Laporan Akhir Pengukuran Penampang Sungai
Laporan Akhir Pengukuran Penampang Sungai
Kami berharap Laporan Akhir ini telah memuat semua materi sesuai dengan
persyaratan yang telah ditetapkan pada Kerangka Acuan Kerja. Namun demikian, kami
menyadari laporan ini belum dapat dikatakan sempurna oleh karena itu kami
mengharapkan saran-saran untuk penyempurnaan Laporan Akhir ini, sehingga dapat
menjadi bahan masukan yang berarti bagi instansi terkait.
Muhammad Alfian, ST
Ketua Tim
i
DAFTAR ISI
ii
4.1 Hasil Survey Dan Analisa Lengkung Debit ................................................. 4-59
iii
DAFTAR TABEL
Tabel 2-1. Lama Pengamatan GPS berdasarkan panjang Base Line .................. 2-2
Tabel 2-3. Hubungan antara X dan W pada Trupp Ripple Meter ....................... 2-11
Tabel 2-5. Daftar Pos Duga Air BWS Sumatera II - Propinsi Sumatera Utara .... 2-20
iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2-5 Pengukuran kecepatan ants dengan Velocity Head Rod ..................... 2-10
Gambar 2-6 Pengukuran kecepatan arus dengan Trupp Ripple Meter .................... 2-12
Gambar 3-3 Konstruksi BM / CP Yang Dibuat Sebagai Titik Referensi ................... 3-31
Gambar 3-4 Pengikatan dengan GPS Geodetik dan Alat GPS Geodetik Tipe Dual
Frekuensi ................................................................................................................. 3-32
Gambar 3-6 Penentuan posisi titik-titik dengan metode survei GPS ........................ 3-34
Gambar 3-7 Diagram alir perhitungan koordinat titik-titik jaringan GPS ................... 3-34
Gambar 3-8 Faktor-faktor yang mempengaruhi ketelitian survei GPS ..................... 3-35
v
Gambar 3-11 Kesalahan Multipath .......................................................................... 3-38
Gambar 3-13 Contoh beberapa kombinasi dari baseline trivial dan non-trivial ........ 3-39
Gambar 3-15 Dampak dari perbedaan jumlah baseline bebas yang digunakan ...... 3-40
Gambar 3-16 Penempatan titik-titik tetap pada jaringan melebar dan jaringan koridor 3-
40
Gambar 3-20 Bagan Alir Survey Pengukuran Sipat Datar ....................................... 3-44
vi
BAB 1 PENDAHULUAN
Air merupakan sumber daya penting bagi kehidupan manusia dan mahluk hidup lainnya.
Meningkatnya jumlah penduduk dan kegiatan pembangunan, telah meningkatkan kebutuhan
air. Di lain pihak, ketersediaan air dirasakan semakin terbatas, di beberapa tempat bahkan
sudah dapat dikategorikan berada dalam kondisi kritis. Hal ini disebabkan oleh berbagai
faktor seperti pencemaran, penggundulan hutan, kegiatan pertanian yang mengabaikan
kelestarian lingkungan dan berubahnya fungsi daerah tangkapan air.
Hidrologi adalah ilmu yang mempelajari tentang terjadinya, sirkulasi dan distribusi air di
bumi, tentang sifat-sifat kimia fisik air serta reaksinya terhadap lingkungan termasuk
hubungannya dengan kehidupan, sehingga hidrologi dapat dibagi menjadi 3 kelompok yaitu
hidrologi yang berkaitan dengan air yang berada di atas bumi (hujan dan iklim), pada
permukaan bumi (air permukaan: sungai, danau, dll) dan di dalam bumi (air tanah).
Sesuai dengan Peraturan Presiden No. 88 Tahun 2012, Pengelolaan Hidrologi dilakukan
oleh tiga Kementerian dan Badan yaitu: Pengelolaan hidrologi dilaksanakan oleh
Kementerian Pekerjaan Umum (PU), hidrometeorologi oleh Badan Meteorologi, Klimatologi
dan Geofisika (BMKG), dan hidrogeologi oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
(ESDM). Dalam pengelolaan hidrologi termasuk juga pengelolaan sistem informasi yang
lebih dikenal dengan Sistem Informasi Hidrologi, Hidrometeorologi, dan Hidrogeologi
(SIH3).
Walaupun sudah ada pembagian tersebut, namun untuk memenuhi keperluan perencanaan,
pengelolaan dan pengembangan Bidang Pekerjaan Umum terutama Bidang Sumber Daya
Air, maka Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat juga mengelola dan
mengeluarkan informasi hidrologi berupa buku Publikasi Tahunan tentang Data Hujan, Data
Klimatologi dan Data Debit Sungai.
Dari beberapa kegiatan tersebut yang paling sering mengalami kendala adalah kegiatan
pengukuran debit di lapangan, terutama pengukuran debit pada saat kondisi banjir, oleh
karena itu diperlukan metode pengukuran debit secara tidak langsung (indirect method) yaitu
slope area method (metode pengukuran debit dengan cara kemiringan-luas). Salah satu
tahapannya adalah dengan pengukuran penampang melintang sungai.
Ketersedian dan ketelitian pencatatan data hidrologi sangatlah penting dalam keperluan
perencanaan, pengelolaan, dan pengembangan bidang Pekerjaan Umum terutama bidang
sumber daya air. Dari beberapa kegiatan tersebut yang paling sering mengalami
kendala adalah kegiatan pengukuran debit di lapangan, terutama pengukuran debit
pada saat kondisi banjir, oleh karena itu diperlukan metode pengukuran debit
secara tidak langsung (indirect method) yaitu slope area method (metode pengukuran debit
dengan cara kemiringan-luas). Salah satu tahapannya adalah dengan pengukuran
penampang melintang sungai. Untuk menjamin hal tersebut, syarat-syarat parameter
pendukung harus terpenuhi. Salah satu syarat pendukung tersebut adalah tersedianya data
profil sungai di lokasi pos duga air dengan pengukuran penampang melintang sungai.
Berkaitan dengan hal tersebut maka pihak Balai Wilayah Sungai Sumatera II, Untuk
mempersiapkan update profil penampang dari pos duga air yang ada, akan melaksanakan
pengukuran penampang sungai pada lokasi pos duga air yang ditentukan.
MAKSUD :
Melakukan pengukuran penampang melintang sungai pada lokasi pos duga air, di
hulu pos duga air, pada lurusan pos duga air dan di hilir pos duga air, dengan
persyaratan tertentu;
Menentukan pengukuran penampang sungai yang meliputi profil memanjang dan
TUJUAN :
Tersedianya data profil penampang sungai (lebar, kedalaman, dan kemiringan)
pada lokasi pos duga air untuk digunakan berbagai keperluan antara lain:
pengukuran debit secara tidak langsung, pengukuran debit dengan menggunakan
pelampung, perpanjangan (ekstrapolasi) lengkung aliran (rating curve);
Diperolehnya koordinat lokasi pos duga air yang terintegrasi dengan system
koordinat nasional.
SASARAN :
Tersedianya dokumen profil memanjang dan melintang sungai yang digunakan
sebagai salah satu parameter dalam analisis debit sungai.
Sebagai pedoman penyusunan program kegiatan OP pada lokasi pos duga air.
a) Persiapan administrasi;
g) Finalisasi Rencana Mutu Kontrak (RMK) oleh penyedia jasa yang disetujui
oleh Direksi yang dapat diterapkan sebagai sistem manajemen mutu selama
pelaksanaan pekerjaan. Form penyusunan RMK mengacu ke Permen PU No
04/PRT/M/2009 tentang Sistem Manajemen Mutu;
Lokasi pekerjaan studi ini adalah pada DAS Padang di wilayah Kabupaten Langkat, Deli
Serdang dan Asahan Propinsi Sumatera Utara
Laporan Akhir
2-1
Tabel 2-1. Lama Pengamatan GPS berdasarkan panjang Base Line
1 – 3 Km
15 Menit 10 Menit
3 - 5 Km
20 Menit 15 Menit
5 – 10 Km
30 Menit 20 Menit
10 – 20 Km
2 Jam 1 Jam
20 – 100 Km
4 Jam 2 Jam
100 – 200 Km
6 Jam 3 Jam
4. Apabila jarak titik referensi nasional cukup jauh dari lokasi pengamatan, maka titik
referensi tambahan dapat diadakan terlebih dahulu. Kemudian titik - titik pengamatan
dapat diikatkan dari titik referensi yang baru.
Pada penentuan posisi diferensial, posisi suatu titik ditentukan relatif terhadap titik lainnya
yang telah diketahui koordinatnya (monitor station). Sebagai ilustrasi dapat dilihat pada
gambar 2.1 berikut :
Laporan Akhir
2-2
Memerlukan minimal 2 buah receiver, satu ditempatkan di titik yang telah
diketahui koordinatnya.
Posisi titik ditentukan relatif terhadap monitor station
Titik yang ditentukan posisinya bisa diam (statik) maupun bergerak
(kinematik)
Konsep dasar : Differencing Process dapat mengeliminir atau mereduksi
efek-efek dari beberapa kesalahan dan bias.
Bisa menggunakan data pseudorange atau/dan data fase.
Pada metode diferensial ini, dengan mengurangkan data yang diamati oleh dua receiver
GPS pada waktu yang bersamaan, maka beberapa jenis kesalahan dan bias dari data dapat
dieliminir atau direduksi. Dalam hal ini kesalahan jam receiver dan satelit dapat dieliminir;
kesalahan dan bias ionosfer, troposfer, dan ephemeris dapat direduksi; sedangkan
kesalahan multipath yang bersifat lokal tidak dapat dieliminir maupun direduksi.
Pengeliminiran dan pereduksian ini akan meningkatkan ketelitian data, dan selanjutnya akan
meningkatkan tingkat ketelitian posisi yang diperoleh. Perlu dicatat di sini bahwa efektifitas
dari proses pengurangan ini sangat bergantung pada jarak antara stasiun monitor dengan
titik yang akan ditentukan posisinya. Dalam hal ini semakin pendek jarak tersebut maka akan
semakin efektif, dan sebaliknya.
Metode ini yang digunakan dalam pengukuran penentuan koordinat dengan menempatkan
receiver di titik kontrol lokal yang diikatkan pada GPS Nasional yang berada di
BAKOSURTANAL, sedangkan 1 atau 2 receiver yang lainnya bergerak dari titik awal secara
berlawanan arah. Lihat gambar 2.2. berikut ini :
Laporan Akhir
2-3
Gambar 2-2 Penentuan Posisi Koordinat BM
Semua BM yang diukur dalam sistem referensi Koordinat Nasional yaitu Sistem Datum
Geodesi Nasional 1995 (DGN 95) yang dicantumkan dalam sistem koordinat proyeksi peta
UTM (X, Y). bm yang diukur terikat secara langsung ke dalam titik ikat GPS lokal orde 1 bm
BAKOSURTANAL yang terletak terletak terdekat dengan lokasi pengukuran yang telah
diikatkan pada Kerangka Geodetik Nasional Orde 0 di BAKOSURTANAL dalam sistem
koordinatnya (φ, λ, h).
Pengolahan data survey GPS untuk penentuan koordinat dilakukan dengan menggunakan
Perangkat lunak komersil (commercial software) pengolah data GPS melalui metode
engolahan baseline, dan perhitungan perataan jaringan. Pengolahan data dari setiap
baseline pada dasarnya berbasiskan pada penentuan posisi diferensial dengan
menggunakan data fase. Perlu ditekankan bahwa proses estimasi yang digunakan untuk
pengolahan baseline umumnya berbasiskan metode kuadrat terkecil (least squares).
Laporan Akhir
2-4
2) Ketelitian definitif, yaitu ketelitian koordinat yang digunakan dalam Pengukuran
Penampang Sungai yang digunakan kurang dari 15 cm.
Pada gambar 2.3. diperlukan dua titik referensi (titik ikat) yang sudah diketahui nilai
koordinatnya dengan pengukuran GPS. Dari hasil ukuran sudut dan jarak dapat dihitung nilai
koordinat BM, yaitu dengan cara pengikatan ke muka dari kedua titik bantu maupun dengan
penghitungan poligon tertutup. Perhitungan koordinat dilakukan dengan cara hitung perataan
Laporan Akhir
2-5
sederhana misalnya dengan metode Bowdith. Pengukuran pilar batas yang dilakukan
dengan menggunakan metode poligon harus memenuhi spesifikasi teknis sebagai berikut :
· Garis vertikal adalah garis yang menuju ke pusat bumi, yang umum dianggap sama dengan
garis unting-unting.·
Laporan Akhir
2-6
Bidang mendatar adalah bidang yang tegak lurus garis vertikal pada setiap titik. Bidang
horisontal berbentuk melengkung mengikuti permukaan laut.
