Anda di halaman 1dari 76

RESUME MATERI KESELAMATAN PASIEN DAN KESEHATAN KERJA

DALAM KEPERAWATAN

PERTEMUAN 1-14

PERTEMUAN 1

Disusun oleh:

Nurul Halimah

(C1AA20073)

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KOTA SUKABUMI

2022
KONSEP DASAR K3
(Sehat kesehatan kerja risiko & hazard dalam pemberian asuhan keperawatan)

PENGERTIAN

Pengertian sehat menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 1948 yaitu “suatu
keadaan fisik, mental, dan sosial kesejahteraan dan bukan hanya ketiadaan penyakit atau
kelemahan”. Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang
memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis.

kesehatan kerja menurut WHO tahun 1950 adalah kesehatan kerja adalah suatu upaya untuk
mempertahankan dan meningkatkan derajat kesejahteraan fisik, mental dan sosial yang setinggi-
tingginya bagi semua pekerja pada semua pekerjaan dari risiko akibat faktor yang merugikan
kesehatan, penempatan dan pemeliharaan pekerja dalam suatu lingkungan kerja yang
diadaptasikan dengan kapabilitas fisiologi dan psikologi dan diringkaskan sebagai adaptasi
pekerjaan manusia dan setiap manusia terhadap pekerjaan.

Pengertian Risk (Risiko)

Risk (Risiko) adalah sebagai peluang terpaparnya seseorang atau alat pada suatu hazard

Risiko adalah seberapa besar peluang potensi hazard menjadi kenyataan

Pengertian Hazard

Hazard adalah sesuatu yang dapat menyebabkan cedera pada manusia atau kerusakan pada
alat atau lingkungan atau dengan kata lain sesuatu yang dapat mengakibatkan bahaya.

Hazard (Bahaya atau faktor risiko) adalah segala sesuatu yang berpotensi menyebabkan
kerugian, baik dalam bentuk cedera atau gangguan kesehatan pada pekerja maupun kerusakan
harta benda antara lain berupa kerusakan mesin, alat, properti termasuk proses produksi dan
lingkungan serta terganggunya citra perusahaan.

Pengertian Hazard Kesehatan

Hazard Kesehatan adalah Hazard yang berpotensi menimbulkan gangguan kesehatan.

Jenis Risiko Kerja


 Risiko Keselamatan (safety Risk)

Risiko ini secara umum memiliki cIri-ciri antara lain probabilitas rendah (low
probability), tingkat pemaparan yang tinggi (high-level exposure), tingkat konsekuensi
kecelakaan yang tinggi ((high-consequenceaccident), bersifat akut, dan menimbulkan efek secara
langsung.

Tindakan pengendalian yang harus dilakukan dalam respon tanggap darurat adalah dengan
mengetahui penyebabnya secara jelas dan lebih focus pada keselamatan manusia dan pencegahan
timbulnya kerugian terutama pada area tempat kerja.

 Risiko Kesehatan (Health Risk)

Risiko ini memiliki ciri-ciri antara lain memiliki probabilitas yang tinggi (High
probability), tingkat pemajanan yang rendah (low level exposure), konsekuensi yang rendah
(low-consequence), memiliki masa laten yang panjang (long- latency), delayed effect (efek tidak
langsung terlihat) dan bersifat kronik. Hubungan sebab akibatnya tidak mudah ditentukan. Risiko
ini focus pada kesehatan manusia terutama yang berada di luar tempat kerja atau fasilitas.

 Risiko Lingkungan dan Ekologi (Environmental and Ecological Risk)

Risiko ini memiliki ciri-ciri antara lain melibatkan interaksi yang beragam antara
populasi dan komunitas ekosistem pada tingkat mikro maupun makro, ada ketidakpastian yang
tinggi antara sebab dan akibat, risiko ini focus pada habitat dan dampak ekosistem yang mungkin
bisa bermanifestasi jauh dari sumber risiko.

 Risiko Kesejahteraan Masayarakat (public Welfare/Goodwill Risk)

Ciri dari risiko ini lebih berkaitan dengan persepsi kelompok atau umum tentang
performancesebuah organisasi atau produk, nilai property, estetika dan penggunaan sumber daya
yang terbatas.Fokusnya pada nilai-nilai yang terdapat dalam masyarakat dan persepsinya.

 Risiko Keuangan (Financial Risk)

Ciri-ciri dari risiko ini antara lain memiliki risiko yang jangka panjang dan jangka pendek
dari kerugian property, yang terkait dengan perhitungan asuransi, pengembalian investasi.
Fokusnya diarahkan pada kemudahan pengoperasian dan aspek financial. Risiko ini pada
umumnya menjadi pertimbangan utama, khususnya bagi stakeholder seperti para pemilik
perusahaan/pemegang saham dalam setiap pengambilan keputusan dan kebijakan organisasi,
dimana setiap pertimbangan akan selalu berkaitan dengan financial dan mengacu pada tingkat
efektifitas dan efisiensi.

PENGELOMPOKAN HAZRD
 Occupational Health Hazard

Bahaya yang terdapat dilingkungan kerja yang mempunyai potensi untuk menimbulkan
terjadinya gangguan kesehatan dari gangguan fisiologis, keluhan, sakit, bahkan kematian.

 Occupational Safety Hazard

Bahaya yang terdapat dilingkungan kerja yang mempunyai potensi untuk menimbulkan
terjadinya incident, injury, baik pada manusia maupun pada proses kerja.

OCCUPATIONAL HEALTH HAZARD


 Faktor Fisik

Berupa energi seperti kebisingan, radiasi, temperatur ekstrim, pencahayaan, getaran, tekanan
udara, dll.

 Faktor Kimia

Berupa bahan kimia baik dalam bentuk gas, cair, dan padat yang mempunyai sifat toksik,
beracun, irritan, asphyxian, patologik.

 Faktor Biologi

Bahaya yang berasal dari mikroorganisme khususnya yang patogen yang dapat menimbulkan
gangguan.

 Faktor Ergonomi

Merupakan bahaya yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan sebagai akibat dari
ketidaksesuaian desain kerja dengan pekerja.

 Faktor Stress Kerja

Bahaya yang berasal dari pengorganisasian pekerjaan dan budaya kerja.


OCCUPATIONAL SAFETY HAZARD
 Faktor Mechanik

Bahaya yang terdapat pada benda-benda atau proses yang bergerak yang menimbulkan dampak
seperti : terpotong, tertusuk, tersayat, tergores, dll.

 Faktor Kimia

Berupa bahan kimia baik dalam bentuk gas, cair, dan padat yang mempunyai sifat mudah
terbakar, mudah meledak dan korosif.

 Faktor Elektrik

Bahaya yang berasal dari arus listrik.

RISIKO DAN HAZARD DALAM PEMBERIAN ASUHAN KEPERAWATAN

Hazard Hazard
Hazard tubuh Hazard perilaku Hazard Hazard budaya
lingkungan pengorganisasian
pekerja kesehatan ergonomik kerja (work culture
kerja pekerjaan (work
(Somatic (behavioral (ergonomic hazard)berupa
(environmental organization
Hazard) hazard hazard) faktor stres kerja
hazard} hazard)

Hazard tubuh pekerja (Somatic Hazard)


Hazard Somatik adalah Hazard yang (sudah) ada pada tubuh pekerja”Hipertensi, Diabetes
Mellitus, Obesitas, Dyslipidemia, Asthma”
Hazard somatic juga Somatik berhubungan dengan radiasi. Efek somatik merupakan efek
radiasi yang dirasakan oleh individu yang terpapar radiasi.
 Gejala yang dirasakan bervariasi, ada yang langsung dirasakan oleh individu tersebut ada
juga yang tertunda. Gejala yang bisa langsung terlihat dalam waktu singkat diantaranya
epilasi, eritema, luka bakar, dan penurunan jumlah sel darah. Sedangkan efek yang
tertunda akan dirasakan dalam waktu yang lama antara bulanan dan tahunan seperti
katarak dan kanker.
 Pengendalian Pola hidup sehat (diet seimbang, olah raga, tidak merokok, cek up teratur,
dll).
Hazard Perilaku Kesehatan (Behavioral hazard)
Hazard perilaku pekerja adalah hazard yang terkait dengan perilaku pekerja,
Perilaku meliputi sikap, kebiasaan, tingkah laku:
 Merokok
 Pola makan
 Minum2an beralkohol
 Workaholic
Efek Kesehatan: PJK, DM, Stroke, Stress
Pengendalian: Pola hidup sehat.

Hazard lingkungan kerja (environmental hazard}


Lingkungan merupakan faktor yang penting untuk mencegah kecelakaan kerja, rumah
sakit yang memiliki banyak limbah infeksius tentu menjadi risiko dan hazard yang besar
bagi setiap orang yang ada di rumah sakit.
Hazard lingkungan kerja dapat berupa:
1) faktor fisik,
2) faktor kimia dan
3) faktor biologic.
Beberapa risiko dan bahaya kesehatan yang mungkin ditimbulkan akibat
keberadaan rumah sakit antara lain penyakit menular (hepatitis, diare, campak, AIDS,
influenza), bahaya radiasi (kanker, kelainan organ genetik), dan risiko bahaya kimia.
Cara pencegahannya adalah dengan pengelolaan limbah rumah sakit yang benar.
Perawat juga perlu diedukasikan cara pembuangan sampah bekas tindakan asuhan
keperawatan yang benar sesuai dengan jenis sampah yang digunakan.

Hazard ergonomik (ergonomic hazard)

Hazard ergonomik yang Efek Kesehatan


dimaksud terkait dengan kondisi Ergonomi adalah posisi statis ErgonomiWork
pekerjaan dan peralatan kerja saat mengangkat, Musculosceletal Disorders
yang digunakan oleh pekerja membungkuk, mendorong. Symptom
termasuk work station.

MANFAAT PENERAPAN ERGONOMI


Salah satu cara untuk
mengurangi kecelakaan kerja o Mencegah cedera
akibat ergonomi adalah dengan o Meningkatkan kualitas hidup
cara mengetahui posisi yang o Meningkatkan kualitas kerja
tepat dan menjaga kesehatan o Mengurangi kelelahan dan ketidak
muskuloskletal nyamanan kerja
Hazard pengorganisasian pekerjaan (work organization hazard)
Waktu
 Long work hours (shift kerja)
 Career Planning (jalur karir, kenaikan pangkat & jabatan)
 Central Planning (Otonomi, Partisipasi Karyawan).
Beban Pekerjaan
 Jumlah & jenis pekerjaan
 Karyawan tidak dibebani pekerjaan yang dia tidak bisa
 Fasilitas yang memadai
 Reward yang sesuai.
Faktor stress kerja berupa beban kerja berlebih atau pembagian pekerjaan yang tidak
proporsional, budaya kerja sampai jauh malam dan mengabaikan kehidupan sosial pekerja.
Hazard budaya kerja (work culture hazard)
Konsep budaya kerja ini adalah suatu refleksi dari sistem nilai pokok yang diadopsi oleh
perusahaan tertentu. Budaya kerja yang diadopsi suatu perusahaan atau suatu instansi harus
mengarah kepada kesehatan, kesejahetraan, dan keselamatan pegawai tidak hanya memikirkan
untung rugi dari perusahaan atau instansi tersebut.
 Kepemimpinan Otoriter vs Demokrasi
 Profit Oriented
 Kebersihan
 NORMA (Peraturan atau kegiatan yang dikerjakan)
 SUASANA KERJA/IKLIM (Iklim yang kondusif untuk bekerja) Keterbukaan
(friendly)
 KERJA DALAM TEAM WORK
 Dukungan atasan dan rekan sekerja tim.

Manajemen Resiko dan Pencegahan Penyakit

Manajemen risiko kesehatan Konsep manajemen risiko adalah mengelola


kerja adalah bagian dari sistem risiko dengan segala upaya baik bersifat teknik
manajemen yang terintegrasi maupun administratif, agar risiko menjadi
dalam suatu organisasi dan hilang atau minimal sampai ketingkat yang
merupakan salah satu bagia dari dapat diabaikan karena tidak lagi
penentu kebijakan membahayakan.
Tujuan Manajemen Risiko
 Minimasi kerugian
 Meningkatkan kesempatan/peluang
 Memotong mata rantai kejadian kerugian
 Pencegahan terhadap terjadinya kerugian akibat kecelakaan &/ penyakit akibat kerja.

LANGKAH-LANGKAH
 Antisipasi
Pada proses perencanaan, dimulai dari antisipasi hazard dan risiko kesehatan yang mungkin
timbul dari suatu kegiatan baru atau suatu perubahan dari yang sudah ada, baik infrastruktur,
mesin, alat, proses, bahan baku, maupun materi lainnya.
 Rekognisi Hazard
 Mengenali hazard K3 dan dampak di tempat kerja
 Dapatkan gambaran umum Lay out tempat kerja
 Proses kerja
 Sarana, prasarana, alat kerja
 keluhan (symptoms)
 Data gangguan Kesehatan
 Pemeriksaan, lab, catatan medik
 Data kejadian kecelakaan.

Pengendalian Hazard

Eliminasi
Subtitusi

Metode Umumnya
Mengganti beberapa potensial
mengendalikan diterapkan pada
hazard (material atau proses)
dengan cara material, proses,
dengan yang mempunyai hazard
menghilangkan dan kadang-
lebih rendah
bahaya dari tempat kadang pada
kerja teknologi
Pengendalian
tehnik/engineering control
Manimasi

Contoh-contoh
Pengendalian ini dilakukan
Mengurangi jumlah bahan implementasi metode ini
bertujuan untuk memisahkan
berbahaya baik yang misal adalah adanya
bahaya dengan pekerja serta
digunakan maupun penutup mesin/machine
untuk mencegah terjadinya
disimpan guard, circuit breaker,
kesalahan manusia. Pengendalian
interlock system, start-up
ini terpasang dalam suatu unit
alarm, ventilation
sistem mesin atau peralatan.
system, sensor, sound
enclosure

Sistem peringatan/warning system

Adalah pengendian bahaya


Sangatlah penting bagi semua pengendalian jenis ini antara
yang dilakukan dengan
orang mengetahui dan lain berupa alarm system,
memberikan peringatan,
memperhatikan tanda-tanda detektor asap, tanda
instruksi, tanda, label yang
peringatan yang ada dilokasi peringatan (penggunaan APD
akan membuat orang
kerja sehingga mereka dapat spesifik, jalur evakuasi, area
waspada akan adanya
mengantisipasi adanya bahaya listrik tegangan tinggi, dll).
bahaya dilokasi tersebut. 
yang akan memberikan dampak
kepadanya.
Pengendalian
administratif/ administratif
control

Kontrol administratif ditujukan


pengandalian dari sisi orang yang Jenis pengendalian ini antara lain seleksi
akan melakukan pekerjaan, karyawan, adanya standar operasi baku
dengan dikendalikan metode (SOP), pelatihan, pengawasan, modifikasi
kerja diharapkan orang akan prilaku, jadwal kerja, rotasi kerja,
mematuhi, memiliki kemampuan pemeliharaan, manajemen perubahan,
dan keahlian cukup untuk jadwal istirahat, investigasi dll
menyelesaikan pekerjaan secara
aman.

Alat Pelindung

Pemilihan dan penggunaan alat pelindung Pemeliharaan dan pelatihan


diri merupakan merupakan hal yang paling menggunakan alat pelindung
tidak efektif dalam pengendalian diripun sangat dibutuhkan
bahaya,dan APD hanya berfungsi untuk untuk meningkatkan
mengurangi reriko dari dampak bahaya. efektifitas manfaat dari alat
Karena sifatnya hanya mengurangi, perlu tersebut.
dihindari ketergantungan hanya
menggandalkan alat pelindung diri dalam
menyelesaikan setiap pekerjaan.
RESUME MATERI KESELAMATAN PASIEN DAN KESEHATAN KERJA
DALAM KEPERAWATAN

PERTEMUAN 1-14

PERTEMUAN 2

Disusun oleh:

Nurul Halimah

(C1AA20073)

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KOTA SUKABUMI

2022
KONSEP DASAR KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA (K3) BAGI PERAWAT
KONSEP DASAR KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA (K3)
Pendahuluan
 Setiap tindakan yang dilakukan oleh perawat mempunyai potensi bahaya berupa bahaya
fisik, biologi, dan ergonomi.
 Bahaya fisik didapatkan pada pekerjaan yang menggunakan alat yang tajam, seperti
memasang infus dan menjahit luka.
 Bahaya biologi terdapat pada tindakan invasif, merawat luka, memasang infuse, dan
memberikan obat melalui rektal.
 Sedangkan postur janggal ketika membungkuk merupakan bahaya pekerjaan karena
faktor ergonomic (Ramdan & Abd, 2017).
Menurut WHO, dari 35 juta petugas kesehatan, ternyata 3 juta diantaranya terpajan oleh
bloodborne pathogen, dengan 2 juta dianatanya tertular virus hepatitis B, dan 170.000
diantaranya tertular virus HIV/AIDS.
Menurut NIOSH, untuk kasus-kasus yang non-fatal baik injury maupun penyakit akibat
kerja, di sarana kesehatan sekarang semakin meningkat. Selain itu Infeksi nosokomial masih
menjadi isu cukup signifikan dikalangan pelayanan kesehatan, sehingga pengembangan program
patient safety sangat relevan dikembangkan.
PENGERTIAN
“Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) merupakan suatu program yang dibuat sebagai upaya
mencegah timbulnya kecelakaan dan penyakit akibat kerja dengan cara mengenali hal-hal yang
berpotensi menimbulkan kecelakaan dan penyakit akibat kerja serta tindakan antisipatif apabila
terjadi kecelakaan dan penyakit akibat kerja (WHO)”.
Keselamatan dan kesehatan kerja adalah suatu ilmu pengetahuan dan penerapannya
dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja. (Rejeki,
2016).
Teori Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
Konsep K3 pertama kali dimulai di Amerika Tahun 1911 dimana K3 sama sekali tidak
memperhatikan keselamatan dan kesehatan para pekerjanya. Pada Tahun 1931, H.W. Heinrich
mengeluarkan suatu konsep yang dikenal dengan Teori Domino.
Berdasar Teori Domino, kecelakaan dapat terjadi karena adanya kekurangan dalam
lingkungan kerja dan atau kesalahan tenaga kerja. Dalam perkembangannya, konsep ini
mengenal kondisi tidak aman (unsafe condition) dan tindakan tidak aman (unsafe act).
Kesadaran akan pentingnya K3 dalam bentuk manajemen yang sistematis, selanjutnya
muncul kebijakan dari perusahaan untuk menerapkan suatu Sistem Manajemen K3 untuk
mengelola K3.
Kini pengelolaan K3 dengan penerapan Sistem Manajemen K3 sudah menjadi bagian yang
dipersyaratkan dalam ISO 9000:2000 dan CEPAA Social Accountability 8000:1997.
Pentingnya Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Pentingnya Sistem Manajemen K3 (Adrian, dkk, 2009):
 Alasan Manusiawi.

