Anda di halaman 1dari 37

I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Hutan sebagai tempat penyimpanan karbon yang dapat diukur dan

dipantau tapi diperlukan metode yang tepat untuk menduga simpanan karbon dan

perubahan stoknya. Simpanan karbon dalam hutan dapat diduga berdasarkan

biomassanya, sehingga pendugaan biomassa sangat diutamakan dalam pendugaan

simpanan karbon (Nuriyana, 2014). Upaya dalam mewujudkan hutan lestari

dengan mengetahui informasi dari simpanan karbon dan sebagai faktor dalam

adaptasi dan mitigasi perubahan iklim, isu lingkungan yang sedang hangat

dibahas adalah perubahan iklim karena sumber utama Gas Rumah Kaca (GRK)

dan Karbondioksida (CO2) alasan dari peningkatan suhu di permukaan bumi.

Metode pengumpulan data pada skala area tertentu sudah mengalami

perkembangan yang pesat. Penginderaan jarak jauh yaitu melalui citra sentinel 2

merupakan salah satu metode terbarukan dan praktis dalam invetarisasi hutan.

Dikatakan cukup praktis dan efesien karena mampu menghemat biaya dan proses

menjadi lebih mudah (McRoberts dan Tomppo, 2007). Metode indeks vegetasi

merupakan metode yang tepat dalam menduga biomassa karena dapat menghemat

biaya dan waktu terutama pada skala dan area yang begitu luas, pendekatan

indeks vegetasi yang digunakan adalah NDVI (Normalized Difference Vegetation

Index) dengan melihat tingkat kehijauan suatu tanaman. Dalam pengelolaan

indeks vegetasi yang menjadi tren baik dalam pengelolaan data citra yang

beresolusi tinggi maupun citra yang beresolusi rendah adalah NDVI.

Kurangnya data mengenai potensi karbon yang tersedia pada wilayah

Hutan Pendidikan Universitasi Halu Oleo (HP. UHO) menjadikan kendala dalam
2

sektor pembangunannya. Hutan Pendidikan Universitas Halu Oleo Secara

administrasi berada di Kecamatan Abeli (Kelurahan Tobimeita dan Kelurahan

Benuanirai) dan Kecamatan Anduonohu dengan luas ± 288,353 Ha yang masuk

ke dalam fungsi kawasan hutan produksi dengan kelas penutupan lahan berupa

hutan lahan kering sekunder, hutan sekunder, dan hutan lahan kering campuran

dengan potensi tanaman Jati (Tectona grandis) yang di jadikan sebagai core bisnis

Kesatuan Pengelolaan Hutan, (Julmansyah et al .2018). Serta keanekaragaman

lainnya yang dimiliki hutan pendidikan berupa flora dan fauna di antaranya

berupa tumbuhan obat dan ditemukan jenis lainnya di antaranya origan

pterygosperma Gaetn, Artocarpus communis, Ficus septica Burn. F., Donax

cannaeformis (G. Forst.) K. Schum), Eupatorium odoratum (L.) R. M.),

Melastoma malabathricum Linn., Lygodium circinatum (Burm.) Sw.

Informasi mengenai jumlah sebaran kandungan karbon yang berada pada

kawasan hutan pendidikan dapat memberikan gambaran dalam mendesain rencana

pengembangan hutan pendidikan sehingga adanya penelitian karbon di kawasan

hutan pendidikan tersebut. Oleh karena itu, penting untuk mengetahui potensi

sebaran karbon hutan dan menjadikan pertimbangan ekologisnya yang berada di

kawasan hutan pendidikan.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana model pendugaan biomassa di Hutan Pendidikan Universitas Halu

Oleo?
3

2. Bagaimana estimasi cadangan karbon di Hutan Pendidikan Universitas Halu

Oleo?

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian.

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui model pendugaan biomassa di Hutan Pendidikan

Universitas Halu Oleo

2. Untuk mengetahui estimasi cadangan karbon di Hutan Pendidikan Universitas

Halu Oleo.

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut

1. Bahan informasi bagi peneliti dan instansi terkait dalam penentuan kebijakan

untuk pengelolaan dan pengembangan hutan pendidikan berdasarkan jumlah

karbon yang tersimpan.

1.4. Kerangka Pemikiran

Hutan Pendidikan Universitas Halu Oleo (HP.UHO) berada di Kecamatan

Abeli (Kelurahan Tobimeita dan Kelurahan Benuanirai) dan Kecamatan

Anduonohu dengan luas ± 288,353 Ha yang berada di kawasan Kesatuan

Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Gularaya yang berada pada Blok Khusus.

Kawasan hutan tersebut dapat berkontribusi terhadap penyerapan emisi karbon di

wilayah Abeli secara khusus.

Hutan Pendidikan merupakan kawasan yang berada di Kesatuan

Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Gularaya yang berada pada Blok Khusus

memiliki potensi Flora dan Fauna yang bernakeragaman diantaranya origana

pterygosperma Gaetn., Artocarpus communis, Ficus septica Burm. F., Donax


4

cannaeformis (G. Forst.) K. Schum), Eupatorium odoratum (L.) R.

M.), Melastoma malabathricum Linn., Lygodium circinatum (Burm.) Sw.

Hutan pendidikan UHO memiliki peranan penting sebagai penyedia jasa

lingkungan untuk wilayah sekitarnya baik itu sebagai tempat rekreasi, pengatur

tata air, penyedia oksigen maupun penyerap karbon. Berdasarakan Surat

Keputusan 426/Kpts-II/1997 tentang penetapan kawasan hutan di wilayah pulau

Sulawesi, Secara administrasi hutan pendidikan masuk ke dalam Kesatuan

Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP), (Julmansyah et al .2018)

Skala wilayah yang begitu luas dapat berpengaruh pada proses

inventarisasi hutan pendidikan UHO berkenaan dengan waktu, biaya dan tenaga.

Dalam memudahkan masalah tersebut, maka digunakan citra sentinel 2 dengan

parameter NDVI (Normalized Difference Vegetation Index) pada fotogrametrik

yang di hasilkan dari pengukuran lapangan. Pengukuran lapangan dilakukan

dengan metode non destruktif dan persamaan allometrik yang dihasilkan dari

studi pustaka. Pemahaman sebaran karbon dan jumlah karbon di hutan pendidikan

UHO dengan pemanfaatan citra sentinel 2 belum ada, maka penting didapatkan

informasi kemampuan hutan pendidikan UHO dalam menyerap karbon. Skema

kerangka pikir dapat dilihat pada Gambar 1.


