Abstract. Perubahan iklim global pada dekade terakhir ini terjadi karena terganggunya
keseimbangan energi antara bumi dan atmosfer akibat meningkatnya konsentrasi gas rumah
kaca (GRK), antara lain karbondioksida (CO 2) yang menyebabkan terjadinya pemanasan
global. Untuk menurunkan dampak dari pemanasan global ini adalah dengan upaya mitigasi,
yaitu berupa upaya untuk menstabilkan konsentrasi CO di atmosfer yang salah satunya dengan
cara adalah dengan melakukan pengukuran karbon yang tersimpan pada tanaman untuk
mengetahui kemampuan tanaman dalam menyerap CO2 dan menyimpannya ke dalam organ-
organ pohon (daun, cabang, batang dan akar). Sengon adalah salah satu jenis tanaman yang
tergolong cepat pertumbuhannya sehingga menyerap karbon lebih besar. Penelitian ini
dilakukan pada lahan agroforestri di Kampung Della Distrik Selemkay Kabupaten Tambrauw
Papua Barat. Tujuan penelitian adalah (1) mengestimasi biomassa dan potensi karbon
tersimpan tegakan sengon dan (2) mengetahui persamaan alometrik biomassa untuk menduga
potensi karbon tersimpan tegakan sengon pada tipe lahan agroforestri. Pengukuran biomassa
dilakukan dengan metode destructive pada 2 pohon contoh dengan diameter 32 cm dan 12 cm.
Komponen biomassa yang diukur adalah bagian atas tanah (above ground biomass) yaitu
batang, cabang, ranting dan daun. Uji laboratorium dilakukan untuk mengetahui berat kering
biomassa. Dari hasil tersebut dibuat model alometrik untuk menduga persediaan karbon.
Persamaan terbaik dipilih dengan menggunakan analisis regresi berdasarkan nilai R-Sq
tertinggi. Hasil penelitian pada tegakan sengon menunjukan bahwa adanya perbedaan
kandungan karbon pada bagian-bagian pohon (batang, cabang, ranting dan daun). Kandungan
karbon terbesar pada bagian batang dan terkecil pada bagian daun. Total kandungan karbon
adalah 0,3091 ton C/ha. Model pendugaan biomassa terpilih untuk tegakan sengon pada bagian
batang adalah W = 0,762 D 1,288, bagian cabang adalah W = 0,075 D 1,549, bagian ranting adalah
W = 0,011 D 1,948 dan bagian daun adalah W = -5,379 + 0,485 D. Sementara model terpilih
untuk total biomassa adalah W = 0,623 D 1,471.
PENDAHULUAN
Perubahan iklim global pada dekade terakhir ini terjadi karena terganggunya
keseimbangan energi antara bumi dan atmosfer akibat meningkatnya konsentrasi gas rumah
kaca (GRK), terutama karbondioksida (CO2 ). Indonesia sebagai negara penyumbang CO2
terbesar ketiga di dunia (Wetland Internasional , 2006), dengan emisi CO 2 rata-rata per tahun
3000 Mt atau berarti telah menyumbangkan sekitar 10% dari total emisi CO 2 di dunia (Seputar
Indonesia, 24 Maret 2021).
Jumlah cadangan karbon antar lahan berbeda-beda, tergantung pada keanekaragaman dan
kerapatan tumbuhan yang ada, jenis tanahnya serta cara pengelolaannya. Penyimpanan karbon
pada suatu lahan menjadi lebih besar bila kondisi kesuburan tanahnya baik, karena biomassa
pohon meningkat, atau dengan kata lain cadangan karbon di atas tanah (biomassa tanaman)
ditentukan oleh besarnya cadangan karbon di dalam tanah (bahan organik tanah). Untuk itu
pengukuran banyaknya karbon yang disimpan dalam setiap lahan perlu dilakukan.
Sehubungan dengan perubahan iklim, sistem agroforestri diperkirakan memiliki potensi
tinggi dalam penyerapan karbon di atmosfer. Peran agroforestri dalam mempertahankan
cadangan karbon di daratan masih lebih rendah bila dibandingkan dengan hutan alam, tetapi
sistem ini dapat merupakan suatu tawaran yang dapat memberikan harapan dalam
meningkatkan cadangan karbon pada lahan-lahan terdegradasi (Widianto et al.,2019).