Membiarkan terjadinya kecelakaan kerja, tanpa berusaha melakukan sesuatu untuk


memperbaiki keadaan - tidak manusiawi.
 Alasan Ekonomi.

Kecelakaan kerja - Menimbulkan kerugian ekonomi


 Alasan UU dan Peraturan.

UU Tenaga kerja -Mengamanahkan K3 dlm bekerja


 Nama Baik Institusi

Pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)


Kesehatan (Health) berarti derajat/ tingkat keadaan fisik dan psikologi individu (the degree
of physiological and psychological well being of the individual).
Kesehatan Kerja, yaitu : suatu ilmu yang penerapannya untuk meningkatkan kulitas hidup
tenaga kerja melalui peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit akibat kerja yang diwujudkan
melaluii pemeriksaankesehatan, pengobatan dan asupan makanan yang bergizi.
Keselamatan kerja adalah sarana utama untuk pencegahan kecelakaan, cacat dan kematian
sebagai akibat kecelakaan kerja, atau keadaan terhindar dari bahaya saat melakukan kerja
Tasliman (1993:1).
Keselamatan (safety) meliputi:(1). Mengendalikan kerugian dari kecelakaan (control of
accident loss) dan (2). kemampuan untuk mengidentifikasikan dan menghilangkan (mengontrol)
resiko yang tidak bisa diterima (the ability to identify and eliminate unacceptable risks).
Kesehatan dan keselamatan kerja (Occupational Health & Safety) adalah upaya untuk
memberikan jaminan keselamatan dan meningkatkan derajat kesehatan para pekerja/buruh
dengan cara pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja, pengendalian bahaya di tempat
kerja, promosi kesehatan, pengobatan, dan rehabilitasi (WHO / ILO, 1995)
Menurut America Society of Safety and Engineering (ASSE), K3 diartikan sebagai bidang
kegiatan yang ditujukan untuk mencegah semua jenis kecelakaan yang ada kaitannya dengan
lingkungan dan situasi kerja.
Norma dan Sasaran K3:
Dalam K3 ada tiga norma yang selalu harus dipahami, yaitu:
1) Aturan berkaitan dengan keselamatan dan kesehatan kerja;
2) Diterapkan untuk melindungi tenaga kerja;
3) Resiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja
Sasaran atau tujuan K3, yaitu:
1) Menjamin keselamatan operator dan orang lain
2) Menjamin penggunaan peralatan aman dioperasikan
3) Menjamin proses produksi aman dan lancar.
Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Kesehatan, Pasal 23 dinyatakan
bahwa upaya Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) harus diselenggarakan di semua tempat
kerja, khususnya tempat kerja yang mempunyai risiko bahaya kesehatan, mudah terjangkit
penyakit atau mempunyai karyawan paling sedikit 10 orang.
Tujuan dari Keselamatan dan Kesehatan Kerja
 Agar setiap pegawai mendapat jaminan keselamatan dan kesehatan kerja baik secara
fisik, sosial, dan psikologis.
 Agar setiap perlengkapan dan peralatan kerja digunakan sebaik-baiknya selektif
mungkin.
 Agar semua hasil produksi dipelihara keamanannya.
 Agar adanya jaminan atas pemeliharaan dan peningkatan kesehatan gizi pegawai.
 Agar meningkatkan kegairahan, keserasian kerja, dan partisipasi kerja.
 Agar terhindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh lingkungan atau kondisi
kerja. 
 Agar setiap pegawai merasa aman dan terlindungi dalam bekerja. (Selviana, 2017)
 Melindungi tenaga kerja atas hak keselamatan dalam melakukan pekerjaan;
 Untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi serta produktifitas nasional
 Menjamin keselamatan setiap orang lain yang berada di tempat kerja
 Sumber produksi dipelihara dan dipergunakan secara aman dan efisien
 Sasaran utama keselamatan kerja adalah tempat kerja. (UNY, 2017).

Manfaat Atau Fungsi Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Untuk Perawat


 Perawat mamahami bahaya dan risiko dari pekerjaannya
 Perawat memahami tindakan pencegahan agar tidak terjadi kecelakaan
 Perawat memahami hak dan kewajibannya khususnya dalam peraturan terkait dengan
Keselamatan dan kesehatan kerja
 Perawat mengetahui bagaimana bertindak dalam keadaan darurat seperti kebakaran,
gempa, kecelakaan, dan sebagainya
 Perawat mampu berpartisipasi untuk membuat tempat kerjanya lebih aman
 Perawat dapat melindungi rekan kerjanya dari risiko kecelakaan kerja
 Perawat mampu untuk menghindarkan keluarganya dari penyakit-penyakit yang mungkin
bisa tertular dari tempat kerja (Agung, 2018).
Prinsip Etik Dalam K3
Otonomi (Autonomy)
o Memberikan penjelasan yang sejelas-sejelasnya bagi klien dalam berbagai
rencana tindakan dari segi manfaat tindakan, urgensi dsb sehingga diharapkan
klien dapat mengambil keputusan bagi dirinya.
Kebaikan (Beneficience)
o Melakukan yang terbaik bagi klien, tidak merugikan klien, dan mencegah bahaya
bagi klien. Etika ini merupakan inti pokok untuk penerapan K3.
Keadilan (Justice)
o Berlaku adil pada setiap klien sesuai dengan kebutuhan pasien.

Kejujuran (Veracity)
o Mengatakan yang sebenarnya dan tidak membohongi klien dalam segala hal
tindakan yang akan diterapkan pada pasien.
Mencegah pembunuhan (Avoiding Killing) :
o Menghargai kehidupan manusia dengan tidak membunuh. Sumber pertimbangan
adalah moral agama/kepercayaan dan kultur/norma-norma tertentu.
Kesetiaan (Fidelity)
o Etika ini menekankan pada kesetiaan pada komitmennya, menepati janji,
menyimpan rahasia, caring terhadap klien/keluarga. (Ngesti W. Utami, 2016).

Ruang Lingkup K3
Ruang lingkup tindakan K3 dilakukan di setiap pekerjaan, kapanpun dan di manapun.
Tindakan keselamata kerja dilakukan di tempat kerja, di lingkungan keluarga /rumah tangga,
lingkungan masyarakat yang didalamnya melibatkan aspek manusia sebagai tenaga kerja, bahaya
akibat kerja dan usaha yang dikerjakan
Adapun syarat-syarat pelaksanaan K3 diperuntukan untuk:
 Mencegah dan mengurangi kecelakaan.

 Membuat jalan penyelamatan (emergency exit),

 Memberi pertolongan pertama(first aids/PPPK),


 Memberi peralatan pelindung pada pekerja dan alat kerja,

 mempertimbangkan faktor-faktor kenyamanan kerja,

 Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit fisik dan psychis

 Memelihara ketertiban dan kebersihan kerja,

 Mengusahakan keserasian antar pekerja, peralatan, lingkungan dan proses kerja.

Kebijakan k3 yang berkaitan dengan keperawatan di indonesia


 SK Menkes No. 432/ Menkes/ SK/ IV/ 2007 tentang Pedoman Manajemen K3 di RS
 OHSAS 18001 tentang Standar Sistem Manajemen K3. Sistem manajemen K3RS adalah
bagian dari sistem manajemen RS (Ivana, Widjasana, & Jayanti, 2014).
 UU 13 tahun 2003 dan keputusan menteri nomor 463/MEN/1993. Keduanya menjelaskan
secara lengkap mengenai K3 (Roro, 2020).
 Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan,
upaya kesehatan kerja ditunjukkan untuk melindungi pekerja agar hidup sehat dan
terbebas dari gangguan kesehatan serta pengaruh buruk yang diakibatkan oleh pekerjaan
 K3 termasuk sebagai salah satu standar pelayanan yang dinilai di dalam akreditasi RS,
disamping standar pelayanan lainnya (Ivana, Widjasana, & Jayanti, 2014).
Standar Pelayanan K3 Dirumah Sakit

Standar Pelayanan Kesehatan Kerja di Rumah Sakit


Pasal 23 UU kesehatan no.36 tahun 2009 dan peraturan Menteri tenaga kerja dan Transmigrasi
RI No.03/men/1982 tentang pelayanan kesehatan kerja.
1) Melakukan pemeriksaan kesehatan sebelum kerja bagi pekerja.
2) Melakukan pendidikan dan penyuluhan / pelatihan tentang kesehatan kerja.
3) Melakukan pemeriksaan berkala dan pemeriksaan khusus sesuai dengan pajanan di
rumah sakit.
4) Meningkatkan kesehatan badan, kondisi mental (rohani) dan kemampuan fisik pekerja
5) Memberikan pengobatan dan perawatan serta rehabilitasi bagi pekerja yang menderita
sakit
6) Melakukan pemeriksaan kesehatan khusus pada pekerja rumah sakit yang akan pension
atau pindah kerja
7) Melakukan koordinasi dengan tim Panitia Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
mengenai penularan infeksi terhadap pekerja dan pasien
8) Melaksanakan kegiatan surveilans kesehatan kerja
9) Melaksanakan pemantauan lingkungan kerja dan ergonomi yang berkaitan dengan
kesehatan kerja (Pemantauan/pengukuran terhadap faktor fisik, kimia, biologi,
psikososial, dan ergonomi)
10) Membuat evaluasi, pencatatan dan pelaporan kegiatan kesehatan kerja yang disampaikan
kepada Direktur Rumah Sakit dan Unit teknis terkait di wilayah kerja Rumah Sakit.
Standar pelayanan Keselamatan kerja di Rumah Sakit
1) Pembinaan dan pengawasan keselamatan/keamanan sarana, prasarana, dan peralatan
kesehatan.
2) Pembinaan dan pengawasan atau penyesuaian peralatan kerja terhadap pekerja.
3) Pembinaan dan pengawasan terhadap lingkungan kerja.
4) Pembinaan dan pengawasan terhadap sanitasi air.
5) Pembinaan dan pengawasan perlengkapan keselamatan kerja.
6) Pelatihan/penyuluhan keselamatan kerja untuk semua pekerja.
7) Pembinaan dan pengawasan keselamatan/keamanan sarana, prasarana, dan peralatan
kesehatan.
8) Pembinaan dan pengawasan atau penyesuaian peralatan kerja terhadap pekerja.
9) Pembinaan dan pengawasan terhadap lingkungan kerja.
10) Pembinaan dan pengawasan terhadap sanitasi air.
11) Pembinaan dan pengawasan perlengkapan keselamatan kerja.
12) Pelatihan/penyuluhan keselamatan kerja untuk semua pekerja.
RESUME MATERI KESELAMATAN PASIEN DAN KESEHATAN KERJA
DALAM KEPERAWATAN

PERTEMUAN 1-14

PERTEMUAN 3

Disusun oleh:

Nurul Halimah

(C1AA20073)

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KOTA SUKABUMI

2022
BERBAGAI RISIKO DAN HAZARD K3 DALAM SETIAP TAHAP PEMBERIAN
ASUHAN KEPERAWATAN
Risiko & Hazard Dalam Pemberian Asuhan Keperawatan
1. Somatik
2. Perilaku
3. Lingkungan
4. Ergonomik
5. Pengorganisasian pekerjaan
6. Budaya Kerja.
Risiko & Hazard Somatik,
Hazard somatik adalah sumber bahaya yang sudah ada pada tubuh manusia yang disebut
dengan faktor resiko contohnya DM, Hipertensi, Obesitasdan Asma.

Hazard Perilaku Suatu keadaan atau reaksi individu terhadap rangsangan atau
lingkungan
1. Merokok
2. Pola makan
3. Minuma alkohol
4. Workaholic
5. Efek kesehatan : PJK, DM, Stroke, Stress
6. Pengendalian pola hidup sehat.
Hazard Lingkungan
Hazard lingkungan kerja (environmental hazard) dapat berupa faktor fisik, kimia,
dan biologik. Faktor fisik, kimia dan biologik yang berada ditempat kerja berpotensi
menimbulkan gangguan kesehatan bila kadarnya atau intensitas pajanannya tinggi
melampaui toleransi kemampuan tubuh pekerja.
Hazard Ergonomi
Ergonomi yang mempelajari perilaku manusia dalam kaitannya dengan pekerjaan
mereka. Sasaran penelitian ergonomi ialah manusia pada saat bekerja dalam lingkungan.
Secara singkat dapat dikatakan bahwa ergonomi ialah penyesuaian tugas pekerjaan
dengan kondisi tubuh manusiaialah untuk menurunkanstress yang akan dihadapi.
Hazard Pengorganisasian Pekerjaan
Pengorganisasian (organizing) adalah pembagian kerja yang direncanakan untuk
diselesaikan oleh anggota kesatuan pekerjaan, penetapan hubungan antar pekerjaan yang efektif
di antara mereka dan pemberian lingkungan dan fasilitas pekerjaan yang wajar sehingga mereka
bekerja secara efisien.
Hazard Budaya Kerja
Budaya Kerja adalah suatu falsafah dengan didasari pandangan hidup sebagai nilai-nilai
yang menjadi sifat, kebiasaan dan juga pendorong yang dibudayakan dalam suatu kelompok dan
tercermin dalam sikap menjadi perilaku, cita-cita, pendapat, pandangan serta tindakan yang
terwujud sebagai kerja atau bekerja.
ASUHAN KEPERAWATAN KESELAMATAN PASIEN DAN KESELAMATAN
KESEHATAN KERJA DALAM KEPERAWATAN
Tahapan Proses Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian keperawatan
2. Diagnosa Keperawatan
3. Perencanaan
4. Implementasi
5. Evaluasi.
Pengkajian Pengkajian adalah upaya mengumpulkan data secara lengkap dan sistematis
untuk dikaji dan dianalisis sehingga masalah kesehatan dan keperawatan yang dihadapi klien
baik fisik, mental, social maupun spiritual dapat ditentukan.
Komponen Pengkajian pada KPK4 Berdasarkan Community Assessment Wheel
(Community As Patner)
Data Inti Komunitas
1. Sejarah / Riwayat Terjadinya / Perkembangan industri
2. Nilai dan keyakinanyang dianut
3. Agama
4. Demografi : Jumlahpekerjakeseluruhan
5. Statistik vital.
Data Subsystem Delapan Subsistem Yang Dikaji Sebagai Berikut
1. Lingkungan Fisik
2. Pelayanan kesehatan dan pelayanan sosial
3. Ekonomi
4. Keamanan dan Transportasi
5. Politik dan pemerintahan
6. Komunikasi
7. Pendidikan
8. Rekreasi.

Data Kuesioner khusus untuk permasalahan KPK4


Fokuskan ke permasalahan yang terjadi pada pekerja dengan melakukan pengkajian
menggunakan kuesioner.
Contoh:
Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Karyawan Pabrik Lantak di RT 01 RW 05 Kelurahan Baros Kecamatan Baros
Kota Sukabumi
No Jenis Kelamin Frekuensi Presentase (%)
1. Laki-laki 1 25
2. Perempuan 3 75
Total 4 10

Interpretasi :

Berdasarkan data tabel 3.1 dapat dilihat bahwa seluruh responden berjenis kelamin laki-
laki yaitu 1 orang (25 %) dan perempuan 3 0rang (75%).