5

Hutan Pendidikan UHO

HP UHO Kampus

Potensi Carbon HP UHO

Penginderaan Jauh Pengukuran Langsung


(Citra Sentinel 2) Lapangan

Analisis Regresi

Model

Validasi

Model Pendugaan Cadangan Karbon Hutan


Pendidikan UHO

Peta Infromasi Spasial Nilai Cadangan Karbon


Hutan Pendidikan UHO

Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian Estimasi Stok Karbon Hutan Pendidikan


UHO Dengan Pemanfaatan Citra Sentinel
6

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Hutan Pendidikan UHO

Hutan pendidikan berada di Kecamatan Abeli (Kelurahan Tobimeita dan

Kelurahan Benuanirai) dan Kecamatan Anduonohu dengan luas ± 288,353 Ha

yang berada di kawasan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Gularaya

yang berada pada Blok Khusus. Kawasan hutan tersebut dapat berkontribusi

terhadap penyerapan emisi karbon di wilayah Abeli secara khusus. Berdasarakan

Surat Keputusan 426/Kpts-II/1997 tentang penetapan kawasan hutan di wilayah

pulau Sulawesi, Secara administrasi hutan pendidikan masuk ke dalam Kesatuan

Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP), (Julmansyah et al .2018) dengan kelas

produksi dengan kelas penutupan lahan berupa hutan lahan kering sekunder, hutan

sekunder, dan hutan lahan kering campuran dengan potensi tanaman Jati (Tectona

grandis) yang di jadikan sebagai core bisnis Kesatuan Pengelolaan Hutan.

Secara umum tingkat kerapatan pohon di hutan pendidikan UHO cukup

tinggi (rapat), namun di beberapa tempat adapula daerah yang tingkat

kerapatannya kurang, terutama daerah yang berdekatan dengan perkebunan warga

atau yang berbatasan dengan pemukiman, Berdasarkan wilayah hutan pendidikan

UHO memiliki kelerengan dan bentuk wilayah yang bervariasi yaitu dari datar (0-

8%) sampai berbukit (15-25%) berdasarkan curah hujan rata ratanya wilayah

hutan pendidikan yang tertinggi di bulan januari rata-rata curah hujan 199,4 mm

sebanyak 17 hari dengan suhu rata-rata minimum 24,8°C dan maksimum 31,8°C,

(Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Sampara, 2017).


7

2.2. Hutan Sebagai Adaptasi dan Mitigasi Perubahan iklim

Fenomena global yang terjadi akibat terjadinya pemanasan global dipicu

dari perubahan iklim sehingga meningkatnya konsentrasi gas rumah kaca di

atmosfir sehingga suhu rata – rata di permukaan bumi meningkat. Berbagai

belahan dunia telah terjadi perubahan iklim tersebut ditandai dengan mencairnya

es di daerah kutub, naiknya permukaan laut serta berubahnya pola curah hujan

(Susandi 2008). Fokus utama dari berbagai kalangan seperti pemerhati

lingkungan, akademisi dan stakeholder lain adalah perubahan iklim di tandai

dengan meningkatnya suhu permukaan bumi dipicu oleh berbagai kegiatan

manusia yang menggunakan bahan bakar fosil secara berlebihan sehingga terjadi

penumpukan gas rumah kaca seperti CO2, CH4 dan N2O di atmosfer (Nuriyana

2014).

Mitigasi perubahan iklim dalam sektor kehutanan dapat digolongkan

menjadi tiga di antaranya peningkatan serapan karbon (penanaman), konservasi

karbon hutan (mempertahankan cadangan karbon yang ada pada hutan dari

kehilangan akibat deforestasi, degradasi dan akibat lain dari praktek pengelolaan

hutan), dalam pemanfaatan biomassa dapat di gunakan seagai pengganti bahan

bakar fosil secara langsung melalui produksi energy biomassa atau secara tidak

langsung melalui subtitusi bahan yang industrinya menggunakan bahan bakar

fosil. Salah satu cara yang paling mudah dalam meningkatkan cadangan karbon

dengan menanam dan memelihara pohon. Sehingga untuk mencapai target

mitigasi perubahan iklim, pelaksanaan penyerapan karbon tidak hanya


8

dilaksanakan dalam kawasan hutan negara, namun bisa juga dilaksanakan di luar

kawasan hutan (Wahyuni, 2012).

Hutan memainkan peran sangat penting dalam mempertahankan proses

alami. Salah satu penampung karbon terbesar adalah hutan sehingga membantu

menjaga daur karbon dan proses alami lainnya berjalan dengan baik dan

membantu mengurangi perubahan iklim. Namun, hutan juga dapat menjadi salah

satu sumber emisi CO2 terbesar. Karena hutan dan tumbuhan lainnya juga

menyerap CO2 keluar dari atmosfer, peran ganda ini membuat hutan menjadi

makin penting. Studi ilmiah mengatakan bahwa antara 12-17% dari semua CO 2

yang dikirim ke atmosfer oleh kegiatan manusia berasal dari perusakan hutan

(Stone 2010)

Penanaman pada lahan kritis merupakan salah satu bentuk mitigasi

prubahan iklim dalam sektor kehutanan. Dalam pelaksanaannya, diperlukan

sinergi antar pihak dalam suatu kebijakan multisektoral sehingga upaya

penurunan emisi ini tidak mengganggu pelaksanaan pembangunan dan tetap

mendukung perekonomian masyarakat. Pelaksanaan pembangunan rendah karbon

dalam rangka mitigasi perubahan iklim ini memerlukan tata kelola pemerintahan

yang baik (good governance) serta kerjasama yang baik antar pemangku

kepentingan terutama pada sektor berbasis lahan yang seringkali berbenturan

dengan kebijakan kehutanan (Wahyuni, 2012)

2.3. Penginderaan Jarak Jauh di Bidang Kehutanan

Sistem informasi geografis pemantau pertumbuhan pohon adalah

pemantauan pertumbuhan pohon menggunakan metode inderaja dan Sistem

Infromasi Geografis (SIG) secara otomatis dengan cara pemetaan daerah yang
9

sesuai posisi areal tanam yang dicatat menggunakan GPS (Global Positioning

System) sehingga menghasilkan informasi yang tepat. (Wahyuni 2015).

