitas seseorang. Contohnya orangyang keseleo akan lebih sulit berja
lan daripada orang yang sehat.

c. Tingkat energiEnergy merupakan sumber utama melakukan aktivitas/mobilisasi.Untu


k dapat melakukan mobilisasi dibutuhkan energy dalam jumlahyang adekuat.

d. Usia dan status perkembanganAktivitas atau mobilitas pada setiap tingkatan usia dan
perkembangan berbeda-beda. Hal ini berhubungan dengan kematangan dan penurunan f
ungsi alat gerak yang sejalan dengan perkembangan usia. Anak kecil belum dapat melak
ukan gerakanyang sulit karena alat gerakntya belum berkembang dengansempurna. Lans
ia umumnya sudah tidak dapat bergerak dengancepat karena fungsi alat geraknya menur
un.

e. Kekakuan otot

2.9 Mengetahui Patofisiologi Eliminasi


Proses terjadinya gangguan aktivitas tergantung dari penyebab gangguanyang
terjadi. Ada tiga hal yang dapat menyebabkan gangguan tersebut,diantaranya adalah :

a. Kerusakan OtotKerusakan otot ini meliputi kerusakan anatomis maupun fisiologisotot. Ot


ot berperan sebagai sumber daya dan tenaga dalam proses pergerakan jika terjadi kerusakan
pada otot, maka tidak akan
17

b. terjadi pergerakan jika otot terganggu. Otot dapat rusak oleh beberapa halseperti trauma la
ngsung oleh benda tajam yang merusak kontinuitasotot. Kerusakan tendon atau ligament, rad
ang dan lainnya.

c. Gangguan pada skelet Rangka yang menjadi penopang sekaligus poros pergerakan dapatte
rganggu pada kondisi tertentu hingga mengganggu pergerakan ataumobilisasi. Beberapa pen
yakit dapat mengganggu bentuk, ukuranmaupun fungsi dari sistem rangka diantaranya adala
h fraktur, radangsendi, kekakuan sendi dan lain sebagainya.

d. Gangguan pada sistem persyarafan Syaraf berperan penting dalam menyampaikan impuls
dari otak.Impuls tersebut merupakan perintah dan koordinasi antara otak dananggota gerak. J
adi, jika syaraf terganggu maka akan terjadigangguan penyampaian impuls dari dank e organ
target. Dengantidak sampainya impuls maka akan mengakibatkan gangguan mobilisasi.

PATHWAY
18

2.10 Mengetahui Manifestasi Klinis Pada Eliminasi


a. Keterbatasan rentan gerak
b. Dispnea setelah beraktivitas
c. Gerakan Bergetar
d. Pergerakan tidak terkoordinasi
e. Pergerakan Lambat
f. Ketidakstabilan postur
g. Tremor akibat pergerakan
h. Penurunan aktu reaksi (lambat)

2.11 Mengetahui Pemeriksaan Fisik Pada Kebutuhan Aktivitas


1. Pemeriksaan Dasar TTV Dasar)
1) GCS
2) Kesadaran
3) Tekanan Darah
4) Nadi
5) Suhu
6) RR
2. Pemeriksaan Muskuloskeletal
 Inspeksi
1) Bentuk Vertebrae
2) Kesimetrisan Tulang
3) Pergerakan Otot Tidak Disadari
4) ROM
5) Simetrisitas Otot
 Palpasi
1) Edema Ekstremitas
2) Kekuatan Otot
19

2.12 Mengetahui Penunjang Pada Kebutuhan Aktivitas


a. Laboratorium
1. Pemeriksaan Hb
2. Pemeriksaan darah dan urine
b. Pemeriksaan Diagnostik
1. Sinar X, untuk menggambarkan kepadatan tulang, tekstur,dan
perubahan hubungan tulang.
2. CT scan (Computed Tomography) menunjukkan rincian bidang
tertentu tulang yang terkena dan dapatmemperlihatkan tumor jaringan
lunak atau cidera ligamentatau tendon. Digunakan untuk
mengidentifikasi lokasi dan panjangnya patah tulang didaerah yang
sulit dievaluasi.
3. MRI (Magnetik Resonance Imaging) adalah tehnik pencitraan khusus,
noninvasive, yang menggunakan medanmagnet, gelombang radio,
dan komputer untukmemperlihatkan abnormalitas (tumor,
penyempitan jalur jaringan lunak melalui tulang)
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Eliminasi merupakan salah satu kebutuhan dasar yang harus di penuhi oleh setiap ma
nusia. Kebutuhan dasar manusia terbagi menjadi 14 kebutuhan dasar, menyatakan ba
hwa kebutuhan eliminasi terdapat pada urutan ke tiga. Apabila sistem perkemihan tid
ak dapat berfungsi dengan baik, sebenarnya semua organ akhirnya akan terpengaruh.
Secara umum gangguan pada ginjal mempengaruhi eliminasi. Sehingga mengakibatk
an masalah kebutuhan eliminasi urine, antara lain : retensi urine, inkontinensia urine,
enuresis, dan ureterotomi. Masalah kebutuhan eliminasi urine sering terjadi pada pas
ien-pasien rumah sakit yang terpasang kateter tetap (Hidayat, 2010).

Kemampuan melakukan aktivitas untuk memenuhi kebutuhan misalnya


berdiri, berjalan, dan bekerja. Aktivitas adalah keadaan untuk bergerak untuk
memenuhi kebutuhan hidup. Kemampuan aktivitas seseorang dipengaruhi oleh
adekuatnya sistem persarafan, otot dan tulang, atau sendi (Mubarak 2015).
Masyarakat sering kali mendefinisikan.
kesehatan dan kebugaran fisikmereka berdasarkan aktivitas mereka karena
kesejahteraan mental dan keefektifan fungsi tubuh sangat tergantung pada status
mobilitas mereka.Misalnya saat seseorang berdiri tegak, paru lebih mudah untuk
berkembang, aktivitas usus (peristaltic) menjadi lebih efektif, dan ginjal mampu
mengosongkan kemih secara komplet. Selain itu, pergerakan sangat penting agar
tulang dan otot berfungsi sebagaimana mestinya (Kozier, 2010).

3.2 Saran
Kita harus lebih memperhatikan kebutuhan eliminasi dan aktivitas agar selalu
terpenuhi.

20
DAFTAR PUSTAKA

https://www.scribd.com/doc/29388064/LP-ELIMINASI
https://dokumen.tips/documents/karakteristik-feses-normal-dan-abnormal.html

https://www.scribd.com/document/445532487/LAPORAN-PENDAHULUAN-KEBUTUHAN-AKTIVITAS-
DAN-LATIHAN-1-docx

http://repository.poltekkes-tjk.ac.id/378/3/6.BAB%20II-converted.pdf

https://www.scribd.com/doc/256011829/Makalah-Eliminasi-Urine

1
KEAMANAN DAN KESELAMATAN SERTA PSIKOSOSIAL

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Early Exposure I (Keperawatan Dasar II)

Dosen Pembingbing : Hj. Mayasyanti Dewi Amir,S.Kp.,M.kes

Disusun Oleh :

Nurul Halimah (C1AA20073)

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUKABUMI

2021
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan hidayatnya k
epada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Makal
ah ini bertujuan untuk memenuhi tugas Early Exposure I (Keperawatan Dasar II).

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih memiliki banyak kekurangan yan
g jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, Penulis mengharapkan adanya kritik dan sa
ran yang membangun demi perbaikan laporan pendahuluan yang akan penulis buat sel
anjutnya agar lebih baik lagi, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa adany
a saran yang membangun.

Penulis mohon maaf apabila terdapat banyak kesalahan dalam pembuatan lapo
ran pendahuluan ini dan juga penulis mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak y
ang telah membantu dalam menyelesaikan laporan pendahuluan ini. Semoga laporan
pendahuluan ini dapat memenuhi tugas dan bermanfaat bagi kita semua amin.

Sukabumi,09 Desember 2021

Nurul Halimah

i
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI..................................................................................................................i
BAB I.............................................................................................................................1
PENDAHULUAN.........................................................................................................1
A. Latar Belakang...................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..............................................................................................3
C. Tujuan.................................................................................................................3
BAB II............................................................................................................................4
PEMBAHASAN...........................................................................................................4
A. Pencegahan Infeksi.............................................................................................4
B. Perawatan Luka..................................................................................................7
C. Prosedur Pemberian Obat.................................................................................10
D. Penatalaksanaan Spesimen..............................................................................14
BAB III........................................................................................................................17
PENUTUP...................................................................................................................17
A. Kesimpulan......................................................................................................17
B. Saran.................................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................18

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kebutuhan dasar manusia merupakan unsur-unsur yang dibutuhkan


oleh manusia dalam mempertahankan keseimbangan fisiologis maupuan
psikologis, yang manusia dalam mempertahankan keseimbangan fisiologis
maupuan psikologis, yang tentunya bertujuan untuk mempertahankan
kehidupan dan kesehatan. Kebutuhan dasar tentunya bertujuan untuk
mempertahankan kehidupan dan kesehatan. Kebutuhan menyatakan bahwa
setiap manusia memiliki lima kebutuhan dasar yaitu kebutuhan fisiologis,
keamanan, cinta, harga diri, dan aktualisasi diri keamanan, cinta harga diri,
dan aktualisasi diri. Dalam mengaplikasikan kebutuhan dasar manusia
yang dapat digunakan untuk memahami hubungan antara kebutuhan dasar
manusia pada saat digunakan untuk memahami hubungan antara
kebutuhan dasar manusia pada saat memberikan perawatan. Beberapa
kebutuhan manusia tertentu lebih mendasar daripada kebutuhan lainnya.
Oleh karena itu beberapa kebutuhan harus dipenuhi sebelum kebutuhan
lainnya.

Dalam mengaplikasikan kebutuhan dasar manusai tersebut dapat


digunakan untuk memahami hubungan antara kebutuhan dasar manusai
dalam mengaplikasikan ilmu keperawatan di dunia kesehatan. Walaupun
setiap orang mempunyai sifat tambahan, kebutuhan yang unik, setiap
orang mempunyai kebutuhan dasar yang sama. Besarnya kebutuhan dasar
yang terpenuhi menentukan tinngkat kesehatan dan posisi pada tentang
sehat-sakit.

Adapun kebutuhan adalah sesuatu yang harus tercukupi bagi


makhluk hidup untuk melangsungkan hidupnya sebagai tujuan untuk
bertahan hidup. Kebutuhan manusia wajib dipenuhi. Namun tak
selamabnya yang kita inginkan itu adalah kepuasan diri kita atas apa yang
kita dapatkan dan kita peroleh. Kebutuhan bukan hanya orang orang yang

1
2

sedang dalam keadaan normal. Namun, kebutuhan juga ada pada


orang yang sedang sakit serta pemenuhan lebutuhan pada orang sakit
berbeda dengan pemenuhan kebutuhan pada orang yang tidak dalam
keadaan sakit (sehat).

Henderson menguraikan definisi keperawatan dengan mengidentifi


kasi 14 kebutuhan yang mendasari asuhan keperawatan, 8 dari kebutuhan i
ni berkaitan langsung dengan fungsi tubuh, sedangkan 6 sisanya berhubun
gan dengan keselamatan dan menemukan arti dalam hidup. 14 Kebutuhan
Dasar Manusia menurut Virginia Henderson adalah sebagai berikut  (Allig
ood, MR., 2014) :

1. Breath normally (bernafas dengan normal)


2. Eat and drink adequately (kebutuhan makan dan minum yang adekua
t)
3. Eliminate body wastes (kebutuhan eliminasi)
4. Move and maintain desirable postures  (kebutuhan  bergerak dan memp
ertahankan postur tubuh)
5. Sleep and rest (kebutuhan tidur dan istirahat)
6. Select suitable clothes ; dress and undress (kebutuhan berpakaian)
7. Maintain body temperatures within a normal range by adjusting clothing
and modifying the environment  (mempertahankan suhu tubuh dalam k
isaran normal, dengan menyesuaikan pakaian dan memodifikasi ling
kungan)
8. Keep the body clean and well groomed and protect the integument (men
jaga tubuh tetap bersih dan melindungi kulit)
9. Avoid dangers in the environment and avoid injuring others  (menghindar
i bahaya lingkungan dan menghindari cedera)
10. Communicate with others in expressing emotions, needs, fears, or opinio
ns (Berkomunikasi dengan orang lain untuk mengungkapkan perasaa
n emosi, kebutuhan, ketakutan atau pendapat)
11. Worship according to ones faith  (beribadah sesuai keyakinan seseoran
g)
3

12. Work in such a way that there is a sense of accomplishment  (kebutuhan


akan pekerjaan dan penghargaan)
13. Play or participate in various forms of recreation  (kebutuhan akan hibur
an atau rekreasi)
14. Learn, discover, or satisfy the curiositythat leads to normal development
and health and use the available health facilities  (Belajar, menemukan a
tau memuaskan rasa ingin tahu yang mengarah pada perkembangan
kesehatan dan dapat memanfaatkan fasilitas kesehatan yang tersedi
a)

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan pencegahan infeksi?


2. Apa yang dimaksud dengan perawatan luka?
3. Apa yang dimaksud dengan prosedur pemberian obat?
4. Apa yang dimaksud dengan penatalaksanaan spesimen?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui mengenai pencegahan infeksi


2. Untuk mengetahui mengenai perawatan luka
3. Untuk mengetahui mengenai prosedur pemberian obat
4. Untuk mengetahui mengenai penatalaksanaan spesimen
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pencegahan Infeksi

1. Pengertian

Risiko infeksi merupakan keadaan dimana seorang individu berisiko


terserang oleh agen patogenik dan oportunistik (virus, jamur, bakteri,
protozoa, atau parasit lain) dari sumber-sumber eksternal, sumber-sumber
eksogen dan endogen. Infeksi adalah invasi tubuh pathogen atau
mikroorganisme yang mampu menyebabkan sakit (Perry & Potter, 2005).

2. Etiologi

Penyebab dari resiko infeksi dalam klasifikasi NANDA (2012) antara lain:

1) Prosedur invasive

2) Tidak cukup pengetahuan dalam menghindari paparan pathogen

3) Trauma

4) Destruksi jaringan dan peningkatan paparan lingkungan

5) Rupture membrane amnionik

6) Agen parmasetikal (misalnya imunosupresan)

7) Malnutrisi

8) Peningkatan paparan lingkungan terhadap pathogen

9) Imunosupresi

10) Imunitas yang tidak adekuat

11) Pertahanan sekunder tidak adekuat (Hb menurun, Leukopenia,


Penekanan respon inflamasi)

12) Pertahanan respon primer tidak adekuat (kulit tak utuh, trauma jaringan,
penurunan

4
5

13) gerak silia, cairan tubuh statis, perubahan sekresi Ph, perubahan
peristaltik) Penyakit kronis

3. Faktor predisposisi/Faktor pencetus

Beberapa faktor yang mencetuskan risiko infeksi pada pasien menurut


Potter & Perry (2005) adalah:

1) Agen Yaitu penyebab infeksi atau mikroorganisme yang masuk bisa


karena agennya sendiri atau karena toksin yang dilepas.

2) Host Host itu yang terinfeksi, jadi biarpun ada agen, kalau tidak ada
yang bisa dikenai, tidak ada infeksi..Host biasanya orang atau hewan
yang sesuai dengan kebutuhan agen untuk bisa bertahan hidup atau
berkembang biak.

3) Environment (lingkungan)Environment itu lingkungan di sekitar agen


dan host, seperti suhu, kelembaban, sinar matahari, oksige dan
sebagainya. Ada agen tertentu yang hanya bisa bertahan atau
menginfeksi pada keadaan lingkungan yang tertentu juga.

4. Tanda dan gejala

Tanda dan Gejala yang lazim terjadi, pada infeksi (Smeltzer, 2002)
sebagai berikut :

1) Rubor

Rubor atau kemerahan merupakan hal yang pertama yang terlihat di


daerah yang mengalami peradangan. Saat reaksi peradangan timbul, terjadi
pelebaran arteriola yang mensuplai darah ke daerah peradangan. Sehingga
lebih banyak darah mengalir ke mikrosirkulasi local dan kapiler meregang
dengan cepat terisi penuh dengan darah. Keadaan ini disebut hyperemia atau
kongesti, menyebabkan warna merah local karena peradangan akut.

2) Kalor
6

Kalor terjadi bersamaan dengan kemerahan dari reaksi peradangan


akut. Kalor disebabkan pula oleh sirkulasi darah yang meningkat. Sebab darah
yang memiliki suhu 37 derajat celcius disalurkan ke permukaan tubuh yang
mengalami radang lebih banyak daripada ke daerah normal.

3) Dolor

Perubahan pH local atau konsentrasi local ion-ion tertentu dapat


merangsang ujung ujung saraf. Pengeluaran zat seperti histamine atau bioaktif
lainnya dapat merangsang saraf. Rasa sakit disebabkan pula oleh tekanan
meninggi akibat pembengkakan jaringan yang meradang.

4) Tumor

Pembengkakan sebagian disebabkan hiperemi dan sebagian besar


ditimbulkan oleh pengiriman cairan dan sel-sel dari sirkulasi darah ke
jaringan-jaringan interstitial.

5) Functio Laesa

Merupakan reaksi peradangan yang telah dikenal. Akan tetapi belum


diketahui secara mendalam mekanisme terganggunya fungsi jaringan yang
meradang.

5. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan laboratorium yang langsung berhubungan dengan infeksi


antara lain pemeriksaan darah lengkap yang meliputi: hemoglobin, leukosit,
hematokrit, eritrosit,trombosit, MCH, MCHV, hitung jenis: basofil, eosinofil,
batang segmen, limfosit, dan monosit, kimia klinik: LED, GDS, dan albumin.
7

B. Perawatan Luka

1. Pengertian

Perawatan luka merupakan tindakan merawat luka dan melakukan


pembalut dengan tujuan mencegah infeksi silang (masuk melalui luka) dan
mempercepat proses penyembuhan. Luka adalah keadaan terputusnya
kontinuitas jaringan tubuh yang dapat menyebabkan fungsi tubuh terganggu
sehingga mengganggu aktivitas sehari-hari. Bagian tubuh yang umumnya
berhbungan dengan tubuh adalah kulit.

2. Faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka


1) Vaskularisasi, sistem peredaran darah yang baik akan mempercepat
proses penyembuhan luka
2) Kondisi dakit, beberapa penyakit misalnya anemia dan diabetes melitus
dapat memperlambar proses penyembuhan luka
3) Usia, pada orang yang sudah lanjut usia, kecepatan perbaikan sel akan
menurun sehingga memperlambat proses penyembuhan luka
4) Nutrisi, beberapa vitamin dapat membantu perbaikan sel, misalnya
citamin A, vitamin B, vitamin C dan vitamin K.
5) Pengonsumsian obat-obatan dan rokok, obat obatan dan rokok dapat
memperlambat proses penyembuhan luka
6) Stress, orang yang mengalami stress akan mengalami proses
penyembuhan luka yang lebih lama

3. Tujuan Perawatan Luka


1) Agar terhindar dari infeksi
2) Agar luka tetap bersih
3) Mempercepat penyembuhan
4) Mencegah masuknya kuman dan kotoran ke dalam luka
5) Mencegah terjadinya pencernaan oleh cairan dan kuman yang berasal
dari luka sekitar
6) Mencegah terjadinya infeksi silang
7) Mengistirahatkan bagian yang luka atau sakit
8) Memberikan rasa aman dan nyaman
8

4. Indikasi Perawatan Luka


1) Luka bersih
a. Luka bersih tidak terkontaminasi dengan luka steril
b. Balutan kotor darah basah akibat external
c. Ingin mengkaji keadaan luka
d. Mempercepat debrademen jaringan nekrotik
2) Luka kotor
a. Pasien yang luka dekubitus
b. Pasien yang luka gangren
c. Pasien dengan luka luka venous

5. Kontraindikasi perawatan luka

1) Luka bersih

a. Pada luka dengan ditandai adanya push,necrose dan serum

b. Balutan tidak kotor dan tidak ada rembesan atau eksudat

2) Luka kotor

a. Pasien yang luka decubitus pada pasien yang mobilisasiasi

6. Efek samping

1) Infeksi, keadaan alat dan bahan yang kurang steril dapat menyebabkan
terjadinya infeksi serta penatalaksanaan yang tidak memperhatikan
pencegahan infeksi juga bisa menyebabkan infeksi saat melakukan
perawatan pada luka pasien

2) Rasa nyeri, efek samping yang umum terjadi pada perawatan luka yaitu
rasa nyeri namun setiap individu memiliki tingkat nyeri yang berbeda
beda

7. Mekanisme terjadinya luka


9

1) Luka insisi, terjadi karena teriris oleh instrument yang tajam misal yang
terjadi akibat pembedahan. Luka bersih biasanya tertutup oleh sutura
stelah seluruh pembuluh darah yang luka diikat.

2) Luka memar terjadi akibat benturan oleh suatu tekanan dan


dikarakteristrik oleh cedera pada jaringan lunak, perdarahan dan
bengkak

3) Luka lecet terjadi akibat kulit bergesekan dengan benda yang tidak tajam

4) Luka tusuk terjadi akibat adanya benda seperti peluru atau pisau yang
masuk kedalam dengan diameter yang kecil

5) Luka gores terjadi akibat benda yang tajam seperti kaca atau oleh kawat

6) Luka bakar

7) Luk atembus yaitu luka yang menembus organ tubuh biasanya pada
bagian awal luka masuk diameternya kecil

8. Proses penyembuhan Luka

1) Fase inflamasi atau peradangan, pada tahap awal proses penyembuhan


luka pembuluh darah akan menyempit untuk menghentikan pendarahan
setelah dilakukan perawatan luka dihari pertama keadaan luka tidak
berbau ataupun perdarahan mengangkat jaringan-jaringan yang mati
sampai bersih dan ditutupi dengan bakutan kasa

2) Fase poliferasi atau fibroflasi, setelah dilakukan keperawatan luka yang


kedua kondisi luka tambahan bersih dan semakin membaik untuk
perawatan luka sama seperti hari pertama tetapi lukanya lebih baik sudah
tidak ada kotoran

3) Fase komedelling/fase reabsorbsi/fase penyudahan, pada tahapan ini


kondisi luka tetap sama membaik akan tetapi tidak menyembuhkan luka
tersebut hanya saja memberikan perawatan luka yang tujuannya untuk
membersihkan.
10

C. Prosedur Pemberian Obat

1. Pengertian
Pemberian obat adalah suatu tindakan untuk membantu proses
penyembuhan dengan cara memberikan obat-obatan salah satunya melalui
mulut (oral) dan dengan injeksi (suntikan) lain sesuai dengan program
pengobatan dari dokter. Pemberian injeksi merupakan prosedur invasif yang
harus dilakukan dengan menggunakan teknik steril. Obat adalah alat utama
terapi yang dugunakan dokter untuk mengobati klien yang memiliki masalah
kesehatan. Obat adalah substtansi yang diberikan kepada manusia atau
binatang sebagai perawatan atau pengobatan, bahkan pencegahan terhadap
berbagai gangguan yang terjadi di dalam tubuhnya.

