Anda di halaman 1dari 22

Nama : Muhammad Kholid Mawardi

NIM : C1L020070
TUGAS UTS
RESUME
A.) Pustaka 1
PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
Hutan memiliki peran penting dalam berbagai aspek kehidupan
manusia seperti ekologi dan tata air (Alansi et al., 2009; Bosh dan Hewlett,
1982; Ilstedt et al., 2007, Saptarini et al., 2007), ekonomi dan ekowisata/jasa
lingkungan (Mukhamadun et al., 2008; Pareraet et al., 2006; Sianturi, 2001).
Namun demikian, sumberdaya hutan pada kenyataannya rentan mengalami
perubahan baik secara alamiah maupun sebagai akibat dari aktivitas manusia
(antropogenik), sehingga peran hutan dalam berbagai aspek tersebut dapat
menjadi tidak maksimal atau bahkan sebaliknya. Dalam hal ini, informasi
tentang karakteristik hutan khususnya keadaan vegetasi penting untuk
menunjang perencanaan dan evaluasi penerapan suatu model pengelolaan
hutan.
Sebagai bagian dalam penyediaan data dan informasi tersebut, studi
potensi vegetasi dan cadangan karbon di Kawasan Hutan Dengan Tujuan
Khusus (KHDTK) di Desa Senaru Lombok Utara Provinsi Nusa Tenggara
Barat (NTB) menjadi penting dilakukan. KHDTK Senaru adalah salah satu
KHDTK untuk tujuan pendidikan yang dikelola Universitas Mataram sesuai
Surat Keputusan Menteri Kehutanan No SK 392/Menhut-II/2004. KHDTK
merupakan kawasan hutan produksi yang berbatasan langsung dengan Taman
Nasional Gunung Rinjani (TNGR) di bagian selatan dan areal pertanian di
bagian utara. Data dan informasi yang diperoleh dari penelitian ini selain
bermanfaat untuk pengembangan alternatif model pengelolaan KHDTK
Senaru juga dapat memperkaya informasi tentang sumberdaya hutan yang
sudah dipublikasikan saat ini. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
potensi vegetasi (jenis dan dominansi vegetasi) dan cadangan karbon di
KHDTK Senaru Lombok.
b. Kerangka Masalah
- Apa yang di maksud cadangan carbon
- Apa saja jenis dan dominasi vegetasi di KHDTK senaru
c. Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi vegetasi (jenis dan
dominansi vegetasi) dan cadangan karbon di KHDTK Senaru Lombok.
d. Manfaat
untuk mengetahui potensi vegetasi (jenis dan dominansi vegetasi) dan
cadangan karbon di KHDTK Senaru Lombok.

TINJAUAN PUSATAKA

Potensi vegetasi merupakan salah satu data dan informasi penting yang
diperlukan dalam pengembangan suatu model pengelolaan hutan. Kajian tentang
potensi vegetasi (Arrijani et al., 2006; Arrijani, 2008; Mukrimin, 2011) umumnya
menggunakan parameter kerapatan (jumlah individu per satuan luas), frekuensi
(proporsi jumlah sampel dengan spesies tertentu terhadap total jumlah sampel),
dominasi penutupan (proporsi luas bidang dasar yang ditempati suatu spesies
terhadap luas total habitat) dan Index Nilai Penting (INP). INP yang diperoleh
dari penjumlahan nilai kerapatan relatif, frekuensi relatif dan dominansi relatif,
merupakan parameter kuantitatif yang menyatakan dominansi suatu spesies dalam
suatu komunitas tumbuhan. Keragaman vegetasi dalam hal struktur dan komposisi
yang terdapat di suatu wilayah pada prinsipnya merupakan cerminan dari hasil
interaksi antara berbagai faktor lingkungan dan dapat berubah akibat faktor
aktivitas manusia (antropogenik) (Sundarapandian dan Swamy, 2000).
Pengumpulan data primer secara langsung dari lapangan dilakukan pada
plot contoh. Ukuran plot contoh untuk pendugaan cadangan karbon atas
permukaan dan karbon tanah mengikuti Standar Nasional Indonesia (SNI
7724:2011) (BSN, 2011) yaitu 20 x 20 m untuk tingkat pohon, 10 x 10 m untuk
tingkat tiang, 5 x 5 m untuk tingkat pancang dan 2 x 2 m untuk tingkat semai,
biomass tumbuhan bawah tegakan dan seresah. Sampel tanah diambil 5 titik pada
tiap plot ukuran 20 x 20 m, dan tiap titik dengan 4 lapisan; 0 - 5 cm, 5 - 10 cm, 10
- 20 cm dan 20 - 30 cm. Analisis data yang dilakukan meliputi identifikasi jenis
vegetasi, analisis INP, pendugaan karbon atas permukaan tanah dan karbon tanah.
Biomassa pohon (diameter > 5 cm) atas permukaan tanah ditentukan
menggunakan persamaan alometrik yang dikembangkan oleh Katterings (2001)
dalam Hairiah dan Rahayu (2007), dan Krisnawati et al. (2012), yang
dikembangkan pada ekosistem hutan lahan kering sekunder di Provinsi Jambi. BK
= 0,11 r D2.62 dimana BK = Berat kering (kg), D = diameter (cm) dan r = berat
jenis kayu (g/cm3 ) Persamaan ini digunakan dengan alasan persamaan alometrik
yang spesifik lokasi belum tersedia. Krisnawati et al. (2012) dalam monograf
yang menyajikan persamaan alometrik untuk berbagai tipe hutan di Indonesia
menunjukkan bahwa untuk Provinsi Nusa Tenggara Barat yang menjadi lokasi
dari penelitian ini terdapat persamaan alometrik volume pada ekosistem hutan
lahan kering untuk jenis Duabangan sp dan Toona sureni yang dikembangkan
oleh Direktorat Inventarisasi Hutan tahun 1990.

