ABSTRAK
Peranan vegetasi di kekotaan menarik untuk dipelajari, karena berhubungan erat dengan keseimbangan
oksigen dan karbondioksida. Tujuan penelitian ini membahas estimasi cadangan karbon berdasarkan tutupan
lahan di wilayah Kota Yogyakarta dan sekitarnya dengan memanfaatkan data penginderaan jauh ALOS
AVNIR-2. Metode yang digunakan adalah persamaan alometrik dan model regresi. dari data spektral dari
saluran tunggal ALOS AVNIR-2 dan indeks vegetasi simple ratio (SR), normalized difference vegetation index
(NDVI), triangular vegetation index (TVI), modified soil-adjusted vegetation index - 2 (MSAVI-2), enhanced
vegetation index (EVI), EVI-2, visible atmospherically resistant vegetation index (VARIGreen), global
environment monitoring index (GEMI), and atmospherically resistant vegetation index (ARVI). Plot sampel di
lapangan ditentukan berdasarkan persentase kerapatan vegetasi pada tutupan lahan. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa seluruh saluran tunggal citra ALOS AVNIR-2 dan indeks vegetasi SR dan ARVI pada
level koreksi radiometrik At-sensor Reflectance dan At-surface Reflectance tidak dapat dilanjutkan ke
penelitian berikutnya, karena menunjukkan hubungan spektral yang lemah terhadap karbon (r<0,76). Uji akurasi
dengan metode Standard Error of the Estimate menunjukkan bahwa EVI-2 merupakan indeks vegetasi terbaik
untuk estimasi cadangan karbon vegetasi. δest EVI-2 adalah 0,862 tonC/piksel. Cadangan karbon vegetasi
terbesar ditemukan pada lahan vegetasi seperti hutan rakyat yang terletak di sepanjang aliran sungai dan hutan
kota. Kesimpulan penelitian ini adalah penggunaan data citra dengan resolusi spasial menengah untuk estimasi
cadangan karbon vegetasi kota harus mempertimbangkan piksel-piksel campuran, karena dengan tingkat
kerapatan vegetasi yang rendah, dominasi nilai spektral lahan non vegetasi mempengaruhi nilai spektral
vegetasi.
Kata Kunci: penginderaan jauh, cadangan karbon kekotaan, indeks vegetasi, Yogyakarta, ALOS-AVNIR-2
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perkembangan kekotaan tidak terlepas dari bertambahnya jumlah penduduk, berkembangnya
jumlah kendaraan dan meluasnya aktifitas industri. Akibatnya kekotaan menjadi sumber utama emisi
karbondioksida (Svierejeva-Hopins et al., 2004 dalam Hutyra et al., 2011). Berkurangnya lahan
vegetasi merupakan salah satu penyumbang utama meningkatnya emisi karbon secara signifikan,
karena vegetasi memegang peranan penting dalam penyimpanan karbon (Rowntree dan Nowak,
1991). Perhitungan cadangan karbon, sebaran dan perubahan lahan vegetasi penting dilakukan untuk
mengetahui peranan vegetasi. Pemanfaatan citra satelit untuk perhitungan cadangan karbon dan
sebarannya dianggap lebih baik, karena relatif lebih murah dan lebih cepat dalam pemetaan karbon
(Myeong et al., 2006).
Seperti kebanyakan kota berkembang lainnya di dunia, Kota Yogyakarta juga berkembang
pesat sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk dan aktifitas di dalamnya. Lahan vegetasi
semakin berkurang dengan berubahnya penggunaan lahan. Akibatnya cadangan karbon pun
mengalama degradasi yang signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Penelitian estimasi cadangan
karbon di Kota Yogyakarta dan sekitarnya ini memanfaatkan data spektral dari ALOS AVNIR-2 yang
mempunyai resolusi spasial menengah – 10 meter.