Analisa Data

Analisa masalah berdasarkan data fokus Misal :

• Kecelakaan kerja yg sering terjadi

• Perilaku yg tidak sehat

• Lingkungan yg tidak sehat


• Penyakit akibat kerja

• Pengetahuan yg kurang

• Kurangnya fasilitas pendukung

Analisa Data:

 Nomor, Data, dan Diagnosa


 Data di bagi menjadi 4 yaitu:
1. Data Dokumentasi :
2. Data Winsley Survey :
3. Data Angket :
4. Data Wawancara
 Diganosa Keperawatan:
1. Domain:
2. Kelas:
3. Diagnosa Keperawatan:
(Kode Dx)

Perumusan Diagnosa

Suatu pernyataan yang menjelaskan respon manusia (status kesehatan atau resiko
perubahan pola) dari individu atau kelompok dimana perawat secara akuntabilitas dapat
mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan
menurunkan, membatasi, mencegah, dan merubah.

Tipologi Diagnosis Keperawatan

1. Diagnosis Aktual Masalah keperawatan yang sedang dialami oleh klien dan
memerlukan bantuan dari perawat dengan cepat.

2. Diagnosis Risiko/Risiko Tinggi Masalah keperawatan yang belum terjadi, tetapi tanda
untuk menjadi masalah keperawatan aktual dapat terjadi dengan cepat apabila tidak segera
mendapat bantuan perawat.

3. Diagnosis Potensial

Suatu keadaan sejahtera dari klien ketika klien telah mampu memenuhi kebutuhan
kesehatannya dan mempunyai sumber penunjang kesehatan yang memungkinkan dapat
ditingkatkan.
Perencanaan

Perencanaan meliputi pengembang strategi desain untuk mencegah, mengurangi, atau


mengoreksi masalah-masalah yang telah diidentifikasi pada diagnosa keperawatan. • Tahap ini
dimulai setelah menentukan, diagnosa keperawatan dan menyimpulkan rencana dokumentasi
(Lyer Taptich, dan Bernocchi-Losley, 1996).

Langkah-Langkah Perencanaan

1. Menentukan prioritas

2. Menentukan kriteria hasil

3. Menentukan rencana Tindakan

4. Dokumentasi.

Menentukan prioritas

Melalui pengkajian, perawat akan mampu mengidentifikasi respon klien yang aktual atau
potensial yang memerlukan suatu tindakan. Dalam menentukan perencanaan perlu disusun suatu
sistem untuk menentukan diagnosa yang akan diambil tindakan pertama kali.

Menentukan Rencana Tindakan

Rencana tindakan adalah desain spesifik intervensi untuk membantu keluarga dalam
mencapai kriteria hasil

Oleh sebab itu, rencana mendefinisikan suatu aktivitas yang diperlukan untuk membatasi
faktor-faktor pendukung terhadap suatu permasalah.

Rencana keperawatan

• Prioritas masalah menggunakan skoring

• Intervensi :

• Pendidikan kesehatan

• Skrining

• Psikomotor

• Afektif

• Pembekalan kader P3K


LEVEL PENCEGAHAN PRIMER,SEKUNDER, DAN TERSIER

1) Primer Ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat yangsehat


Bentuk tindakan keperawatan yang dapat dilakukan adalah promosi kesehatan (imunisasi
dan pendidikan kesehatan PHBS).
2) Sekunder Ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat yang berisiko
mengalami masalahkesehatan Bentuk tindakan keperawatan yang dapat dilakukanadalah
penanggulangan masalah dan skirining kesehatan
3) Tersier Ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat pada masa
pemulihan Bentuk tindakan keperawatan yang dapat dilakukan adalah upaya rehabilitasi
(ROM pada klien stroke).

Implementasi Keperawatan

Upaya perawat untuk membantu kepentingan klien, keluarga, dan komunitas dengan
tujuan untuk meningkatkan kondisi fisik, emosional, psikososial, serta budaya dan lingkungan,
tempat mereka mencari bantuan. Tindakan keperawatan adalah implementasi/pelaksanaan dari
rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik.

Mengimplementasikan Intervensi Keperawatan

a. Keterampilan Kognitif Keterampilan kognitif mencakup pengetahuan keperawatan. Perawat


harus mengetahui alasan untuk setiap intervensi teurapetik, memahami respon fisiologis dan
psikologis normal & abnormal

b. Keterampilan Interpersonal Keterampilan interpersonal penting untuk tindakan keperawatan


yang efektif. Perawat harus berkomunikasi dengan jelas kepada klien, keluarganya dan anggota
tim perawat kesehatan lain. Penggunaan keterampilan interpersonal yang sesuai memungkinkan
perawat mempunyai perseptif terhadap komunikasi verbal dan nonverbal klien.

c. Keterampilan psikomotor Keterampilan psikomotor mencakup kebutuhan langsung perawatan


klien.

Metoda Implementasi

a. Membantu dalam Aktivitas Sehari-hari Aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS) adalah aktivitas
yang biasanya dilakukan dalam sepanjang hari normal. Kondisi yang mengakibatkan kebutuhan
untuk bantuan dalam AKS dapat bersifat akut, kronis, temporer, permanent, atau rehabilitatif

b. Konseling Konseling adalah metoda implementasi membantu klien menggunakan proses


pemecahan masalah untuk mengenali dan menangani stress data yang memudahkan hubungan.
interpersonal diantara klien, keluarga dan tim perawat kesehatan. Konseling mendorong individu
untuk meneliti ketersediaan alternative dan untuk memutuskan pilihan mana yang bermanfaat
dan sesuai

c. Penyuluhan

Penyuluhan adalah suatu metoda implementasi yang digunakan untuk menyajikan


prinsip, prosedur dan tekhnik yang tepat tentang perawatan kesehatan untuk klien dan untuk
menginformasikan klien tentang status kesehatannya

d. Memberikan asuhan Keperawatan Langsung untuk mencapai tujuan terapeutik bagi klien,
perawat melakukan intervensi untuk mengompensasi reaksi yang merugikan, dengan
menggunakan tindakan pencegahan dan preventif dalam memberikan asuhan dan menyiapkan
klien untuk prosedur spesifik dan melakukan tindakan yang menyelamatkan jiwa dalam situasi
darurat.

Evaluasi Keperawatan

1. Evaluasi formatif

2. Evaluasi sumatif.

Pengertian Evaluasi

Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang


menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan pelaksanaannya sudah
berhasil di capai.

Komponen Evaluasi

1. Proses (formatif)

Fokus tipe evaluasi ini adalah aktifitas dari proses keperawatan dan hasil kualitas
pelayanan tindakan keperawatan. Evaluasi proses harus di lakukan segera setelah
perencanaan keperawatan di laksanakan untuk membantu keefektifitasan terhadap tindakan.

 Evaluasi formatif terus menerus di laksanakan sampai tujuan yang telah di tentukan
tercapai. 
 Metode pengumpulan data dalam evaluasi formatif terdiri dari analisa rencana tindakan
keperawatan, open-chart audit, pertemuan kelompok, interview, dan observasi dengan
klien, dan menggunakan form evaluasi.
 Sistem penulisan pada tahap evaluasi ini bisa menggunakan sitem SOAP atau model
dokumentasi lainnya.

2. Hasil (sumatif)
 Fokus evaluasi hasil adalah perubahan perilaku atau status kesehatan klien pada akhir
tindakan perawatan klien.
 Tipe evaluasi ini dilaksanakan pada akhir tindakan keperawatan secara paripurna.
 Evaluasi sumatif adalah obyektif, fleksibel, dan efisien. Adapun metode
penatalaksanaan evaluasi sumatif terdiri dari closed-chart audit, interview akhir
pelayanan, pertemuan akhir pelayanan, dan pertanyaan kepada klien dan keluarga.
Meskipun informasi pada tahap ini tidak secara langsung berpengaruh terhadap klien
yang dievaluasi .
 Evaluasi sumatif bisa menjadi suatu metode dalam memonitor kualitas dan evisiensi
tindakan yang telah diberikan.
Komponen evaluasi dapat di bagi menjadi 5 komponen menurut (Pinnell &
Meneses,1986)

1. Menentukan kriteria, standar dan pertanyaan evaluasi.

2. Mengumpulkan data mengenai keadaan klien terbaru.

3. Menganalisa dan membandingkan data terhadap kriteria dan standart

4. Merangkum hasil dan membuat kesimpulan

5. Melaksanakan tindakan yang sesuai berdasarkan kesimpulan.

Peningkatan Kemitraan yang Sehat di Lahan Kerja

1. Promosi kesehatan di lahan kerja

2. Jenis aktivitas promosi kesehatan

3. Perencanaan program promosi kesehatan

4. Sumber program promosi kesehatan

5. Penerapan tahapan perubahan pada program promosi kesehatan

6. Implementasi program

7. Evaluasi program

8. Tips untuk memelihara program promosi kesehatan

9. Contoh program promosi Kesehatan.


RESUME MATERI KESELAMATAN PASIEN DAN KESEHATAN KERJA
DALAM KEPERAWATAN

PERTEMUAN 1-14

PERTEMUAN 4

Disusun oleh:

Nurul Halimah

(C1AA20073)

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KOTA SUKABUMI

2022
Manajemen Risiko Dalam Keselamatan & Kesehatan Kerja

PENDAHULUAN

 Manajemen risiko K3 berkaitan dengan bahaya dan risiko yang harus dikelola di tempat
kerja, dimana diprediksi dapat menimbulkan kerugian bagi perusahaan.

 Keberadaan risiko dalam kegiatan perusahaan mendorong perlunya adanya upaya


keselamatan untuk mengendalikan semua risiko yang ada.

 Implementasi manajemen risiko K3 dimulai dengan perencanaan yang baik yang


meliputi, Identifikasi Bahaya, Penilaian Risiko, Dan Penetapan Pengendalian Risiko
disingkat dengan IBPRPB (Hazards identification, Risk assessment, dan Determining
Control_HIRADC). HIRADC inilah yang menentukan arah penerapan K3 dalam
perusahaan.

PENDAHULUAN

Jumlah kecelakaan kerja di Indonesia saat ini relatif masih tinggi. Berdasarkan
data pada tahun 2019 tercatat 114.235 kasus.

Sedangkan pada tahun 2020, periode Januari hingga Oktober, 177.161 kasus kecelakaan
kerja , 53 kasus penyakit akibat kerja, dimana 11 diantaranya adalah kasus Covid-19.
(Sumber data : BPJS Ketenagakerjaan)

  Perlu adanya upaya menurunkan angka kecelakaan kerja

Menerapkan budaya Kesehatan dan Keselamatan Kerja atau yang lebih dikenal dengan
K3

  MANAJEMEN RISIKO K3

KONSEP DASAR & DEFINISI ISTILAH


 Risiko adalah kombinasi dari kemungkinan dan keparahan dari suatu kejadian.
 Dalam aspek K3, risiko biasanya bersifat negatif seperti cedera, kerusakan atau gangguan
operasi.
 Risiko yang bersifat negatif harus dihindarkan atau ditekan seminimal mungkin.
 Risiko K3 adalah kombinasi dari kemungkinan terjadinya kejadian bahaya atau paparan
dengan keparahan dari cedera atau gangguan kesehatan yang disebabkan oleh kejadian
atau paparan tersebut.
DEFINISI MANAJEMEN RISIKO K3

 Suatu proses untuk mengelola risiko yang ada dalam setiap kegiatan.
 Upaya mengelola resiko untuk mencegah terjadinya kecelakaan yang tidak di inginkan
secara komperhensif terencana dan struktur dalam suatu kesisteman yang baik sehingga
memungkinkan hasil dengan cara mengidentifikasi dan menganalisis risiko yang ada.
 Merupakan proses, mengidentifikasi, mengukur dan memastikan risiko dan
mengembangkan strategi untuk mengelolah risiko tersebut.
 Merupakan satu ilmu perilaku yang mencakup aspek sosial dan tidak terlepas dari
tanggung jawab keselamatan dan kesehatan kerja baik dari segi perencanaan maupun
pengambilan keputusan dan organisasi, baik kecelakaan kerja, gangguan kesehatan,
maupun pencemaran lingkungan harus merupakan bagian dari biaya produksi.

LINGKUP MANAJEMEN RISIKO

Secara umum manajemen risiko dapat diaplikasikan dalam setiap tahapan aktivitas yaitu
diantaranya :

1. Tahap konsepsional
2. Tahap rancang bangun
3. Tahap konstruksi
4. Tahap operasi
5. Tahap pemeliharaan
6. Tahap Pasca Operasi.

PROSES MANAJEMEN RISIKO

Australian Standards/New Zealand (AS/NZS) (4360 ; 2004) menuturkan bahwa langkah-


langkah proses manajemen risiko sebagai berikut ;

1) Menentukan konteks
2) Identifikasi risiko
3) Penilaian risiko
4) Analisa risiko
5) Evaluasi risiko
6) Pengendalian risiko
7) Komunikasi dan konsultasi
8) Pemantauan dan tinjau ulang
9) Identifikasi risiko
PENGENDALIAN RISIKO

Langkah penting dan menentukan dalam keseluruhan manajemen risiko. Pengendalian risiko
berperan dalam meminimalisir/ mengurangi tingkat risiko yang ada sampai tingkat terendah atau
sampai tingkatan yang dapat ditolerir

1. Eliminasi : pengendalian ini dilakukan dengan cara menghilangkan sumber bahaya


(hazard).

2. Substitusi : mengurangi risiko dari bahaya dengan cara mengganti proses, mengganti
input dengan yang lebih rendah risikonya.

3. Engineering : mengurangi risiko dari bahaya dengan metode rekayasa teknik pada alat,
mesin, infra

4. Administratif : mengurangi risiko bahaya dengan cera melakukan pembuatan prosedur,


aturan, pemasangan rambu (safety sign), tanda peringatan, training dan seleksi terhadap
kontraktor, material serta mesin, cara pengatasan, penyimpanan dan pelabelan

5. Alat Pelindung Diri : mengurangi risiko bahaya dengan cara menggunakan alat
perlindungan diri misalnya safety helmet, masker, sepatu safety, coverall, kacamata
keselamatan, dan alat pelindung diri lainnya yang sesuai dengan jenis pekerjaan yang
dilakukan.

PENANGANAN TERHADAP RISIKO

Terdapat lima langkah dasar yang berhubungan dengan penanganan terhadap risiko, yaitu;

Strategi Keterangan

1. Menghindar/menolak Tidak Mengambil risiko

2. Mengurangi Mengaurangi kemujngkinan terjadinya


risiko

3. Mendanai/Menerima Mendanai risiko apabila terjadi

4. Menganggulangi Meminimalkan akibat dari risiko

5. Mengalihkan Mengalihkan risiko ke pihak lain


RESUME MATERI KESELAMATAN PASIEN DAN KESEHATAN KERJA
DALAM KEPERAWATAN

PERTEMUAN 1-14

PERTEMUAN 5

Disusun oleh:

Nurul Halimah

(C1AA20073)

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KOTA SUKABUMI

2022
RESIKO DAN HAZARD DALAM PENERAPAN ASUHAN KEPERAWATAN

Faktor yang mempengaruhi penerapan 6 sasaran Keselamatan pasien (SKP) di RS. Panti Waluya
malang : ada pengaruh

 Jumlah tanggungan
 Lama bekerja
 Pengetahuan perawat → dominan
 Motivasi perawat
 Supervisi
 Management organisasi.

Definisi Umum
Risiko adalah gabungan dri kemungkinan atau frekuensi dan akibat atau
konsekuensi dari terjadinya bahaya tersebut. Penilaian risiko adalah penilaian
menyeluruh untuk mengidentifikasi bahaya dan menentukan apakah risiko dapat
diterima. Manajemen risiko adalah pengelolaan risiko yang mencakup identifikasi
penilaian dan pengendalian risiko. Manajemen risikp terdiri dari tiga langkah
pelaksanaan yaitu identifikasi bahaya, penilaian risiko, dan pengendalian risiko
(Ramli ,2010).

Risiko adalah besarnya kerugian atau kemungkinan terjadi korban manusia


kerusakan dan kerugian ekonomi yang di sebabkan oleh bahaya tertentu disuatu daerah
pada suatu waktu tertentu.

Penilaian risiko adalah proses untuk menentukan pengendalian terhadap tingkat


resiko kecelakaan kerja atau penyakit akibat kerja. Penilaian risiko adalah proses evaluasi
risiko-risiko yang diakibatkan adanya bahaya-bahaya dengan memeperhatikan kecukupan
pengendalian yang dimiliki, dan menentukan apakah risiko dapat diterima atau tidak
(Puspitasari, 2010).

Menurut Hanafi dan partawibawa 2016, pengendalian risiko terhadap bahaya


yang terindentifikasi dilakukan setelah dilakukan penilaian sebelumnya, sehingga
pengendalian risiko bahaya diprioritaskan pada bahaya dengan kategori paling tinggi ke
rendah.

Identifikasi risiko merupakan suatu proses yang secara sistematis dan terus-menerus
dilakukan untuk mengidentifikasi kemungkinan timbulnya risiko atau kerugian terhadap
kekayaan, hutang, dan personil perusahaan.

Hazard adalah:
1. Suatu kondisi secara alamiah maupun karena ulah manusia yang berpotensi
menimbulkan kerusakan atau kerugian dan kehilangan jiwa manusia (BNPB,
2008)
2. Bahaya berpotensi menimbulkan bencana tetapi tidak semua bahaya selalu
menjadi bencana.
3. Sumber bahaya suatu peristiwa yang hebat atau kemungkinan menimbulkan
kerugian atau korban manusia (Dirjen yanmedik, 2007).
Klasifikasi Hazard
1. Bahaya Biologis
2. Bahaya nonbiologis.