METODE PENELITIAN

a. Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian dilaksanakan di KHDTK di Desa Senaru, Kecamatan Bayan, Kabupaten
Lombok Utara, Provinsi Nusa Tenggara Barat dengan luas sekitar 225,7 ha
(Gambar 1). Penelitian dilaksanakan bulan Februari sampai April 2013.
b. Alat dan Bahan
-
c. Metode Penelitian
- data, unit analisis
Data primer yang dikumpulkan dalam penelitian adalah data
vegetasi yang meliputi jenis, diameter dan tinggi untuk tingkat pohon,
tiang dan pancang, jumlah dan jenis untuk tingkat semai, serta biomasa
bawah tegakan dan seresah. Data sekunder diperoleh dari studi
sebelumnya dan laporan dinas atau instansi terkait.
- cara pengambilan data
Pengumpulan data primer secara langsung dari lapangan dilakukan
pada plot contoh. Ukuran plot contoh untuk pendugaan cadangan karbon
atas permukaan dan karbon tanah mengikuti Standar Nasional Indonesia
(SNI 7724:2011) (BSN, 2011)
- cara analisis data
Analisis data yang dilakukan meliputi identifikasi jenis vegetasi, analisis
INP, pendugaan karbon atas permukaan tanah dan karbon tanah

HASIL DAN PEMBAHASAN


Tabel 2 menunjukkan cadangan karbon KHDTK Senaru berdasarkan data
dari 30 plot contoh. Dari tabel tersebut jelas bahwa rata-rata cadangan karbon atas
permukaan tanah KHDTK Senaru adalah sebesar 83,71 ton C/ha. Cadangan
karbon atas permukaan tanah terdiri dari karbon pada tingkat pancang (rata-rata
3,36 ton C/ha), tingkat tiang (rata-rata 9,32 ton C/ha), tingkat pohon (rata-rata
70,61 ton C/ha), tumbuhan bawah tegakan (rata-rata 0,13 ton C/ha) dan seresah
(rata-rata 0,29 ton C/ha) (Gambar 2)
Gambar 4 menunjukkan cadangan karbon strata bawah (kopi dan kakao)
relatif terhadap cadangan tingkat atas (pohon diameter > 20 cm). Cadangan
karbon strata bawah kopi dan kakao, relatif lebih kecil dengan nilai masing-
masing 3 % dan 1,8 % terhadap nilai cadangan karbon tegakan lapisan. Jika
merujuk kepada nilai kerapatan, jenis kopi dan kakao termasuk yang memiliki
nilai tertinggi pada tingkat pancang dan semai. Namun, kontribusi terhadap
cadangan karbon atas permukaan tanah kecil.
Cadangan karbon dalam tanah rata-rata sebesar 42,70 ton C/ha atau sekitar
51 % dari cadangan karbon atas permukaan tanah atau sekitar 33 % dari total
cadangan karbon. Cadangan karbon tanah ini bervariasi dari 24,06 - 42,70 ton
C/ha (Tabel 2). Cadangan karbon tanah ini hampir sama dengan cadangan karbon
tanah hutan sekunder dan hutan terdegradasi di Santong Lombok yang berkisar
antara 25,81 - 87,24 ton C/ha, dan lebih rendah dibandingkan dengan hutan
primer Santong dengan cadangan karbon tanah antara 71,06 - 102,88 ton C/ha
(Dishut NTB, 2012). Masripatin et al. (2010) yang mengumpulkan data berbagai
hasil penelitian menunjukkan bahwa cadangan karbon tanah hutan bervariasi
menurut jenis tanah dan penutupan lahan. Cadangan karbon tanah pada hutan
alam dipterokarpa, hutan sekunder bekas tebangan dan hutan tanaman berbagai
jenis pada kedalaman 0 - 20 cm bervariasi dari 28,8 - 174 ton C/ha. Total
cadangan karbon atas permukaan tanah dan karbon tanah KHDTK Senaru adalah
sebesar 126,41 ton C/ha.
Total cadangan karbon KHDTK Senaru ini lebih besar dari cadangan
karbon pada kawasan hutan sekunder di Santong, Lombok sebesar 95,1 ton C/ha,
tetapi lebih rendah dari hutan primer di Santong, Lombok yang berkisar antara
157,13 - 168,53 ton C/ha (Dishut NTB, 2012). Masripatin et al. (2010)
menunjukkan bahwa cadangan karbon pada berbagai kelas penutupan lahan di
hutan alam memiliki variasi yang cukup besar yaitu antara 7,5 - 264,7 ton C/ha.
Jika dibandingkan dengan karbon hutan lindung adalah 211,86 ton C/ha, hutan
alam dataran rendah 230,10 - 264,7 ton C/ha, hutan alam primer dataran tinggi
dan hutan sekunder dataran rendah, masing-masing 103,16 dan 113,2 ton C/ha
(Masripatin et al., 2010), maka cadangan karbon atas permukaan tanah KHDTK
Senaru sekitar 34 - 37 % dari cadangan karbon hutan lindung dan hutan alam, dan
70 - 77 % dari hutan alam primer dataran tinggi dan hutan sekunder dataran
rendah.