Perkembangan teknologi penginderaan jauh yang demikian pesat,

memudahkan pendugaan biomasa secara cepat dan efesian. Data yang di hasilkan

dari penginderaan jarak jauh mampu menampilkan karakteristik intristik objek

yang tidak dapat diidentifikasi dengan pengamatan langsung sehingga

pengggunaan teknologi penginderaan jauh telah banyak digunakan untuk

pendugaan biomassa baik menggunakan sensor pasif (optik) maupun sensor aktif

(radar) (Sardianto, 2017).

Secara garis besar pemanfaatan inderaja di bidang Kehutanan dapat

digunakan untuk membuat peta, baik peta dasar maupun peta tematik, dapat

digunakan untuk melakukan inventarisasi hutan, baik teknik pengambilan contoh

bertingkat (multi-stage sampling) atau teknik pengembilan contoh berganda

(double sampling), dapat digunakan pada unit manajemen seperti penataan hutan,

pembukaan wilayah hutan untuk menentukan bagian-bagian hutan berdasarkan

kondisi topografi (Astuty, 2009 dalam Nastri 2017).

Salah satu pemanfaatan teknologi Penginderaan Jauh yaitu melalui citra

Sentinel. Estimasi biomassa melalui Citra Sentinel dilakukan dengan pendekatan

lndeks vegetasi. Indeks vegetasi merupakan cara untuk mendeteksi kerapatan

vegetasi melalui karakteristik spektral pada saluran-saluran yang peka terhadap

fenomena vegetasi pada kisaran spektrum radiasi merah dengan infra merah dekat

untuk mendapatkan suatu nilai yang mencerminkan kelimpahan atau kesehatan

vegetasi (Lillesand dan Kiefer, 1994 dalam Rakhmawati, 2012).


10

Pemantauan luasan, perhitungan biomassa, produktivitas tanaman dan lain

lain merupakan perkembangan penginderaan jarak jauh untuk vegetasi saat ini

dengan melihat perbedaan intensitas radiasi tenaga elektromagnetik pada pola

karaktersitik spektral dari vegetasi (daun) sehingga pada spektrum cahaya tampak,

klorofil memnpengaruhi respon spektral dari daun (Forestian, 2011).

2.4. Metode Pengukuran Karbon

Informasi dalam mengetahui atau menduga karbon di atas permukaan

dengan melakukan pengukuran biomassa tanaman sehingga cara yang tepat

adalah dengan mengukur biomassa tanaman. Metode yang tepat untuk menduga

biomassa tanaman yaitu metode non destruktif dengan menggunakan persamaan

alometrik (Yulianti, 2009). Pengukuran dalam metode non destruktif dan

persamaan alometrik ini di lakukan pada jenis – jenis pohon yang memiliki pola

percabangan spesifik dan belum diketahui persamaan allometriknya secara umum.

Salah satu cara untuk mengembangkan persamaan allometrik dengan mengukur

diameter batang pohon (Haririah, 2011).

Pengukuran kandungan karbon tanaman secara langsung dapat dihitung

berdasarkan nilai karbon (CO2) pada setiap bagian tanaman (batang, daun dan

pelepah) yang kemudian dijumlahkan untuk setiap pohon sehingga dalam metode

pengukuran kandungan karbon pada bagian tanaman dilakukan secara langsung

yakni dengan menggunakan metode karbonisasi atau pengarangan. Bagian –

bagian pohon yang terdiri atas batang, cabang ranting/daun dan buah yang telah

dilakukan pengukuran berat kering, kemudian diambil sampel dengan berat

tertentu untuk dilakukan proses pengarangan atau karbonisasi dengan

menggunakan retort listrik pada suhu akhir 500º C selama ± 4 jam. Setelah semua
11

proses tersebut dilakukan maka sisa hasil pembakaran berupa arang, dikeluarkan

dan kemudian ditimbang beratnya untuk mengetahui rendemen arang dari bahan

baku. Selanjutnya dilakukan pengujian untuk mengetahui kadar karbon dari

masing – masing produk (Yuniari dan Kurniawan, 2013). Pengukuran cadangan

karbon juga menyarankan penerapan simple random pada wilayah yang memiliki

data penutupan lahan yanga aktual sehingga hasil yang diperoleh dari interpertasi

citra satelit dengan resolusi paling rendah 30 m, dengan klasifikasi tutupan lahan

sesuai dengan SNI 7945:2010.

B. Stratified random

A. Stratified systematic

Gambar 2. Metode stratified systematic (A) dan stratified random (B)

Sumber : Manuri et. al. (2011).

2.5 Indeks Vegetasi

Salah satu cara melihat hubungan antara fase pertumbuhan tanaman

dengan menyenderhanakan hubungan antara perkembangan tanaman dengan ciri

refketansinya adalah dengan mentransformasikan data reflektani masing – masing

saluran menjadi satu atau lebih peubah baru. Indeks vegetasi merupakan salah
12

satu peubah baru yang berhubungan dengan pertumbuhan tanaman yang

diturunkan dari beberapa reflektansi saluran spektral (Forestian, 2011)

Indeks vegetasi yang umum digunakan adalah normalised difference

vegetation index (NDVI) untuk data sentinel. Menurut (Arnanto et al, 2013)

NDVI dapat dihitung dari nilai spektral saluran 3 dan saluran 4, dengan rumus:

NIR−Red
NDVI =
NIR+ Red

Keterangan: NIR dan Red masing – masing adalah nilai digital untuk saluran 3
dan saluran 4 data Landsat.

“Penggunaan NDVI untuk analisis vegetasi sudah cukup banyak

dilakukan. Beberapa peran penting NDVI adalah dalam pendugaan pertukaran

CO2 dari tanaman selama masa pertumbuhan, monitoring tanaman pertanian,

pendugaan hubungan antara klorofil daun dan nilai reflektannya, pendugaan

klorosis yang terjadi pada daun tanaman terganggu dengan yellowness index dan

dalam pengukuran fluks suhu tanah atau radiasi tanah” (Forestian, 2011).

2.6 Sentinel 2

Peran Europan Space Agency (ESA) di Global Monitoring for

Environmental and Security (GMES) adalah untuk memberikan definisi dan

pengembangan elemen berbasis sistem ruang dengan meluncurkan Sentinel-2

yang memiliki resolusi spasial tinggi. Dalam perkembangan ESA

mengembangkan lima misi Sentinel, yaitu Sentinel-1, Sentienl-2, Sentinel-3 dan

misi Jason-CS sehingga dengan konfigurasi ini akan mungkin untuk memenuhi

revisit dan cakupan, dalam memberikan layanan operasional yang kuat dan
13

terjangkau. Pada setiap generasi satelite telah direncanakan berada di antara 15-20

tahun kedepan. Strategi untuk pengadaan dan penggatian satelite Sentinel selama

periode ini sedang dalam tahap perumusan (Thalib, 2017).