Datum adalah bidang yang digunakan sebagai bidang referensi untuk ketinggian, misalnya
permukaan laut rata-rata.
Elevasi adalah jarak vertikal (ketinggian) yang diukur terhadap bidang datum.
Prinsip cara kerja dari alat ukur waterpass adalah membuat garis sumbu teropong horisontal.
Bagian yang membuat kedudukan menjadi horisontal adalah nivo, yang berbentuk tabung
berisi cairan dengan gelembung di dalamnya.
Dalam menggunakan alat ukur waterpass harus dipenuhi syarat-syarat sbb :
i. Kegunaan alat.
Fungsi utama.
a. Memperoleh pandangan mendatar atau mendapat garis bidikan yang sama tinggi,
sehingga titik – titik yang tepat garis bidikan/ bidik memiliki ketinggian yang sama.
b. Dengan pandangan mendatar ini dan diketahui jarak dari garis bidik yang dapat
dinyatakan sebagai ketinggian garis bidik terhadap titik – titik tertentu, maka akan
diketahui atau ditentukan beda tinggi atau ketinggian dari titik – titik tersebut.
a. Benang stadia, yaitu dua buah benag yang berada di atas dan dibawah serta
sejajar dan dengan jarak yang sama dari benang diafragma mendatar. Dengan
adanya benang stadia dan bantuan alat ukur waterpass berupa rambu atau bak
ukur alat ini dapat digunakan sebagai alat ukur jarak horizontal atau mendatar.
Pengukuran jarak dengan cara seperti ini dikenal dengan jarak optik.
b. Lingkaran berskala, yaitu lingkaran di badan alat yang dilengkapi dengan skala
ukuran sudut. Dengan adanya lingkaran berskala ini arah yang dinyatakan
dengan bacaan sudut dari bidikan yang ditunjukkan oleh benang diafragma tegak
dapat diketahui, sehingga bila dibidikkan ke dua buah titik, sudut antara ke dua
Laporan Akhir
2-7
titik tersebut dengan alat dapat ditentukan atau dengan kata lain dapat
difungsikan sebagai alat pengukur sudut horizontal.
Penentuan debit sungai dapat dilaksanakan dengan cara pengukuran aliran dan cara
analisis. Pelaksanaan pengukuran debit sungai dapat dilakukan secara langsung dan cara
tidak langsung, yaitu dengan melakukan pendataan terhadap parameter alur sungai dan
tanda bekas banjir. Dalam hidrologi masalah penentuan debit sungai dengan cara
engukuran termasuk dalam bidang hidrometri, yaitu ilmu yang mempelajari masalah
pengukuran air atau pengumpulan data dasar untuk analisis mencakup data tinggi muka air,
debit dan sedimentasi.
2.2.1. Pengukuran Secara Langsung
Besamya aliran tiap waktu atau disebut dengan debit, akan tergantung pada luas tampang
aliran dan kecepatan aliran rerata. Pendekatan nilai debit dapat dilakukan dengan cara
mengukur tampang aliran dan mengukur kecepatan aliran tersebut. Cara ini merupakan
prosedur umum dalam pengukuran debit sungai secara langsung. Pengukuran luas tampang
aliran dilakukan dengan mengukur tinggi muka air dan lebar dasar alur sungai. Untuk
mendapatkan hasil yang lebih teliti, pengukuran tinggi muka air dapat dilakukan pada
beberapa titik pada sepanjang tampang aliran. Selanjutnya debit aliran dihitung sebagai
penjumlahan dan semua luasan pias tampang aliran yang terukur. Pengukuran kecepatan
aliran dilakukan dengan alat ukur kecepatan arus.
Beberapa cara pengukuran kecepatan arus aliran sungai yang banyak digunakan adalah
sebagai berikut ini.
Laporan Akhir
2-8
(1) Tetapkan satu titik pada salah satu sisi sungai, misal ditandai dengan patok
kayu atau pohon dan satu titik yang lain di seberang sungai yang jika
dihubungkan dua titik tersebut akan berupa garis tegak lurus arah aliran.
(2) Tentukan jarak L, misal 20 meter dan garis yang dibuat pada langkah pertama
dan buat garis yang sama (tegak lurus aliran) pada titik sejauh L tersebut.
(3) Hanyutkan pelampung (dapat berupa sembarang benda yang dapat terapung,
misal bola ping-pong, gabus, kayu dll.) pada tempat di hulu garis pertama,
pada saat melewati garis pertama tekan tombol stopwatch dan ikuti terus
pelampung tersebut. Pada saat pelampung melewati garis kedua stopwatch
ditekan kembali, sehingga akan didapat waktu aliran pelampung yang
diperlukan, yaitu T..
(4) Kecepatan arus dapat dihitung dengan L/T (m/dt)
Perlu mendapat perhatian bahwa cara ini akan mendapatkan kecepatan arus pada
permukaan, sehingga untuk memperoleh kecepatan rerata pada penampang sungai hasil
hitungan perlu dikoreksi dengan koefisien antara 0,85 – 0,95. Selain itu pengukuran dengan
cara ini harus dilakukan beberapa kali mengingat distribusi aliran permukaan yang terjadi
tidak merata. Dianjurkan paling tidak pengukuran dilakukan 3 kali, kemudian hasilnya dirata-
ratakan.
Laporan Akhir
2-9
2.2.1.2. Pengukuran Kecepatan Arus Dengan Velocity Head Rod
Dengan alat ini hasil pengukuran yang didapat juga tidak begitu teliti dan yang terukur
adalah kecepatan aliran permukaan. Sebaiknya digunakan pada pengukuran yang
dikehendaki secara cepat pada kecepatan aliran yang lebih besar dari 1 m/detik. Cara
pengukuran dapat dijelaskan sebagai berikut ini
(1) Letakkan alat pada tempat yang akan diukur dengan posisi sejajar dengan arus
aliran.
(2) Setelah aliran kembali tenang, baca ketinggian muka air aliran (Hj).
(3) Putar alat 90°, sehingga tegak lurus aliran, kemudian baca tinggi muka air yang
terjadi (H2).
(4) Kecepatan arus aliran dapat didekati dengan:
Laporan Akhir
2-10
(1) Masukkan alat ukur ke dalam air dan amati dua buah riak yang terbentuk
pada masing-masing batang.
(2) Ukur jarak antara titik pengukuran sampai dengan titik perpotongan antara
kedua riak tersebut tersebut, yaitu L (feet).
(3) Kecepatan aliran permukaan dapat didekati dengan:
V = C + XL
dengan :
V = kecepatan aliran permukaan (feet/det),
C = tetapan sebesar 0,40,
X = variabel yang tergantung dari nilai W seperti pada tabel berikut :
W (ink) X
4 0,280
6 0,206
8 0,161
9 0,145
12 0,109
Sumber: Analisis Hidrologi, Sri Harto Br., 1993.
Laporan Akhir
2-11
Mengingat faktor tetapan C dalam rumus empiris tersebut, maka penggunaan nilai 0,40 perlu
diuji kebenarannya, dapat dilakukan dengan kalibrasi alat tersebut di laboratorium. .
V = an + b
dengan:
V = kecepatan aliran,
n = jumlah putaran tiap waktu tertentu,
a,b = tetapan yang ditentukan dengan kalibrasi alat di laboratorium.
Alat ini ada dua macam, yaitu current meter dengan sumbu mendatar dan dengan sumbu
tegak seperti terlihat pada Gambar 4.4. Bagian-bagian alat ini terdiri dari:
Laporan Akhir
2-12
a. Baling-baling sebagai sensor terhadap kecepatan, terbuat dari streamline styling
yang dilengkapi dengan propeler, generator, sirip pengarah dan kabel-kabel.
b. Contact box, merupakan bagian pengubah putaran menjadi signal elektrik yang
berupa suara atau gerakan jarum pada kotak monitor berskala, kadang juga
dalam bentuk digital,
c. Head phone yang digunakan untuk mengetahui jumlah putaran baling-baling
(dengan suara “klik”), kadang bagian ini diganti dengan monitor box yang
memiliki jendela penunjuk kecepatan aliran secara langsung. Dengan alat ini
dapat dilakukan pengukuran pada beberapa titik dalam suatu penampang aliran.
Dalam praktek digunakan untuk pengukuran kecepatan aliran rerata pada satu
vertikal dalam suatu tampang aliran tertentu. Mengingat bahwa distribusi
kecepatan aliran secara vertikal tidak merata, maka pengukuran dapat dilakukan
dengan beberapa cara sebagai berikut ini :
(1) Pengukuran pada satu titik yang umumnya dilakukan jika kedalaman aliran
kurang dari 1 meter. Alat ditempatkan pada kedalaman 0.6 H diukur dari
muka air.
(2) Pengukuran pada beberapa titik, dilakukan pada kedalaman 0.2 H dan 0.8
H diukur dari muka air. Kecepatan rerata dihitung sebagai berikut:
V = 0,5 (V0,2 +V0,8)
d. Pengukuran dengan tiga titik dilakukan pada kedalaman 0.2 H, 0.6 H dan juga
pada 0.8 H. Hasilnya dirata-ratakan dengan rumus:
V = 1/ 3(V0,2 +V0,6+V0,8)
Laporan Akhir
2-13
Gambar 2-7 Current Meter Type Sumbu Tegak
Laporan Akhir
2-14
2.2.2. Pengukuran Secara Tidak Langsung
Dalam hal tertentu pengukuran debit secara tidak langsung seringkali diperlukan.
Pengukuran dengan cara ini dapat dilaksanakan apabila pengukuran secara langsung sulit
dilaksanakan karena faktor kondisi atau permasalahan sebagai berikut :
a. Pengukuran debit secara langsung berbahaya bagi keselamatan petugas dan
peralatan yang digunakan,
b. Sifat perubahan debit banjir relatif singkat waktunya dan saat kejadiannya sulit
diramalkan,
c. Selama suatu pengukuran dilakukan, kadang-kadang banjir tidak terjadi,
sehingga diperlukan cara lain untuk memperkirakan debit banjir tersebut,
d. Kadang-kadang pengukuran debit banjir untuk beberapa tempat sulit
dilaksanakan pada saat yang bersamaan, padahal datanya sangat diperlukan.
Pengukuran debit secara tidak langsung dapat dilaksanakan dengan dua cara, yaitu cara
luas kemiringan dan cara ambang.
Laporan Akhir
2-15
A = luas tampang basah (m2)
R = radius hidraulik (m),
S = kemiringan garis energi.
Nilai koefisien Manning dapat ditetapkan berdasarkan pengamatan kondisi alur atau dengan
pengukuran debit pada saat tidak banjir. Penetapan nilai koefisien Manning ini sebaiknya
digunakan current meter agar diperoleh hasil yang teliti. Dengan rumus di atas, diperlukan
proses hitungan dengan coba-ulang, yaitu dengan urutan sebagai berikut :
(1) Hitung debit perkiraan pertama dengan rumus berikut :
(3) Hitung kehilangan tinggi energy antara titik 1 dan 2 dengan rumus :
Jika nilai Q1 tidak/belum mendekati Qo, ulangi langkah (2) sampai dengan (4), sampai
didapat hasil yang cukup dekat.
Laporan Akhir
2-16
2.2.2.2. Pengukuran Debit Dengan Cara Ambang
Pengukuran debit dengan cara ambang dapat dilaksanakan pada aliran melalui ambang
alam atau ambang buatan. Ambang buatan dapat berupa bendung, bangunan pengendali
dan pelindung sungai.
Prinsip hitungan adalah dengan menerapkan rumus hidraulika aliran melalui ambang dengan
bentuk umum sebagai berikut:
Q = c x B x Hm
dengan:
Q = debit aliran melalui ambang,
B = lebar ambang,
H = tinggi aliran di atas ambang,
c,m = konstanta yang tergantung pada bentuk ambang.
Laporan Akhir
2-17
A = luas DPS (km2).
Dimana :
Qp = debit puncak (ft3/dt)
S = landai sungai rata
L = panjang sungai utama (mile),
LCA = panjang sungai utama diukur dan setasiun hidrometni sampai titik di sungai
terdekat dengan pusat DAS (mile2)
A = luas DAS (mile2).
Laporan Akhir
2-18
SIMS indeks slope (m/km),
LAKE = indeks danau (lake index).
Besarnya APBAR dapat dihitung berdasarkan data hujan rerata DAS (hujan harian
maksimum) yang diperoleh dan hitungan dengan cara isohyet (PBAR) dan nilai faktor
reduksi perataan hujan (ARF). Nilai APBAR adalah perkalian antara ARF dan PBAR. Nilai
ARF dapat dihitung dengan ketentuan sebagai berikut ini.