KESIMPULAN
Berdasarkan data, hasil analisis dan pembahasan di atas maka dapat disimpulkan
hal-hal sebagai berikut:
1. Dari survei diperoleh total 32 yaitu jenis/spesies tumbuhan. Pada tingkat
semai, pancang, tiang dan pohon ditemukan masing-masing 10, 8, 17 dan 20 jenis,
yang sebagian besar merupakan jenis budidaya seperti sengon, mahoni, nangka,
alpukat, kakao, gamal, kemiri dan kopi.
2. Dua spesies dengan INP tertinggi untuk tingkat semai dan pancang adalah kopi
dan kakao, dengan nilai INP pada tingkat semai masing-masing 120,3 dan 34,2,
dan pada tingkat pancang masing-masing 146,1 dan 92,5, sedangkan dua spesies
dengan INP tertinggi untuk tingkat tiang dan pohon adalah dadap dan sengon,
dengan INP pada tingkat tiang masing-masing 77,9 dan 48,7 dan pada tingkat
pohon masing-masing 87,1 dan 79,9.
3. Cadangan karbon KHDTK Senaru adalah sebesar 126,41 ton C/ha, dengan
rincian cadangan karbon atas permukaan tanah sebesar 83,71 ton C/ha dan karbon
tanah sebesar 42,7 ton C/ha

B.) Pustaka 2

PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
Pengembangan model hutan pendidikan yang sesuai dengan kondisi
setempat memerlukan studi dan kajian awal yang komprehensip. Data dan
informasi awal yang cukup termasuk data biofisik dan sosial ekonomi memiliki
arti penting sebagai dasar dalam mengembangkan alternatif-alternatif model.
Sebagai bagian dalam penyediaan data dan informasi tersebut, studi potensi
vegetasi dan karakteristik tanah lokasi hutan pendidikan senaru menjadi sangat
penting dilakukan. Tujuan dari penelitian ini yaitu Untuk mengetahui sejarah
penggunaan lahan, tingkat kesejahteraan dan sumber penghidupan masyarakat
dikawasan KHDTK Senaru. Serta untuk mengetahui bentuk interaksi masyarakat
dalam pengelolaan kawasan hutan KHDTK Senaru.
b. Kerangka Masalah
- Bagaiman tingkat kesejahteraan masyarakat desa senaru
- Bagaimana pola interaksi masyarakat dalam pengelolaann hutan
KHDTK senaru
c. Tujuan
(1) Untuk mengetahui sejarah penggunaan lahan di Kawasan KHDTK Senaru.
(2) Untuk mengetahui tingkat kesejahteraan dan bentuk penghidupan
masyarakat dikawasan KHDTK Senaru.
(3) Untuk mengetahui pola interaksi masyarakat dalam pengelolaan kawasan
hutan KHDTK Senaru.
d. Manfaat
(1) mengetahui sejarah penggunaan lahan di Kawasan KHDTK Senaru.
(2) mengetahui tingkat kesejahteraan dan bentuk penghidupan masyarakat
dikawasan KHDTK Senaru.
(3) mengetahui pola interaksi masyarakat dalam pengelolaan kawasan hutan
KHDTK Senaru.
METODE PENELITIAN
a. Lokasi dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di KHDTK di Desa Senaru, Kecamatan
Bayan, Kabupaten Lombok Utara, Provinsi Nusa Tenggara Barat
b. Alat dan Bahan
c. Metode Penelitian
-data, unit análisis
-cara pengambilan data
Sesuai dengan sifat kegiatannya yang berupa pengumpulan
informasi/data, maka kajian ini menggunakan pendekatan partisipatif.
-cara analisis data
dapat dilakukan dengan teknik triangulasi (pemeriksaan silang dari
berbagai perspektif). Tiga jenis triangulasi yang digunakan adalah:
Triangulasi peneliti, Triangulasi data dan Triangulasi metodologi.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil pelaksanaan FGD mendeskripsikan bahwa klasifikasi
tingkat kesejahteraan masyarakat terbagi atas tiga kelas yaitu kaya atau
sejahtera sebanyak 20%, sedang sebanyak 30 % dan miskin 50% hasil
ini diperoleh berdasarkan pandangan masyarakat dalam menilai
kriteria-kriteria yang disepakati kedalam kelaskelas yang sudah
disediakan. Jika hasil ini dibandingkan dengan data desa yang terdapat
di dalam buku profil desa tahun 2010 ( data yang ada) maka
gambarannya secara substantif menunjukan kesamaan, dimana dalam
profil tersebut juga disebutkan bahwa mayoritas masyarakat desa
senaru termasuk dalam kategori miskin. Dengan jumlah mencapai 76%
dari total penduduk sebanyak 2,017 kepala keluarga.
Dari pelaksanaan FGD, juga terungkap sumbersumber utama
penghidupan masyarakat didesa senaru, secara umum terungkap bahwa
sumber utama penghidupan masyarakat desa senaru terletak pada
sektor pertanian, kemudian di ikuti oleh sektor barang dan jasa seperti
pedagang, guide, porter dan pengusaha-pengusaha baik hotel maupun
restoran. Hal tesersebut sejalan dengan apa yang tertuang didalam
dokumen administrasi desa yang menyebutkan bahwa sebagaian besar
masyarakat desa senaru bekerja di sektor pertanian baik jadi petani
maupun buruh tani.
Jika dilihat dari jenis tanaman pada penggunaan lahan di
KHDTK Senaru yang umumnya sering ditemukan berdasarkan
pengamatan di lokasi penelitian yaitu dari jenis tanaman keras/kayu-
kayuan seperti Sengon (Pharaseriantes falcataria), Dadap (Erytrhina
variegata), Mahoni (Switenia macrophylla) dan jenis tanaman buah-
buahan/MPTs seperti kakao (Theobroma Americana), kopi (Coffea
robusta)dan alpukat (Persea Americana). Dari informasi yang
diperoleh, terungkap bahwa masyarakat yang mengelola lahan dengan
pola agroforestri umunya menanam jenis tanaman kayukayuan dan
jenis MPTs, yang secara tidak langsung telah memberikan manfaat
ekonomi bagi mereka sekaligus juga dapat mempertahankan
kelestarian kawasan hutan yang ada.
a. Masalah teknis
Dari pelaksanaan transek terungkap beberapa permasalahan yang
selama ini dirasakan cukup membebani para petani, seperti adanya
serangan hama pada tanaman baik berupa serangan hama monyet
maupun penyakit tanaman yang sering disebut sebagai penyakit busuk
buah, kejadian ini dirasakan sangat mengganggu masyarakat karena
dapat menurunkan produksi tanaman mereka. Disisi lain masyarakat
yang menjadi petani pengggarap kurang memiliki pengetahuan tentang
bagaimana mengantisipasi hama tersebut. Apa lagi di desa ini intesitas
penyuluh yang datang agak kurang.
b.Masalah Nonteknis
Sampai saat ini kejelasan wilayah pegelolaan masih menjadi persoalan
tersendiri bagi masyarakat dan dinas kehutanan. Saat ini masyarakat
telah membangun tempat tinggal tepat di dalam wilayah KHDTK
Senaru. Berdasarkan informasi yang ada, masyarakat yang tinggal
dikawasan tersebut dari dulu bermukim disana. Bahkan sejak sebelum
kemerdekaan. Sehingga mereka merasa memiliki wilayah tersebut.
Disisi lain pemerintah juga mengakui bahwa tanah yang ditempati
masyarakat tersebut merupakan bagian dari kawasan hutan yang
dikuasai oleh Negara. Sehingga benturanpun kerap tidak dapat
dihindarkan antara masayarakat dengan pemerintah.