Sistem satelite Sentinel 2 sedang dikembangkan oleh konsorsium industri

yang dipimpin oleh Astrium GmbH (Jerman) sebagai kontraktor utama, sementara

Astrium SAS (Prancis) bertanggung untuk Instrumen MultiSpectral. Satelite yang

didasarkan pada platform baru yang dikembangankan untuk Sentinel 2 yang

dipahami sebagai produk generik yang akan kompatibel dengan akurasi penunjuk

dan persyaratan stabilitas dari beberapa misi pengamatan Bumi (ESA, 2012)

Gambar 3. Spektrum Spektral Band pada Citra Sentinel-2 (ESA,2012)

Citra Sentinel 2 memiliki 13 band Multi spektral mulai yang tampak dan

yang tidak terlihat dan Visible and Near Infrared (VNIR) ke Short-Wave Infrared

(SWIR) nearinfrared ke infra gelombang pendek. Pada band spektral resolusi

spasial bervariasi dari 10 m ke 60 m, dengan bidang pandang 290 km.

Keunggulan Sentinel 2 mampu menkombinasikan resolusi spasial yang tinggi,


14

pada bidang pandang lebar dan sepktrum luas sehingga cakupan yang besar

dibandingka dengan multispektral lainnya (ESA, 2012). Di mana Sentinel 2

mampu menampilkan empat band di 10 m yaitu biru klasik (490 nm), hijau (560

nm), merah (665 nm) dan inframerah dekat (842 nm); dan enam band di 20 m

yaitu empat untuk band di vegetasi spektral (spektral (705 nm, 740 nm, 783 nm

dan 865 nm) dan dua band SWIR besar (1.610 nm dan 2190 nm); dan tiga band

pada resolusi spasial 60 m yaitu untuk koreksi atmosfer dan screening awan (443

nm) untuk pengambilan aerosol, 945 nm untuk pengambilan uap air dan 1380 nm

untuk deteksi awan cirrus) (ESA, 2012).


15

Tabel 1. Karakteristik Sentinel 2

Nomor Panjang Kategori Resolusi Kegunaan


Gelomb Spasial
Band ang
(m)
(nm)
1 443 Costal Aerosol 60 Studi pesisir dan aerosol

2 490 Blue 10 Melihat fitu permukaanr air /


kolom air dangkal, batimetri

3 560 Green 10 Studi vegetasi di laut & di


darat, serta sedimen
4 665 Red 10
Membedakan mineral dan
tanah (studi geologi)/ lereng
5 705 Vegetation Red Edge 20 vegetasi
Vegetasi spektral untuk
6 740 Vegetation Red Edge 20 menilai status vegetasi

Vegetasi spektral untuk


7 783 Vegetation Red Edge 20 menilai status vegetasi

Vegetasi spektral untuk


8 842 NIR 10
menilai status vegetasi

9 865 Vegetation Red Edge 20 Studi konten biomassa dan


garis pantai
Studi konten biomassa dan
10 945 Water Vapour 60 garis pantai

11 1380 SWIR-Cirrus 60 Vegetasi spektral untuk


menilai status vegetasi

12 1610 SWIR 20 Studi deteksi uap air (water


Vapour)
13 2190 SWIR 20
Peningkatan deteksi
kontaminasi awan cirrus
Studi deteksi kandungan air
tanah dan vegetasi
Sumber: ESA, 2012
16

2.7 Model Pendugaan Carbon

Karbon salah satu unsur penting dalam keseimbangan alam sehingga perlu

untuk diperhatikan karena berpotensi bagi lahan lahan yang sudah terdegradasi

dapat meningkatkan daerah penyerapan CO2 sehingga pentingnya rehabilitasi.

Proses terjadinya karbon melalui perubahan penggunaan lahan, pembakaran

biomassa, penambangan bahan bakar fosil dan pencemaran di laut sehingga

menyebabkan peningkatan jumlah karbon di atmosfer (Yulianti, 2009). Untuk

membuat suatu model pendugaan karbon dapat mestimulasikan penyerapan

karbon dengan melalui proses fotosintesis dan kehilangan karbon melalui

respirasi. Proses penyerapan karbon tersimpan dalam bagian tanaman dalam

bentuk biomassa dengan fungsi dan model biomassa yang kemudia

dipresentasikan melalu suatu persamaan dengan varibel tinggi dan diameter pohon

(Salim, 2005 dalam Widyasari, 2010).

Metode yang sering digunakan pada dasarnya ada empat yakni metode

sampling dengan pemanenan (destructive sampling) salah satu metode

pengukuran biomassa dengan menebang pohon untuk mengetahui pengukuran

berat basah di berbagai carbon pool yang terdiri dari biomassa atas, biomassa

bawah/akar, biomassa kayu mati, biomassa serasah dan biomassa tanah organik

(Ostwald, 2008). Metode sampling tanpa pemanenan (non-destructive sampling)

atau pengukuran biomassa dengan hanya mengetahui variabel diameter lingkar

batang pohon dan tinggi pohon serta serasah yang ada (Selviana, 2012), metode
17

pendugaan melalui penginderaan jauh, dan metode pembuatan model penduga

biomassa dan karbon terikat dengan menggunakan analisis persamaan alometrik

dan persamaan polynomial yang mampu menggambarkan variabel biomassa (W)

dan karbon terikat (C) sebagai fungsi dari diameter (D) dan tinggi (H) sehingga

untuk mengetahui kandungan karbon terikat dengan biomassa maka dibuat model

yang didasari pada fungsi yang menyatakan bahwa karbon terikat = f (biomassa)

yang dibangun atas persamaan regresi sederhana dengan mengetahui keeratan

antara kandungan karbon terikat dengan biomassa yang kemudian dipilih model

regresi terbaik dengan memperhatikan beberapa persyaratan untuk pemilihan

model terbaik diantaranya yakni penyesuaian terhadap fenomena dan sifat

keterandalan model (data reability) yang didasari pada varibel koefisien

determinansi (R²), varian (S²) dan keofisien determinansi terkoreksi (R²a) serta

melalui tahap uji keabsahan model dengan melihat parameter MSPE dan CV pada

masing – masing persamaan yang kemudian dipilih persamaan terbaik. Jika

menggunakan bantuan pro gram statistik miniTAB 14 maka dapat menyusun dan

analisa persamaan alometrik (Widyasari, 2010).