2. Jenis Pemberian Obat

a. oral

Memberikan obat oral adalah suatu tindakan untuk membantu


proses penyembuhan dengan cara memberikan obat-obatan melalui
mulut sesuai dengan program pengobatan dari dokter.

b. Pemberian obat secara parental

Pemberian obat secara parenteral merupakan pemberian obat


melalui injeksi atau infus. Sediaan parenteral merupakan sediaan steril.
Sediaan ini diberikan melalui beberapa rute pemberian, yaitu Intra
Vena (IV), Intra Spinal (IS), Intra Muskular (IM), subcutan (SC), dan
Intracutan (IC). Obat yang diberikan secara parenteral akan di absorbs
lebih ra parenteral akan diabsorbs lebih banyak dan bereaksi lebih
cepat dibandingkan dengan obat yang diberikan secara topical atau
oral. Perlu juga diketahui bahwa pemberian obat parenteral dapat
menyebabkan resiko infeksi. Resiko infeksi dapat terjadi bila perawat
tidak memperhatikan dan melakukan tekhnik aseptic dan antiseptik
pada saat pemberian obat. Karena pada pemberian obat parenteral, obat
diinjeksikan melalui kulit menembus system pertahanan kulit.
Komplikasi yang sering terjadi adalah bila pH osmolalitas dan
11

kepekatan cairan obat yang diinjeksikan tidak sesuai dengan tempat


penusukan sehingga dapat mengakibatkan kerusakan jaringan sekitar
tempat injeksi.

Pada umumnya pemberian obat secara parenteral di bagi


menjadi 4, yaitu :

 Pemberian obat via jaringan intracutan merupakan cara memberikan


atau memasukkan obat ke dalam jaringan kulit. Intracutanbiasanya
digunakan untuk mengetahui sensivitas tubuh terhadap obat yang di
suntikkan. Pemberian obat intracutan bertujuan untuk melakukan
skin test atau terhadap reaksi alergi jenis obat yang akan digunakan.
Pemberian obat melalui jaringan intracutan ini dilakukan dibawah
dermis atau epidermis, secara umum dilakukan pada daerah
dilakukan dibawah dermis atau epidermis, secara umum dilakukan
pada daerah lengan tangan bagian ventral.

Daerah penyuntikan:

- Dilengan bawah:bagian depan lengan bawah 1/3 dari lekukan


siku atau 2/3 dari pergelangan tangan pada kulit yang sehat, jauh
dari PD.

-Dilengan atas: 3 jari di bawah sendi bahu, ditengah daerah


muskulus deltoideus

 Pemberian obat via jaringan subkutan merupakan cara memberikan


obat melalui suntikan di bawah kulit yang dapat dilakukan pada
daerah lengan bagian atas sebelah luar atau sepertiga bagian dari
bahu, paha sebelah luar, daerah dada dan sekitar umbilicus
(abdomen). pemberian obat melalui jaringan subukutan ini pada
umumnya dilakukan dengan program pemberian insulin yang
digunakan untuk mengontrol kada gula darah. Pemberian insulin 2
terdapat 2 tipe larutan yaitu jernih dan keruh karena adanya
penambahan protein sehingga memperlambat absorbsi obat atau
juga termasuk tipe lambat.
12

Daerah penyuntikan:

-Otot bokong (musculus gluteus maximus) kana dan kiri;


yang tepat adalah 1/3 bagian dari yang tepat adalah 1/3
bagian dari Spina Iliaca Anterior Superior ke tulang ekor (os.
Spina Iliaca Anterior Superior ke tulang ekor (os. Cox
Coxygeus)

-Otot paha bagian luar ( muskulus quadriceps femori

-Otot pangkal lengan ( muskulus deltoideus)

 Pemberian obat via jaringan intra vena secara langsung, cara


mmberikan obat pada vean secara langsung diantaranya vena
mediana kubiti/vena cephalika (lengan), vena sephanous (tungkai),
vena jugularis (leher), vena frontalis/temporalis (kepala). pemberian
obat intra vena secara langsung bertujuan agar obat dapat bereaksi
langsung dan masuk ke dalam pembuuh darah. Adapun pemberian
obat vena secara tidak langsung merupakan cara memberikan obat
dengan menambahkan obat e dalam wadah cairan intra vena.
Pemberian obat intra vena secara tidak langsung bertujuan untuk
meminimalkan efek samping dan mempetahankan kadar terapeutik
dalam darah.

Daerah penyuntikan:

-Pada lengan (v. Mediana cubiti / v. Cephalika)

-Pada tungkai ( v. Spahenous)

-Pada leher ( v. Jugularis)

-Pada kepala ( v. Frontalis atau v. Temporalis) khusus anak- anak

 Pemberian obat via intramuskular, merupakan cara memasukan obat


ke dalam jaringan otot. Lokasi penyuntikan dapat dilakukan pada
daerah paha (vastus lateralis) dengan posisi ventrogluteal (posisi
13

berbaring), dorsogluteal (posisi tengkurap), atau lengan atas


(deltoid). agar obat di absorbsi tubuh dengan cepat.

Daerah penyuntikan:

-Bagian lateral bokong (vastus lateralis)

-Butoks (bagian lateral gluteus maksimus)

-Lengan atas (deltoid)

3. Prosedur

Pemberian obat harus memperhatikan prinsip 6 benar obat agar aman


bagi pasien yaitu sebagai berikut:

1) Klien yang benar

Klien yang benar dapat di pastikan dengan cara memeriksa gelang


identifikasi Klien yang benar dapat di pastikan dengan cara memeriksa gelang
identifikasi klien yaitu: No. Register, nama lengkap klien, alamat klien, dll,
jika pasien sadar suruh pasien menyebut namanya sendiri.

2) Obat yang benar

Untuk memastikan benar obat pastikan obat yang di berikan harus


sesuai yang di Untuk memastikan benar obat pastikan obat yang di berikan
harus sesuai yang di resepkan oleh dokter yang merawat, dan pastikan
membaca label obat sampai 3 resepkan oleh dokter yang merawat, dan
pastikan membaca label obat sampai 3 kali yaitu saat : melihat kemasan obat,
saat menuangkan obat dan sesudah menuangkan obat.

3) Dosis yang benar

Untuk mendapatkan dosis yang benar perawat harus melihat dosis


yang Untuk mendapatkan dosis yang benar perawat harus melihat dosis yang
diresepkan dokter, dan harus mengkaji ulang berat badan pasien agar
14

diresepkan dokter, dan harus mengkaji ulang berat badan pasien agar
mendapatkan dosis yang tepat jika obat tersebut di berikan berdasarkan mg/kg
mendapatkan dosis yang tepat jika obat tersebut di berikan berdasarkan mg/kg
BB.

4) Waktu yang benar

Agar tepat waktu maka perawat harus tau waktu paruh(t) obat panjang
atau Agar tepat waktu maka perawat harus tau waktu paruh (t) obat panjang
atau pendek, jika (t) panjang pemberian 1x24 jam, jika (t) pendek 3x24 jam
dan (t) sedang 2x24 jam, perawat juga harus memperhatikan kapan waktu obat
diberikan sedang 2x24 jam, perawat juga harus memperhatikan kapan waktu
obat diberikan setelah makan atau sesudah makan. Misal obat untuk
menetralisir getah lambung harus diminum sebelum makan, dan obat dengan
reaksi kuat harus di minum sesudah makan.

5) Rute yang benar

Maksudnya adalah kita harus mengetahui lewat rute mana obat


tersebut harus ana obat tersebut harus diberikan oral atau parentral, jika oral
apakah : oral, buccal, sublingual. Dan jika parentral/injeksi apakah harus: IV,
IM, SC, IC.

6) Dokumentasi yang benar

Dokumentasi sangat penting jadi setelah memberikan obat kita harus


segeramemasukkan obat ke format dokumentasi dengan benar. Fungsi
dokumentasi adalah sebagai catatan perkembangan pasien dan sebagai alat
untuk bukti melakukan suatu tindakan.

D. Penatalaksanaan Spesimen

1. Pengambilan Spesimen Urine


a. Pengertian
15

Urine adalah cairan sisa yang diekskresikan ginjal yang kemudia akan
dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urinasi. Pengambilan spesimenn
urine adalah suatu prosedur melakukan pengambilan contoh urine dari klien
untuk pemeriksaan diagnostik.
b. Tujuan
1) Melakukan pemeriksaan kesehatan klien secara umum dan
memeriksa apakah urine klien normal atau tidak. Urine normal
adalah urine yang tidak terdapat bakteri, kotoran, darah, protein/zat
adiktif
2) Mendiagnosa penyakit metabolic atau sistemik yang mempengaruhi
fungsi ginjal
3) Mendiagnosa kelainan endokrin untuk tes ini dilakukan pemeriksaan
urine 24 jam
4) Melakukan monitoring klien dengan diabetes
5) Melakukan tes kehamilan
c. Manfaat
1) Tes kehamilan
2) Mengetahui zat asing
3) Perkembangan penyakit
4) Mendiagnosis penyakit mendeteksi gejala penyakit
5) Pemeriksaan kesehatan rutin
d. Indikasi
1) Adanya dugaan penyakit tertentu, misal penyakit yang berkaitan
dengan sistem perkemihan, endokrin
2) Adanya penyakit penyakit metabolik/sistemik
3) Ingin memastikan apakah klien dalam keadaan hamil/tidak.

2. Pengambilan Spesimen Feses


a. Pengertian
Feses adalah buangan yang dikeluarkan dari tubuh manusia
melalui anus sebagai sisa dari proses pencernaan makanan di
sepanjang saluran sistem pencernaan.
b. Tujuan
16

Untuk mendapatkan spesiemn feses yang memenuhi


persyaratan untuk pemeriksaan feses rutin dan mendeteksi adanya
kuman
c. Indikasi
1) Adanya diare dan konstipasi
2) Adanya icterus
3) Adanya gangguan pencernaan
4) Adanya lendir dalam feses
5) Adanya darah dalam feses
6) Kecurigaan penyakit gastrointestinal
d. Waktu
Pengambilan dilakukan setiap saat terutama pada gejala awal
dan sebagainya sebelum pemberian antibiotic feses yang di ambil
dalam keadaan segar.

3. Pengambilan spesiemn dahak/sputum


a. Pengertian
Dahak adalah bahan yang dikeluarkan dari paru-paru trachea
melalui mulut, biasanya juga disebut dengan ecpetorian
b. Tujuan
1) Sputum Kultur, mengidentifikasi jenis mikroorganisme secara
spesifik sehingga dapat diketahui sebab masalah kesehatan klien dan
menentukan terapi yang tepat
2) Sputum sitology, mengidentifikasi bentuk, strktur, fungsi, dan
patologi sel. Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengidentifikasi
adanya sel kanker dalam paru-paru serta spek sel tersebut
3) Sputum AFB (Acid-Fast Bacillus) bakteri tahan adam (BTA),
dilakukan secara berseri sebanyak 3 kali berturut-turut
4) Menilai efektivitas terapi yang sudah dilakukan
c. Indikasi
Efektif dilakukan pada klien dengan suspect penyakit
pernapasan bronchitis, TBC, kanker paru.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Infeksi adalah invasi tubuh pathogen atau mikroorganisme yang


mampu menyebabkan sakit (Perry & Potter, 2005).

Luka adalah keadaan terputusnya kontinuitas jaringan tubuh yang


dapat menyebabkan fungsi tubuh terganggu sehingga mengganggu aktivitas
sehari-hari.

Pemberian obat adalah suatu tindakan untuk membantu proses


penyembuhan dengan cara memberikan obat-obatan salah satunya melalui
mulut (oral) dan dengan injeksi (suntikan) lain sesuai dengan program
pengobatan dari dokter.

Pengambilan spesimen adalah tindakan pengambilan urine, feses atau


sputum dari pasien untuk dijadikan data diagnosa penunjang.

B. Saran

Dengan adanya pembahasan mengenai pencegahan infeksi, perawatan


luka, pemberian obat dan penatalaksanaan pengambilan spesimen. Diharapkan
para pembaca dapat lebih memahami mengenai teori dalam tindakan tersebut

17
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. 1997. Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 alih bahasa

YasminAsih, Jakarta : EGC.

Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk

Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3 alih bahasa I

Made Kariasa, Made Sumarwati, Jakarta: EGC.

Johnson, Meridian Maas, & Sue Moorhead. (2008). Nursing outcome classification

(NOC). Philadelphia: Mosby.

McCloskey & Gloria M Bulechek. (2008). Nursing intervention classification (NIC).

USA:Mosby.

NANDA. (2012). NANDA Internasional: Diagnosis keperawatan definisi dan

klasifikasi. Jakarta: EGC.

Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Edisi 4. Jakarta: EGC.

Smeltzer, Suzanne C, Brenda G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner

& Suddarth Edisi 8 Vol 2 alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica

Ester, Yasmin asih, Jakarta : EGC.

1
MAKALAH

SPIRITUAL, CAIRAN DAN ELEKTROLIT


Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Early Exposure I Mata Kuliah Keperawatan Da
sar II

Dosen Pembimbing : Ida S.Kep., Ners., M.Kep

Disusun oleh :
Nurul Halimah (C1AA20073)

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUKABUMI
2021

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Kebutuhan spiritual adalah harmonisasi dimensi kehidupan. Dimensi ini termasuk m
enemukan arti, tujuan, menderita, dan kematian; kebutuhan akan harapan dan keyakinan hi
dup, dan kebutuhan akan keyakinan pada diri sendiri, dan Tuhan. Ada 5 dasar kebutuhan s
piritual manusia, yaitu: arti dan tujuan hidup, perasaan misteri, pengabdian, rasa percaya d
an harapan di waktu kesusahan (Hawari, 2002).
Kebutuhan cairan dan elektrolit adalah suatu proses dinamik karena metabolisme tub
uh membutuhkan perubahan yang tetap dalam berespon terhadap stresor fisiologis.
Seseorang perlu untuk memenuhi kebutuhan spiritual, cairan, dan elektrolit bagi kela
ngsungan hidupnya. Jika ketiga kebutuhan tersebut tidak terpenuhi maka akan menimbula
n gangguan fisiologi atau patofisiologi yang cukup fatal. Dalam kebutuhan spiritual, sepert
i distres spiritual, ansietas, ketidakefektifan koping, dan keputusasaan. Dalam kebutuhan c
airan dan elektrolit, seperti kekurangan volume cairan terjadi ketika tubuh kehilangan cair
an dan elektrolit dalam jumlah jumlah yang perposional. Kondisi seperti ini disebut disebu
t juga hipovolemia.
Maka dari itu perlu adanya pembahasan mengenai kebutuhan spiritual, cairan dan el
ektrolit.
2. Rumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud dengan kebutuhan spiritual, cairan, dan elektrolit?
b. Apa saja etiologi kebutuhan spiritual, cairan, dan elektrolit?
c. Apa saja patofisiologi kebutuhan spiritual, cairan, dan elektrolit?
d. Apa saja manifestasi klinis kebutuhan spiritual, cairan, dan elektrolit?
e. Apa saja pemeriksaan fisik kebutuhan spiritual, cairan, dan elektrolit?
f. Apa saja pemeriksaan penunjang kebutuhan spiritual, cairan, dan elektrolit?
3. Tujuan
a. Umum
Untuk mengetahui tentang Kebutuhan Spiritual, Cairan, dan Elektrolit.
b. Khusus
1) Untuk mengetahui definisi kebutuhan spiritual, cairan, dan elektrolit.
2) Untuk mengetahui etiologi kebutuhan spiritual, cairan, dan elektrolit.
3) Untuk mengetahui patofisiologi kebutuhan spiritual, cairan, dan elektrolit.

1
4) Untuk mengetahui manifestasi klinis kebutuhan spiritual, cairan, dan elektrolit.
5) Untuk mengetahui pemeriksaan fisik kebutuhan spiritual, cairan, dan elektrolit.
6) Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang kebutuhan spiritual, cairan, dan elektrolit.

2
BAB II
PEMBAHASAN
1. Definisi
a. Kesehatan Spiritual
Kebutuhan spiritual adalah harmonisasi dimensi kehidupan. Dimensi ini termasuk
menemukan arti, tujuan, menderita, dan kematian; kebutuhan akan harapan dan keyakin
an hidup, dan kebutuhan akan keyakinan pada diri sendiri, dan Tuhan. Ada 5 dasar keb
utuhan spiritual manusia, yaitu: arti dan tujuan hidup, perasaan misteri, pengabdian, ras
a percaya dan harapan di waktu kesusahan (Hawari, 2002).
Menurut Burkhardt dalam Hamid (2000) spiritualitas meliputi aspek sebagai beri
kut:
1) Berhubungan dengan sesuatu yang tidak diketahui.
2) Ketidakpastian dalam kehidupan.
3) Menemukan arti dan tujuan hidup.
4) Menyadari kemampuan untuk menggunakan sumber dan kekuatan dalam diri sendiri.

5) Mempunyai perasaan keterikatan dengan diri sendiri dan dengan Yang Maha Tinggi.
b. Cairan dan Elektrolit
1) Distribusi cairan tubuh
Cairan tubuh di distribusi dalam dua kompartemen, yaitu:
a) Cairan ekstra sel (CES)
 Cairan interstitial (CI): cairan diantara sel, sekitar 15% berat tubuh.
 Cairan intra vaskular (CIV): terdiri dari plasma (cairan limfe) dan darah, meny
usun 5% berat tubuh.
b) Cairan intra sel (CIS): cairan dalam membran sel, membentuk 40% berat tubuh.
2) Komposisi cairan tubuh
a) Elektrolit: senyawa yang jika larut dalam air akan pecah menjadi ion dan mampu
membawa muatan listrik.
 Kation: elektrolit yang mempunyai muatan positif
 Anion: elektrolit yang mempunyai muatan negatif
b) Mineral: senyawa jaringan dan cairan tubuh, berfungsi dalam:
 mempertahankan proses fisiologis;
 sebagai katalis dalam respons saraf, kontraksi otot, dan metabolisme zat gizi;

3
 mengatur keseimbangan elektrolit dan produksi hormon, menguatkan struktur t
ulang.
c) Sel: unit fungsional dasar dari jaringan tubuh, contohnya eritrosit dan leukosit.
3) Pergerakan cairan tubuh
a) Difusi
Yaitu proses dimana partikel berpindah dari daerah berkonsentrasi tinggi ke
daerah berkonsentrasi rendah, sehingga distribusi partikel dalam cairan merata ata
u melewati membran sel yang permeabel. Contoh: gerakan oksigen dari alveoli pa
ru ke darah kapiler pulmoner.
b) Osmosis
Yaitu perpindahan pelarut melalui membran semipermeabel dari larutan de
ngan zat pelarut (solut) konsentrasi rendah ke larutan dengan solut konsentrasi tin
ggi.
c) Filtrasi
Yaitu proses gerakan air dan zat terlarut dari area dengan tekanan hidrostati
k tinggi ke area dengan tekanan hidrostatik rendah. Tekanan hidrostatik adalah te
kanan yang dibuat oleh berat cairan. Filtrasi penting dalam mengatur cairan kelua
r dari arteri ujung kapiler.
d) Transpor aktif
Transpor aktif memerlukan aktivitas metabolik dan pengeluaran energi untu
k menggerakkan berbagai materi guna menembus membran sel dari daerah konse
ntrasi rendah atau sama ke daerah konsentrasi sama atau lebih besar. Contoh: po
mpa natrium kalium, natrium dipompa keluar dari sel dan kalium dipompa masuk
ke dalam sel.

4) Pengaturan cairan tubuh


a) Asupan cairan
Asupan cairan diatur melalui mekanisme rasa haus, yang berpusat di hipotal
amus. Air dapat diperoleh dari asupan makanan (buah, sayuran, dan daging, serta
oksidasi bahan makanan selama proses pencernaan). Sekitar 220 ml air diproduks
i setiap hari selama metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak berlangsung.
b) Haluaran cairan
Cairan terutama dikeluarkan melalui ginjal dan saluran gastrointestinal. Pad
a orang dewasa, ginjal setiap menit menerima sekitar 125 ml plasma untuk disarin

4
g dan memproduksi urine. Jumlah urine yang diproduksi ginjal dipengaruhi oleh
hormon antideuretik (ADH) dan aldosteron. Kehilangan air melalui kulit diatur ol
eh saraf simpatis, yang mengaktifkan kelenjar keringat.
c) Hormon
Hormon utama yang memengaruhi keseimbangan cairan dan elektrolit adal
ah ADH dan aldosteron. ADH menurunkan produksi urine dengan cara meningka
tkan reabsosrbsi air oleh tubulus ginjal dan air akan dikembalikan ke dalam volu
me darah sirkulasi. Aldosteron mengatur keseimbangan natrium dan kalium, men
yebabkan tubulus ginjal mengekskresi kalium dan mengabsorbsi natrium, akibatn
ya air akan direabsorbsi dan dikembalikan ke volume darah. Glukokortikoid mem
engaruhi keseimbangan cairan dan elektrolit.
5) Pengaturan elektrolit
a) Kation
Kation utama, yaitu narium (Na+), kalium (K+), kalsium (Ca²+), dan magn
esium (Mg²+), terdapat di dalam cairan ekstrasel dan intrasel. Kerja ion ini meme
ngaruhi transmisi neurokimia dan neuromuskular, yang memengaruhi fungsi otot,
irama dan kontraktilitas jantung, perasaan dan perilaku, fungsi saluran pencernaa
n, dan proses lain. Natrium merupakan kation yang paling banyak jumlahnya dala
m cairan ekstrasel. Nilai natrium serum 135-145 mEq/L. Natrium diatur oleh asup
an garam, aldosteron, dan haluaran urine. Kalium merupakan kation intrasel utam
a, nilai kalium serum 3,5-5,3 mEq/L. Kalium diatur oleh ginjal, dengan pertukara
n ion kalium dengan ion natrium di tubulus ginjal. Kalsium banyak terdapat di dal
am tubuh. Nilai kalsium serum 4-5 mEq/L. Kalsium diatur melalui kerja kelenjar
paratiroid dan tiroid. Magnesium merupakan kation terpenting kedua di dalam cai
ran intrasel. Nilai magnesium serum 1,5-2,5 mEq/L. Magnesium terutama diekskr
esi melalui mekanisme ginjal.
b) Anion
Anion utama adalah klorida (Clon bikarbonat (HCOlam cairan intrasel. Nila
i magnesium serum 1,5-2,5 mEq/L. Magnesium terutama diekskresi melalui meka
nisme ginjal. al.iran, elektrolit, dan asam basa. Klorida ditemukan di dalam cairan
ekstrasel dan intrasel. Nilai klorida serum 100- 106 mEq/L. Klorida diatur melalu
i ginjal. Bikarbonat adalah bufer dasar kimia yang utama di dalam tubuh, ditemuk
an dalam cairan ekstrasel dan intrasel. Nilai bikarbonat arteri mEq/L, dan bikarbo
nat vena 24-30 mEq/L, bikarbonat diatur oleh ginjal Fosfat merupakan anion bufe

5
r dalam cairan intrasel dan ekstrasel. Nilai fosfat serum 2,5-4,5 mg/100 ml. Konse
ntrasi fosfat serum diatur oleh ginjal, hormon paratiroid, dan vitamin D teraktivas
i.
2. Etiologi
a. Kesehatan Spiritual
Menurut Taylor/Craven (1997), faktor-faktor yang mempengaruhi spiritual seseor
ang adalah sebagai berikut.
1) Tahap Perkembangan Seseorang
Berdasarkan hasil penelitian terhadap anak-anak dengan empat negara berbeda
ditemukan bahwa mereka mempunyai persepsi tentang Tuhan dan bentuk sembahya
ng yang berbeda menurut usia, seks, agama, dan kepribadian anak.
2) Keluarga
Peran orang tua sangat menentukan dalam perkembangan spiritual anak. Hal y
ang penting bukan apa yang diajarkan oleh orang tua pada anak tentang Tuhan, tetap
i apa yang anak pelajari mengenai Tuhan, kehidupan, diri sendiri dari perilaku orang
tua mereka. Oleh karena keluarga merupakan lingkungan terdekat dan pengalaman p
ertama anak dalam mempersepsikan kehidupan di dunia, maka pandangan anak ada
umumnya diwarnai oleh pengalaman mereka dalam berhubungan dengan saudara da
n orang tua.
3) Latar Belakang Etnik dan Budaya
Sikap, keyakinan, dan nilai dipengaruhi oleh latar belakang etnik dan budaya.
Pada umumnya seseorang akan mengikuti tradisi agama dan spiritual keluarga. Anak
belajar pentingnya menjalankan kegiatan agama termasuk nilai moral dari hubungan
keluarga. Akan tetapi perlu diperhatikan apapun tradisi agama atau sistem kepercaya
an yang dianut individu, tetap saja pengalaman spiritual unik bagi setiap individu.
4) Pengalaman Hidup Sebelumnya
Pengalaman hidup baik yang positif maupun pengalaman negatif dapat mempe
ngaruhi spiritual seseorang. Pengalaman hidup yang menyenangkan seperti pernikah
an, kelulusan, atau kenaikan pangkat menimbulkan syukur pada Tuhan. Peristiwa bu
ruk dianggap sebagai suatu cobaan yang diberikan Tuhan pada manusia untuk meng
uji imannya.
5) Krisis dan Perubahan
Krisis dan perubahan dapat menguatkan kedalaman spiritual seseorang. Krisis
sering dialami ketika seseorang menghadapi penyakit, penderitaan, proses penuaan,