1 – 10 0,99
10 – 30 0,97
30 – 30.000 1,152 -0,1233 log10 AREA
Masih banyak rumus empiris hitungan debit sungai yang umumnya dikembangkan di luar
negeri (Eropa dan USA) yang belum tentu cocok untuk daerah tropis seperti di Indonesia.
Untuk itu, perlu mendapat perhatian adalah penerapan rumus-rumus tersebut harus hati-hati,
terutama penggunaan angka-angka yang dalam rumus merupakan konstanta empiris.
Penggunaan cara analisis dalam menentukan debit sungai sering harus dilakukan terutama
dalam kaitannya dengan keperluan informasi pola dan besarnya aliran sungai tahunan.
Sebagai contoh dalam penentuan debit dominan sungai, perlu diketahui besarnya debit
aliran sungai yang mewakili aliran secara kontinyu dalam satu tahun. Untuk masalah ini,
kiranya tidak mungkin dilakukan pengumpulan data debit secara terus menerus dengan cara
pengukuran langsung, mengingat kesulitan-kesulitan seperti yang telah dijelaskan pada
uraian terdahulu. Umumnya kesulitan ini diatasi dengan cara pembuatan kurva debit atau
rating curve aliran sungai pada suatu tampang tertentu. Dengan kurva debit ini, pemantauan
dan pengukuran debit dapat dilakukan berdasarkan pengamatan terhadap data tinggi muka
air. Cara ini mempunyai kekurangan yaitu bahwa keberlakuan kurva debit sangat terbatas,
mengingat perubahan geometri sungai akibat proses morfologi sungai. Untuk itu kurva debit
perlu diperbaiki/dibuat lagi pada setiap periode tertentu (misal setiap 2 tahun). Penggunaan
cara analisis dalam penentuan debit aliran juga mengandung keterbatasan, yaitu belum
tentu mendapatkan hasil yang teliti, khususnya pada kasus dimana digunakan model
matematik (model hidrologi) pada lokasi yang tidak terdapat data aliran sama sekali.
Kesulitan ini dijumpai pada tahap kalibrasi, yang bertujuan untuk mendapatkan besaran
parameter DAS yang cukup mewakili kondisi DAS. Meskipun demikian, secara teoritis
Laporan Akhir
2-19
dengan cara model hidrologi dapat diperkirakan aliran kontinyu dengan periode hitungan
yang pendek, misal harian atau jam-jaman.
Lokasi pekerjaan telah ditentukan pada titik Pos Duga Air dibawah ini. Pada masing-masing
lokasi akan dilakukan survey topografi dan hidrometri berupa pengukuran debit sesaat.
Pengukuran topografi dilakukan sepanjang 500 meter memanjang sungai, dengan mengukur
potongan memanjang dan melintang serta detil situasi pengukuran melintang dan
memanjang serta detil situasi sepanjang 500 meter.
Tabel 2-5. Daftar Pos Duga Air BWS Sumatera II - Propinsi Sumatera Utara
Sungai Deli-
1 S. Deli A 1971 DPMA 03˚28’3,5” 98˚40’38,8”
Simeme (1)
S. Belawan –
2 S. Belawan Asam Kumbang A 1973 DPMA 03˚33’12,4” 98˚36’35,6”
(2)
S. Belawan –
3 S. Belawan A 1998 DPU PROP 03˚35’58,9” 98˚36’18,8”
Kp. Lalang (3)
S. Mencirim –
4 S. Mencirim A 1998 DPU PROP 03˚36’42,6” 98˚29’38,8”
Binjai(4)
Ex Proyek
S. Bingai – Kp.
5 S. Bingai A 1970 Sei 03˚37’12,0” 98˚29’31,1”
Pahlawan (5)
Wampu
S. Wampu –
6 S. Wampu A 1976 DPMA 03˚45’49,5” 98˚26’58,8”
Stabat (6)
S. Deli –
7 S. Deli A 1976 DPU PROP 03˚37’37,4” 98˚39’54,4”
Helvetia (8)
Laporan Akhir
2-20
Tembung (9)
S. Serdang – Kp.
9 S. Serdang A/B 1980 DPU PROP 03˚37’55,3” 98˚50’05,3”
Serdang (10)
Ex JICA
S. Belumai – Tg.
10 S. Serdang A 1992 Belawan 03˚31’20,3” 98˚47’06,7”
Morawa (11)
Padang
S. Batugingging-
Palo Kemiri
11 S. Serdang A 1992 DPU PROP 03˚33’09,9” 98˚50’59,8”
(Petapahan)
(13)
S. Ular – Pulau
12 S. Ular A 1971 DPMA 03˚22’59,0” 98˚55’17,3”
Tagor (16)
S. Blutu – Silau
13 S. Blutu A/B 1982 DPU PROP 03˚16’42,7” 98˚57’11,2”
Dunia (17)
14 S. Bah Bolon-
S. Bah Bolon A 1973 DPMA 02˚57’49,2” 99˚09’14,3”
Batu Gajah (23)
S. Bah Bolon-
15 S. Bah Bolon Nagori Bandar A 1971 DPMA 03˚07’52,9” 99˚19’32,0”
(25)
S. Silau –
16 S. Asahan Kisaran Naga A/B 1972 DPMA 02˚58’24,8” 99˚37’39,7”
(26)
S. Asahan –
18 S. Asahan A 1977 DPMA 02˚42’18,6” 99˚37’37,3”
Pulau Raja (34)
Laporan Akhir
2-21
Kanopan – Kanopan (35)
S. Sei Kualo –
20 S. Sei Kualo Gunting Saga A 1978 DPU PROP 02˚31’43,1” 99˚39’43,7”
(37)
S. Blutu –
21 S. Blutu A 1992 DPU PROP 02˚28’52,2” 99˚08’26,8”
Rampah (48)
Mengingat lokasi pekerjaan yang tersebar di 21 lokasi dan berada pada 3 wilayah kabupaten
yaitu Deli Serdang, Langkat dan Asahan maka kami akan memulai pelaksanaan survey
lapangan dari yang terjauh dikabupaten Asahan bergerak ke Kabupaten Deli Serdang
berikutnya ke Kabupaten Langkat.
Laporan Akhir
2-22
BAB 3 PENDEKATAN
DAN METODOLOGI
3.1 UMUM
Agar dapat mendukung proses studi sehingga didapatkan suatu hasil yang optimal,
diusulkan perlu dibuat tata laksana prosedur yang baik. Dan untuk merealisasikan perlu
disusun "Organisasi, Tata cara pelaksanaan pekerjaan dan lokasi pelaksanaan pekerjaan"
yaitu antara Konsultan sebagai pelaksana dan Proyek dalam hal ini sebagai pemberi kerja.
Organisasi
Tim Konsultan yang akan melaksanakan pekerjaan ini adalah PT. Teknika Cipta, pelaksana
pekerjaan ini terdiri dari para tenaga ahli dan tenaga pendukung yang telah berpengalaman
pada bidangnya masing-masing. Organisasi Tim Konsultan Pelaksana, personalia tenaga
ahli yang ditugaskan dalam pelaksanaan pekerjaan ini.
Dengan menggunakan Pertimbangan sifat dan jenis studi, Tim Konsultan dalam
melaksanakan pekerjaan ini akan menerapkan "Sistem Analisis Koordinatif" artinya dalam
menentukan alternatif setiap hasil studi akan dilakukan pembahasan secara bertingkat
berdasarkan tahapan-tahapan studi. Sehingga setiap tenaga ahli akan melakukan
koordinasi, baik yang menyangkut intern maupun ekstern dalam sistem alir koordinasi
pelaksanaan yang telah direncanakan.
Ketua Tim, akan selalu melakukan fungsi koordinasi tersebut baik intern maupun ekstern,
sehingga sistem koordinasi akan dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan.
Laporan Akhir
3-23
Disamping itu, Ketua Tim berkewajiban melakukan koordinasi dalam hal kesimpulan hasil
akhir studi dari beberapa tenaga ahli agar tujuan dan sasaran studi dapat tercapai dengan
baik.
Pusat Kegiatan
Dalam upaya dicapainya pelaksanaan pekerjaan yang efisien, maka kegiatan pelaksanaan
pekerjaan studi akan dipusatkan di Kantor Medan.
Laporan Akhir
3-24
MULAI
PENDAHULUAN/ PERSIAPAN
Diskusi Tidak
Revisi
Disetujui ?
Ya
Diskusi Tidak
Revisi
Disetujui ?
Ya
FINAL LAP. AKHIR & LAP. PENUNJANG
SELESAI
Laporan Akhir
3-25
3.3 METODOLOGI PENYELESAIAN PEKERJAAN
Laporan Akhir
3-26
Adapun data yang diperlukan adalah :
Peta lokasi pos hidrologi
Studi terdahulu
Data lain yang mendukung pekerjaan ini
Laporan Akhir
3-27
3.3.2 Pekerjaan Survey Topografi
Standar teknis dan pedoman yang dapat digunakan dalam pelaksanaan pekerjaan,
antara lain adalah :
Dalam bagian ini kegiatan-kegiatan, tahapan dan metode pelaksanaan untuk Survey
Topografi diuraikan secara mendalam, dan pokok-pokok pekerjaan yang akan dilakukan
secara berurutan adalah sebagai berikut :
Kegiatan ini bertujuan agar peralatan yang akan digunakan dalam survei topografi
dalam keadaan bagus dan dapat diterima toleransi kesalahannya. Selain itu, Konsultan
akan menunjukkan sertifikat/ surat bukti kalibrasi untuk masing-masing alat yang
diterbitkan oleh badan yang berwenang. Semua peralatan yang akan digunakan harus
mendapat persetujuan dari Pemberi Kerja.
Laporan Akhir
3-28
acuan/referensi utama yang akan digunakan dalam pelaksanaan pengukuran. Referensi
biasanya dengan menggunakan system UTM, yang dalam hal ini di Indonesia secara
umum digunakan TITIK TTG (Titik Tetap Geodesi) yang mempunyai system koordinat
dan elevasi secara Nasional. Penentuan Titik Referensi ini harus mendapat persetujuan
dari pemberi kerja.
Titik tetap (BM/CP) akan dipasang di lokasi pekerjaan, kemudian akan dilakukan
pengikatan dengan titik referensi utama agar pengukuran topografi di lokasi pekerjaan
satu system dengan referensi utama. Biasanya jarak antara Titik Referensi Utama dan
lokasi pekerjaan sangat jauh, sehingga diperlukan kecermatan dalam pelaksanaan
kegiatan ini. Karena keakuratan pada saat pengikatan ini sangat menentukan tahapan
survai topografi selanjutnya. Dalam hal pengikatan ini Konsultan akan menggunakan
alat GPS Geodetic.
Beberapa kriteria yang perlu diperhatikan dalam pemasangan BM di lapangan jika tidak
ada syarat dalam pemasangan BM/CP, di antaranya adalah :
Laporan Akhir
3-29
BM dibuat dari cor beton dengan ukuran 20x20 cm dan tinggi 100 cm, dipasang 70
cm tertanam di dalam tanah dilengkapi dengan rangka besi dan dipakai sebagai
kerangka utama dalam pengukuran situasi.
Beton Pembantu (CP) dipasang sebagai patok pendamping untuk orientasi arah
dan untuk memudahkan dalam uji petik (cross check) atau untuk arah orientasi
azimuth. CP mempunyai ukuran dengan diameter 10x10x80 cm, dipasang didekat
Bench Mark ± 150 m dan bebas pandangan.
BM dan CP dipasang sebelum dilakukan pengukuran di tempat yang aman dan
stabil serta posisinya ditentukan melalui pengukuran dari titik-titik poligon atau
dipasang pada titik-titik poligon serta mudah dicari kembali / diketemukan.
Dalam pemasangan BM/CP, akan disesuaikan pula untuk kebutuhan pengukuran
trase, sehingga patok-patok ini dapat dipakai untuk pengukuran trase.
Penomoran BM dicantumkan pada marmer (12x12) cm dengan cara cekungan,
sedangkan untuk CP dibuat dalam ukuran (8x8) cm, dilengkapi pula dengan nama
Balai WS. S. II.
Dibuat foto BM/CP yang menunjukkan identitasnya dan sketsa lokasi lengkap
dengan jarak titik-titik detail tetap yang ada di sekitarnya untuk deskripsi BM / CP.
Patok dibuat dari bambu diameter 5 cm, panjang 50 cm, ditanam ke dalam tanah
sedalam 30 cm, dicat merah, diberi kode yang teratur dan dipasang paku sebagai
titik bidiknya.Pemasangan patok batas dilakukan dengan dasar petunjuk petugas
yang berwenang dan Petugas tersebut betul-betul mengetahui secara pasti letak
masing-masing titik batas areal.
