Anda di halaman 1dari 92

SKRIPSI

ESTIMASI POTENSI KARBON PADA KAWASAN HUTAN


PRODUKSI DENGAN PEMANFAATAN TEKNOLOGI
PENGINDERAAN JAUH DI KECAMATAN NAMBO

ADNAN ANHUM
NIM. M1A114218

PROGRAM STUDI MANAJEMEN HUTAN


JURUSAN KEHUTANAN
FAKULTAS KEHUTANAN DAN ILMU LINGKUNGAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2021

i
PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar hasil karya
sendiri dengan arahan pembimbing dan belum pernah diajukan sebagai skripsi
atau karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Apabila di
kemudian hari terbukti bahwa skripsi ini hasil jiplakan, maka saya bersedia
menerima sanksi sesuai peraturan yang berlaku.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Universitas Halu Oleo.

Kendari, 26 April 2021

ADNAN ANHUM
NIM. M1A1 14 218

ii
ABSTRAK

ADNAN ANHUM Estimasi Potensi Karbon Pada Kawasan Hutan Produksi


dengan Pemanfaatan Teknologi Penginderaan Jauh di Kecamatan Nambo.
Dibimbing oleh SITTI MARWAH sebagai pembimbing I dan SAHINDOMI
BANA sebagai pembimbing II.

Penelitian ini bertujuan untuk membuat model pendugaan potensi stok karbon dan
mengetahui estimasi cadangan karbon di kawasan hutan produksi di Kecamatan
Nambo. Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) digunakan sebagai
variabel kerapatan vegetasi kawasan hutan produksi. Dalam penelitian ini
dilakukan pengukuran langsung diameter setinggi dada di lapangan untuk
mengetahui biomassa kawasan hutan produksi. Analisis regresi dilakukan untuk
mengetahui hubungan antara kepadatan NDVI dan biomassa hasil pengukuran di
lapangan. Hasil dari penelitian ini adalah nilai estimasi cadangan karbon di
kawasan hutan produksi di Kecamatan Nambo 396,02 ton pada tahun 2020.
Persamaan regresi yang diperoleh dari penelitian ini untuk mengestimasi
cadangan karbon di kawasan hutan produksi di Kecamatan Nambo adalah y = -
0,784 + 1,103x, dengan nilai R2 66%.

Kata Kunci : Biomassa, Cadangan Karbon, GIS, Hutan Produksi, NDVI

iii
ABSTRACT

ADNAN ANHUM Estimation of Carbon Potential in Production Forest Areas by


Utilizing Remote Sensing Technology in Nambo District. Supervised by SITTI
MARWAH as first supervisor and SAHINDOMI BANA as second supervisor.

This study aims to create a model for estimating the potential of carbon stocks
and knowing the estimated carbon stock in the production forest area in Nambo
District. The Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) is used as a
variable of vegetation density in production forest areas. In this study, a direct
measurement of diameter at breast height was carried out in the field to
determine the biomass of the production forest area. Regression analysis was
conducted to determine the relationship between NDVI density and biomass
measured in the field. The result of this research is the estimated value of carbon
stock in the production forest area in Nambo District of 396,02 tons in 2020. The
regression equation obtained from this study to estimate the carbon stock in the
production forest area in Nambo District is y = -0,784 + 1,103x, with an R2 value
of 66%.

Keywords: Biomass, Carbon Stock, GIS, Production Forest, NDVI

iv
RINGKASAN

ADNAN ANHUM Estimasi Potensi Karbon Pada Kawasan Hutan Produksi


dengan Pemanfaatan Teknologi Penginderaan Jauh di Kecamatan Nambo.
Dibimbing oleh SITTI MARWAH sebagai pembimbing I dan SAHINDOMI
BANA sebagai pembimbing II.

Hutan merupakan kawasan yang ditumbuhi pepohonan dan tumbuhan


lainnya. Kawasan hutan terletak di sebagian wilayah di dunia dan bergunsi
sebagai penyerap karbon dioksida serta memegang peranan penting dalam
menghasilkan oksigen dan mencegah munculnya pemanasan global. Peristiwa
pemanasan global diyakini sebagai sumber tanda – tanda perubahan iklim karena
pemanasan global dapat mempengaruhi perubahan curah hujan, musim hujan,
kemarau dan perubahan suhu. Hutan yang luas dengan kondisi vegetasi yang baik
akan menghasilkan akumulasi penyerapan karbon yang besar. Metode
pengumpulan data pada skala area tertentu sudah mengalami perkembangan
tekonlogi yang begitu pesat dalam mengestimasi nilai cadangan karbon pada
kawasan hutan karena mampu menghemat biaya dan proses menjadi lebih mudah
adalah teknologi penginderaan jauh yaitu melalui citra sentinel 2.
Penelitian ini bertujuan 1). Untuk mengetahui model pendugaan karbon di
Kawasan Hutan Produksi dan 2). Untuk mengetahui estimasi cadangan karbon di
Kawasan Hutan Produksi di Kecamatan Nambo. NDVI digunakan sebagai
indikator kerapatan tutupan vegetasi. Pengukuran lapangan dilakukan dengan
menghitung diameter batang vegetasi. Nilai biomassa lapangan diperoleh melalui
persamaan allometrik. Analisis regeresi untuk mengetahui korelasi antara
kerapatan NDVI dengan biomassa pengukuran lapangan.
Nilai Potensi Cadangan karbon vegetasi kawasan hutan produksi yang
diperoleh dalam penelitian ini sebesar 396,02 ton di tahun 2020, persamaan
regresi yang didapatkan untuk menduga nilai biomassa adalah y = -0,784 +
1,103x, dengan nilai R2 sebesar 66%. Model pendugaan ini dapat digunakan untuk
menghitung potensi cadangan karbon pada ekosistem kawasan hutan produksi
dengan kondis geografis yang relatif sama dengan wilayah penelitian.

Kata kunci : Biomassa, Karbon, Hutan Produksi, Penginderaan Jauh.

v
© Hak Cipta milik UHO, tahun 2021
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa


mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk
kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,
penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak
merugikan kepentingan UHO.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya


tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin UHO.

vi
SKRIPSI

ESTIMASI POTENSI KARBON PADA KAWASAN HUTAN


PRODUKSI DENGAN PEMANFAATAN TEKNOLOGI
PENGINDERAAN JARAH JAUH DI KECAMATAN NAMBO

ADNAN ANHUM
M1A1 14 218

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada
Program Studi Kehutanan

PROGRAM STUDI MANAJEMEN HUTAN


JURUSAN KEHUTANAN
FAKULTAS KEHUTANAN DAN ILMU LINGKUNGAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2021

vii
viii
ix
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanau Wata’ala, karena
atas Rahmat, dan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Seiring dengan selesainya skripsi ini, penulis mengucapkan terima kasih dan
penghormatan kepada Ibu Dr. Ir. Sitti Marwah, M.Si, sebagai Pembimbing I dan
Bapak Dr. Sahindomi Bana, SP., MP sebagai Pembimbing II yang telah banyak
memberikan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini. Terima kasih yang tak
terhingga penulis hanturkan kepada yang tercinta Ayahanda Langgo Simon, SE
dan Ibunda Sitti Sumiatin atas segala perhatian, dorongan, kasih sayang dan
doanya kepada penulis, sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini.
Ucapan terima kasih juga penulis tujukan kepada:
1. Bapak Prof. Dr. MUHAMMAD ZAMRUN FIRIHU, S.Si., M.Si., M.Sc
selaku Rektor Universitas Halu Oleo.
2. Bapak Prof. Dr. Ir. Aminuddin Mane Kandari, M.Si selaku dekan Fakultas
Kehutanan dan Ilmu Lingkungan.
3. Terimakasih kepada dosen penguji Dr. La Baco Sudia, M.Si, Umar Ode
Hasani, SP., M.Si, Albasri, S.Hut, M.Hut yang telah memberikan masukan
untuk perbaikan skripsi ini.
4. Bapak Dr. Sahindomi Bana, SP., MP selaku penasehat akademik yang telah
banyak memberikan nasehat dan saran, khususnya yang terkait dengan
peningkatan prestasi akademik penulis.
5. Seluruh tenaga pendidik dan Tenaga Kependidikan dalam Lingkup Fakultas
Kehutanan dan Ilmu Lingkungan yang telah banyak membimbing dan
memberi layanan pendukung akademik kepada penulis selama mengikuti
pendidikan.
6. Kepada pihak-pihak lain yang telah membantu yang tidak dapat penulis
sebutkan satu per satu.
Kendari, April 2021

Penulis

x
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL....................................................................................... i
HALAMAN JUDUL........................................................................................... ii
HALAMAN PERTANYAAN............................................................................ iii
ABSTRAK.......................................................................................................... iv
ABSTRACT........................................................................................................ iv
RINGKASAN..................................................................................................... v
HAK CIPTA....................................................................................................... vi
JUDUL DALAM................................................................................................ vii
HALAMAN PERSETUJUAN TIM PENGUJI.................................................. viii
HALAMAN PENGESAHAN............................................................................. ix
PRAKATA.......................................................................................................... x
DAFTAR ISI....................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL............................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR.......................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................... xiv

I. PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang..................................................................................... 1
I.2 Rumusan Masalah................................................................................ 3
I.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian............................................................ 3
I.4 Kerangka Berfikir................................................................................. 4

II. TINJAUAN PUSTAKA


II.1 Kawasan Hutan Produksi..................................................................... 7
II.2 Hutan sebagai Adaptasi dan Proses Mitigasi Perubahan Iklim............ 8
II.3 Penginderaan Jarak Jauh di Bidang Kehutanan................................... 9
II.4 Metode Pengukuran Karbon................................................................ 11
II.5 Indeks Vegetasi.................................................................................... 12
II.6 Citra Sentinel 2..................................................................................... 13
II.7 Model Pendugaan Karbon.................................................................... 17
II.8 Pendugaan Cadangan Karbon Menggunakan Metode Alometrik........ 18
II.9 Pendugaan Cadangan Karbon Menggunakan Metode Spasial
Sistem Informasi Geografis.................................................................. 19

III. METODE PENELITIAN


III.1 Waktu dan Tempat............................................................................... 21
III.2 Alat dan Bahan..................................................................................... 21
III.3 Populasi dan Sampel............................................................................ 21
III.4 Jenis dan Sumber Data......................................................................... 23
III.5 Variabel Penelitian............................................................................... 23
III.6 Teknik Pengumpulan Data................................................................... 24
III.7 Prosedur Penelitian............................................................................... 24

xi
III.8 Analisis Data........................................................................................ 29
III.9 Definisi Operasional............................................................................. 33

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN


IV.1Letak dan Luas Wilayah....................................................................... 35
IV.2Iklim..................................................................................................... 37
IV.3Topografi.............................................................................................. 38
IV.4Jenis Tanah........................................................................................... 39

V. HASIL DAN PEMBAHASAN


5.1 Hasil..................................................................................................... 40
5.2 Pembahasan.......................................................................................... 49

VI. SIMPULAN DAN SARAN


6.1 Simpulan............................................................................................... 59
6.2 Saran..................................................................................................... 59

DAFTAR PUSTAKA 60
LAMPIRAN 65

xii
DAFTAR TABEL

1. Karakteristik Sentinel 2 ............................................................................... 16


2. Jumlah Titik Sampel Berdasarkan Skala Peta.............................................. 22
3. Persamaan Allometrik Pada Berbagai Spesies Kayu Bercabang................. 29
4. Luas Wilayah Masing – masing Kecamatan Nambo................................... 36
5. Rata – rata Curah Hujan dan Harian Hujan Bulanan Tahun 2016-
2020 di Kecamatan Nambo...........................................................................
6. Distribusi Kawasan Hutan Produksi di Kecamatan Nambo.........................
7. Hasil Analisis Vegetasi Kawasan Hutan Produksi di Kecamatan
Nambo...........................................................................................................
8. Tingkat Kerapatan Vegetasi..........................................................................
9. Sebaran Kelas Kerapatan Berdasarkan Wilayah Administrasi.....................
10. Hasil Validasi Model....................................................................................
11. Nilai Koefisian Korelasi (R) dan Koefisien Determinansi (R2)...................
12. Kelas Nilai Potensi Cadangan Karbon.........................................................
13. Sebaran Kelas Kerapatan Berdasarkan Wilayah Administrasi...................

xiii
DAFTAR GAMBAR

1. Kerangka Pikir Penelitian Estimasi Stok Karbon Kawasan Hutan


Produksi di Kecamatan Nambo dengan Pemanfaatan Citra Sentinel 2A.... 6
2. Metode Stratified Systematic (A) dan Stratified Random (B) ..................... 1
3. Spektrum Spektral Band pada Citra Sentinel 2 ........................................... 1
4. Prosedur Penelitian Estimasi Potemsi Karbon Pada Kawasan Hutan
Porduksi Dengan Pemanfaatan Teknologi Penginderaan Jarak Jauh
di Kecamatan Nambo................................................................................... 2
5. Peta Kelerengan Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Sampara
(BPDASS) .................................................................................................... 3
6. Peta Jenis Tanah Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Sampara
(BPDASS)..................................................................................................... 3

xiv
DAFTAR LAMPIRAN

1. Peta Sebaran Kawasan Hutan Produksi di Kecamatan Nambo................... 66


2. Peta Sebaran Plot Pengamatan Kawasan Hutan Produksi di Kecamatan
Nambo.......................................................................................................... 66
3. Peta Kerapatan Vegetasi Kawasan Hutan Produksi di Kecamatan Nambo 67
4. Hasil Uji Korelasi Menggunakan Metode Pearson...................................... 67
5. Hasil Uji Normalitas Sebelum dilakukan Penghapusan 14 Sampel............ 68
6. Hasil Uji Normalitas Setelah dilakukan Pengurangan Sampel.................... 69
7. Hasil Uji Autokorelasi Menggunakan Metode Durbin Watson................... 70
8. Hasil Uji Heteroedasitas Menggunakan Metode Glejser............................. 70
9. Model Pendungaan Menggunakan Persamaan Regresi............................... 70
10. Peta Sebaran Simpanan Karbon Dengan Model Linear............................... 72
11. Kegiatan Pengukuran Dalam Penelitian...................................................... 73

xv
I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Hutan merupakan kawasan yang ditumbuhi pepohonan dan tumbuhan

lainnya. Area ini terletak di sebagian wilayah – wilayah di dunia dan berfungsi

sebagai penyerap karbon dioksida, habitat hewan, pengatur aliran hidrologi, serta

konservasi tanah dan air. Salah satu fungsi ekosistem hutan memegang peranan

yang sangat penting dalam berbagai hal seperti penyedia air, penghasil oksigen,

tempat hidup jutaan spesies flora dan fauna, serta berperan sebagai penyeimbang

lingkungan dan serta mencegah munculnya pemanasan global.