6
kehilangan, dan bahkan kematian. Bila klien dihadapkan pada kematian, maka keyak
inan spiritual dan keinginan untuk sembahyang atau berdoa lebih meningkat dibandi
ngkan dengan pasien yang berpenyakit tidak terminal.
6) Terpisah dari Ikatan Spiritual
Menderita sakit terutama yang bersifat akut, seringkali membuat individu terpi
sah atau kehilangan kebebasan pribadi dan sistem dukungan sosial. Kebiasaan hidup
sehari-hari juga berubah antara lain tidak dapat menghadiri acara sosial, mengikuti k
egiatan agama dan tidak dapat berkumpul dengan keluarga atau teman yang biasa m
emberikan dukungan setiap saat diinginkan. Terpisahnya klien dari ikatan spiritual b
erisiko terjadinya perubahan fungsi spiritual.
7) Isu Moral Terkait dengan Terapi
Pada kebanyakan agama, proses penyembuhan dianggap sebagai cara Tuhan u
ntuk menunjukkan kebesarannya walaupun ada juga agama yang menolak intervensi
pengobatan. Prosedur medis seringkali dapat dipengaruhi oleh ajaran agama seperti s
irkumsisi, transplantasi organ, sterilisasi, dan lain-lain. Konflik antara jenis terapi de
ngan keyakinan agama sering dialami oleh klien dan tenaga kesehatan.
8) Asuhan Keperawatan yang Kurang Sesuai
Ketika memberikan asuhan keperawatan kepada klien, perawat diharapkan pek
a terhadap kebutuhan spiritual klien, tetapi dengan berbagai alasan ada kemungkinan
perawat justru menghindar untuk memberi asuhan spiritual. Alasan tersebut antara la
in karena perawat merasa kurang nyaman dengan kehidupan spiritualnya kurang me
nganggap penting kebutuhan spiritual, tidak mendapatkan pendidikan tentang aspek
spiritual dalam keperawatan, atau merasa bahwa pemenuhan kebutuhan spiritual klie
n bukan menjadi tugasnya, tetapi tanggung jawab pemuka agama.
b. Cairan dan Elektrolit
1) Ketidakseimbangan volume cairan
a) Kekurangan volume cairan
Kehilangan cairan dari system gastrointestinal seperti diare, muntah dari fist
ula atau selang. Keringat berlebihan, demam, penurunan asupan cairan per oral, p
enggunaan obat-obatan diuretik.  
b) Kelebihan volume cairan
Kelebihan volume cairan gagal jantung kongestif, gagal ginjal, sirosis, peni
ngkatan kadar aldosteron dan steroid di dalam serum, asupan natrium berlebih.
c) Sindrom ruang ketiga

7
Hipertensi portal, abstruksi usus halus, peritonitis, luka bakar

 
d) Ketidakseimbangan hiperosmolar 
Diabetes insipidus. Interupsi dorongan rasa haus yang dikontrol secara neurologis
ketoasidosis diabetic, pemberian cairan hipertonik.
e) Ketidakseimbangan hipoosmolar 
Asupan cairan berlebih
2) Ketidakseimbangan elektrolit
a) Hiponatremia
Penyakit ginjal insufisiensi adrenal kehilangan melalui gastrointestinal peng
eluaran diuretic.
b) Hipernatremia
Mengkonsumsi sejumlah besar larutan garam pekat, pemberian larutan salin
hipertonik lewat IV secara iatrogenic.
c) Hipokalemiagastrointestial
Penggunaan diuretic yang dapat membuang kalium, diare, muntah atau kehi
langan cairan lain melalui saluran.
d) Hiperkalemia
Gagal ginjal, dehidrasi hipertonik, kerusakan selular yang parah seperti akib
at luka bakar dan trauma.
e) Hipokalsemia
Pemberian darah yang mengandung sitrat dengan cepat, hipoalbuminemia,
hopoparatiroidisme, difisiensi vitamin d, penyakit-penyakit neoplastik, pancreatiti
s.
f) Hiperkalsemia
Metastase tumor tulang, penyakit paget, osteoporosis, imobilisasi yang lama.
3. Patofisiologi
a. Kesehatan Spiritual
1) Distres Spiritual
Gangguan kemampuan untuk mengalami dan mengintegrasikan makna dan tuj
uan hidup melalui hubungan dengan diri sendiri, orang lain, seni, musik, literatur, al
am, dan atau kekuatan yang lebih besar dari pada diri sendiri.
2) Ansietas

8
Perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran yang samar disertai respon autonom
(sumber sering kali tidak spesifik atau tidak diketahui oleh individu) perasaan takut
yang disebabkan oleh antisipasi terhadap bahaya. Hal ini merupakan isyarat kewaspa
daan yang memperingatkan individu akan adanya bahaya dan memampukan individ
u untuk bertindak menghadapi ancaman.
3) Ketidakefektifan Koping
Ketidakmampuan untuk membentuk penilaian valid tentang stresor, ketidakad
ekuatan pilihan respon yang dilakukan, dan atau ketidakmampuan untuk menggunak
an sumber daya yang tersedia.
4) Keputusasaan
Kondisi subjektif yang ditandai dengan individu memandang hanya ada sedikit
atau bahkan tidak ada alternatif atau pilihan pribadi dan tidak mampu memobilisasi e
nergi demi kepentingan sendiri.
b. Cairan dan Elektrolit
Kekurangan volume cairan terjadi ketika tubuh kehilangan cairan dan elektrolit d
alam jumlah jumlah yang perposional. Kondisi seperti ini disebut disebut juga hipovole
mia. Umumnya gangguan ini diawali dengan kehilangan cairan intravaskuler, lalu diiku
ti dengan perpindahan cairan intraseluler menuju intraveskuler menuju intraveskuler se
hingga menyebabkan penurunan cairan ekstraseluler. Secara umum, defisit volume cair
an disebabkan oleh beberapa hal, yaitu kehilangan cairan abnormal melalui kulit, penur
unan asupan cairan, pendarahan dan pergerakan cairan ke lokasi ketiga (lokasi tempat c
airan berpindah dan tidak mudah untuk mengembalikannya ke lokasi semula dalam kon
disi cairan ekstraseluler istirahat). Cairan dapat berpindah dari sisi intravaskuler menuju
lokasi potensial seperti pleura, peritoneum, pericardium, atau rongga sendi. Selain itu, k
ondisi tertentu seperti terperangkapnya cairan dalam saluran pencernaan, dapat terjadi a
kibat obstruksi saluran pencernaan (Faqih, 2011).

4. Manifestasi Klinis
a. Kesehatan Spiritual
1) Pasien kesepian

9
Pasien dalam keadaan sepi dan tidak ada yang menemani akan membutuhkan
bantuan spiritual karena mereka merasakan tidak ada kekuatan selain kekuatan Tuha
n, tidak ada yang menyertainya selain Tuhan.
2) Pasien ketakutan dan cemas
Adanya ketakutan atau kecemasan dapat menimbulkan perasaan kacau, yang d
apat membuat pasien membutuhkan ketenangan pada dirinya dan ketenangan yang p
aling besar adalah bersama Tuhan.
3) Pasien menghadapi pembedahan
Menghadapai pembedahan adalah sesuatu yang sangat mengkhawatirkan karen
a akan timbul perasaan antara hidup dan mati. Pada saat itulah keberadaan pencipta
dalam hal ini adalah Tuhan sangat penting sehingga pasien selalu membutuhkan ban
tuan spiritual.
4) Pasien yang harus mengubah gaya hidup
Perubahan gaya hidup dapat membuat seseorang lebih membutuhkan keberada
an Tuhan. Pola gaya hidup dapat membuat kekacauan keyakinan bila kearah yang le
bih buruk. Akan tetapi bila perubahan gaya hidup ke arah yang lebih baik, maka pasi
en akan lebih membutuhkan dukungan spiritual.
b. Cairan dan Elektrolit
1) Haus
2) Anoreksia Perubahan tanda-tanda vital
3) Cemas atau pucat
4) Rasa malas
5) Perubahan status mental
6) Penurunan volume/tekanan nadi
7) Penurunan turgor kulit/lidah
8) Penurunan saluaran urin
9) Kulit/membran kulit mukosa kering
5. Pemeriksaan Fisik
a. Kesehatan Spiritual
Pada umumnya karakteristik klien yang berpotensi mengalami distres spiritual adal
ah sebagai berikut:
1) Klien yang tampak kesepian dan sedikit pengunjung
2) Klien yang mengepresikan rasa takut dan cemas

10
3) Klien yang mengekspresikan keraguan terhadap sistem kepercayaan agama
4) Klien yang mengepresikan rasa takut terhadap kematian
5) Klien yang akan dioperasi
6) Penyakit yang berhubungan dengan emosi atau implikasi sosial dan agama
7) Mengubah gaya hidup
8) Peokupasi tentang hubungan agama dengan kesehatan
9) Tidak dapat dikunjungi oleh pembuka agama
10) Tidak mampu atau menolak melakukan ritual spiritual
11) Memverbalisasikan bahwa penyakit yang dideritanya merupakan hukuman dari Tu
han
12) Mengekspresikan kemarahannya terhadap Tuhan
13) Mempertayakan rencana terapi karena bertentangan dengan keyakinan agama
14) Sedang menghadapi sakaratul maut
b. Cairan dan Elektrolit
1) Integumen: keadaan turgor kulitedema, kelelahan, kelemahan otot, tetani, dan sensas
i rasa.  
2) Kardiovaskuler: distensi vena jugularis, tekanan darah, hemoglobin, dan bunyi jantu
ng.
3) Mata: cekung, air mata kering.
4) Neurologi: refleks, gangguan motorik dan sensorik, tingkat kesadaran.
5) Gastrointestinal: keadaan mukosa mulut, mulut dan lidah, muntah-muntah, dan bisin
g usus.

6. Pemeriksaan Penunjang
a. Kesehatan Spiritual
1) Lab
2) Foto rontgen
3) USG
b. Cairan dan Elektrolit
1) Pemeriksaan elektrolit
2) Darah lengkap
3) pH

11
4) Berat jenis urin
5) Analisa Gas Darah (AGD)

BAB III
PENUTUP

12
1. Kesimpulan
Kebutuhan spiritual adalah harmonisasi dimensi kehidupan. Dimensi ini termasuk m
enemukan arti, tujuan, menderita, dan kematian; kebutuhan akan harapan dan keyakinan hi
dup, dan kebutuhan akan keyakinan pada diri sendiri, dan Tuhan. Ada 5 dasar kebutuhan s
piritual manusia, yaitu: arti dan tujuan hidup, perasaan misteri, pengabdian, rasa percaya d
an harapan di waktu kesusahan (Hawari, 2002).
Kebutuhan cairan dan elektrolit adalah suatu proses dinamik karena metabolisme tub
uh membutuhkan perubahan yang tetap dalam berespon terhadap stresor fisiologis.
Etiologi kebutuhan spiritual dipengaruhi oleh tahap perkembangan seseorang, keluar
ga, latar belakang etnik dan budaya, pengalaman hidup sebelumnya, krisis dan perubahan,
terpisah dari ikatan spiritual, isu moral terkait dengan terapi, dan asuhan keperawatan yang
kurang sesuai. Adapun etiologi kebutuhan cairan, seperti kekurangan volume cairan, keleb
ihan volume cairan, sindrom ruang ketiga, ketidakseimbangan hiperosmolar, dan ketidakse
imbangan hipoosmolar. Etiologi kebutuhan elektrolit, seperti hyponatremia, hypernatremia,
hipokalemiagastrointestial, hiperkalemia, hipokalsemia, dan hiperkalsemia.
Patofisiologi kebutuhan spiritual, seperti distres spiritual, ansietas, ketidakefektifan k
oping, dan keputusasaan. Dalam kebutuhan cairan dan elektrolit, seperti kekurangan volu
me cairan terjadi ketika tubuh kehilangan cairan dan elektrolit dalam jumlah jumlah yang
perposional. Kondisi seperti ini disebut disebut juga hipovolemia.
Manifestasi klinis kebutuhan spiritual, seperti pasien kesepian, pasien ketakutan dan
cemas, pasien menghadapi pembedahan, dan pasien yang harus mengubah gaya hidup. Dal
am kebutuhan cairan dan elektrolit, seperti haus, anoreksia, perubahan tanda-tanda vital, c
emas atau pucat, rasa malas, dan lainnya.
Pemeriksaan fisik kebutuhan spiritual, seperti klien yang tampak kesepian dan sediki
t pengunjung, klien yang mengepresikan rasa takut dan cemas, klien yang mengekspresika
n keraguan terhadap sistem kepercayaan agama, klien yang mengepresikan rasa takut terha
dap kematian, klien yang akan dioperasi dan lainnya. Dalam kebutuhan cairan dan elektrol
it, seperti keadaan turgor kulit, edema, kelelahan, distensi vena jugularis, gastrointestinal,
dan lainnya.
Pemeriksaan penunjang kebutuhan spiritual, cairan, dan elektrolit, seperti lab, foto ro
ntgen, usg, pemeriksaan elektrolit, darah lengkap, ph, berat jenis urin, dan analisa gas dara
h (AGD).
2. Saran

13
Perlu adanya penyesuaian dan pembelajaran lebih baik dari mahasiswa perawat dala
m mengetahui dan mengaplikasikan pengetahuan mengenai kebutuhan spiritual, cairan, da
n elektrolit sehingga dapat mencegah dan menangani penyakit yang diderita oleh klien.

DAFTAR PUSTAKA

14
Andayani, Risma. 2021. Laporan Pendahuluan Kebutuhan Cairan dan Elektrolit. https://id.scr
ibd.com/document/323507719/LAPORAN-PENDAHULUAN-KEBUTUHAN-CAIRA
N-DAN-ELEKTROLIT. (diakses pada tanggal 11 Desember 2021)
Rahayu, Suharsih, Addi Mardi Harnanto. 2016. Kebutuhan Dasar Manusia II. Jakarta: Pusdik
SDM Kesehatan.
Tria, Sunita. 2021. Laporan Pendahuluan Spiritual. https://id.scribd.com/doc/283151922/Lap
oran-Pendahuluan-Spiritual. (diakses pada tanggal 11 Desember 2021)

15
MAKALAH
PERSONAL HYGIENE, KEBERSIHAN LINGKUNGAN DAN I
STIRAHAT TIDUR
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Early Exposure I Mata Kuliah Keperawatan Da
sar II

Dosen Pembimbing : Ida S.Kep., Ners., M.Kep

Disusun oleh :
Nurul Halimah (C1AA20073)

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUKABUMI

2021

i
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat da
n karunia- Nya, kami dapat menyelesaikan tugas penulisan makalah Kami berhara
p makalah ini dapat menjadi referensi bagi pihak yang membutuhkan. Selain itu, k
ami juga berharap agar pembaca mendapatkan sudut pandang baru setelah memba
ca makalahini.

Penulis menyadari makalah ini masih memerlukan penyempurnaan, terutama pada


bagian isi. Kami menerima segala bentuk kritik dan saran pembaca demi penyemp
urnaan makalah. Apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini, kami mem
ohon maaf.

Demikian yang dapat kami sampaikan. Akhir kata, semoga ini dapat bermanfaat

Sukabumi, 13 Desember 2021

Nurul Halimah

ii
DAFTAR ISI
SAMPUL i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
2. Rumusan Masalah
3. Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
1. Definisi
2. Etiologi
3. Patofisiologi
4. Manifestasi Klinis
5. Pemeriksaan Fisik
6. Data Penunjang
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Kebersihan sangat berpengaruh terhadap kesehatan. Dalam kehidupan sehari-hari keb


ersihan merupakan hal yang sangat penting dan harus diperhatikan karena kebersihan akan m
empengaruhi kesehatan dan psikis seseorang. Kebersihan itu sendiri sangat berpengaruh diant
aranya kebudayaan, sosial, keluarga, pendidikan. Persepsi seseorang terhadap kesehatan,serta
perkembangan ( dalam Tarwoto & Wartonah 2006).

Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam memenuhi keb
utuhannya guna memepertahankan kehidupannya, kesehatan dan kesejahteraan sesuai de
ngan kondisi kesehatannya, klien dinyatakan terganggu keperawatan dirinya jika tidak da
pat melakukan perawatan diri ( Depkes 2000). Defisit perawatan diri adalah gangguan ke
mampuan untuk melakukan aktifitas perawatan diri (mandi, berhias, makan, toileting) (N
urjannah, 2004).

Kebersihan lingkungan merupakan hal yang tak terpisahkan dari kehidupan manu
sia dan merupakan unsur yang fundamental dalam ilmu kesehatan dan pencegahan. Yang
dimaksud dengan kebersihan lingkungan adalah menciptakan lingkungan yang sehat sehi
ngga tidak mudah terserang berbagai penyakit seperti demam berdarah, muntaber dan lai
nnya. Ini dapat dicapai dengan menciptakan suatu lingkungan yang bersih indah dan nya
man.

Istirahat merupakan keadaan relaks tanpa adanya tekanan emosional, bukan hany
a dalam keadaan tidak beraktivitas tetapi juga kondisi yang membutuhkan ketenangan. K
ata istirahat berarti berhenti sebentar untuk melepaskan lelah, bersantai untuk menyegark
an diri atau melepaskan diri dari segala hal yang membosankan, menyulitkan bahkan me
njengkelkan (Hidayat, 2008).

1.2 Rumusan Masalah

1. Definisi Prosedur hygiene, Perawatan diri, Istirahat dan tidur


2. Etiologi Prosedur hygiene, Perawatan diri, Istirahat dan tidur
3. Patofisiologi Prosedur hygiene, Perawatan diri, Istirahat dan tidur
4. Manifestasi Klinis Prosedur hygiene, Perawatan diri, Istirahat dan tidur

1
5. Pemeriksaan Fisik Prosedur hygiene, Perawatan diri, Istirahat dan tidur
6. Pemeriksaan Penunjang Prosedur hygiene, Perawatan diri, Istirahat dan tidur

1.3 Tujuan Penulisan


1. Mengetahui Prosedur hygiene, Perawatan diri, Istirahat dan tidur
2. Mengetahui Prosedur hygiene, Perawatan diri, Istirahat dan tidur
3. Mengetahui Prosedur hygiene, Perawatan diri, Istirahat dan tidur
4. Mengetahui Prosedur hygiene, Perawatan diri, Istirahat dan tidur
5. Mengetahui Prosedur hygiene, Perawatan diri, Istirahat dan tidur
6. Mengetahui Prosedur hygiene, Perawatan diri, Istirahat dan tidur

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
A. Prosedur Hygiene
Menurut Depkes RI (2005) higiene adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara d
an melindungi kebersihan individu, misalnya mencuci tangan untuk kebersihan tangan, me
ncuci piring untuk melindungi kebersihan piring, membuang bagian makanan yang rusak
untuk melindungi keutuhan makanan secara keseluruhan. Sedang dalam Depkes RI (1994)
lebih kepada upaya penyehatan diri.
Pengertian hygiene adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi
kebersihan individu, maka dapat disimpulkan bahwa higiene adalah usaha kesehatan yang
preventif yang menitik beratkan kegiatannya pada usaha kesehatan individu maupun usaha
kesehatan pribadi hidup manusia. Dalam kata lain, Higiene adalah ilmuyang berkaitan den
gan pencegahan penyakit dan pemeliharaan kesehatan (thesciene concerned witht hepreve
ntion of illness and maintanance of health)(Wulan,2014).

B. Perawatan Diri
Menurut ( Depkes 2000) Salah satu kemampuan dasar manusia dalam memenuhi kebut
uhannya guna memepertahankan kehidupannya, kesehatan dan kesejahteraan sesuai denga
n kondisi kesehatannya, klien dinyatakan terganggu keperawatan dirinya jika tidak dapat
melakukan perawatan diri..
Menurut Poter. Perry (2005), perawatan diri (Personal hygiene) adalah suatu tindakan
untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psiki
s, kurang perawatan diri adalah kondisi dimana seseorang tidak mampu melakukan perawa
tan kebersihan untuk dirinya (Tarwoto dan Wartonah 2000).

C. Kebersihan Lingkungan dan Istirahat Tidur


- Kebersihan Lingkungan
Kebersihan lingkungan adalah kebersihan tempat tinggal, tempat bekerja, dan berbagai
sarana umum. Kebersihan tempat tinggal dilakukan dengan cara melap jendela dan perabot rumah tan
gga, menyapu dan mengepel lantai, mencuci peralatan masak dan peralatan makan misalnya dengan a
bu gosok, membersihkan kamar mandi dan jamban, serta membuang sampah. Kebersihan lingkunga
n dimulai dari menjaga kebersihan halaman danselokan, dan membersihkan jalan di depan rumah dari
sampah

3
- Istirahat Tidur
Istirahat dan tidur adalah komponen esensial dari pemeriksaan fisik, mental dan penyimpang
an energi. Semua individu membutuhkan periode tertentu untuk tenang dan mengurangi aktivitas
sehingga badan akan mengembalikan energy dan membangun stamina. Kebutuhan istirahat dan t
idur dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, level perkembangan, status kesehatan, dan aktifitas.