Jenis tanaman berkayu yang cepat tumbuh dapat menyerap karbon lebih besar
dibandingkan tanaman yang lambat tumbuh. Dipilihnya sengon dalam penelitian ini karena
selain cepat tumbuh, pohon sengon juga dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah termasuk
tanah kering, tanah lembab dan bahkan di tanah yang mengandung garam dan asam selama
drainasenya cukup (Soerianegara dan Lemmens, 1993). Selain itu daunnya yang mudah rontok
dapat meningkatkan kesuburan tanah dan berfungsi untuk memasak makanan dalam proses
fotosintesis sekaligus sebagai pengisap Nitrogen (N) dan Karbondioksida (CO 2) dari udara
bebas. Dengan sifatnya yang demikian maka proses fotosintesis akan lancar dan dapat
menyerap CO2 lebih banyak dari pohon pada umumnya. Disamping itu juga, sengon banyak
diminati oleh masyarakat karena perawatannya mudah dan harga jualnya tinggi.
Dari latar belakang diatas maka permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah ;
Bagaimana penghitungan biomassa, Bagaimana model matematika yang ideal untuk menduga
persediaan karbon tegakan sengon pada lahan agroforestri. Penelitian ini bertujuan untuk ;
Mengestimasi biomassa dan potensi karbon tersimpan tegakan sengon pada lahan agroforestri.,
Mengetahui persamaan allometrik biomassa dan potensi karbon tersimpan tegakan sengon pada
lahan agroforestri.
Hasil penelitian ini diharapakn memeberikan manfaat sebagai bahan informasi kepada
petani atau masyarakat yang melakukan praktek Pemanfaatan lahan dengan teknik agroforestri,
akademisi dan peneliti mengenai nilai estimasi biomassa dan potensi cadangan karbon pada
lahan agroforestri dan kepada instansi terkait dalam rangka merumuskan kebijakan tentang
estimasi nilai karbon di lahan agroforestri serta Sebagai sumber pengetahuan baru yang lebih
spesifik tentang metode penghitungan biomassa dan pengukuran cadangan karbon pada tipe
lahan agroforestri.
3
Sumber Data
Data Primer merupakan data yang diperoleh secara langsung di lapangan melalui
pengukuran, pengamatan, perhitungan, pencatatan dan wawancara dengan pihak-pihak terkait
yang berhubungan dengan objek yang diteliti. Data primer yang diperoleh meliputi data
tegakan berupa diameter dan tinggi pohon sampel, volume pohon, berat basah total tiap bagian
pohon sampel dan berat kering.
Data sekunder merupakan data penunjang penelitian berupa kondisi umum lokasi dan
data lain yang diperlukan. Data sekunder diperoleh dari instansi terkait ataupun hasil studi pada
Fakultas Kehutanan yang ada kaitannya dengan penelitian ini.
40 m
Ket :
= Jalur Inventarisasi
4
Inventarisasi
Setelah menentukan dan membuat plot sampel, maka dilakukan inventarisasi untuk
mendapatkan data dan informasi yang tepat mengenai tegakan sengon sesuai dengan keadaan
di lapangan. Seluruh tegakan sengon (semai, tiang, pancang, dan pohon) yang berada pada plot
sampel diukur dengan menggunakan pita ukur. Kegiatan inventarisasi dilakukan pada plot
penelitian yang sudah dibuat.
a. Pengukuran Diameter Pohon
Pengukuran diameter pohon dilakukan pada seluruh pohon yang masuk dalam plot
sampel dengan menggunakan pita ukur atau meteran. Pengukuran dilakukan setinggi dada
(±1,3 m dari permukaan tanah). Pada pohon yang letaknya berada di lereng bukit dilakukan
pengukuran setinggi 1,3 m dari permukaan lereng bagian atas. Pada pohon bercabang sebelum
ketinggian 1 ,3 m dilakukan pengukuran diameter pada semua cabang yang ada pada
ketinggian 1,3 m dari permukaan tanah. Dan pada pohon yang berbanir dilakukan pengukuran
diameter dengan ketinggian 0,5 m setelah banir.
b. Pengukuran Tinggi Pohon
Pengukuran tinggi pohon dilakukan sebanyak dua kali yaitu mengukur tinggi pohon
bebas cabang dan tinggi total pohon pada tegakan yang masuk dalam plot sampel dengan
menggunakan busur derajat (telah dimodifikasi) yang dihitung dengan rumus trigonometri
sederhana. Pengukuran bebas cabang dilakukan pada pohon berdiri dari permukaan tanah
sampai dengan cabang pertama pohon tersebut. Sedangkan pengukuran tinggi pohon total
dilakukan dari permukaan tanah sampai dengan tajuk tertinggi dari pohon tersebut.