KESIMPULAN
Mayoritas sumber penghidupan masyarakat desa senaru terletak pada
sektor pertanian kemudian di ikuti oleh sektor-sektor lainnya, sebagian besar
masyarakat senaru juga masih termasuk dalam kategori miskin. Hal ini
megindikasikan bahwa tingkat ketergantungan masyarakat desa senaru terhadap
sumberdaya alam masih cukup tinggi.
Pola interkasi masyarakat desa senaru dibangun dengan menggunakan
pendekatan agroforestry, hal ini dapat dilihat dari bentuk penggunaan lahan yang
memadukan berbagai jenis tanaman, baik tanaman hutan dengan tanaman MPTS
yang lebih produktif dalam suatu areal garapan. Dengan harapaan bahwa pola-
pola ini dapat memberikan nilai ekonomi lebih bagi mereka. Meskipun demikian
permasalahan juga tidak lepas dari kehidupan masayarakat desa senaru, mulai dari
konflik sumberdaya hutan, sampai pada keterbatasan kapasitas dan SDM dalam
mengelola lahan garapan.

C.) Pustaka 3
PENDAHULUAN
a. Latar belakang
Kawasan Hutan dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Senaru, merupakan
suatu kawasan hutan yang dikhususkan untuk tujuan pendidikan di Nusa
Tenggara Barat. Secara administrasi KHDTK Senaru terletak di Desa
Senaru, Kecamatan Bayan Kabupaten Lombok Utara. Hutan Senaru
ditetapkan berdasarkan SK Menteri Pertanian Nomor :
765/KPTS/UM/10/82 status sebagai hutan produksi dengan luas 225,7 ha.
Kawasan ini sudah dikukuhkan menjadi hutan pendidikan diserahkan
pengelolaannya kepada Universitas Mataram berdasarkan Surat
Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : SK.392/Menhut-II/2004, tanggal
18 Oktober 2004.
Dalam praktiknya, pengelolaan KHDTK Senaru masih menghadapi
beberapa peramasalahan dan tantangan. Salah satu yang menonjol adalah
terkait dengan ketidakpastian dalam penanganan pelanggaran yang
dilakukan oleh para pihak, baik oleh masyarakat, maupun pihak lain.
Pelanggaran yang dilakukan oleh masyarakat antara lain : (1) pendirian
rumah mukim dan tempat-tempat usaha di dalam hutan, (2) penebangan
illegal dan perambahan lahan untuk budidaya tanaman, (3) tata batas
kawasan hutan, yang diklaim bukan termasuk kawasan KHDTK Senaru.
Selain itu pelanggaran juga dilakukan oleh pihak lain, yaitu adanya
pendirian pondok wisata oleh penduduk asing, dan perluasan areal tanam
HTI memasuki KHDTK (Markum, 2016).
b. Kerangkan Masalah
(1) Bolehkah Universitas Mataram, dalam hal ini Prodi Kehutanan Unram
langsung bertindak sendiri jika terjadi pelanggaran oleh para pihak, atau
hal ini masih menjadi kewenangan KPH Rinjani Barat dan Dinas
Kehutanan Provinsi NTB ?
(2) Peran dan tugas apa saja yang perlu dideskripsikan dengan jelas,
antara Dinas Provinsi NTB, KPHL Rinjani Barat, dan masyarakat dalam
penindakan terjadinya pelanggaran ?
(3) Bagaimana seharusnya SOP di susun, apa saja yang perlu dirumuskan
di dalamnya?
c. Tujuan
(1) Untuk Mengetahui permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan
KHDTK Senaru
(2) Untuk Melakukan analaisis kebijakan dalam urusan pengelolaan,
pengamanan dan pengawasan hutan di KHDTK Senaru,
(3) Untuk Merumuskan instrumen untuk pengelolaan, pengamanan dan
pengawasan hutan di Hutan Pendidikan Unram di Senaru.
d. Manfaat
(1) Mengetahui permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan KHDTK
Senaru (2) Melakukan analaisis kebijakan dalam urusan pengelolaan,
pengamanan dan pengawasan hutan di KHDTK Senaru,
(3) Merumuskan instrumen untuk pengelolaan, pengamanan dan
pengawasan hutan di Hutan Pendidikan Unram di Senaru.