Bentuk dan Ukuran Patok Beton (BM/CP) dapat dilihat pada gambar
berikut.Pemasangan BM/CP untuk pekerjaan ini adalah sebanyak 20 (dua puluh)
buah.
Laporan Akhir
3-30
Pen kuningan
Ø6 cm
20
Pelat marmer 12 x 12 Pipa pralon PVC Ø 6 cm
25
Nomor titik
10
100
65
Dicor beton
75
20
Beton 1:2:3
15
10
20
20 Pasir dipadatkan
40
Bentuk formulir dan cara pengisian dibuat sesuai format yang telah ditentukan.
Sketsa lokasi dan keterangan letak BM/CP, dibuat sejelas mungkin untuk memudahkan
dalam pencarian BM/CP di kemudian hari.
Foto BM/CP dibuat dalam posisi close-up dan posisi penampakan daerah sekitarnya.
Pemotretan diusahakan dibuat sedemikian rupa, agar nomor BM/CP dan keterangan
yang diperlukan tampak jelas.
Foto, sketsa data koordinat (X,Y), data elevasi (Z) dan keterangan lokasi BM/CP
dicantumkan pula dalam format standar tersebut.
Laporan Akhir
3-31
Gambar 3-4 Pengikatan dengan GPS Geodetik dan Alat GPS Geodetik Tipe Dual Frekuensi
Jaring titik kontrol geodetik orde-00 s/d orde-3 dan orde 4(GPS) dibangun dengan
berbasiskan pada pengamatan satelit GPS. Untuk jaring kontrol orde-0 s/d orde-3 dan
orde 4(GPS), pengadaannya dilakukan dengan menggunakan metode survei GPS.
Karena pentingnya sistem satelit GPS dalam pengadaan jaring titik kontrol di Indonesia,
berikut ini akan dijelaskan secara umum sistem GPS ini berikut metode survei GPS dan
mekanisme pelaksanaannya.
Pada dasarnya GPS terdiri atas tiga segmen utama, yaitu segmen angkasa (space
segment) yang terdiri dari satelit-satelit GPS, segmen sistem kontrol (control system
segment) yang terdiri dari station-station pemonitor dan pengontrol satelit, dan segmen
pemakai (user segment) yang terdiri dari pemakai GPS termasuk alat-alat penerima dan
Laporan Akhir
3-32
pengolah sinyal dan data GPS. Ketiga segment GPS ini digambarkan secara skematik
digambarkan pada Gambar E.5.
Posisi yang diberikan oleh GPS adalah posisi tigadimensi (X,Y,Z ataupun L,B,h) yang
dinyatakan dalam datum WGS (World Geodetic System) 1984. Dengan GPS, titik yang
akan ditentukan posisinya dapat diam (static positioning) ataupun bergerak (kinematic
positioning).
Survei penentuan posisi dengan pengamatan satelit GPS (survei GPS) secara umum
dapatdidefinisikan sebagai proses penentuan koordinat dari sejumlah titik terhadap
beberapa buah titik yang telah diketahui koordinatnya, dengan menggunakan metode
penentuan posisi diferensial (differential positioning) serta data pengamatan fase (carrier
phase) dari sinyal GPS.
Pada survei GPS, pengamatan GPS dengan selang waktu tertentu dilakukan baseline
perbaseline dalam suatu jaringan dari titik-titik yang akan ditentukan posisinya, seperti
yang ditunjukkan pada Gambar E-6. Patut dicatat di sini bahwa seandainya lebih dari
dua receiver GPS yang digunakan, maka pada satu sesi pengamatan (observing
session) dapat diamati lebih dari satu baseline sekaligus.
Laporan Akhir
3-33
Gambar 3-6 Penentuan posisi titik-titik dengan metode survei GPS
Pada survei GPS, proses penentuan koordinat dari titik-titik dalam suatu jaringan pada
dasarnya terdiri atas tiga tahap, yaitu :
Perataan jaringan yang melibatkan semua baseline untuk menentukan koordinat dari
titik-titik dalam jaringan, dan
Transformasi koordinat titik-titik tersebut dari datum WGS84 ke datum yang diperlukan
oleh pengguna.
Laporan Akhir
3-34
Ketelitian posisi yang didapat dari suatu survei GPS secara umum akan tergantung
pada empat faktor yaitu: ketelitian data yang digunakan, geometri pengamatan, strategi
pengamatan yang digunakan, dan strategi pengolahan data yang diterapkan (lihat
Gambar E-8).
Ketelitian data GPS pada dasarnya akan tergantung pada tiga faktor yaitu : jenis data
(pseudorange atau fase), kualitas dari receiver GPS yang digunakan pada saat
pengamatan, serta level dari kesalahan dan bias yang mempengaruhi data pengamatan.
Karena pada survei dengan GPS data yang umum digunakan adalah data fase, maka
hanya dua faktor terakhir yang perlu mendapatkan perhatian yang lebih serius.
Selanjutnya yang akan mempengaruhi kualitas dari data adalah level dari kesalahan dan
bias yang mempengaruhi data pengamatan fase. Ada beberapa jenis kesalahan dan
bias yang mempengaruhi data pengamatan GPS seperti yang ditunjukkan pada Gambar
E-9 Kesalahan dan bias ini ada yang berkaitan dengan satelit (seperti kesalahan
ephemeris, jam satelit, dan selective availability), medium propagasi (seperti bias
ionosfir dan bias troposfir), receiver GPS (seperti kesalahan jam receiver, kesalahan
antena, dan noise), data pengamatan (ambiguitas fase dan cycle slips), dan lingkungan
sekitar receiver GPS (seperti multipath).
Laporan Akhir
3-35
Gambar 3-9 Kesalahan dan Bias GPS
Kesalahan dan bias GPS harus diperhitungkan secara benar dan baik, karena hal
tersebutakan mempengaruhi ketelitian informasi (posisi, kecepatan, percepatan, waktu)
yang diperoleh serta proses penentuan ambiguitas fase dari sinyal GPS. Strategi
pengamatan yang diaplikasikan juga akan mempengaruhi efek dari kesalahan dan bias
pada data pengamatan. Disamping itu struktur dan tingkat kecanggihan dari perangkat
lunak pemroses data GPS akan dipengaruhi oleh mekanisme yang digunakan dalam
menangani kesalahan dan bias. Penjelasan yang lebih mendetil mengenai efek dari
kesalahan dan bias tersebut.
Pada penentuan posisi dengan GPS, secara umum ada beberapa cara yang dapat
digunakan dalam menghadapi kesalahan dan bias GPS, yaitu :
estimasi parameter dari kesalahan dan bias dalam proses hitung perataan,
terapkan mekanisme differencing antar data,
hitung besarnya kesalahan/bias berdasarkan data ukuran langsung,
hitung besarnya kesalahan/bias berdasarkan model,
gunakan strategi pengamatan yang tepat, atau
gunakan strategi pengolahan data yang tepat
Pada survei G12`PS, pereduksian efek dari kesalahan dan bias tersebut biasanya
dilakukan dengan mekanisme differencing antar data, pemendekan panjang baseline
yang diamati, maupun dengan menggunakan strategi pengamatan serta pengolahan
data yang tepat.
Laporan Akhir
3-36
Pemilihan lokasi untuk titik-titik dari suatu jaringan GPS, sebaiknya memenuhi
persyaratan berikut ini:
punya ruang pandang langit yang bebas ke segala arah di atas elevasi 15o,
jauh dari objek-objek reflektif yang mudah memantulkan sinyal GPS, untuk
meminimalkan atau mencegah terjadinya multipath,
jauh dari objek-objek yang dapat menimbulkan interferensi elektris terhadap
penerimaan sinyal GPS,
kondisi dan struktur tanahnya stabil,
mudah dicapai (lebih baik dengan kendaraan bermotor),
sebaiknya ditempatkan di tanah milik negara,
ditempatkan pada lokasi dimana monumen/pilar tidak mudah terganggu atau rusak,
baik akibat gangguan manusia, binatang, ataupun alam,
penempatan titik pada suatu lokasi juga harus memperhatikan rencana penggunaan
lokasi yang bersangkutan di masa depan, dan
titik-titik harus dapat diikatkan minimal ke satu titik yang telah diketahui
koordinatnya, untuk keperluan perhitungan, pendefinisian datum, serta penjagaan
konsistensi dan homogenitas dari datum dan ketelitian titik-titik dalam jaringan.
Lokasi dan ketinggian dari objek-objek ini biasanya digambarkan dalam bentuk suatu
diagram yang dinamakan diagram obstruksi lihat gambar dibawah ini. Diagram ini
nantinya akan digabungkan dengan diagram penampakan satelit (satellite polar plot)
untuk mengetahui jumlah satelit yang dapat diamati dari lokasi yang bersangkutan serta
juga untuk menentukan selang waktu pelaksanaan pengamatan yang tepat.
Laporan Akhir
3-37
Posisi GPS sebaiknya dijauhkan dari objek-objek yang dapat memantulakan sinyal
sehingga menyebabkan multipath, seperti jalan raya, gedung, danau, tambak, dan
kendaraan.Multipath adalah fenomena dimana sinyal dari satelit tiba di antena GPS
melalui dua atau lebih lintasan yang berbeda.Dalam hal ini satu sinyal merupakan sinyal
langsung dari satelit ke antena, sedangkan yang lainnya merupakan sinyal-sinyal tidak
langsung yang dipantulkan oleh benda-benda di sekitar antena sebelum tiba di antena.
Jumlah titik dalam jaringan GPS harus disesuaikan dengan keperluan serta tujuan dari
pelaksanaan survei GPS yang bersangkutan. Titik-titik kerangka GPS harus terdiri dari
titik-titik yang telah diketahui koordinatnya dan titik-titik yang akan ditentukan
koordinatnya. Disamping itu minimal satu titik harus dijadikan sebagai titik datum dari
survei GPS yang koordinatnya diketahui dalam sistem WGS-84. Dalam hal ini perlu
Laporan Akhir
3-38
ditekankan bahwa secara umum jangan gunakan koordinat yang diperoleh dari
penentuan posisi secara absolut dengan data pseudorange sebagai sebagai titik datum
dari survei GPS, karena adanya kesalahan posisi titik datum sekitar 20 m akan
mengakibatkan kesalahan pada panjang baseline yang diperoleh sebesar 1 ppm.
Berkaitan dengan baseline, maka dalam survei dengan GPS, pengertian menyangkut
baseline trivial dan non-trivial (bebas) cukup penting untuk dimengerti.Pada perataan
jaringan GPS, hanya baseline-baseline bebas (non-trivial) saja yang boleh diikut
sertakan.
Baseline trivial adalah baseline yang dapat diturunkan (kombinasi linear) dari baseline-
baseline lainnya dari satu sesi pengamatan.Baseline yang bukan trivial dinamakan
baseline non-trivial (baseline bebas).
Gambar 3-13 Contoh beberapa kombinasi dari baseline trivial dan non-trivial
Laporan Akhir
3-39
Distribusi dari baseline bebas (non-trivial) yang digunakan, yang nantinya akan
memebentuk konfigurasi jaringan yang berbeda-beda seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 3-15.
Oleh sebab itu pemilihan lokasi titik-titik GPS terutama disesuaikan dengan dengan
keperluan dan tujuan survei, dan selanjutnya usahakan jumlah baseline bebas
yangsemaksimal dan seoptimal mungkin.
Gambar 3-15 Dampak dari perbedaan jumlah baseline bebas yang digunakan
Dari segi bentuk, jaringan GPS ada yang berbentuk melebar dan ada yang berbentuk
memanjang (jaringan koridor). Untuk jaringan melebar, titik-titik tetap sebaiknya
ditempatkan minimal pada tiga kuadran yang sumbusumbu koordinatnya berpusat di
tengah jaringan; dan pada jaringan koridor, titik-titik tetap ditempatkan di sepanjang
jaringan.
Gambar 3-16 Penempatan titik-titik tetap pada jaringan melebar dan jaringan koridor
Laporan Akhir
3-40
Pada perataan jaringan, vektor-vektor baseline yang telah dihitung sebelumnya secara
sendiri-sendiri, dikumpulkan dan diproses dalam suatu hitung perataan jaringan
(network adjustment) untuk menghitung koordinat final dari titik-titik dalam jaringan GPS
yang bersangkutan.Hitung perataan jaringan ini menggunakan metode perataan kuadrat
terkecil (least squares adjustment).