Penerapan dalam pengkajian

Pada proses pengakajian data, hal-hal yang dapat saja bisa terjadi adalah:

1. Kurangnya informasi atau data yang diberikan oleh keluarga pasien atau pasien itu
sendiri atau dalam kata lain menyembunyikan suatu hal, sehingga dalam proses
pengkajian kurang lengkap.
2. Pada saat melakukan pengkajian dapat juga terjadi di kejadian tertularnya penyakit
dalam hal ini seperti kontak fisik maupun udara titik pada saat perawat melakukan
perawatan ataupun pengkajian.
3. Mendaptkan cacian atau pelecehan verbal saat melakukan pengkajian atau pada
proses pengkajian
4. Dalam melakukan pengkajian atau pemeriksaan perawat bisa saja mendapatkan
kekersasan fisik dari pasien ataupun keluarga pasien.

Perencanaan Asuhan keperawatan


Perencanaan melibatkan pasien dan keluarga pasien
Kesalahan saat merencanakan pengkajian dapat saja terjadi, jika perawat salah dalam
mengkaji maka perawat akan salah dalam memberikan proses keperawatan atau
pengobatan yang pada akhirnya akan mengakibatkan kesehatan pasien malah semakin
terganggu. Kemudian dapat saja terjadi jika perawat salah dalam merencanakan tindakan
akibat keperawatan maka perawat juga akan mendapatkan bahaya seperti tertularnya
penyakit dari pasien karena kurangya perlindungan diri terhadap perawat.

Pelaksanaan Asuhan Keperawatan


Menurut Putri, T.E.R, 2017, kesalahan saat melakukan implementasi atau
pelaksanaan tindakan keperawatan yaitu merupakan kesalahan yang sangat fatal.
Kesalahan ini dapat mengakibatkan kecelakaan pada pasien atau perawat, misalnya
kesalahan dalam pemberian obat kepada pasien, dikarenakan perawat lupa memebaca
instruktur atau catatan atau dokumen rekam medik dari pasien tersebut.
Evaluasi
Kesalahan pada saat melakukan evaluasi dalam pelaksanaan asuhan keperawatan
dapat megakibatkan pendokumentasian Asuhan Keperawatan yang kurang data yang
sudah dilakukan oleh perawat. Terkadang perawat lupa mengkonfirmasi ke dalam
dokumentasi asuhan keperawatan, sehingga yang tertulis atau yang telah dilaksanakan
oleh perawat kepada pasiennya tidak ada dalam dokumentasi asuhan keperawatan.
RESUME MATERI KESELAMATAN PASIEN DAN KESEHATAN KERJA
DALAM KEPERAWATAN

PERTEMUAN 1-14

PERTEMUAN 6 & 7

Disusun oleh:

Nurul Halimah

(C1AA20073)

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KOTA SUKABUMI

2022

DISKUSI KELOMPOK
UPAYA PENCEGAHAN MEMINIMALKAN RISIKO HAZARD
PELAYANAN PUSKESMAS

Pengertian Hazard

Hazard adalah segala sesuatu yang dapat berpotensi menjadi bahaya bahkan accident atau
incident. Di berbagai lingkungan kerja dipastikan kita dapat menemukan hazard tersebut
dengan melakukan identifikasi HAZARD.
Hazard dikelompokkan menjadi 5, berdasarkan potensi bahaya yang ada. yaitu :

1. Hazard Biologi

Hazard biologi adalah potensi bahaya yang ditimbulkan dari faktor makluk hidup.
Biasanya hazard biologi ini terdapat di lingkungan-lingkungan yang tidak bersih, kotor,
dll. Contoh dari hazard biologi adalah seperti cacing tambang. Cacing tambang dapat
membuat kaki kita berlubang, seperti dimakan oleh cacing tersebut. Maka dari itu,
dipertambangan diharapkan selalu menggunakan APD sepatu safety sebagai pencegahan
terhadap hazard biologi.

2. Hazard Kimia

Hazard kimia adalah potensi bahaya yang disebabkan oleh sifat dan karakteristik
kimia yang dimiliki bahan tersebut. Contoh dari hazard kimia adalah amoniak yang
bercampur di udara karena sifatnya yang berbahaya bagi THT pada manusia. MSDS
adalah salah satu cara melakukan penanganan dini terhadap potensi bahaya yang
ditimbulkan oleh bahan kimia..

3. Hazard Fisik

Hazard fisik adalah potensi bahaya yang disebabkan oleh faktor fisik dari seseorang
yang sedang melakukan pekerjaan. Managemen kegiatan adalah salah satu cara untuk
mengendalikan hazard yang muncul ini.

4. Hazard Ergonomi

Hazard ergonomi adalah potensi bahaya yang disebabkan terjadi karena tidak
efisiennya hubungan alat kerja dengan manusianya, biasanya berhubungan dengan
perilaku kerja manusia dengan alatnya. Hal ini adalah yang menyebabkan juga
munculnya penyakit akibat kerja karena kesalahan kesalahan dalam perilaku penggunaan
alat kerjanya.
5. Hazard Psikologi

Hazard psikologi adalah potensi bahaya yang disebabkan terjadinya suatu konfik dalam
lingkungan kerja tersebut.Konflik yang terjadipun sudah terbagi menjadi langsung dan tidak
langsung. Pengendaliannya biasanya menggunakan managemen konflik dan ketetapan disiplin.

Risiko

Risiko adalah gabungan dari kemungkinan atau frekuensi dan akibat atau konsekuensi
dari terjadinya bahaya tersebut. (Ramli ,2010).

Risiko adalah besarnya kerugian atau kemungkinan terjadi korban manusia, kerusakan dan
kerugian ekonomi yang disebabkan oleh bahaya tertentu di suatu daerah pada suatu waktu
tertentu.

Manajemen risiko

Manajemen risiko adalah pengelolaan risiko yang mencakup identifikasi penilaian dan
pengendalian risiko. Manajemen risiko terdiri dari tiga langkah pelaksanaan yaitu identifikasi
bahaya, penilaian risiko, dan pengendalian risiko (Ramli ,2010).

Penilaian Risiko

Penilaian risiko adalah proses untuk menentukan pengendalian terhadap tingkat risiko
kecelakaan kerja atau penyakit akibat kerja. Penilaian risiko adalah proses evaluasi risiko risiko
yang diakibatkan adanya bahaya-bahaya dengan memperhatikan kecukupan pengendalian yang
dimiliki, dan menentukan apakah risiko dapat diterima atau tidak (Puspitasari, 2010).

Pengendalian Risiko

Pengendalian Risiko Menurut Hanafi dan Partawibawa 2016, pengendalian risiko terhadap
bahaya yang teridentifikasi dilakukan setelah dilakukan penilaian sebelumnya, sehingga
pengendalian risiko bahaya diprioritaskan pada bahaya dengan kategori paling tinggi ke rendah.

Identifikasi dan Analisa Risiko

Identifikasi risiko merupakan suatu proses yang secara sistematis dan terus-menerus
dilakukan untuk mengidentifikasi kemungkinan timbulnya risiko atau kerugian terhadap
kekayaan, hutang, dan personil perusahaan. Proses identifikasi risiko ini mungkin adalah proses
yang terpenting, karena dari proses inilah, semua risiko yang ada atau yang mungkin terjadi pada
suatu proyek, harus diidentifikasi.
Pengertian Hazard

Pengertian Hazard Hazard adalah :

Suatu kondisi secara alamiah maupun karena ulah manusia yang berpotensi menimbulkan
kerusakan atau kerugian dan kehilangan jiwa manusia (BNPB, 2008)

Bahaya berpotensi menimbulkan bencana tetapi tidak semua bahaya selalu menjadi bencana.
Sumber bahaya suatu peristiwa yang hebat atau kemungkinan menimbulkan kerugian atau
korban manusia (Dirjen yanmedik, 2007).

Secara umum terdapat 5 faktor bahaya K3 di tempat kerja, antara lain: faktor bahaya
biologi seperti : jamur, virus, bakteri, dan lain-lain. Faktor bahaya kimia, seperti: gas, Debu,
bahan beracun, dan lain-lain. Faktor bahaya biomekanik, seperti: posisi kerja gerakan, dan lain-
lain titik faktor bahaya sosial psikologis, seperti: stres, kekerasan dan lain-lain.

Klasifikasi Hazard

Menurut Ndejjo 2015, bahaya secara luas diklasifikasikan sebagai biologis dan non
biologis. Bahaya biologis didefinisikan untuk dimasukkan luka laserasi, luka yang tajam, kontak
langsung dengan spesimen yang terkontaminasi bahan biohazardous, bioterorisme, yang
ditularkan melalui darah patogen, penyakit infeksi, penyakit udara, penyakit vektor yang
ditanggung, dan kontaminasi silang dari material kotor Sementara bahaya nonbiologis
didefinisikan untuk termasuk fisik, psikososial, dan ergonomis bahaya: bahaya fisik termasuk
slip, perjalanan, jatuh, luka bakar, fraktur, radiasi dari sinar-x, kebisingan, dan radiasi
nonionisasi. Bahaya psikososial termasuk fisik, penyalahgunaan psikososial, seksual, dan verbal
dan menekankan. Bahaya ergonomis adalah Ah lo skeletal cedera seperti nyeri otot, strain atau
terkilir.

Identifikasi Hazard

Mengidentifikasi suatu bahaya adalah upaya sistematis untuk mengetahui potensi bahaya
yang ada di lingkungan kerja. Dengan mengetahui sifat dan karakteristik bahaya, maka dapat
lebih berhati-hati dan waspada untuk melakukan langkah-langkah pengamanan agar tidak terjadi
kecelakaan, namun tidak semua bahaya dapat dikenali dengan mudah (Ramli, 2009).

IDENTIFIKASI FAKTOR BAHAYA DI PUSKESMAS

Puskesmas ataupun Rumah sakit adalah sarana upaya kesehatan yang menyelenggarakan
kegiatan pelayanan kesehatan serta dapat berfungsi sebagai tempat pendidikan tenaga kesehatan
dan penelitian. Puskesmas ataupun Rumah sakit merupakan salah satu tempat bagi masyarakat
untuk mendapatkan pengobatan dan pemeliharaan kesehatan dengan berbagai fasilitas dan
peralatan kesehatannya. Rumah sakit sebagai tempat kerja yang unik dan kompleks tidak saja
menyediakan pelayanan kesehatan bagi masyarakat, tetapi juga merupakan tempat pendidikan
dan penelitian kedokteran. Semakin luas pelayanan kesehatan dan fungsi suatu rumah sakit maka
semakin kompleks peralatan dan fasilitasnya.

Potensi bahaya di sarana pelayanan kesehatan, selain penyakit-penyakit infeksi juga ada
potensi bahaya-bahaya lain yang mempengaruhi situasi dan kondisi di tempat pelayanan tersebut,
yaitu kecelakaan (peledakan, kebakaran, kecelakaan yang berhubungan dengan instalasi listrik,
dan sumber-sumber cedera lainnya), radiasi, bahan-bahan kimia yang berbahaya, gas-gas
anestesi, gangguan psikososial, dan ergonomi. Semua potensi-potensi bahaya tersebut jelas
mengancam jiwa bagi kehidupan bagi para karyawan di rumah sakit, para pasien maupun para
pengunjung yang ada di lingkungan puskesmas. Sarana pelayanan kesehatan ini mempunyai
karakteristik khusus yang dapat meningkatkan peluang kecelakaan. Misalnya, petugas acapkali
menggunakan dan menyerahkan instrumen benda-benda tajam tanpa melihat atau membiarkan
orang lain tahu apa yang sedang mereka lakukan. Ruang kerja yang terbatas dan kemampuan
melihat apa yang sedang terjadi di area operasi bagi sejumlah anggota tim (perawat instrumen
atau asisten) dapat menjadi buruk.

Risiko Hazard Dalam Asuhan Keperawatan

Asuhan Keperawatan Asuhan keperawatan adalah suatu pendekatan untuk pemecahan


masalah yang memampukan perawat untuk mengatur dan memberikan asuhan keperawatan.
Standar asuhan keperawatan ini tercantum dalam standar praktik klinis keperawatan yang terdiri
dari lima fase asuhan keperawatan. Lima (5) fase tersebut yaitu: Pengkajian, Diagnosa,
Perencanaan, Implementasi dan Evaluasi. Asuhan keperawatan memiliki manfaat untuk
meningkatkan mutu dan kualitas pelayanan dalam bidang keperawatan.

Risiko dan Hazard dalam Pelaksanaan Asuhan Keperawatan

1. Risiko dan Hazard dalam pengkajian asuhan keperawatan Risiko melekat dari tindakan
pelayanan kesehatan dalam hal ini pada saat melakukan pengkajian asuhan keperawatan
adalah bahwa dalam kegiatan ini yang diukur adalah upaya yang dilakukan. Pada proses
pengkajian data, hal-hal yang dapat saja bisa terjadi adalah:

a. Kurangnya informasi atau data yang diberikan oleh keluarga pasien atau Pasien itu
sendiri atau dalam kata lain menyembunyikan suatu hal, sehingga dalam proses
pengkajian kurang lengkap. Akibatnya perawat ataupun dokter akan salah dalam
memberikan perawatan sehingga berbahaya terhadap pasien.
b. Pada saat melakukan pengkajian dapat juga terjadi di kejadian tertularnya penyakit dalam
hal ini seperti kontak fisik maupun udara titik pada saat perawat melakukan perawatan
ataupun pengkajian kepada pasien maka perawat mempunyai resiko tertular penyakit dari
pasien tersebut
c. Mendapatkan cacian atau pelecehan verbal saat melakukan pengkajian ataupun pada
proses wawancara. Ketika perawat menanyakan data atau informasi pasien namun,
keluarga pasien menyembunyikannya. Sehingga demi keselamatan pasien perawat tetap
menanyakan sehingga pasien atau keluarga kurang menyukainya dan akhirnya
mendapatkan cacian atau perlakuan tidak baik
d. Dalam melakukan pengkajian atau pemeriksaan perawat bisa saja mendapatkan
kekerasan fisik dari pasien ataupun keluarga pasien. Misalnya pasien ataupun keluarga
yang tidak menyukai proses perawatan atau pengkajian dapat saja melakukan kekerasan
fisik terhadap perawat.
2. Risiko dan Hazard dalam pelaksanaan asuhan keperawatan Kesalahan saat merencanakan
pengkajian dapat saja terjadi, jika perawat salah dalam mengkaji maka Perawat akan
salah dalam memberikan proses perawatan atau pengobatan yang pada akhirnya akan
mengakibatkan kesehatan pasien Malah semakin terganggu. Kemudian dapat saja terjadi
jika perawat salah dalam merencanakan tindakan keperawatan maka perawat juga akan
mendapatkan bahaya seperti tertularnya penyakit dari pasien karena kurangnya
perlindungan diri terhadap perawat.
3. Risiko dan Hazard dalam implementasi keperawatan Menurut Putri,T.E.R,2017,
kesalahan saat melakukan implementasi atau pelaksanaan tindakan keperawatan yaitu
merupakan kesalahan yang sangat fatal. Kesalahan ini dapat mengakibatkan kecelakaan
pada pasien atau perawat, misalnya kesalahan dalam pemberian obat kepada pasien,
dikarenakan perawat lupa membaca instruktur atau catatan an-nur dokumen rekam medik
dari pasien tersebut
4. Risiko dan Hazard dalam evaluasi asuhan keperawatan Kesalahan pada saat melakukan
evaluasi dalam pelaksanaan asuhan keperawatan dapat mengakibatkan pendokumentasian
Asuhan Keperawatan yang kurang data yang sudah dilakukan oleh perawat. Terkadang
perawat lupa mengkonfirmasi ke dalam dokumentasi asuhan keperawatan, sehingga yang
tertulis atau yang telah dilaksanakan oleh perawat kepada pasiennya tidak ada dalam
dokumentasi asuhan keperawatan.