TINJAUAN PUSTAKA
Masyarakat sebenarnya memahami pentingnya konservasi, tetapi karena
luas lahan garapan yang ada relatif kecil (0,5 – 1 ha), maka petani berusaha
memanfaatkan lahan yang ada untuk mendapatkan penghasilan yang cukup.
Pilihan petani adalah lebih kepada tanaman yang memberikan manfaat ekonomi
dan sifatnya jangka pendek. Maka tanaman yang banyak dimanfaatkan adalah
tanaman buah-buahan dan MPTs lain, seperti nangka, alpukat, kopi, cokelat dan
pisang. Masalah yang ada adalah, Senaru yang sejak tahun 1990-an di rencanakan
untuk pusat pengembangan gaharu di NTB khususnya dan Indonesia pada
umumnya, saat ini tanaman tersebut tinggal puluhan pohon saja

METODE PENELITIAN
a. Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian di Hutan Pendidikan Unram Senaru (KHDTK
Senaru), di Desa Senaru, Kecamatan Bayan, Kabupaen Lombok
Utara. Waktu penelitian dilakukan pada bulan Oktober 2017.
b. Alat dan Bahan
c. Metode Penelitian
-data,unit análisis
Metode yang digunakan adalah kaji dokumen dan survei.
-cara pengambilan data
Teknik pengumpulan data menggunakan tiga cara yaitu (a) Kaji
Dokumen, (b) observasi lapangan, (c) Focus Group Discussion
(FGD), dan (c) Rountable Discussion.
-cara análisis data
Analisis data dilakukan dengan uraian deskriptif, mengacu pada
pertanyaan kunci yang telah disusun.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Status ijin Kawasan Hutan dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Senaru


Unram, merupakan suatu kawasan hutan yang dikhususkan untuk tujuan
pendidikan di Nusa Tenggara Barat. Secara administrasi KHDTK Senaru terletak
di Desa Senaru, Kecamatan Bayan Kabupaten Lombok Utara. Hutan Senaru
ditetapkan berdasarkan SK Menteri Pertanian Nomor : 765/KPTS/UM/10/82
status sebagai hutan produksi dengan luas 225,7 ha. Kawasan ini sudah
dikukuhkan menjadi hutan pendidikan diserahkan pengelolaannya kepada
Universitas Mataram melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor :
SK.392/MenhutII/2004, tanggal 18 Oktober 2004 (Ichsan et al. 2013). Dengan
telah diberikan ijin kepada Universitas Mataram, maka kewenangan urusan
pengelolaan menjadi tanggungjawab Universitas Mataram, dan pengelolaannya
dapat diserahkan kepada lembaga di bawah universitas seperti Unit Pengelolaan
Teknis (UPT) Universitas, fakultas, atau lembaga penelitian.
Dari aspek sosial, faktor-faktor yang mempengaruhi masalah tata
kelola lahan di Senaru adalah 1) Kondisi penduduk di sekitar kawasan hutan yang
sebagian besar miskin, sangat tergantung pada sumber daya hutan, sehingga
memiliki desakan kuat untuk memanfaatkan sumber daya hutan, 2) Masyarakat
sebenarnya memahami pentingnya konservasi, akan tetapi karena desakan
kebutuhan rumah tangga mendorong perilaku eksploitatif, memprioritaskan lahan
garapan untuk menghasilkan nilai ekonomi, 3) Masih berlangsungnya praktik
pemindahan tangan lahan ke orang lain, pengambilan kayu dan pengelolaan lahan
yang belum memperhatikan prinsip-prinsip kelestarian, 4) Kelembagaan lokal
yang ada tidak berjalan dengan efektif, dan 5) klaim atas tata batas wilayah Hutan
Pendidikan Unram di Senaru, dikarenakan belum tersosialisasinya batas-batas
yang jelas oleh masyarakat termasuk oleh para pihak di luar Unram.
KHDTK Senaru telah jelas peruntukannya sebagai hutan pendidikan,
maka orientasi pengelolaannya adalah sebagai wadah pendidikan, pelatihan,
penelitian dan pengembangan terkait dengan kelola kawasan hutan. Namun
karena kondisi hutan sudah tidak steril dari masyarakat, maka diperlukan langkah-
langkah khusus untuk pengelolaannya. Dengan demikian, konsep pendidikan
tidak lagi hanya bermuatan akademis, tetapi tentu menyangkut ruang yang lebih
luas termasuk pendidikan kepada masyarakat. Hubungan lembaga universitas
dengan masyarakat dapat dikembangkan skema kemitraan yang tentu harus diikat
dengan ketentuan-ketentuan yang jelas antara pihak pemegang ijin dengan
masyarakat.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa (1) bentuk-