18

III. METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di hutan pendidikan Universitas Halu Oleo

Kendari, Kota Kendari, Provinsi Sulawesi Tenggara pada bulan Oktober sampai

dengan November 2019.

3.2. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah ; Citra Sentinel 2 tahun

2017, peta administrasi wilayah penelitian dan peta kerja. Alat yang di gunakan

dalam penelitian ini adalah :1). Perangkat keras (hardware) berupa laptop dan

printer. 2). Perangkat lunak (software) yang digunakan adalah Arc GIS 10.4 dan

SAGA GIS 5.0. dan SPSS 3). Alat survey yang digunakan yaitu pedoman

identifikasi pohon, Global Positioning System (GPS), meteran, roll-meter, tally

sheet, kertas tahan air (Newtop), alat tulis dan kamera digital.

3.3. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah semua jenis vegetasi di wilayah

Hutan Pendidikan UHO Kendari yang masuk dalam tingkat pertumbuhan pohon,

tiang dan pancang dengan luas ± 288,353 Ha. Sampel dalam penelitian ini adalah

tumbuhan yang berada pada tingkat pertumbuhan pohon, tiang dan pancang
19

dengan luas 2 Ha yang terdapat dalam plot atau petak pengamatan sedangkan

pada tingkat semai tidak termasuk karena dalam populasi dan sampel pengamatan

hanya difokuskan pada penelitian cadangan karbon pohon. Mengidentifikasi

proses penetuan lokasi dengan bantuan interpertasi citra dapat memberikan

gambaran tingkat kerapatan dan dapat memisahkan antara objek dengan objek lain

hutan pendidikan di lokasi penelitian. Bentuk sampel adalah bujur sangkar dengan

ukuran 20 m x 20 m (0.04 Ha), dengan jumlah petak sampel sebanyak 50 petak.

Perbandingan jumlah titik sampel minimal yang harus diambil dengan skala

pemetaan yang dapat disajikan pada Tabel 1.

Tabel 2. Jumlah Titik Sampel Berdasarkan Skala Peta

Skala Kelas kerapatan Min. Plot Total sampel


(Kr) minimal (TSM)
1:25.000 5 30 50

1:50.000 3 20 30

1: 250.000 3 20 30

Sumber: Peraturan Kepala BIG No.3 Tahun 2014 Tentang Pedoman Teknis
Pengumpulan dan Pengelolaan Data Geospasial

Sampel dilakukan secara purposif dengan mempertimbangkan

keterwakilan kerapatan vegetasi di KR UHO dan sebarannya tumbuhan KR UHO

yang terdapat di lokasi penelitian. Pengambilan data lapangan dilakukan dengan

metode non destruktif, yakni dilakukan melalui pengukuran besaran lingkar

batang, identifikasi jenis dan perhitungan jumlah individu jenis yang ditemukan.

3.4. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif,

yaitu data berupa diameter pohon, titik koordinat dan Nilai Indeks Vegetasi
20

(NDVI) yang selanjutnya akan dianalisis baik secara kualitatif maupun kuantitatif.

Data Kualitatif adalah data informasi berupa gambaran lokasi penelitian, jenis –

jenis vegetasi dan letak administrasi Hutan Pendidikan UHO atau yang diperoleh

berupa verbal.

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer

dan data sekunder. Data Primer yaitu data yang diperoleh melalui pengamatan

langsung dilapangan terhadap objek yang diteliti. Data primer dalam penelitian ini

yaitu data yang didaptakan dari hasil pengukuran lapangan di tempat penelitian

meliputi keliling lingkar batang pohon dan nama spesies pohon yang diperoleh

dari hasil survey lapangan. Adapun data sekunder dalam penelitian yaitu data

yang diperoleh dari berbagai instansi atau lembaga yang terkait yang mempunyai

relevansi untuk digunakan sebagai data pendukung dalam penelitian ini. Data

Sekunder yang dibutuhkan meliputi: Peta administrasi wilayah penelitian dan data

Citra Sentinel 2 Tahun 2017.

3.5. Variabel Penelitian

Variabel yang digunakan pada penelitian ini adalah :

a. Diameter lingkar batang pohon, jenis pohon, tinggi pohon dan jumlah

individu.

b. Nilai NDVI (Normalized Difference Vegetation Index) yang merupakan

perhitungan dari sinar tampak dan inframerah dekat yang direfleksikan oleh

vegetasi. Nilai ini diperoleh dari data penginderaan jauh.


21

3.6. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Survey/Observasi

Survey/observasi adalah metode pengumpulan data melalui pengamatan

langsung di lapangan terhadap objek yang diteliti meliputi pengukuran diameter

setinggi dada, jenis pohon, keliling lingkar batang pohon, jumlah jenis individu

dan jumlah NDVI.

3.7. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian analisis cadangan karbon di wilayah Hutan Pendidikan

Univesitas Halu Oleo Kendari dengan pemanfaatan sistem informasi geografis

yaitu sebagai berikut;

a. Data citra sentinel 2 dapat diunduh dari situs www.remotepixel.cu atau

www.Earthexplorer.com

b. Melakukan koreksi radiometrik; koreksi radiometrik bertujuan untuk

memperbaiki pixel agar sesuai yang seharusnya. Dengan mempertimbangkan

kesalahan atmosfer merupakan penyebab kesalahan utama. Sedangkan koreksi


22

geometrik citra dilakukan dengan menggunakan acuan citra sebelumnya yang

sudah terkoreksi dengan menggunakan acuan titik kontrol yang dikenal

dengan Ground Control Point (GCP) untuk memastikan posisi citra sudah

baik dan benar.

c. Komposit warna; bertujuan untuk mempertajam kenampakan obyek tertentu

sehingga mempermudah intrepretasi hasil dari data citra inderaja. Pada

Penelitian ini komposit warna yang digunakan untuk klasifikasi penutupan

lahan hutan kabun raya yaitu band 432, sedangkan untuk mengetahui nilai

NDVI (Normalized Difference Vegetation Index) kombinasi band 8 dan 4.

d. Interpertasi citra digital digunakan untuk penarjamanan digital (Digital

Enhancement); tahapan ini berisi penajaman digital yang bertujuan untuk

mendapatkan kualitas visual dan variabilitas spektral citra menjadi lebih baik.

e. Melakukan pemotongan citra (Cropping); data citra yang sudah terkoreksi

dipotong untuk mempermudah pengolahan data dan memfokuskan lokasi

daerah penelitian. Selain itu, pemotongan hasil fotogrametrik dan data citra.