2.2 Etiologi
a. Prosedur Hygiene
menurut Potter & Perry (2005), ada 7 faktor yang memengaruhi seseorang untuk
melakukan personal hygiene, antara lain:
- Citra Tubuh
Penampilan fisik seseorang adalah konsep subjektif dari citra tubuh. Citra tubuh
memengaruhi cara seseorang mempertahankan hygiene. Adanya perubahan fisik
yang disebabkan oleh pembedahan ataupun penyakit, makan dibutuhkan usaha
yang lebih untuk tetap mempertahankan hygiene.
- Praktik Sosial
Kelompok-kelompok sosial dalam pergaulan seseorang dapat sangat
memengaruhi hygiene. Saat usia anak-anak, praktik hygiene didapatkan dari orang
tua. Kebiasaan hidup di rumah, kebersihan lingkungan rumah, dan bagaimana anak
diajarkan cara merawat diri. Seiring dengan bertambahnya usia, pergaulan di
sekolah akan merubah cara praktik personal hygiene.
- Status Sosial Ekonomi
Pendapatan seseorang juga menjadi faktor yang sangat memengaruhi hygiene.
Kemampuan seseorang untuk membeli peralatan dan bahan-bahan untuk merawat
kebersihan diri dan lingkungan.
- Pengetahuan
Saat ini tidak sedikit seseorang yang tidak paham mengenai
pentingnya hygiene bagi kesehatan. Oleh karena itu, faktor pengetahuan juga
memengaruhi walaupun pengetahuan itu sendiri tidak cukup untuk memotivasi
seseorang untuk menerapkan personal hygiene dalam dirinya.
- Kebudayaan
Kebudayaan memengaruhi personal hygiene karena cara yang diterapkan di satu
daerah dan daerah lainnya akan berbeda. Penggunaan air untuk membersihkan diri

4
setelah dari jamban adalah budaya yang ada di Indonesia. Sedangkan, untuk di
negara-negara luar, seperti Jepang, China, dan Korea, cukup
menggunakan tissue saja.
- Pilihan Pribadi
Setiap individu pada dasarnya punya caranya sendiri untuk melakukan perawatan
terhadap dirinya, kapan waktu yang tepat, dan dengan apa perawatan diri itu
dilakukan.
- Kondisi Fisik
Pada saat sakit, terutama sakit keras, tentu kondisi fisik akan menurun, sehingga
kemampuan untuk merawat diripun berkurang. Perlu bantuan orang lain untuk
merawar diri.

b. Perawatan Diri
Perawatan diri erat kaitannya dengan kebersihan diri (personal hygiene), dima
na hal ini perlu diperhatikan dalam kehidupan sehari-hari karena memengaruhi kes
ehatan dan psikis seseorang. Kebersihan merupakan bagian dari penampilan dan ha
rga diri sehingga jika seseorang mengalami keterbatasan dalam pemenuhan kebutu
han tersebut mungkin saja akan memengaruhi kesehatan secara umum.
Tarwoto & Wartonah (2015) menyatakan bahwa ada beberapa faktor yang me
mengaruhi personal hygiene:
1. Citra tubuh Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersi
han diri misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga individu tidak pedul
i dengan kebersihan dirinya.
2. Praktik sosial Pada anak-anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka kem
ungkinan akan terjadi perubahan pola personal hygiene.
3. Status sosioekonomi Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabu
n, pasta gigi, sikat gigi, sampo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang u
ntuk menyediakannya.
4. Pengetahuan Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan
yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien menderita diab
etes 14 melitus ia harus menjaga kebersihan kakinya.
5. Budaya Pada sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh dima
ndikan.

5
6. Kebiasaan seseorang Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu
dalam perawatan diri seperti penggunaan sabun, sampo dan lain-lain.
7. Kondisi fisik atau psikis Pada penyakit tertentu kemampuan pasien untuk mera
wat diri berkurang dan perlu bantuan untuk melakukannya

c. Kebersihan Lingkungan dan Istirahat Tidur


Hal yang terkecil  yang bisa di lakukan adalah dengan membuang sampah pada tem
patnya. Lingkungan yang bersih dan nyaman itu akan membuat hati kita terasa damai. D
an dengan menjaga lingkungan agar tetap bersih itu akan membuat kita jauh dari berba
gai macam penyakit.
1. Buanglah sampah pada tempatnya
Buanglah sampah pada tempatnya. Akan lebih baik jika kita membuangnya
dengan membedakan sampah basah dengan sampah kering, dan sampah organik
dan non organik.

2. Buatlah jadwal piket


Buatlah jadwal untuk membersihkan rumah. Apabila kita tinggal dilingkungan
yang bersih, maka kita akan lebih merasa nyaman untuk tinggal dan terhindar dari
penyakit karena kotoran dan debu.

3. Biasakan membersihkan rumah


Biasakan kita untuk membersihkan kamar, kamar mandi, Dapur, halaman
rumah, selokan, dan area sekitar rumah secara rutin.

4. Membersihkan selokan-selokan
Tujuan dari membersihkan selokan adalah agar air di selokan tidak tersumbat
oleh sampah-sampah. Apabila selokan tersumbat bisa saja akan menimbulkan
aroma yang tidak sehat dan menimbulkan datangnya serangga seperti kecoa.

5. Bakar sampah yang tertimbun


Sampah yang sudah dibuang kalau sudah banyak sebaiknya dibakar agar tidak
berterbangan dan berserakan kembali.

6. Lakukan langkah 3 M

6
o Menutup tempat penyimpanan air
o Menguras bak mandi secara ritun
o Mengubur barang-barang bekas

7. Selalu terapkan 3B
o Buang sampah di tempat yang sudah di sediakan
o Bersihkan segala sesuatu yang kotor
o Biasakanlah untuk hidup sehat dan bersih

2.3 Patofisiologi
- Prosedur Hygiene
Dampak yang muncul pada masalah personal hygiene
a. Dampak Fisik
Banyak gangguan kesehatan yang diderita oleh seseorang karena tidak terperih
aranya kebersihan perorangan dengan baik. Gangguan fisik yang sering terjadi
adalah gangguan integritas kulit, gangguan mukosa mulut, infeksi pada mata da
n telingga serta gangguan fisik pada kuku.
b. Dampak Psikologi
Masalah social yang berhubungan dengan personal hygiene adalah gangguan k
ebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai dan mencinntai, kebutuhan harga dir
i dan kebutuhan interaksi sosial.

- Perawatan Diri
Menurut Tarwoto dan Wartonah (2000) , penyebab kurang perawatan diri adalah k
elelahan fisik dan penurunan kesadaran. Menurut Depkes (2000) dalam Mukhripah
Damaiyanti (2014). Penyebab kurang perawatan diri adalah: 1. Faktor Predisposisi
c. Perkembangan Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga pe
rkembangan inisiatif terganggu.
d. Biologis Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan per
awatan diri.

7
e. Kemampuan realitas turun Klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan re
alitas yang kurang menyebabkan ketidak pedulian dirinya dan lingkungan term
asuk perawatan diri.
f. Sosial Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri lingkungan.Sit
uasi lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan dalam perawatan diri.
2. Faktor Presipitasi Yang merupakan faktor presipitasi defisit perawatan diri adal
ah kurang penurunan motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual, cemas, lelah/le
mah yang dialami individu sehingga menyebabkan individu kurang mampu mela
kukan perawatan diri.

- Kebersihan Lingkungan dan Istirahat Tidur


- Kebersihan Lingkungan
Lingkungan yang sehat terkadang sering tidak kita perhatikan karena kesibuka
n dalam bekerja sehingga lingkungan sekitar tidak dijaga kebersihannya. Akib
at dari lingkungan yang tidak sehat dapat menimbulkan berbagai macam penya
kit, salah satu yang mengkhawatirkan adalah deman berdarah (DBD) karena d
apat menyebabkan kematian.

- Istirahat Tidur
Salah satu model yang digunakan untuk menjelaskan patofisiologi gangguan ti
dur adalah model neurokognitif. Model ini menerangkan bahwa faktor predisp
osisi, presipitasi, perpetuasi, dan neurokognitif adalah faktor-faktor yang mend
asari berkembangnya insomnia dan menjadikannya gangguan kronik. Model la
in yang bisa digunakan untuk adalah model psychobiologic inhibition, yang men
unjukkan bahwa tidur yang baik membutuhkan otomatisasi dan plastisitas. Oto
matisasi artinya bahwa inisiasi tidur dan maintenance  tidur bersifat involunter,
yang dikendalikan oleh homeostatis dan regulasi sirkadian. Plastisitas adalah k
emampuan sistem tubuh untuk mengakomodasi berbagai kondisi lingkungan.
Pada kondisi normal, tidur terjadi secara pasif (tanpa atensi, niat, atau usaha).
Situasi hidup yang penuh dengan stres bisa memicu berbagai respon arousal  fi
siologis dan psikologis, yang menimbulkan inhibisi terhadap de-arousal yang b
erhubungan dengan tidur dan menimbulkan gejala gangguan tidur

2.4 Manifestasi Klinis

8
- Prosedur Hygiene
Fisik
- Kulit kepala kotor dan rambut kusam, acak-acakan
- Hidung kotor telingga juga kotor
- Gigi kotor disertai mulut bau
- Kuku panjang dan tidak terawatt
- Badan kotor dan pakaian kotor
- Penampilan tidak rapi
Psikologis
- Malas, tidak ada inisiatif
- Menarik,diri,isolasi
- Merasa tidak berdaya,rendah diri dan hina
Social
- Interaksi kurang
- Kegiatan kurang
- Tidak mampu berprilaku sesuai norma, missal : cara makan berantakan, buang
air besar/kecil sembarangan, tidak dapat mandi/sikat gigi tidak dapat berpakaian se
ndiri

- Perawatan Diri
Fisik
- Kulit kepala kotor dan rambut kusam, acak-acakan
- Hidung kotor telingga juga kotor
- Gigi kotor disertai mulut bau
- Kuku panjang dan tidak terawatt
- Badan kotor dan pakaian kotor
- Penampilan tidak rapi
Psikologis
- Malas, tidak ada inisiatif
- Menarik,diri,isolasi
- Merasa tidak berdaya,rendah diri dan hina
Social
- Interaksi kurang
- Kegiatan kurang

9
- Tidak mampu berprilaku sesuai norma, missal : cara makan berantakan, buang
air besar/kecil sembarangan, tidak dapat mandi/sikat gigi tidak dapat berpakaian se
ndiri

- Istirahat dan Tidur


- Perasaan berputar yang kadang-kadang disertai mual, muntah, rasa kepala bera
t, nafsu makan turun, lidah pucat,lelah,nadi lemah,pusing (dizziness), nyeri ke
pala, penglihatan kabur,mulut pahit dan mata merah dan gelisah

2.5 Pemeriksaan Fisik


- Prosedur Hygiene
Menurut Wahit Iqbal Mubarak dkk,2015 terdapat beberapa macam penata laksana
personal hygiene, yaitu:
a. Personal hygiene pada kulit Cara merawat kulit sebagai berikut: 1) Mandi mini
mal dua kali sehari/ setelah beraktifitas
b. Gunakan sabun yang tidak bersifat iritatif
c. Jangan gunakan sabun mandi untuk wajah
d. Menyabuni seluruh tubuh terutama daerah lipatan kulit, misalnya sela-sela jari,
ketiak dan belakang telinga.
e. Mengeringkan tubuh dengan handuk yang lembut dari wajah, tangan, badan, hi
ngga kaki. b. Personal hygiene pada kuku dan kaki Cara merawat kuku: 1) Kuk
u jari tangan dapat di potong dengan pengikir atau memotong dalam bentuk ov
al(bujur) atau mengikuti bentuk jari.
f. jangan memotong kuku terlalu pendek karena bisa melukai selaput kulit dan ku
lit di sekitar kuku.
g. Jangan membersihkan kotoran di balik kuku dengan benda tajam, sebab akan
merusak jaringan di bawah kuku.
h. Potong kuku seminggu sekali atau sesuai kebutuhan.
i. Khusus untuk jari kaki sebaiknya kuku di potong segera setelah mandi atau di r
endam dengan air hangat terlebih dahulu.
j. Jangan menggigiti kuku karena akan merusak bagian kuku.
k. Personal hygiene pada rambut Cara merawat rambut:
o Cuci rambut 1-2 kali seminggu (sesuai kebutuhan) dengan memakai sampo
yang cocok.

10
- Perawatan Diri
Personal hygiene pada mata Cara merawat mata:
1) Usaplah kotoran mata dari sudut mata bagian dalam kesudut bagian luar
2) Saat mengusap mata gunakanlah kain yang paling bersih dan lembut
3) Lindungi mata dari kemasukan debu dan kotoran
4) Bila menggunakan kacamata, hendaklah selalu dipakai
5) Bila mata sakit cepat periksakan kedokter
Personal hygiene pada hidung Cara merawat hidung:
1) Jaga agar lubang hidung tidak kemasukan air atau benda kecil
2) Jangan biarkan benda kecil masuk kedalam hidung
3) Sewaktu mengeluarkan debu dari lubang hidung, hembuskan secara perlahan de
ngan membiarkan lubang hidung terbuka. 17
4) Jangan mengeluarkan kotoran dari lubang hidung dengan menggunakan jari kar
ena dapat mengiritasi mukosa hidung.
Personal hygiene pada gigi dan mulut Cara merawat hidung dan mulut :
1) Tidak makan-makanan yang terlalu manis dan asam
2) Tidak menggunakan gigi atau mencongkel benda keras.
3) Menghindari kecelakaan seperti jatuh yang menyebabkan gigi patah.
4) Menyikat gigi sesudah makan dan khususnya sebelum tidur.
5) Menyikat gigi dari atas kebawah dan seterusnya
6) Memakai sikat gigi yang berbulu banyak, halus dan kecil.
7) Memeriksa gigi secara teratur setiap enam bulan.
Personal hygiene pada telinga Cara merawat telinga :
1) Bila ada kotoran yang menyumbat telinga keluarkan secara perlahan dengan me
nggunakan penyedot telinga
2) Bila menggunakan air yang disemprotkan lakukan dengan hati-hati agar tidak te
rkena air yang berlebihan
3) Aliran air yang masuk hendaklah diarahkan kesaluran telingan dan bukan langsu
ng kegendang telinga.
4) Jangan menggunakan alat yang tajam untuk membersihkan telinga karena dapat
merusak gendang telinga.
Personal hygiene pada genetalia Cara merawat genetalia:
1) Wanita: perawatan perineum dan area genetalia eksterna di lakukan pada saat m
andi 2x sehari

11
2) Pria: perawatan di lakukan 2x sehari pada saat mandi. Pada pria terutama yang b
elum di sirkumsisi karena adanya kulup pada penis yang menyebabkan urine muda
h terkumpul di sekitar gland penis yang lama kelamaan dapat menyebabkan timbul
nya berbagai penyakit seperti kanker penis.

2.6 Pemeriksaan Penunjang


- Prosedur Hygiene
program Jamkesmas. Program jamkesmas merupakan upaya pemerintah untuk me
menuhi hak pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin sebagaimana diamanatka
n Undang Undang Dasar 1945 pasal 28H dan Undang Undang Nomor 23 Tahun 19
92 tentang Kesehatan.

- Perawatan Diri
a. Pemeriksaan laboratorium Meliputi : pemeriksaan darah rutin, pemeriksaan uri
n rutin, pemeriksaan kimia darah, pemeriksaan serologi.
b. Pemeriksaan radiagnostik (x-foto tulang belakang, x–foto kpeal dsb)
c. Pemeriksaan penunjang yang lain ( CT Joan , LP) 8) Diagnosa Banding
a. Defisit Perawatan Diri : Mandi
b. Defisit Perawatan Diri : Berpakaian
c. Defisit Perawatan Diri : Makan
d. Defisit Perawatan Diri : Eliminasi Diri :

- Istirahat dan Tidur


Polisomnografi, yaitu studi tidur yang menilai kadar oksigen, pergerakan
tubuh, dan gelombang otak untuk menentukan cara mereka mengganggu tidur.
Electroencephalogram, yaitu pemeriksaan yang dilakukan untuk menilai aktivitas
elektrik di dalam otak dan mendeteksi potensi masalah.
Pemeriksaan darah genetik, umumnya berguna untuk mendiagnosis narkolepsi dan
kondisi kesehatan lainnya yang mungkin menyebabkan gangguan tidur.

12
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
hygiene adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan i
ndividu, maka dapat disimpulkan bahwa higiene adalah usaha kesehatan yang preventif ya
ng menitik beratkan kegiatannya pada usaha kesehatan individu maupun usaha kesehatan
pribadi hidup manusia. Dalam kata lain, Higiene adalah ilmuyang berkaitan dengan pence
gahan penyakit dan pemeliharaan kesehatan (thesciene concerned witht heprevention of ill
ness and maintanance of health)(Wulan,2014). Dampak yang muncul pada masalah person
al hygiene Dampak Fisik Banyak gangguan kesehatan yang diderita oleh seseorang karena
tidak terperiharanya kebersihan perorangan dengan baik. Gangguan fisik yang sering terja
di adalah gangguan integritas kulit, gangguan mukosa mulut, infeksi pada mata dan teling
ga serta gangguan fisik pada kuku. Dampak Psikologi Masalah social yang berhubungan
dengan personal hygiene adalah gangguan kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai dan
mencinntai, kebutuhan harga diri dan kebutuhan interaksi sosial.
Menurut Poter. Perry (2005), perawatan diri (Personal hygiene) adalah suatu tindakan
untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psiki
s, kurang perawatan diri adalah kondisi dimana seseorang tidak mampu melakukan perawa
tan kebersihan untuk dirinya (Tarwoto dan Wartonah 2000).
Kebersihan Lingkungan Kebersihan lingkungan adalah kebersihan tempat tinggal, tem
pat bekerja, dan berbagaisarana umum. Kebersihan tempat tinggal dilakukan dengan cara melap jende
la dan perabot rumah tangga, menyapu dan mengepel lantai, mencuci peralatan masak dan peralatan maka
n misalnya dengan abu gosok, membersihkan kamar mandi dan jamban, serta membuang sampah. Keber
sihan lingkungan dimulai dari menjaga kebersihan halaman danselokan, dan membersihkan jalan di depan
rumah dari sampah.
Istirahat Tidur Istirahat dan tidur adalah komponen esensial dari pemeriksaan fisik, mental dan penyi
mpangan energi. Semua individu membutuhkan periode tertentu untuk tenang dan mengurangi aktivitas s
ehingga badan akan mengembalikan energy dan membangun stamina. Kebutuhan istirahat dan tidur dipen
garuhi oleh usia, jenis kelamin, level perkembangan, status kesehatan, dan aktifitas.

3.2 Saran
Kita harus selalu menjaga kebersihan pada diri kita dan lingkungan agar kita terhindar da
ri penyakit dan kita harus istirahat yang cukup agar tubuh kita fit selalu bugar tidak mudah
sakit.

13
14
DAFTAR PUSTAKA

http://repository.poltekkesdenpasar.ac.id/443/3/BAB%20II%20%20tinjauan%20 ustaka.pdf
https://www.psychologymania.com/2013/04/pengertian-perawatan-diri.html
https://www.alomedika.com/penyakit/psikiatri/gangguan-tidur/patofisiologi
https://www.academia.edu/24698007/Konsep_Istirahat_dan_Tidur

15
MAKALAH
BERMAIN DAN KEBUTUHAN RASA NYERI
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Early Exposure I Mata Kuliah Keperawatan Dasar II

Dosen Pembimbing : Ida S.Kep., Ners., M.Kep

Disusun oleh :
Nurul Halimah (C1AA20073)

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUKABUMI

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan begitu banyak r
izki dan hidayah-Nya kepada kami semua. Shalawat dan salam selalu kita panjatkan kepada junj
ungan kita Nabi Muhammad SAW, sebagai Rahmatan lil alamin yang telah membawa umat man
usia dari jalan kegelapan menuju kehidupan yang mendapat sinar ifahi.

Alhamdulillah makalah ini dapat diselesaikan semata-mata atas kehendakNya dan rahmat
cinta kasih-Nya yang berlimpah. Rasa syukur kami atas kemurahan-Nya karena telah diberi kese
mpatan untuk menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan, oleh seb
ab itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Dan semoga dengan selesai
nya makalah ini dapat bermanfaat bagi teman-teman Aamiin.

Sukabumi, 12 Desember 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTARi

DAFTAR ISIii

BAB I PENDAHULUAN1

1.1 Latar belakang1

1.2 Rumusan Masalah1

1.3 Tujuan Penulisan.............................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN3

2.1 Definisi3

2.2 Etiologi4

2.3 Patofisiologi6

2.4 Manifestasi Klinis7

2.5 Pemeriksaan Fisik8

2.6 Data Penunjang9

BAB III PENUTUP11

3.1 Kesimpulan11

3.2 Saran11

DAFTAR PUSTAKA12

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Secara umum nyeri adalah suatu rasa yang tidak nyaman, baik ringan maupun
berat. Nyeri adalah pengalaman perasaan emosional yang tidak menyenangkan a
kibat terjadinya kerusakan aktual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi
terjadinya kerusakan.
Setiap individu pasti pernah mengalami nyeri dalam tingkatan tertent
u. Nyeri merupakan alasan yang paling umum orang mencari perawatan ke
sehatan. Walaupun merupakan salah satu dari gejala yang paling sering terjadi
di bidang medis, nyeri merupakan salah satu yang paling sedikit dipahami. Indivi
du yang merasakan nyeri merasa menderita dan mencari upaya untuk menghilangkan
nya.
Perawat menggunakan berbagai intervensi untuk dapat menghilangkan nyeri te
rsebut dan mengembalikan kenyamanan klien. Perawat tidak dapat melihat dan meras
akan nyeri yang dialami oleh klien karena nyeri bersifat subjektif. Nyeri dapat dieks
presikan melalui menangis, pengutaraan, atau isyarat perilaku. Nyeri yang bersif
at subjektif membuat perawat harus mampu dalam memberikan asuhan kepera
watan secara holistic dan menanganinya.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa Definisi Nyeri ?
2. Apa Etiologi Nyeri?
3. Bagaimana Patofisiologi Nyeri?
4. Apa Manifestasi Klinis Nyeri?
5. Apa Pemeriksaan Fisik Nyeri?
6. Apa Data Penunjang Nyeri?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui Definisi Nyeri
2. Untuk mengetahui Etiologi Nyeri
3. Untuk mengetahui Patofisiologi Nyeri
4. Untuk mengetahui Manifestasi Klinis Nyeri

1
5. Untuk mengetahui Pemeriksaan Fisik Nyeri
6. Untuk mengetahui Data Penunjang Nyeri

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi
Kolcaba (1992, dalam Potter & Perry, 2005) mengungkapkan kenyamanan/ras
a nyaman adalah suatu keadaan telah terpenuhinya kebutuhan dasar manusia yaitu ke
butuhan akan ketentraman (suatu kepuasan yang meningkatkan penampilan sehari-ha
ri), kelegaan (kebutuhan telah terpenuhi), dan transenden (keadaan tentang sesuatu ya
ng melebihi masalah atau nyeri). Kenyamanan mesti dipandang secara holistik yang
mencakup empat aspek yaitu:
1. Fisik, berhubungan dengan sensasi tubuh.
2. Sosial, berhubungan dengan hubungan interpersonal, keluarga, dan sosial.
3. Psikospiritual, berhubungan dengan kewaspadaan internal dalam diri sendiri yang
meliputi harga diri, seksualitas, dan makna kehidupan).
4. Lingkungan, berhubungan dengan latar belakang pengalaman eksternal manusia s
eperti cahaya, bunyi, temperatur, warna, dan unsur alamiah lainnya.
Meningkatkan kebutuhan rasa nyaman diartikan perawat telah memberikan ke
kuatan, harapan, hiburan, dukungan, dorongan, dan bantuan. Secara umum dalam apli
kasinya pemenuhan kebutuhan rasa nyaman adalah kebutuhan rasa nyaman bebas dar
i rasa nyeri, dan hipo/hipertermia. Hal ini disebabkan karena kondisi nyeri dan hipo/h
ipertermia merupakan kondisi yang mempengaruhi perasaan tidak nyaman pasien yan
g ditunjukan dengan timbulnya gejala dan tanda pada pasien.
 Pengertian Nyeri
Nyeri merupakan suatu kondisi yang lebih dari sekedar sensasi tunggal yang d
isebabkan oleh stimulus tertentu. Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan tidak
menyenangkan bersifat sangat subyektif karena perasaan nyeri berbeda pada setia
p orang dalam hal skala atau tingkatannya, dan hanya orang tersebutlah yang dapa
t menjelaskan atau mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya. Menurut beberapa a
hli, nyeri diartikan sebagai berikut.
a. Mc. Coffery (1979), mendefinisikan nyeri sebagai suatu keadaan yang mempe
ngaruhi seseorang yang keberadaannya diketahui hanya jika orang tersebut per
nah mengalaminya.