bentuk permasalahan yang terjadi di kawasan KHDTK Senaru antara lain adalah
terjadinya pemindah tangan hak kelola masyarakat, sistem tata kelola yang hanya
mementingkan hasil ekonomi, dan ada indikasi pelanggaran tata batas oleh HTI
PT Sadhana Arief Nusa,
(2) Sebagai pemegang ijin KHDTK Senaru, Universitas Mataram
memiliki hak untuk mengatur urusan tata kelola hutan, dalam hal pemanfaatan,
pengawetan, perlindungan hutan. Termasuk adalah bagaimana mengatur skema
hubungan kerjasama dengan para pihak terkait pengelolaan hutan, sebatas tidak
merubah fungsi hutan dimaksud;
(3) sebagai tindak lanjut untuk mencapai tujuan tata kelola hutan
pendidikan unram yang baik di masa akan datang, maka diperlukan beberapa
instrumen pendukung yaitu : organisasi pelaksana, penetapan tata batas kawasan,
rencana pengelolaan, business plan, kesepakatan kerjasama dengan masyarakat,
SOP dan rambu-rambu pengawasan dan pengamanan hutan.

D.) Pustaka 4
PENDAHULUAN

a. Latar Belakang
Tanaman bambu merupakan tanaman serbaguna yang telah dikenal sejak
lama. Pemanfaatan bambu sebagai bahan bangunan dapat dilihat dari
keberadaan jembatan bambu yang biasa digunakan oleh masyarakat
pedesaan. Selain jembatan, bambu juga digunakan untuk membuat rangka
atap dan dinding bangunan. Namun demikian seiring dengan
berkembangnya teknologi, penggunaan bambu sebagai bahan bangunan
mulai ditinggalkan, peran bambu digantikan dengan besi, aluminium, dan
baja yang membuat bangunan terlihat lebih modern. Bambu tumbuh
secara alami dan berumpun di kawasan hutan Indonesia, tak terkecuali di
daerah Lombok, Nusa Tenggara Barat.. Bambu biasanya digunakan
sebagai bahan pembuatan berugak, kerajinan, mebel, dan berbagai
souvenir khas daerah. Pengetahuan tentang kondisi tempat tumbuh,
pertumbuhan dan ciri morfologi masingmasing bambu juga penting,
karena perbedaan tempat tumbuh akan mempengaruhi sifat dan kualitas
dari bambu tersebut. Keberadaan bambu di KHDKT Senaru tidak
dimanfaatkan masyarakat dengan bijak, bambu dianggap mengganggu
karena perawakannya seperti semak dan memakan lahan yang digunakan
untuk tanaman masyarakat. Sebagian masyarakat bahkan memusnahkan
tanaman bambu dengan cara membakar bambu agar lahan menjadi bersih
dan dapat digunakan untuk budidaya tanaman lain. Hal ini terjadi karena
kurangnya pengetahuan masyarakat tentang jenis dan sifat-sifat bambu
yang ada di sekitar mereka, sehingga tidak bisa memanfaatkan bambu
dengan baik. Penelitian tentang sifat bambu telah banyak dilakukan,
namun hingga saat ini belum ada data mengenai jenis bambu apa saja
yang tumbuh di KHDTK Senaru dan seperti apa karakteristik dari setiap
jenis tersebut. Oleh karena itu penelitian mengenai jenis dan karakteristik
sifat bambu yang tumbuh di KHDTK Senaru dirasa penting untuk
dilakukan
b. Kerangka Masalah
- jenis morfologi bambu yang ada KHDTK senaru?
- Bagaiman sifat fisika yang pada setiap jenis bamboo yang ada di
KHDTK senaru?
c. Tujuan
Penelitian karakteristik dan jenis bambu ini dilakukan untuk mengetahui
dengan jelas morfologi dan sifat fisika setiap jenis bambu yang tumbuh di
Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Senaru, karena belum
ada data tentang jenis dan kualitas bambu yang terukur di daerah ini.
d. Manfaat
Mengetahui dengan jelas bagaimana karakteristik dan morfologi bambu
yang tumbuh di KHDTK senaru

TINJAUAN PUSTAKA
Masyarakat mengenal bambu karena memiliki beberapa keunggulan dari
segi manfaat (furniture, konstruksi bangunan ringan, kerajinan) dan harganya
lebih murah bila dibandingkan dengan kayu. Jenis-jenis bambu didunia jumlahnya
cukup banyak sekitar 1000 jenis bambu dimana 60 jenis bambu terdapat di
Indonesia (Widdjaya, 2001)/ Bagi masyarakat yang hidup di daerah sekitar hutan,
keberadaan bambu di dalam hutan sangat membantu. Keterbatasan pemanfaatan
kayu karena adanya larangan penebangan pohon menjadikan bambu sebagai salah
satu alternatif bahan pengganti kayu (Wulandari,2011)
Menurut Wulandari (2014), definisi kadar air bambu merupakan indikator
banyaknya air dalam sepotong bambu yang dinyatakan sebagai persentase dari
berat kering tanurnya (Wulandari, 2014). Bervariasinya kadar air bambu dalam
suatu batang dipengaruhi oleh umur, musim, pemanenan dan jenis bambu (Basri
et.al, 2006).
Rerata berat jenis kering tanur bambu di kawasan KHDTK Senaru nilai
terendah pada bambu galah sebesar 0,61 dan yang tertinggi pada bambu ampel
sebesar 0,84. Berat jenis yang bervariasi disebabkan perbedaan morfologi,
anatomi dan jenis bambu (Pujirahayu, 2012). Berat jenis dan kadar air segar
memiliki hubungan berbanding terbalik yaitu apabila kadar air rendah maka berat
jenis tinggi hal ini disebabkan karena penyusutan pada batang bambu dipengaruhi
diameter maupun ketebalan dindingnya (Prayitno, 2008). Nilai Berat jenis pada
bambu pada Kawasan KHDTK Senaru termasuk rendah sehingga dapat
dimanfaatkan sebagai masyarakat bahan kerajinan anyaman, mainan hingga
konstruksi ringan dengan pemakaian yang singkat (Manuhawae, 2006