Perataan jaringan GPS umumnya dilakukan dalam dua tahap, yaitu perataan jaring
bebas (free network adjustment) dan perataan jaring terikat (constrained network
adjustment).Perataan jaring bebas dilakukan dengan hanya menggunakan satu titik
tetap dan dimaksudkan untuk mengecek konsistensi data vektor baseline, satu terhadap
lainnya. Setelah melalui tahapan perataan jaring bebas dan kontrol kualitasnya,
selanjutnya vektor-vektor baseline yang ‘diterima’ diproses kembali dalam perataan
jaring terikat. Pada perataan ini semua titik tetap digunakan, dan koordinat titik-titik yang
diperoleh dan sukses melalui proses kontrol kualitas akan dianggap sebagai koordinat
yang final.
rms (root mean squares), harga minimum dan maksimum, serta standar deviasi dari
residual,
faktor variansi a posteriori,
matriks variansi kovariansi dari koordinat,
dimensi dari ellips kesalahan relatif dan absolut,
hasil dari test statistik terhadap residual maupun koordinat,
Laporan Akhir
3-41
jumlah vektor baseline yang ditolak (outliers), dan
perbedaan harga-harga statistik antara yang diperoleh dari hitung perataan jaring
bebas dan dari hitung perataan jaring terikat.
Koordinat titik-titik yang didapatkan dari hitung perataan jaringan GPS adalah
koordinatkartesian tiga-dimensi (X,Y,Z) dalam datum WGS 1984. Seandainya pengguna
menginginkan koordinat titik-titik tersebut dalam datum dan sistem koordinat lainnya
yang berbeda, maka diperlukan suatu proses transformasi datum dan koordinat.
Berkaitan dengan pentransformasian koordinat titik-titik GPS ini, jenis transformasi yang
umum diperlukan dapat ditunjukkan pada Gambar berikut ini.
Kerangka dasar vertikal diperoleh dengan melakukan pengukuran sipat datar pada titik-
titik jalur poligon. Jalur pengukuran dilakukan tertutup (loop), yaitu pengukuran dimulai
dan diakhiri pada titik yang sama. Pengukuran beda tinggi dilakukan double stand dan
pergi pulang. Seluruh ketinggian di traverse net (titik-titik kerangka pengukuran) telah
diikatkan terhadap BM.
Laporan Akhir
3-42
Slag 2
b2 m2
Slag 1
b1 m1
Bidang Referensi
D
D
Jenis alat ukur yang akan digunakan adalah alat sipat datar yang termasuk dalam orde
2, yaitu Waterpass Automatic yang sederajat dengan Wild NAK-2, misalnya Zeiss Ni-2
atau Sokkisha B2-A.
Bagan alir pekerjaan pengukuran dengan pengukuran sipat datar dapat dilihat pada
gambar di bawah ini.
Laporan Akhir
3-43
MULAI
PERSIAPAN
Koordinat Jalur / Rute
Acuan Letak BM / CP
Alat Ukur
PENGUKURAN
SIPAT DATAR
& PERHITUNGAN
SYARAT
KETELITIAN
Ya
PERHITUNGAN ELEVASI
Perataan Koreksi
Elevasi BM / CP
Potongan Memanjang
Potongan Melintang
Detail Situasi
SELESAI
Setiap pagi sebelum memulai pengukuran, dilakukan pemeriksaan garis visir alat
ukur.
Jika garis visir tidak baik, maka alat harus diganti atau diperbaiki, akan tetapi
apabila ternyata terjadi kesalahan garis visir mencapai 0,05 mm/m, maka alat
tersebut akan dikalibrasi terlebih dahulu.
Untuk memeriksa garis visir, ada berbagai cara dalam meletakkan kedudukan alat
terhadap rambu. Berikut ini diuraikan cara untuk mengetahui/memeriksa garis visir
(dengan salah satu cara). Agar dalam melakukan pemeriksaan garis visir tersebut dapat
dipakai sebagai data ukur, maka posisi/kedudukan alat terhadap rambu dipilih terletak di
antara kedua rambu dengan posisi jarak 1/3 dan 2/3-nya.
Laporan Akhir
3-44
Gambar 3-21 Ilustrasi Kalibrasi Garis Visir
Beda tinggi b2’ m2’seharusnya adalah (b1 – m1) = (b2 – m2), karena ada kesalahan
sebesar sudut pada garis visir, maka harus dikoreksi dengan kontrol C. Perhatikan
sudut b1 dan b1’ :
Bacaaan yang didapat karena ada salah garis visir masing-masing b1’ : m1’:b2’ dan m2’,
seharusnya bacaan tersebut adalah b1 : m1 : b2 dan m2
b2 = b2’ - C db2’
m2 = m2’ - C dm2
b'
1
C . db1 m1' C . dm1 b '
2
C . db 2 m'2 C . dm2
Laporan Akhir
3-45
C
b2' m2' b1' m1'
b
m2' b1' m1'
'
2
db1 dm1 db2 dm2 dm1 db1 db2 dm2
Dari uraian di atas, harga C dapat dihitung, sehingga besarnya koreksi garis visir dapat
diketahui :
tg = C = ………..mm/m
Setiap hari pengukuran waterpass, diusahakan mulai dan berakhir pada titik tetap.
Dalam hal terpaksa, maka akhir pengukuran dibuat pada patok yang kuat dan stabil,
yang pada keesokan harinya harus diperiksa lebih dahulu apakah patok tersebut
mengalami gangguan atau tidak, dengan cara pengukuran (beda tinggi) H terhadap
dua patok terdekat, apakah H-nya masih tetap atau tidak.
Jika H-nya sudah berubah, maka jalur pengukuran yang tergantung tersebut diulang
mulai dari titik BM atau CP terdekat.
Pengukuran waterpass dihentikan pada saat cuaca panas (getaran refraksi pada
bayangan benang terjadi) dan pada saat hujan.
Jarak bidik maksimum dari alat ke rambu akan dibatasi tidak lebih dari 50 meter, dengan
tinggi bacaan paling atas 2,50 m (untuk benang atas) dan paling rendah 0,50 m (untuk
benang bawah) untuk rambu panjang 3,0 meter.
Setiap bidikan / pembacaan benang akan selalu dilakukan ke rambu belakang terlebih
dahulu, kemudian baru ke rambu depan dengan sistem bacaan lengkap (BA, BT, BB)
dan selalu dilakukan kontrol bacaan dengan persamaan berikut :
BA BB
BT 2 mm
2
Pengukuran tiap seksi dilakukan double stand, dan selalu dilakukan kontrol bacaan
dengan persamaan berikut :
Laporan Akhir
3-46
( H1 - HII) < 2 mm
Jumlah slag dalam setiap seksi akan selalu dibuat berjumlah genap, hal ini diperlukan
untuk mengeliminir kesalahan yang mungkin disebabkan oleh tidak samanya titik 0 (nol)
pada setiap rambu. Karena itu, untuk setiap seksi, rambu yang dipakai oleh suatu tim
diusahakan tidak ditukar atau diganti dengan rambu dari tim lain.
Pada setiap slag akan diusahakan agar alat ukur selalu berada di tengah antara kedua
rambu belakang dan depan atau dengan mengusahakan agar jumlah jarak ke muka
selalu sama dengan jumlah jarak ke belakang dalam satu seksi. Hal ini dilakukan karena
untuk mengeliminir kesalahan yang disebabkan oleh kesalahan garis bidik (garis bidik
yang membuat sudut sebesar dengan garis bidik yang seharusnya, misalnya seperti
diperhatikan pada gambar di bawah ini.
b
a
d d
1 2
Laporan Akhir
3-47
6. Jarak rambu ke alat maksimum 50 m.
7. Setiap awal dan akhir pengukuran dilakukan pengecekan garis bidik.
8. Toleransi salah penutup beda tinggi (T) ditentukan dengan rumus berikut :
T 6 D mm
dimana
Perhitungan tinggi menggunakan metoda beda tinggi (sifat datar) yaitu dilakukan
dengan menghitung beda tinggi per seksi. Pengukuran waterpass dilakukan pergi
pulang dalam setiap seksi dan benang dibaca lengkap (BA-BT-BB). Pengukuran pergi
pulang dilakukan dalam satu hari, untuk menghindari kesalahan akibat refleksi.
Pengukuran dilakukan dalam bentuk loop (kring tertutup) yang dibagi beberapa seksi.
Dalam ukuran pergi pulang didapat :
(H1 H2)
H
2
Jika fh-1, fh-2, fh-3 masuk toleransi dan fh-4 tidak masuk toleransi, maka sisi yang
pertama diukur ulang adalah sisi AD.
Jika fh-1 tidak masuk toleransi yang diukur ulang sisi BC.
fh-1
A B
fh-4 fh-2
fh-3
D C
Laporan Akhir
3-48
Sehingga perkiraan sisi yang mungkin salah dapat diperkirakan dari besaran salah
penutup tiap loop. Jika hitungan salah penutup tiap loop telah memenuhi toleransi.
fH < 10 D
dimana :
Hasil pengukuran lapangan terhadap kerangka dasar vertikal diolah dengan mengguna-
kan spreadsheet sebagaimana kerangka horisontalnya. Dari hasil pengolahan tersebut
didapatkan data ketinggian relatif pada titik-titik patok terhadap BM acuan. Ketinggian
relatif tersebut pada proses selanjutnya akan dikoreksi dengan pengikatan terhadap
elevasi muka air laut paling surut (Lowest Low Water Level - LLWL) yang dihitung
sebagai titik ketinggian nol (+0.00).
Alat yang digunakan adalah Waterpass Automatic Level Ni.2 atau yang sederajat
Pengecekan baut-baut tri-pod (kaki tiga) jangan sampai longgar. Sambungan
rambu ukur, rambu harus menggunakan nivo.
Pengecekan garis bidik alat waterpass. Data pengecekan harus dicatat dalam
buku ukur.
Waktu pembidikan rambu harus diletakan di alas besi (straat-pod).
Bidikan rambu harus diantara interval 0,50 m dan 2,50 m (untuk rambu yang 3 m
panjangnya).
Jarak bidikan dari alat ke rambu maksimum 50 m.
Diusahakan jumlah slaag per seksi selalu genap.
Data yang dicatat adalah hasil pembacaan dari ketiga benang silang, yakni :
benang atas, benang tengah dan benang bawah.
Pengukuran waterpass harus dilakukan setelah BM dipasang.
Semua BM yang ada yang akan dipasang harus melalui jalur waterpass apabila
berada ataupun dekat dengan jalur waterpass.
Pada jalur yang terbuka diukur dengan cara pergi pulang.
Laporan Akhir
3-49
Selisih bacaan stand pertama dengan stand kedua harus ≤ 2 mm.
Pengukuran profil terdiri dari pengukuran memanjang dan melintang pada sungai/raven,
pada posisi yang telah ditentukan, dimaksudkan untuk mendapatkan profil tanah asli
dari trase sungai/raven. Pengukuran cross section adalah ketinggian titik-titik di
sepanjang garis yang tegak lurus memotong melintang sungai/raven/saluran dengan
maksud untuk mendapatkan data ketinggian titik-titik pada garis cross, sehingga dapat
digambarkan tampang melintang sungai/saluran.
Laporan Akhir
3-50
Jalur ”raai” tersebut diusahakan dibuat tegak lurus aliaran sungai.
Panjang penampang melintang/jalur ”raai” adalah masing-masing minimum 50 m ke
kiri dan 50 m ke kanan diukur tepi sungai, ditambah lebar sungai itu sendiri.
Detail pengukuran penampang melintang sungai diambil pada setiap perubahan
bentuk fisik sungai termasuk pada dasar sungai yang terdalam serta muka air saat
pengukuran. Pada jalur drainase yang merupakan saluran diukur dimensi saluran
eksisting secara detail seperti lebar dasar (b), tinggi talud (w), lebar tanggul, jenis
dan kemiringan talud lain-lain.
Semua detail yang ada di lapangan diukur dengan sistem polar dan diambil
selengkap mungkin seperti jalan, bangunan-bangunan yang ada jembatan dan lain-
lain.
1 2 P.1 a e f g
b c d
Keterangan :
c = as sungai / saluran
Penentuan situasi dilakukan untuk mengambil data rinci lapangan, baik objek alam
maupun bangunan-bangunan, jembatan, jalan dan sebagainya. Objek-objek yang diukur
kemudian dihitung harga koordinatnya (x,y,z). Untuk selanjutnya garis kontur untuk
masing-masing ketinggian dapat ditentukan dengan cara interpolasi.
Laporan Akhir
3-51
Pengukuran rinci / situasi dilaksanakan memakai metoda tachymetri dengan cara
mengukur besar sudut dari poligon (titik pengamatan situasi) ke arah titik rinci yang
diperlukan terhadap arah titik poligon terdekat lainnya, dan juga mengukur jarak optis
dari titik pengamatan situasi. Pada metoda tachymetri ini didapatkan hasil ukuran jarak
dan beda tinggi antara stasiun alat dan target yang diamati.