431
Prosiding Simposium Nasional Sains Geoinformasi ~ III 2013 ISBN 978-979-98521-4-4
Salah satu hal terpenting dari penelitian estimasi cadangan karbon kekotaan dengan
penginderaan jauh ini adalah tingkat akurasi. Pemanfaatan citra resolusi spasial menengah, yaitu
ALOS AVNIR-2 dan mempertimbangkan tingkat kerapatan bangunan kekotaan yang cenderung lebih
padat, kemungkinan memberikan tingkat akurasi yang berbeda sehingga menarik untuk diteliti lebih
jauh. Sebaran vegetasi di kekotaan juga cenderung sporadis, heterogen, umur vegetasi yang beragam,
dan dalam kelompok yang tidak terlalu luas, kecuali pada tutupan lahan hutan kota. Masalah lain yang
dihadapi dalam estimasi cadangan karbon kekotaan secara spasial dengan penginderaan jauh adalah
luasan lahan vegetasi yang lebih sempit dibanding lahan terbangun, sehingga nilai spektral piksel
lahan terbangun cenderung mendominasi nilai spektral vegetasi. Dominasi piksel campuran ini
kemungkinan mempengaruhi tingkat akurasi estimasi cadangan karbon di kekotaan.
Gambar 1. High density residential area along the Code River in the city
Penelitian ini membandingkan tingkat akurasi estimasi cadangan karbon kekotaan pada semua
saluran tunggal citra ALOS AVNIR-2 dan beberapa indeks vegetasi, seperti TVI (Triangular
Vegetation Index), MSAVI-2 (Modified Soil Advanced Vegetation Index-2), SR (Simple Ratio), NDVI
(Normalized Difference Vegetation Index), EVI (Enhanced Vegetation Index), EVI-2, VARIGreen
(Visible Atmospherically Resistant Index), ARVI (Atmospheric Resistant Vegetation Index) and GEMI
(Global Environment Monitoring Index). VARIGreen, ARVI and GEMI dipilih karena kondisi
atmosferik kekotaan Yogyakarta yang mengalami polusi dari manusia dan dari alam yaitu debu
Gunung Merapi.
Seluruh saluran tunggal dan indeks vegetasi diteliti pada level koreksi radiometric At-sensor
Reflectance dan At-surface sensor untuk mendapatkan tingkat akurasi tertinggi pada masing-masing
saluran dan indeks. ALOS AVNIR-2 pada lokasi kajian juga dilakukan 2 masking yaitu citra yang
dimasking pada daerah persawahan, herba, dan rumput dan citra yang sama sekali tidak dimasking.
Masking untuk persawahan, herba, dan rumput dimaksudkan untuk menghilangkan vegetasi non
tegakan, karena penelitian ini hanya menghitung karbon vegetasi tegakan.
432
Prosiding Simposium Nasional Sains Geoinformasi ~ III 2013 ISBN 978-979-98521-4-4
Gambar 2. Research procedure to get the most accurate single band or vegetation index
Studi Area
Kota Yogyakarta terletak antara 110o24’19" - 110o28’53" Bujur Timur di antara 07o15’24" -
07 49’26" Lintang Selatan Total luas daerah penelitian adalah 107,45 km2. Selain lahan terbangun di
o
pinggiran, juga dipilih lahan vegetasi lainnya sebagai bahan perbandingan estimasi karbon vegetasi
dengan batas bagian terluar outer ringroad.
METODE
Hubungan antara biomasa dan karbon
Hubungan antara penginderaan jauh dengan biomasa dinyatakan oleh Anaya et al. (2009)
bahwa penginderaan jauh merupakan pendekatan terbaik untuk estimasi biomasa di tingkat regional di
mana data lapangan sulit didapat dan bisa didapat data terbaru. Meskipun begitu, Steininger (2000)
menemukan kelemahan estimasi biomasa melalui penginderaan jauh, karena sampel plot di lapangan
tidak didesain untuk data penginderaan jauh dan adanya saturasi pada tajuk rapat, sehingga
mempengaruhi nilai biomasa.