Tahapan dalam Cropping dapat dilakukan dengan menggunakan data vektor,

koordinat geodetik, atau dengan menggunakan intreactiv clip pada software

GIS.

f. Melakukan klasifikasi citra; klasifikasi citra dapat dilakukan dalam 2 cara

klasifikasi terbimbing (unsupervised classification) dan klasifikasi tak

terbimbing (supervised classification). Pada penelitian ini digunakan

klasifikasi tak terbimbing. Bertujuan untuk mengekstrak pola-pola respon

spektral yang terdapat pada fotogrametrik dan untuk dikelaskan kedalam kelas

atau kategori tertentu pada kelas-kelas penutupan lahan (landcover).


23

g. Melakukan uji akurasi data; pengambilan sampel di lapangan untuk menguji

tingkat keakuratan baik secara visual dari hasil klasifikasi dengan

menggunakan titik – titik kontrol sehingga besarnya persentase ketelitian

pemetaan dapat diminimalisir. Hasil pengolahan data citra minimal adalah

70% dan setelah divalidasi dengan data lapangan maka akurasi hasil penelitian

adalah 90%. Pengambilan sampel di lapangan mengacu pada Peraturan Kepala

BIG No. 3 Tahun 2014 tentang Pedoman Teknis Pengumpulan dan

Pengolahan Data Geospasial.

h. Reklasifikasi ; Mengklasifikasikan kembali data citra berdasarkan kelas yang

sessungguhnya, berdasarkan informasi yang diperoleh dari hasil ground cek.

i. Penentuan lokasi sampel atau survey awal: dilakukan untuk menentapkan

lokasi sampel berdasarkan hasil interpertasi citra data penginderaan jarak jauh

yang dianggap respresentatif sehingga mewakili kondisi vegetasi.

j. Membuat petak pengamatan dan melakukan pengukuran yang ditemukan

dalam plot pengamatan.

k. Melakukan pengukuran keliling lingkar batang untuk memperoleh informasi

diameter pohon yang diperoleh dari hasil pengukuran keliling batang

kemudian dibagi dengan “phi” (Π) atau 3,14. Pada pengamatan ini, data pohon

(DBH = 10 cm) yang diambil dari masing-masing plot 10 m x 10 m berupa

spesies, diameter pohon ketinggian pohon. Pengukuran pohon dilakukan

dengan :

 Apabila batang bercabang di bawah ketinggian sebatas dada (1,3 m) dan

masing- masing cabang memiliki diameter = 10 cm maka diukur sebagai

dua pohon yang terpisah.


24

 Apabila percabangan batang berada di atas setinggi dada atau sedikit di

atasnya maka diameter diukur pada ukuran setinggi dada atau di bawah

cabang.

 Apabila batang mempunyai akar tunjang/ udara, maka diameter diukur 30

cm di atas tonjolan tertinggi.

l. Untuk pendugaan potensi karbon lapangan pada setiap petak pengamatan

dilakukan dengan menggunakan rumus alometrik.

m. Membuat model regresi antara nilai karbon lapangan dan nilai NDVI citra.

n. Melakukan uji statistik dengan menentukan permodelan terpilih dengan

akurasi model yang dapat digunakan. Dengan menentukan permodelan terpilih

harus melalui beberapa uji lanjut lainnya uji Korelasi, Uji Keofisien

determinansi, uji ANOVA, Uji Asumsi Kuadrat terkecil, Uji Validasi Model.

o. Menggunakan model terpilih untuk menduga cadangan karbon di Hutan

Pendidikan Universitas Halu Oleo Kendari.


25

prosedur kerja dapat dilihat pada gambar 3.

Unduh data citra

Citra Sentinel 2 tahun


2019

Koreksi radiometrik

Komposit warna citra

Penarjaman digital

Cropping
Berdasarkan AOI

Peta digital hutan Uji


Klasifikasi citra
pendidikan UHO
Reklasifikasi
tidak

Penetuan lokasi
sampel/ survey awal

Membuat petak pengamatan

Pengukuran diameter Jenis Vegetasi Hutan


batang Kampus
26

Alometrik

Biomassa

Model

Uji Statistik

Model Terpilih

Peta estimasi cadangan


karbon hutan pendidikan
UHO

Gambar 4. Prosedur Penelitian

3.8. Analisis Data

Analisis data potensi karbon hutan di Hutan Pendidikan Universitas Halu

Oleo Kendari, adalah :

a. Perhitungan biomassa hutan lapangan menggunakan pendugaan biomassa

non destruktif (dengan persamaan allometrik), metode ini tidak merusak

lingkungan dan dapat dilaksanakan lebih cepat untuk areal hutan yang lebih

luas. Beberapa model persamaan alometrik yang digunakan untuk menghitung

biomassa adalah :

Tabel 3. Persamaan Allometrik Pada Berbagai Spesies kayu bercabang


No Jenis Persamaan Allometrik Sumber
1 Mahoni BK = 0,048 (D2,68 ) Purwanto et.al., 2009
2,382
2 Jati BK = 0,153 (D ) Purwanto et.al., 2009
3 Sengon BK = 0,0272 (D2,831 ) Purwanto et.al., 2009
4 Akasia BK = 0,077 (D2 H) 0,90 Purwanto et.al., 2009
5 Pohon – pohon bercabang BK = 0,11 ρ (D)2,62 Ketterings, 2001
6 Pohon – pohon tidak BK = Π ρ D2 H/40 Hairiah, 2002

bercabang
27

Ket : BK : Berat Kering (kg/pohon)


D : Diameter setinggi dada (dbh) (cm)
H : Tinggi total tanaman (cm)
Ρ : Kerapatan kayu (0,7 gr)

Adapun perhitungan nilai karbon hutan menurut (Hairiah, 2007)

menggunakan persamaan sebagai berikut :

Kandungan Karbon = Estimasi Biomassa x 0.46

Data dari hasil perhitungan biomassa persetiap plot kemudian diuji

normalitas. Untuk mengetahui distribusi variabel bebas yaitu indeks vegetasi

terhadap variabel terikat yaitu biomassa apakah menyebar secara normal atau

tidak. Metode Normal Probability Plot, merupakan metode yang digunakan untuk

uji normalitas dengan melihat sebaran titik – titik plot dengan mengikuti dan

mendekati garis diagonalnya sehingga garis diagonal dapat mengikuti arah garis

diagonal maka memenuhi asumsi normalitas. Uji normalitas dilakukan dengan uji

normalitas Kolmogorov-Smirnov dengan software SPSS.