Pemanasan global diyakini sebagai sumber tanda-tanda perubahan iklim.

Perubahan iklim akan mempengaruhi perubahan musim hujan dan kemarau,

perubahan curah hujan, dan perubahan suhu (selama 30 tahun) (Samiaji, 2011).

Namun karena tingginya insiden degradasi hutan dan deforestasi, penyerapan

karbondioksida selama ini berkurang. Hutan yang terdegradasi secara bertahap

akan kehilangan fungsinya sebagai penyerap karbondioksida. Data deforestasi dari

10 negara berkembang berjumlah sekitar 8,22 juta hektar, dimana 1,87 juta hektar

di kawasan tersebut berasal dari Indonesia (FAO, 2005).

Hutan yang luas dengan kondisi vegetasi yang baik akan menghasilkan

akumulasi penyerapan CO2 yang besar. Saat ini banyak pertimbangan

bermunculan untuk mengatasi pemanasan global, salah satunya dengan

mengetahui kandungan karbon. Hutan memiliki struktur yang beragam berupa

rangka pohon yang menyusun hutan, oleh karena itu hutan berperan penting
2

dalam memberikan suasana yang baik dan kandungan oksigen yang stabil (Dewi,

2015). Hutan sebagai tempat penyimpanan karbon yang dapat diukur dan dipantau

tapi diperlukan metode yang tepat untuk menduga simpanan karbon dan

perubahan stoknya. Simpanan karbon dalam hutan dapat diduga berdasarkan

biomassanya, sehingga pendugaan biomassa sangat diutamakan dalam pendugaan

simpanan karbon (Nuriyana, 2014).

Estimasi stok karbon di wilayah yang lebih luas membutuhkan metode

yang dapat mengekstrapolasi pengukuran berbasis plot ke tingkat bentang alam.

Perkembangan teknologi penginderaan jauh saat ini dimanfaatkan untuk

mendeteksi keberadaan vegetasi secara baik lebih mudah dan efektif pada area

yang begitu luas dan pola sebaran vegetasi dari segi waktu dan biaya (LAPAN,

2015). Salah satu cara yang potensial untuk memenuhi kebutuhan tersebut adalah

dengan menggunakan teknologi penginderaan jauh (sensorik). Dalam hal

efektivitas biaya, waktu dan kemudahan pengukuran, teknologi penginderaan jauh

memiliki potensi besar untuk mengembangkan metode pengukuran penyimpanan

karbon (McRoberts dan Tomppo, 2007).

Teknologi penginderaan jauh sangat bermanfaat untuk dilakukan

penelitian dalam mengestimasi potensi karbon, karena mudah untuk mendapatkan

data penginderaan jauh itu sendiri, sehingga bermanfaat bagi masyarakat luas.

Metode indeks vegetasi merupakan algoritma yang diterapkan pada citra

(umumnya multisaluran), untuk menunjukan aspek kerapatan vegetasi atau aspek

yang berkaitan dengan biomassa. Secara praktis, indeks vegetasi ini adalah

transformasi matematika yang melibatkan beberapa saluran pada suatu waktu dan
3

menghasilkan citra baru yang lebih representatif dalam presentasi fenomena

vegetasi (Arnanto, 2013).

Kurangnya data mengenai potensi karbon yang tersedia pada wilayah

Kawasan hutan produksi menjadikan kendala dalam sektor pembangunannya.

Informasi mengenai jumlah sebaran kandungan karbon yang berada pada kawasan

hutan produksi dapat memberikan gambaran dalam mendesain rencana

pengembangan hutan produksi sehingga adanya penelitian karbon di kawasan

hutan produksi tersebut. Oleh karena itu, penting untuk mengetahui potensi

sebaran karbon hutan dan menjadikan pertimbangan ekologisnya yang berada di

kawasan hutan produksi.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana model pendugaan karbon di Kawasan Hutan Produksi ?

2. Bagaimana estimasi cadangan karbon di Kawasan Hutan Produksi ?

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian.

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mengetahui model pendugaan karbon di Kawasan Hutan Produksi.

2. Mengetahui estimasi cadangan karbon di Kawasan Hutan Produksi.

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Penelitian ini bermanfaat sebagai informasi awal tentang bagaimana estimasi

stok karbon di kawasan hutan produksi di Kecamatan Nambo. Hasil dari


4

permodelan yang terpilih akan menghasilkan peta estimasi stok karbon yang

dapat menjadi salah satu literatur untuk pemerintah dalam mempertahankan

vegetasi untuk pemenuhan cadangan karbon.

2. Untuk Mahasiswa Fakultas Kehutanan dan Ilmu Lingkungan, Penelitian ini

diharapkan dapat dijadikan acuan yang akan melakukan penelitian tentang

estimasi potensi karbon di kawasan hutan produksi dan bagaimana model

transformasi terbaik yang digunakan.

3. Bagi penentu kebijakan, khususnya Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi

(KPHP Gularaya) dalam mengatur perencanaan kawasan hutan produksi

dalam mempertimbangkan jumlah vegetasi dengan kebutuhan karbon di

Kecamatan Nambo.

1.4. Kerangka Berfikir

Kawasan Hutan Produksi di Kecamatan Nambo dengan luas ± 427 Ha

direncanakan sebagai blok khusus oleh Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi

(KPHP) Gularaya berdasarkan Surat Keputusan 426/Kpts-II/1997 tentang

penetapan kawasan hutan di wilayah pulau Sulawesi. Kawasan hutan tersebut

dapat berkontribusi terhadap penyerapan emisi karbon karena memiliki potensi

Flora dan Fauna yang bernakeragam diantaranya origana

pterygosperma Gaetn., Artocarpus communis, Ficus septica Burm. F., Donax

cannaeformis (G. Forst.) K. Schum), Eupatorium odoratum (L.) R. M.),

Melastoma malabathricum Linn., Lygodium circinatum (Brun.) Sw. yang

mempengaruhi pada kawasan hutan produksi.


5

Skala wilayah yang begitu luas dapat berpengaruh pada proses

inventarisasi kawasan hutan produksi berkenaan dengan waktu, biaya dan tenaga.

Dalam memudahkan masalah tersebut, maka digunakan citra sentinel 2 dengan

parameter NDVI (Normalized Difference Vegetation Index) pada fotogrametrik

yang di hasilkan dari pengukuran lapangan. Pengukuran lapangan dilakukan

dengan metode non destruktif dan persamaan allometrik yang dihasilkan dari

studi pustaka. Pemahaman sebaran karbon dan jumlah karbon di kawasan hutan

produksi dengan pemanfaatan citra sentinel 2 belum ada, maka penting didapatkan

informasi kemampuan kawasan hutan produksi dalam menyerap karbon. Skema

kerangka pikir dapat dilihat pada Gambar 1.


6

Kondisi Vegetasi Kawasan Hutan Kondisi Iklim


Produksi di Kecamatan
Nambo

Potensi Carbon

Penginderaan Jauh Pengukuran Langsung


(Citra Sentinel 2) Lapangan

Analisis Regresi

Model

Validasi

Model Pendugaan Cadangan Karbon Hutan

Peta Infromasi Spasial Nilai Cadangan Karbon

Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian Estimasi Stok Karbon Kawasan Hutan


Produksi di Kecamatan Nambo Dengan Pemanfaatan Citra Sentinel
2A
7

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kawasan Hutan Produksi

Kawasan hutan produksi berada di Kecamatan Nambo (dengan luas ± 427

Ha) direncanakan sebagai blok khusus oleh Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi

(KPHP). Kawasan hutan produksi tersebut dapat berkontribusi terhadap

penyerapan emisi karbon di wilayah Nambo secara khusus. Berdasarakan Surat

Keputusan 426/Kpts-II/1997 tentang penetapan kawasan hutan di wilayah pulau

Sulawesi, Secara administrasi kawasan hutan produksi direncanakan sebagai blok

khusus oleh Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP), (W et al., 2018)

dengan kelas produksi dan kelas penutupan lahan berupa hutan lahan kering

sekunder, hutan sekunder, dan hutan lahan kering campuran dengan potensi

tanaman Jati (Tectona grandis) yang dijadikan sebagai core bisnis Kesatuan

Pengelolaan Hutan.

Secara umum tingkat kerapatan pohon di kawasan hutan produksi di

Kecamatan Nambo cukup tinggi (rapat), namun di beberapa tempat adapula

daerah yang tingkat kerapatannya kurang, terutama daerah yang berdekatan

dengan perkebunan warga atau yang berbatasan dengan pemukiman, Berdasarkan

wilayah kawasan hutan produksi memiliki kelerengan dan bentuk wilayah yang

bervariasi yaitu dari datar (0-8%) sampai berbukit (15-25%) berdasarkan curah
8

hujan rata ratanya pada wilayah kawasan hutan produksi yang tertinggi di bulan

januari rata-rata curah hujan 199,4 mm sebanyak 17 hari dengan suhu rata-rata

minimum 24,8°C dan maksimum 31,8°C, (Balai Pengelolaan Daerah Aliran

Sungai Sampara, 2017).

2.2 Hutan Sebagai Adaptasi dan Proses Mitigasi Perubahan iklim

Fenomena global yang terjadi akibat terjadinya pemanasan global dipicu

dari perubahan iklim sehingga meningkatnya konsentrasi gas rumah kaca di

atmosfir menyebabkan suhu rata – rata di permukaan bumi meningkat. Berbagai

belahan dunia telah terjadi perubahan iklim tersebut ditandai dengan mencairnya

es di daerah kutub, naiknya permukaan laut serta berubahnya pola curah hujan

(Susandi 2008). Fokus utama dari berbagai kalangan seperti pemerhati

lingkungan, akademisi dan stakeholder lain adalah perubahan iklim di tandai

dengan meningkatnya suhu permukaan bumi dipicu oleh berbagai kegiatan

manusia yang menggunakan bahan bakar fosil secara berlebihan sehingga terjadi

penumpukan gas rumah kaca seperti CO2, CH4 dan N2O di atmosfer (Nuriyana

2014).

Mitigasi perubahan iklim dalam sektor kehutanan dapat digolongkan

menjadi tiga diantaranya peningkatan serapan karbon (penanaman), konservasi

karbon hutan (mempertahankan cadangan karbon yang ada pada hutan dari

kehilangan akibat deforestasi, degradasi dan akibat lain dari praktek pengelolaan

hutan), dalam pemanfaatan biomassa dapat digunakan sebagai pengganti bahan

bakar fosil secara langsung melalui produksi energy biomassa atau secara tidak
9

langsung melalui subtitusi bahan yang industrinya menggunakan bahan bakar

fosil. Salah satu cara yang paling mudah dalam meningkatkan cadangan karbon

dengan menanam dan memelihara pohon. Sehingga untuk mencapai target

mitigasi perubahan iklim, pelaksanaan penyerapan karbon tidak hanya

dilaksanakan dalam kawasan hutan negara, namun bisa juga dilaksanakan di luar

kawasan hutan (Wahyuni, 2012).

Hutan memainkan peran sangat penting dalam mempertahankan proses

alami. Salah satu penampung karbon terbesar adalah hutan sehingga membantu

menjaga daur karbon dan proses alami lainnya berjalan dengan baik dan

membantu mengurangi perubahan iklim. Namun, hutan juga dapat menjadi salah

satu sumber emisi CO2 terbesar. Karena hutan dan tumbuhan lainnya juga

menyerap CO2 keluar dari atmosfer, peran ganda ini membuat hutan menjadi

makin penting. Studi ilmiah mengatakan bahwa antara 12-17% dari semua CO 2

yang dikirim ke atmosfer oleh kegiatan manusia berasal dari perusakan hutan

(Stone et al., 2010)

Penanaman pada lahan kritis merupakan salah satu bentuk mitigasi

prubahan iklim dalam sektor kehutanan. Dalam pelaksanaannya, diperlukan

sinergi antar pihak dalam suatu kebijakan multisektoral sehingga upaya penurunan

emisi ini tidak mengganggu pelaksanaan pembangunan dan tetap mendukung

perekonomian masyarakat. Pelaksanaan pembangunan rendah karbon dalam

rangka mitigasi perubahan iklim ini memerlukan tata kelola pemerintahan yang

baik (good governance) serta kerjasama yang baik antar pemangku kepentingan
10

terutama pada sektor berbasis lahan yang seringkali berbenturan dengan kebijakan

kehutanan (Wahyuni, 2012).

2.3 Penginderaan Jarak Jauh di Bidang Kehutanan

Sistem informasi geografis pemantau pertumbuhan pohon adalah

pemantauan pertumbuhan pohon menggunakan metode inderaja dan Sistem

Infromasi Geografis (SIG) secara otomatis dengan cara pemetaan daerah yang

sesuai posisi areal tanam yang dicatat menggunakan GPS (Global Positioning

System) sehingga menghasilkan informasi yang tepat. (Wahyuni 2012).

Perkembangan teknologi penginderaan jauh yang demikian pesat,

memudahkan pendugaan biomasa secara cepat dan efesian. Data yang di hasilkan

dari penginderaan jarak jauh mampu menampilkan karakteristik intristik objek

yang tidak dapat diidentifikasi dengan pengamatan langsung sehingga

pengggunaan teknologi penginderaan jauh telah banyak digunakan untuk

pendugaan biomassa baik menggunakan sensor pasif (optik) maupun sensor aktif

(radar) (Sardianto, 2017).

Secara garis besar pemanfaatan inderaja di bidang Kehutanan dapat

digunakan untuk membuat peta, baik peta dasar maupun peta tematik, dapat

digunakan untuk melakukan inventarisasi hutan, baik teknik pengambilan contoh

bertingkat (multi-stage sampling) atau teknik pengembilan contoh berganda

(double sampling), dapat digunakan pada unit manajemen seperti penataan hutan,

pembukaan wilayah hutan untuk menentukan bagian-bagian hutan berdasarkan

kondisi topografi (Astuty, 2009).


11

Salah satu pemanfaatan teknologi Penginderaan Jauh yaitu melalui citra

Sentinel. Estimasi biomassa melalui Citra Sentinel dilakukan dengan pendekatan

lndeks vegetasi. Indeks vegetasi merupakan cara untuk mendeteksi kerapatan

vegetasi melalui karakteristik spektral pada saluran-saluran yang peka terhadap

fenomena vegetasi pada kisaran spektrum radiasi merah dengan infra merah dekat

untuk mendapatkan suatu nilai yang mencerminkan kelimpahan atau kesehatan

vegetasi (Lillesand dan Kiefer, 1994 dalam Rakhmawati, 2012).

Pemantauan luasan, perhitungan biomassa, produktivitas tanaman dan lain

lain merupakan perkembangan penginderaan jarak jauh untuk vegetasi saat ini

dengan melihat perbedaan intensitas radiasi tenaga elektromagnetik pada pola

karaktersitik spektral dari vegetasi (daun) sehingga pada spektrum cahaya tampak,

klorofil memnpengaruhi respon spektral dari daun (Forestian, 2011).