UPAYA MEMINIMALKAN RISIKO DAN HAZARD PADA ASUHAN KEPERAWATAN

Upaya mencegah dan meminimalkan risiko dan hazard pada pengkajian asuhan
keperawatan Upaya yang dapat dilakukan perawat dalam tahap pengkajian
tersebut yaitu:

a. Perawat harus memperkenalkan identitas diri baik kepada pasien maupun kepada
keluarganya

b. Perawat hendak tidak menyinggung perasaan klien saat pengkajian dilakukan, Misalnya
menggunakan masker yang sebenarnya tidak perlu dipakai

c. Perawat juga dapat membangun kepercayaan kepada pasien

d. Dalam merawat pasien, perawat harus memperlakukan setiap pasien dengan sama
e. Pada saat melakukan wawancara dengan pasien, perawat harus menjadi pendengar yang
baik, perawat harus mampu menempatkan diri sebagai tempat curhat pasien sebaik
mungkin dan diharapkan menggunakan bahasa serta tutur kata yang sopan .

f. Ketika pasien terlihat dalam keadaan tidak terkontrol dan susah untuk didekati, maka
perawat dapat melakukan pengkajian kepada keluarganya terlebih dahulu

g. Saat melakukan pemeriksaan fisik, perawat harus meminta persetujuan dari klien terlebih
dahulu

h. Perawat harus menggunakan APD saat melakukan pemeriksaan fisik pada klien

i. Perawat juga harus melaporkan setiap adanya tindakan kekerasan dalam bentuk apapun
kepada pihak rumah sakit

j. Perawat juga harus menghindari memegang benda yang mungkin telah terkontaminasi

k. Sebelum menuju klien hendaknya perawat mencuci tangan

Upaya mencegah dan meminimalkan risiko dan hazard dalam tahap perencanaan
asuhan keperawatan

a. Identifikasi sumber bahaya yang mungkin dapat terjadi saat menyusun rencana
keperawatan

b. Lakukan penilaian faktor risiko dengan jalan melakukan penilaian bahaya potensial yang
menimbulkan risiko kesehatan dan keselamatan kerja saat menyusun perencanaan
keperawatan

c. Kendalikan faktor risiko yang mungkin terjadi saat menyusun rencana tindakan
keperawatan. Hal ini dapat dilakukan dengan menghilangkan bahaya, mengganti sumber
risiko dengan sarana atau peralatan lain yang lebih memiliki tingkat risiko yang lebih
rendah

d. Ketika menyusun rencana keperawatan perawat hendak berpedoman pada pedoman


rencana asuhan keperawatan yang sesuai dengan diagnosis keperawatan yang ada

e. Perawat juga diharapkan untuk mampu mempertimbangkan alokasi waktu pencapaian


dari rencana keperawatan yang disusun untuk menjadi indikator evaluasi keperawatan.

Upaya mencegah dan meminimalkan risiko dan hazard pada tahap implementasi
asuhan keperawatan

a. Perawat harus menjaga diri dari infeksi dengan mempertahankan teknik aseptik seperti
mencuci tangan, memakai APD lengkap, menggunakan alat kesehatan dalam keadaan
steril
b. Perawat harus mematuhi SOP yang telah ditetapkan oleh rumah sakit dan tidak terburu-
buru dalam melakukan tindakan

c. Perawat hendak memperhatikan cara menutup jarum suntik yang benar susunan sel
hidung kamu banyak diharapkan perawat dapat menghindari kontak langsung dengan
segala macam cairan klien, apabila dirasa sistem imunitas tubuh sedang menurun atau
tidak menggunakan APD

d. Perawat sebaiknya menerapkan perilaku hidup bersih dan juga sehat serta menerapkan
pola hidup yang sehat pula

e. Perawat harus menanamkan sifat kehati-hatian, konsentrasi yang tinggi, dan ketenangan
saat bekerja terutama saat melakukan tindakan yang beresiko kepada pasien.
f. Perawat dituntut untuk belajar mengoperasikan alat-alat yang sudah disediakan oleh
pihak rumah sakit dengan tujuan mengurangi risiko cedera baik bagi klien maupun bagi
perawat sendiri.

Upaya mencegah dan meminimalkan risiko dan hazard pada evaluasi asuhan keperawatan
evaluasi keperawatan dilakukan untuk menilai sejauh mana intervensi dan implementasi
yang diberikan berhasil dalam perkembangan kesembuhan pasien ada beberapa cara
untuk mencegah dan mengurangi resiko hazard. Cara yang dapat dilakukan untuk
mencegah risiko dan hazard dalam evaluasi asuhan keperawatan yaitu

a. Identifikasi sumber bahaya yang mungkin terjadi saat menyusun evaluasi keperawatan,
dapat dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi dan kejadian yang dapat
menimbulkan potensi bahaya baik pada klien maupun kepada diri perawat sendiri
b. Memperhatikan setiap perkembangan atau respon yang ditampakkan atau ditimbulkan
oleh klien setelah selesai melakukan tindakan keperawatan.

CONTOH KASUS DAN UPAYA PENCEGAHAN RISIKO HAZARD


DI PUSKESMAS DALAM ASUHAN KEPERAWATAN

Seorang perawat di Puskesmas Kota Sukabumi . diketahui positif difteri pasca menangani
pasien yang menderita penyakit yang sama. Berdasarkan informasi, perawat tersebut diduga
tertular pasca menangani dan melakukan tindakan awal/ pengkajian pada pasien positif difteri
tersebut, perawat terkena diffteri berinisal Ru dan bertugas di ruang pemeriksaan di Puskesmas
tersebut. Kejadian ini diketahui bahwa perawat ini yang pertama kali terkena difteri yang
ditularkan pasien yang masuk puskesmas tersebut. Analisa Kasus 1 Hazard yang ada di kasus :
Hazard biologis yaitu perawat tertular penyakit difteri dari pasien pasca menangani dan
melakukan tindakan awal pada pasien positif difteri..

Upaya pencegahan kasus 1

A. Upaya pencegahan dari Puskesmas /tempat kerja


• Puskesmas menyediakan APD yang lengkap sepeti masker, handskoon, dan scout dll.
Alasan : meminimalisir terjadinya atau tertularnya penyakit / infeksi yang dapat terjadi
terutama saat bekerja, APD harus selalu di gunakan sebagai perlindungan diri dengan
kasus di atas dapat di hindari jika perawat menggunakan APD lengkap mengingat cara
penularan difteri melalui terpaparnya cairan ke pasien.

• Menyediakan sarana untuk mencui tangan atau alkohol gliserin untuk perawat. Alasan :
cuci tangan merupakan cara penanganan awal jika kita sudah terlanjur terpapar cairan
pasien baik pasien beresiko menularkan atau tidak menularkan. Cuci tangan merupakan
tindakan aseptic awalawal sebelum ke pasien maupun setelah ke pasien.

• Puskesmas menyediakan pemilahan tempat sampah medis dan non medis. Alasan : bila
sampah medis dan non medis tercampur dan di kelola dengan baik akan menimbulkan
penyebaran penyakit.

• Puskesmas menyediakan SOP untuk tindakan keperawatan. Alasan : agar


petugas/perawat menjaga konsisten dan tingkat kinerja petugas/perawat atau tim dalam
organisasi atau unit kerja, sebagai acuan ( chek list ) dalam pelaksanaan kegiaan tertentu
bagi sesama pekerja. Supervisor dan lain-lain dan SOP merupakan salah satu cara atau
parameter dalam meningkatkan mutu pelayanan.

B. Upaya pecegahan pada perawat :

• Menjaga diri dari infeksi dengan mempertahankan teknik aseptic seperti mencuci tangan,
memakai APD, dan menggunakan alat kesehatan dalam keadaan Alasan : agar perawat
tidak tertular penyakit dari pasien yang di tangani meskipun pasien dari UGD dan
memakai APD adalah salah satu SOP Puskesmas.

• Perawat mematuhi standar Operatinal Prosedure yang sudah ada Puskesmas dan berhati-
hati atau jangan berburu-buru dalam melakukan tindakan. Alasan : meskipun pasien di
ruang UGD dan pertama masuk Puskesmas, perawat sebaiknya lebih berhati-hati atau
jangan terburu-buru dalam melakukan tindakan ke pasien dan perawat menciptakan dan
menjaga keselamatan tempat kerja supaya dalam tindakan perawat terhindar dari
tertularnya penyakit dari pasien dan pasien juga merasa aman.
RESUME MATERI KESELAMATAN PASIEN DAN KESEHATAN KERJA
DALAM KEPERAWATAN

PERTEMUAN 1-14

PERTEMUAN 8 & 9

Disusun oleh:

Nurul Halimah

(C1AA20073)

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KOTA SUKABUMI

2022
MENUNJUKAN PRAKTIK K3 INDIVIDU SELAMA PROSES PEMBELAJARAN
SEPERTI UPAYA MEMUTUS MATA RANTAI INFEKSI, PENCEGAHAN BAHAYA
FISIK, RADIASI, KIMIA, PENCEGAHAN BAHAYA FISIK, RADIASI,
KIMIA,ERGONOMIK, DAN PSIKOSOSIAL.

UPAYA MEMUTUS RANTAI INFEKSI

Pengertian Infeksi

Infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh mikroba patogen dan bersifat sangat
dinamis. Mikroba sebagai makhluk hidup memiliki cara bertahan hidup dengan
berkembang biak pada suatu reservoir yang cocok dan mampu mencari reservoir lainnya
yang baru dengan cara menyebar atau berpindah. Rantai Penularan Penyakit adalah
rangkain sejumlah faktor yang memungkinkan proses penularan suatu penyakit dapat
berlangsung.

Transmisi (cara penularan) adalah mekanisme bagaimana transport agen infeksi dari
reservoir ke penderita. Pencegahan dan pengendalian infeksi baik pada pasien maupun
pada petugas kesehatan terdiri dari beberapa strategi yaitu peningkatan daya tahan
penjamu, dapat pemberian imunisasi aktif (vaksinasi hepatitis B), inaktivasi agen
penyebab infeksi, dapat dilakukan metode fisik maupun kimiawi, memutus mata rantai
penularan. Merupakan hal yang paling mudah untuk mencegah penularan penyakit
infeksi, tetapi hasilnya bergantung kepada ketaatan petugas dalam melaksanakan
prosedur yang telah ditetapkan.

Penyebab Infeksi
Berikut adalah beberapa gejala yang timbul berdasarkan penyebabnya yaitu:
1. Bakteri

Gejala yang ditimbulkan oleh infeksi bakteri bervariasi tergantung bagian tubuh mana yang
diinfeksi. Jika seseorang terkena bakteri ditenggorokan, maka ia akan merasakan nyeri
tenggorokan, batuk, dan sebagainya.

2. Virus

Gejala yang ditimbulkan oleh infeksi tergantung dari tipe virus, bagian tubuh yang terinfeksi,
usia, dan riwayat penyakitnya. Gejala dari infeksi virus ini dapat mempengaruhi hampir seluruh
bagian tubuh. Gejala yang sering timbul biasanya flu, gangguan pencernaan, bersin - bersin,
hidung berair dan tersumbat, pembesaran kelenjar getah bening, pembengkakan tonsil, atau
bahkan turunya berat badan.

3. Jamur
kebanyakan jamur menginfeksi kulit, meskipun terdapat bagian tubuh lain yang dapat
terinfeksi seperti paru - paru dan otak. Gejala infeksi yang disebabkan oleh jamur antara lain
gatal, kemerahan, kadang terdapat rasa bakar, dan kulit bersisik.

 Tahap Infeksi

Berbagai komponen dari sistem imun memberikan jaringan kompleks mekanisme yang
sangat baik, yang jika utuh, berfungsi mempertahankan tubuh terhadap mikroorganisme asing
dan sel-sel ganas. Orang-orang yang mendapat infeksi yang disebabkan oleh defisiensi dalam
pertahanan dari segi hospesnya disebut hospes yang melemah. Secara umum tahap atau proses
infeksi sebagai berikut:

 Tahap Inkubasi

Merupakan waktu yang diperlukan darisaat masuknya pathogen (penyebab penyakit)


kedalam tubuh sampai mulai menimbulkan gejala pertamakali. 

 Tahap Prodromal

Adalah Interval dari tanda dan gejala non spesifik (malaise, demam ringan, keletihan)
sampai gejala yang spesifik. Selama masa ini, mikroorganisme tumbuh dan berkembang biak dan
klien lebih mampu menyebarkan penyakit ke orang lain.

 Tahap Sakit klien

Merupakan memanifestasikan tanda dan gejala yang spesifik terhadap jenis sakit

 Tahap Pemulihan

Merupakan interval saat munculnya gejala akut infeksi.

 Tanda- tanda Infeksi

1. Dolor (nyeri).

Dolor adalah rasa nyeri, nyeri yang dimana akan terasa pada jaringan yang mengalami
infeksi. Ini terjadi karena sel yang mengalami infeksi bereaksi mengeluarkan zat tertentu
sehingga menimbulkan nyeri. Rasa nyeri mengisyaratkan bahwa terjadi gangguan atau sesuatu
yang tidak Normal (patologis).

2. Kalor (panas).

Kalor adalah rasa panas, pada daerah yang mengalami infeksi akan terasa panas. Ini terjadi
karena tubuh mengkompensasi aliran darah lebih banyak ke area yang mengalami infeksi untuk
mengirim lebih banyak antibodi dalam memerangi antigen atau penyebab infeksi.
3. Tumor (bengkak).

Tumor dalam konteks gejala infeksi bukanlah sel kanker seperti yang umum dibicarakan tapi
merupakan pembengkakan. Pada area yang mengalami infeksi akan mengalami pembengkakan
karena peningkatan permeabilitas sel dan peningkatan aliran darah.

4. Rubor (kemerahan).

Rubor adalah kemerahan, terjadi pada area yang mengalami infeksi karena peningkatan
aliran darah ke area tersebut sehingga menimbulkan warna kemerahan.

5. Fungsio Laesa.

Fungsio laesa adalah perubahan fungsi dari jaringan yang mengalami infeksi. Contohnya jika
luka di kaki mengalami infeksi maka kaki tidak akan berfungsi dengan baik seperti sulit berjalan
atau bahkan tidak bisa berjalan.

 Proses Rantai Penularan Infeksi

A. Agen/Penyebab Infeksi

Mikroorganisme yang termasuk dalam agen infeksi antara lain bakteri, virus, jamur dan
protozoa. Mikroorganisme dikulit bisa merupakan flora transient maupun resident.
Mikroorganisme transient normalnya ada dan jumlahnya stabil, organisme ini bisa hidup dan
berkembang biak dikulit. Organisme transient melekat pada kulit saat seseorang kontak dengan
objek atau orang lain dalam aktivitas normal. Organisme ini siap ditularkan kecuali dengan cuci
tangan.

B. Reservoir (sumber mikroorganisme)

Reservoir adalah tempat dimana mikroorganisme patogen dapat hidup baik berkembang
biak atau tidak adalah manusia, binatang, makanan, air, serangga dan benda lain. Kebanyakan
reservoir adalah tubuh manusia, terutama dikulit, mukosa, cairan atau drainase.

Adanya mikroorganisme patogen dalam tubuh tidak selalu menyebabkan penyakit pada
hostnya.Sehingga reservoir yang didalamnya terdapat mikroorganisme patogen bisa
menyebabkan orang lain bisa menjadi sakit (carier). Kuman dapat hidup dan berkembang biak
dalam reservoir jika karakteristik reservoirnya reservoirnya cocok dengan kuman. Karakteristik
tersebut adalah air, suhu, ph, udara dan pencahayaan.

C. Portal of exit (jalan keluar)

Mikroorganisme yang hidup didalam reservoir harus menemukan jalan keluar untuk
masuk ke dalam host dan menyebabkan infeksi. Sebelum menimbulkan infeksi, mikroorganisme
harus keluar terlebih dahulu dari reservoirnya. Jika reservoirnya manusia, kuman dapat keluar
melalui saluran pencernaan, pernafasan, perkemihan, genetalia, kulit, membrane mukosa yang
rusak serta darah.

D. Cara penularan (transmisi)

1. Kontak (contact transmission)


 Direct/Langsung
 Indirect/Tidak langsung

2. Droplet

Partikel droplet > 5 μm melalui batuk, bersin, bicara, jarak sebar pendek, tidak bertahan lama
di udara, “deposit” pada mukosa konjungtiva, hidung, mulut contoh: Difteria, Pertussis,
Mycoplasma, Haemophillus influenza ty Haemophillus influenza type b (Hib), pe b (Hib), virus
influenza, mumps, virus influenza, mumps, rubella. rubella.

3. Airborne

Partikel kecil ukuran < 5 μm, bertahan lama di udara, jarak penyebaran jauh dapat
terinhalasi, contoh: Mycobacterium tuberculosis, Mycobacterium tuberculosis, virus campak,
varisela (cacar air), spora jamur.

4. Melalui Vehikulum / Bahan yang dapat berperan dalam mempertahankan kehidupan


kuman penyebab sampai masuk (tertelan atau terokulasi) pada pejamu yang rentan.
Contoh: air, darah, serum, pla rah, serum, plasma, tinja, makanan. sma, tinja, makanan.

5. Melalui Vektor / Artropoda (umumnya serangga) atau binatang lain yang dapat
menularkan dapat menularkan kuman penyebab cara menggigit pejamu yang rentan atau
menimbun kuman penyebab pada kulit pejamu atau makanan. Contoh: nyamuk, lalat,
pinjal/kutu, binatang pengerat.

E. Portal masuk

Sebelum seseorang terinfeksi, mikroorganisme harus masuk dalam tubuh. Kulit


merupakan pelindung tubuh terhadap masuknya kuman infeksius. Rusaknya kulit atau
ketidakutuhan kulit dapat menjadi portal masuk. Mikroba dapat masuk kedalam tubuh melalui
rute yang sama dengan portal keluar. Faktor-faktor yang menurunkan daya tahan tubuh
memperbesar kesempatan patogen masuk kedalam tubuh.

F. Daya tahan hospes (manusia)

Seseorang yang terkena infeksi bergantung pada kerentanan terhadap agen infeksius.
Kerentanan bergantung pada derajat ketahanan tubuh individu terhadap patogen. Meskipun
seseorang secara konstan kontak dengan mikroorganisme dalam jumlah yang besar, infeksi tidak
akan terjadi sampai individu rentan terhadap kekuatan dan jumlah mikroorganisme tersebut.
Beberapa faktor yang mempengaruhi kerentanan tubuh terhadap kuman yaitu usia,
keturunan, stress (fisik dan emosional), status nutrisi, terapi medis, pemberian obat dan penyakit
penyerta.