Azimuth magnetis
Pembacaan benang diafragma (atas, tengah, bawah)
Sudut zenith atau sudut miring
Tinggi alat ukur.
Metode yang digunakan adalah methode tachymetri dengan membuat jalur ray,
dimana setiap ray terikat pada titik-titik poligon sehingga membentuk jalur poligon
dan waterpass terikat sempurna.
Pembacaan detail dilakukan menyebar ke seluruh areal yang dipetakan dengan
kerapatan disesuaikan dengan skala peta yang akan dibuat. Gundukan tanah, batu-
batu besar yang mencolok serta garis pantai akan diukur dengan baik. Juga
bangunan-bangunan yang penting dan berkaitan dengan pekerjaan desain akan
diambil posisinya.
Peralatan yang digunakan untuk kegiatan survey ini adalah :
Theodolite T-0,
pita ukur baja 50 meter,
bak ukur,
kalkulator.
Metoda Pelaksanaan
Pengukuran situasi rinci dilakukan dengan cara tachymetri dengan menggunakan alat
ukur Theodolite kompas (T-0). Dengan cara ini diperoleh data-data sebagai berikut :
- Azimuth magnetis.
Laporan Akhir
3-52
U
Dm
Az
m
MetodeTachymetri
Untuk menentukan tinggi titik B dari titik A yang telah diketahui koordinat (X,Y,Z),
digunakan rumus sebagai berikut :
TB TA H
1
2 100 Ba Bb sin TA Bt
2
H
Dd = DO . cos2
dimana :
TA = tinggi alat
Do = jarak optis
= sudut vertikal.
Laporan Akhir
3-53
Mengingat banyaknya titik-titik detail yang diukur, serta terbatasnya kemampuan jarak
yang dapat diukur dengan alat tersebut, maka diperlukan titik-titik bantu yang
membentuk jaringan poligon kompas terikat sempurna. Sebagai konsekuensinya pada
jalur poligon kompas akan terjadi perbedaan arah orientasi utara magnetis dengan arah
orientasi utara peta sehingga sebelum dilakukan hitungan, data azimuth magnetis diberi
koreksi Boussole supaya menjadi azimuth geografis.
C = g - m
dimana :
g = azimuth geografis
m = azimuth magnetis.
Pada pelaksanaannya, kerapatan titik detail sangat tergantung pada skala peta yang
dibuat, selain itu untuk keadaan tanah yang mempunyai perbedaan tinggi yang ekstrim
dilakukan pengukuran lebih rapat. Hasil dari pengukuran berupa data ray dari masing-
masing ruas dalam jalur poligon yang menyajikan ketinggian titik-titik tanah yang dipilih
dan posisi bangunan yang dianggap penting.
Hasil perhitungan koordinat titik dalam tiap ray lalu diikatkan pada masing-masing
patoknya sehingga didapatkan posisinya terhadap bidang referensi. Secara jelas titik-
titik ini dapat dilihat pada gambar topografi yang memiliki skala rinci.
Ketelitian
Ketelitian horisontal sesuai dengan SNI 19-6724, 2002 untuk pengukuran jaring kontrol
horisontal
Ketelitian Vertikal : jarak pengukuran semua titik dibagi dalam ruas-ruas dengan panjang
maksimum 2 km. Tiap ruas diukur pergi pulang dengan toleransi kesalahan 10 D mm
Profil melintang untuk sungai diukur dengan alat waterpass dengan lebar maksimum 10
m atau diukur dengan techeometri untuk sungai dengan lebar lebih dari 10 m dengan
menggunakan alat Total Station.
Laporan Akhir
3-54
Pengolahan Data Pengukuran
Semua peralatan yang digunakan dalam pelaksanaan pekerjaan ini sudah terintegrasi
dengan program computer, sehingga dalam pengolahan data akan lebih akurat dan
cepat. Peralatan di sambung dengan komputer, dan komputer akan memproses seluruh
data-data pengukuran.
Perhitungan / Penggambaran
Penghitungan difinitip harus dilakukan untuk peralatan data lapangan yang akan
digunakan dalam proses penggambaran
Penggambaran profil melintang, memanjang dan situasi trase dibuat pada kalkir dengan
ukuran 80/85
Peta situasi detail dibuat dengan skala 1 : 5.000, interval kountur 1 m dan skala 1 :
2.000 dengan interval 1 m atau interval yang lebih rapat jika areal relatif datar
Situasi trace dan profil melintang digambar pada skala horizontal 1 : 100 dan skala
vertikal 1 : 100
Laporan Akhir
3-55
MOBILISASI
PEMERIKSAAN &
KALIBRASI ALAT
PEMASANGAN BM & CP
Lokasi dan spesifikasi sesuai
dengan KAK
PETA DEM, CITRA SATELIT & PETA RUPA PENGIKATAN BM & CP LAPANGAN PENGIKATAN BM & CP EKSISTING
BUMI INDONESIA (RBI) DARI DENGAN TITIK REFERENSI (NASIONAL) DENGAN TITIK REFERENSI (NASIONAL)
BAKOSURTANAL Alat yang digunakan, minimal sepasang Seluruh titik-titik tetap yang sudah ada di
GPS Geodetik Trimble, dengan lama sepanjang sungai juga akan diikat dengan
proses minimal 1 jam satu referensi.
PENGGAMBARAN
Hasil down load dari alat sudah interface
dengan perangkat lunak AUTOCAD.
Penyajian gambar dengan AUTOCAD
Alat dan bahan yang digunakan dalam pekerjaan ini adalah sebagai berikut :
1. Current meter
2. Stopwatch
3. Meteran
4. Tali
Laporan Akhir
3-56
6. Pensil
7. Kertas
B. Prosedur
a. Ukur dimensi sungai meliputi lebar sungai, dan bagi lebar sungai menjadi beberapa
segmen tergantung keadaan sungai tersebut.
b. Hitung kedalaman sungai dengan menggunakan tongkat berskala
c. Tempatkan alat ukur current meter pada kedalaman tertentu sesuai kedalaman
sungai (lihat tabel 1)
d. Dengan menggunakan stopwatch, hitunglah kecepatan sungai melalui angka yang
ditampilkan dalam monitor current meter. Lama waktu pencatatan adalah 1 menit.
e. Ulangi langkah hingga tiga kali pengukuran.
f. Lakukan pengukuran pada segmen, yaitu segmen 2 dan 3
g. Hitung kecepatan aliran sungai rata-rata pada setiap segmen pengukuran dengan
cara menjumlahkan nilai pengamatannya.
h. Hitung debit sungai dengan mengalikan luas penampang sungai dengan kecepatan
rata-rata aliran sungai.
Laporan Akhir
3-57
4. Selanjutnya dihitung besarnya debit dengan berbagai kondisi tinggi muka air.
5. Dari tinggi muka air dan debit diplot didapatkan kurva lengkung debit.
6. Dari kurva lengkung debit dengan menggunakan regresi diperoleh persamaan
lengkung debit.
Laporan Akhir
3-58
BAB 4 HASIL DAN ANALISA DATA
KOORDINAT LOKASI
X = 464084.114
PATOK Di sebelah kiri S.Deli
Y = 384213.467 BM01 seberang pos duga air
Simeme
Z = + 46.869
Laporan Akhir
4-59
Analisa Rerata Kemiringan Dasar Sungai
Stasiun Jarak (m) Elevasi Dasar dH A
No: Patok Sungai (m) (m) (m²)
1 2 4 5 6
1 DS9 0.00 40.870 0.000 0.000
2 DS8 62.80 40.920 0.050 1.570
3 DS7 56.36 40.970 0.100 4.227
4 DS6 53.85 41.020 0.150 6.731
5 DS5 48.34 39.990 (0.880) (17.644)
6 HP 14.80 40.820 (0.050) (6.882)
7 DS4 38.20 41.290 0.420 7.067
8 BM 100.57 41.700 0.830 62.856
9 DS2 59.71 41.630 0.760 47.469
10 DS1 59.09 42.720 1.850 77.112
h A P R v Q
No: (m) (m²) (m) (m) (m/det) (m3/det)
1 2 3 4 5 6
0 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
1 0.500 7.024 21.059 0.334 0.532 3.735
2 1.000 17.668 22.179 0.797 0.950 16.787
3 1.500 28.725 23.004 1.249 1.282 36.828
4 2.000 40.194 23.828 1.687 1.567 62.972
5 2.500 52.044 24.606 2.115 1.822 94.812
6 3.000 64.243 25.305 2.539 2.058 132.185
Laporan Akhir
4-60
Lengkung Debit Sungai
Seb Deli Kp. Simeme
y = -6E-05x2 + 0.0251x + 0.6823
3.5
3.0
2.5
2.0
Kedalaman Air (m)
1.5
1.0
0.5
0.0
0 20 40 60 80 100 120 140
Debit (m3/det)
SUNGAI BELAWAN
DESKRIPSI BM
ASAM KUMBANG KAB. DELI SERDANG
KOORDINAT LOKASI
X = 456680.446
PATOK Di sebelah kanan Sungai
Y = 392765.043 BM02 belawan tepatnya di depan
pos duga air Asam Kumbang
Z = + 29.342
Laporan Akhir
4-61
Analisis Rerata Kemiringan Dasar Sungai
Stasiun Jarak (m) Elevasi Dasar dH A
No: Patok Sungai (m) (m) (m²)
1 2 4 5 6
1 BA10 0.00 22.160 0.000 0.000
2 BA9 73.00 22.270 0.110 4.015
3 BA8 44.20 21.930 (0.230) (2.652)
4 BA7 21.68 22.830 0.670 4.770
5 BA6 50.14 21.930 (0.230) 11.031
6 BA5 53.95 23.380 1.220 26.705
7 BA4 50.44 21.930 (0.230) 24.968
8 BA3 50.56 22.830 0.670 11.123
9 BA2 50.19 21.930 (0.230) 11.042
10 BA1 51.58 22.270 0.110 (3.095)
11 BA0 51.00 22.160 0.000 2.805
Jumlah 496.740 90.712
H rerata : 0.365228
I rerata : 0.000735
Laporan Akhir
4-62
Lengkung Debit Sungai
SebBelawan Kp. Asam Kumbang
y = -8E-05x2 + 0.0294x + 0.5954
3.5
3.0
2.5
2.0
Kedalaman Air (m)
1.5
1.0
0.5
0.0
0.000 20.000 40.000 60.000 80.000 100.000 120.000 140.000
Debit (m3/det)
KOORDINAT LOKASI
PATOK Di sebelah kiri Sungai
X = 456149.994
Y = 397882.711 BM03 Belawan tepatnya di samping
pos duga air Kampung Lalang
Z = + 22.978
Laporan Akhir
4-63
`Analisis Rerata Kemiringan Dasar Saluran
Stasiun Jarak (m) Elevasi Dasar dH A
No: Patok Sungai (m) (m) (m²)
1 2 4 5 6
1 BK10 0.00 15.390 0.000 0.000
2 BK9 57.17 15.580 0.190 5.431
3 BK8 48.74 15.500 0.110 7.311
4 BK7 44.05 15.820 0.430 11.894
5 BK6 39.56 15.770 0.380 16.022
6 BK5 58.98 15.610 0.220 17.694