2.4 Metode Pengukuran Karbon

Informasi dalam mengetahui atau menduga karbon di atas permukaan

dengan melakukan pengukuran biomassa tanaman sehingga cara yang tepat adalah

dengan mengukur biomassa tanaman. Metode yang tepat untuk menduga

biomassa tanaman yaitu metode non destruktif dengan menggunakan persamaan

alometrik (Yulianti, 2009). Pengukuran dalam metode non destruktif dan

persamaan alometrik ini di lakukan pada jenis – jenis pohon yang memiliki pola

percabangan spesifik dan belum diketahui persamaan allometriknya secara umum.

Salah satu cara untuk mengembangkan persamaan allometrik dengan mengukur

diameter batang pohon (Hairiah, 2011).


12

Pengukuran kandungan karbon tanaman secara langsung dapat dihitung

berdasarkan nilai karbon (CO2) pada setiap bagian tanaman (batang, daun dan

pelepah) yang kemudian dijumlahkan untuk setiap pohon sehingga dalam metode

pengukuran kandungan karbon pada bagian tanaman dilakukan secara langsung

yakni dengan menggunakan metode karbonisasi atau pengarangan. Bagian –

bagian pohon yang terdiri atas batang, cabang ranting/daun dan buah yang telah

dilakukan pengukuran berat kering, kemudian diambil sampel dengan berat

tertentu untuk dilakukan proses pengarangan atau karbonisasi dengan

menggunakan retort listrik pada suhu akhir 500º C selama ± 4 jam. Setelah semua

proses tersebut dilakukan maka sisa hasil pembakaran berupa arang, dikeluarkan

dan kemudian ditimbang beratnya untuk mengetahui rendemen arang dari bahan

baku. Selanjutnya dilakukan pengujian untuk mengetahui kadar karbon dari

masing – masing produk (Yniari dan Kurniawan, 2013). Pengukuran cadangan

karbon juga menyarankan penerapan simple random pada wilayah yang memiliki

data penutupan lahan yanga aktual sehingga hasil yang diperoleh dari interpertasi

citra satelit dengan resolusi paling rendah 30 m, dengan klasifikasi tutupan lahan

sesuai dengan SNI 7945:2010.

B. Stratified random
13

A. Stratified systematic

Gambar 2. Metode stratified systematic (A) dan stratified random (B)


Sumber : Manuri et. al. (2011).

2.5 Indeks Vegetasi

Salah satu cara melihat hubungan antara fase pertumbuhan tanaman

dengan menyenderhanakan hubungan antara perkembangan tanaman dengan ciri

refketansinya adalah dengan mentransformasikan data reflektani masing – masing

saluran menjadi satu atau lebih peubah baru. Indeks vegetasi merupakan salah

satu peubah baru yang berhubungan dengan pertumbuhan tanaman yang

diturunkan dari beberapa reflektansi saluran spektral (Forestian, 2011)

Indeks vegetasi yang umum digunakan adalah normalised difference

vegetation index (NDVI) untuk data sentinel. Menurut (Arnanto et al, 2013)

NDVI dapat dihitung dari nilai spektral saluran 3 dan saluran 4, dengan rumus:

NIR−Red
NDVI =
NIR+ Red

Keterangan: NIR dan Red masing – masing adalah nilai digital untuk saluran 3
dan saluran 4 data Landsat.

“Penggunaan NDVI untuk analisis vegetasi sudah cukup banyak

dilakukan. Beberapa peran penting NDVI adalah dalam pendugaan pertukaran

CO2 dari tanaman selama masa pertumbuhan, monitoring tanaman pertanian,

pendugaan hubungan antara klorofil daun dan nilai reflektannya, pendugaan

klorosis yang terjadi pada daun tanaman terganggu dengan yellowness index dan

dalam pengukuran fluks suhu tanah atau radiasi tanah” (Forestian, 2011).
14

2.6 Citra Sentinel 2

Peran Europan Space Agency (ESA) di Global Monitoring for

Environmental and Security (GMES) adalah untuk memberikan definisi dan

pengembangan elemen berbasis sistem ruang dengan meluncurkan Sentinel-2

yang memiliki resolusi spasial tinggi. Dalam perkembangan ESA

mengembangkan lima misi Sentinel, yaitu Sentinel-1, Sentienl-2, Sentinel-3 dan

misi Jason-CS sehingga dengan konfigurasi ini akan mungkin untuk memenuhi

revisit dan cakupan, dalam memberikan layanan operasional yang kuat dan

terjangkau. Pada setiap generasi satelite telah direncanakan berada di antara 15-20

tahun kedepan. Strategi untuk pengadaan dan penggatian satelite Sentinel selama

periode ini sedang dalam tahap perumusan (Thalib, 2017).

Sistem satelite Sentinel 2 sedang dikembangkan oleh konsorsium industri

yang dipimpin oleh Astrium GmbH (Jerman) sebagai kontraktor utama, sementara

Astrium SAS (Prancis) bertanggung untuk Instrumen MultiSpectral. Satelite yang

didasarkan pada platform baru yang dikembangankan untuk Sentinel 2 yang

dipahami sebagai produk generik yang akan kompatibel dengan akurasi penunjuk

dan persyaratan stabilitas dari beberapa misi pengamatan Bumi (ESA, 2012)
15

Gambar 3. Spektrum Spektral Band pada Citra Sentinel-2 (ESA,2012)

Citra Sentinel 2 memiliki 13 band Multi spektral mulai yang tampak dan

yang tidak terlihat dan Visible and Near Infrared (VNIR) ke Short-Wave Infrared

(SWIR) nearinfrared ke infra gelombang pendek. Pada band spektral resolusi

spasial bervariasi dari 10 m ke 60 m, dengan bidang pandang 290 km.

Keunggulan Sentinel 2 mampu menkombinasikan resolusi spasial yang tinggi,

pada bidang pandang lebar dan sepktrum luas sehingga cakupan yang besar

dibandingka dengan multispektral lainnya (ESA, 2012). Di mana Sentinel 2

mampu menampilkan empat band di 10 m yaitu biru klasik (490 nm), hijau (560

nm), merah (665 nm) dan inframerah dekat (842 nm); dan enam band di 20 m

yaitu empat untuk band di vegetasi spektral (spektral (705 nm, 740 nm, 783 nm

dan 865 nm) dan dua band SWIR besar (1.610 nm dan 2190 nm); dan tiga band

pada resolusi spasial 60 m yaitu untuk koreksi atmosfer dan screening awan (443
16

nm) untuk pengambilan aerosol, 945 nm untuk pengambilan uap air dan 1380 nm

untuk deteksi awan cirrus) (ESA, 2012).

Tabel 1. Karakteristik Sentinel 2

Nomor Panjang Kategori Resolusi Kegunaan


Band Gelombang Spasial
(nm) (m)
17

1 443 Costal Aerosol 60 Studi pesisir dan aerosol

2 490 Blue 10 Melihat fitu permukaanr air /


kolom air dangkal, batimetri
3 560 Green 10
Studi vegetasi di laut & di
darat, serta sedimen
4 665 Red 10
Membedakan mineral dan
tanah (studi geologi)/ lereng
5 705 Vegetation Red Edge 20
vegetasi
Vegetasi spektral untuk
6 740 Vegetation Red Edge 20 menilai status vegetasi

Vegetasi spektral untuk


7 783 Vegetation Red Edge 20
menilai status vegetasi

8 842 NIR 10 Vegetasi spektral untuk


menilai status vegetasi
9 865 Vegetation Red Edge 20
Studi konten biomassa dan
garis pantai
10 945 Water Vapour 60 Studi konten biomassa dan
garis pantai
11 1380 SWIR-Cirrus 60
Vegetasi spektral untuk
menilai status vegetasi
12 1610 SWIR 20
Studi deteksi uap air (water
Vapour)
13 2190 SWIR 20
Peningkatan deteksi
kontaminasi awan cirrus
Studi deteksi kandungan air
tanah dan vegetasi

2.7 Model Pendugaan Carbon


18

Karbon salah satu unsur penting dalam keseimbangan alam sehingga perlu

untuk diperhatikan karena berpotensi bagi lahan lahan yang sudah terdegradasi

dapat meningkatkan daerah penyerapan CO 2 sehingga pentingnya rehabilitasi.

Proses terjadinya karbon melalui perubahan penggunaan lahan, pembakaran

biomassa, penambangan bahan bakar fosil dan pencemaran di laut sehingga

menyebabkan peningkatan jumlah karbon di atmosfer (Yulianti, 2009). Untuk

membuat suatu model pendugaan karbon dapat mestimulasikan penyerapan

karbon dengan melalui proses fotosintesis dan kehilangan karbon melalui

respirasi. Proses penyerapan karbon tersimpan dalam bagian tanaman dalam

bentuk biomassa dengan fungsi dan model biomassa yang kemudia

dipresentasikan melalu suatu persamaan dengan varibel tinggi dan diameter pohon

(Salim, 2005 dalam Widyasari, 2010).

Metode yang sering digunakan pada dasarnya ada empat yakni metode

sampling dengan pemanenan (destructive sampling) salah satu metode

pengukuran biomassa dengan menebang pohon untuk mengetahui pengukuran

berat basah di berbagai carbon pool yang terdiri dari biomassa atas, biomassa

bawah/akar, biomassa kayu mati, biomassa serasah dan biomassa tanah organik

(Ravindranath dan Ostwald 2008). Metode sampling tanpa pemanenan (non-

destructive sampling) atau pengukuran biomassa dengan hanya mengetahui

variabel diameter lingkar batang pohon dan tinggi pohon serta serasah yang ada

(Selviana, 2012), metode pendugaan melalui penginderaan jauh, dan metode

pembuatan model penduga biomassa dan karbon terikat dengan menggunakan

analisis persamaan alometrik dan persamaan polynomial yang mampu


19

menggambarkan variabel biomassa (W) dan karbon terikat (C) sebagai fungsi dari

diameter (D) dan tinggi (H) sehingga untuk mengetahui kandungan karbon terikat

dengan biomassa maka dibuat model yang didasari pada fungsi yang menyatakan

bahwa karbon terikat = f (biomassa) yang dibangun atas persamaan regresi

sederhana dengan mengetahui keeratan antara kandungan karbon terikat dengan

biomassa yang kemudian dipilih model regresi terbaik dengan memperhatikan

beberapa persyaratan untuk pemilihan model terbaik diantaranya yakni

penyesuaian terhadap fenomena dan sifat keterandalan model (data reability) yang

didasari pada varibel koefisien determinansi (R²), varian (S²) dan koefisien

determinansi terkoreksi (R²a) serta melalui tahap uji keabsahan model dengan

melihat parameter MSPE dan CV pada masing – masing persamaan yang

kemudian dipilih persamaan terbaik. Jika menggunakan bantuan pro gram statistik

miniTAB 14 maka dapat menyusun dan analisa persamaan alometrik (Widyasari,

2010).

2.8 Pendugaan Cadangan Karbon Mengunakan Metode Alometrik

Analisis pendugaan biomassa permukaan dengan menggunakan persamaan

alometrik yang telah ada dari penelitian sebelumnya. Biomassa hutan dapat

digunakan untuk memperkirakan kandungan karbon dalam vegetasi hutan, karena

vegetasi biomassa terkandung karbon sekitar 50% (Brown dkk, 1989 dalam

Massiri, 2010). Model alometrik merupakan model regresi yang menunjukkan

hubungan antara ukuran atau pertumbuhan salah satu komponen individu pohon

dengan semua komponen individu pohon.


20

Data yang digunakan dalam mengukur biomassa tegakan ialah diameter

batang (dbh) dan tinggi pohon dengan metode non-destruktif. Metode pengukuran

dbh dan tinggi tegakan berdasarkan penelitian Murdiyarso et al., (2010) yaitu

mengukur diameter batang tegakan setinggi dada menggunakan pita meter

sedangkan tinggi tegakan diukur menggunakan alat hagameter dengan mengetahui

persamaan dari alometrik pada jenis yang di ukur.

Model alometrik adalah model digunakan untuk menggambarkan

perubahan sistematis dan di dalam berisi hubungan antara ukuran atau

pertumbuhan dengan komponen keseluruhan dalam suatu makhluk hidup

(Parresol 1999). Hubungan dinyatakan dalam bentuk matematika sekaligus dalam

bentuk fungsi logaritmik dan pangkat. Melalui model persamaan alometrik,

biomassa dari pohon, itu hanya bisa diduga berdasarkan diameter, tinggi atau

kombinasi keduanya sehingga biomassa tegakan dalam vegetasi dapat dihitung

ekosistem dapat dihitung (Krisnawati et al. 2012).

2.9 Pendugaan Cadangan Karbon Menggunakan Metode Spasial Sistem


Informasi Geografis

Sistem informasi geografi memiliki kapasitas dalam menggabungkan

berbagai data ke suatu titiktertentu di bumi, overlay, analisis dan akhirnya

memetakan hasilnya. Data yang proses pada sig adalah data spasial yang

berorientasi pada data geografis dan merupakan lokasi yang memiliki sistem

koordinat tertentu, sebagai garis dasar. Karena itu Aplikasi GIS dapat menjawab

beberapa pertanyaan sebagai; Lokasi, kondisi, tren, model, dan pemodelan.


21

Kapasitas ini membedakan pertunjukan Sistem informasi lainnya (Rosdania,

2015).

Persamaan alometrik digunakan untuk mengekstrapolasi data spasial ke

area yang lebih luas. Penggunaan persamaan alometrik alometrik yang

dipublikasikan sering dilakukan, tetapi karena koefisien persamaan alometrik

bervariasi untuk setiap lokasi dan spesies, penggunaan persamaan standar ini

dapat menghasilkan kesalahan penting dalam estimasi biomassa suatu vegetasi

(Sutaryo, 2009)

Hasil Penelitian yang dilakukan oleh (Nabila, 2019) persamaan regresi

yang digunakan menjadi model pendugaan nilai biomassa vegetasi wilayah kota

Kendari adalah y = 0.1032e4.8209x . Citra Sentinel 2-A mampu digunakan untuk

mengestimasi biomassa dan stok karbon (tegakan vegetasi) di Kota Kendari

2
karena memiliki hubungan yang cukup kuat serta koefisien determinasi (R ) yang

cukup tinggi sebesar 68% untuk Sebaran cadangan karbon di Kota Kendari

berdasarkan kelas karbon yang telah diperoleh yaitu sebaran cadangan karbon

tertinggi dengan nilai 5,76 ton/pixel sedangan karbon terndahnya bernilai 0,01

ton/pixel
22

III. METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November sampai dengan

Desember 2020 di kawasan hutan produksi di Kecamatan Nambo yang secara

geografis terletak di bagian selatan khatulistiwa, melintang dari utara keselatan

antara 122º35’ BT dan 3º48’ LS di Tobimeita Kecamatan Nambo Kota Kendari,

Provinsi Sulawesi Tenggara.