3
b. Wofl Weitzel Fuerst (1974), mengatakan bahwa nyeri merupakan suatu perasa
an menderita secara fisik dan mental atau perasaan yang bisa menimbulkan ket
egangan.
c. Arthur C Curton (1983), mengatakan bahwa nyeri merupakan suatu mekanism
e produksi tubuh, timbul ketika jaringan sedang di rusak dan menyebabkan ind
ividu tersebut bereaksi untuk menghilangkan rangsangan nyeri.
d. Scrumum, mengartikan nyeri sebagai suatu keadaan yang tidak menyenangkan
akibat terjadinya rangsangan fisik maupun dari serabut saraf dalam tubuh ke ot
ak dan diikuti oleh reaksi fisik, fisiologis dan emosional.
 Klasifikasi Nyeri
Secara umum nyeri dibedakan menjadi 2 yakni: nyeri akut dan nyeri kronis. N
yeri akut merupakan nyeri yang timbul secara mendadak dan cepat menghilang, y
ang tidak melebihi 6 bulan dan ditandai adanya peningkatan tegangan otot. Nyeri
kronis adalah nyeri yang timbul secara perlahan-lahan, biasanya berlangsung dala
m waktu yang cukup lama, yaitu lebih dari 6 bulan. Yang termasuk dalam nyeri kr
onis ini adalah nyeri terminal, sindrom nyeri kronis, dan nyeri psikosomatis. Bila
ditinjau dari sifat terjadinya, nyeri dibagi menjadi nyeri tertusuk dan nyeri terbaka
r.

2.2 Etiologi
Nyeri dapat disebabkan oleh beberapa hal yaitu :
1. Trauma
a. Mekanik
Rasa nyeri timbul akibat ujung-ujung saraf bebas mengalami kerusakan, misal
nya akibat benturan, gesekan, luka, dan lain-lain.
b. Thermis Nyeri timbul karena ujung saraf reseptor mendapat rangsangan akibat
panas, dingin, misal karena api dan air.
c. Khemis Timbul karena kontak dengan zat kimia yang bersifat asam atau basa
kuat
d. Elektrik Timbul karena pengaruh aliran listrik yang kuat mengenai reseptor ras
a nyeri yang menimbulkan kekejangan otot dan luka bakar.
2. Neoplasma
a. Jinak

4
b. Ganas
3. Peradangan
Nyeri terjadi karena kerusakan ujung-ujung saraf reseptor akibat adanya peradang
an atau terjepit oleh pembengkakan. Misalnya : abses
4. Gangguan sirkulasi darah dan kelainan pembuluh darah .
5. Trauma psikologis.

Agen cidera sebagai berikut:


1. Biologis: penyebab nyeri karena kerusakan fungsi organ atau jaringan tubuh.
2. Zat kimia: penyebab nyeri karena bahan kimia.
3. Fisik: penyebab fisik karena trauma fisik.
4. Psikologi: penyebab nyeri yang bersifat psikologi seperti kelainan organic, n
ekrosis traumatic, eulzofronia. (SDKI, 2016)
Tidak hanya satu stimulus yang menghasilkan suatu yang spesifik dari nyeri, tetapi ny
eri memiliki suatu etiologi multimodal.
1. Proses patologis
2. Infeksi
3. Keadaan inflamasi
4. Trauma
5. Kelainan degenerasi
6. Keadaan toksik metabolik atau neoplasma.
7. Iskemia 
Nyeri dapat juga timbul karena distorsi mekanis ujungujung saraf misalnya karena me
ningkatnya tekanan di dinding viskus / organ.
Banyak faktor yang mempengaruhi nyeri, antara lain: lingkungan, umur, kelelahan, ri
wayat nyeri sebelumnya, mekanisme pemecahan masalah pribadi, kepercayaan, buday
a dan tersedianya orang-orang yang memberi dukungan.

2.3 Patofisiologi
Pada saat sel saraf rusak akibat trauma jaringan, maka terbentuklah zat-z
at kimia seperti Bradikinin, serotonin dan enzim proteotik. Kemudian zat-zat tersebut
merangsang dan merusak ujung saraf reseptor nyeri dan rangsangan tersebut aka
ndihantarkan ke hypothalamus melalui saraf asenden. Sedangkan di korteks nyeri a
kan dipersiapkan sehingga individu mengalami nyeri. Selain dihantarkan ke hyp

5
othalamus nyeri dapat menurunkan stimulasi terhadap reseptor mekanin sensitif pa
da termosensitif sehingga dapat juga menyebabkan atau mengalami nyeri (Wahit Cha
yatin, N.Mubarak, 2007).

Patofisiologi nyeri juga dapat digambarkan sebagai berikut :

Reseptor nyeri disebut nosiseptor. Nosiseptor mencakup ujungujung saraf beb


as yang berespon terhadap berbagai rangsangan termasuk tekanan mekanis, deformasi,
suhu yang ekstrim, dan berbagai bahan kimia. Pada rangsangan yang intensif, resepto
r-reseptor lain misalnya badan Pacini dan Meissner juga mengirim informasi yang dip
ersepsikan sebagai nyeri. Zat-zat kimia yang memperparah nyeri antara lain adalah his
tamin, bradikini, serotonin, beberapa prostaglandin, ion kalium, dan ion hydrogen. Ma
sing-masing zat tersebut tertimbun di tempat cedera, hipoksia, atau kematian sel. Nyer
i cepat (fast pain) disalurkan ke korda spinalis oleh serat A delta, nyeri lambat (slow p
ain) disalurkan ke korda spinalis oleh serat C lambat.

Serat-serat C tampak mengeluarkan neurotransmitter substansi P sewaktu bersi


naps di korda spinalis. Setelah di korda spinalis, sebagian besar serat nyeri bersinaps d
i neuron-neuron tanduk dorsal dari segmen. Namun, sebagian serat berjalan ke atas at
au ke bawah beberapa segmen di korda spinalis sebelum bersinaps. Setelah mengaktif
kan sel-sel di korda spinalis, informasi mengenai rangsangan nyeri dikirim oleh satu d
ari dua jaras ke otak - traktus neospinotalamikus atau traktus paleospinotalamikus.

Informasi yang di bawa ke korda spinalis dalam serat-serat A delta di salurkan


ke otak melalui serat-serat traktus neospinotalamikus. Sebagian dari serat tersebut ber
akhir di reticular activating system dan menyiagakan individu terhadap adanya nyeri, t
etapi sebagian besar berjalan ke thalamus. Dari thalamus, sinyal-sinyal dikirim ke kort
eks sensorik somatik tempat lokasi nyeri ditentukan dengan pasti.

Informasi yang dibawa ke korda spinalis oleh serat-serat C, dan sebagian oleh
serat A delta, disalurkan ke otak melalui serat-serat traktus paleospinotalamikus. Sera
t-serat ini berjalan ke daerah reticular dibatang otak, dan ke daerah di mesensefalon ya
ng disebut daerah grisea periakuaduktus. Serat- serat paleospinotalamikus yang berjal
an melalui daerah reticular berlanjut untuk mengaktifkan hipotalamus dan system lim
bik. Nyeri yang di bawa dalam traktus paleospinotalamik memiliki lokalisasi difus da
n menyebabkan distress emosi berkaitan dengan nyeri.

6
2.4 Manifestasi Klinis
1. Tanda dan gejala nyeri akut yaitu (SDKI, 2016):
a. Mengeluh nyeri.
b. Tampak meringis
c. Bersikap protektif.
d. Frekuensi nadi meningkat.
e. Gelisah
f. Sulit tidur.
g. tekanan darah meningkat.
h. Pola nafas berubah.
2. Tanda dan gejala kronis yaitu (SDKI, 2016):
a. Mengeluh nyeri.
b. Merasa depresi (tertekan)
c. Tampak meringis
d. Gelisah
e. Tidak mampu menyelesaikan aktivitas.
f. Merasa takut mengalami cidera ulang.
g. Bersikap protektif
h. Waspada
i. Pola tidur berubah
j. Anoreksia
2.5 Pemeriksaan Fisik
1. Kepala
Ada lesi atau tidak, hematom maupun ada kelainan bentuk kepala pasien
serta keadaan rambut pasien.
2. Mata
Bentuk simetris atau tidak, konjumgtiva anemis atau tidak, ada nyeri atau
tidak, ada alat bantu atau tidak. Fungsi dari pemeriksaan mata untuk men
getahui adanya kelainan atau tidak.
3. Hidung
Bentuk simetris atau tidak, ada sekret atau tidak, ada pembengkakan dida
erah polip atau tidak, ada alat bantu atau tidak. Fungsi dari pemeriksaan
hidung untuk mengetahui adanya secret dan pembengkakan.
4. Telinga

7
Bentuk simetris atau tidak, ada cairan berlebih atau tidak, ada infeksi ata
u tidak, ada alat bantu atau tidak. Fungsi dari pemeriksaan telinga untuk
mengetahui ada cairan yang berlebih atau adanya infeksi di sekitar telinga.
5. Mulut
Bibir kering atau tidak, gigi kotor atau tidak . Fungsi untuk pemeriks
aan mulut untuk mengetahui adanya infeksi mulut atau adanya gigi ko
tor dan berlubang.
6. Leher
Ada lesi atau tidak, ada pembengkakan kelenjar getah bening atau tidak,
ada pembengkakan kelenjar tiroid atau tidak
7. Dada
Ada lesi atau tidak, inspirasi dan ekspirasi, suara paru, suara jantung
a.Inspeksi : Normal. Tujuan untuk mengetahui bentuk dada
b. Perkusi : Sonor/Resonan.
c.Palpasi : Kesimestrisan Dada
d. Auskultasi : Terdengar suara lapang paru normal.
8. Abdomen
Ada lesi atau tidak, suara bising usus
a.Inpeksi : simetris, tidak ada benjolan.
b. Palpasi : Nyeri tekan pada abdomen.
c.Perkusi : Normal tidak ada gangguan.
d. Auskultasi : Tidak terdengar bising usus.
9. Integumen
a.Warna kulit: Sawo Matang
b. Keadaan kulit: Kering
c.Turgor kulit : Normal
10. Genetalia
Ada kelainan atau tidak, kebersihan genetalia

2.6 Data Penunjang


a. Pemeriksaan USG untuk data penunjang apabila ada nyeri tekan diabdo
men.
b. Rontgen untuk mengetahui tulang atau organ dalam yang abnormal.

8
c. Pemeriksaan laboratorium sebagai data penunjang pemeriksaan lainnya (Asma
di, 2010)
d. CT-Scan (cidera kepala) untuk mengetahui adanya pemnuluh darah yang peca
h di otak.

 Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Keperawatana.
a. Monitor TTV
b. Kaji adanya infeksi atau peradangan nyeri
c. Distraksi (mengalihkan perhatian terhadap nyeri, efektif untuk nyeri ringan
sampai sedang)
d. Kompres hangate.Mengajarkan teknik relaksasi
2. Penatalaksaan Medis
a. Pemberian analgesic
Analgesik akan lebih efektif diberikan sebelum pasien merasakan nyer
i yang berat dibandingkan setelah mengeluh nyeri.
b. Plasebo
Plasebo merupakan obat yang mengandung komponen obat analges
ik seperti gula, larutan garam/normal saline, atau air. Terapi ini dapat men
urunkan rasa nyeri, hal ini karena faktor persepsi kepercayaan pasien.

BAB III

9
PENUTUP

3. 1 Kesimpulan
Nyeri merupakan suatu kondisi yang lebih dari sekedar sensasi tunggal yang disebabk
an oleh stimulus tertentu. Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan tidak menyenangkan
bersifat sangat subyektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap orang dalam hal skala
atau tingkatannya, dan hanya orang tersebutlah yang dapat menjelaskan atau mengevaluas
i rasa nyeri yang dialaminya.
Perawat menggunakan berbagai intervensi untuk dapat menghilangkan nyeri tersebut
dan mengembalikan kenyamanan klien. Perawat tidak dapat melihat dan merasakan nyeri
yang dialami oleh klien karena nyeri bersifat subjektif. Nyeri dapat diekspresikan melal
ui menangis, pengutaraan, atau isyarat perilaku. Nyeri yang bersifat subjektif memb
uat perawat harus mampu dalam memberikan asuhan keperawatan secara holistic
dan menanganinya.

3. 2 Saran
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis akan le
bih fokus dan detail dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan sumber-sumber y
ang lebih banyak yang tentunya dapat dipertanggungjawabkan.
Dengan melalui makalah ini kami selaku penyusun mengharapkan khususnya semua
mahasiswa dan mahasiswi dan para pembaca sekalian dapat mengetahui serta memahami
tentang Bermain dan kebutuhan Rasa Nyeri

DAFTAR PUSTAKA

10
Cegama, V, P. 2020. Laporan Pendahuluan Gangguan Kebutuhan Dasar Manusia Dengan
Kebutuhan Rasa Aman Nyaman (Nyeri). https://studylibid.com/doc/4375711/lp-gangguan-ras
a-aman-nyaman--nyeri-- . 12 Desember 2021 16.00 .
Anas, F. 2017. Etiologi Nyeri. https://id.scribd.com/document/350695116/Etiologi-Nyeri. 12
Desember 2021 16.30 .
Budiarto, E . 2017. LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATANDENGAN GAN
GGUAN RASA NYAMAN (NYERI). https://123dok.com/document/yr1on1jq-laporan-pendahul
uan-gangguan-rasa-nyaman-nyeri-docx.html. 12 Desember 2021 17.00 .
Kasiati ., Rosmalawati , N, W, D. 2016 . kebutuhan dasar manusia I . Jakarta Selatan

11
MAKALAH
KEBUTUHAN PERIOVERATIVE DAN PERAWATAN JENAZAH

Disusun Oleh :

Nurul Halimah
(C1AA20073)

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUKABUMI
2021

1
KATA PENGANTAR
Puji syukur Saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya dengan rahm
at-Nyalah Saya akhirnya bisa menyelesaikan Makalah yang berjudul “KEBUTUHAN PERIO
PERATIVE DAN KEPERAWATAN JENAZAH” dengan baik dan tepat pada waktunya.
Tidak lupa Saya menyampaikan rasa terima kasih kepada dosen pembimbing yang telah
memberikan banyak bimbingan serta masukan yang bermanfaat dalam proses penyusunan ma
kalah ini. Rasa terima kasih juga hendak Saya ucapkan kepada rekan-rekan mahasiswa yang t
elah memberikan konstribusinya baik secara langsung maupun tidak langsung hingga makala
h ini bisa selsai pada waktunya yang telah ditentukan.
Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para pembaca. Nam
un terlepas dari itu, Saya memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, hing
ga Saya sangat mengharapkan segala kritik dan saran yang menyempurnakan.

Sukabumi, 10 Desember 2021

Nurul Halimah

2
DAFTAR ISI

Cover…………………………………………………..……………………………1
Daftar Isi……………………………………………………………..……………. 2
Kata Pengantar………………………………………………………………………. 3
BAB I : Pendahuan…………………………………………………..…………….. 4
Latar Belakang…………………………………………………………..…………... 5
Rumusan Masalah…………………………………………………………..……….. 6
Tujuan ……………………………………………………………..……….. 6

BAB II : Pembahasan………………………………………………………….…….. 7
Definisi Kebutuhan Perioperative dan Perawatan Jenazah ………………………………. 7
Etiologi………………………….…………………………………………………. …. 8
Patofisiologi…………………………………… ….………………………….…. 9

Manifestasi Klinis…………………………………………………………………... 10

Pemeriksaan Fisik …………………………………………………………………. 11

Data Penunjang …………………………………………………………………….. 12

BAB III : Penutup………………………………………………………..………… 11


Kesimpulan………………………………………………………………………….. 11
Saran……………………………………………………………………………….. 11
Daftar Pustaka……………………………………………………………………….. 12

3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tindakan operasi atau pembedahan merupakan pengalaman yang sulit bagi ha
pir semua pasien. Berbagai kemungkinan buruk bisa saja terjadi yang akan membahay
akan bagi pasien. Dan tidak jarang keluarga pasien mengalami kecemasan. Kecemasa
n yang mereka alami biasanya terkait dengan segala macam prosedur asing yang haru
s dijalani pasien dan juga ancaman terhadap keselamatan jiwa akibat segala macam pr
osedur pembedahan dan tindakan pembiusan. Perawat mempunyai peranan yang sang
at penting dalam setiap tindakan pembedahan baik pada masa sebelum, selama maupu
n setelah operasi. Intervensi keperawatan yang tepat diperlukan untuk mempersiapkan
klien baik secara fisik maupun psikisAda tiga faktor penting yang terkait dalam pemb
edahan, yaitu penyakit pasien, jenis pembedahan yang dilakukan dan pasien sendiri. D
ari ketiga faktor tersebut faktor pasien merupakan hal yang paling penting, karena bag
i penyakit tersebut tidakan pembedahan adalah hal yang baik/benar.
Tetapi bagi pasien sendiri pembedahan mungkin merupakan hal yang paling mengerik
an yang pernah mereka alami. Mengingat hal terebut diatas, maka sangatlah pentig un
tuk melibatkan pasien dalam setiap langkah – langkah perioperatif. Tindakan perawat
an perioperatif yang berkesinambungan dan tepat akan sangat berpengaruh terhadap s
uksesnya pembedahan dan kesembuhan pasien.

Kehilangan merupakan suatu peristiwa dari pengalaman manusia yang bersifat


unik secara individual. Kehilangan dalam suatu situasi aktual maupun potensial dapat
dialami oleh individu ketika berpisah dari suatu yang sebelumnya ada, baik sebagian a
taupun keseluruhan atau terjadi perubahan dalam hidup sehingga terjadi perasaan kehi
langan.

Dalam kehidupan setiap individu hanya ada satu hal yang pasti, yaitu individu
tersebut akan meninggal dunia . Kematian merupakan suatu hal yang alami. Saat terja
dinya kematian merupakan saat-saat yang tidak diketahui waktunya. Kematian dapat t
erjadi singkat dan tidak terduga seperti seorang anak yang meninggal akibat kecelakaa
n, kematiaan dapat berlangsung mendadak dan tidak dapat diperkirakan sebelumnya,
misalnya seseorang yang pingsan dan dalam waktu 24 jam sudah meninggal, kematia
n dapat diperkirakan sebelumnya melalui diagnosis medis tetapi saat kematian itu sen
diri biasa terjadi mendadak,atau pasien dapat mengalami dahulu stadium terminal pen
yakit dalam waktu yang bervariasi mulai dari berapa hari hingga berbulan-bulan.

Kematian dari masa lampau sampai saat ini selalu dikhaskan dengan kondisi te
rhentinya pernapasan, nadi, dan tekanan darah, serta hilangnya respon terhadap stimul
us eksternal, ditandai dengan terhentinya kerja otak secara menetap. Namun demikian
kemajuan dalam teknologi kedokteran berlangsung sedemikian cepat sehingga kalau
satu atau lebih sistem tubuh tidak berfungsi, pasien mungkin masih dapat dipertahank
an “hidupnya” dengan bantuan mesin, tindakan ini dapat dilakukan sehubungan denga
n pengangkatan organ tubuh untuk bedah transplantasi.

2.1 Rumusan Masalah

4
1. Apa Definisi kebutuhan perioperative dan perawatan jenazah?
2. Apa etiologi kebutuhan perioperative dan perawatan jenazah?
3. Patofisiologi kebutuhan perioperative dan perawatan jenazah ?
4. Menifestasi kebutuhan perioperative dan perawatan jenazah?
5. Bagaimana pemeriksaan fisik untuk kebutuhan perioperative dan perawatan jenaz
ah?
6. Data penunjang dari kebutuhan perioperative dan perawatan jenazah?

3.1 Tujuan
Tujuan umum :

1. Untuk mengetahui apa yang di maksud dengan parioperative dan perawatan


jenazah.

2. Untuk membantu mahasiswa dalam melakukan keperawatan jenazah.

BAB II

5
PEMBAHASAN
1.2 Definisi

Keperawatan Parioterative adalah istilah yang digunakan untuk menggambark


an keragaman fungsi keperawatan yang berkaitan dengan pengalaman pembedahan pa
sien. Kata perioperative adalah gabungan dari tiga fase pengalaman pembedahan yair
u : pre operatif, intra operatif dan post operatif.

Sedangkan definisi dari Kematian suatu keadaan alamiah yang setiap individu
pasti akan mengalaminya. Secara umum, setiap manusia berkembang dari bayi, anak-
anak, remaja, dewasa, lansia dan akhirnya mati.

Kematian (death) merupakan kondisi terhentinya pernapasan, nadi, dan tekanan d


arah, serta hilangnya respon terhadap stimulus eksternal, ditandai dengan terhentinya
aktivitas listrik otak, atau dapat juga dikatakan terhentinya fungsi jantung dan paru se
cara menetap atau terhentinya kerja otak secara menetap. Terdapat beberapa perubaha
n tubuh setelah kematian, diantaranya :

1. Algor mortis (Penurunan suhu jenazah)


Algor mortis merupakan salah satu tanda kematian yaitu terhentinya produksi pan
as, sedangkan pengeluaran berlangsung terus menerus, akibat adanya perbedaan p
anas antara mayat dan lingkungan.

Faktor yang mempengaruhi Algor mortis yaitu :

a. Faktor lingkungan
b. Suhu tubuh saat kematian ( suhu meningkat, a.m.makin lama)
c. Keadaan fisik tubuh serta pakaian yang menutupinya.

2. Livor mortis (Lebam mayat)


Livor mortis (lebam mayat) terjadi akibat peredaran darah terhenti mengakibatkan
stagnasi maka darah menempati daerah terbawah sehingaa tampak bintik merah ke
biruan.

3. Rigor mortis (Kaku mayat)


Rigor mortis adalah kekakuan pada otot tanpa atau disertai pemendekan serabut ot
ot.

Tahapan tahapan rigor mortis:


a. 0-2 sampai 4 jam : kaku belum terbentuk
b. 6 jam : Kaku lengkap
c. 12 jam : kaku menyeluruh
d. 36 j am : relaksasi sekunder.

4. Dekomposisi ( Pembusukan)
Hal ini merupakan suatu keadaan dimana bahan-bahan organik tubuh mengala
mi dekomposisi baik yang disebabkan karena adanya aktifitas bakteri, maupun kar
ena autolisis. Skala waktu terjadinya pembusukan

6
Mulai terjadi setelah kematian seluler. Lebih dari 24 jam mulai tampak warna kehi
jauan di perut kanan bawah (caecum).

Jenazah adalah seseorang yang meninggal karena penyakit. Perawatan jenazah


adalah perawatan pasien setelah meninggal, termasuk menyiapkan jenazah untuk
diperlihatkan kepada anggota keluarga yang bersangkutan, transportasi ke kamar j
enazah dan melakukan disposisi (penyerahan barang-baran) milik pasien. Perawat
an jenazah biasanya dilakukan karena ditundanya penguburan/kremasi, misalnya u
ntuk menunggu kerabat yang tinggal jauh di luar kota atau di luar negeri.
Perawatan jenazah pada penderita penyakit menular dilaksanakan dengan selalu m
enerapkan kewaspadaan universal tanpa mengakibatkan tradisi budaya dan agama
yang dianut keluarganya. Setiap petugas kesehatan terutama perawat harus dapat
menasehati keluarga jenazah dan mengambil tindakan yang sesuai agar penangana
n jenazah tidak menambah risiko penularan penyakit seperti halnya hepatitis-B, A
IDS, kolera dsb.
Tradisi yang berkaitan dengan perlakuan terhadap jenazah tersebut dapat diizinka
n dengan memperhatikan hal yang telah disebut di atas, seperti misalnya mencium
jenazah sebagai bagian dari upacara penguburan. Perlu diingat bahwa virus HIV h
anya dapat hidup dan berkembang dalam tubuh manusia hidup, maka beberapa wa
ktu setelah penderita infeksi-HIV meninggal, virus pun akan mati.