Hairiah dan Rahayu (2007), menyatakan bahwa rata-rata konsentrasi karbon adalah 46% dari
biomasa. Hal ini hampir sama dengan Wicaksono (2011), yang menyatakan bahwa terdapat 0,464 gC
433
Prosiding Simposium Nasional Sains Geoinformasi ~ III 2013 ISBN 978-979-98521-4-4
per 1 g biomasa atau 46,4% karbon dari biomasa. Potter et al. (2008) dalam Ren (2011), berpendapat
bahwa pada biomasa terkandung 50% karbon. Untuk penelitian ini akan menggunakan 46% cadangan
karbon yang terkandung dalam setiap 100% biomasa, sesuai dengan penelitian Hairiah dan Rahayu
(2007).
Plot Sampel
Penentuan titik sample didasarkan pada tutupan lahan dari citra ALOS AVNIR-2 dan
persentase vegetasi pada tutupan lahan tersebut yang diturunkan dari citra Quickbird tahun 2005 dan
Google Earth tahun 2007. Penentuan kelas kerapatan vegetasi berdasarkan beberapa acuan.
Unit pemetaan berdasarkan tutupan lahan dan persentase tutupan vegetasi. Tiap plot sampel ini
dihitung biomasa tegakan berdasarkan diameter batang setinggi dada (DBH). Vegetasi tegakan
dengan diameter kurang dari 5 cm tidak diambil sebagai sampel. Perbedaan tahun perekaman citra
(20th June 2009) dan penelitian di lapangan, mengakibatkan bertambahnya riap diameter, sehingga
434
Prosiding Simposium Nasional Sains Geoinformasi ~ III 2013 ISBN 978-979-98521-4-4
seluruh diameter tegakan di lapangan dikurang 3.25 cm dengan perhitungan rata-rata pertumbuhan
diameter per tahun adalah 1 cm.
McCoy (2005) menyatakan tidak ada aturan khusus untuk untuk menentukan jumlah plot
sampel di lapangan, namun Congalton dan Green (2009) menganggap jumlah 20 plot sampel
merupakan jumlah minimal per kelas. Untuk penelitian ini akan mengambil 20 plot sampel untuk
membangun model dan 20 plot untuk uji akurasi. Ukuran plot di lapangan ditentukan dengan
mengikuti persamaan McCoy (2005) yaitu:
Where :
P = Spatial resolution
L = RMSE
Luas plot sampel untuk penelitian ini adalah 50m X 50 m, sehingga untuk perhitungan
masing-masing piksel baik nilai piksel maupun nilai karbon per piksel akan dilakukan nilai rata-rata
dari plot sampel.
Perbandingan Indeks Vegetasi atau Saluran Tunggal Citra pada Masing-masing Level Koreksi
Radiometrik
Persamaan regresi menunjukkan derajat kekuatan hubungan nilai spektral saluran tunggal
atau indeks vegetasi terhadap jumlah karbon per piksel hasil perhitungan di lapangan. Koefisien
Determinasi (R2) hasil persamaan regresi adalah sebagai berikut :
Langkah selanjutnya adalah seleksi derajat kekuatan korelasi (r). Nilai r yang akan
dimanfaatkan untuk penelitian lanjutan adalah r > 0,76 atau R2>0,58. Melihat hasil regresi pada plot
sampel modeling dan membandingkan nilai R2 maka dapat dilihat bahwa seluruh indeks vegetasi dan
saluran tunggal ALOS AVNIR-2 yang dimasking pada level koreksi At-sensor Reflectance dan At-
surface Reflectance menunjukkan nilai R2 < 0,58. Pada citra yang tidak dimasking, seluruh saluran
tunggal ALOS AVNIR-2 dan indeks vegetasi pada level koreksi At-sensor Reflectance juga
menunjukkan nilai R2 < 0,58. Perbedaan tampak pada citra tidak dimasking pada At-surface
435
Prosiding Simposium Nasional Sains Geoinformasi ~ III 2013 ISBN 978-979-98521-4-4
Reflectance. Nilai R2 < 0,58 didapat pada semua saluran tunggal. Ada pun indeks vegetasi yang
memiliki R2 < 0,58 adalah ARVI dan SR.