7 BK4 62.84 13.260 (2.130) (60.012)
8 BK3 92.83 15.990 0.600 (71.015)
9 BK2 59.66 16.110 0.720 39.376
10 BK1 56.53 16.200 0.810 43.245
Laporan Akhir
4-64
Lengkung Debit SungaiSeb
Belawan Kampung Lalang
y = -0.002x2 + 0.154x + 0.501
3.5
3.0
2.5
2.0
Kedalaman Air (m)
1.5
1.0
0.5
0.0
0 5 10 15 20 25 30
Debit (m3/det)
SUNGAI MENCIRIM
DESKRIPSI BM
BINJAI KOTA BINJAI
KOORDINAT
LOKASI
X = 443864.837 PATOK Di sebelah kiri Sungai
Y = 399275.186 BM04 tepatnya di samping Pos duga
air Binjai
Z = + 28.747
Laporan Akhir
4-65
Analisis Rerata Kemiringan Dasar Saluran
Stasiun Jarak (m) Elevasi Dasar dH A
No: Patok Sungai (m) (m) (m²)
1 2 4 5 6
1 MB10 0.00 23.690 0.000 0.000
2 MB9 46.00 23.990 0.300 6.900
3 MB8 50.00 24.090 0.400 17.500
4 MB7 50.00 24.190 0.500 22.500
5 MB6 51.60 23.550 (0.140) 9.288
6 HP1 82.17 23.580 (0.110) (10.271)
7 MB4 18.92 24.050 0.360 2.365
8 MB3 50.12 22.930 (0.760) (10.024)
9 MB2 50.38 23.950 0.260 (12.595)
10 MB1 52.60 24.370 0.680 24.722
11 MB0 49.65 25.900 2.210 71.744
Jumlah 501.440 122.129
H rerata : 0.487113
I rerata : 0.000971
h A P R v Q
No: (m) (m²) (m) (m) (m/det) (m3/det)
1 2 3 4 5 6
0 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
1 0.500 2.172 8.744 0.248 0.352 0.764
2 1.000 8.008 13.076 0.612 0.642 5.143
3 1.500 14.690 14.739 0.997 0.889 13.053
4 2.000 23.153 19.050 1.215 1.014 23.481
5 2.500 33.442 22.413 1.492 1.163 38.886
6 3.000 45.153 24.420 1.849 1.342 60.575
7 3.500 57.390 25.364 2.263 1.535 88.080
8 4.000 70.040 26.193 2.674 1.716 120.160
9 4.500 83.105 27.022 3.075 1.883 156.510
Laporan Akhir
4-66
Lengkung Debit Sungai
Seb Sei Mencirim-Binjai
y = -0.0001x2 + 0.0454x + 0.7771
5.0
4.5
4.0
3.5
3.0
2.5
Kedalaman Air (m)
2.0
1.5
1.0
0.5
0.0
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180
Debit (m3/det)
Laporan Akhir
4-67
Analisis Rerata Kemiringan Dasar Saluran
Stasiun Jarak (m) Elevasi Dasar dH A
No: Patok Sungai (m) (m) (m²)
1 2 4 5 6
1 BA-4 0.00 27.980 0.000 0.000
2 BA-3 50.88 28.140 0.160 4.070
3 BA-2 48.86 28.200 0.220 9.283
4 BA-1 33.21 28.200 0.220 7.306
5 BA0 69.64 28.300 0.320 18.803
6 BA1 47.16 28.800 0.820 26.881
7 HP1 42.80 27.940 (0.040) 16.692
8 BA2 41.63 28.660 0.680 13.322
9 BA3 86.63 28.900 0.920 69.304
10 BA4 74.21 29.240 1.260 80.889
11 BA5 56.78 29.280 1.300 72.678
Jumlah 551.800 319.229
H rerata : 1.157046
I rerata : 0.002097
Laporan Akhir
4-68
Lengkung Debit Sungai
Seb Sei Bingei Kp. Pahlawan
y = -0.0001x2 + 0.0471x + 0.8769
6.0
5.0
4.0
3.0
Kedalaman Air (m)
2.0
1.0
0.0
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180
Debit (m3/det)
KOORDINAT LOKASI
X = 438877.306 PATOK Di sebelah kanan Sungai
Wampu tepatnya di samping
Y = 416014.553 BM06 pos duga air stabat
Z = +13.897
Laporan Akhir
4-69
Analisis Rerata Kemiringan Dasar Sungai
Stasiun Jarak (m) Elevasi Dasar dH A
No: Patok Sungai (m) (m) (m²)
1 2 4 5 6
1 WS10 0.00 3.760 0.000 0.000
2 WS9 50.00 4.040 0.280 7.000
3 WS8 49.96 4.340 0.580 21.483
4 WS7 50.05 3.370 (0.390) 4.755
5 WS6 50.16 5.860 2.100 42.887
6 WS5 49.88 5.210 1.450 88.537
7 WS4 50.20 4.660 0.900 58.985
8 WS3 49.99 5.800 2.040 73.485
9 WS2 50.58 5.750 1.990 101.919
10 WS1 50.04 4.740 0.980 74.309
11 WS0 51.76 5.830 2.070 78.934
Jumlah 502.620 552.294
H rerata : 2.197659
I rerata : 0.004372
Laporan Akhir
4-70
`
Lengkung Debit Sungai
Seb
Sei Wampu - Stabat
y = -1E-06x2 + 0.0043x + 1.2914
6.0
5.0
4.0
Kedalaman Air (m)
3.0
2.0
1.0
0.0
0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800
Debit (m3/det)
Laporan Akhir
4-71
Analisis Rerata Kemiringan Dasar Sungai
Stasiun Jarak (m) Elevasi Dasar dH A
No: Patok Sungai (m) (m) (m²)
1 2 4 5 6
1 HB9 0.00 8.520 0.000 0.000
2 HB10 40.00 8.790 0.270 5.400
3 HB9 50.00 9.000 0.480 18.750
4 HB8 50.00 9.250 0.730 30.250
5 HB7 50.00 9.460 0.940 41.750
6 HB6 52.61 9.480 0.960 49.980
7 HB5 47.85 9.950 1.430 57.181
8 HB4 49.60 10.060 1.540 73.656
9 HB3 39.93 10.560 2.040 71.475
10 HB2 29.80 10.710 2.190 63.027
11 HB1 39.16 11.060 2.540 92.613
12 HB0 52.00 11.160 2.640 134.680
Jumlah 500.950 638.761
H rerata : 2.550200
I rerata : 0.005091
Laporan Akhir
4-72
Lengkung Debit Sungai Deli - Helvetia - Kota Medan
Seb
Seb
y = -6E-06x2 + 0.0105x + 0.8026
6.0
5.0
4.0
Kedalaman Air (m)
3.0
2.0
1.0
0.0
0 100 200 300 400 500 600 700
Debit (m3/det)
Laporan Akhir
4-73
Analisis Rerata Kemiringan Dasar Sungai
Stasiun Jarak (m) Elevasi Dasar dH A
No: Patok Sungai (m) (m) (m²)
1 2 4 5 6
1 BT10 0.00 11.480 0.000 0.000
2 BT9 60.04 11.760 0.280 8.406
3 BT8 49.99 11.810 0.330 15.247
4 BT7 50.17 11.930 0.450 19.566
5 BT6 44.51 11.970 0.490 20.920
6 BT5 51.10 11.880 0.400 22.740
7 BT4 49.78 11.980 0.500 22.401
8 BT3 40.20 11.880 0.400 18.090
9 BT2 50.20 11.740 0.260 16.566
10 HP2 19.79 11.600 0.120 3.760
11 HP1 44.19 12.310 0.830 20.990
12 BT0 36.00 12.980 1.500 41.940
Jumlah 495.970 210.625
H rerata : 0.849347
I rerata : 0.001712
Laporan Akhir
4-74
Lengkung Debit SungaiSeb
Sei Percut - Kp. Tembung y = -3E-05x2 + 0.0263x + 0.9148
8.0
7.0
6.0
5.0
4.0
Kedalaman Air (m)
3.0
2.0
1.0
0.0
0 50 100 150 200 250 300 350 400 450
Debit (m3/det)
Laporan Akhir
4-75
Analisis Rerata Kemiringan Dasar Sungai
h A P R v Q
No: (m) (m²) (m) (m) (m/det) (m3/det)
1 2 3 4 5 6
0 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
1 0.500 18.142 39.407 0.460 0.611 11.083
2 1.000 38.155 41.157 0.927 0.974 37.169
3 1.500 59.029 42.878 1.377 1.268 74.847
4 2.000 80.705 44.355 1.820 1.527 123.242
5 2.500 103.044 45.667 2.256 1.763 181.630
6 3.000 126.028 46.957 2.684 1.979 249.381
7 3.500 149.657 48.247 3.102 2.179 326.137
8 4.000 173.995 50.028 3.478 2.352 409.234
9 4.500 199.460 52.386 3.808 2.498 498.313
10 5.000 226.127 54.790 4.127 2.636 596.127
11 5.500 253.997 57.195 4.441 2.768 703.118
12 6.000 283.108 60.047 4.715 2.881 815.602
Laporan Akhir
4-76
Seb Serdang - Kp. Serdang
Lengkung Debit Sungai
y = -4E-06x2 + 0.0098x + 0.7598
7.0
6.0
5.0
4.0
Kedalaman Air (m)
3.0
2.0
1.0
0.0
0 100 200 300 400 500 600 700 800 900
Debit (m3/det)
LOKASI
KOORDINAT
PATOK Di sebelah kanan Sungai
X = 476150.441 Blumai tepatnya di samping
Y = 389365.172
BM11 pos duga air Tj. morawa
bagian hulu
Z = +22.121
Laporan Akhir
4-77
Analisis Rerata Kemiringan Dasar Sungai
h A P R v Q
No: (m) (m²) (m) (m) (m/det) (m3/det)
1 2 3 4 5 6
0 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
1 0.500 3.461 9.859 0.351 0.912 3.155
2 1.000 8.648 11.430 0.757 1.521 13.155
3 1.500 14.589 12.936 1.128 1.985 28.955
4 2.000 21.282 14.441 1.474 2.372 50.486
5 2.500 28.885 16.756 1.724 2.634 76.073
6 3.000 37.793 19.374 1.951 2.860 108.086
7 3.500 48.016 22.005 2.182 3.082 147.977
8 4.000 59.556 24.637 2.417 3.300 196.508
9 4.500 72.411 27.268 2.656 3.513 254.369
10 5.000 86.581 29.900 2.896 3.722 322.226
11 5.500 102.068 32.531 3.138 3.926 400.725
12 6.000 118.870 35.163 3.381 4.126 490.491
13 6.500 136.795 36.856 3.712 4.391 600.719
14 7.000 155.335 38.086 4.079 4.676 726.391
15 7.500 174.465 39.265 4.443 4.951 863.792
16 8.000 194.185 40.444 4.801 5.214 1,012.404
17 8.500 214.494 41.623 5.153 5.465 1,172.287
18 9.000 235.393 42.802 5.500 5.708 1,343.516
Laporan Akhir
4-78
Lengkung Debit Sungai Blumei - Tanjung Morawa
Seb
y = -5E-06x2 + 0.0121x + 1.2819
10.0
9.0
8.0
7.0
6.0
Kedalaman Air (m)
5.0
4.0
3.0
2.0
1.0
0.0
0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600
Debit (m3/det)
Lokasi 11 Sungai Batu Gingging – Palo Kemiri – Petapahan - Kabupaten Deli Serdang
Laporan Akhir
4-79
Analisis Rerata Kemiringan Dasar Sungai
h A P R v Q
No: (m) (m²) (m) (m) (m/det) (m3/det)
1 2 3 4 5 6
0 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
1 0.500 9.404 26.134 0.360 0.400 3.759
2 1.000 22.709 27.577 0.823 0.694 15.763
3 1.500 36.592 28.730 1.274 0.928 33.970
4 2.000 51.052 29.887 1.708 1.129 57.638
5 2.500 66.090 31.043 2.129 1.308 86.416
Laporan Akhir
4-80
Lengkung Debit Sungai
Seb Sei Batu Gingging y = -0.0002x2 + 0.0413x + 0.3345
3.0
2.5
2.0
Kedalaman Air (m)
1.5
1.0
0.5
0.0
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
Debit (m3/det)
SUNGAI ULAR
DESKRIPSI BM
PULAU TAGOR KAB.DELI SERDANG
KOORDINAT
LOKASI
X = 491272.037 PATOK Di sebelah kanan Sungai Ular
Y = 373912.757 BM16 tepatnya di samping pos duga air
Palau Tagor bagian hilir
Z = +50.744
Laporan Akhir
4-81
Analisis Rerata Kemiringan Dasar Sungai.