2.2 Etiologi
A. Etiologi perioperatif
Pembedahan dilakukan untuk berbagai alasan (Buku ajar Keperawatan Medikal B
edah Brunner dan Suddarth ) seperti :

1. Diagnostik, seperti dilakukan biopsi atau laparatomi eksplorasi


2. Kuratif, seperti ketika mengeksisi masa tumor atau mengangkat apendiks yang inflam
asi
3. Reparatif, seperti memperbaiki luka yang multipek
4. Rekonstruktif atau Kosmetik, seperti perbaikan wajah
5. Paliatif, seperti ketika harus menghilangkan nyeri atau memperbaiki masalah, Contoh
ketika selang gastrostomi dipasang untuk mengkompensasi terhadap kemampuan untu
k menelan makanan.

B. Etiologi perawatan jenazah


kematian menurut ilmu kedokteran tidak berhubungan dengan jatuhnya manusia ke da
lam dosa atau dengan Allah, melainkan diakibatkan tidak berfungsinya organ tertentu
dari tubuh manusia.

Kematian menurut dokter H. Tabrani Rab disebabkan empat faktor:


1. berhentinya pernafasan
2. matinya jaringan otak
3. tidak berdenyutnya jantung
4.adanya pembusukan pada jaringan tertentu oleh bakteri-bakteri

Seseorang dinyatakan mati menurut Dr. Sunatrio bilamana fungsi pernafasan/paru-paru d


an jantung telah berhenti secara pasti atau telah terbukti terjadi kematian batang otak. Dengan
demikian, kematian berarti berhentinya bekerja secara total paru-paru dan jantung atau otak p

7
ada suatu makhluk. Dalam ilmu kedokteran, jiwa dan tubuh tidak dapat dipisahkan. Belum da
pat dibuktikan bahwa tubuh dapat dipisahkan dari jiwa dan jiwa itu baka.

3.2 Patofisiologi

A. Patofisiologi Kebutuhan Perioperative

Keperawatan perioperatif merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan k


eragaman fungsi keperawatan yang berkaitan dengan pengalaman pembedahan pasien. Kata
“perioperatif” adalah suatu istilah gabungan yang mencakup tiga fase pembedahan yaitu pre o
peratif, intra operatif, dan post operatif (Hipkabi, 2014). Keahlian seorang perawat kamar bed
ah dibentuk dari pengetahuan keperawatan profesional dan keterampilan psikomotor yang ke
mudian diintegrasikan kedalam tindakan keperawatan yang harmonis. Kemampuan dalam me
ngenali masalah pasien yang sifatnya resiko atau aktual pada setiap fase perioperatif akan me
mbantu penyusunan rencana intervensi keperawatan (Muttaqin, 2009).
B. Patofisiologi Perawatan Jenazah
C.
Kematian menurut ilmu kedokteran tidak berhubungan dengan jatuhnya manusia ke
dalam dosa atau dengan Allah, melainkan diakibatkan tidak berfungsinya organ tertentu dari
tubuh manusia.
Kematian menurut dokter H. Tabrani Rab disebabkan empat faktor:
(1) berhentinya pernafasan
(2) matinya jaringan otak
(3) tidak berdenyutnya jantung
(4) adanya pembusukan pada jaringan tertentu oleh bakteri-
bakteri                                              

Seseorang dinyatakan mati menurut Dr. Sunatrio bilamana fungsi pernafasan/paru-paru


dan jantung telah berhenti secara pasti atau telah terbukti terjadi kematian batang otak.
Dengan demikian, kematian berarti berhentinya bekerja secara total paru-paru dan jantung
atau otak pada suatu makhluk. Dalam ilmu kedokteran, jiwa dan tubuh tidak dapat
dipisahkan. Belum dapat dibuktikan bahwa tubuh dapat dipisahkan dari jiwa dan jiwa itu
baka.

4.2 Menifestasi
A. Menifstasi Parioperative

Perioperatif adalah waktu sejak keputusan untuk operasi diambil hingga sampai ke me
ja pembedahan, tanpa memandang riwayat atau  klasifikasi pembedahan.
Keahlian seorang perawat perioperatif dibentuk dari pengetahuan keperawatan profess
ional dan keterampilan psikomotor yang kemudian diintegrasikan ke dalam tindakan keperaw
atan yang harmonis. Kemampuan dalam mengenali masalah pasien yang sifatnya risiko atau
actual pada setiap fase perioperatif yang didasarkan atas pengetahuan dan pengalaman kepera
watan perioperatif akan membantu penyusunan rencana intervensi keperawatan. Staf keperaw
atan yang merawat pasien bertanggung jawab untuk mengelola aspek-aspek penting perawata
n pasien dengan cara mengimplementasikan rencana perawatan  yang berdasarakan pada tuju

8
an yang diprioritaskan, koordinasi seluruh anggota tim perioperatif, dan melibatkan tindakan
mandiri dan kolaboratif.
Asuhan keperawatan praoperatif pada praktiknya akan dilakukan secara berkesinambu
ngan, baik asuhan keperawatan praoperatif dibagian rawat inap, poliklinik, bagian bedah seha
ri (one day care) atau di unit gawat darurat yang kemudian dilanjutkan kamar operasi oleh per
awat praoperatif. Asuhan keperawatan praoperatif yang terintegrasi secara berkesinambungan
terjadi saat beberapa masalah pasien yang belum teratasi di ruang rawat inap, poliklinik, beda
h sehari, atau unit gawat darurat akan tetap dilanjutkan oleh perawat perioperatif di kamara o
perasi. Dokumentasi yang optimal dapat membantu terciptanya komunikasi yang baik antara
perawat ruangan dengan perawat kamar operasi.

B. Manifestasi Perawatan Jenazah

Perawatan jenazah adalah perawatan pasien setelah meninggal, termasuk menyiapkan


jenazah untuk diperlihatkan kepada anggota keluarga yang bersangkutan, transportasi ke kam
ar jenazah dan melakukan disposisi (penyerahan barang-baran) milik pasien. Perawatan jenaz
ah biasanya dilakukan karena ditundanya penguburan/kremasi, misalnya untuk menunggu ker
abat yang tinggal jauh di luar kota atau di luar negeri.

Perawatan jenazah pada penderita penyakit menular dilaksanakan dengan selalu mene
rapkan kewaspadaan universal tanpa mengakibatkan tradisi budaya dan agama yang dianut ke
luarganya. Setiap petugas kesehatan terutama perawat harus dapat menasehati keluarga jenaz
ah dan mengambil tindakan yang sesuai agar penanganan jenazah tidak menambah risiko pen
ularan penyakit seperti halnya hepatitis-B, AIDS, kolera dsb.

Tradisi yang berkaitan dengan perlakuan terhadap jenazah tersebut dapat diizinkan denga
n memperhatikan hal yang telah disebut di atas, seperti misalnya mencium jenazah sebagai ba
gian dari upacara penguburan. Perlu diingat bahwa virus HIV hanya dapat hidup dan berkem
bang dalam tubuh manusia hidup, maka beberapa waktu setelah penderita infeksi-HIV menin
ggal, virus pun akan mati.

5.2 Pemeriksaan Fisik

A. Pemeriksaaan Fisik Perioperative

Keadaan Umum dan Tanda-Tanda Vital

Pemeriksaan keadaan umum pasien praoperatif meliputi penampilan umum dan prilak
u, pangkajian tingkat kesadaran dan pengkajian status nutrisi.

Penampilan Umum

Pada pengkajian keadaan umum, secara ringkas perawat melakukan survei keadaan u
mum untuk mengobservasi panampilan umum pasien. Bentuk dan pergerakan tubuh dapat me
nggambarkan kelemahan yang disebabkan oleh penyakit yang berhubungan dengan adanya in
tervensi pembedahan. secara ringkas, pengkajian yang berhubungan dengan praoperatif melip
uti elemen-elemen berikut ini:
- Usia

9
Usia akan memengaruhi karakteristik fisik normal. Kemampuan untuk berparti
sipasi dalam beberapa bagian pemeriksaan fisik praoperatif juga dipengaruhi oleh
usia.

- Tanda distres
Terdapat tanda dan gejala distress nyata yang mengindikasikan nyeri, kesulita
n bernapas, atau kecemasan. Tanda tersebut dapat membantu perawat dalam mem
buat prioritas yang berkaitan dengan apa yang akan diperiksa terlebih dahulu.

- Jenis tubuh
Perawat mengobservasi jika pasien tanpak ramping, berotot, obesitas, atau san
gat kurus. Jenis tubuh dapat mencerminkan tingkat kesehatan, usia, dan gaya hidu
p.

- Postur
Perawat mengkaji postur tubuh pasien. Apakah pasien memiliki postur tubuh y
ang merosot, tegak, dan bungkuk. Postur dapat mencerminkan alam perasaan atau
adanya nyeri.

- Gerakan tubuh
Observasi gerakan tersebut bertujuan untuk memperhatikan apakah terdapat tr
emor di ekstremitas. Tentukan ada atau tidaknya bagian tubuh yang tidak bergerak.

- Kebersihan diri dan bau badan


Tingkat kebersihan diri pasien dicatat dengan mengobsevasi penampilan ramb
ut, kulit, dan kuku jari. Bau badan yang tidak sedap dapat terjadi karena kebersiha
n diri yang buruk atau akibat patologi penyakit tertentu. Kondisi kebersihan praop
eratif merupakan hal yang penting diperhatikan karena dapat memengaruhi konse
p asepsis intraoperasi dan akan memberikan data dasar pada perawat untuk memb
erikan intervensi praoperatif terkait kebutuhan pemenuhan kebersihan area pembe
dahan.

- Afek dan alam perasaan


Afek adalah perasaan seseorang yang terlihat oleh orang lain. Alamperasaan at
au status emosi diekpresikan secara verbal dan nonverbal.

- Bicara
Bicara normal adalah bicara yang dapat dipahami, diucapkan dengan kecepata
n sedang dan menunjukkan hubungan dengan apa yang dipikirkan.

B. Pemeriksaan Fisik Perawatan Jenazah

1. Pemeriksaan Status Antropometri dan Ciri Fisik


Deskripsikan ciri-ciri fisik jenazah seperti: Jenis kelamin, yakni melalui inspe
ksi alat kelamin dan tanda-tanda
 perkembangan seks sekunder Perkiraan usia
 Ras
 Warna kulit
 Status giz
 Rambut-rambut pada jenazah, mulai dari rambut kepala, alis, bulu mata,

10
 kumis dan janggut, rambut di tubuh dan ekstremitas, rambut kemaluan (catat
warna, ukuran terpanjang, jenis [lurus/ikal], serta mudah/tidaknya dicabut)
2. Pemeriksaan Tanda-Tanda Asfiksia
 Buka kedua mata mayat dan periksa konjungtiva palpebra serta konjun
gtiva bulbi, cari ada tidaknya petekia dan tanda-tanda anemis
 Periksa bibir, bagian dalam bibir, gusi dan palatum, cari ada tidaknya p
etekia, tanda-tanda sianosis, atau tanda-tanda anemis
 Periksa ujung-ujung jari tangan dan kaki mayat, nilai apakah terdapat t
andatanda anemis atau sianosis.
3. Pemeriksaan Gigi Jenazah
 Buka mulut mayat dan periksa kelengkapan gigi-geligi, bedakan antara
gigi susu dan gigi dewasa
 Jika gigi dewasa, lihat apakah gigi geraham belakang (molar III) sudah
erupsi atau belum Periksa ada tidaknya karang gigi
 Amati kelainan pada gigi (gigi hilang, gigi palsu, dsb)
 Pemeriksaan gigi dapat digunakan untuk menentukan perkiraan umur,
ras, dan identitas mayat
 Interpretasi lanjut untuk kondisi gigi dapat dikonsultasikan kepada ahli
odontologi forensik.

6.2 Data Penjunjang

A. Fase Pelayanan Perioperatif Keahlian seorang perawat kamar bedah dibentuk dari pen
getahuan keperawatan professional dan keterampilan psikomotor yang kemudian diint
egrasikan kedalan tindakan keperawatan yang harmonis. Kemampuan dalam mengena
li masalah pasien yang sifatnya resiko atau actual pada setiap fase perioperative akan
membantu penyusunan rencana intervensi keperawatan (Muttaqin & Sari, 2009). 6

a. Fase Pre Operatif Fase praoperatif adalah waktu sejak keputusan untuk operasi dia
mbil hingga sampai ke meja pembedahan, tanpa memandang riwayat atau klasifikasi
pembedahan. Asuhan keperawatan pre operatif pada prakteknya akan dilakukan secar
a berkesinambungan, baik asuhan keperawatan pre operatif di bagian rawat inap, poli
klinik, bagian bedah sehari (one day care), atau di unit gawat darurat yang kemudian d
ilanjutkan di kamar operasi oleh perawat kamar bedah (Muttaqin & Sari, 2009).

b. Fase Intra Operatif Fase intra operatif adalah suatu masa dimana pasien sudah bera
da di meja pembedahan sampai ke ruang pulih sadar. Asuhan keperawatan intraoperat
ive merupakan salah satu fase asuhan yang dilewati pasien bedah dan diarahkan pada
peningkatan keefektifan hasil pembedahan. Pengkajian yang dilakukan perawat intrao
perative lebih kompleks dan harus dilakukan secara cepat dan ringkas agar dapat sege
ra dilakukan tindakan keperawatan yang sesuai. Kemampuan dalam mengenali masala
h pasien yang bersifat resiko atau aktual akan didapatkan berdasarkan pengetahuan da
n pengalaman keperawatan. Implementasi dilaksanakan berdasarkan pada tujuan yang
di prioritaskan, koordinasi seluruh anggota tim intraoperative, dan melibatkan tindaka
n independen dan dependen. Pada fase intra operatif, pasien akan mengalami berbagai
prosedur. Prosedur pemberian anestesi, pengaturan posisi bedah, manajemen asepsis,
dan prosedur tindakan invasive akan memberikan implikasi pada masalah keperawata
n yang akan muncul (Muttaqin & Sari, 2009).

11
c. Fase Post Operatif Fase pasca operatif adalah suatu kondisi dimana pasien
sudah masuk di ruang pulih sadar sampai pasien dalam kondisi sadar betul
untuk dibawa ke ruang rawat inap. Raung pulih sadar (recovery room) atau
unit perawatan pascaanestesi (PACU) merupakan suatu ruangan 7 untuk p
emulihan fisiologis pasien pascaoperatif. PACU biasanya terletak berdekat
an dengan ruang operasi (Muttaqin & Sari, 2009).
B. Dalam menangani jenazah perawat harus melakukannya dengan hormat dan sebaik-ba
iknya. Rasa hormat ini dapat dijadikan prinsip, dengan kata lain, seseorang telah diper
lakukan secara manusiawi dan sama seperti orang lain. Seorang perawat harus mempe
rlakukan tubuh jenazah dengan hormat. Sebelum kematian terjadi, anggota tubuh haru
s diikat dan kepala dinaikkan ke atas bantal. Tubuh harus dibersihkan dengan membas
uhnya dengan air hangat secara perlahan. Segala sesuatu yang keluar dari tubuh pasie
n harus dicuci dan dibersihkan rawatan posmortem.

Perawatan tubuh setelah kematian disebut perawatan postmortem. Hal ini dapa
t menjadi tanggung jawab perawat. Perawat akan lebih mudah melakukannya apabila
bekerja sama dengan staf kesehatan lainnya. Adapun hal yang harus diperhatikan :

1) Perlakukan tubuh dengan rasa hormat yang sama perawat lakukan terhadap orang yan
g masih hidup.
2) Beberapa fasilitas memilih untuk meninggalkan pasien sendiri sampai petugas kamar j
enazah tiba.
3) Periksa prosedur manual rumah sakit sebelum melanjutkan perawatan postmortem.

12
BAB III

PENUTUP

7.2 Kesimpulan
Kebutuhan perioperative adalah periode sebelum, selama dan sesudah operasi
berlangsung, yang mana tugas seorang perawat yaitu memberikan kenyamanan terhad
ap pasien supaya saat dilaksanakannya operasi hingga paska operasi sampai pemuliha
n pasien, sampai pasien sembuh, pasien merasa nyaman dan tercukupi kebutuhan-keb
utuhannya.

Dalam fase penyembuhan apabila pasien sudah di perbolehkan pulang, tugas p


erawat yaitu memeberikan penyuluhan tindakan perawatan diri pasien, terhadap kelua
rga dan pasien itu sendiri, supaya terjaga kesehatan pasien dan terawatt dengan baik,
sehingga pasien sehat seperti sedia kala.

 Adapun kesimpulan dari perawatan jenazah yaitu :

1) Perawatan jenazah dilakukan untuk membersihkan pasien yang baru meninggal serta
memberikan penghormatan terakhir kepada pasien selama dirawat di rumah sakit.
2) Jenazah yang belum langsung dikuburkan akan diawetkan dengan pemberian bahan ki
mia tertentu untuk menghambat terjadinya pembusukan serta menjaga penampilan jen
azah supaya tetap mirip dengan kondisi sewaktu hidup. Pengawetan jenazah dapat dil
akukan pada jenazah yang dalam beberapa hari tidak dikubur.
3) Dalam perawatan jenazah tidak boleh diotopsi. Dalam hal tertentu otopsi dapat dilaku
kan setelah mendapat persetujuan dari pimpinan rumah sakit serta keluarga yang bers
angkutan dan dilaksanakan oleh petugas yang mahir dalam hal tersebut.

13
DAFTAR PUSTAKA

https://seputarkuliahkesehatan.blogspot.com/2018/03/makalah-perawatan-jenazah.html

https://med.unhas.ac.id/kedokteran/wp-content/uploads/2018/04/Manual-CSL-Forensik-Medi
kolegal-3-Pemeriksaan-Luar-pada-Jenazah.pdf

http://repository.poltekkes-tjk.ac.id/1621/6/BAB%20II.pdf

https://anestesi12.blogspot.com/2012/11/fase-preintrapost-operasi.html

http://data.kalbarprov.go.id/dataset/sop-bidang-penunjang/resource/91ac4ffb-79f9-4928-8cb
a-ca0fbdcdcfe9

14
MAKALAH
PEMERIKSAAN FISIK

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Early Exposure I Mata Kuliah Keperawatan Dasar II

Dosen Pembimbing : Ida S.Kep., Ners., M.Kep

Disusun Oleh :
Nurul Halimah
(C1AA20073)

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUKABUMI
2021

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur Saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya dengan rahm
at-Nyalah Saya akhirnya bisa menyelesaikan Makalah yang berjudul “pemeriksaan fisik” den
gan baik dan tepat pada waktunya.

Tidak lupa Saya menyampaikan rasa terima kasih kepada dosen pembimbing yang telah
memberikan banyak bimbingan serta masukan yang bermanfaat dalam proses penyusunan ma
kalah ini. Rasa terima kasih juga hendak Saya ucapkan kepada rekan-rekan mahasiswa yang t
elah memberikan konstribusinya baik secara langsung maupun tidak langsung hingga makala
h ini bisa selsai pada waktunya yang telah ditentukan.

Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para pembaca. Namun t
erlepas dari itu, Saya memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, hingga S
aya sangat mengharapkan segala kritik dan saran yang menyempurnakan

Sukabumi, 10 Desember 2021

Penulis

3
BAB I
PENDAHULUAN

a) Latar Belakang

Pemeriksaan fisik atau pemeriksaan klinis adalah sebuah proses dari seorang ahli
medis memeriksa tubuh pasien untuk menemukan tanda klinis penyakit. Hasil pemeriksaan
akan dicatat dalam rekam medis. Rekam medis dan pemeriksaan fisik akan membantu dalam
penegakkan diagnosis dan perencanaan perawatan pasien.

Pemeriksaan fisik dilakukan secara sistematis, mulai dari bagian kepala dan berakhir
pada anggota gerak. Setelah pemeriksaan organ utama diperiksa dengan inspeksi, palpasi,
perkusi, dan auskultasi, beberapa tes khusus mungkin diperlukan seperti test neurologi.

Dengan petunjuk yang didapat selama pemeriksaan riwayat dan fisik, ahli medis dapat
menyususn sebuah diagnosis diferensial,yakni sebuah daftar penyebab yang mungkin
menyebabkan gejala tersebut. Beberapa tes akan dilakukan untuk meyakinkan penyebab
tersebut.

Sebuah pemeriksaan yang lengkap akan terdiri diri penilaian kondisi pasien secara
umum dan sistem organ yang spesifik. Dalam prakteknya, tanda vital atau pemeriksaan suhu,
denyut dan tekanan darah selalu dilakukan pertama kali.

b) Rumusan Masalah

1. Bagaimana konsep dari pemeriksaan fisik

2. Apa tujuan dari pemeriksaan fisik

3. Apa manfaat dari pemeriksaan fisik

4. Apa indikasi pemeriksaan fisik

5. Bagaimana prosedur pemeriksaan fisik

6. Apa evaluasi dari pemeriksaan fisik

7. Bagaimana dokumentasi pemeriksaan fisik

c) Tujuan Penulisan

4
1. Mengetahui konsep dari pemeriksaan fisik

2. Mengetahui tujuan dari pemeriksaan fisik

3. Mengetahui manfaat dari pemeriksaan fisik

4. Mengetahui indikasi pemeriksaan fisik

5. Mengetahui prosedur pemeriksaan fisik

6. Mengetahui evaluasi dari pemeriksaan fisik

7. Mengetahui dokumentasi pemeriksaan fisik

5
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Konsep teori Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik merupakan peninjauan dari ujung rambut sampai ujung kaki pada s
etiap system tubuh yang memberikan informasi objektif tentang klien dan memungkinkan per
awat untuk mebuat penilaian klinis. Keakuratan pemeriksaan fisik mempengaruhi pemilihan t
erapi yang diterima klien dan penetuan respon terhadap terapi tersebut.(Potter dan Perry, 200
5).

Pemeriksaan fisik dalah pemeriksaan tubuh klien secara keseluruhan atau hanya bagia
n tertentu yang dianggap perlu, untuk memperoleh data yang sistematif dan komprehensif, m
emastikan/membuktikan hasil anamnesa, menentukan masalah dan merencanakan tindakan k
eperawatan yang tepat bagi klien. ( Dewi Sartika, 2010).

Adapun teknik-teknik pemeriksaan fisik yang digunakan adalah: 


1. Inspeksi
Merupakan metode pemeriksaan pasien dengan melihat langsung seluruh
tubuh  pasien atau hanya bagian tertentu yang diperlukan. Metode ini
berupaya melihat kondisi klien dengan menggunakan ‘sense of sign’ baik
melalui mata telanjang atau alat bantu  penerangan (lampu). Inspeksi adalah
kegiatan aktif, proses ketika perawat harus mengetahui apa yang dilihatnya dan
dimana lokasinya. Metode inspeksi ini digunakan untuk mengkaji warna kulit,
bentuk, posisi, ukuran dan lainnya dari tubuh pasien. Pemeriksa kemudian akan
mengumpulkan dan menggolongkan informasi yang diterima oleh semua indera
tersebut yang akan membantu dalam membuat keputusan diagnosis atau terapi.

6
Cara pemeriksaan :

a. Posisi pasien dapat tidur, duduk atau berdiri.

b. Bagian tubuh yang diperiksa harus terbuka (diupayakan pasien


membuka sendiri pakaiannya. Sebaiknya pakaian tidak dibuka sekaligus,
namun dibuka seperlunya untuk pemeriksaan sedangkan bagian lain
ditutupi selimut).

c. Bandingkan bagian tubuh yang berlawanan (kesimetrisan) dan


abnormalitas.Contoh : mata kuning (ikterus), terdapat struma di leher, kulit
kebiruan(sianosis), dan lain-lain.

d. Catat hasilnya.