D = B x Tan A + C
Dimana :
D = tinggi objek
B = Jarak objek terhadap pengam
Tan =Tangen
A = sudut puncak objek terhadap pengamat
C = tinggi pengamat
Penebangan pohon
5
Panjang
Diameter Ujung
Diameter Pangkal
Rumus yang digunakan untuk menghitung volume tiap segmen adalah rumus Smallian,
yaitu :
V= ( lbdsp+2 lbdsu ) x L
Dimana :
lbdsp = luas bidang dasar pangkal (¼Πdp2)
lbdsu = luas bidang dasar ujung (¼Πdu2)
L = panjang segmen
Π = 3,14
Volume total = V1 + V2 + V3+ ……………+ Vn
Pengambilan sampel
Pembagian fraksi pohon contoh dilakukan untuk memisahkan bagian-bagian biomassa
batang, cabang, ranting dan daun. Namun ditambahkan pengkelasan diameter batang, cabang
dan ranting agar pengambilan sampel untuk analisa laboratorium lebih terwakili. . Semua
bagian pohon contoh diambil kecuali akar karena membutuhkan waktu yang lama serta biaya
6
dan tenaga yang besar. Setelah pohon ditebang sedekat mungkin dengan permukaan tanah,
kemudian dibagi menurut bagian-bagiannya antara lain batang utama, cabang, ranting dan
daun.
Cara pengambilan sampel untuk bahan uji di laboratorium menurut Elias (2010) dalam
Purwitasari (2011) adalah :
1) Sampel batang utama diambil dari ujung, pangkal dan bagian tengah dengan membuat
potongan melintang setebal ± 5 cm.
2) Sampel batang cabang diambil dari cabang besar, sedang dan kecil yang diameternya ≥ 5
cm. sampel diambil dengan cara membuat potongan melintang batang cabang setebal ± 5
cm
3) Sampel ranting diambil dari ranting besar, sedang dan kecil yang panjangnya di potong-
potong menjadi bagian ranting-ranting sepanjang ± 20-30 cm. setiap sampel beratnya ± 1
kg
4) Sampel daun diambil dari daun-daun yang telah dicampur ± 1 kg sebagai sampel
SNI Pengukuran Cadangan Karbon mensyaratkan minimal 250 gr sub-sampel yang diambil.
Cabang, contoh uji diambil dengan cara memotong cabang besar, sedang dan kecil
kemudian membuat potongan melintang batang setebal ± 5 cm.
Ranting, contoh uji diambil dengan cara memotong ranting besar, sedang dan kecil
yang panjangnya 20-30 cm.
20 – 30 cm
Daun, pengambilan contoh uji diambil secara acak sebesar 250 g dari tiap-tiap pohon
yang ditebang.
Setelah berat basah dari masing-masing sub sampel sudah diketahui, maka selanjutnya
sub sampel dimasukan dalam kantung plastik dan diberi kode untuk dibawah ke laboratorium.
Analisa laboratorium
Sub sampel yang sudah ada ditimbang berat keringnya dalam oven sampai berat
konstan pada suhu 1050C selama 48 jam di laboratorium (Brown, 1997). Setelah itu sampel
didinginkan dengan desikator atau dibiarkan beberapa jam dalam oven. Penimbangan sub
sample harus dilakukan sesegera mungkin setelah keluar dari oven karena jika terlalu lama
dapat menyerap kelembaban dan menambah beratnya. Kemudian sampel ditimbang dengan
timbangan digital analitik dengan ketelitian minimal 2 desimal. Jumlah keseluruhan berat
kering dari semua komponen pohon umumnya dinyatakan dengan satuan kg (Brown, 1997).
penggunaan DBH sebagai penduga dan memberikan ruang untuk memilih model matematika
terbaik yang digunakan.