Stasiun Jarak (m) Elevasi Dasar dH A
No: Patok Sungai (m) (m) (m²)
1 2 4 5 6
1 SU10 0.00 42.430 0.000 0.000
2 SU9 50.09 42.590 0.160 4.007
3 SU8 44.16 43.150 0.720 19.430
4 SU7 42.40 43.850 1.420 45.368
5 SU6 53.96 43.270 0.840 60.975
6 SU5 31.98 43.590 1.160 31.980
7 SU4 38.53 43.360 0.930 40.264
8 SU3 46.64 43.570 1.140 48.272
9 SU2 37.98 43.980 1.550 51.083
10 SU10 74.59 43.950 1.520 114.496
11 SU0 46.20 44.150 1.720 74.844
Jumlah 466.530 490.719
H rerata : 2.103699
I rerata : 0.004509
h A P R v Q
No: (m) (m²) (m) (m) (m/det) (m3/det)
1 2 3 4 5 6
0 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
1 0.500 21.987 75.730 0.290 0.841 18.496
2 1.000 60.639 79.217 0.765 1.605 97.355
3 1.500 101.000 82.476 1.225 2.196 221.803
4 2.000 142.843 85.445 1.672 2.702 386.033
Laporan Akhir
4-82
Lengkung Debit Sungai
Seb Ular - Pulo Tagor y = -8E-06x2 + 0.0072x + 0.4524
2.5
2.0
1.5
Kedalaman Air (m)
1.0
0.5
0.0
0 50 100 150 200 250 300 350 400 450
Debit (m3/det)
SUNGAI BLUTU
DESKRIPSI BM
SILAU DUNIA KAB.SERDANG BEDAGEI
KOORDINAT LOKASI
X = 494808.324 PATOK Di sebelah kanan Sungai Blutu
tepatnya di Samping pos duga
Y = 362359.437
BM17 air Silau dunia
Z = +98.264
Laporan Akhir
4-83
Analisis Rerata Kemiringan Dasar Sungai
h A P R v Q
No: (m) (m²) (m) (m) (m/det) (m3/det)
1 2 3 4 5 6
0 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
1 0.500 3.650 12.162 0.300 0.679 2.480
2 1.000 9.920 13.473 0.736 1.236 12.261
3 1.500 16.634 14.390 1.156 1.670 27.772
4 2.000 24.209 17.746 1.364 1.865 45.139
Laporan Akhir
4-84
Lengkung Debit Seb
Sungai Belutu - Silau Dunia
y = -0.0007x2 + 0.069x + 0.1836
2.5
2.0
1.5
Kedalaman Air (m)
1.0
0.5
0.0
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50
Debit (m3/det)
Laporan Akhir
4-85
Analisis Rerata Kemiringan Dasar Sungai
h A P R v Q
No: (m) (m²) (m) (m) (m/det) (m3/det)
1 2 3 4 5 6
0 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
1 0.500 2.818 11.317 0.249 0.892 2.512
2 1.000 11.272 22.589 0.499 1.417 15.974
3 1.500 23.929 27.339 0.875 2.061 49.321
4 2.000 38.281 30.365 1.261 2.629 100.628
5 2.500 53.844 32.311 1.666 3.166 170.477
6 3.000 70.256 33.987 2.067 3.655 256.801
7 3.500 87.253 34.935 2.498 4.147 361.799
8 4.000 104.559 35.567 2.940 4.623 483.324
9 4.500 122.179 36.196 3.375 5.069 619.284
10 5.000 140.113 36.825 3.805 5.490 769.204
11 5.500 158.362 37.453 4.228 5.890 932.737
12 6.000 176.925 38.082 4.646 6.272 1,109.609
Laporan Akhir
4-86
Lengkung Debit Sungai
Seb
Bah Bolon - Batu Gajah
y = -3E-06x2 + 0.0072x + 1.1761
7.0
6.0
5.0
4.0
Kedalaman Air (m)
3.0
2.0
1.0
0.0
0 200 400 600 800 1000 1200
Debit (m3/det)
Laporan Akhir
4-87
Analisis Rerata Kemiringan Dasar Sungai
h A P R v Q
No: (m) (m²) (m) (m) (m/det) (m3/det)
1 2 3 4 5 6
0 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
1 0.500 3.353 10.115 0.331 0.683 2.290
2 1.000 8.714 11.819 0.737 1.164 10.141
3 1.500 14.889 13.447 1.107 1.526 22.725
4 2.000 21.878 15.076 1.451 1.828 39.993
5 2.500 29.655 16.571 1.790 2.102 62.340
6 3.000 38.135 17.892 2.131 2.362 90.071
7 3.500 47.105 18.867 2.497 2.625 123.634
8 4.000 56.499 19.714 2.866 2.877 162.570
Laporan Akhir
4-88
Lengkung Debit Sungai
Seb Bah Bolon - Nagori Bandar
y = -1E-04x2 + 0.0357x + 0.6367
4.5
4.0
3.5
3.0
2.5
2.0
Kedalaman Air (m)
1.5
1.0
0.5
0.0
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180
Debit (m3/det)
SUNGAI SILAU
DESKRIPSI BM
KISARAN NAGA KAB ASAHAN
KOORDINAT
LOKASI
X = 569737.022 PATOK Di sebelah Kanan Sungai
Y = 328677.835 BM26 Silau tepatnya di Samping pos
duga air Kisaran Naga
Z = +22.31
Laporan Akhir
4-89
Analisis Rerata Kemiringan Dasar Sungai
h A P R v Q
No: (m) (m²) (m) (m) (m/det) (m3/det)
1 2 3 4 5 6
0 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
1 0.500 5.731 22.947 0.250 0.369 2.117
2 1.000 22.721 41.843 0.543 0.620 14.083
3 1.500 44.270 44.594 0.993 0.927 41.027
4 2.000 67.129 47.215 1.422 1.177 79.043
5 2.500 91.298 49.835 1.832 1.394 127.295
6 3.000 116.725 52.450 2.225 1.587 185.286
7 3.500 143.220 54.059 2.649 1.783 255.365
Laporan Akhir
4-90
Lengkung Debit Sungai
Seb Sei Silau - Kisaran Nagay = -3E-05x2 + 0.0192x + 0.6407
4.0
3.5
3.0
2.5
2.0
Kedalaman Air (m)
1.5
1.0
0.5
0.0
0 50 100 150 200 250 300
Debit (m3/det)
SUNGAI PIASA
DESKRIPSI BM
TINGGI RAJA KAB.ASAHAN
KOORDINAT
LOKASI
X = 563251.616 PATOK Di sebelah Kanan Sungai
Y = 320680.123 BM29 Piasa tepatnya di Samping pos
duga air Tinggi Raja
Z = 31.387
Laporan Akhir
4-91
Analisis Rerata Kemiringan Dasar Sungai
h A P R v Q
No: (m) (m²) (m) (m) (m/det) (m3/det)
1 2 3 4 5 6
0 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
1 0.500 9.754 28.178 0.346 0.481 4.693
2 1.000 25.696 34.220 0.751 0.806 20.717
3 1.500 43.710 38.163 1.145 1.068 46.696
Laporan Akhir
4-92
Lengkung Debit Sungai Sei
SebPiasa - Tinggi Raja - Kab. Asahan
y = -0.0007x2 + 0.0555x + 0.3806
1.6
1.4
1.2
1.0
Kedalaman Air (m)
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50
Debit (m3/det)
SUNGAI ASAHAN
DESKRIPSI BM
PULAU RAJA KAB.ASAHAN
KOORDINAT LOKASI
X = 569680.210 PATOK Di sebelah Kanan Sungai
Asahan tepatnya di Samping
Y = 299016.014
BM34 pos duga air Pulau Raja
Z = 20.983
Laporan Akhir
4-93
Analisis Rerata Kemiringan Dasar Sungai
h A P R v Q
No: (m) (m²) (m) (m) (m/det) (m3/det)
1 2 3 4 5 6
0 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
1 0.500 2.864 17.014 0.168 0.052 0.149
2 1.000 19.462 37.837 0.514 0.110 2.132
3 1.500 38.908 40.756 0.955 0.165 6.437
4 2.000 59.809 43.668 1.370 0.210 12.587
5 2.500 82.166 46.579 1.764 0.249 20.469
6 3.000 105.698 48.148 2.195 0.288 30.465
7 3.500 129.828 49.324 2.632 0.325 42.233
8 4.000 154.539 50.485 3.061 0.360 55.594
9 4.500 179.831 51.647 3.482 0.392 70.494
10 5.000 205.703 52.808 3.895 0.422 86.897
11 5.500 232.156 53.969 4.302 0.451 104.779
12 6.000 259.137 54.907 4.720 0.480 124.414
13 6.500 286.528 55.738 5.141 0.508 145.630
14 7.000 314.276 56.485 5.564 0.536 168.385
Laporan Akhir
4-94
Lengkung Debit Sungai
Seb Asahan - Pulo Raja
y = -0.0002x2 + 0.0606x + 1.0615
8.0
7.0
6.0
5.0
Kedalaman Air (m)
4.0
3.0
2.0
1.0
0.0
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180
Debit (m3/det)
Lokasi 19 Sungai Aek Kanopan – Aek Kanopan - Kab. Labuhan Batu Utara
Laporan Akhir
4-95
Analisis Rerata Kemiringan Dasar Sungai
h A P R v Q
No: (m) (m²) (m) (m) (m/det) (m3/det)
1 2 3 4 5 6
0 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
1 0.500 1.750 9.121 0.192 0.576 1.009
2 1.000 7.554 14.287 0.529 1.133 8.556
3 1.500 15.220 16.226 0.938 1.660 25.267
4 2.000 23.335 17.116 1.363 2.130 49.705
5 2.500 31.860 17.936 1.776 2.541 80.957
Laporan Akhir
4-96
Lengkung Debit Sungai Aek Kanopan
Seb
y = -0.0001x2 + 0.0306x + 0.7873
3.0
2.5
2.0
Kedalaman Air (m)
1.5
1.0
0.5
0.0
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90
Debit (m3/det)
SUNGAI KUALO
DESKRIPSI BM
GUNTING SAGA KAB.LABUHAN BATU UTARA
KOORDINAT LOKASI
X = 573621.241 PATOK Di sebelah Kiri Sungai Kualo
tepatnya di Samping pos duga
Y = 279500.211
BM37 air Gunting Saga
Z = 20.825
Laporan Akhir
4-97
Analisis Rerata Kemiringan Dasar Sungai
Stasiun Jarak (m) Elevasi Dasar dH A
No: Patok Sungai (m) (m) (m²)
1 2 4 5 6
1 GR8 0.00 16.230 0.000 0.000
2 GR7 37.95 16.460 0.230 4.364
3 GR6 85.59 16.600 0.370 25.677
4 GR5 42.40 16.710 0.480 18.020
5 GR4 78.40 16.910 0.680 45.472
6 GR3 42.17 16.520 0.290 20.452
7 GR2 105.99 15.560 (0.670) (20.138)
8 GR1 75.96 16.440 0.210 (17.471)
9 GR0 85.21 16.910 0.680 37.918
h A P R v Q
No: (m) (m²) (m) (m) (m/det) (m3/det)
1 2 3 4 5 6
0 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
1 0.500 18.102 62.960 0.288 0.340 6.152
2 1.000 54.658 76.737 0.712 0.622 34.011
3 1.500 94.337 82.158 1.148 0.856 80.708
4 2.000 136.300 85.480 1.595 1.065 145.142
5 2.500 179.613 88.452 2.031 1.251 224.715
6 3.000 224.962 93.315 2.411 1.403 315.567
7 3.500 272.831 99.423 2.744 1.529 417.230
Laporan Akhir
4-98
Lengkung Debit Sungai Sei
SebKualuh - Gunting Saga
y = -1E-05x2 + 0.0109x + 0.6381
4.0
3.5
3.0
2.5
Kedalaman Air (m)
2.0
1.5
1.0
0.5
0.0
0 50 100 150 200 250 300 350 400 450
Debit (m3/det)
SUNGAI BLUTU
DESKRIPSI BM
RAMPAH KAB.SERDANG BERDAGAI
KOORDINAT
LOKASI
X = 515626.758 PATOK Di sebelah Kiri Sungai Belutu
Y = 384785.834 BM48 tepatnya di Samping pos duga
air Rampah
Z = 9.652
Laporan Akhir
4-99
Analisis Rerata Kemiringan Dasar Sungai
h A P R v Q
No: (m) (m²) (m) (m) (m/det) (m3/det)
1 2 3 4 5 6
0 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
1 0.500 6.919 19.388 0.357 0.383 2.653
2 1.000 17.064 21.625 0.789 0.651 11.107
3 1.500 28.171 23.137 1.218 0.869 24.484
4 2.000 39.702 24.006 1.654 1.066 42.321
5 2.500 51.605 24.753 2.085 1.244 64.194
6 3.000 63.837 25.338 2.519 1.411 90.095
7 3.500 76.289 25.792 2.958 1.571 119.821
8 4.000 88.955 26.221 3.393 1.721 153.088
9 4.500 101.835 26.649 3.821 1.863 189.726
Laporan Akhir
4-100
Lengkung Debit Sungai Belutu - Sei Rampah
Seb
y = -5E-05x2 + 0.0278x + 0.8618
5.0
4.5
4.0
3.5
3.0
Kedalaman Air (m)
2.5
2.0
1.5
1.0
0.5
0.0
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200
Debit (m3/det)
Laporan Akhir
4-101
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 KESIMPULAN
Dari rencana 21(duapuluh satu) lokasi yang akan dilakukan pengukuran topografi dan
pengukuran debit secara langsung menggunakan alat current meter telah selesai
dilaksanakan oleh konsultan. Data hasil pengukuran secara langsung menggunakan current
meter digunakan sebagai data kalibrasi untuk pembuatan lengkung debit. Hasil analisa data
disajikan dalam bab IV dan diperoleh lengkung debit untuk masing-masing lokasi sungai.
5.2 SARAN
Laporan Akhir
5-102