2. Palpasi

Merupakan metode pemeriksaan pasien dengan menggunakan ‘sense of


touch’ Palpasi adalah suatu tindakan pemeriksaan yang dilakukan
dengan perabaan dan penekanan bagian tubuh dengan menggunakan jari atau
tangan. Tangan dan jari-jari adalah instrumen yang sensitif digunakan untuk
mengumpulkan data, misalnya metode palpasi ini dapat digunakan untuk
mendeteksi suhu tubuh (temperatur), adanya getaran,  pergerakan, bentuk,
kosistensi dan ukuran. Teknik palpasi dibagi menjadi dua:

a) Palpasi ringan

Caranya : ujung-ujung jari pada satu/dua tangan digunakan secara simultan.


Tangan diletakkan pada area yang dipalpasi, jari-jari ditekan kebawah perlahan-
lahan sampai ada hasil.

b) Palpasi dalam (bimanual)

Caranya : untuk merasakan isi abdomen, dilakukan dua tangan. Satu tangan
untuk merasakan bagian yang dipalpasi, tangan lainnya untuk menekan ke
bawah. Dengan Posisi rileks, jari-jari tangan kedua diletakkan melekat pada
jari-jari pertama.
Cara pemeriksaan :

7
a.
Posisi pasien bisa tidur, duduk atau berdiri.

b.
Pastikan pasien dalam keadaan rilek dengan posisi
yang nyaman.

c.
Kuku jari-jari pemeriksa harus pendek, tangan hangat
dan kering.
d.   Minta pasien untuk menarik napas dalam agar meningkatkan relaksasi ot
ot.

e.   Lakukan Palpasi dengan sentuhan perlahan-lahan dengan tekanan ringan.

f.   Palpasi daerah yang dicurigai, adanya nyeri tekan menandakan kelainan.

g.   Lakukan Palpasi secara hati-hati apabila diduga adanya fraktur tulang.

h.   Hindari tekanan yang berlebihan pada pembuluh darah.

i.   Rasakan dengan seksama kelainan organ/jaringan, adanya nodul, tumor

bergerak/tidak dengan konsistensi padat/kenyal, bersifat kasar/lembut,


ukurannya dan ada/tidaknya

getaran/ trill, serta rasa nyeri raba/tekan.

 j.  Catatlah hasil pemeriksaan yang didapat.

3.   Perkusi

Perkusi adalah suatu tindakan pemeriksaan dengan mendengarkan


bunyi getaran/ gelombang suara yang dihantarkan kepermukaan tubuh dari
bagian tubuh yang diperiksa. Pemeriksaan dilakukan dengan ketokan jari atau
tangan pada permukaan tubuh. Perjalanan getaran/ gelombang suara tergantung
oleh kepadatan media yang dilalui. Derajat bunyi disebut dengan resonansi.
Karakter bunyi yang dihasilkan dapat menentukan lokasi, ukuran, bentuk, dan
kepadatan struktur di bawah kulit. Sifat gelombang suara yaitu semakin banyak
jaringan, semakin lemah hantarannya dan udara/ gas paling resonan.
Cara pemeriksaan :

8
a. Posisi pasien dapat tidur, duduk atau berdiri tergantung bagian yang akan

diperiksa.
b. Pastikan pasien dalam keadaan rilex.
c. Minta pasien untuk menarik napas dalam agar meningkatkan relaksasi otot.
d. Kuku jari-jari pemeriksa harus pendek, tangan hangat dan kering.

Lakukan perkusi secara seksama dan sistimatis yaitu dengan :

1) Metode langsung yaitu mengentokan jari tangan langsung dengan mengguna


kan 1 atau 2 ujung jari.
2)  Metode tidak langsung dengan cara sebagai berikut : Jari tengah tangan kiri
di letakkan dengan lembut di atas permukaan tubuh, ujung jari tengah dari ta
ngan kanan, untuk mengetuk persendian, Pukulan harus cepat dengan lengan
tidak bergerak dan pergelangan tangan rilek, Berikan tenaga pukulan yang sa
ma pada setiap area tubuh. Bandingkan atau perhatikan bunyi yang dihasilka
n oleh perkusi.
1) Bunyi timpani mempunyai intensitas keras, nada tinggi, waktu agak lama dan
kualitas seperti drum (lambung).
2)   Bunyi resonan mempunyai intensitas menengah, nada rendah, waktu lama,
kualitas bergema (paru normal).
3)   Bunyi hipersonar mempunyai intensitas amat keras, waktu lebih lama, kualit
as ledakan (empisema paru).
4)   Bunyi pekak mempunyai intensitas lembut sampai menengah, nada tinggi,
waktu agak lama kualitas seperti petir (hati).

4. Auskultasi

Adalah pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan cara mendengarkan


suara yang dihasilkan oleh tubuh. Biasanya menggunakan alat yang disebut
dengan stetoskop. Hal- hal yang didengarkan adalah: bunyi jantung, suara
nafas, dan bising usus.
Penilaian pemeriksaan auskultasi meliputi :

a.
  Frekuensi yaitu menghitung jumlah getaran permenit.

9
 b.  Durasi yaitu lama bunyi yang terdengar.

c.  Intensitas bunyi yaitu ukuran kuat/ lemahnya suara.

d.  Kualitas yaitu warna nada/ variasi suara.

Suara tidak normal yang dapat diauskultasi pada nafas adalah :

a. Rales : suara yang dihasilkan dari eksudat lengket saat saluran-saluran halus
pernafasan mengembang pada inspirasi (rales halus, sedang, kasar).
Misalnya pada klien pneumonia, TBC.

b. Ronchi : nada rendah dan sangat kasar terdengar baik saat inspirasi maupun
saat ekspirasi. Ciri khas ronchi adalah akan hilang bila klien batuk. Misalnya
pada edema paru.

c. Wheezing : bunyi yang terdengar “ngiii….k”. bisa dijumpai pada fase


inspirasi maupun ekspirasi. Misalnya pada bronchitis akut, asma.

d. Pleura Friction Rub ; bunyi yang terdengar “kering” seperti suara gosokan
amplas pada kayu. Misalnya pada klien dengan peradangan pleura.

Cara pemeriksaan :

a. Posisi pasien dapat tidur, duduk atau berdiri tergantung bagian yang diperiksa
dan

b. bagian tubuh yang diperiksa harus terbuka.

c. Pastikan pasien dalam keadaan rilek dengan posisi yang nyaman.

d. Pastikan stetoskop sudah terpasang baik dan tidak bocor antara bagian kepala,
selang dan telinga.

e. Pasanglah ujung steoskop bagian telinga ke lubang telinga pemeriksa

sesuai arah.

f. Hangatkan dulu kepala stetoskop dengan cara menempelkan pada telapak

10
tangan pemeriksa.

g. Tempelkan kepala stetoskop pada bagian tubuh pasien yang akan diperiksa.

h. Pergunakanlah bel stetoskop untuk mendengarkan bunyi bernada rendah pada


tekanan ringan yaitu pada bunyi jantung dan vaskuler dan gunakan
diafragma untuk bunyi bernada tinggi seperti bunyi usus dan paru.

2.2 Tujuan Pemeriksaan Medis


Secara umum, pemeriksaan fisik yang dilakukan bertujuan:

1. Untuk mengumpulkan dan memperoleh data dasar tentang kesehatan klien.


2. Untuk menambah, mengkonfirmasi, atau menyangkal data yang diperoleh dalam riwa
yat keperawatan.
3. Untuk mengkonfirmasi dan mengidentifikasi diagnosa keperawatan.
4. Untuk membuat penilaian klinis tentang perubahan status kesehatan klien dan penatal
aksanaan.
5. Untuk mengevaluasi hasil fisiologis dari asuhan keperawatan.

2.3 Manfaat Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan fisik memiliki banyak manfaat, baik bagi perawat sendiri, maupun bagi
profesi kesehatan lain, di antaranya:
1. Sebagai data untuk membantu perawat dalam menegakkan diagnose keperawatan.
2. Mengetahui masalah kesehatan yang dialami klien.
3. Sebagai dasar untuk memilih intervensi keperawatan yang tepat.
4. Sebagai data untuk mengevaluasi hasil dari asuhan keperawatan.

2.4 Indikasi Pemeriksaan Fisik

Mutlak dilakukan pada setiap klien, terutama pada:

1. Klien yang baru masuk ke tempat pelayanan kesehatan untuk di rawat.

2. Secara rutin pada klien yang sedang di rawat.

11
3. Sewaktu-waktu sesuai kebutuhan klien

2.5 Prosedur Pemeriksaan Fisik

1) Persiapan
e. Alat

Meteran, Timbangan BB, Penlight, Steteskop, Tensimeter/spighnomanometer, Thermo


meter, Arloji/stopwatch, Refleks Hammer, Otoskop, Handschoon bersih ( jika perlu), tissue,
buku catatan perawat.

Alat diletakkan di dekat tempat tidur klien yang akan di periksa.

f. Lingkungan

Pastikan ruangan dalam keadaan nyaman, hangat, dan cukup penerangan. Misalnya m
enutup pintu/jendala atau skerem untuk menjaga privacy klien.

g. Klien (fisik dan fisiologis)

Bantu klien mengenakan baju periksa jika ada dan anjurkan klien untuk rileks. 

2) Prosedur Pemeriksaan

1. Cuci tangan 
2. Jelaskan prosedur
3. Lakukan pemeriksaan dengan berdiri di sebelah kanan klien dan pasang handschoen b
ila di perlukan
4. Pemeriksaan umum meliputi : penampilan umum, status mental dan nutrisi.

Posisi klien : duduk/berbaring

Cara : inspeksi

 Kesadaran, tingkah laku, ekspresi wajah, mood. (Normal : Kesadaran penuh, Ekspresi
sesuai, tidak ada menahan nyeri/ sulit bernafas)

12
 Tanda-tanda stress/ kecemasan (Normal :) Relaks, tidak ada tanda-tanda cemas/takut)
 Jenis kelamin
 Usia dan Gender
 Tahapan perkembangan
 TB, BB ( Normal : BMI dalam batas normal)
 Kebersihan Personal (Normal : Bersih dan tidak bau)
 Cara berpakaian (Normal : Benar/ tidak terbalik)
 Postur dan cara berjalan
 Bentuk dan ukuran tubuh
 Cara bicara. (Relaks, lancar, tidak gugup)
 Evaluasi dengan membandingkan dengan keadaan normal.
 Dokumentasikan hasil pemeriksaan

a. Pemeriksaan Nadi

Denyut nadi merupakan denyutan atau dorongan yang dirasakan dari


proses pemompaan  jantung. Setiap kali bilik kiri jantung menegang untuk
menyemprotkan darah ke aorta yang sudah penuh, maka dinding arteria dalam
sistem peredaran darah mengembang atau mengembung untuk mengimbnagi
bertambahnya tekanan. Mengembangnya aorta menghasilkan gelombang di
dinding aorta yang akan menimbulkan dorongan atau denyutan.

Tempat-tempat menghitung denyut nadi adalah:

a. Ateri radalis : Pada pergelangan tangan


b. Arteri temporalis : Pada tulang pelipis.
c. Arteri carotis : Pada leher.
d. Arteri femoralis : Pada lipatan paha.
e. Arteri dorsalis pedis : Pada punggung kaki.
f. Arteri poplitea : pada lipatan lutut.
g. Arteri bracialis : Pada lipatan siku.

Jumlah denyut nadi yang normal berdasarkan usia seseorang adalah:

13
 Bayi baru lahir : 110 – 180 kali per menit
 Dewasa : 60 – 100 kali per menit
 Usia Lanjut : 60 -70 kali per menit

b. Pemeriksaan Tekanan Darah

Pemeriksaan tekanan darah dapat dilakukan. Beberapa langkah yang


dilakukan pada  pemeriksaan tekanan darah menggunakan sfigmomanometer air
raksa. Tempat untuk mengukur tekanan darah seseorang adalah : Lengan atas
atau Pergelangan kaki. Langkah  pemeriksaan :

a. Memasang manset pada lengan atas, dengan batas bawah manset 2  – 3 cm
dari lipat siku dan perhatikan posisi pipa manset yang akan menekan tepat di
atas denyutan arteri di lipat siku ( arteri brakialis).
 b.  Letakkan stetoskop tepat di atas arteri brakialis.

c.   Rabalah pulsasi arteri pada pergelangan tangan (arteri radialis).

d.   Memompa manset hingga tekanan manset 30 mmHg setelah pulsasi arteri ra

dialis menghilang.

e.   Membuka katup manset dan tekanan manset dibirkan menurun perlahan den
gan kecepatan 2-3 mmHg/detik.
f.   Bila bunyi pertama terdengar , ingatlah dan catatlah sebagai tekanan sistolik.

g.   Bunyi terakhir yang masih terdengar dicatat sebagai tekanan diastolic.

h.   Turunkan tekanan manset sampai 0 mmHg, kemudian lepaskan manset.

c. Pemeriksaan Pernafasan

Pemeriksaan Pernafasan merupakan pemeriksaan yang dilakukan


untuk menilai

 proses pengambilan oksigen dan pengeluaran karbondioksida.


Pemeriksaan ini bertujuan untuk menilai frekwensi, irama, kedalaman, dan tipe

14
atau pola pernafasan. Pernapasan adalah tanda vital yang paling mudah di kaji
namun paling sering diukur secara sembarangan. Perawat tidak boleh menaksir
pernapasan. Pengukuran yang akurat memerlukan observasi dan palpasi
gerakan dinding dada.

d. Pemeriksaan Suhu
Merupakan salah satu pemeriksaan yang digunakan untuk menilai kondisi
metabolisme dalam tubuh, dimana tubuh menghasilkan panas secara kimiawi
maupun metabolismedarah.Suhu dapat menjadi salah satu tanda infeksi atau
peradangan yakni demam (di atas > 37°C). Suhu yang tinggi juga dapat
disebabkan oleh hipertermia. Suhu tubuh yang jatuh atau hipotermia juga dinilai.
Untuk pemeriksaan yang cepat, palpasi dengan punggung tangan dapat
dilakukan, tetapi untuk pemeriksaan yang akurat harus dengan menggunakan
termometer. Termometer yang digunakan bisa berupa thermometer oral,
thermometer rectal dan thermometer axilar.

Tempat untuk mengukur suhu badan seseorang adalah:

a.  Ketiak/ axilea, pada area ini termometer didiamkan sekitar 10 – 15 menit.

b. Anus/ dubur/ rectal, pada area ini termometer didiamkan sekitar 3 – 5 menit.

c. Mulut/oral, pada area ini termometer didiamkan sekitar 2 – 3 menit

e. Pemeriksaan fisik head to toe 

Sebelum pemeriksaan dilakukan, pasien perlu dipersiapkan sehingga


kenyamanan tetap terjaga, misalnya pasien dianjurkan buang air kecil terlebih
dahulu. Jaga privasi pasien dengan hanya membuka bagian yang akan
diperiksa, serta ajak teman ketiga bila pemeriksa dan pasien berlainan jenis
kelamin. Beri tahu pasien tentang tindakan yang akan dilakukan. Atur waktu
seefisien mungkin sehingga pasien maupun pemeriksa tidak kecapaian. Atur
posisi pasien untuk mempermudah pemeriksaan.
5)   Cuci tangan.

 b.  Pakai handscoon.

15
c.   Kaji keadaan umum pasien (tingkat kesadaran).

d.   Kaji tanda-tanda vital.

e.   Pemeriksaan fisik kepala.

Tujuan pengkajian kepala adalah mengetahui bentuk dan fungsi kepala.


Pengkajian diawalai dengan inspeksi kemudian palpasi.
Cara inspeksi dan palpasi kepala.

1)  Atur pasien dalam posisi duduk atau berdiri (bergantung pada kondisi pasie

n dan jenis pengkajian yang akan dilakukan).

2)  Bila pasien memakai kacamata, anjurkan untuk melepaskannya.


 Lakukan inspeksi, yaitu dengan memperhatikan kesimetrisan wajah,
tengkorak, warna dan distribusi rambut, serta kulit kepala. Wajah normalnya
simetris antara kanan dan kiri. Ketidaksimetrisan wajah dapat menjadi suatu
petunjuk adanya kelumpuhan/ paresif saraf ketujuh. Bentuk tengkorak yang
normal adalah simetris dengan bagian frontal menghadap kedepan dan
bagian parietal menghadap kebelakang. Distribusi rambut sangat bervariasi
pada setiap orang, dan kulit kepala normalnya tidak mengalami peradangan,
tumor, maupun bekas luka/sikatriks.
3)  Lanjutkan dengan palpasi untuk mengetahui keadaan rambut, massa, pembe
kuan, nyeri tekan, keadaan tengkorak dan kulit kepala.

a. Pemeriksaan fisik mata


Secara umum tujuan pengkajian mata adalah mengetahui bentuk dan
fungsi mata.
Cara inspeksi mata:
 Amati bola mata terhadap adanya protrusi, gerakan mata, lapang pandang,
dan visus.
 Amati kelopak mata, perhatikan bentuk dan setiap k
elainan.

16
 Amati konjungtiva dan sclera.

Cara inspeksi gerakan mata:

1)   Amati apakah kedua mata tetap diam atau bergerak secara spontan (nista
gmus) yaitu gerakan ritmis bola mata, mula-mula lambat bergerak kesatu arah,
kemudian dengan cepat kembali keposisi semula.

2)   Luruskan jemari telunjuk anda dan dekatkan dengan jarak sekitar 15-30 cm.

3)   Beri tahu pasien untuk mengikuti gerakan jari anda dan pertahankan posisi k
epala pasien. Gerakan jari anda ke delapan arah untuk mengetahui fungsi 6 ot
ot mata.

Cara inspeksi lapang pandang:

1)   Berdiri di depan pasien.

2) Kaji kedua mata secara terpisah yaitu dengan cara menutup mata yang tidak
diperiksa.

3) Gerakan jari anda pada satu garis vertical/ dari samping, dekatkan kemata pa
sien secara perlahan-lahan.

4) Anjurkan pasien untuk member tahu sewaktu mulai melihat jari anda.

Cara pemeriksaan visus (ketajaman penglihatan):


1)   Siapkan kartu snellen atau kartu yang lain untuk pasien dewasa atau kartu
gambar untuk anak-anak.
2)   Atur kursi tempat duduk pasien dengan jarak 5 atau 6 meter dari kart
u snellen. 3)  Beri tahu pasien untuk menutup mata kiri dengan

satu tangan.
4)  Pemeriksaan mata kanan dilakukan dengan cara pasien disuruh membaca
mulai dari huruf yang paling besar menuju huruf yang kecil dan catat
tulisan terakhir yang masih dapat dibaca oleh pasien.

Cara palpasi mata:

17
1)   Beri tahu pasien untuk duduk.

2)   Anjurkan pasien untuk memejamkan mata.

3)   Lakukan palpasi pada kedua mata. Bila tekanan bola mata meninggi, mata
teraba keras.

b. Pemeriksaan fisik telinga

Pengkajian telinga secara umum bertujuan untuk mengetahui keadaan


teling luar, saluran telinga, gendang telinga/membrane tipani, dan pendengaran.
Alta yang perlu disiapkan dalam pengkajian antara lain otoskop, garpu tala dan
arloji.

Cara inspeksi dan palpasi pada telinga:


1) Mulai amati telinga luar, periksa ukuran, bentuk, warna, lesi, dan adanya
massa  pada pinna.
2) Lanjutkan pengkajian palpasi dengan cara memegang telinga dengan ibu j
ari dan  jari telunjuk.
3) Palpasi kartilago telinga luar secara sistematis, yaitu dari jaringan lunak, ke
mudian  jaringan keras, dan catat bila ada nyeri.
4) Tekan bagian tragus kedalam dan tekan pula tulang telinga di bawah daun t
elinga. Bila ada peradangan, pasien akan merasa nyeri.
5) Pegang bagian pinggir daun telinga/heliks dan secara perlahan-lahan tarik
daun telinga keatas dan ke belakang dan perhatikan ada/ tidaknya pera
dangan, pendarahan atau kotoran.

Cara pemeriksaan pendengaran dengan bisikan:

1) Atur posisi pasien berdiri membelakangi anda pada jarak 4,5-6m.


2) Anjurkan pasien untuk menutup salah satu telinga yang tidak diperiksa.
3) Bisikan suatu bilangan.
4)   Beritahu pasien untuk mengulangi bilangan yang didengar.

Cara pemeriksaan pendengaran dengan garpu tala:

18
 Pemeriksaan Rinne

1)   Vibrasikan garpu tala.

2)   Letakan garpu tala pada mastoid kanan pasien.

3)  Angkatan garpu tala dan pegang di depan telinga kanan pasien dengan po
sisi garpu tala parallel terhadap lubang telinga luar pasien.

Pemeriksaan Webber

1)   Vibrasikan garpu tala.

2) Letakan garpu tala di tengah-tengah puncak kepala pasien.

3)  Tanya pasien tentang telinga yang mendengar suara getaran lebih keras.  N
ormalnya kedua telinga dapat mendengar secara seimbang sehingga getaran
dirasakan di tengah-tengah telinga.
4) Catat hasil pendengaran.

c. Pemeriksaan fisik hidung dan sinus

Hidung dikaji dengan tujuan untuk mengetahui keadaan bentuk dan


fungsi tulang hidung.
Cara inspeksi dan palpasi hidung:

1)   Amati warna dan pembengkakan pada kulit hidung.

2) Amati kesimetrisan hidung.

3) Lanjutkan dengan melakukan palpasi hidung luar, dan catat bila ditemukan k
etidak abnormalan kulit atau tulang hidung.

4) Palpasi sinus maksilaris, frontalis dan etmoidalis. Perhatikan jika ada nyeri.

5) Amati bentuk dan posisi septum, kartilago, dan dinding-dinding rongga hidu
ng serta selaput lendir pada rongga hidung (warna, sekresi, bengkak)

19
d. Pemeriksaan fisik mulut dan faring

Cara inspeksi mulut:


1) Amati bibir untuk mengetahui adanya kelainan congenital, bibir sumbing, w
arna bibir, ulkus, lessi dan massa.
2) Lanjutkan pada pengamatan gigi, anjurkan pasien untuk membuka mulut.
3) Lanjutkan pengamatan pada lidah dan perhatikan kesimetrisannya. Minta pasi
en menjulurkan lidah dan amati kelurusan, warna, ulkus dan setiap ada kelaina
n.
4) Amati warna, adanya pembengkakan, tumor, sekresi, peradangan, ulkus, dan p
erdarahan pada selaput lendir semua bagian mulut secara sistematis.
5) Lalu lanjutkan pada inspeksi faring, dengan menganjurkan pasien membuka
mulut dan menekan lidah pasien kebawah sewaktu pasien berkata “ah”. Amati
kesimetrisan uvula pada faring.

Cara palpasi m ulut:

1) Pegang pipi di antara ibu jari dan jari telunjuk. Palpasi pipi secara sistem
atis, dan perhatikan adanya tumor atau pembengkakan. Bila ada pembeng
kakan, tentukan menurut ukuran, konsistensi, hubungan dengan daerah se
kitarnya, dan adanya nyeri.
2) Lanjutkan palpasi pada platum dengan jari telunjuk dan rasakan adanya p
embengkakan dan fisura.
3) Palpasi dasar mulut dengan cara minta pasien mengucapkan “el”, kemudi
an lakukan palpasi pada dasar mulut secara sistematis dengan jari telunju
k tangan kanan, catat bila ditemukan pembengkakan.
4) Palpasi lidah dengan cara meminta pasien menjulurkan lidah, pegang

lidah dengan kasa steril menggunakan tangan kiri. Dengan jari telunjuk ta
ngan kanan, lakukan palpasi lidah terutama bagian belakang dan batas-bat
as lidah.

e. Pemeriksaan fisik leher

20
Cara inspeksi leher:
1) Lakukan inspeksi leher untuk mengetahui bentuk leher, warna kulit, adanya
pembengkakan, jaringan parut, dan adanya massa. Palpasi dilakukan secara
sistematis, mulai dari garis tengah sisi depan leher, samping, dan belakang.
Warna kulit leher normalnya sama dengan kulit sekitarnya. Warna kulit leh
er dapat menjadi kuning pada semua jenis ikterus, dan menjadi merah, beng
kak, panas serta ada nyeri tekan bila mengalami peradangan.
2) Inspeksi tiroid dengan cara meminta pasien menelan, dan amati gerakan ke
lenjar tiroid pada insisura jugularis sterni. Normalnya gerakan kelenjar tiro
id tidak dapat dilihat kecuali pada orang yang sangat kurus.