Pengolahan Data
Data-data yang diperoleh dari hasil pengukuran di lapangan terhadap objek sampel
penelitian selanjutnya dianalisis dengan prosedur-prosedur perhitungan yang tepat yaitu
menggunakan MS Excel atau SPSS.
2.5.1 Pengukuran Biomassa Pohon
Biomassa tiap organ pohon (batang, cabang, ranting dan daun) dihitung dengan rumus
sebagai berikut :
BS
Bo = x BBt
BBS
Dimana :
Bo = biomassa organ pohon (batang, cabang, ranting dan daun dalam kg)
BS = biomassa sampel/ berat kering konstan (gr)
BBS = berat basah sampel (gr)
BBt = berat basah total organ per pohon. Dalam hal ini berupa berat basah organ
daun (BBd), cabang (BBc) dan batang (BBb) (kg).
Biomassa total per individu pohon merupakan penjumlahan dari biomassa tiap-tiap
organ pohon yang dinyatakan dalam rumus :
Bt = Bd + Br + Bc + Bb
Dimana :
Bt = biomassa total untuk satu individu pohon (kg/ha)
Bd = biomassa organ daun (kg)
Br = biomassa organ ranting (kg)
Bc = biomassa organ cabang (kg)
Bt = biomassa organ batang (kg)
Untuk menduga biomassa pada tegakan sengon menggunakan metode destruktif dengan
menyusun persamaan allometrik. Biomasa pohon di hutan sekunder atau di lahan agroforestri
biasanya ditaksir dengan menggunakan rumus allometrik yang dikembangkan oleh Brown
(1997) :
Yk = a D b
Dimana:
Yk = Berat kering biomassa per pohon (kg)
D = Diameter setinggi dada (cm)
a dan b = Konstanta
V = ¼ π d2 t f
Dimana :
V = volume pohon (m³)
d = diameter setinggi dada (m)
t = tinggi pohon (m)
f = angka bentuk
Menurut hasil penelitian Bruto (2008) dalam Rachman (2009), angka bentuk pohon
sengon adalah 0,63.
Pendugaan model
Pembuatan model menggunakan software SPSS 16. Fungsi hubungan ini dibangun
melalui persamaan regresi sederhana. Data yang digunakan untuk membangun persamaan
biomassa dan kandungan karbon total pohon dan bagian-bagian pohon (batang, cabang, ranting
dan daun) adalah diameter dalam centimeter dan tinggi pohon dalam meter.
Model persamaan yang digunakan adalah model penduga biomassa dan kandungan
karbon yang hanya terdiri dari satu peubah saja :
Bentuk Pangkat (Power)
W = aDb dan C = aDb
Bentuk Linear
W = a + bD dan C = a + bD
Dimana :
W = Biomassa (kg/pohon)
C = Massa Karbon (kg C/pohon)
D = Diameter Pohon (cm)
a,b = Konstanta
Kedua model tersebut digunakan untuk menduga hubungan antara biomassa dan karbon
dengan diameter pohon sengon pada lahan agroforestri. Model persamaan terbaik biasanya
dilihat dar R2 tertinggi. Sementara analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif dan
penyajian dalam bentuk gambar (histogram, diagram pie dan lain-lain).
10
Pengukuran pohon dilakukan secara sensus pada lahan agroforestri seluas 3 ha yang
digunakan sebagai lokasi penelitian dengan intensitas sampling 100 %. Sesuai dengan data
tabel 3. dapat diketahui bahwa kerapatan tegakan sengon adalah 6 pohon/ha.
Dalam penelitian ini pohon sampel yang diambil adalah 2 pohon dengan perwakilan
dari ukuran diameter > 30 cm dan > 10 cm. Tinggi pohon diukur dengan cara mengukur
panjang pohon pada saat pohon direbahkan ke tanah setelah ditebang, sehingga kesalahan
tersebut dapat diusahakan seminimal mungkin.
Kelas
Diameter Kerapatan Volume Potensi
Diameter Tinggi (m)
(m) (N/ha) (m3) (m3/ha)
(cm)
>10 0,12 9,27 6 0,06601649 0,396098
>30 0,32 17 6 0,86091264 5,165475
Tabel 4 menunjukan potensi tegakan sengon pada lahan agroforestri. Berdasarkan hasil
pengukuran potensi tegakan sengon bertambah sejalan dengan besarnya diameter tegakan.