3.2. Alat dan Bahan

Alat yang di gunakan dalam penelitian ini adalah : Perangkat keras

(hardware) berupa laptop dan printer, perangkat lunak (software) yang digunakan

adalah Arc GIS 10.4 dan SAGA GIS 5.0. dan SPSS, alat survey yang digunakan

yaitu pedoman identifikasi pohon, Global Positioning System (GPS), pita meter.

roll-meter, tally sheet, kertas tahan air (Newtop), alat tulis dan kamera digital.

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah ; Tumbuhan berupa Pohon yang

digunakan sebagai objek penelitian, Citra Sentinel 2 tahun 2020, peta administrasi

wilayah penelitian dan peta kerja.

3.3. Populasi dan Sampel


23

Populasi dalam penelitian ini adalah semua jenis vegetasi di wilayah

Hutan produksi yang masuk dalam tingkat pertumbuhan pohon dengan

berdasarkan peta penutupan lahan kawasan hutan produksi luas ± 427 Ha (Hasil

Analisis Citra, 2020). Sampel dalam penelitian ini adalah tumbuhan yang berada

pada tingkat pertumbuhan pohon yang terdapat dalam plot atau petak pengamatan

sedangkan pada tingkat semai tidak termasuk karena dalam populasi dan sampel

pengamatan hanya difokuskan pada penelitian cadangan karbon pohon.

Mengidentifikasi proses penetuan lokasi dengan bantuan interpertasi citra dapat

memberikan gambaran tingkat kerapatan dan dapat memisahkan antara objek

dengan objek lain pada kawasan hutan produksi di lokasi penelitian. Bentuk

sampel adalah bujur sangkar dengan ukuran 20 m x 20 m (0.04 Ha), dengan

jumlah petak sampel sebanyak 30 petak. Perbandingan jumlah titik sampel

minimal yang harus diambil dengan skala pemetaan yang dapat disajikan pada

Tabel 2

Tabel 2. Jumlah Titik Sampel di Lokasi Penelitian Tahun 2020 Berdasarkan Skala
Peta
Skala Kelas kerapatan Min. Plot Total sampel
(Kr) minimal (TSM)
1:25.000 5 30 50
1:50.000 3 20 30
1: 250.000 3 20 30
Sumber: Peraturan Kepala BIG No.3 Tahun 2014 Tentang Pedoman Teknis
Pengumpulan dan Pengelolaan Data Geospasial

Sampel dilakukan secara purposif dengan mempertimbangkan

keterwakilan kerapatan vegetasi hutan produksi di Kecamatan Nambo dan sebaran

tumbuhan yang terdapat di lokasi penelitian. Pengambilan data lapangan

dilakukan dengan metode non destruktif, yakni dilakukan melalui pengukuran


24

besaran lingkar batang, identifikasi jenis dan perhitungan jumlah individu jenis

yang ditemukan.

3.4. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kualitatif dan

kuantitatif. Data kualitatif yaitu data yang dinyatakan dalam bentuk kata-kata atau

bukan dalam bentuk angka. Data kualitatif dalam penelitian ini adalah nama jenis

pohon. Data kuantitaif yaitu data yang diperoleh dalam bentuk angka. Data

kuantitatif dalam penelitian ini adalah diameter pohon, jumlah individu vegetasi

dan nilai NDVI vegetasi.

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer

dan data sekunder. Data primer yaitu data yang diperoleh melalui pengamatan

langsung di lapangan terhadap objek yang diteliti. Data primer dalam penelitian

ini yaitu data yang didapatkan dari hasil pengukuran lapangan di tempat penelitian

meliputi diameter lingkar batang pohon dan jumlah individu tiap jenis pohon dan

nama jenis pohon yang diperoleh dari hasil survey lapangan. Adapun data

sekunder dalam penelitian yaitu data yang diperoleh dari berbagai instansi atau

lembaga yang mempunyai relevansi untuk digunakan sebagai data pendukung

dalam penelitian ini. Data sekunder yang dikumpulkan meliputi kondisi umum
25

lokasi penetian seperti data biofisik lahan (luas, topografi, iklim, curah hujan)

serta peta administrasi wilayah penelitian dan data Citra Sentinel 2 Tahun 2020.

3.5. Variabel Penelitian

Variabel yang digunakan pada penelitian ini adalah :

a. Diameter lingkar batang pohon, jenis pohon, tinggi pohon dan jumlah

individu.

b. Nilai NDVI (Normalized Difference Vegetation Index) yang merupakan

perhitungan dari sinar tampak dan inframerah dekat yang direfleksikan oleh

vegetasi. Nilai ini diperoleh dari data penginderaan jauh.

3.6. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Observasi

Observasi adalah metode pengumpulan data melalui pengamatan langsung di

lapangan terhadap objek yang diteliti meliputi pengukuran diameter setinggi dada,

jenis pohon, keliling lingkar batang pohon, jumlah jenis individu dan jumlah

NDVI.

3.7. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian analisis cadangan karbon di wilayah kawasan hutan

produksi dengan pemanfaatan sistem informasi geografis yaitu sebagai berikut;

a. Data citra sentinel 2 dapat diunduh dari situs www.remotepixel.cu atau


26

adnananhum.wordpress.com (terdapat beberapa cara dalam mendownload data

citra sentinel dan citra lainnya)

b. Melakukan koreksi radiometrik; koreksi radiometrik bertujuan untuk

memperbaiki pixel agar sesuai yang seharusnya. Dengan mempertimbangkan

kesalahan atmosfer merupakan penyebab kesalahan utama.

c. Komposit warna; bertujuan untuk mempertajam kenampakan obyek tertentu

sehingga mempermudah intrepretasi hasil dari data citra inderaja. Pada

penelitian ini komposit warna yang digunakan untuk klasifikasi penutupan

lahan pada kawasan hutan produksi yaitu band 432, sedangkan untuk

mengetahui nilai NDVI (Normalized Difference Vegetation Index) kombinasi

band 8 dan 4.

d. Interpertasi citra digital digunakan untuk penarjamanan digital (Digital

Enhancement); tahapan ini berisi penajaman digital yang bertujuan untuk

mendapatkan kualitas visual dan variabilitas spektral citra menjadi lebih baik.

e. Melakukan pemotongan citra (Cropping); data citra yang sudah terkoreksi

dipotong untuk mempermudah pengolahan data dan memfokuskan lokasi

daerah penelitian. Selain itu, pemotongan hasil fotogrametrik dan data citra.

Tahapan dalam Cropping dapat dilakukan dengan menggunakan data vektor,

koordinat geodetik, atau dengan menggunakan intreactiv clip pada software

GIS.

f. Melakukan klasifikasi citra; klasifikasi citra dapat dilakukan dalam 2 cara

klasifikasi terbimbing (unsupervised classification) dan klasifikasi tak

terbimbing (supervised classification). Pada penelitian ini digunakan


27

klasifikasi tak terbimbing. Bertujuan untuk mengekstrak pola-pola respon

spektral yang terdapat pada fotogrametrik dan untuk dikelaskan kedalam kelas

atau kategori tertentu pada kelas-kelas penutupan lahan (landcover).

g. Melakukan uji akurasi data; pengambilan sampel di lapangan untuk menguji

tingkat keakuratan baik secara visual dari hasil klasifikasi dengan

menggunakan titik – titik kontrol sehingga besarnya persentase ketelitian

pemetaan dapat diminimalisir. Hasil pengolahan data citra minimal adalah

70% dan setelah divalidasi dengan data lapangan maka akurasi hasil penelitian

adalah 90%. Pengambilan sampel di lapangan mengacu pada Peraturan Kepala

BIG No. 3 Tahun 2014 tentang Pedoman Teknis Pengumpulan dan

Pengolahan Data Geospasial.

h. Penentuan lokasi sampel atau survey awal: dilakukan untuk menentapkan

lokasi sampel berdasarkan hasil interpertasi citra data penginderaan jarak jauh

yang dianggap respresentatif sehingga mewakili kondisi vegetasi.

i. Membuat petak pengamatan dan melakukan pengukuran yang ditemukan

dalam plot pengamatan.

j. Melakukan pengukuran keliling lingkar batang untuk memperoleh informasi

diameter pohon yang diperoleh dari hasil pengukuran keliling batang

kemudian dibagi dengan “phi” (Π) atau 3,14. Pada pengamatan ini, data pohon

(DBH = 10 cm) yang diambil dari masing-masing plot 20 m x 20 m berupa

spesies, diameter pohon ketinggian pohon. Pengukuran pohon dilakukan

dengan :

 Apabila batang bercabang di bawah ketinggian sebatas dada (1,3 m) dan


28

masing- masing cabang memiliki diameter = 10 cm maka diukur sebagai

dua pohon yang terpisah.

 Apabila percabangan batang berada di atas setinggi dada atau sedikit di

atasnya maka diameter diukur pada ukuran setinggi dada atau di bawah

cabang.

 Apabila batang mempunyai akar tunjang/ udara, maka diameter diukur 30

cm di atas tonjolan tertinggi.

k. Untuk pendugaan potensi karbon lapangan pada setiap petak pengamatan

dilakukan dengan menggunakan rumus alometrik.

l. Membuat model regresi antara nilai karbon lapangan dan nilai NDVI citra.

m. Melakukan uji statistik dengan menentukan permodelan terpilih dengan

akurasi model yang dapat digunakan. Dengan menentukan permodelan terpilih

harus melalui beberapa uji lanjut lainnya uji Korelasi, Uji Koefisien

determinansi, uji ANOVA, Uji Asumsi Kuadrat terkecil, Uji Validasi Model.

n. Menggunakan model terpilih untuk menduga cadangan karbon pada Kawasan

Hutan Produksi di Kecamatan Nambo.


29

Unduh data citra

Citra Sentinel 2 tahun


2020

Koreksi radiometrik

Komposit warna citra

Penarjaman digital

Cropping
Berdasarkan AOI

Peta digital kawasan hutan Uji


Klasifikasi citra
produksi
Reklasifikasi
tidak
Penetuan lokasi
sampel/ survey awal

Membuat petak pengamatan

Pengukuran diameter Jenis Vegetasi Hutan


batang Produksi
30

Alometrik

Biomassa

Model

Uji Statistik

Model Terpilih

Peta estimasi cadangan


karbon hutan produksi
di Kecamatan Nambo

Gambar 4. Prosedur Penelitian Esrtimasi Potensi Karbon Pada Kawasan Hutan Produksi
3.8. Analisis
Dengan Data
Pemanfaatan Teknologi Penginderaan Jarak Jauh Di Kecamatan Nambo

Analisis data potensi karbon hutan di Kawasan Hutan Produksi di

Kecamatan Nambo, adalah :

3.8.1 Perhitungan Biomassa

Perhitungan biomassa hutan lapangan menggunakan pendugaan biomassa

non destruktif (dengan persamaan allometrik), metode ini tidak merusak

lingkungan dan dapat dilaksanakan lebih cepat untuk areal hutan yang lebih luas.

Beberapa model persamaan allometrik yang digunakan untuk menghitung

biomassa adalah :

Tabel 3. Persamaan Allometrik Pada Berbagai Spesies kayu Bercabang


No Jenis Persamaan Sumber
1 Mahoni BK = 0,048 (D2,68 )
Allometrik Purwanto et.al., 2009

2 Jati BK = 0,153 (D2,382 ) Purwanto et.al., 2009

3 Sengon BK = 0,0272 (D2,831 ) Purwanto et.al., 2009


31

4 Akasia BK = 0,077 (D2 H) 0,90 Purwanto et.al., 2009

5 Pohon – pohon bercabang BK = 0,11 ρ (D)2,62 Ketterings, 2001

6 Pohon – pohon tidak BK = Π ρ D2 H/40 Hairiah, 2002

Ket : bercabang
BK : Berat Kering (kg/pohon)
D : Diameter setinggi dada (cm)
H : Tinggi total tanaman (cm)
Ρ : Kerapatan kayu

Adapun perhitungan nilai karbon hutan menurut (Hairiah, 2007)

menggunakan persamaan sebagai berikut :

Kandungan Karbon = Estimasi Biomassa x 0.46

Data dari hasil perhitungan biomassa persetiap plot kemudian diuji

normalitas. Untuk mengetahui distribusi variabel bebas yaitu indeks vegetasi

terhadap variabel terikat yaitu biomassa apakah menyebar secara normal atau

tidak. Metode Normal Probability Plot, merupakan metode yang digunakan untuk

uji normalitas dengan melihat sebaran titik – titik plot dengan mengikuti dan

mendekati garis diagonalnya sehingga garis diagonal dapat mengikuti arah garis

diagonal maka memenuhi asumsi normalitas. Uji normalitas dilakukan dengan uji

normalitas Kolmogorov-Smirnov dengan software SPSS.

3.8.2 Korelasi Indeks Vegetasi

Perhitungan indeks vegetasi tutupan lahan dilakukan pada citra satelit yang

telah diunduh. Dengan menggunakan formula NDVI (Normalized Difference

Vegetation Index) yang merupakan perhitungan dari sinar tampak dan inframerah

dekat yang direfleksikan oleh vegetasi. Proses ini bertujuan untuk mengetahui dan

mendapatkan nilai indeks kerapatan vegetasi kawasan hutan produksi Kecamatan

Nambo. Menurut (Arnanto et al., 2013) nilai NDVI dihitung dengan

menggunakan persamaan:
32

NIR−RED
NDVI =
NIR+ RED

dimana ;

NIR (Near infrared) :band inframerah dekat


RED adalah :band merah

3.8.3 Membangun Model Penduga Biomassa

Membangun hubungan antara biomassa di atas permukaan tanah yang

diperoleh dari hasil perhitungan data lapangan yang terletak pada masing- masing

petak pengamatan dengan melihat nilai indeks vegetasi (NDVI) pada setiap lokasi

penelitian yang sama dan bersumber dari hasil analisis data penginderaan jauh.

Model pendugaan ini menggunakan beberapa model regresi, yaitu ;

Regresi linier : Y = c + bx
Regresi logaritmatik : Y = c + b ln x
Regresi eksponensial : Y = c exp
dimana,

Y : variabel terikat (biomassa dalam ton/ha)


b : Variabel
c : Konstanta
x : indeks vegetasi
exp : Inversi LN, logaritma natural angka.