b. Perhitungan indeks vegetasi tutupan lahan dilakukan pada citra satelit yang

telah diunduh. Dengan menggunakan formula NDVI (Normalized Difference

Vegetation Index) yang merupakan perhitungan dari sinar tampak dan

inframerah dekat yang direfleksikan oleh vegetasi. Proses ini bertujuan untuk

mengetahui dan mendapatkan nilai indeks kerapatan vegetasi hutan


28

pendidikan. Menurut (Arnanto et al, 2013) nilai NDVI dihitung dengan

NIR−RED
menggunakan persamaan: NDVI =
NIR+ RED

dimana ;

NIR (Near infrared) :band inframerah dekat


RED adalah :band merah

c. Membangun Model Pendugaan Biomassa : Membangun hubungan antara

biomassa di atas permukaan tanah yang diperoleh dari hasil perhitungan data

lapangan yang terletak pada masing- masing petak pengamatan dengan

melihat nilai indeks vegetasi (NDVI) pada setiap lokasi penelitian yang sama

dan bersumber dari hasil analisis data penginderaan jauh. Model pendugaan

ini menggunakan beberapa model regresi, yaitu ;

Regresi linier : Y = a + bx

Regresi logaritmik : Y = a + b ln x

Regresi kuadratik : Y = a + bxbx + cxcx

Regresi eksponensial : Y = a exp

dimana,

Y : variabel terikat (biomassa dalam ton/ha)


a, b, c : koefisien regresi
x : variabel bebas (indeks vegetasi)

Model Regresi yang akan di uji untuk membangun model penduggan

biomassa dapat melalui 4 tahap pengujian antara lain Uji statistik pada

masing-masing indeks vegetasi/NDVI dapat ditentukan berdasarkan nilai r


29

(koefisien korelasi), nilai R2 (koefisien determinasi), uji ANOVA dan uji t.

Selanjutnya Uji Korelasi menunjukan hubungan antara variabel bebas dan

variabel terikat. Dalam suatu model regresi terdiri dari Nilai correlation

coefficient (r) dapat menunjukkan kekuatan dan arah hubungan antar variabel.

Selang nilai korelasi (r) berkisar antara -1 sampai dengan 1. Koefisien korelasi

bernilai negatif mempunyai makna hubungan antara dua variabel yang diuji

bersifat berbanding terbalik, yaitu jika salah satu variabel nilainya menurun,

maka peubah yang lain akan meningkat. Koefisien korelasi bernilai positif

menunjukkan hubungan antar dua variabel tersebut berbanding lurus, yaitu

jika nilai salah satu peubah meningkat, maka peubah lain juga akan

meningkat. Apabila nilai korelasi 0, maka hubungan antara dua variabel yang

diuji tidak memiliki korelasi. Kemudian uji nilai keofisien determinansi

tujuannya adalah untuk mengetahui pemilihan model terbaik sehingga nilai R

dapat menunjukkan persentase penyimpangan variabel terikat (biomassa) yang

dapat dijelaskan oleh variabel bebas (indeks vegetasi/NDVI) dalam suatu

model regresi. Semakin tinggi nilai R2 dalam suatu model regresi, maka

semakin baik pula model tersebut digunakan untuk estimasi biomassa.

Selanjutnya dilakukan uji ANOVA ; tingkat signifikansi pada pengaruh

variabel bebas terhadap variabel terikat dapat diketahui jika nilai sig < 0.05

maka pengaruh variabel bebas sudah signifikan sehingga model regresi dapat

digunakan. sedangkan jika sig > 0.05 maka model regresi tidak dapat

digunakan dan yang terakhir Uji asumsi kuadrat terkecil. Dalam melakukan

serangkaian uji kaudrat terkecil paramterik a dan b diuji dengan

menggunakan metode kuadrat terkecil (leastsquare method). Metode kuadrat


30

terkecil dapat digunakan apabila asumsi – asumsi regresi sudah terpenuhi

dengan melihat setiap nilai variabel bebas independen terhadap varibel bebas

lainnya, nilai sisaan bersifat acak serta berdistribusi normal dengan rata-rata

nol dan variannya konstan sehingga model yang memenuhi adalah model yang

memiliki normalitas data (Sembiring, 1995).

i. Selanjutnya dilakukan Uji Validasi model terpilih tujuannya untuk

membandingkan antara hasil penghitungan biomassa hutan dengan

menggunakan model terpilih dan hasil pengukuran di lapangan dengan

menggunakan persamaan alometrik. Melalui uji validasi dapat diketahui

penyimpangan nilai penduga biomassa hasil dari model-model regresi yang

dibangun dengan biomassa di lapangan. Uji validasi model terbangun dengan

menggunakan matriks kepercayaan

j. Pembuatan Peta Cadangan Karbon ; Pembuatan peta cadangan karbon

dilakukan dengan bantuan software ArcGIS dengan menglasifikasikan

menjadi beberapa kelas dan ditentukan dengan melihat sebaran data normal

dari nilai sediaan karbon yang di ukur dari seluruh plot contoh yang ada di

lapangan.

3.9. Definisi Operasional

Definisi operasional dari penelitian ini adalah:

a. Hutan Pendidikan merupakan kawasan yang berada di Kesatuan Pengelolaan

Hutan Produksi (KPHP) Gularaya yang berada pada Blok Khusus memiliki

potensi Flora dan Fauna yang bernakeragaman diantaranya origana

pterygosperma Gaetn., Artocarpus communis, Ficus septica Burm. F., Donax


31

cannaeformis (G. Forst.) K. Schum), Eupatorium odoratum (L.) R.