Potensi tegakan pada pohon dengan diameter 32 lebih besar yaitu 5,165475 m 3/ha dan diameter
12 lebih kecil yaitu 0,396098 m 3/ha. Hal ini disebabkan karena perbedaan diameter pada
pohon sampel, sehingga diduga semakin besar diameter maka semakin besar pula potensi
tegakannya.
11
Tabel 5 juga memperlihatkan proporsi biomassa tertinggi terdapat pada bagian batang.
Sebesar 67,43 % biomassa tanaman sengon terbesar terdapat pada bagian batang, kemudian
diikuti bagian cabang sebesar 15,47 %, bagian ranting sebesar 8,70 % dan terkecil pada bagian
daun sebesar 8,40 %.
Daun
Ranting 8,4 %
8,7%
Batang
Cabang 67,43 %
15,47 %
90 85.0405
80
70
60
50
40 Series 1
30
19.50616
20 10.98387 10.58526
10
0
batang cabang ranting daun
Organ batang memiliki kandungan biomassa terbesar yaitu 85,0405 kg/ha, kemudian
cabang 19,50616 kg/ha, ranting 10,98387 kg/ha dan daun 10,58526 kg/ha merupakan organ
pohon yang memiliki kandungan biomassa terkecil (Gambar 11). Dari hasil analisis tersebut
dapat diketahui bahwa kandungan biomassa mengalami penurunan mulai dari batang, cabang,
ranting sampai daun. Brown (1986) dalam Rachman (2009) menyebutkan bahwa biomassa tiap
komponen pohon menunjukan kecenderungan yang bervariasi secara sistematik dengan total
biomassa.
Biom assa (kg/ha)
80 66.3043
60
40
18.7362 16.003
20 9.56784 10.1436
3.50316 1.41603 0.44166
0
batang cabang ranting daun
ϴ 32 ϴ 12
No. Biomassa
Bagian pohon
Kg/pohon Kg/ha Ton/ha
1. Batang 85,0405 510,243 0,510
2. Cabang 19,50616 117,03696 0,117
3. Ranting 10,98387 65,90322 0,065
4. Daun 10,58526 63,51156 0,063
Total 0,755
13
Pada Tabel 9 disajikan kandungan karbon rata-rata tiap organ pohon tegakan sengon.
Dimana rata-rata karbon terbesar ada pada bagian batang sebesar 21,26013 kg C/pohon
kemudian diikuti bagian cabang, ranting dan paling terkecil daun sebesar 2,64632 kg C/pohon.
Dari data pada tabel 9 juga dapat diketahui bahwa kandungan karbon terbesar pada diameter 32
sebesar 51,00935 kg C/pohon. Sementara kandungan karbon pada diameter 12 sebesar
12,048515 kg C/pohon. Hal ini diduga karena diameter besar didominasi oleh kayu-kayu tua
sehingga kandungan karbonnya tinggi bila dibandingkan dengan diameter kecil yang kayunya
masih muda sehingga kandungan karbonnya rendah. Dapat dinyatakan bahwa kandungan
karbon akan meningkat seiring dengan bertambahnya diameter.
ranting daun
9% 8%
cabang
15%
batang
67%
Seperti halnya biomassa, organ batang memiliki kandungan karbon rata-rata terbesar
dengan persentase 67 % dan daun memiliki kandungan karbon rata-rata terkecil dengan
persentase 8 % (Gambar 13).
Histogram pada Gambar 14 menunjukan kandungan karbon terbesar pada bagian batang
yaitu 42,52025 kg C/ha dan bagian pohon yang memiliki kandungaan karbon terkecil ada pada
daun yaitu 5,29263 kg C/ha. Dari hasil analisis tersebut dapat diketahui bahwa kandungan
karbon mengalami penurunan dari batang, cabang, ranting dan daun. Hal ini diduga karena
daun tidak mengandung unsur kayu, sehingga kandungan karbon yang tersimpan pada daun
tidak banyak. Disamping itu hal ini terjadi karena pada masing-masing bagian pohon sengon
memang berbeda terhadap kandungan karbon yang terdapat didalamnya dan juga pada tiap-tiap
bagian pohon mempunyai kandungan penyusun kimia yang berbeda pula.