Untuk membangun model pendugaan biomassa dapat melalui 4 tahap

pengujian yaitu uji statistik pada masing-masing indeks vegetasi/NDVI dapat

ditentukan berdasarkan nilai r (koefisien korelasi), nilai R 2 (koefisien determinasi),

uji ANOVA dan uji t. Selanjutnya Uji Korelasi menunjukan hubungan antara

variabel bebas dan variabel terikat. Dalam suatu model regresi terdiri dari Nilai

correlation coefficient (r) dapat menunjukkan kekuatan dan arah hubungan antar

variabel. Selang nilai korelasi (r) berkisar antara -1 sampai dengan 1. Koefisien
33

korelasi bernilai negatif mempunyai makna hubungan antara dua variabel yang

diuji bersifat berbanding terbalik, yaitu jika salah satu variabel nilainya menurun,

maka peubah yang lain akan meningkat. Koefisien korelasi bernilai positif

menunjukkan hubungan antar dua variabel tersebut berbanding lurus, yaitu jika

nilai salah satu peubah meningkat, maka peubah lain juga akan meningkat.

Apabila nilai korelasi 0, maka hubungan antara dua variabel yang diuji tidak

memiliki korelasi. Kemudian uji nilai keofisien determinansi tujuannya adalah

untuk mengetahui pemilihan model terbaik sehingga nilai R dapat menunjukkan

persentase penyimpangan variabel terikat (biomassa) yang dapat dijelaskan oleh

variabel bebas (indeks vegetasi/NDVI) dalam suatu model regresi. Semakin tinggi

nilai R2 dalam suatu model regresi, maka semakin baik pula model tersebut

digunakan untuk estimasi biomassa. Selanjutnya dilakukan uji ANOVA ; tingkat

signifikansi pada pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat dapat

diketahui jika nilai sig < 0.05 maka pengaruh variabel bebas sudah signifikan

sehingga model regresi dapat digunakan. sedangkan jika sig > 0.05 maka model

regresi tidak dapat digunakan dan yang terakhir Uji asumsi kuadrat terkecil.

Dalam melakukan serangkaian uji kaudrat terkecil paramterik a dan b diuji

dengan menggunakan metode kuadrat terkecil (leastsquare method). Metode

kuadrat terkecil dapat digunakan apabila asumsi – asumsi regresi sudah terpenuhi

dengan melihat setiap nilai variabel bebas independen terhadap varibel bebas

lainnya, nilai sisaan bersifat acak serta berdistribusi normal dengan rata-rata nol

dan variannya konstan sehingga model yang memenuhi adalah model yang

memiliki normalitas data (Sembiring, 1995).


34

3.8.4 Uji Validasi Model

Uji validasi model terpilih tujuannya untuk membandingkan antara hasil

penghitungan biomassa hutan dengan menggunakan model terpilih dan hasil

pengukuran di lapangan dengan menggunakan persamaan allometrik. Melalui uji

validasi dapat diketahui penyimpangan nilai penduga biomassa hasil dari model-

model regresi yang dibangun dengan biomassa di lapangan. Uji validasi model

terbangun dengan menggunakan matriks kepercayaan.

3.8.5 Pembuatan Peta Cadangan Karbon

Pembuatan peta cadangan karbon dilakukan dengan bantuan software

ArcGIS dengan menglasifikasikan menjadi beberapa kelas dan ditentukan dengan

melihat sebaran data normal dari nilai sediaan karbon yang di ukur dari seluruh

plot contoh yang ada di lapangan.

3.9. Definisi Operasional

Definisi operasional dari penelitian ini adalah:

a. Kawasan Hutan Produksi merupakan kawasan yang berada di Kecamatan

Nambo yang direncakana blok khusus oleh Kesatuan Pengelolaan Hutan

Produksi (KPHP) Gularaya memiliki potensi Flora dan Fauna yang

bernakeragaman diantaranya origana pterygosperma Gaetn., Artocarpus

communis, Ficus septica Burm. F., Donax cannaeformis (G. Forst.) K.


35

Schum), Eupatorium odoratum (L.) R. M.), Melastoma malabathricum Linn.,

Lygodium circinatum (Brun.) Sw.

Penginderaan jauh adalah ilmu untuk mendapatkan informasi tentang obyek,

daerah atau gejala di permukaan bumi yang direkam dengan alat tertentu

(device), yang diperoleh tanpa kontak langsung terhadap obyek, daerah atau

gejala yang dikaji.

b. Geospasial atau ruang kebumian adalah aspek keruangan yang menunjukkan

lokasi, letak, dan posisi suatu objek atau kejadian yang berada di bawah, pada,

atau di atas permukaan bumi yang dinyatakan dalam sistem koordinat tertentu.

c. Data Geospasial adalah data tentang lokasi geografis, dimensi atau ukuran,

dan/atau karakteristik objek alam dan/atau buatan manusia yang berada di

bawah, pada, atau di atas permukaan bumi.

d. Data Raster adalah data yang disimpan dalam bentuk grid atau piksel sehingga

terbentuk suatu ruang yang teratur, data ini merupakan data geospasial

permukaan bumi yang diperoleh dari citra perekaman foto atau radar dengan

wahana Unmanned Aerial Vehicle (UAV), pesawat atau satelit.

e. Pesisir adalah daerah pertemuan antara darat dan laut; kearah darat meliputi

bagian daratan, baik kering maupun terendam air, yang masih dipengaruhi

sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut, dan perembesan air asin,

sedangkan kearah laut meliputi bagian laut yang masih dipengaruhi oleh

proses–proses alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air

tawar, maupun yang disebabkan oleh kegiatan manusia di darat seperti

penggundulan hutan dan pencemaran.


36

f. Peta adalah Gambaran dari unsur – unsur alam dan unsur – unsur buatan, yang

berada di atas maupun di bawah permukaan bumi yang digambarkan pada

suatu bidang datar dengan skala tertentu.

g. Stok karbon adalah jumlah karbon dalam waktu tertentu yang terdapat dalam

suatu sistem yang dapat menyerap atau melepaskan karbon.

h. Tajuk adalah bagian atas tanaman yang terdiri atas cabang, ranting dan daun

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1. Letak dan Luas Wilayah

Wilayah Penelitian Kawasan Hutan Produksi terletak di Kecamatan

Nambo Kabupaten Kota Kendari yang sekaligus sebagai Ibu kota provinsi

Sulawesi Tenggara. Secara astronomis terletak di bagian selatan garis khatulistiwa

berada di antara 3o59’55’’ dan -4o03’18’’ Lintang Selatan, dan membentang dari

Barat ke Timur diantara 122o34’54’’ dan 122o36’38’’ Bujur Timur.

Secara geografis berbatasan dengan Teluk Kendari di Utara, Konawe

Selatan di Timur, Kabupaten Konawe Selatan di Selatan, dan Kecamatan Poasia

di barat. Secara umum, terdapat beberapa kecamatan yang berada di kawasan

hutan produksi. Namun, tidak secara keseluruhan masuk dalam wilayah

penelitian, secara berurutan terdapat 3 kecamatan diantaranya yaitu Kecamatan


37

Poasia, Kecamatan Abeli dan Kecamatan Nambo. Batas wilayah kecamatan

disajikan pada tabel 4

Tabel 4. Luas Wilayah Masing-Masing Kecamatan Nambo 2020


Luas Daerah Persentase
Kelurahan
(Km2) (%)
(1) (2) (3)
1 Benuanirae* 7,25 16,38
2 Pudai* 0,82 1,85
3 Lapulu* 0,59 1,33
4 Abeli* 2,11 4,77
5 Anggalomelai* 1,83 4,13
6 Tobimeita 6,29 14,21
7 Poasia* 0,68 1,54
8 Talia* 0,62 1,40
9 Petoaha 7,40 16,72
10 Nambo 2,62 5,92
11 Bungkutoko 1,60 3,61
12 Sambuli 3,47 7,84
13 Tondonggeu 2,49 5,62
14 Matabubu** 6,50 14,68
Kecamatan Nambo 44,27 100
Sumber: BPS Kecamatan Nambo dalam Angka 2020
38

Ket : *) Kecamatan Abeli


**) Kecamatan Poasia

Sub-Wilayah Penelitian terdiri dari 14 wilayah administrasi kelurahan

memiliki luas  44,27 km area yang tersebar di 3 kecamatan yaitu Kecamatan

Nambo, Kecamatan Abeli dan Kecamatan Poasia. Kecamatan Abeli meliputi

Kelurahan Benuanirea, Pudai, Lapulu, Anggaloemlai, Poasia, Talia, Abeli dan

Kecamatan Nambo meliputi Kelurahan Tobimeita, Nambo, Petoaha, Bungkutoko,

Sambuli, Tondonggeu sedangkan Kecamatan Poasia meliputi Kelurahan

Matabubu. Ada satu pulau yaitu Bungkutoko yang memiliki luas 1,60 km atau

3,61% dari total luasnya daerah Kecamatan Nambo.

4.2. Iklim

Kondisi musim di Kecamatan Nambo sama dengan daerah lain di

Indonesia yaitu ada dua musim yaitu musim kemarau dan musim hujan. Kondisi

musim sebagian besar dipengaruhi oleh musin angin yang bertiup di seluruh

wilayah tersebut. Dari bulan Januari hingga Juni, angin meniupkan uap air dalam

jumlah besar dari benua Asia dan Pasifik setelah melewati beberapa samudra,

sehingga pada bulan-bulan ini biasanya kawasan Nambo menjadi musim hujan.

Suhu rata-rata tahun 2020 adalah 27 C, dengan suhu terendah 19 C, dan

tertinggi 35 C. Kelembaban rata-rata dalam tahun 2020 suhu 83° C, suhu

terendah 52° C, kelembaban suhu maksimum 98 derajat Celcius. detailnya

Tentang iklim curah hujan rata-rata (mm) dan hari hujan (hh) Kecamatan Nambo

Tabel 5 menunjukkan tahun 2020.


39

Tabel 5. Rata-Rata Curah Hujan dan Hari Hujan Bulanan Tahun 2020 di
Kecamatan Nambo
Rata-Rata Rata-Rata
No Bulan
Curah Hujan (mm) Hari Hujan (hh)
1 Januari 224,20 16
2 Februari 327,00 21
3 Maret 161,10 19
4 April 270,30 22
5 Mei 177,00 19
6 Juni 427,50 24
7 Juli 337,50 20
8 Agustus 25,20 9
9 September 100,00 10
10 Oktober 5,60 5
11 November 172,00 13
12 Desember 83,50 16
Total 2310,90 194
Sumber :BMKG 2020
Tabel 4.2 menunjukkan bahwa curah hujan harian dan curah hujan bulanan

tertinggi di Kecamatan Nambo dari tahun 2020 terjadi pada bulan Juni dengan

rata-rata curah hujan 427,50 mm dan rata-rata 24 hari. Sedangkan pada bulan

Oktober, curah hujan dan bulan terkering adalah Rata-rata curah hujan selama 5

hari hujan adalah 5,60 mm.

4.3. Topografi

Secara garis besar, topografi di Kecamatan Nambo dibedakan menjadi 3

jenis yaitu berbentuk gelombang atau berombak, berbentuk gelombang dan

bergunung-gunung. Kemiringan kelerengan Nambo adalah 0-8%, 15-25% dan

lebih dari 40% (Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Sampara, 2017).
40

Gambar 5. Peta Kelerengan Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Sampara


(BPDASS)

4.4. Jenis Tanah

Jenis tanah Ada tiga jenis tanah di wilayah Nambo, yaitu Litosol, Podzolic

dan Kambisol (Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Sampara, 2017).


41

Gambar 6. Peta Jenis Tanah Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Sampara
(BPDASS)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil

5.1.1 Distribusi Luas Kawasan Hutan Produksi

Kawasan Hutan Produksi di Kecamatan Nambo yang tersebar di berbagai

kelurahan yang mendukung berbagai jasa ekosistem, termasuk perannya sebagai

penyimpanan karbon. Hasil identifikasi distribusi dan luas tutupan lahan hutan

produksi di Kecamatan Nambo Kabupaten Kota Kendari, dilakukan berdasarkan

kenampakan warna citra sentinel 2 tahun 2019 yang terlihat, diperoleh luas total
42

yaitu 427 ha. Distribusi hutan produksi di Kecamatan Nambo Kabupaten Kota

Kendari dapat dipersentasekan pada peta (Lampiran 1.)

Analisis sistem informasi geografis (SIG) pada sebaran kawasan hutan

produksi di Kecamatan Nambo menunjukkan bahwa kelurahan Tobimeita

merupakan kawasan dengan tutupan vegetasi tertinggi yaitu seluas 192,03 hektar

atau 44,91% dari total luas wilayah studi sedangkan tutupan lahan yang rendah,

0,08 hektar atau 0,02% dari luas wilayah studi terdapat di kelurahan Tondonggeu.

Secara rinci sebaran kawasan hutan produksi secara administratif disajikan pada

Tabel 6

Tabel 6. Distribusi Kawasan Hutan Produksi di Kecamatan Nambo


No. Kelurahan Luas (ha) Persentase (%)
1 Benuanirae 83,29 19,48
2 Nambo 19,01 4,45
3 Petoaha 110,05 25,74
4 Sambuli 12,69 2,97
5 Tobimeita 192,03 44,91
6 Tondonggeu 0,08 0,02
7 Matabubu 10,40 2,43
Total 427 100
Sumber : Analisis Data, 2020

5.1.2 Komposisi Jenis Vegetasi Kawasan Hutan Produksi di Kecamatan


Nambo
43

Nilai setiap jenis berdasarkan hasil survey di wilayah studi, jumlah

individu vegetasi yang ditemukan sebanyak 602 individu yang tersebar di 30

wilayah observasi (Lampiran 2). Tabel 7 mencantumkan komposisi jenis kawasan

hutan produksi di lokasi studi, termasuk kerapatan relatif, frekuensi relatif,

dominasi relatif dan indeks nilai penting (INP). Dibandingkan dengan jenis

lainnya, jenis Acacia memiliki nilai kerapatan relatif tertinggi. Jenis frekuensi

relatif, nilai dominansi relatif tertinggi dan nilai indeks nilai penting (INP)

tertinggi terdapat pada jenis Vitex Coffasuss (37,663), dan terendah terdapat pada

jenis Diospyros (1.796).

Tabel 7. Hasil Analisis Vegetasi Kawasan Hutan Produksi di Kecamatan Nambo.