Prinsip Pencegahan Infeksi

 Antiseptik

Antiseptik adalah merupakan usaha untuk mencegah infeksi dengan cara membunuh atau
menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada kulit atau jaringan tubuh lainnya. Terdapat lima
momen atau lima waktu wajib hand hygiene yaitu:

 Sebelum kontak dengan pasien : Berguna untuk melindungi pasien dari


kuman yang anda bawa.
 Sebelum tindakan aseptis : Berguna untuk melindungi pasien.
 Setelah tindakan aseptis : Berguna untuk melindungi anda dan
lingkungan dari kuman.
 Setelah kontak dengan pasien : Berguna untuk Melindungi anda dan
lingkungan dari kuman.
 Setelah meninggalkan lingkungan pasien : Berguna untuk melindungi anda dan
lingkungan dari kuman.
 Aseptik

Aseptik adalah merupakansemua usaha yang dilakukan dalam mencegah masuknya


mikroorganisme ke dalam tubuh yang mungkin akan menyebabkan infeksi. Tujuannya yaitu
untuk mengurangi atau menghilangkan jumlah mikroorganisme, baik pada permukaan benda
hidup maupun benda mati agar alat-alat kesehatan dapat digunakan dengan aman.

 Dekontaminasi

Dekontaminasi merupaka tindakan yang dilakukan untuk memastikan bahw petugas


Kesehatan dapat menangani secara aman benda-benda (peralatan medis, sarung tangan, meja
pemeriksaan) yang terkontaminasi darah dan cairan tubuh. Cara memastikannya adalah segera
melakukan dekontaminasi terhadap benda - benda tersebut setelah terpapar atau terkontaminasi
darah atau cairan tubuh.

 Desinfeksi

Desinfeksi merupakan tindakan yang menghilangkan sebagian besar mikroorganisme


penyebab penyakit dari benda mati.
 Desinfeksi Tingkat Tinggi (DTT)

Merupakan uatu proses yang menghilangkan mikroorganisme kecuali beberapaendospora


bakteri pada benda mati dengan cara merebus, mengukus, atau penggunaan desinfektan kimia.

 Mencuci dan membilas

Mencuci dan membilas merupakan suatu proses yang secara fisik menghilangkan semua
debu, kotoran, darah, dan bagian tubuh lain yang tampak pada objek mati dan membuang
sejumlah besar mikro organisme untuk mengurangi resiko bagi mereka yang menyentuh kulit
atau menangani benda tersebut (proses ini terdiri dari pencucian dengan sabun atau deterjen dan
air, pembilasan dengan air bersih dan pengeringan secara seksama).

 Sterilisasi

Sterilisasi adalah tindakan yang dilakukan untuk menghilangkan semua mikroorganisme


(bakteri, virus, jamur, parasit), termasuk endospora bakteri pada benda-benda mati atau
instrument.

Strategi Pencegahan dan Pengendalian untuk Memutus Rantai Penularan Infeksi

Proses terjadinya infeksi bergantung kepada interaksi antara suseptibilitas penjamu, agen infeksi
(pathogenesis, virulensi dan dosis) serta cara penularan.

Identifikasi factor resiko pada penjamu dan pengendalian terhadap infeksi tertentu dapat
mengurangi insiden terjadinya infeksi (HAIs), baik pada pasien ataupun pada petugas kesehatan.
Strategi pencegahan dan pengendalian infeksi terdiri dari berikut ini:

 Peningkatan daya tahan penjamu

Dapat berupa pemberian imunisasi aktif (contoh vaksinasi hepatitis B), atau pemberian
imunisasi pasif (imunoglobulin). Promosi kesehatan secara umum termasuk nutrisi yang adekuat
akan meningkatkan daya tahan tubuh.

 Inaktivasi agen penyebab infeksi

Dapat dilakukan dengan metode fisik maupun kimiawi. Contoh metode fisik adalah
pemanasan (pasteurisasi atau sterilisasi) dan memasak makanan seperlunya. Sedangkan untuk
metode kimiawi termasuk klorinasi air, dan desinfeksi.

 Memutus mata rantai penularan

Merupakan hal yang paling mudah untuk mencegah penularan penyakit infeksi, tetapi
hasilnya bergantung kepada ketaatan petugas dalam melaksanakan prosedur yang telah
ditetapkan.
 Tindakan pencegahan paska pajanan terhadap petugas Kesehatan

Berkaitan untuk pencegahan agen infeksi yang ditularkan melalui darah atau cairan tubuh
lainnya, yang sering terjadi karena luka tusuk akibat jarum bekas pakai atau pajanan lainnya.
Penyakit yang perlu mendapatkan perhatian adalah hepatitis B, Hepatitis C, dan HIV.

Memutus mata rantai penularan merupakan hal yang paling mudah untuk mencegah
penularan penyakit infeksi, tetapi harus didukung dengan kepatuhan dan ketaatan dalam
melaksanakan prosedur yang telah ditetapkan dalam Standar Prosedur Operasional.

Kewaspadaan Standar (Standart Precautions) yang dilakukan kepada semua pasien tanpa
memandang pasien tersebut infeksius atau tidak. Kemenkes RI (2011), menuliskan bahwa ada
sepuluh hal yang perlu dilakukan dalam pelaksanaan PPI, yaitu:

1. Kebersihan tangan
2. Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)
3. Penatalaksanaan peralatan klien dan linen
4. Pengelolaan limbah
5. Pengendalian lingkungan rumah sakit
6. Kesehatan karyawan atau perlindungan pada petugas Kesehatan
7. Penempatan atau isolasi klien
8. Hygiene respirasi atau etika batuk
9. Praktik menyuntik yang aman
10. Praktik lumbal pungsi.

Upaya Memutus Rantai Infeksi

Cara terbaik memutus rantai infeksi adalah dengan menjaga kebersihan, yaitu:

1. Mencuci tangan dengan teratur. Terutama sebelum makan, sebelum dan sesudah
menyiapkan makanan, setelah batuk/bersin, mengganti popok, dan setelah menggunakan
toilet.
2. Tutup hidung dan mulut Anda ketika batuk/bersin dan buanglah tissu bekas tersebut di
tempat sampah.
3. Jaga keamanan makanan. Bersihkan tangan dan permukaan dapur secara teratur, pisahkan
antara makanan mentah dan matang. Masaklah makanan hingga mendidih untuk
membunuh bakteri.
4. Vaksinasi atau imunisasi adalah cara yang tepat untuk melindungi diri dari infeksi serius.
Pastikan seluruh anggota sudah mendapatkan vaksinasi yang diperlukan.
5. Bersihkan dan basmi kuman pada permukaan benda-benda di rumah, khususnya yang
bersinggungan dengan makanan dan benda umum lainnya seperti kran air, gagang pintu
dan tombol telepon.

Adapun tindakan yang dapat memutus rantai infeksi di rumah sakit adalah mencuci
tangan setiap sebelum dan sesudah melakukan tindakan kepada pasien, menggunakan alat-
alat yang steril, menggunakan APD berupa masker dan Handscoon saat melakukan tindakan
keperawatan yang langsung bersentuhan dengan pasien.
Upaya mencegah hazard fisik

 Hazard Fisik

Hazard fisik adalah salah satu jenis bahaya (hazard) yang berkaitan dengan kesehatan
kerja seperti kebisingan, suhu yang ekstrim, radiasiionisasi, radiasi nonionsasi, tekanan
ekstrim, dan vibrasi yang semuanya merupakan tekanan - tekanan fisik dapat ditemukan pada
lingkungan kerja seseorang atau lebih operator. Oleh karena itu, dibutuhkan penanganan
terhadap bahaya fisik untuk meminimalisir atau mencegah terjadinya hal tersebut.

 Jenis-jenis Hazard Fisik

A. Suhu

Suhu yang terlalu tinggi dapat menyebabkan :

1. Chilblain terjadi karena bekerja ditempat yang cukup dingin dalam waktu yang cukup
lama.
2. Frosbite terjadi akibat suhu yang sangat rendah dibawah titik beku.
3. Heat carmp dialami dalam linkungan suhu yang tinggi sebagai akibat bertambahnya
keringat yang disertai hilangnya Na dari tubuh, yang selanjutnya hanya diberi air saja
tanpa diberi tambahan Na yang hilang.
4. eat exhaustion terjadi karena cuaca yang sangat panas dan orang yang belum
teraklimatisasi.
5. Heat stroke terjadi pada orang yang melakukan pekerjaan berat didalam lingkungan yang
panas dan belum teraklimitasi.
6. Trenchfoot terjadi karena terendam dalam air dingin yang cukup lama.

B. Tekanan
1. Tekanan udara rendah gangguan yang timbul berupa kurangnya oksigen didalam udara
pernafasan.
2. Tekanan udara tinggi penyakit yang timbul disebut Caisson yang disebabkan bebasnya
nitrogen dalam jaringan pada waktu dekompresi.

C. Getaran

Getaran / Vibrasi adalah faktor fisik yang ditimbulkan oleh objek dengan getaran isolasi
misalnya mesin, peralatan kerja yang bergetar dan memajani pekerjaan melalui transmisi.
Penyakit yang dapat ditimbulkan akibat getaran :
1. Sistem peredaran darah, misalnya kesemutan pada jaringan tangan dan kadangkadang
ujung jari memucat yang disertai rasa nyeri.
2. Sistem tulang sendi dan otot gangguan ostevartikuler terutama pada tulang karpal, sendi
siku.
3. Sistem saraf yaitu kelainan saraf sensoris yang menimbulkan kesemutan.

D. Pencahayaan

Cahaya merupakan sumber yang memancarakan energi sebagai dari energi diubah
menjadi cahaya tampak. Penyebaran cahaya dari sumber cahaya tergantung pada kontruksi kulit
pelindung yang digunakan. Penerangan kurang dapat menyebabkan kesilauan yang memudahkan
terjadinya kecelakaan. Dampak dari pencahayaan mengeluh kelelahan mata (iritasi /
conjungtivitis), rangkap, sakit kepala, ketajaman penglihatan terganggu, serta akomodasi dan
konvergasi menurun.

E. Radiasi

Ada dua jenis radiasi:

1. Radiasi pergion jika radiasi mempunyai kemampuan untuk melepas elektron dari
orbitalnya pada sistem atom dan membentuk suatu iyon. Misalnya sinar X, sinar Gama
dan sinar kosmis.
2. Radiasi non pergion adalah radiasi yang tanpa ada pelepasan elektron yang tergantung
pada panjang gelombang. Misalnya sinar ultraviolet, sinar yang bisa dilihat (sinar laser),
dan sinar dengan gelombang pendek.

 Efek yang ditimbulkan dari radiasi yaitu :


a) Efek somatik
b) Efek somatic-stokastik
c) Efek genetic
d) Radiasi sinar inframerah
e) Radiasi sinar ultra violet
f) Radiasi sinar Ro/Radioaktip

Pengendalian terhadap bahaya radiasi untuk petugas dan penderita :


 Petugas : melengkapi pakaian kerja/perlindungan dari radiasi dengan kacamata timah
dan baju apron dan pelindung leher dari apron.
 Penderita : diberi pembatas leher dan sudut hamburan serta pemilihan tegangan tabung.
 Kebisingan : Bising atau suara yang tidak diinginkan karena menggangu kenyamanan.
Beberapa sumber kebisingan di Rumah Sakit antara lain: Ruang generator, Ruang AHU
(Air Handing Unit), jet pump, mesin cuci pakaian, dan sebagainya.
 Dampak dari kebisingan:
 Auditorial/Accupational hearing loss, yaitu trauma akustik dan noise induce
 Nonaditional, dampak yang diterima antara lain; gangguan komunikasi, gangguan tidur,
serta gangguan prilaku yang ditandai dengan sakit kepala, mual dan berdebar.

Upaya Perawat Dalam Mencegah Hazard Fisik Di Rumah Sakit

Sebagai upaya pengendalian risiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja, perlu dilakukan
identifikasi sumber bahaya yang ada di tempat kerja. Pengendalian risiko dilakukan pada seluruh
bahaya yang ditemukan dalam proses identifikasi bahaya dan mempertimbangkan peringkat
risiko untuk menentukan prioritas. (Dankis, 2015).

Resiko bahaya fisik dikelompokkan lagi dalam 7 resiko bahaya fisik antara lain:

1. Resiko bahaya mekanik

Resiko bahaya ini dapat dikelompokkan dalam 5 kelompok yaitu :

a. Benda-benda lancip, tajam dan panas dengan resiko bahaya tertusuk, terpotong, tergores,
dan lain-lain. Resiko bahaya ini termasuk salah satu yang paling sering menimbulkan
kecelakaan kerja yaitu tertusuk jarum suntik / jarum jahit bekas pasien.

b. Benda-benda bergerak yang dapat membentur. Seperti kita ketahui di rumah sakit banyak
digunakan kereta dorong untuk mengangkut pasien dan barang-barang logistic.

c. Resiko terjepit, tertimbun dan tenggelam. Resiko ini dapat terjadi dimana saja meskipun
kejadiannya tidak terlalu sering. Hal-hal yang perlu diperhatikan terutama di ruang
perawatan anak dan ruang perawatan jiwa. Pastikan tidak ada pintu, jendela atau fasilitas
lain yang memiliki resiko untuk terjepit/tenggelam tersebut.

d. Resiko jatuh dari ketinggian yang sama; terpeleset, tersandung, dan lain-lain. Resiko ini
terutama pada lantai-lantai yang miring baik di koridor, ramp atau batas lantai dengan
halaman. Pastikan area yang beresiko licin sudah ditandai dan jika perlu pasanglah
handriil atau pemasangan alat lantai anti licin serta rambu peringatan “awas licin”.

e. Jatuh dari ketinggian berbeda. Resiko ini pada ruang perawatan anak dan jiwa. Selain itu
perlu diperhatikan pada pekerjaan konstruksi bangunan atau pembersihan kaca pada
posisi yang cukup tinggi.
2. Resiko bahaya radiasi

Resiko bahaya radiasi dapat dibedakan menjadi :

a) Bahaya radiasi pengion adalah radiasi elektromagnetik atau partikel yang mampu
menghasilkan ion langsung atau tidak langsung. Contoh di rumah sakit: di unit
radiodiagnostik, radiotherapi dan kedokteran nuklir.
b) Bahaya radiasi non pengion adalah Radiasi elektromagnetik dengan energi yang tidak
cukup untuk ionisasi, misal radiasi infra merah atau radiasi gelombang mikro.

3. Resiko bahaya akibat kebisingan

Kebisingan akibat alat kerja atau lingkungan kerja yang melebihi ambang batas tertentu.
Resiko ini mungkin berada di ruang boiler, generator listrik, dan peralatan yang menggunakan
alat-alat cukup besar dimana tingkat kebisingannya tidak dipantau dan dikendalikan. Berdasar
peraturan menteri kesehatan RI no 1204 tahun 2004 tentang pengendalian lingkungan fisik di
rumah sakit, seluruh area pelayanan pasien harus dipantau dan dikendalikan tingkat
kebisingannya minimal 3 bulan sekali.

4. Resiko bahaya akibat pencahayaan

Pencahayaan pada lingkungan kerja yang kurang atau berlebih. Tingkat pencahayaan
diseluruh area rumah sakit juga telah dipantau dan dilaporkan seperti resiko bahaya kebisingan
tersebut.

5. Resiko bahaya listrik

Bahaya dari konsleting listrik dan kesetrum arus listrik. Pengendalian yang telah
dilakukan adalah melakukan preventif maintenance seluruh peralatan elektrik yang dilakukan
oleh IPSRS. Kalibrasi peralatan medis dan penggantian peralatan yang telah out off date.

6. Resiko bahaya akibat iklim kerja

Berupa suhu ruangan dan tingkat kelembaban. Jika suhu dan kelembaban di rumah sakit
tidak dikendalikan dapat mempengaruhi lingkungan kerja dan kualitas hasil kerja.

7. Resiko bahaya akibat getaran

Resiko yang tidak banyak ditemukan di rumah sakit tetapi mungkin masih ada terutama
pada kedokteran gigi yang menggunakan bor dengan motor listrik dan pada bagian housekeeping
/ rumah tangga yang menggunakan mesin pemotong rumput (bagian taman).
Pengendalian Resiko Bahaya Fisik

Potensi bahaya adalah sesuatu yan berpeluang menyebabkan terjadinya


kerugian,kerusakan,cedera,sakit,atau bahkan kematian yang berhubungan dengan proses dan
sistem kerja. Secara umum yang dilakukan oleh ebagian orang dalam tahap pengendalian resiko
bahaya fisik ada beberapa tahap, diantaranya :

A. Eliminasi

Eliminasi adalah menghilangkan bahaya yang di lakukan saat perencanaan penghilangan


bahaya adalah sistem yang paling efektifsehingga tidak mengandalkan perilaku pekerja dalam
mencegah resiko ,akan tetapi penghilangan benar-benar terhadap bahaya tidak selalu praktisdan
ekonomis.

B. Subtitusi

Sistem ini bertujuan untuk mengganti bahan proses atau peralatan dariyang berbahaya
menjadi leboh tidak berbahaya. Dengan adanya sistem inidapat menurunkan resiko bahaya.