15
Karb on (kg/ h a)
33.152
40 15
30
20 4.7839
9.3681 8.0015 1.7515 0.7080
10 8 2 5.0718 0.2208
5 3
0
batang cabang ranting daun
Ɵ32 Ɵ12
Model persamaan yang digunakan untuk menduga hubungan karbon dengan diameteri
dapat dilihat pada Tabel 12. Sama halnya dengan model yang menghubungkan antara biomassa
dengan diameter , berdasarkan hasil pengukuran berat kering contoh diperoleh bahwa untuk
menduga hubungan antara karbon dengan peubah bebas (diameter). Model pendugaan
kandungan karbon dalam sengon digunakan adalah C = aDb dan C = a + b D. Kedua model ini
adalah model terbaik. Model yang terpilih untuk bagian batang adalah sebesar C = 0,381 D 1,288,
bagian cabang adalah C = 0,037 D 1,549, bagian ranting adalah C = 0,006 D 1,948 dan bagian daun
adalah C = -2,669 + 0,243 D. Sementara model terpilih untuk keseluruhan bagian pohon
adalah C = 0,311 D 1,471. Hal ini dapat dilihat dari nilai koefisien determinasi (R-Sq) yang
tinggi (100 %) yang berarti bahwa peubah bebasnya dapat dikatakan berpengaruh nyata
terhadap perubahan kandungan karbon. Berdasarkan hasil analisis data tersebut hanya dengan
mengukur diameter sudah dapat menduga kandungan karbon pada tegakan sengon dan dapat
diaplikasikan di lapangan.
Model alometrik yang dibangun merupakan suatu metode pendekatan pengitungan
dalam menduga (mengestimasi) potensi suatu tegakan pada lahan agroforestri yang selanjutnya
dapat digunakan tanpa harus melakukan metode penebangan, dengan dimensi diameter mampu
menghasilkan koefisien korelasi yang baik untuk mengestimasi biomassa dan kandungan
karbon. Satu hal lagi bahwa model persamaan ini hanya berlaku pada tegakan sengon untuk
kondisi hutan lahan agroforestri di dusun Waringin Cap.
Berdasarkan tabel 6 dan 10 dapat diketahui bahwa potensi total biomassa dan
kandungan karbon tegakan sengon adalah sebesar 0,755 ton/ha dan 0,378 ton C/ha. Besarnya
potensi biomassa tegakan berarti secara tidak langsung semua faktor yang mempengaruhi
biomassa akan berpengaruh pula terhadap kandungan karbon. Semakin besar biomassa maka
semakin besar pula kandungan biomassa.
Beberapa penelitian mengenai pendugaan potensi karbon pada tegakan sengon telah
dilakukan. Salah satunya adalah yang dilakukan oleh Syaiful Rachman di wilayah Jawa Barat
berlokasi pada hutan rakyat Desa Jugalajaya pada tahun 2009. Dari penelitian tersebut
didapatkan data mengenai biomassa dan potensi karbon. Dimana kandungan biomassa terbesar
adalah biomassa batang sebesar 4.413,26876 kg/ha dan biomassa terkecil pada bagian akar
diametr < 5 yaitu 1,752 kg/ha. Sedangkan potensi karbon yang paling tinggi terdapat pada kelas
diameter 50 keatas yaitu sebesar 34,379 ton C/ha dan yang paling rendah terdapat pada kelas
diameter 5-10 cm yaitu 0,078 ton C/ha. Sementara persentase kandungan karbon pada bagian-
bagian tegakan yang tertinggi terdapat pada bagian batang yaitu sebesar 47,299 %, Sedangkan
terendah terdapat pada bagian daun yaitu sebesar 36,119 %.
Dari data diatas dapat dilihat bahwa nilai biomassa dan potensi karbon pada hutan
rakyat di desa Jugalajaya lebih besar jika dibandingkan dengan nilai biomassa dan potensi
karbon pada lahan agroforestri di dusun Waringin Cap. Adanya perbedaan tersebut disebabkan
oleh karakteristik dari masing-masing daerah. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi
antara lain faktor genetik, lokasi, kondisi tanah, kerapatan tegakan, jumlah pohon sampel dan
praktek pengelolaan pada kedua lokasi tersebut.