METODE PENELITIAN

a. Lokasi dan waktu penelitian


Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei September 2017di KHDTK
Senaru, Pengujian Sifat Fisika dilakukan di Laboratorium Silvikutur
dan Teknologi Hasil Hutan, Prodi Kehutanan Universitas Mataram.
b. Alat dan bahan
c. Metode penelitian
-data, unit analisis
-cara pengambilan data
Teknik pengambilan data penelitian melalui 2 tahap, yaitu:
1.Penelitian Pendahuluan, Inventarisasi dilakukan dengan metode
sensus untuk mengetetahui jenis dan lokasi rumpun bambu.
2. Pengamatan morfologi bambu dilakukan dengan metode deskriptif.
-cara analisis data
Data hasil pengamatan dianalisis secara deskriptif.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Bambu merupakan tanaman yang paling banyak dan tersebar merata di KHDTK
SEnaru. Tanaman bambu di daerah ini dapat ditemui di seluruh bagian kawasan,
baik di sisi timur maupun di sisi barat. Hasil survey menunjukkan bahwa terdapat
enam jenis bambu yang tersebar di KHDTK Senaru, yaitu jenis bambu ampel
(Bambusa vulgaris Schrad. ex J.C), Kuning (Bambusa vulgaris var. striata),
Santong (Gigantochloa atter (Hassk.) Kurz ), Petung (Dendrocalamus asper
(Schult. f.) Backer ex Heyne), Tali (Gigantolochloa apus Kurz), dan Bilis. Bambu
kuning hanya dijumpai sebanyak dua rumpun dan tersebar pada bagian barat
kawasan, dengan lokasi tempat tumbuh di tebing dan di tanah kebun.