C. Rekayasa / Engineering

Sistem ini dilakukan bertujuan untuk memilah bahaya dengan pekerja serta ntuk
mencegah terjadinya kesalahan manusia.

D. Administratrif

Pengendalian ini dari unsur orng yang melakukan pekerjaan. Metode ini diharapkan
manusia agar mematuhi dan menyelesaikan pekerjaan secaraaman. Biasanya pekerja membuat
adanya standar operasional prosedur (SOP ).

E. Alat Pelindung Diri (Administration Control)

Alat pelindung diri yang digunakan untuk membatasi anatar terpaparnya tubuh dengan
potensi bahaya yang akan diterima oleh tubuh.

Pedoman Penerapan Sistem K3

A. Komitmen dan Kebijakan


1. Menempatkan organisasi keselamatan dan kesehatan kerja pada posisiyang dapat
menentukan keputusan perusahaan.
2. Menyediakan anggaran, tenaga kerja yang berkualitas
3. Menyediakan anggaran, tenaga kerja yang berkualitas dan sarana-saranalain yang
diperlukan dibidang keselamatan dan kesehatan kerja.
B. Perencanaan
1. Perencanaan Identifikasi Bahaya, Penilaian dan Pengendalian Risiko
2. Peraturan Perundangan dan Persyaratan lainnya
3. Tujuan dan Sasaran
4. Indikator Kinerja
5. Perencanaan Awal dan Perencanaan Kegiatan yang Sedang berlangsung.

C. Penerapan

Dalam mencapai tujuan keselamatan dan kesehatan kerja, perusahaanharusmenunjukkan


personel yang mempunyai kualifikasi yang sesuai denganSistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja yang diterapkan,meliputi :

1) Jaminan Kemampuan :

 Sumber daya manusia, sarana dan dana


 Integrasi
 Tanggung jawab dan tanggung gugat
 Konsultasi, motivasi, dan kesadaran.
 Pelatihan dan kompetensi kerja

2) Kegiatan Pendukung :

 Komunikasi
 Pendokumentasian
 Pencatatan dan manajemen Informasi

3) Identifikasi Sumber Bahaya, Penilaian dan Pengendalian Risiko :

 Identifikasi Sumber Bahaya


 Penilaian Risiko
 Tindakan Pengendalian
 Prosedur Menghadapi Keadaan Darurat atau Bencana.

Pegendalian Resiko Bahaya Fisik di Rumah Sakit


 Menggunakan alat pelindung diri contohnya, helm.kaca mata,sepatu,pelindung tangan.
 Membuat isolasi kegiatan atau unsur-unsur yang berbahaya
 Pengendalian cahaya di ruang laboratorium
 Pengaturan ventilasi
 Pengaturan jadwal kerja yang sesuai
 Filter untuk mikroskop
 Pelindung mata untuk sinar laser
 Pemeriksaan kesehatan pra-kerja
 Pemeriksaan kesehatan secara berkala
 Pengobatan apabila ditemukan gangguan fisik bagi pekerja
 Memasang tanda-tanda peringatan
 Membuat daftar bahan-bahan yang aman
 Pelatihan penanganan darurat
 Riset medis
 Monitoring lingkungan kerja
 Sanitasi yang bersih dan penyediaan fasilitas kesehatan
 Menerapkan peraturan perundangan yang disiplin
 Penyedia sarana dan prasarana yang terbaharui
UPAYA MENCEGAH HAZARD RADIASI
1. Pengertian Hazard Fisik

Radiasi Bahaya fisik biasanya berasal dari faktor fisika, seperti kebisingan, getaran ,
pencahayaan, radiasi, temperatur, dan tekanan. Sinar X banyak digunakan dalam praktek
kedokteran karena sifat-sifatnya yang begitu banyak, baik untuk tujuan diagnostik maupun
terapi. Sinar-X termasuk sinar radiasi ionisasi, yaitu radiasi yang ketika melewati matter
membentuk partikel bermuatan positif dan negative (Putri, Sarianoferni, & Wahjuningsih,
2016).

Beberapa efek merugikan yang muncul pada tubuh manusia karena terpapar oleh sinar-X
segera teramati tidak berselang lama dari penemuan sinar-X. Efek merugikan itu berupa
kerontokan rambut dan kerusakan kulit (Ahmad & Abidin, 2013).

Cedera Akibat Radiasi juga kerusakan jaringan akibat radiasi (penyinaran). Radiasi
adalah gelombang atau partikel berenergi tinggi yang berasal dari sumber alami atau sumber
yang sengaja dibuat oleh manusia. Cedera jaringan bisa terjadi akibat pemaparan singkat
radiasi tingkat tinggi atau pemaparan jangkapanjang radiasi tingkat rendah.

Be efek yang merugikan dari radiasi hanya berlangsung singkat, sedangkan efek lainnya bisa
menyebabkan penyakit menahun. Efek dini dari radiasi dosis tinggi akan tampak jelas dalam
waktu beberapa menit atau beberapa hari. Efek lanjut mungkin baru tampak beberapa minggu,
bulan atau bahkan bertahun-tahun kemudian. Mutasi (pergeseran) bahan genetik dari sel-sel
organ kelamin akan tampak jelas hanya jika korban pemaparan radiasi memiliki
anak,dimanaanaknya mungkin terlahir dengan kelainan genetik.

Berdasarkan progresinya, radiasi dapat berbentuk radiasi efek cepat, menghasilkan


sindromradiasi akut (usus, darah, gangguan fertilitas) dan radiasi efek lambat
(katarak,dermatitis). Pajanan akut dengan dosis besar, kira-kira 30-50 Gy (2000-5000 rad) akan
mengakibatkan kematian edema serebri dalam waktu 48jam. Pada dosis yang lebih rendah (1-20
Gy), kematian diakibatkan oleh kerusakan saluran pencernaan atau depresi hematopoiesis
dalamjangka waktu kurang lebih satu bulan. Pajanan dosis rendah, tetapi dalam jangka waktu
yang lama, perlu mewaspadai adanya risiko neoplastik. Letak tumor 7 sangat bergantungpada
sumber radiasi yang umumnya mempunyai organ khusus (mis, pada kelenjar tiroid, pada tulang),
serta bergantung pada tempat masuk radiasinya.

2. Penilaian Resiko

(Risk Assessment) Penilaian risiko adalah pendekatan yang digunakan untuk menilai
seberapa besar risiko tersebut dan apa yang harus dilakukan untuk menguranginya sehingga
efeknya dapat diterima kesehatan dan lingkungan (Wigmore, 2009). Penilaian risko (Risk
Assessment) ialah proses penilaian yang digunakan untuk mengidentifikasi potensi bahaya yang
dapat terjadi.

Tujuan dari risk assessment adalah memastikan kontrol risiko dari proses, operasi atau
aktifitas yang dilakukan berada pada tingkat yang dapat diterima. Penilaian dalam risk
assessment yaitu Likelihood (L) dan Severity (S) atau Consequence (C). Likelihood
menunjukkan seberapa mungkin kecelakaan itu terjadi, sedangkan Severity atau Consequence
menunjukkan seberapa parah dampak dari kecelakaan tersebut. Nilai dari Likelihood dan
Severity akan digunakan untuk menentukan Risk Rating atau Risk Level. (Wijaya, Panjaitan,
Palit, 2015).

3. Pengendalian Risiko ( Risk Control)

Pengendalian risiko (Risk Control) adalah cara untuk mengatasi potensi bahaya yang
terdapat dalam dalam lingkungan kerja. Potensi bahaya tersebut dapat dikendalikan dengan
menentukan suatu skala prioritas terlebih dahulu yang kemudian dapat membantu dalam prioritas
terlebih dahulu yang kemudian dapat membantu dalam pemilihan pengendalian resiko yang
disebut hirarki pengendalian resiko. (Wijaya, Panjaitan, Palit, 2015).

Pengendalian risiko dapat mengikuti Pendekatan Hirarki Pengendalian (Hirarchy of


Control). Hirarki pengedalian resiko adalah suatu urutanurutan dalam pencegahan dan
pengendalian resiko yang mungkin timbul yang terdiri dari beberapa tingkatan secara berurutan
(Tarwaka, 2008).

Hirarki atau metode yang dilakukan untuk mengendalikan risiko antara lain:

 Eliminasi (Elimination) Eliminasi dapat didefinisikan sebagai upaya menghilangkan


bahaya. Eliminasi merupakan langkah ideal yang dapat dilakukan dan harus menjadi
pilihan utama dalam melakukan pengendalian risiko bahaya. Hal ini berarti eliminasi
dilakukan dengan upaya mengentikan peralatan atau sumber yang dapat menimblkan
bahaya.
 Substitusi (Substitution) Substitusi didefinisikan sebagai penggantian bahan yang
berbahaya dengan bahan yang lebih aman. Prinsip pengendalian ini adalah
menggantikan sumber risiko dengan sarana atau peralatan lain yang lebih aman atau
lebih rendah tingkat resikonya .
 Rekayasa (Engineering) Rekayasa / Engineering merupakan upaya menurunkan tingkat risiko
dengan mengubah desain tempat kerja, mesin, peralatan atau proses kerja menjadi lebih
aman. Ciri khas dalam tahap ini adalah melibatkan pemikiran yang lebih mendalam
bagaimana membuat lokasi kerja yang memodifikasi peralatan, melakukan kombinasi
kegiatan, perubahan prosedur, dan mengurangi frekuansi dalam melakukan kegiatan
berbahaya. Upaya pengandalian engineering (seperti pengaturan pencahayaan yang tepat
dan ruang yang memadai, penggunaan jarum infus yang lebih aman, dan penyediaan
kontainer bekas jarum infus.
 Administrasi Dalam upaya sacara administrasi difokuskan pada penggunaan prosedur
seperti SOP (Standard Operating Prosedur) sebagai langkah mengurangi tingkat risiko.
Upaya pengendalian administratif (seperti pengembangan kebijakan K3 rumah sakit dan
penyelenggaraan berbagai program pelatihan, serta penyusunan SOP pemasangan infus
yang aman; dan penggunaan alat pelindung diri yang memadai (seperti penggunaan sarung
tangan, masker dan gown) (Gallagher & Sunley 2013).
 Alat Pelindung Diri (APD) Alat pelindung diri merupakan Langkah terakhir yang
dilakukan yang berfungsi untuk mengurangi keparahan akibat dari bahaya yang
ditimbulkan. Menurut 9 Occupational Safety and Health Administration (OSHA) alat
pelindung diri didefinisikan sebagai alat yang digunakan untuk melindungi pekerja
dari luka atau penyakit yang diakibatkan oleh adanya kontak dengan bahaya (hazard)
di tempat kerja baik bersifat kimia, biologis, radiasi, elektrik,mekanik dan lainnya.

4. Upaya Mencegah Hazard Fisik Radiasi

Dalam Kesehatan dan Keselamatan Kerja, perlu diperhatikan upayaupaya dalam mencegah efek
negatif dari radiasi, berikut adalah upaya-upaya dalam mencegah efek hazard fisik radiasi.

A. Radiasi Ionisasi Upaya perlindungan/pencegahan yang harus dilakukan sesuai dengan “The
Ionising Regulations 1999” menurut Ridley, 2008:

1) Melakukan pengntrolan akses ke area yang terkena radiasi.

2) Pembatasan eksposur ke pekerja.

3) Memilih orang yang berkualifikasi atau telah mendapatkan pelatihan khusus untuk
memastikan penggunaan sumber-sumber radiasi yang aman.

B. Radiasi Non-Ionisasi

Upaya pencegahan radiasi non-ionisasi dibedakan terhadap jenis radiasinya, diantaranya:

1) Ultraviolet

a) Menggunakan kacamata pengaman

b) Menggunakan APD

c) Mengguanakan kacamata pelindung

d) Memakai krim pelindung

e) Memastikan tutup perlengkapan alat yang memancarkan ultraviolet dan pastikan benar-benar
telah tertutup.
2) Cahaya Tampak

Mengendalikan intensitas cahaya dan tata letak piranti pencahayaan.

3) Inframerah

a) Menyediakan APD
b) Menggunakan sarung tangan pelindung

4) Frekuensi Radio Melakukan pengecekan kebocoran radiasi

5) Elektromagnetik Memindahkan perlengkapan pembumian (earthing)

6) Laser

a) Memasang tanda bahaya prioritas


b) Dilakukan oleh operator yang terlatih dan berkompeten
c) Penggunaan APD.
UPAYA MENCEGAH HAZARD KIMIA

Hazard Kimia

Hazard kimia adalah potensi bahaya kimia merupakan paparan yang terjadi pada pekerja
dengan berbagai macam bahan yang mengandung racun dengan paparan terjadi dalam kondisi
kerja normal yang berdampak pada efek yang merugikan bahkan dapat menyebabkan kecelakaan
kerja.

Hazard kimia ini terdapat pada bahan-bahan kimia golongan berbahaya dan beracun.
Pengendalian yang harus dilakukan adalah dengan identifikasi bahan-bahan B3 (Bahan
Berbahaya dan Beracun), pelabelan standar, penyimpanan standar, penyiapan MSDS (Material
Safety Data Sheet) atau lembar data keselamatan bahan, penyiapan P3K, serta pelatihan teknis
bagi petugas pengelola B3. Selain itu pembuangan limbah B3 cair harus dipastikan melalui
saluran air kotor yang akan masuk ke Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL).

Upaya Mencegah Hazard Kimia

1. Inherently Safer Alternative (ISA)

ISA adalah strategi pengendalian bahaya dengan cara mengganti bahan baku atau proses
berbahaya dengan bahan baku atau proses yang tingkat bahayanya lebih rendah. Ada empat
strategi yang dapat dilakukan dalam ISA, yaitu:

1. Miminize, menggunakan bahan kimia berbahaya dalam jumlah kecil,baik selama


penyimpanan proses maupun pengiriman2

2. Subtitute, mengganti bahan kimia yang berbahaya dengan bahan kimia yang kurang
berbahaya. Misalnya pelarut organik yang bersifat mudah terbakar diganti denga air.

3. Moderate, jika dua hal diatas tidak bisa dilakukan maka kita dapat melakukan proses
atau penyimpanan pada kondisi yang lebih aman, misalnya pengenceran, penyimpanan
dengan suhu yang lebih rendah, proses yang lebih sederhana dan sebagainya

4. Dilution , melarutkan untuk mengurangi tingkat bahaya reaktifitas, baik pada saat proses
produksi maupun penyimpanan.

2. Passive Control

Passive control adalah mengurangi bahaya atau resiko dengan merancang proses dan
peralatan yang lebih aman. Passive control dapat mengurangi frekuensi atau konsekuensi dari
bahaya tersebut tanpa fungsi aktif peralatan apapun, misalnya tempat penampungan
(contaiment), dinding tahan api, pipa atau tangki yang tahan terhadap tekanan tinggi.
3. Active Control

Active control menggunakan sistem engineering control, misalnya safety interlock,


emergency shutdown system, smoke detector dan lain sebagainya.

4. Procedural Control

Procedural control disebut juga administrative control, yaitu proses pengendalian dengan
cara membuat prosedur administratif menggurangi bahaya dan resiko dari bahaya kimia.
Misalnya work instruction, safe operating limit, work permit dan sebagainya.
UPAYA MENCEGAH HAZARD ERGONOMI

Hazard Ergonomi

Bahaya (Hazard) adalah faktor intrinsik yan melekat pada sesuatu. Ergonomi secara garis besar
adalah studi tentang manusia untuk menciptakan sistem kerja yang lebih sehat, aman, dan
nyaman (Arif, 2009).

Bahaya Ergonomi adalah bahaya yang disebabkan oleh hubungan antara aktivitas,
penggunakan fasilitas, danlingkungan kerja yang tidak baik sehingga menyebabkan cedera atau
penyakit pada pekerja.

Potensi Bahaya Faktor Ergonomi

1) Cara kerja, posisi kerja, dan postur tubuh yang tidak sesuai saat melakukan pekerjaan.
2) Desain alat kerja yang tidak sesuai dengan antropometri tenaga kerja
3) Pengangkatan beban yang melebihi aktivitas kerja.

Risiko ergonomi pada Perawat di Rumah Sakit

Musculokeletal Disorders (MSDs)

Gangguan pada otot skeletal yang disebabkan karena oto menerima beban statis secara
berulang dalam jangka waktu yang lama.

Dibagi menjadi 2 :

a) Keluhan sementara (reversible) adalah keluhan otot yang terjadi saat otot menerima
beban statis namun demikian keluhan akan hilang bila pembebanan dihentikan.
b) Keluhan menetap (persistent) adalah keluhan otot yang bersifat menetap, walaupun
pembebanan dihentikan namun rasa sakit pada otot masih berlanjut.

Low Back Pain (LBP)

Adalah rasa nyeri pada pinggang atau tulang punggung atau tulang punggung bagian bawah
yang bisa terasa hingga ke bokong dan paha. Bahkan pada beberapa kasus, nyeri yang dirasakan
penderitanya bisa menjalar hingga ke kaki.
UPAYA PENCEGAHAN HAZARD EKONOMI

1) Menghindari posisi kerja yang janggal


2) Memperbaiki cara kerja dan posisi kerja
3) Mendesign kembali atau mengganti tempat kerja, objek kerja, bahan, design tempat kerja,
dan peralatan kerja
4) Memodifikasi tempat kerja, objek kerja, bahan, design, tempat kerja, dan peralatan kerja.
5) Mengatur tempat kerja dan waktu istirahat
6) Melakukan pekerjaan dengan sikap tubuh dalam posisi netral atau baik
7) Menggunakan alat bantu.