17
Kesimpulan
Saran
Adapun saran yang dapat penulis sampaikan bagi peneliti selanjutnya adalah :
1. Perlu adanya penambahan jumlah pohon sampel pada masing-masing kelas diameter
agar pengukuran kandungan biomassa dan karbon pada tegakan dapat lebih
representatif dan dilakukan pengukuran pada jenis lainnya.
18
2. Pengukuran potensi biomassa dan kandungan karbon pada penelitian ini hanya
difokuskan pada tegakan utama saja, sehingga perlu adanya penelitian lanjutan pada
serasah, pohon mati, tumbuhan bawah dan tanah karena kompenen-komponen tersebut
juga memiliki kandungan karbon besar.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, H. S., Sardjono, M. A., Sundawati L., Djogo T., Wattimena, G. Adolf dan Widiyanto. 2003.
Agroforestri di Indonesia. World Agroforestry Center. Bogor.
Brown, S. 1997. Estimating Biomass and Biomass Change of Trofical Forest. A Primer. FAO.
Forestry Paper. USA.
Fadhli. 2009. Pendugaan Potensi Karbon dan Limbah Pemanenan pada Tegakan Acacia mangium
Willd. Di BKPH Parung Panjang, KPH Bogor, PT. Perhutani Unit III Jawa Barat dan
Banten. [Skripsi]. Bogor : Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.
Hairiah, Kurniatun., Widiyanto dan Sunaryo. Bahan ajar I : Sistem Agroforestri di Indonesia. World
Agroforestry Center (ICRAF). Bogor.
Hairiah, K., Ekadinata, A., Sari, RR dan Rahayu, S. 2011. Pengukuran Cadangan karbon : dari
Tingkat lahan ke Bentang lahan. Petunjuk Praktis. Edisi Kedua . Bogor.World
Agroforestry Center, ICRAF SEA Regional Office, University of Brawijaya (UB),
Malang, Indonesia xxp.
Hairiah, Kurniatun,. Rahayu Subekti. 2007. Petunjuk Praktis : ‘’Karbon Tersimpan’’ di Berbagai
Macam Penggunaan Lahan. Bogor. World Agroforestry Center, ICRAF, SEA
Regional Office, University of Brawijaya (Unibraw), Indonesia. 77 p.
Krisnawati, H., Varis, E., Kallio, M. dan Kannian, M. 2011. Paraserianthes falcataria (L) Nielsen :
Ekologi, Silvikultur dan Produktivitas. CIFOR, Bogor. Indonesia.
Mahendra, Fidi. 2009. Sistem Agroforestri dan Aplikasinya. Penerbit Graha Ilmu. Yogyakarta.
Manuri, S., C.A.S. Putra dan A.D. Saputra. 2011. Tehnik pendugaan Cadangan Karbon Hutan.
Merang REDD Pilot Project – German International Coorporation (MRPP-GIZ).
Palembang.
Martawijaya, A., I. Kartasujana, Y. I. Mandang, S. A. Prawira, K. Kadir. 1989. Atlas Kayu Indonesia.
Jilid II. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Bogor.
Purwitasari, H. 2011. Model Persamaan Alometrik Biomassa dan Massa Karbon Pohon Akasia
Mangium (Acacia mangium Willd.) Studi Kasus pada HTI Akasia Mangium di BKPH
Parung Panjang, KPH Bogor, Perum Perhutani Unit III, Jawa Barat dan Banten.
[Skripsi]. Fakultas Kehutanan, Institut pertanian Bogor (IPB).
Rahma, Alfia. 2008. Estimasi Potensi Simpanan Karbon pada Tegakan Puspa (Schima wallichii Korth.)
di Hutan Sekunder yang Terganggu Akibat Dua Kali Pembakaran di Jasinga, Bogor.
[Skripsi]. Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Rachman, S. 2009. Pendugaan Potensi Karbon pada Tegakan Sengon (Paraserianthes falcataria L.
Nielsen) di Hutan Rakyat. ¿Skripsi]. Fakultas Kehutanan, IPB. Bogor.
Sutaryo, Dandun. 2009. Penghitungan Biomassa : Sebuah Pengantar Untuk Studi Karbon dan
Perdagangan Karbon. Wetlands Internasional Indonesia Programme. Bogor.