KESIMPULAN

Hasil survey menunjukkan bahwa terdapat enam jenis bambu yang


tersebar di KHDTK Senaru, yaitu jenis bambu ampel (Bambusa vulgaris Schrad.
ex J.C), Kuning (Bambusa vulgaris var. striata), Santong (Gigantochloa atter
(Hassk.) Kurz ), Petung (Dendrocalamus asper (Schult. f.) Backer ex Heyne), Tali
(Gigantolochloa apus Kurz), dan Bilis. Bambu kuning hanya dijumpai sebanyak
dua rumpun dan tersebar pada bagian barat kawasan, dengan lokasi tempat
tumbuh di tebing dan di tanah kebun.
E.) Pustaka 5
PENDAHULUAN
a. Latar belakang
An earthquake is considered a natural disaster when its adverse impacts affect
human beings directly or indirectly. However, these impacts can be positive as
well as harmful. Examples of positive impacts are increased solidarity,
cooperation, and tolerance. Simultaneously, negative impacts can occur in the
material, physical, environmental and psychological disadvantages (Koresawa,
2009).
Furthermore, it is essential to carry out this study relating to changes in
vegetation covers, diversity, and carbon storage to get the real condition and
information. In this way, the KHDTK Senaru managers can develop new policies
and scenarios after the earthquake to overcome problems and prevent the
expansion of changes caused by earthquakes directly or anthropogenic
activities and decrease the ecological function of KHDTK Senaru. Therefore, the
objectives of this study are to assess (1) changes in vegetation cover using NDVI
Method in Arc GIS 10.3 tools, (2) vegetation diversity using IVI, Species Diversity
Index (Shannon-Weiner H’), Species Richness Index (d Margalef) and Species
Evenness index (Pielou E') and (3) changes in carbon storage before and after
the earthquake using the allometric equation in KHDTK Senaru.
b. Kerangka masalah
- Bagaimana akibat gempa yang terjadi?
- Bagaimana kondisi tutupan lahan setelah terjadi gempa?
c. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menilai
(1) Perubahan penggunaan tutupan vegetasi Metode NDVI pada alat Arc
GIS 10.3
(2) Keanekaragaman vegetasi menggunakan IVI, Species Indeks
Keanekaragaman (Shannon-Weiner H’), Indeks Kekayaan Spesies (d
Margalef) dan Indeks Kemerataan Spesies (Pielou E')
(3) Perubahan penyimpanan karbon sebelum dan sesudah
gempa dengan menggunakan alometrik persamaan di KHDTK Senaru.
d. Manfaat
e.
TINJAUAN PUSTAKA
We used Arc GIS 10.3 tools with satellite imageries materials such as the
Landsat 5 and Landsat 8 to monitor and analyze vegetation cover changes
(Tampubolon & Yanti, 2015; Ashazy & Cahyono, 2013).
The above-ground biomass carbon storage was analyzed using an
allometric equation (Hairiah, 2018; Agus, Hairiah, Mulyani, & Centre, 2011), and
carbon stored in the soil. It was determined by multiplying the soil's depth by the
density of the soil using Excel software and the percentage of C-organic obtained
from laboratory measurements using the spectrophotometer method based on
BSN (2014) and SNI 7724 (2011).
The management scenarios, land area, and vegetation density significantly
influenced the vegetation cover. Vegetation cover in one area has an impact on carbon
sequestration in the area. The densely covered area sequesters a tremendous amount of
carbon. If the vegetation cover is sparse, the carbon storage is also low. Arifanti,
Dharmawan, & Wicaksono (2014) stated that the primary forest with dense vegetation
cover has higher biomass and carbon storage than sparse vegetation cover. Therefore,
the denser the vegetation cover, the bigger the carbon storage it has. Based on the
Landsat imagery analysis, the moderate vegetation cover dominated KHDTK Senaru with
122.46 Ha or around 54.26% of the total area of KHDTK Senaru in 2013. From the whole
area of the KHDTK Senaru, around 94.86 Ha (42.03%) was very densely vegetated, while
8.37 Ha (3.71%) was sparsely vegetated. In 2018 before the earthquake, there was a
decrease of 3.57% area with very dense vegetation. Meanwhile, an increase was
observed for moderately and sparsely vegetated by 2.38% and 1.19%, respectively,
compared to the 2013's condition. A further decrease in the total area was recorded for
the very dense and moderate categories, around 1.74% and 2.06%, respectively, before
the earthquake. Meanwhile, the sparse category area increased by 3.79% due to
changes in dense and moderate areas.
METODE PENELITIAN
a. Lokasi dan waktu penelitian
This research was conducted in the Forest Area for the Specific Purpose of
Senaru from October 2018 to February 2019. Administratively, it is located in
Senaru Village, Bayan Subdistrict, North Lombok District, West Nusa
Tenggara Province.
b. Alat dan bahan
Some of the equipment used in this study consisted of (i) handheld GPS for
navigating the system of object location, (ii) hagameter for measuring tree height, (iii)
Phi band for measuring tree diameter at the breast height (1.3 m), or 20 cm above
the buttress, (iv) compass and rope for setting plot angle and plot area, (v) analytic
scales for measuring the wet (fresh) weight of soils, litter and understory, the oven-
dry weight of forest litter and understory samples, and air dry weight of soil samples,
(vi) oven for drying forest litter and understorey samples, and (vii) plastic bags for
storing the soils, forest litter, and understorey samples.
c. Metode penelitian
-data, unit analisis
-cara pengambilan data
We used Arc GIS 10.3 tools with satellite imageries materials such as the
Landsat 5 and Landsat 8 to monitor and analyze vegetation cover changes
(Tampubolon & Yanti, 2015; Ashazy & Cahyono, 2013).
-cara analisis data
computer with Excel Programme and Arc GIS 10.3.
HASIL DAN PEMBAHASAN
idered to have contributed to the changes in vegetation cover. In the very dense
category, the vegetation cover decrease is due to soil structure aggregate
instability, leading to reduced soil organic matter. In contrast, there was an
increase in soil organic matter that affected the soil aggregate stability in areas
with moderately and sparsely vegetated categories. Siringoringo (2014) suggested
that the increase in soil organic matter and soil biota supports pedological
development (soil formation, characteristics, and distribution), which contributes
to soil stabilization from destructive disturbance, creating lanes for a higher
infiltration rate. Besides, soil organic matter determines biological activities that
significantly influence available water capacity, gas exchange, root growth, and
nutrients stability (Hairiah, 2018; Quesada et al., 2019). The land cover changes
resulted from tectonic plate movements that directly affected the vegetation
community dynamic in KHDTK Senaru. The size of the KHDTK Senaru area disturbed by
earthquakes was 8.55 Ha or 3.78% of all areas, and there were 4 (four) plots, namely
plots 13, 18, 28, and 29 (totally 0.16 Ha) were also disturbed. It is also emphasized by
Pugnaire et al. (2019), who stated that earthquakes could cause changes in water
moisture regime and temperature, and forest species succession with the diversity in
the biomass quantity and quality returned to the soil. Earthquakes can also change the
canopy cover, causing soil erosion and influencing soil carbon at the surface (Song et al.,
2019). Figures 4 and 5 present the vegetation map cover changes in KHDTK Senaru and
changes in vegetation KHDTK Senaru.

KESIMPULAN

This study discussed vegetation cover changes, diversity, and carbon storage in KHDTK
Senaru during a threetime scale (2013, 2018, before the earthquake, and 2018 after the
earthquake). The dense category of vegetation cover decreased by 3.57% from 2013 to
2018 before the earthquake and decreased further to 1.74% after the earthquake. The
moderate category fluctuated from an increase of 2.38% between 2013 and 2018 before
the earthquake to a decrease of 2.06% after the earthquake. Meanwhile, the sparse
area increased by 3.79% from 2018 before and after the earthquake. The vegetation
diversity in KHDTK Senaru, regardless of the year studied (2013 and 2018), was low as
indicated by the H' and d-margalef values, which fall under the low category. The carbon
storage fluctuated in each time scale (84.35 tons/ha in 2013; 89.09 tons/ha in 2018
before the earthquake; 79.91 tons/ha). The 6.49% decrease in carbon stock from 2018
before the earthquake to 2018 after the earthquake primarily occurred at the tree level.
This research implies that, by assessing the changes in vegetation covers, diversity, and
carbon storage, the managers can detect what kind and the size of the damage, the
location, and the causes of damage. Therefore, managers can develop wellinformed
policies and scenarios after an earthquake to prevent the expansion of changes either
caused by earthquakes directly or by anthropogenic activities.

Anda mungkin juga menyukai