Nilai R2 >58 atau r >0,76 menunjukkan hubungan yang sangat kuat atau hampir sempurna
antara nilai indeks vegetasi dan jumlah karbon di lapangan per piksel. Seluruh saluran tunggal ALOS
AVNIR-2 tidak digunakan untuk penelitian selanjutnya. GEMI, NDVI, VARIGreen, EVI-2, MSAVI-
2, TVI dan EVI menunjukkan nilai r>0.76 sehingga indeks vegetasi inilah yang digunakan untuk
penelitian.
Accuracy Assessment
Estimasi Standar Error merupakan metode pengukuran prediksi akurasi. Garis regresi adalah
garis yang menimilasisasi prediksi jumlah akar kuadrat deviasi (sum of square error). Algoritma
Standard Error of the Estimate adalah sebagai berikut :
Ʃ( )
δest = (7)
Where :
σest = Standard error of the estimate
Y = Field Carbon
Y' = Carbon estimated based on reversed spectral value
N = Number of samples
Plot-plot untuk uji akurasi merupakan set plot yang berbeda dengan plot-plot modelling.
Jumlah plot untuk uji akurasi adalah 20 plot yang tersebar merata ke semua kelas. Persamaan regresi
yang diperoleh dari persamaan (6) dibalik untuk mendapatkan estimasi cadangan karbon.
Mengacu pada Tabel 3. terlihat pada plot sampel 11C, 12C, 14C, 21C, 22C, dan 23C memiliki
cadangan karbon negatif di semua indeks vegetasi. Kemungkinan hal ini disebabkan oleh perhitungan
nilai piksel rata-rata pada setiap plot sampel yang mempengaruhi nilai indeks vegetasi. Selanjutnya,
nilai indeks vegetasi ini berpengaruh pada jumlah cadangan karbon per piksel.
Penyumbang cadangan karbon dengan nilai negatif terletak pada lahan pemukiman dan lahan
komersial. Pada kenampakan citra ALOS AVNIR-2 kedua lahan terbangun mendominasi sebagian
besar daerah kajian. Dominasi piksel campuran pada wilayah kajian inilah yang kemungkinan
mempengaruhi nilai rata-rata vegetasi pada piksel sampel.
436
Prosiding Simposium Nasional Sains Geoinformasi ~ III 2013 ISBN 978-979-98521-4-4
KARBO
Total KARBO KARBO KARBO KARBO KARBO KARBO
N
Plot Karbon N NDVI N N EVI N EVI-2 N VARI N GEMI
MSAVI-2
(Y) (Y1) TVI(Y1) (Y1) (Y1) (Y1) (Y1)
(Y1)
11C 0,017 -1.011 -0.867 -0.96 -0.972 -0.974 -0.743 -1.025
12C 0,274 -1.273 -1.33 -1.14 -1.219 -1.165 -1.432 -1.206
13C 0,072 0.36 0.32 0.224 0.285 0.246 0.212 0.219
14C 0,154 -0.376 -0.174 -0.321 -0.28 -0.316 -0.322 -0.252
15C 0,552 1.485 1.039 1.075 1.122 1.101 1.82 0.902
21C 0,249 -1.074 -1.266 -0.757 -0.891 -0.779 -1.873 -0.571
22C 0,057 -0.986 -1.121 -0.994 -1.052 -1.007 -1.213 -1.115
23C 0,43 -0.145 -0.198 -0.308 -0.285 -0.292 -0.207 -0.372
24C 0,569 0.732 0.337 0.201 0.271 0.241 0.882 -0.01
25C 1,081 1.281 0.913 1.019 1.017 1.04 0.989 0.922
31C 0,223 -0.232 0.085 0.037 -0.003 0.036 -0.526 0.265
32C 0,338 0.817 1.111 1.055 1.032 1.052 0.459 1.213