No. Nama Jenis KR(%) FR(%) DR(%) INP
1 Tectona grandis 11,296 5,161 0,092 16,549
2 Acacia 20,432 14,839 0,143 35,414
3 Vitex coffacuss 18,771 18,710 0,183 37,663
4 Castanopsis Buruana 9,635 12,258 0,109 22,002
5 Neolamarckia
cadamba 1,329 3,871 0,026 5,226
6 Ceiba pentandra 0,831 1,290 0,020 2,141
7 Syzygium sp. 1,329 3,226 0,066 4,620
8 Lithocarpus sp. 15,116 13,548 0,131 28,795
9 Nauclea orientalis 16,279 14,839 0,143 31,261
10 Macaranga 0,664 1,935 0,007 2,607
11 Mangifera indica 0,831 1,290 0,009 2,130
12 Shorea sp. 1,495 4,516 0,026 6,037
13 Alstonia scolaris 1,495 3,226 0,038 4,759
14 Diospyros 0,498 1,290 0,007 1,796
Total 100 100 100 201
44

Sumber : Survei Lapangan Tahun 2020

5.1.3 Kerapatan Vegetasi Hutan Produksi Wilayah Nambo

Kerapatan vegetasi pada kawasan hutan produksi di kecamatan Nambo

diperoleh dengan menggunakan data citra sentinel 2 yaitu band 4 (red) dan band 8

(Near Infra Red) dan algoritma indeks vegetasi ternormalisasi NDVI untuk

analisis citra satelit serta menentukan kelas kerapatan vegetasi dengan

mengklasifikasi ulang menjadi tiga tingkat kerapatan vegetasi, yaitu kerapatan

rendah, sedang, dan tinggi (Triramanda, 2017) sehingga kerapatan vegetasi dapat

dipahami. Nilai NDVI pada vegetasi kawasan hutan produksi di Kecamatan

Nambo berkisar antara 0,601 dan 0,850 dengan metode natural breaks yang

digunakan untuk membagi nilai NDVI tersebut menjadi 3 kategori kerapatan yaitu

jarang, sedang dan rapat. Secara rinci tingkat kerapatan pada kawasan hutan

produksi dapat dilihat pada Tabel 8

Tabel 8. Tingkat Kerapatan Vegetasi


No. Nilai NDVI Kelas Kerapatan Luas (Ha)
1 0,601 - 0,684 Jarang 1,96
2 0,685 - 0,767 Sedang 92,94
3 0,768 - 0,850 Rapat 332,65
Total 427,55
Sumber : Analisis Data, 2020

Kerapatan vegetasi di kecamatan Nambo ditunjukkan pada peta kerapatan

vegetasi (Lampiran 3). Vegetasi yang lebat mendominasi sebaran dengan luas

332,63 hektar, dan vegetasi kerapatan sedang dengan luas 92,94 hektar. Kategori

ketiga adalah hutan vegetasi jarang dengan luas 1,96 hektar. Secara rinci
45

persebaran tingkat kepadatan menurut wilayah administrasi dapat dilihat pada

Tabel 9

Tabel 9. Sebaran Kelas Kerapatan Berdasarkan Wilayah Administrasi


Kelas Kerapatan Kelurahan Luas (ha)
Nambo 0,12
Petoaha 0,73
Jarang
Sambuli 0,45
Tobimeita 0,65
Total Luas Kelas Kerapatan Jarang (I) 1,95
Benuanirae 28,90
Nambo 2,09
Sedang Petoaha 21,03
Sambuli 3,10
Tobimeita 35,86
Matabubu 1,96
Total Luas Kelas Kerapatan Sedang (II) 92,94
46

Benuanirae 54,39
Nambo 16,80
Petoaha 88,29
Tinggi
Sambuli 9,14
Tobimeita 155,51
Tondonggeu 0,08
Matabubu 8,44
Total Luas Kelas Kerapatan Tinggi (III) 332,65
Total Luas Kelas Kerpatan Jarang (I+II+III) 427,55
Sumber : Analisis Data, 2020

Berdasarkan Tabel 9, Kelurahan Tobimeita di kecamatan Nambo

merupakan kawasan yang didominasi oleh vegetasi hutan dengan kerapatan tinggi

dengan luas 155,51 hektar, sedangkan Tobimeita merupakan kawasan dengan

tingkat kerapatan tutupan lahan yang jarang, dan luas wilayahnya lebih besar dari

pada area studi. Luasnya 0,66 hektar.

5.1.4 Penyusunaan Model Pendugaan Cadangan Karbon

5.1.4.1 Uji Asumsi

Uji normalitas pada penelitan ini menggunakan metode kolomogrov

Smirnov dengan 30 plot pengamatan kemudian dilakukan analisis regresi terhadap

30 plot sehingga didapatkan nilai residual yang tinggi menunjukkan keberadaan

data yang outlier (Lampiran 5). Berdasarkan data yang diperoleh terdapat 14 data

outlier sehingga yang digunakan hanya 16 plot (Lampiran 6). Pengujian

normalitas dengan metode kolomogrov Smirnov pada residual biomassa citra dan
47

biomassa lapangan menghasilkan nilai P-value (KS) yaitu 0,200 atau > α yang

menunjukkan data berdistribusi normal, yang ditunjukkan pada (Lampiran 6).

5.1.4.2 Uji Korelasi

Berdasarkan nilai yang diperoleh dengan menggunakan metode pearson

diketahui antara biomassa citra dan biomassa lapangan memiliki nilai r = 0,813

(Lampiran 4). Hal ini menunjukkan bahwa nilai r lebih besar dari nilai α = 0,05

artinya r > α nilai tersebut mencerminkan kekuatan hubungan antara dua variabel

yang diteliti dan memiliki hubungan antara dua variabel yang diuji proporsional

(Firdaus, 2009).

5.1.4.3 Validasi Model

Validasi model menunjukkan tingkat akurasi pada model regresi yang

akan digunakan untuk memperkirakan kandungan karbon pada kawasan hutan

produksi. Secara rinci validasi model berdasarkan data analisis regresi dapat

dilihat pada Tabel 10

Tabel 10. Hasil Validasi Model


Kostanta regresi
Model Regresi F-Hitung t Sig
a B c
Linear -0,784 1,103 - 27,280 5,223 0,000
Logaritmik 0,292 0,870 - 27,767 5,269 0,000
Eksponensial 7,677E-7 14,697 - 30,304 5,505 0,000
Sumber : Analisis Data, 2020

Berdasarkan Tabel 10 dapat diketahui bahwa model regresi linear

menunjukkan t hitung 5,223 artinya > 0,05. Hasil uji tersebut menunjukkan bahwa

model linear layak digunakan sebagai penduga potensi karbon hutan

5.1.4.4 Pemilihan Model Pendugaan Biomassa


48

Model terbaik dipilih berdasarkan nilai keofisien korelasi (R) dan nilai

signfikansi (sig). Beberapa model yang digunakan pada penelitian ini adalah

model linier, logaritmatik dan eksponensial. Pemilihan model dilakukan untuk

mengetahui nilai koefisien korelasi (R) dan nilai keofisien determinansi (R 2) yang

terbesar. Keeratan antara nilai (R) yang dapat dilihat dari koefisien determinansi

(R2). Koefisien determinansi koefisien determinasi (R2) menunjukkan seberapa

bagus model regresi yang dibentuk (Reza, 2014). Hasil analisis regresi yang

dilakukan menghasilkan beberapa model persamaan pendugaan potensi cadangan

karbon (Lampiran 9). Secara rinci nilai koefisien korelasi (R) dan koefisien

determinasi (R2) dapat dilihat pada Tabel 11

Tabel 11. Nilai Koefisian Korelasi (R) dan Koefisien Determinansi (R2).
No Model Persamaan R R2 SSE
1 Linear -0,784 + 1,103 0,831 0,661 ,011
2. Logaritmatik 0,292 + 0,870 ln x 0,815 0,665 ,011
3. Eksponensial 7,677E-7 (EXP 14,697x) 0,827 0,684 ,142
Sumber : Analisis Data, 2020

Hasil analisis menunjukkan bahwa model linear memiliki nilai keofsien

korelasi (R) lebih tinggi dari model lain yang di uji sebesar 0,831. yang berarti

terdapat hubungan antara biomassa citra dengan 83% nilai lapangan. Nilai R 2 dari

model regresi Linear sebesar 0,661 yang menunjukkan bahwa pengaruh variabel

independen terhadap variabel dependen sebesar 66%, dan sisanya 37% merupakan

variabel lain yang tidak diamati dalam penelitian ini. Sehingga model yang
49

terpilih adalah model linear berdasarkan koefisien korelasi (R) dan koefisien

determinansi (R2) tertinggi dengan persamaan yang dihasilkan yaitu y = -0,784 +

1,103x

5.1.5 Potensi Cadangan Karbon Kawasan Hutan Produksi di Kecamatan


Nambo.

Nilai potensi simpanan karbon pada kawasan hutan produksi di

Kecamatan Nambo di atas permukaan tanah menggunakan model linear terpilih

mendapatkan nilai potensi karbon sebesar yaitu 396,02 ton dengan rata-rata

biomassa per hektar yaitu 0.03 ton/ha. Sebaran spasial simpanan karbon di

kawasan hutan produksi dinyatakan sebagai peta sebaran nilai simpanan karbon

potensial (Lampiran 12). Sebaran Nilai biomassa berkisar dibagi menjadi 3

kategori dengan menggunakan metode interupsi alami. Secara rinci kategori nilai

potensi penyimpanan karbon hutan disajikan pada Tabel 12

Tabel 12. Kelas Nilai Potensi Cadangan Karbon


Kelas Cadangan
No Interval Kelas Luas (ha) Karbon (ton/ha)
Karbon

1 Rendah -0.122 – -0.03 0,082 -0,160


2 Sedang -0.03 – 0.06 94,00 47,73
3 Tinggi 0.06 – 0.15 333.47 348,45
Total 427.55 396,02

Sumber : Analisis Data, 2020

Berdasarkan hasil analisis, Luas simpanan kandungan karbon di

Kecamatan Nambo, dengan wilayah luas kerapatan vegetasi yang tinggi terdapat

di Kelurahan Tobimeita, dengan luasan yang lebih tinggi dibanding kawasan lain

di kawasan hutan produksi yaitu seluas 155,84 hektar. Secara rinci Tabel 13
50

mencantumkan sebaran nilai simpanan karbon berdasarkan batas administratif

kawasan Nambo.

Tabel 13. Sebaran Kelas Kerapatan Karbon Berdasarkan Wilayah Administrasi


Kelas Kerapatan Kelurahan Luas (ha)

Nambo 0,01
Rendah Sambuli 0,03
Tobimeita 0,04
Benuanirae 28,74
Nambo 2,21
Peotaha 21,48
Sedang
Sambuli 3,48
Tobimeita 36,15
Tondonggeu
0,08
Matabubu 1,96
Benuanirae 54,55
Nambo 16,80
Tobimeita 155,84
Tinggi
Peotaha 88,58
Sambuli 9,18
Matabubu 8,44

Nilai simpanan karbon di suatu wilayah berkaitan dengan kepadatan dan

luas tutupan lahannya. Semakin tinggi kerapatan dan luas tutupan lahan di suatu

wilayah maka semakin tinggi pula nilai simpanan karbonnya. Hasil analisis

menunjukkan bahwa Kelurahan Tobimeita merupakan kawasan dengan tutupan

vegetasi tertinggi dalam menyerap karbon yaitu seluas 155,84 hektar (Tabel 13 )

dan kerapatan vegetasi tinggi yaitu 155,51 hektar (Tabel 8 ). Dengan demikian,

kawasan ini memiliki sebaran nilai simpanan karbon yang lebih tinggi

dibandingkan kawasan lain di kawasan studi.

5.2 Pembahasan
51

5.2.1 Distribusi Luas Kawasan Hutan Produksi

Kawasan hutan produksi tersebar di berbagai kelurahan di kecamatan

Nambo dan memiliki luas ± 427 Ha (Analisis Citra Tahun 2019). Sebaran hutan

produksi dengan vegetasi alami yang masih luas terdapat di Kelurahan Tobimeita

dengan luas 155,51 Ha. Dari hasil survey lapangan penyebab hutan di Kelurahan

Tobimeita yang masih luas disebabkan oleh masyarakat yang masih menjaga

kelestarian alam dengan melakukan program pengelolaan hutan secara sederhana

dan tradisional secara lokal, menggunakan penanaman berkayu dan tanaman

pangan dengan pola tanaman campuran dan system agroforestry dan budidaya

tanaman monokultur di beberapa wilayah milik masyarakat (Sudiana, et al. 2009)

dengan reboisasi secara mandiri serta melakukan penanaman jenis tanaman jangka

panjang sehingga program pengelolaan hutan rakyat di Kelurahan Tobimeita

sangat membantu dalam pelestarian kawasan hutan produksi di Kelurahan

Tobimeita.

Berdasarkan hasil survey lapangan kelurahan tondonggeu merupakan area

dengan tutupan vegetasi terkecil pada area lainnya setiap tahun terjadi penurunan

kawasan hutan yang signifikan karena pertumbuhan penduduk yang relatif tinggi,

ahli fungsi menjadi lahan tambahan, pemukiman dan pembangunan di kawasan

tondonggeu serta hutan menjadi non hutan. Pada tahun 2013 kawasan hutan pada

kelurahan Tobimeita memiliki luas 3,13 ha (Badan Pertanahan Nasional Kota

Kendari, 2013) dan menurun drastis di tahun 2020 menjadi 1,00 ha (Analisis

Citra, 2020).
52

5.2.3 Komposisi Jenis Vegetasi Kawasan Hutan Produksi di Kecamatan


Nambo

Berdasarkan data lapangan yang diperoleh, jenis yang terdapat di kawasan

hutan produksi di kecamatan Nambo terdapat 14 jenis di petak pengamatan yaitu

Tectona grandis, Acacia, Vitex coffacuss, Castanopsis Buruana, Neolamarckia

cadamba, Ceiba pentandra, Syzygium sp., Lithocarpus sp., Nauclea orientalis,

Macaranga, Mangifera indica, Shorea leprosula, Alstonia scolaris dan Diospyros.

Acacia merupakan jenis yang memiliki nilai kerapatan relative tertinggi (20,432)

tetapi mempunyai nilai dominansi yang rendah. Hal tersebut menunjukkan bahwa

rata – rata diameter jenis tersebut kecil namun memiliki jumlah yang banyak

(Gunawan, 2011), dibandingkan dengan jenis lainnya. Hal ini disebabkan karena

Acacia dapat tumbuh di berbagai jenis tanah dan mampu beradaptasi dengan baik

bahkan dengan tanah – tanah asam dan terdegradasi (National Research Council,

1983).

Jenis Acacia merupakan jenis yang mampu beregenerasi secara baik

walaupun di kondisi lingkungan yang sudah terganggu. Hal ini sejalan dengan

penelitian Eldoma dan Awang (1999) yang menyatakan bahwa kelimpahan jenis

Acacia dicirikan dapat tumbuh di daerah dataran rendah, beriklim tropis dan

periode kering yang pendek selama 4 bulan pada ketinggian di atas permukaan air

laut sampai ketinggian 480 m. Sedangkan jenis frekuensi relatif, nilai dominansi

relatif tertinggi dan nilai indeks nilai penting (INP) tertinggi terdapat pada jenis

Vitex Coffasuss. Pada jenis Vitex Coffasuss menunjukkan kehadiran dari 30

wilayah observasi di lokasi penelitian dan mempunyai rata – rata diameter yang

lebih besar di bandingkan jenis lainnya dari jumlah Acacia pada lokasi penelitian
53

(Gunawan, 2011). Jenis Vitex Coffasuss memiliki indeks nilai penting tertinggi

dibandingkan dengan jenis lainnya hal ini di sebabkan oleh kesesuaian tepat

tumbuh yang lebih baik dibanding dengan jenis lainnya (Nuraina, 2018).