M.), Melastoma malabathricum Linn., Lygodium circinatum (Burm.) Sw.

b. Penginderaan jauh adalah ilmu untuk mendapatkan informasi tentang obyek,

daerah atau gejala di permukaan bumi yang direkam dengan alat tertentu

(device), yang diperoleh tanpa kontak langsung terhadap obyek, daerah atau

gejala yang dikaji.

c. Geospasial atau ruang kebumian adalah aspek keruangan yang menunjukkan

lokasi, letak, dan posisi suatu objek atau kejadian yang berada di bawah, pada,

atau di atas permukaan bumi yang dinyatakan dalam sistem koordinat tertentu.

d. Data Geospasial adalah data tentang lokasi geografis, dimensi atau ukuran,

dan/atau karakteristik objek alam dan/atau buatan manusia yang berada di

bawah, pada, atau di atas permukaan bumi.

e. Data Raster adalah data yang disimpan dalam bentuk grid atau piksel sehingga

terbentuk suatu ruang yang teratur, data ini merupakan data geospasial

permukaan bumi yang diperoleh dari citra perekaman foto atau radar dengan

wahana Unmanned Aerial Vehicle (UAV), pesawat atau satelit.

f. Pesisir adalah daerah pertemuan antara darat dan laut; kearah darat meliputi

bagian daratan, baik kering maupun terendam air, yang masih dipengaruhi

sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut, dan perembesan air asin,

sedangkan kearah laut meliputi bagian laut yang masih dipengaruhi oleh

proses–proses alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air

tawar, maupun yang disebabkan oleh kegiatan manusia di darat seperti

penggundulan hutan dan pencemaran.

g. Peta adalah Gambaran dari unsur – unsur alam dan unsur – unsur buatan, yang
32

berada di atas maupun di bawah permukaan bumi yang digambarkan pada

suatu bidang datar dengan skala tertentu.

h. Stok karbon adalah jumlah karbon dalam waktu tertentu yang terdapat dalam

suatu sistem yang dapat menyerap atau melepaskan karbon.

i. Tajuk adalah bagian atas tanaman yang terdiri atas cabang, ranting dan daun

DAFTAR PUSTAKA

Amliana, R.D. 2016. Analisis Perbandingan Nilai NDVI Landsat 7 dan Landsat 8
Pada Kelas Tutupan Lahan. Geodesi UNDIP. Semarang,
Astuty, F.M. 2009. Studi Pemanfaatan Citra Ikonos Dalam Penyusunan Model
Pengaturan Hasil Hutan Di Kesatuan Pemangkuan Hutan Jatirogo Perum
Perhutani Unit Ii Jawa Timur. IPB. Bogor.
Badan Informasi Geospasial. 2014. Peraturan Kepala BIG No.3 Tahun 2014
Tentang Pedoman Teknis Pengumpulan dan Pengolahan Data Geospasial
Mangrove.
Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Sampara, 2017.
Forestian, O. 2011. Estimasi Biomassa Dan Kerapatan Vegetasi Mangrove
Menggunakan Data Landsat ETM+ Studi Di Hutan Lindung Dan Hutan
Produksi Tetap Muara Gembong, Kabupaten Bekasi, Propinsi Jawa
Barat. IPB. Bogor.
ESA. 2012. Sentinel-2 ESA’s Optical High-Resolution Mission For GMES
Operational Services. ESA Communications. Netherlands.
Haririah, K., A. Ekadinata., R. Ratna dan S. Rahayu. 2011. Pengukuran
Cadangan Karbon Dari Tingkat Lahan Ke Bentang Lahan Edisi Ke 2.
World Agroforsetry Centre. Malang.
Hairiah K dan Rahayu S. 2007. Pengukuran Karbon Tersimpan di Berbagai
Macam Penggunaan Lahan. Bogor (ID): ICRAF.
33

Julmansyah., Amalia N., dan Suharjito D. 2018. Mengawal Hutan Indonesia dari
Tapak. Direktorat Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi Direktorat
Jenderal PHPL, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Jakarta
Ketterings, M., Richard, C., Van, M.N., Yakub, A., Palm, C.A. 2001. Reducing
Uncertainly In The Use Of Allometric Biomass Equation For Predicting
Above-Ground Tree Biomass In Mixed SecondaryForest. Forest Ecology
and Management 146:199-209
Manuri, S., C.A.S., Putra dan A.D. Saputra. 2011. Tehnik Pendugaan Cadangan
Karbon Hutan. Merang REDD Pilot Project. Palembang.
McRoberts, R.E., E.O. Tomppo. 2007. Remote Sensing Support For National
Forest Inventories. Elsevier. USA
Nuriyana, L. 2014. Pendugaan Potensi Simpanan Karbon Di Atas Permukaan
Tanah Pada IUPHHK-HA PT. Wapoga Mutiara Timber Unit II Papua
Purwanto, A.D., W. Asriningrum, G. Winarso dan E. Parwati. 2014. Analisis
Sebaran Dan Kerapatan Mangrove Menggunakan Citra Landsat 8 Di
Segara Anakan, Cilacap. Lapan; Jakarta.

Rakhmawati, M. 2012. Pemanfaatan Citra Landsat Untuk Estimasi Biomassa


Atas Permukaan Dari Berbagai Penutupan Lahan Dengan Pendekatan
Indeks Vegetasi (Studi Kasus Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat).
IPB. Bogor.
Sardianto. 2017. Model Penduga Biomasa Tegakan Sengon (Paraserianthes
falcataria) Berbasis Citra Landsat 8 Oli Di IUPHHK-HTI Trans PT
Belantara Subur Kalimantan Timur. IPB. Bogor.
Sembiring, R.K. 1995. Analisis Regresi. ITB. Bandung
Stone, Susan., M.C. Leon dan P. Fredericks. 2010. Perubahan Iklim & Peran
Hutan Manual Pelatih. Conservation International. USA
Surat Keputusan Walikota Kendari No 10 Tahun 2008 Tentang Perlindungan Dan
Pengelolaan Kawasan Hutan, Hutan Kota Dan Ruang Terbuka Hijau
Dalam Wilayah Kota Kendari.
Susandi, A. 2008. Dampak Perubahan Iklim terhadap Ketinggian Muka Laut di
Wilayah Banjarmasin. Jurnal Ekonomi Lingkungan Vol. 12/No.2.
Thalib, M.S. 2017. Klasifikasi Tutupan Lamun Menggunakan Data Citra
Sentinel-2A Di Pulau Bontosua, Kepulauan Spermonde. UNHAS.
Makassar
Wahyuni, N.I. 2012. Integrasi Penginderaan Jauh dalam Penghitungan Biomasa
Hutan (Integrating Of Remote Sensing In Forest Biomass Measurement).
Volume 2 No 2. BPK. Manado.
Yulianti, N. 2009. Cadangan Karbon Lahan Gambut Dari Agroekosistem Kelapa
Sawit PTPN IV Ajamu, Kabupaten Labuhan Batu, Sumatera Utara. IPB.
Bogor
34

Lampiran
Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian Hutan Kampus UHO
35

Anda mungkin juga menyukai