33C 0,926 0.964 1.298 1.334 1.263 1.318 0.415 1,527
34C 0,146 0.214 0.28 0.2 0.231 0.217 -0.031 0,263
35C 0,269 1.434 1.561 1.5 1.647 1.491 2.108 1,504
41C 0,034 0.002 0.071 -0.168 -0.131 -0.149 0.169 -0,219
42C 0,124 0.861 1.195 1.304 1.262 1.285 0.158 1,542
43C 0,357 1,805 2,109 2,236 2,186 2,166 2,288 2,263
44C 0,245 1,83 1,096 1,006 1,06 1,049 3,311 0,655
45C 1,937 1,37 1,594 1,506 1,52 1,494 1,585 1,545
Langkah selanjutnya setelah didapat jumlah cadangan karbon per piksel, adalah melakukan uji
akurasi. Uji akurasi dilakukan dengan metode Standard Error of the Estimate. Nilai Y adalah
cadangan karbon di lapangan per piksel (10 X 10 meter) dan nilay Y1 adalah perkiraan cadangan
karbon berdasarkan indeks vegetasi. Hasil Uji Akurasi pada masing-masing indeks vegetasi adalah
sebagai berikut:
Tabel 4. Hasil Uji Akurasi
Hasil uji akurasi dengan metode Standard Error of the Estimate menunjukkan bahwa EVI-2
memiliki nilai δest terendah, yaitu ± 0,862 ton per piksel ALOS AVNIR-2 atau 86,2 ton per hektar.
Nilai δest EVI-2 terpaut tipis dengan δest MSAVI-2. δest MSAVI-2 ±0,866 ton per piksel atau 86,6 ton
per hektar. δest tertinggi adalah VARIGreen sebesar ± 1,246 ton per piksel.
437
Prosiding Simposium Nasional Sains Geoinformasi ~ III 2013 ISBN 978-979-98521-4-4
438
Prosiding Simposium Nasional Sains Geoinformasi ~ III 2013 ISBN 978-979-98521-4-4
Pada Tabel 6. tampak bahwa cadangan karbon di Kota Yogyakarta dan sekitarnya berdasarkan
indeks vegetasi EVI-2 adalah 313.332,8 ton. Perbedaan mencolok cadangan karbon ada pada
VARIGreen dengan estimasi karbon sebanyak 118.496,6 ton. Estimasi cadangan karbon yang rendah
pada VARIGreen kemungkinan disebabkan karena banyaknya piksel campuran antara lahan
terbangun dengan vegetasi dan resolusi spasial citra ALOS AVNIR-2 yang mempengaruhi nilai
spektral saluran merah dan saluran hijau, sehingga serapan klorofil tidak terdeteksi dengan maksimal.
Akibatnya, piksel-piksel campuran tersebut dianggap sebagai lahan terbangun tanpa vegetasi.
Tabel 7. Kelas Karbon untuk Penutup Lahan
Sebaran cadangan karbon tertinggi dengan nilai >1,56 ton per piksel ditemukan di lahan hutan
rakyat di sepanjang aliran sungai dan hutan kota. Pada aliran sungai di tengah Kota Yogyakarta,
estimasi cadangan karbon sangat rendah. Hasil dari survey lapangan menunjukkan, pada aliran sungai
di tengah kota tersebut dipenuhi oleh pemukiman padat dengan jumlah tegakan sangat rendah pada
luasan plot sampel. Sebaran cadangan karbon terendah pada lahan pemukiman. Mengacu pada hasil
penelitian di lapangan, kepadatan bangunan di Kota Yogyakarta terhitung tinggi dengan sedikitnya
jumlah tegakan dan rapatnya jarak antar bangunan pemukiman.