5.2.3. Kerapatan Vegetasi Kawasan Hutan Produksi di Kecamatan Nambo


Melalui Analisis Citra

Penentuan klasifikasi kerapatan vegetasi di peroleh dengan menggunakan

hasil analisis (Normalized Difference Vegetation Index) NDVI yang di peroleh

dari citra sentinel 2 pada kawasan hutan produksi. Hasil analisis yang

menggabungkan antara band 4 (red) dan band 8 (Near Infra Red) dan memotong

data citra sesuai dengan batas AOI. Selanjutnya ditentukan dengan tingkat

kerapatan vegetasi dan menghitung nilai NDVI dari hasil penggabungan antara

band 4 (red) dan band 8 (Near Infra Red) serta menentukan kelas kerapatan

vegetasi dengan mengklasifikasi ulang menjadi tiga tingkat kerapatan vegetasi,

yaitu kerapatan rendah, sedang, dan tinggi (Triramanda, 2017).

Hasil analisis NDVI, menunjukan bahwa tingkat kerapatan di kawasan

hutan produksi di Kecamatan Nambo berkisar antara 0,601 dan 0,850 yang

kemudian dibagi ke dalam tiga kelas kerapatan yaitu jarang, sedang dan rapat.

Kelurahan Tobimeita merupakan wilayah terluas dengan tingkat kerapatan

tertinggi dibandingkan dengan wilayah lainnya yang memiliki luas yaitu 155,51

ha dan kelas kerapatan jarang terluas yaitu 0,73 ha terdapat pada Kelurahan

Petoaha. Kelurahan Tobimeita memiliki jenis vegetasi yang beragam dan terdapat

pola persebaran vegetasi yang tidak merata. Luas dengan tingkat kerapatan sedang

kelurahan Tobimeita terluas yaitu 35,86 ha Dari hasil survey lapangan wilayah ini
54

merupakan area dengan kondisi vegetasi pertumbuhan yang kurang rapat serta

terdapat jenis vegetasi yang beragam. Hal ini sejalan dengan pernyataan Thoha

(2014) yang menyatakan bahwa semakin tinggi nilai NDVI tutupan lahan maka

semakin rapat vegetasinya. Nilai NDVI yang lebih rendah menunjukkan tutupan

lahan dengan kerapatan vegetasi yang berkurang atau bahkan vegetasi yang lebih

sedikit.

5.2.4 Penyusunan Model Pendugaan Cadangan Biomassa

5.2.4.1 Uji Asumsi

Hasil uji asumsi yang dilakukan terhadap beberapa tahap pengujian

statistika parametrik dengan tujuan untuk mengetahui kenormalan pendistribusian

data antara variabel bebas yaitu biomassa lapangan terhadap variabel terikat yaitu

biomassa citra. Pengujian asumsi meliputi uji normalitas (normalitas), uji derajat

kebebasan (autokorelasi) dan uji homogenitas (heteroksiditas data).

Berdasarkan uji normalitas pada penelitan yang menggunakan metode

Kolomogrov Smirnov dengan 30 plot pengamatan maka dengan analisis regresi

terhadap 30 plot pengamatan, didapatkan nilai residual tinggi yang menunjukkan

keberadaan data yang outlier. Data yang outlier menunjukkan nilai biomassa

lapangan yang tidak sesuai dengan biomassa citra sehingga keberadaan 14 data

yang outlier dari 30 plot pengamatan dapat diketahui. Data outlier tersebut dapat

menyebabkan munculnya nilai rata-rata dan deviasi standar tersebut tidak

konsisten dari sebagian besar data. Selain itu, diperkirakan koefisien regresi yang

diperoleh salah, pada beberapa analisis inferensi dapat menyebabkan kesalahan


55

pengambilan keputusan dan kesimpulan (Wulandari, 2013). Hasil uji normalitas

pada residual biomassa citra dan biomassa lapangan menghasilkan P-value (K-S)

yaitu 0,200 dan dilakukan pada taraf uji 5% atau α = 0,05 yang merupakan P-

value (KS) > 0,05 yang menunjukkan data terdistribusi normal.

Uji derajat kebebasan (autokorelasi) dengan metode Durbin Watson

diperoleh nilai dw = 1,991 (Lampiran 7). Selain itu jika dibandingkan dengan nilai

tabel dw dengan signifikansi 5%, ukuran sampel N = 16 dan variabel bebas k = 1

sehingga diperoleh nilai dU = 1,370. Nilai dw 1,991 lebih besar dari nilai dU

1,370 dan lebih kecil dari 4-dU (4-1,370 = 2,63), berarti dU<dw<4-du

(1,370<1,991<2,63) sehingga dapat disimpulkan tidak terjadi autokorelasi

(hipotesis diterima).

Hasil analisis data menunjukkan bahwa hasil uji homogenitas dengan

metode Glejser (Lampiran 8). Menghasilkan nilai P-value sebesar 0,001. Uji

homogenitas menjelaskan kesamaan varian residual untuk pengamatan pada

model regresi jika nilai signifikansi antara variabel independent dengan nilai

residual absolut < 0,05 maka tidak ada heteroksiditas begitu pun sebaliknya

(Mardiatmoko, 2020). Berdasarkan hasil analisis dengan metode Glejser

menghasilkan nilai P-value sebesar 0,001 menjelaskan terjadi kesamaan antara

antara variabel independent dengan nilai residual absolut < 0,05.

5.2.4.2 Uji Korelasi

Berdasarkan nilai yang diperoleh dengan menggunakan metode Pearson

diketahui antara biomassa citra dan biomassa lapangan memiliki nilai r = 0,813
56

(Lampiran 4). Hal ini menunjukkan bahwa nilai r lebih besar dari nilai α = 0,05

artinya r > α nilai tersebut mencerminkan kekuatan hubungan antara dua variabel

yang diteliti dan memiliki hubungan antara dua variabel yang diuji proporsional

(Saharjo, 2011). Selain itu dari data yang dihasilkan terdapat nilai signifikansi

yang diporleh dari tersebut menghasilkan nilai signifikansi sebesar 0,001. Hal, ini

menunjukkan bahwa apabila nilai signifikansi < 0,05 maka data yang dihasilkan

terdapat hubungan antara biomassa citra dan biomassa lapangan. Nilai positif

berarti hubungan kedua variabel yang diuji proporsional. Jika nilai satu variabel

meningkat maka variabel lainnya akan meningkat, begitu pula sebaliknya

(Walpole, 1995, Wijayadi, 2017).

5.2.4.3 Validasi Model

Model regresi yang telah melalui beberapa tahap uji statistik parametrik,

kemudian dilakukan validasi terhadap model regresi yang dibangun. Pada

penelitian ini hasil model regresi kemudian di validasi dengan melihat nilai

signifikansi dan nilai t hitung pada setiap model yang di bangun. Jika nilai sig <

0,05 maka variabel independent memiliki pengaruh yang signifikan. Selanjutnya

dengan melihat nilai t hitung untuk mengetahui tingkat signifikansi konstanta dan

koefisien variabel pada model regresi dimana t hitung terpilih pada penelitian ini

terdapat pada model regresi linear yang menunjukkan nilai t hitung yaitu 5,223

dengan nilai signifikansi 0,001.


57

Hasil uji validasi model menunjukkan bahwa model regresi linear

menghasilkan nilai t hitung 5,223 atau > 0,05 dengan nilai signfikansi 0,000 atau

P-Value < 0,05 dapat diartikan bahwa dari data variabel yang dihasilkan tidak

memiliki perbedaan. Berdasarkan hasil nilai signifikansi dan t hitung, maka semua

model yang diuji dinyatakan dapat digunakan sebagai model penduga potensi

biomassa pada kawasan hutan produksi di wilayah kajian.

5.2.5 Pemilihan Model Penduga Biomassa

Hasil dari persamaan analisis regresi untuk mengestimasi biomassa di atas

permukaan tanah sudah cukup untuk menentukan kandungan biomassa dari

beberapa model yang dapat digunakan dalam penelitian ini diantaranya linear,

logaritmatik, dan eksponensial. Hubungan antara indeks vegetasi dan karbon

biasanya linier, berdasarkan nilai koefisien korelasi (R) menunjukkan kekuatan

antara variabel bebas dan variabel tak bebas bila hasilnya mendekati (R=1) artinya

kedua hubungan variabel itu kuat (Lu et al., 2002), apabila ke dua hubungan

variabel itu lemah hasil yang diperoleh dari koefisien korelasi (R < 0,04) (Young,

1982 dalam Sulaiman, 2002).

Hasil analisis menunjukkan bahwa model linear memiliki nilai (R) lebih

mendekati (R=1) dibandingkan dengan model lainnya yang di uji sebesar 0.831,

hal ini dapat diartikan bahwa kedua hubungan antara variabel biomassa citra dan

lapangan memiliki nilai sebesar 83%. Nilai R2 dari model lienar menghasilkan

nilai sebesar 0.661 artinya nilai tersebut menunjukkan koefisien determinansi

dapat mempengaruhi variabel terikat sebesar 66% dan bila dikalkulasikan terdapat
58

34% hasil dari variabel lainnya yang tidak di amati pada penelitian ini. Hasil

tersebut menunjukkan bahwa analisis regresi linear dapat digunakan untuk

pengembangan model dalam penelitian ini dimana model yang dihasilkan yaitu y

= -0,784 + 1,103x dengan nilai R sebesar 83%.

5.2.6 Potensi Cadangan Biomassa dan Karbon Kawasan Hutan Produksi di


Kecamatan Nambo.

Potensi karbon hutan memiliki nilai yang berbeda, hal tersebut dipengaruhi

dari berbagai macam faktor diantaranya tipe hutan, vegetasi hutan, kerapatan

vegetasi, dan kondisi biofisik lainnya, termasuk penerapan pengelolaan hutan

(Chairul, 2016). Model analisis regresi linear terpilih dalam penelitian ini untuk

menghitung nilai cadangan karbon di kecamatan Nambo mendapatkan nilai yaitu

sebesar 396 ton/ha. Nilai potensi cadangan karbon tersebut didapatkan dari data

citra sentinel 2 yaitu band 4 (red) dan band 8 (Near Infra Red) dengan

menggunakan metode indeks vegetasi yang ternormalisasi logaritmatik

Normalized Diverence Vegetation Index (NDVI), yang memiliki luas pada masing

- masing gridnya (10 x 10) m dan menghasilkan nilai NDVI yang di konversi

menjadi karbon dengan menggunakan model analisis regresi linear.

Berdasarkan hasil analisis, kelurahan Tobimeita memiliki nilai cadangan

karbon tertinggi yaitu dengan luas 155,84 ha dan memiliki kelas kerapatan

tertinggi dengan luas yaitu 155,51 ha dibandingkan dengan wilayah kelurahan

lainnya wilayah ini dipengaruhi oleh wilayah terluas, tingkat kerapatan vegetasi,

luas tutupan lahan dan jenis tumbuhan yang terdapat pada wilayah tersebut.

Sedangkan potensi kandungan karbon terendah terdapat di wilayah tobimeita


59

dengan luas 0,04 ha dan memiliki kelas kerapatan rendah dengan luas 0,65 ha,

berdasarkan hasil survey lapangan kawasan tobimeita dengan kandungan karbon

terendah dan merupakan wilayah terluas dibandingkan dengan wilayah kelurahan

lainnya di Kecamatan Nambo hal ini, karena masyarakat yang melakukan

pengelolaan hutan mengunakan system pengelolaan secara tradisional secara local

sehingga jenis vegetasi yang beragam dan pola persebaran vegetasi yang tidak

merata.

Nilai Kandungan karbon yang tinggi pada suatu wilayah di tentukan oleh

kandungan keanekaragaman yang tinggi merupakan ciri dalam penyimpanan

karbon yang baik (Hairiah dan Rahayu, 2007). Peningkatan kandungan karbon

suatu hutan ditentukan oleh biomassa, sedangkan besarnya biomassa dipengaruhi

oleh diameter batang, tinggi pohon, kerapatan vegetasi, luas tutupan lahan dan

berat jenis tumbuhan di atas lahan tersebut (Chairul 2016). Serta berpengaruh

dengan kemampuan suatu jenis dalam jumlah karbon yang ditimbun dalam

tanaman sangat bergantung pada jenis dan sifat tanaman itu sendiri (Pamudji,

2011).
60

VI. SIMPULAN DAN SARAN

VI.1. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa :

1. Persamaan model pendugaan terbaik yaitu y = -0,784 + 1,103x, dengan nilai R2

sebesar 66%.

2. Potensi karbon di atas permukaan pada kawasan hutan produksi di lokasi

penelitian merupakan hutan alam sekunder yang telah ada campur tangan
61

manusia dalam proses pertumbuhan tegakannya di Kecamatan Nambo

diketahui sebesar 396,02 ton di tahun 2020.

VI.2. Saran

Saran yang dapat disampaikan berdasarkan hasil penelitian ini bahwa model

estimasi ini dapat digunakan untuk menghitung potensi simpanan karbon pada

ekosistem hutan (khususnya ekosistem hutan alam) dengan kondisi geografis yang

relatif sama dengan wilayah studi. Untuk membuktikan apakah model persamaan

yang dihasilkan tidak spesifik di lokasi, disarankan untuk menguji metode yang

sama di wilayah geografis yang berbeda.

DAFTAR PUSTAKA

Arnanto, A. 2013. Pemanfaatan Transformasi Normalized Difference Vegetation


Index (NDVI) Citra Landsat TM Untuk Zonasi Vegetasi Di Lereng
Merapi Bagian Selatan [skripsi]. Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional.
Yogyakarta.

[BIG] Badan Informasi Geospasial. 2014. Peraturan Kepala BIG No.3 Tahun
2014 Tentang Pedoman Teknis Pengumpulan dan Pengolahan Data
Geospasial Mangrove.

[BPS] Badan Pusat Statistik, 2020. Kecamatan Nambo dalam Angka 2020.
Kendari. Sulawesi Tenggara.
62

[BPN] Badan Pertahanan Nasional Kota Kendari, 2013

[BPDASS] Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Sampara, 2017.

Chairul, E Muchktar, Mansyurdin, M Tesri dan G Indra. 2016 .Struktur Kerapatan


Vegetasi Dan Estimasi Kandungan Karbon Pada Beberapa Kondisi Hutan
Di Pulau Siberut Sumatera Barat. Jurnal Metamorfosa 3 (1) : 15 – 22

Dewi, F.A. 2015. Pendugaan Serapan Karbon Dioksida Pada Areal Penanaman
Kerjasama Toso Company Ltd. dengan Hutan Pendidikan Gunung Walat
[skripsi]. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Eldoma, A. dan Awang, K. 1999 Site adaptability of Acacia mangium, Acacia


auliculiformis, Acacia crassicarpaand Acacia aulacocarpa. APAFRI
Publication Series No. 3. Asia Pacific Association of Forestry Research
Institutions, Kuala Lumpur. Malaysia.