Cara palpasi leher

Palpasi pada leher dilakukan terutama untuk mengetahui keadaan dan


letak kelenjar limfe, kelenjar tiroid, dan trakea.
1) Duduk dihadapan pasien
2) Anjurkan pasien untuk menengadah kesamping menjauhi perawat pemerik
sa sehingga jaringan lunak dan otot-otot akan relaks.
3) Lakukan palpasi secara sistematis,dan tentukan menurut lokasi, batas-bata
s, ukuran, bentuk dan nyeri tekan pada setiap kelompok kelenjar limfe
4) Lakukan palpasi kelenjar tiroid
5) Lakukan palpasi trakea dengan cara berdiri disamping kanan pasien.

f. Pemeriksaan fisik bagian dada.


1) Inspeksi

Dada diinspeksi terutama postur, bentuk, dan kesimetrisan ekspansi,


serta keadaan kulit. Postur dapat bervariasi, misalnya pada pasien dengan
masalah pernafasan kronis, klavikulanya menjadi elevasi. Bentuk dada berbeda
antara bayi dan orang dewasa. Dada bayi berbentuk melingkar dengan diameter
dari depan ke belakang (antero-posterior) sama dengan diameter transversal.
Inspeksi dada dikerjakan baik  pada saat dada bergerak atau diam, terutama
sewaktu dilakukan pengamatan  pergerakan pernafasan. Pengamatan dada
pada saat bergerak dilakukan untuk mengetahui frekuensi, sifat, dan ritme /

21
irama pernapasan. Normalnya frekuensi  pernapasan berkisar antara 16 sampai
24 kali setiap menit pada orang dewasa.

Cara inspeksi pada dada :

a. Lepaskan baju pasien dan tampakkan badan pasien sampai batas pinggang.

b. Atur posisi pasien (posisi diatur bergantung pada tahap pemeriksaan dan
kondisi pasien). Pasien dapat diminta mengambil posisi duduk

atau berdiri.
c. Yakinkan bahwa perawat sudah siap (tangan bersih dan hangat), ruangan
dan stetoskop disiapkan.
d. Beri penjelasan kepada pasien tentang apa yang akan dikerjakan dan anjur
kan pasien tetap rileks.
e. Lakukan inspeksi bentuk dada dari empat sisi : depan, belakang, sisi kana
n, dan sisi kiri pada saat istirahat (diam), saat inspirasi dan saat ekspirasi.
Pada saat inspeksi dari depan, perhatikan area klavikula, fosa supraklavik
ularis dan fosa infraklavikularis, sternum, dan tulang rusuk. Dari sisi bela
kang, amati lokasi vertebra servikalis ke-7 (puncak scapula terletak sejaja
r dengan vertebra torakalis ke-8), perhatikan pula bentuk tulang belakang
dan catat bila ada kelainan bentuk. Terakhir, inspeksi bentuk dada secara
keseluruhan untuk mengetahui adanya kelainan, misalnya bentuk barrel c
hest.
1. Amati lebih teliti keadaan kulit dada dan catat bila ditemukan adanya pu
lsasi pada interkostal atau di bawah jantung, retraksi intrakostal selama be
rnapas, jaringan parut, dan tanda – tanda menonjol lainnya.

a.   Palpasi

Palpasi dada dilakukan untuk mengkaji keadaan kulit dinding dada, nyeri
tekan, massa, peradangan, kesimetrisan ekspansi, dan taktil fremitus (vibrasi
yang dapat teraba yang dihantarkan melalui sistem bronkopulmonal selama
seseorang berbicara).

Cara kerja palpasi dinding dada

22
a. Lakukan palpasi untuk mengetahui ekspansi paru – paru / dinding dada :

b. Letakkan kedua telapak tangan secara datar pada dinding dada depan.

c. Anjurkan pasien untuk menarik napas.


d. Rasakan gerakan dinding dada dan bandingkan sisi kanan dan sisi kiri.
e. Berdiri di belakang pasien, letakkan tangan Anda pada sisi dada pasien, perha
tikan gerakan ke samping sewaktu pasien bernapas.
f. Letakkan kedua tangan Anda di punggung pasien dan bandingkan gerakan ke
dua sisi dinding dada.
g. Lakukan palpasi untuk mengkaji taktil fremitus. Minta pasien menyebut bila
ngan “enam –  enam” sambil perawat  melakukan palpasi dengan cara metakk
an telapak tangan Anda pada bagian belakang dinding dada dekat apeks paru 
– paru.
h. Bandingkan fremitus pada kedua sisi paru – paru serta di antara apeks dan bas
is paru-paru.
i. Lakukan palpasi taktil fremitus pada dinding dada anterior.

j. Pada pengkajian taktil fremitus, vibrasi / getaran bicara secara normal dapat
ditransmisikan melalui dinding dada. Getaran lebih jelas terasa pada
apeks paru –  p  aru. Getaran pada dinding dada lebih keras daripada
dinding dada kiri karena bronkus sisi kanan lebih besar. Pada pria, fremitus
lebih mudah terasa karena suara pria lebih besar daripada suara wanita.

 
b. Perkusi

Cara perkusi paru – paru secara sistematis :

1) Lakukan perkusi paru – paru anterior dengan posisi pasien terlentang.

2) Perkusi mulai dari atas klavikula ke bawah pada setiap ruang


interkostal.

3) Bandingkan sisi kanan dan kiri

4) Catat hasil perkusi dengan jelas.

23
c.   Aukultasi

Aukultasi biasanya dilaksanakan dengan menggunakan stetoskop.


Aukultasi berguna untuk mengkaji aliran udara melalui batang trakeobronkial
dan mengetahui adanya sumbatan aliran udara. Aukultasi juga berguna untuk
mengkaji kondisi paru –  paru dan rongga pleura. Untuk dapat melakukan
auskultasi, perawat harus mengetahui bunyi / suara napas yang dikategorikan
menurut intensitas, nada, dan durasi antara inspirasi dan ekspirasi.
Cara kerja untuk melakukan auskultasi
1) Duduk menghadap pasien.
2) Minta pasien bernapas secara normal, mulai auskultasi dengan meletakan

3) stetoskop pada trakea, dan dengan bunyi napas secara teliti.

4) Lanjutkan auskultasi suara napas yang normal dengan arah seperti pada

5) perkusi dan perhatikan bila ada tambahan.

6) Ulangi auskultasi pada dada lateral dan posterior serta bandngkan sisi ka
nan dan kiri.

g. Pemeriksaan fisik payudara dan ketiak.

Dalam melakukan pemeriksaan payudara khususnya pada wanita,


perawat harus mempertimbangkan aspek psikososial, bukan aspek fisik saja.
Hal ini mengingat  payudara pada wanita mempunyai arti yang luas, baik dari
segi budaya, social, maupun fungsi seksual. Payudara berkembang dan tumbuh
selama rentang kehidupan yang dipengaruhi oleh perkembangan / pertumbuhan
seseorang, lingkungan, dan sosiokultural lainnya.
1. Inspeksi
a. Bantu pasien mengatur posisi duduk menghadap ke depan, telanjang dada
dengan kedua lengan rileks di sisi tubuh.
b. Mulai inspeksi ukuran, bentuk, dan kesimetrisan payudara. Payudara
normalnya melingkar, agak simetris, dan dapat dideskripsikan kecil,

24
sedang, dan besar.

c. Inspeksi warna, lesi, vaskularisasi, dan edema pada kulit payudara.


d. Inspeksi waran areola. Areola wanita hamil umumnya berwarna lebih gelap.

e. Inspeksi adanya penonjolan atau retraksi pada payudara dan putting susu a
kibat adanya skar atau lesi.
f. Inspeksi adanya rabas, ulkus, pergerakan, atau pembengkakan pada puttin
g susu. Amati juga posisi kedua putting susu yang normalnya mempunyai
arah yang sama.
g. Inspeksi ketiak dan klavikula untuk mengetahui adanya pembengkakan ata
u tanda kemerah – merahan.

2) Palpasi

Lakukan palpasi di sekeliling putting susu untuk mengetahuii adanya


rabas. Bila ditemukan rabas, identifikasi sumber, jumlah, warna, konsistensi
rabas tersebut, dan kaji adanya nyeri tekan. Palpasi daerah klavikula dan ketiak
terutama pada area nodus limfe. Lakukan palpasi setiap payudara dengan teknik
bimanual terutama untuk peyudara yang berukuran besar. Caranya yaitu
tekankan telapak tangan anda / tiga jari tengah ke permukaan payudara pada
kuadran samping atas. Lakukan palpasi dinding dada dengan gerakan memutar
dari tepi menuju ereola dan searah jarum jam.

h.   Pemeriksaan fisik abdomen

1)  Inspeksi

Inspeksi dilakukan pertama kali untuk mengetahui bentuk dan gerakan


– gerakan abdomen. Cara kerja inspeksi:
a) Atur posisi yang tepat

b) Lakukan pengamatan bentuk abdomen secara umum, kontur permukaan


abdomen, dan adanya retraksi, penonjolan, serta ketidaksimetrisan.
c)   Amati gerakan kulit abdomen saat inspirasi dan ekspirasi.

25
d)   Amati pertumbuhan rambut dan pigmentasi pada kulit secara lebih teliti.

2) Auskultasi

Perawat melakukan auskultasi untuk mendengarkan dua suara abdomen,


yaitu  bising usus (peristaltic) yang disebabkan oleh perpindahan gas atau
makanan sepanjang intestinum dan suara pembuluh darah. Teknik ini juga
digunakan untuk mendeteksi fungsi pencernaan pasien setelah menjalani operasi.
Pada keadaan tertentu, suara yang didengar melalui auskultasi mungkin
melemah. Auskultasi juga dapat dilakukan untuk mendengarkan denyut jantung
janin pada wanita hamil.

Cara kerja auskultasi :


a) Siapkan stetoskop, hangatkan tangan dan bagian diafragma stetoskop bila

b) ruang pemeriksaan dingin.

c) Tanya pasien tentang waktu terakhir makan. Bising usus dapat meningkat
setelah makan.
d) Tentukan bagian stetoskop yang akan digunakan. Bagian diafragma digunakan
untuk mendengarkan bising usus, sedangkan bagian bel (sungkup) untuk mend
engarkan suara pembuluh darah.
e) Letakkan diafragma stetoskop dengan tekanan ringan pada setiap area empat k
uadran abdomen dan dengarkan suara peristaltic aktif dan suara denguk (gurgli
ng) yang secara normal terdengar setiap 5  –  20 detik dengan durasi kurang at
au lebih dari satu detik. Frekuensi suara bergantung pada status
f) pencernaan atau ada tidaknya makanan dalam saluran pencernaan.
Dalam

g) pelaporannya, bising usus dapat dinyatakan dengan “terdengar, tidak ada /


hipoaktif, sangat lambat” (mis, hanya terdengar sekali per menit)
dan

h) “hiperaktif atau meningkat” (mis, terdengar setiap 3 detik). Bila bising usus
terdengar jarang sekali / tidak ada, dengarkan dahulu selama 3  –  5 menit
sebelum dipastikan.

26
i) Letakkan bagian bel (sungkup) stetoskop di atas aorta, arteri renalis, dan arteri

j) iliaka. Dengarkan suara – suara arteri (bruit). Auskultasi aorta dilakukan dari


arah superior ke umbilicus. Auskultasi arteri renalis dilakukan dengan cara
meletakan stetoskop pada garis tengah abdomen atau kea rah kanan kiri garis
abdomen bagian atas mendekati panggul. Auskultasi arteri iliaka dilakukan
dengan cara meletakkan stetoskop pada area bawah umbilicus di sebelah
kanan dan kiri garis tengah abdomen.
k) Letakkan bagian bel stetoskop di atas area preumbilikal (sekeliling umbilicu
s) untuk mendengarkan bising vena (jarang terdengar).

3)   Perkusi

Perkusi dilakukan untuk mendengarkan / mendeteksi adanya gas, cairan,


atau massa di dalam abdomen. Perkusi juga dilakukan untuk mengetahui
posisi limpa dan hepar. Bunyi perkusi pada abdomen yang normal adalah
timpani, namun bunyi ini dapat berubah pada keadaan  – keadaan tertentu.
Misalnya, apabila hepar dan limpa membesar, bunyi perkusi akan menjadi
redup, khususnya perkusi di area  bawah arkus kostalis kanan dan kiri.
Apabila terdapat udara bebas pada rongga abdomen, daerah pekak pada hepar
akan hilang. Pada keadaan usu berisi terlalu  banyak cairan, bunyi yang
dihasilkan pada perkusi seluruh dinding abdomen adalah hipertimpani,
sedangkan daerah hepar tetap pekak. Perkusi pada daerah yang berisi cairan
juga akan menghasilkan suara pekak.

Cara perkusi abdomen secara sistematis

a) Perkusi dimulai dari kuadran kanan atas kemudian bergerak searah jarum j
am (dari sudut pandang / perspektif pasien).
b) Perhatikan reaksi pasien dan catat bila pasien merasa nyeri atau nyeri tekan.

c) Lakukan perkusi pada area timpani dan redup. Suara timpani mempunyai
cirri nada lebih tinggi daripada resonan. Suara timpani dapat didengarkan
pada rongga atau organ yang berisi udara. Suara redup mempunyai cirri
nada lebih

27
d) rendah atau lebih datar daripada resonan. Suara ini dapat didengarkan
pada

28
e) massa padat, misalnya keadaan asites, keadaan distensi kandung kemih, serta

f) pembesaran atau tumor hepar dan limpa.

4)   Palpasi

Palpasi hepar dapat dilakukan secara bimanual, terutama untuk mengetahui


adanya  pembesaran.

Cara Palpasi Hepar :

a) Berdiri di samping kanan pasien.

b) Letakkan tangan kiri Anda pada dinding toraks posterior kira  –  kira pada
tulang rusuk ke-11 atau 12.
c) Tekan tangan kiri Anda ke atas sehingga sedikit mengangkat dinding dad
a.
d) Letakkan tangan kanan pada batas bawah tulang rusuk sisi kanan denga
n membentuk sudut kira  –  kira 450  dari otot rektus abdominis atau pa
rallel terhadap otot rektus abdominis dengan jari – jari kea rah tulang ru
suk.
e) Sementara pasien ekshalasi, lakukan penekanan sedalam 4  –  5 cm k
ea rah
f) bawah pada batas tulang rusuk.

g) Jaga posisi tangan Anda dan minta pasien inhalasi / menarik napas dalam.
h) Sementara pasien inhalasi, rasakan batas hepar bergerak menentang tan
gan Anda yang secara normal terasa dengan kontur reguler. Bila hepar t
idak terasa
i) /teraba dengan jelas, minta pasien untuk menarik napas dalam, sementara
Anda tetap mempertahankan posisi tangan atau memberikan tekanan
sedikit lebih dalam. Kesulitan dalam merasakan hepar ini sering dialami
pada pasien obesitas.
j) Bila hepar membesar, lakukan palpasi di batas bawah tulang rusuk
kanan.

1
k) Catat pembesaran tersebut dan nyatakan dengan berapa sentimeter
pembesaran terjadi di bawah batas tulang rusuk.

i.   Pemeriksaan fisik genital.

Pemeriksaan Fisik Alat Kelamin Pria

1) Inspeksi
a) Pertama  –  tama inspeksi rambut pubis, perhatikan penyebaran dan pola

b) pertumbuhan rambut pubis. Catat bila rambut pubis tumbuh sangat sedikit
atau sama sekali tidak ada.

c) Inspeksi kulit, ukuran, dan adanya kelainan lain yang tampak pada penis.

d) Pada pria yang tidak dikhitan, pegang penis dan buka kulup penis, amati
lubang uretra dan kepala penis untuk mengetahui adanya ulkus, jaringan
parut,
e) benjolan, peradangan, dan rabas (bila pasien malu, penis dapat dibuka
oleh

f) pasien sendiri). Lubang uretra normalnya terletak di tengah kepala penis.


Pada

g) beberapa kelainan, lubang uretra ada yang terletak di bawah batang penis
(hipospadia) dan ada yang terletak di atas batang penis (epispadia).
4. Inspeksi skrotum dan perhatikan bila ada tanda kemerahan, bengkak, ulkus,
ekskoriasi, atau nodular. Angkat skrotum dan amati area di belakang skrotum.

2) Palpasi

Teknik ini dilakukan hanya bila ada indikasi atau keluhan.

a) Lakukan palpasi penis untuk mengetahui adanya nyeri tekan, benjolan, d


an kemungkinan adanya cairan kental yang keluar.

b) Palpasi skrotum dan testis dengan menggunakan jempol dan tiga jari pertama.
Palpasi tiap testisdanperhatikanukuran, konsistensi,bentuk,dan kelicinannya.
Testis normalnya teraba elastic, licin, tidak ada benjolan atau massa, dan

2
berukuran sekitar 2 – 4 cm.
c) Palpasi epididimis yang memanjang dari puncak testis ke belakang. Nor
malnya epidiimis teraba lunak.
d) Palpasi saluran sperma dengan jempol dan jari telunjuk. Saluran sperm
a biasanya ditemukan pada puncak bagian lateral skrotum dan teraba leb
ih keras daripada epididimis.

Pemeriksaan Fisik Alat Kelamin Wanita


1) Palpasi alat kelamin bagian luar
a) Mulai dengan mengamati rambut pubis, perhatikan distribusi dan jumlahnya,
dan bandingkan sesuai usia perkembangan pasien.
b) Amati kulit dan area pubis, perhatikan adanya lesi, eritema, fisura,
leukoplakia, dan ekskoriasi.
c) Buka labia mayora dan amati bagian dalam labia mayora, labia minora,
klitoris, dan meatus uretra. Perhatikan setiap ada pembengkakan, ulkus,
rabas,

d) atau nodular.

2) Palpasi alat kelamin bagian dalam

a) Lumasi jari telunjuk Anda dengan air steril, masukkan ke dalam vagina,
dan identifikasi kelunakan serta permukaan serviks. Tindakan ini berma
nfaat untuk mempergunakan dan memilih speculum yang tepat. Keluark
an jari bila sudah selesai.
b) Letakkan dua jari pada pintu vagina dan tekankan ke bawah kea rah perianal.

c) Masukkan speculum dengan sudut 450.


d) Buka bilah speculum, letakkan pada serviks, dan kunci bilah sehingga te
tap membuka.
e) Bila serviks sudah terlihat, atur lampu untuk memperjelas penglihatan d
an amati ukuran, laserasi, erosi, nodular, massa, rabas, dan warna ser
viks.
f) Normalnya bentuk serviks melingkar atau oval pada nulipara, sedangkan
pada

3
g) para berbentuk celah.

2.6 Evaluasi

Perawat bertanggung jawab untuk asuhan keperawatan yang mereka berikan dengan
mengevaluasi hasil intervensi keperawatan. Keterampilan pengkajian fisik meningkatkan
evaluasi tindakan keperawatan melalui pemantauan hasil asuhan fisiologis dan perilaku.
Keterampilan pengkajian fisik yang sama di gunakan untuk mengkaji kondisi dapat di
gunakan sebagai tindakan evaluasi setelah asuhan diberikan.

Perawat membuat pengukuran yang akurat, terperinci, dan objektif melalui


pengkajian fisik. Pengukuran tersebut menentukan tercapainya atau tidak hasil asuhan yang
di harapkan. Perawat tidak bergantung sepenuhnya pada intuisi ketika pengkajian fisik dapat
digunakan untuk mengevaluasi keefektifan asuhan.

2.7 Dokumentasi

Perawat dapat memilih untuk mencatat hasil dari pengkajian fisik pada pemeriksaan a
tau pada akhir pemeriksaan. Sebagian besar institusi memiliki format khusus yang memperm
udah pencatatan data pemeriksaan. Perawat meninjau semua hasil sebelum membantu klien b
erpakaian, untuk berjaga-jaga seandainya perlu memeriksa kembali informasi atau mendapatk
an data tambahan. Temuan dari pengkajian fisik dimasukkan ke dalam rencana asuhan.

Data di dokumentasikan berdasarkan format SOAPIE, yang hamper sama dengan lang
kah-langkah proses keperawatan.

 Data (riwayat) Subjektif, yaitu apa yang dilaporkan klien


 Data (fisik) Objektif, yaitu apa yang di observasi, inspeksi, palpasi, perkusi dan a
uskultasi oleh perawat.
 Assessment (pengkajian) , yaitu diagnose keperawatan dan pernyataan tentang ke
majuan atau kemunduran klien
 Plan (Perencanaan), yaitu rencana perawatan klien
 Implementation (pelaksanaan), yaitu intervensi keperawatan dilakukan berdasark
an rencana

4
 Evaluation (evaluasi), yaitu tinjauan hasil rencana yang sudah di implementasika
n.

BAB III
PENUTUP

1.1 Kesimpulan

Pemeriksaan fisik dalah pemeriksaan tubuh klien secara keseluruhan atau hanya
bagian tertentu yang dianggap perlu, untuk memperoleh data yang sistematif dan
komprehensif, memastikan/membuktikan hasil anamnesa, menentukan masalah dan
merencanakan tindakan keperawatan yang tepat bagi klien.

Pemeriksaan fisik Mutlak dilakukan pada setiap klien, tertama pada klien yang baru
masuk ke tempat pelayanan kesehatan untuk di rawat, secara rutin pada klien yang sedang di
rawat, sewaktu-waktu sesuai kebutuhan klien. Jadi pemeriksaan fisik ini sangat penting dan
harus di lakukan pada kondisi tersebut, baik klien dalam keadaan sadar maupun tidak sadar.

Pemeriksaan fisik menjadi sangat penting karena sangat bermanfaat, baik untuk untuk
menegakkan diagnosa keperawatan memilih intervensi yang tepat untuk proses keperawatan,
maupun untuk mengevaluasi hasil dari asuhan keperawatan.

1.2 Saran
Agar pemeriksaan fisik dapat dilakukan dengan baik, maka perawat harus memahami
ilmu pemeriksaan fisik dengan sempurna dan pemeriksaan fisik ini harus dilakukan secara
berurutan, sistematis, dan dilakukan dengan prosedur yang benar.

5
DAFTAR PUSTAKA

Bickley, Lynn S. 2009. Buku Ajar Pemeriksaan Fisik dan Riwayat Kesehatan Bates Edisi 8.
Jakarta : EGC

admit. Pemeriksaan Fisik. http://nursingbegin.com/tag/pemeriksaan-fisik/( online) Bates,


Barbara. 1998. Pemeriksaan Fisik dan Riwayat Kesehatan. Jakarta. EGC Bickley,
Lynn S. 2008. Buku Saku Pemeriksaan Fisik dan Riwayat Kesehatan Bates. Jakarta.
EGC

Burnside, John W. 1995. Diagnosis Fisik. Jakarta. EGC

Candrawati. Susiana.Pemeriksaan Fisik system Kardiovaskuler

6
1
1

Anda mungkin juga menyukai