Upaya Mempertahankan Ergonomi


1. Sikap Berbaring Posisi klien penting telentang (dorsal RACKBIKE — tergeletak di
belakang
2. Sims' (semi-rawan-berbaring di samping (biasanya kiri]))
3. Fowler di (tergeletak di belakang, dengan kepala tinggi)
4. Trendelenburg's (posisi kepala-down — berbaring dengan kepala lebih rendah dari
kaki)
5. Dorsal lithotomy (tergeletak di belakang, dengan kaki di sanggurdi), dan lateral
(berbaring di samping).

a) Sikap Duduk

Posisi Duduk Yang Benar :

1. Duduk tegak dengan punggung lurus dan bahu ke belakang. Paha menempel didudukan
kursi dan bokong menyentuh bagian belakang kursi.

2. Pusatkan beban tubuh pada satu titik agar seimbang. Usahakan jangan sampai
membungkuk.

3. Posisi lutut mempunyai peranan penting, tekuklah lutut hingga sejajar dengan pinggul.
Usahakan untuk tidak menyilangkan kaki.

4. Jika dudukan kursinya terlalu tinggi, penggunaan pengganjal kaki juga membantu
menyalurkan beban dari tungkai.

5. Jika ingin menulis tanpa meja, gunakanlah pijakan di bawah kaki.

6. Usahakanlah istirahat setiap 2 jam sekali dengan cara berdiri, peregangan sesaat, atau
berjalan-jalan di sekitar ruangan.

7. Tangan dibuat senyaman mungkin di atas meja,


8. Jika ingin mengambil sesuatu yang berada disamping atau di belakang, jangan memuntar
punggung. Putarlah keseluruhan tubuh sebagai satu kesatuan.

b) Sikap Berdiri

Ketika berdiri, berat badan sedikit ke depan dan didukung di bagian luar kaki. Sekali lagi,
kepala tegak, punggung lurus, dan perut terselip in. (ingat bahwa klien tempat tidur harus di
sekitar posisi yang sama sebagai jika dia berdiri.

c) Mengangkat Beban

Cara mengagkat beban :

1. Pemanasan, dilakukan untuk menghindari cedera. Kemudian, jaga bagian kaki dalam
posisilebar atau terbuka

2. Jongkokkan badan kebawah, pastikan anda membengkokan bagian pinggul dan


lutut.Lipat satu kaki di depan dan lipat satu kaki lainnya di lanta

3. Kondisikan badan tegak lalu angkat barang secara perlahan sambil meluruskan lutut dan
pinggul. Ketika mengangkat barang hindari gerakan memutar.

4. Angkat barang agar tetap dekat dengan bagian perut. Ketika mengganti arah, putar bagian
pinggul terlebih dahulu kemudian bahu.

5. Saat menurunkan badan jongkokan badan secara perlahan diikuti dengan bengkokan lutut
dan pinggul.

6. Jangan gunakan pinggang Anda untuk mengangkat dan menurunkan barang.


UPAYA PENCEGEHAN HAZARD PHYSYCOSOSIAL

Definisi

Hazard (bahaya) Psychosocial adalah suatu bahaya non fisik yang timbul karena danya
interaksi dari aspek-aspek job description, desain kerja dan organisasi serta managemen di
tempat kerja serta konteks lingkungan sosial yang berpotensi menimbulkan gangguan fisik,
sosial dan psikologi.

Bahaya psikososial ini secara langsung atau tidak akan berpengaruh terhadap konflik fisik
dan karyawan sehari-hari, jika seorang karyawan tidak dapat mengatasi beban bahaya ini dengan
baik maka karyawan tersebut akan jatuh dalam kondisi bosan, jenuh, stress dan akan mengalami
gangguan serta keluhan penyakit serta menurunkan produktivitas kerja keryawan.

Kategori Hazard psikososial

Kategori kondisi yang menggambarkan bahaya Context to work fungsi dan budaya
organisasi komunikasi yang buruk, rendahnya dukungan untuk pemecahan masalah dan
pengembangan pribadi, kurangnya pemahaman terhadap tujuan organisasi Peran dalam
organisasi Ambiguitas dan konflik peran, tanggung jawab terhadap orang lain Pengembangan
karir ketidakpastian dan stagnasi karir, underpromotion atau overpromotion, insentif yang buruk,
rendahnya nilai sosial terhadap pekerjaan latitude keputusan/ pengendalian partisipasi yang
rendah pada pembuatan keputusan, kurangnya pengendalian terhadap pekerjaan (pengendalian,
khususnya pada bentuk partisipasi, termasuk juga konteks dan wider organizational issue).

Bahaya psikososial ini secara langsung atau tidak akan berpengaruh terhadap konflik fisik
dan karyawan sehari-hari, jika seorang karyawan tidak dapat mengatasi beban bahaya ini dengan
baik maka karyawan tersebut akan jatuh dalam kondisi bosan, jenuh, stress dan akan mengalami
gangguan serta keluhan penyakit serta menurunkan produktivitas kerja keryawan.

Gejala Stres

1) Kepuasan kerja rendah


2) Kinerja yang menurun
3) Semangat dan energy menjadi hilang
4) Komunikasi tidak lancar
5) Pengambilan keputusan buruk
6) Kreativitas dan inovasi berkurang
7) Pendekatan individu dan organisasi
Gangguan Emosional yang Muncul :

1. Cemas

2. Gelisah

3. Gangguan kepribadian

4. Penyampingan seksual

5. Ketergantungan alcohol atau obat-obatan terlarang.

Upaya Mencegah Hazard Psikososial

A. Analisa Beban Kerja

Analisa Beban Kerja dalah proses untuk menetapkan jumlah jam kerja orang
yangdigunakan atau dibutuhkan untuk merampungkan suatu pekerjaan dalam waktu tertentu,atau
dengan kata lain analisis beban kerja bertujuan untuk menentukan berapa jumlah personalia dan
berapa jumlah tanggung jawab atau beban kerja yang tepat dilimpahkan kepada seorang petugas.

Tujuan

a.) Analisis beban kerja bertujuan untuk menentukan berapa jumlah pegawai
yangdibutuhkan untuk merampungkan suatu pekerjaan dan berapa jumlah tanggung
jawabatau beban kerja yang dapat dilimpahkan kepada seorang pegawai, atau dapat
puladikemukakan bahwa analisis beban kerja adalah proses untuk menetapkan jumlah
jamkerja orang yang digunakan atau dibutuhkan untuk merampungkan beban kerja
dalamwaktu tertentu.
b.) Membangun/merumuskan sistem penilaian beban kerja dan perencanaan kebutuhan
pegawai pada masing-masing Unit kerja.
c.) Melakukan penilaian beban kerja Unit Kerja berdasarkan beban kerja jabatan/unitkerja
dengan menggunakan variabel norma waktu, volume kerja dan jam kerja efektif,dikaitkan
dengan jumlah pegawai/jabatan.

Metode Analisis Beban Kerja

Dalam rangka mendapatkan informasi yang diperlukan dalam kegiatan ini dilakukan dengan
3 pendekatan yaitu :

1. Pendekatan Organisasi

2. Pendekatan Analisa jabatan

3. Pengenalan Administratif
2. Memberikan Kesempatan Pengembangan Kerja

Pengembangan karir perawat merupakan suatu perencanaan dan penerapan rencanakarir


dapat digunakan untuk penempatan perawat pada jenjang yang sesuai dengankeahliannya, serta
menyediakan kesempatan yang lebih baik sesuai dengan kemampuandan potensi perawat. Hal ini
akan meningkatkan kualitas kerja perawat, ia akan berusahamengontrol karirnya dan memilih
karir yang lebih baik sehingga ia terus berprestasi danmemperoleh kepuasan kerja (Marquis and
Huston 2010).

Tujuan

1. Meningkatkan moral kerja dan mengurangi kebuntuan karir (dead end job/career)
2. Menurunkan jumlah perawat yang keluar dari pekerjaannya (turn-over)
3. Menata sistem promosi berdasarkan mobilitas karir berfungsi dengan baik dan benar

3. Penentuan / Penyesuaian Desain Kerja

Herjanto menjelaskan bahwa desain pekerjaan adalah rincian tugas dan cara pelaksanaan
tugas atau kegiatan yang mencakup siapa yang mengerjakan tugas, bagaimana tugas itu
dilaksanakan, dimana tugas dikerjakan dan hasil apa yang diharapkan (Herjanto 2001).

1) Mengurangi timbulnya rasa bosan,dapat meningkatkan kepuasan kerja


2) Merangsang karyawan untuk bekerja secara produktif.
3) Mengurangi timbulnya rasa bosan
4) Mengatur penugasan kerja supaya dapat memenuhi kebutuhan di rumah sakit.

Pedoman dalam Desain Pekerjaan

A. Identitas pekerjaan.

Identitas pekerjaan merupakan jabatan pekerjaan yang berisinama pekerjaan seperti


penyelengara operasional dan manajer pemasaran. Bila pekerjaan tidak mempunyai identitas,
karyawan tidak akan atau kurang banggadengan hasil-hasilnya. Ini berarti kontribusi mereka
tidak tampak (Hani 2000).

B. Hubungan tugas dan tanggung jawab

Yakni perincian tugas dan tanggung jawab secara nyata diuraikan secara terpisah agar
jelas diketahui. Rumusan hubunganhendaknya menunjukkan hubungan antara pelaku organisasi.
C. Standar wewenang dan pekerjaan

Yakni kewenangan dan standar pekerjaan yangharus dicapai oleh setiap pejabat harus
jelas. Pekerjaan pekerjaan yang memberikankepada para karyawan wewenang untukmengambil
keputusan-keputusan, berartimenambah tanggung jawab. Hini akan cendrung meningkatkan
perasaan dipercayadan dihargai.

D. Syarat kerja harus diuraikan dengan jelas

Seperti alat-alat, mesin, dan bahan bakuyang akan dipergunakan untuk melakukan pekerjaan
tersebut.

E. Ringkasan pekerjaan atau jabatan

Harus menguraikan bentuk umum pekerjaan dan mencantumkan fungsi-fungsi dan aktivitas
utamanya.

Pertimbangan dalam Menyusun Desain Kerja:

Para penyusun desain pekerjaan harus mempertimbangkan hal-hal berikut ( Herjanto 2001)

A. Perluasan tugas ( job enlargement ) meliputi pemberian tugas yang lebih besar
secarahorizontal, dimana pekerjaan tambahan itu berada pada tingkat kecakapan
dantanggung jawab yang setara dengan pekerjaan semula. Gibson (1983) mengatakan
perluasan pekerjaan membuat karyawan mempunyai tanggung jawab dan
wewenangyang lebih besar.
B. Pengayaan tugas ( job enrichmant ) mencakup penambahan tugas dengan tanggung
jawab yang lebih tinggi seperti perencanaan dan pengendalian.
C. Perputaran tugas (job rotation) yaitu melakukan penukaran tugas antar pekerja secara
periodik untuk menghindari seseorang bekerja secara monoton mengerjakan
tugasyang sama setiap hari. Perputaran tugas ini memberikan kesempatan kepada
pekerjauntuk memperbanyak pengalaman dan memungkinkan seorang pekerja untuk
menggantikan pekerja lain yang tidak masuk.
RESUME MATERI KESELAMATAN PASIEN DAN KESEHATAN KERJA
DALAM KEPERAWATAN

PERTEMUAN 1-14

PERTEMUAN 10

Disusun oleh:

Nurul Halimah

(C1AA20073)

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KOTA SUKABUMI

2022
MENGANALISI KONSEP DAN PRINSIP PATIENT SAFETY SERTA FAKTOR-
FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA

Pengertian Patient Safety

Suatu sistem yang membuat asuhan pasien di rumah sakit menjadi lebih aman.

Suatu sistem dimana RS membuat asuhan pasien lebih aman, mencegah terjadinya cidera
yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil
tindakan yang seharusnya diambil

Patient safety is a discipline that emphasizes safety in health care through the prevention,


reduction, reporting, and analysis of medical error that often leads to adverse effects

 Patient Safety adalah isu terkini, global, penting (highprofile), dalam Pelayanan RS,
praktis belum lama, dimulai sejak “Landmark” Laporan IOM th 2000.

 WHO memulai Program Patient Safety th 2004 : “Safety is a fundamental principle of


patient care and a critical component of quality management.” (World Alliance for
Patient Safety, Forward Programme WHO,2004)

 KOMITE KESELAMATAN PASIEN RUMAH SAKIT (KKP-RS) dibentuk PERSI,


pd tgl 1 Juni 2005

 MENTERI KESEHATAN bersama PERSI & KKP-RS telah mencanangkan Gerakan


Keselamatan Pasien Rumah Sakit pd Seminar Nasional PERSI tgl 21 Agustus 2005, di
JCC.

Tujuan
 Terciptanya budaya keselamatan pasien di RS
 Meningkatnya akuntabilitas Rumah Sakit terhadap pasien dan masyarakat
 Menurunnya KTD di RS
 Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan KTD.

Potret Kejadian yang tidak diharapkan


 Prita Mulyasari memeriksakan kesehatannya di RS Internasional Omni (mei 2009)
 Minimnya penjelasan dokter atas jenis terapi medis yang diberikan, kondisi kesehatan
memburuk (diduga akibat kesalahan pemeriksaan hasil lab. awal menyebabkan
kekeliruan diagnosis)
 Permintaan mendapatkan RM , hasil lab. Awal tidak dapat dipenuhi Rs.
 Menulis surat elektronik (tanggapan serta keluhan atas perlakuan yang diterimanya ke
sebuah milis
 PN Tangerang memenangkan gugatan perdata pihak Rs dengan menyatakan Prita terbukti
melakukan perbuatan yang merugikan pihak rumah sakit sehingga harus membayar
kerugian Rp. 261 juta.

KTD

KTD merupakan Suatu kejadian yang mengakibatkan cedera yang tidak diharapkan pada
pasien karena suatu tindakan (Commission) atau karena tidak bertindak (Ommision), dan bukan
karena “underlying disease” atau kondisi pasien (KKP-RS)

Keterkaitan Perawat dengan “Patient safety”


 Profesi dengan jumlah tenaga kesehatan terbesar di RS
 Merupakan anggota tim kesehatan (inti)
 Aktifitas pekerjaannya 24 jam di RS
 Tenaga profesi : Pelayanan keperawatan ditujukan untuk mencapai kemandirian pasien
 Pelayanan keperawatan bagian integral dari pelayanan Kesehatan,

 Mempunyai peran kunci dalam keselamatan pasien.

7 Langkah Menuju Keselamatan Pasien di Rumah Sakit (Prinsip)

 Bangun kesadaran akan nilai KP


 Pimpin dan dukung staf anda
 Integrasikan aktivitas pengelolaan risiko
 Kembangkan sistem pelaporan
 Libatkan dan berkomunikasi dengan pasien
 Belajar & berbagi pengalaman ttg KP
 Cegah cedera melalui implementasi sistem KP.

Peran Perawat dalam Keselamatan Pasien di RS


 Sebagai pemberi pelayanan keperawatan, perawat mematuhi standar pelayanan dan SPO
yang telah ditetapkan
 Menerapkan prinsip-prinsip etik dalam pemberian pelayanan keperawatan
 Memberikan pendidikan kepada pasien & keluarga tentang asuhan yang diberikan4.
 Menerapkan kerjasama tim kesehatan yang handal dalam pemberian pelayanan
kesehatan
 Menerapkan komunikasi yang baik terhadap pasien dan keluarganya
 Peka, proaktif dan melakukan penyelesaian masalah terhadap kejadian tidak diharapkan
 Mendokumentasikan dengan benar semua asuhan keperawatan yang diberikan kepada
pasien dan keluarga
Upaya yang Dapat dilakukan untuk Memelihara & Minangkatkan “Patient safety”
 Sesuai dengan kompetensi perawat : mengimplementasikan tentang infeksi nosokomial,
membuat dan mempertahankan lingkungan yang aman melalui jaminan kualitas dan
manajemen risiko, gunakan petunjuk/instrumen yang sudah ditatapkan untuk mencegah
hal yang tidakdiinginkan terjadi pada pasien
 Menetapkan standar praktek (SPO) dan memastikan penerapannya
 Pelayanan yang berorientasi customer
 Adanya pengembangan sistem pemberian pelayanan keperawatan di faskes dng
mengoptimalkan sumber-sumber yang ada
 Adanya perencanaan yang jelas yang disusun bagian keperawatan untuk mengembangkan
pelayanan melalui inovasi-inovasi (tertera dalam Rencana strategis)

Faktor yang mempengaruhi pelaksanaan “Patient safety”

1. Tingkat pendidikan
2. Pelatihan
3. Pengetahuan
4. Motivasi
5. Jam kerja
6. Lama kerja
7. Jenjang jabatan
8. Gaji, dll

Anda mungkin juga menyukai