[FAO] Food and Agriculture Organization of the United Nations. 2006. Global
forest resources assessment 2005. Progress towards sustainable forest
management. FAO Forestry Paper 147. FAO, Rome.

Forestian, O. 2011. Estimasi Biomassa Dan Kerapatan Vegetasi Mangrove


Menggunakan Data Landsat ETM+ Studi Di Hutan Lindung Dan Hutan
Produksi Tetap Muara Gembong, Kabupaten Bekasi [skripsi]. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.

ESA. 2012. Sentinel-2 ESA’s Optical High-Resolution Mission For GMES


Operational Services. ESA Communications. Netherlands.

Gunawan, W., S. Basuni., A. Indrawan., L.B Prasetyo dan H. Soedjito. 2011.


Analisis Komposisi dan Struktur Vegetasi Terhadap Upaya Restorasi
Kawasan Hutan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. JPSL 1 (2) :
93-105

Hairiah, K., A. Ekadinata., R. Ratna dan S. Rahayu. 2011. Pengukuran Cadangan


Karbon Dari Tingkat Lahan Ke Bentang Lahan Edisi Ke 2. World
Agroforsetry Centre: Malang.

Hairiah K., S. Rahayu. 2007. Pengukuran Karbon Tersimpan di Berbagai Macam


Penggunaan Lahan. Bogor (ID): ICRAF.

Ketterings, M., Richard, C., Van, M.N., Yakub, A., Palm, C.A. 2001. Reducing
Uncertainly In The Use Of Allometric Biomass Equation For Predicting
Above-Ground Tree Biomass In Mixed SecondaryForest. Journal Forest
Ecology and Management 146:199-209
63

Krisnawati, H., Adinugroho W.C dan Imanuddin R. 2012. Monograf Model-


Model Alometrik untuk Pendugaan Biomassa Pohon pada Berbagai Tipe
Ekosistem Hutan di Indonesia. Badan Penelitian dan Pengembangan
Konservasi dan Rehabilitasi Kementrian Kehutanan dan Lingkungan
Hidup: Bogor.

Kurniawan, A., dan Yuniari D. 2013. Persamaan Allometrik Biomassa Dan


Karbon Untuk Pendugaan Simpanan Karbon Dalam Mendukung Upaya
Konservasi Savana Corypha Utan. Balai Penelitian Kehutanan. Kupang

LAPAN. 2015. Pedoman Pengelolaan Data Penginderaan Jauh Landsat 8 Untuk


Mangrove. Pusat Pemanfaatan Penginderaan jauh, Lembaga Penerbangan
dan Antariksa Nasional: Indonesia

Lu, D., P. Mausel, E. Brondizio and E. Moran. 2002. Aboveground Biomass


Estimation of Successional and Mature Forests Using TM Images in the
Amazon Basin. Dalam Richardson, D. and P. van Oesteron, editors.
Advances in Spatial Data Handling. New York: Springer-Verlag

Manuri, S., C.A.S., Putra dan A.D. Saputra. 2011. Tehnik Pendugaan Cadangan
Karbon Hutan. Merang. REDD Pilot Project: Palembang.

Mardiatmoko, G. 2020. Pentingnya Uji Asumsi Klasik Pada Analisis Regresi


Linier Berganda (Studi Kasus Penyusunan Persamaan Allometrik Kenari
Muda [Canarium Indicum L.]). Jurnal Ilmu Matematika dan Terapan 14
(3) : 333-342

Massiri, S. 2010. Biomassa dan Karbon pada kondisi Mature Building dan Gap di
Hutan Tropis [tesis] Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

McRoberts, R.E., E.O. Tomppo. 2007. Remote Sensing Support For National
Forest Inventories. Elsevier. USA

Murdiyarso, D., D. C. Donato, J. B. Kauffman, S. Kurnianto, M. Stidham, dan M.


Kanninen. 2010. Carbon Storage in Mangrove and Peatland Ecosystems:
A Preliminary Account from Plots in Indonesia. CIFOR. Bogor.

Nabila. 2019. Pemanfaatan citra sentinel 2-a untuk pengembangan model estimasi
stok karbon pada tegakan vegetasi wilayah kota kendari [skripsi].
Universitas Halu Oleo, Kendari.

National Research Council 1983 Mangium and other fast-growing Acacias for the
humid tropics. National Academy Press. Washington, DC AS

Nuraina, I., Fahrizal dan H. Prayogo. 2018. Analisis Komposisi dan


Keanekaragaman Jenis Tegakan Penyusun Hutan Tembawang Jelomuk Di
64

Desa Meta Bersatu Kecamatan Sayan Kabupaten Melawi. Jurnal Hutan


Lestari. 6 (1) : 137-146

Nuriyana, L. 2014. Pendugaan Potensi Simpanan Karbon Di Atas Permukaan


Tanah Pada IUPHHK-HA PT. Wapoga Mutiara Timber Unit II Papua

Pamudji, H.W. 2011. Potensi Serapan Karbon pada Tegakan Akasia [skripsi].
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Parresol, B. 1999. Assesing Tree and Stand Biomass: A Review With Examples
and Critical Comparisons. Forest Science 4 (5) : 573-593

Rakhmawati, M. 2012. Pemanfaatan Citra Landsat Untuk Estimasi Biomassa Atas


Permukaan Dari Berbagai Penutupan Lahan Dengan Pendekatan Indeks
Vegetasi (Studi Kasus Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat)
[skripsi]. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Ravindranath, N.H, Ostwald M. 2008. Carbon Inventory Methods: Handbook for


greenhouse gas inventory, carbon mitigation and roundwood production
projects: Springer.

Reza, A.D.D. 2014. Potensi Cadangan Karbon Di Atas Permukaan Tanah Di


Taman Hutan Raya Pancoran Mas Depok [skripsi]. Institut Pertanian
Bogor. Bogor

Rosdania., Agus, F dan Harsah, K. 2015. Sistem informasi geografi batas wilayah
kampus universitas mulawarman menggunakan google maps api. Jurnal
Informatikan Mulawarman 10 (1) : 38-46.

Saharjo, B.H., Wardhana, H.P.F. 2011. Pendugaan Potensi Simpanan Karbon


Pada Tegakan Pinus (Pinus Merkusii Jungh. Et De Vriese) Di KPH
Cianjur Perum Perhutani Unit III Jawa Barat Dan Banten. Jurnal
Silvikultur Tropika 3 (1) : 96 – 100.

Samiaji, T. 2011. Gas CO2 di Wilayah Indonesia. Peneliti Bidang Komposisi


Atmosfer. Jurnal Berita Digantara 12 (2) : 68-75.

Sardianto. 2017. Model Penduga Biomasa Tegakan Sengon (Paraserianthes


falcataria) Berbasis Citra Landsat 8 Oli Di IUPHHK-HTI Trans PT
Belantara Subur Kalimantan Timur [skripsi]. Institut Pertanian Bogor.
Bogor.

Selviana, V. 2012. Pendugaan Potensi Volume, Biomassa, dan Cadangan Karbon


Tegakan di Hutan Pendidikan Gunung Walat Sukabumi Jawa Barat
[skripsi]. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
65

Sembiring, R.K. 1995. Analisis Regresi. Institut Teknologi Bandung: Bandung.

Stone, Susan., M.C. Leon dan P. Fredericks. 2010. Perubahan Iklim & Peran
Hutan Manual Pelatih. Conservation International: United States America

Susandi, A. 2008. Dampak Perubahan Iklim terhadap Ketinggian Muka Laut di


Wilayah Banjarmasin. Jurnal Ekonomi Lingkungan 12 (2) : 1 - 8.

Sutaryo, D. 2009. Penghitungan Biomassa Sebuah Pengantar untuk Studi Karbon


dan Perdagangan Karbon. Wetlands International Indonesia Programme.
Bogor.

Sulaiman, W, 2002. Jalan Pintas Menguasai SPSS 10. Andi: Yogyakarta.

Sudiana, E., AR, H.N., B Yuniadi., Soemarno. 2009. Pengelolaan Hutan Rakyat
Berkelanjutan Di Kabupaten Ciamis. Journal Agritek 17 (3) : 9-14.

Triramanda, A. 2017. Pengembangan Hutan Kota Pondok Labu Berdasarkan


Tutupan Lahan dan Sifat Tanah [skripsi]. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Thalib, M.S. 2017. Klasifikasi Tutupan Lamun Menggunakan Data Citra Sentinel-
2A Di Pulau Bontosua, Kepulauan Spermonde [skripsi]. Universitas
Hasanuddin. Makassar.

Thoha, S.A. 2014. Model Penguatan Kelembagaan Pengelolaan Risiko Kebakaran


Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat [skripsi]. Institut Pertanian Bogor.
Bogor.

Wahyuni, N.I. 2012. Integrasi Penginderaan Jauh dalam Penghitungan Biomasa


Hutan (Integrating Of Remote Sensing In Forest Biomass Measurement).
Jurnal Info BPK Manado 2 (2) : 115 -126.

Walpole, R. E, 1995. Pengantar Statistika. Volume ke-3. Gramedia Pustaka


Utama: Jakarta.

Widyasari, N., A., E. 2010. Pendugaan Biomassa dan Potensi Karbon Terikat di
Atas Permukaan Tanah Pada Hutan Gambut Merang Bekas Terbakar di
Sumatera Selatan [tesis]. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Wulandari, S., Sutarman dan O Darnius. 2013. Perbandingan metode least


trimmed squares dan penaksir m dalam Mengatasi permasalahan data
pencilan. Jurnal Saintia Matematika 1 (1) : 73-85

Yulianti, N. 2009. Cadangan Karbon Lahan Gambut Dari Agroekosistem Kelapa


Sawit PTPN IV Ajamu, Kabupaten Labuhan Batu, Sumatera Utara
[skripsi]. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
66
67

LAMPIRAN

Lampiran 1. Peta Sebaran Kawasan Hutan Produksi di Kecamatan Nambo,


68

Lampiran 2. Sebaran Plot Pengamatan Kawasan Hutan Produksi di Kecamatan


Nambo

Lampiran 3. Peta Kerapatan Vegetasi Kawasan Hutan Produksi Kecamatan


Nambo
69

Lampiran 4. Hasil Uji Korelasi Menggunakan Metode Pearson

Correlations
Biomassa
NDVI
(ton/ha)
NDVI Pearson Correlation 1 ,813**
Sig. (2-tailed) ,000
N 16 16
Biomassa (ton/ha)
Pearson Correlation ,813** 1
Sig. (2-tailed) ,000
N 16 16
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Lampiran 5. Hasil Uji Normalitas Sebelum dilakukan Penghapusan 14 Sampel


70

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test


Unstandardized
Residual

N 30
a,b
Normal Parameters Mean
,0000000
Most Extreme Differences Std. Deviation 1780,369193
Absolute ,114
Positive ,110
Negative -,114
Test Statistic ,114
Asymp. Sig. (2-tailed) .200c,d

a. Test distribution is Normal.


b. Calculated from data.

c. Lilliefors Significance Correction.

d. This is a lower bound of the true significance.

Lampiran 6. Hasil Uji Normalitas Setelah dilakukan Pengurangan Sampel


71

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test


Unstandardized
Residual

N 16
a,b
Normal Parameters Mean
,0000000
Most Extreme Differences Std. Deviation ,01081687
Absolute ,151
Positive ,081
Negative -,151
Test Statistic ,151
Asymp. Sig. (2-tailed) .200c,d,

a. Test distribution is Normal.


b. Calculated from data.

c. Lilliefors Significance Correction.

4 This is a lower bound of the true significance.

Lampiran 7. Hasil Uji Autokorelasi Menggunakan Metode Durbin Watson


Adjusted R Std. Error of the
Model R R Square Square Estimate Durbin-Watson
a
1 .813 .661 .637 ,01120 1.991

a. Predictors: (Constant), NDVI


b. Dependent Variable: Biomassa (ton/ha)
72

Lampiran 8. Hasil Uji Heteroedasitas Menggunakan Metode Glejser.


ANOVAa

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression .003 1 .003 27.280 .000b

Residual .002 14 .000

Total .005 15

a. Dependent Variable: AbsUi


b. Predictors: (Constant), NDVI

Lampiran 9. Model Pendugaan Menggunakan Persamaan Regresi.

Model Linear
Model Summary

R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate

.813 .661 .637 .011

The independent variable is NDVI.

Coefficients

Standardized

Unstandardized Coefficients Coefficients

B Std. Error Beta t Sig.

NDVI 1.103 .211 .809 5.223 .000

(Constant) -.784 .167 -4.692 .000

Logaritmatik
Model Summary

R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate

.815 .665 .641 .011

The independent variable is NDVI.


Coefficients
73

Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients

B Std. Error Beta t Sig.

ln(NDVI) .870 .165 .815 5.269 .000


(Constant) .292 .039 7.547 .000

Eksponensial
Model Summary

R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate

.827 .684 .661 .142

The independent variable is NDVI.


Coefficients

Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients

B Std. Error Beta t Sig.

NDVI 14.697 2.670 .827 5.505 .000


(Constant) 7.677E-7 .000 .473 .643

The dependent variable is ln(Biomassa (ton/ha)).

Lampiran 10. Peta Sebaran Simpanan Karbon Dengan Model Linear.


74

Lampiran 11. Kegiatan Pengukuran Dalam Penelitian


75

Proses membuat petak pengamatan Proses pengukuran keliling vegetasi

Castanopsis Buruana Diospyros

Shorea leprosula Lithocarpus sp.

BIODATA PENULIS

Adnan Anhum. Penulis merupakan anak kedua dari dua


bersaudara, lahir di Kendari, 15 Mei 1997. Penulis menempuh
Pendidikan formal di SMKN 02 Kendari dan melanjutkan
Pendidikan S1 melalui program SNMPTN, berhasil diterima di
76

Universitas Halu Oleo, Fakultas Kehutanan dan Ilmu Lingkungan, Jurusan


Kehutanan pada tahun 2014 dengan NIM. M1A1 14 218. Penulis memilih fokus
penelitian di sistem informasi geografis dan menyelesaikan tugas akhir dengan
judul “Estimasi Potensi Karbon Pada Kawasan Hutan Produksi dengan
Pemamfaatan Teknologi Penginderaan Jarak Jauh Di Kecamatan Nambo.
Penulis juga Aktif sebagai Ketua Mapping Survey Community (MAPSURCOM)
FHIL Periode 2017-2018 dan Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) FHIL
Periode 2017-2018.

Anda mungkin juga menyukai