REKOMENDASI
Pemanfaatan semua saluran tunggal ALOS AVNIR-2 pada level koreksi At-sensor Reflectance
dan At-surface Reflectance, baik pada citra yang dimasking atau tidak dimasking tidak disarankan,
karena hasil penelitian ini menunjukan hubungan yang tidak kuat antara nilai spektral citra terhadap
estimasi cadangan karbon.
Resolusi ALOS AVNIR-2 seluas 10 X 10 m mempengaruhi jumlah piksel campuran, terutama
di wilayah kekotaan. Piksel campuran ini mempengaruhi nilai spektral vegetasi, yang pada akhirnya
mempengaruhi estimasi cadangan karbon secara keseluruhan.
Pengambilan sampel pada plot seluas 5 X 5 piksel untuk kemudian dirata-ratakan menjadi 1 X
1 piksel menjadi bahan pertimbangan untuk penelitian estimasi cadangan karbon di Kota Yogyakarta.
Hal ini dikarenakan banyaknya piksel campuran yang mempengaruhi nilai spektral piksel secara
keseluruhan.
REFERENCES
Anaya, J. s. A., E. Chuvieco, et al. (2009). Aboveground Biomass Assessment in Colombia: A Remote Sensing
Approach. Forest Ecology and Management 257: 1237–1246.
Brown, S., A. J. R. Gillespie, et al. (1989). Biomass Estimation Methods for Tropical Forests with Applications
to Forest Inventory Data. Forest Science 35(4): 881 - 902.
Hairiah, K. and S. Rahayu, Eds. (2007). Pengukuran Karbon Tersimpan di Berbagai Macam Penggunaan
Lahan, World Agroforestry Centre ICRAF Southeast Asia Regional Office.
Howard, J. A. (1996). Penginderaan Jauh untuk Sumber Daya Hutan : Teori dan Aplikasi. Yogyakarta, Gadjah
Mada University Press.
Lillesand, Thomas M., R.W.Kiefer, J.W. Chipman (2007). Remote Sensing and Image Interpretation. United
State of America, John Wiley and Sons.
McCoy, Roger M., 2005. Field Methods in Remote Sensing. The Guilford Press,
Myeong, S., D. J. Nowak, et al. (2006). A temporal analysis of urban forest carbon storage using remote
sensing. Remote Sensing of Environment 101: 277 – 282.
Ren, Y., X. Wei, et al. (2011). Relationship between vegetation carbon storage and urbanization: A case study
of Xiamen, China. Forest Ecology and Management 261: 1214–1223.
439
Prosiding Simposium Nasional Sains Geoinformasi ~ III 2013 ISBN 978-979-98521-4-4
Rowntree, R. A. and D. J. Nowak (1991). Quantifying the Role of Urban Forests in Removing Atmospheric
Carbon Dioxide. Journal of Arboriculture 17(10): 269 - 275.
Russell G. Congalton, K. G. (2009). Assessing the Accuracy of Remotely Sensed Data : Principles and
Practices. Boca Raton, USA, Taylor & Francis Group
Singh, Vishal, Tewari, A., Kushawaha, S.P.S. dan Dadhwal, V.K., 2011, Formulating Allometric Equations for
Estimating Biomass and Carbon Stock in Small Diameter Trees, Forest Ecology and Management (261) :
1945–1949
Steininger, M. K. (2000). Satellite Estimation of Tropical secondary Forest Above-ground Biomass : Data From
Brazil and Bolivia. International Journal Remote Sensing 21(6): 1139 - 1157.
Wicaksono, Pramaditya, Danoedoro, P., Hartono, Nehren, U. dan Ribble, L., 2011, Prelimenary Work of
Mangrove Ecosystem Carbon Stock Mapping in Small Islands Using Remote Sensing : Above and
Below Ground Carbon Stock Mapping on Medium Resolution Satellite Image. Remote Sensing for
Agriculture, Ecosystems and Hydrology (XIII)
440