net/publication/300143634
CITATIONS READS
0 7,062
2 authors:
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
All content following this page was uploaded by Ary Widiyanto on 10 April 2016.
Kapal phinisi adalah kapal layar tradisional khas asal Indonesia, yang berasal
dari suku Bugis dan suku Makassar di Sulawesi Selatan tepatnya dari desa Bira kecamatan
Bonto Bahari, Kabupaten Bulukumba. Phinisi sebenarnya merupakan nama layar. Kapal
ini umumnya memiliki dua tiang layar utama dan tujuh buah layar, yaitu tiga di ujung
depan, dua di depan, dan dua di belakang; umumnya digunakan untuk pengangkutan barang
antar pulau (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2002). Phinisi adalah sebuah kapal layar yang
menggunakan jenis layar sekunar dengan dua tiang, tujuh helai layar yang mempunyai
makna bahwa nenek moyang bangsa Indonesia mampu mengarungi tujuh samudera besar
di dunia (Anonim, 2014a).
Dewasa ini, phinisi sebagai kapal barang berubah fungsi menjadi kapal pesiar
mewah komersial maupun ekspedisi yang dibiayai oleh investor lokal dan luar negeri,
dengan interior mewah dan dilengkapi dengan peralatan menyelam, permainan air untuk
wisata bahari. Kapal phinisi juga menjadi lambang untuk gerakan WWF yaitu #SOSharks,
program pelestarian ikan hiu dari WWF dan pernah digunakan sebagai logo perusahaan
oleh satu bank pemerintah di Indonesia (Anonim, 2014a).
Kapal phinisi sebagian besar terbuat dari kayu yang berasal dari pohon khas
sulawesi yaitu bitti (Vitex cofassus). Pohon ini juga dikenal dengan nama lokal sassuwar,
gofasa, bitum, gupasa, dan bana. Pohon ini telah ditetapkan sebagai flora identitas provinsi
Gorontalo dengan nama gupasa atau gofasa. Di beberapa tempat seperti di Bulukumba,
Sulawesi Selatan, pohon gupasa ditanam sebagai hutan rakyat (Anonim, 2014a).
Penyebaran tanaman ini di Sulawesi Selatan terdapat di Kab. Bantaeng, Enrekang, Bone,
Bulukumba, Sidrap dan Selayar (Prasetyawati, 2013).
1
Daun dan bunga pohon bitti (Vitex cofassus)
(sumber: http://www.pngplants.org)
2
Batang kayu bitti (Vitex cofassus)
(foto: M. Siarudin)
Jenis pohon ini termasuk mudah tumbuh, tidak memerlukan persyaratan tumbuh
yang tinggi dan termasuk tanaman yang mempunyai kecepatan pertumbuhan sedang. Jenis
ini tahan terhadap kebakaran, bila terbakar akan segera bertunas kembali. Oleh karena itu
jenis ini mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai salah satu jenis andalan yang
unggul (Prasetyawati, 2013). Menurut Burley et al (2011), karena sifatnya yang mudah
tumbuh, pohon ini dikenal sebagai pohon suksesi awal, selain angsana (Pterocarpus
indicus) dan kenari (Canarium indicum).
B. Penyebaran dan tempat tumbuh
Kayu bitti tumbuh tersebar secara alami di Sulawesi, Maluku, Papua Nugini,
Kepulauan Bismarck, dan Pulau Solomon. Habitat pohon ini adalah di hutan dataran
rendah sampai ketinggian 2000 m dpl. Pohon dapat tumbuh baik pada tanah berkapur
dengan tekstur mulai lempung hingga pasir dan dapat dijumpai di daerah dengan musim
basah dan kering yang nyata (Anonim, 2014b).
3
berasal dari Sulawesi, Papua Nugini dan Pulau Solomon, terutama ke Jepang (Anonim,
2014b).
Proses pembuatan kapal phinisi dengan kayu bitti di PT Semesta Phinisi Bulukumba, Kab
Bulukumba, Sulawesi Selatan (foto: M. Siarudin)
Struktur anatomi dan sifat fisik-mekanik kayu bitti dirangkum dalam Tabel 1.
Tabel 1.Struktur anatomi dan sifat fisik-mekanik kayu bitti (Vitex cofassus)
SIFAT NILAI
11,17 – 17,88%
A.Anatomi Proporsi pembuluh
57,49 – 70,32%
Proporsi serabut
10,74 – 19.30%
Proporsi jari-jari
5,40 – 8,98%
Proporsi parenkim
0,86 – 1,44 mm
Panjang serat
17,81,– 20,59 µm
Diameter serat
11,93 – 13,86 µm
Diameter lumen
2,61 – 4,02 µm
Tebal dinding serat
59,32 – 110,22%
B. Sifat fisik Kadar air segar
4
9,66 – 20,82%
Kering udara
Berat jenis segar/ kering udara/ kering 0,44 – 0,70/ 0,48 – 0,75/
tanur
3,64 – 7,44%/ 1,79 –
4,32%/ 0,18 –
Penyusutan radial/tangensial/longitudinal/ 0,49%/1,42 – 2,03
rasio T/R (Segar-Kering tanur)
3,673 – 4,374%, 1,155 –
Pengembangan 3,179%, 0,238 – 0,493%
radial/tangensial/longitudinal/ rasio T/R dan 1,32 – 3,26%
(Kering tanur- Segar)
460,37 – 803,17/ 67,75
Keteguhan lengkung static/ MOE /MOR –97,22/ 634,13–1046,39
C. Sifat mekanik (kg/cm2)
331,59–529,95/ 62,51 –
Keteguhan tekan sejajar serat/ tegak lurus 136,84
serat (kg/cm2)
Penulis di tengah proses pembuatan kapal phinisi dengan kayu bitti di PT Semesta Phinisi
Bulukumba, Kab Bulukumba, Sulawesi Selatan (foto: M. Siarudin/A.Widiyanto)
Pohon bitti memiliki kelemahan tanaman yaitu bebas cabangnya yang rendah dan
percabangannya banyak. Sehingga untuk mendapatkan kayu bitti dengan kualitas batang
yang bagus, lurus dan bebas cabangnya tinggi, perlu dilakukan kegiatan pemuliaan
(Prasetyawati, 2013). Salah satu upaya pemuliaan pohon ini telah dilakukan oleh BPK
5
Makassar, yang melakukan kegiatan eksplorasi koleksi benih unggul pohon bitti. Kegiatan
koleksi benih bitti dilakukan di Kab. Bulukumba dan Kab. Bone. Eksplorasi dipilih pohon
induk yang memenuhi syarat, yaitu bebas cabang tinggi, bebas dari hama dan penyakit serta
pohon induk mempunyai penampakan yang relatif lebih bagus dibanding pohon bitti di
sekitarnya. Jarak antar pohon induk adalah 50-100 m untuk menjaga pengambilan benih
dari hasil perkawinan kerabat.
Koleksi benih bitti di kab. Bulukumba dilaksanakan pada bulan Juli 2011,
sedangkan di Kab. Bone dilaksanakan pada bulan September 2011. Ada perbedaan musim
panen bitti antara di kab. Bulukumba dan kab. Bone. Buah bitti diambil yang sudah masak
secara fisiologis, berwarna hitam dan masak serempak. Hasil eksplorasi pohon induk bitti
di Kab. Bone, diperoleh 25 pohon induk dan di Kab. Bulukumba diperoleh 24 pohon induk.
Selanjutnya, hasil dari koleksi materi genetik disemaikan di persemaian dan diamati
pertumbuhannya.
REFERENSI