TESIS
ABRAHAM RUDOLF
1
BAB I PENDAHULUAN
koral yang terdiri dari tiga pulau besar yaitu Pulau Biak, Pulau Supiori dan Pulau Numfor serta
gugusan pulau-pulau kecil (Kepulauan Padaido dan Kepulauan Aruri). Kondisi yang demikian
berpengaruh juga terhadap keragaman, struktur dan komposisi jenis vegetasi hutannya.
Tipe hutan yang terbentuk tergolong dalam tipe hutan hujan tropis dataran rendah
primer dan tipe hutan hujan tropis dataran rendah sekunder. Tegakan hutan hujan tropis
dataran rendah primer umumnya cenderung masih cukup baik terlindungi disebabkan sebagian
besar areal ini sulit dijangkau akibat topografinya (kontur) yang cukup berat (terjal) dengan
kemiringan di atas 40%. Sedangkan pada areal hutan hujan tropis dataran rendah sekunder
adanya aktifitas pertanian tradisional (perladangan berpindah) dan penebangan liar (baik untuk
kayu perkakas maupun kayu/bahan bakar) yang banyak dijumpai dan menyebar hampir di
Sebagai unit pengelola hutan yang kawasan hutannya didominasi fungsi lindung, maka
fokus pengelolaan hutan yang dilaksanakan di KPHL Biak Numfor lebih diutamakan kepada
produk-produk Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) baik yang telah dikembangkan melalui
proses budidaya maupun potensi yang terdapat di hutan alam. Selama ini pengelolaan produk
HHBK yang dilakukan masih terbatas kepada beberapa produk saja salah satunya pengelolaan
tanaman Melaleuca cajuputi sebagai penghasil minyak kayu putih. Sedangkan dari struktur
tegakan hutan alam kawasan KPHL Biak Numfor menyimpan potensi hasil hutan termasuk
potensi hasil hutan bukan kayu yang berasal dari anggota suku Lauraceae seperti yang telah
2
Bersama beberapa anggota suku Lauraceae lainnya, kayu lawang (Cinnamomum
cullilawane) dikelompokkan sebagai salah satu komoditas hasil hutan non kayu (non timber
forest product), yang masuk dalam 40 jenis komoditas minyak atsiri yang dihasilkan di
Masih menurut sumber yang sama, di tanah Papua beberapa komoditas minyak atsiri
yang sudah dikenal oleh masyarakat lokal adalah Kayu Lawang (Cinnamonum cullilawane
BL), kayu Masohi (Cryptocaria masohi), Kayu Putih (Melaleuca leucadendron L), Kenanga
(Cananga odorata), Cengkeh (Caryophylus spp), dan Pala (Myristica fragrans Houtt). Heyne
(1987) lebih lanjut menyatakan bahwa penyebaran Cinnamomum cullilawan ini di Indonesia
tidak merata karena hanya ditemukan tumbuh dan berkembang dengan baik di Kepulauan
Berbeda dengan produk minyak atsiri lainnya, minyak lawang lebih khas, panas, dengan
multi fungsi. Persediaan minyak lawang di pasaran, masih sangat terbatas, sementara
permintaan terus meningkat. Kondisi ini terjadi dikarenakan daerah yang menghasilkan
minyak ini hanya berasal dari Indonesia bagian Timur terutama di Propinsi Papua. Pohon yang
mempunyai genus sama dengan species ini adalah pohon kayu manis (Cinnamomum burmanni
dan Cinnamomum zeylanicum), atau manis jangan, kulit pohon ini di Pulau Jawa, banyak
dimanfaatkan untuk aroma makanan dan minuman juga digunakan sebagai bahan untuk
campuran obat tradisional (Utomo, 2002 dalam Saeni dan Maruapey, 2022).
Luas kawasan hutan yang dikelola oleh Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL)
Biak Numfor saat ini seluas 176.018 ha yang ditetapkan melalui Surat Keputusan Menteri
dengan komposisi Hutan Lindung (117.395 ha), Hutan Produksi (24.236 ha) dan Hutan
Produksi Terbatas (34.386 ha). Kawasan hutan ini menyimpan banyak potensi hasil hutan baik
3
hasil hutan kayu, hasil hutan bukan kayu dan jasa lingkungan yang secara factual belum
Kehutanan bahwa salah satu tugas dan fungsi Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) yaitu
menyusun rencana pengelolaan hutan yang dituangkan dalam dokumen rencana pengelolaan
hutan jangka panjang dan rencana pengelolaan hutan jangka pendek. Sedangkan penyusunan
rencana pengelolaan hutan salah satu muatannya adalah pelaksanaan tata hutan berupa
Selanjutnya dijelaskan bahwa rancangan tata hutan ditujukan untuk menata ruang hutan
dalam rangka pengelolaan dan pemanfaatan kawasan hutan yang intensif, efisien, dan efektif
untuk memperoleh manfaat yang lebih optimal dan berkelanjutan yang dilakukan dengan
perancangan pembagian blok dalam wilayah KPH. Pembagian blok dilakukan dengan
memperhatikan:
c. potensi Pemanfaatan Kawasan, jasa lingkungan, Hasil Hutan Kayu dan HHBK;
(RKTP), Peta Arahan Pemanfaatan Hutan Lindung, Peta Arahan Pemanfaatan Hutan
Produksi, Peta Indikatif dan Areal Perhutanan Sosial (PIAPS), dan Peta Indikatif
Blok-blok pada KPH terdiri atas petak-petak yang dibentuk dengan metoda desk analiss
berdasarkan satuan pemetaan lahan atau Land Mapping Unit (LMU) yang didesain dengan
mengikuti batas alam maupun menggunakan pendekatan Micro Catchment Area atau areal
4
model DAS mikro (MDM). Model DAS Mikro merupakan suatu wadah pengelolaan DAS
dalam skala lapang yang digunakan sebagai tempat atau media untuk memperagakan proses
pola partisipatif dalam pengelolaan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan, teknik-teknik
konservasi tanah dan air, usaha tani yang sesuai dengan kemampuan lahan, sosial ekonomi dan
KPHL Biak Numfor sebagai garda terdepan pengelolaan hutan di tingkat tapak telah
berusaha untuk pengembangan diversikasi produk tanaman hutan bernilai ekonomis terutama
hasil hutan bukan kayu seperti tanaman kayu putih, gaharu dan damar pada lahan masyarakat
yang bermukim di dalam dan atau sekitar kawasan hutan. Namun selama ini produk-produk
hasil hutan bukan kayu tersebut belum dapat dikelola secara optimal kecuali produk minyak
kayu putih. Di lain pihak potensi hasil hutan bukan kayu yang terdapat pada tegakan hutan
alam sangat banyak (berdasarkan hasil pengamatan di lapangan) namun belum diketahui dan
diidentifikasi secara pasti tentang potensinya, termasuk dari jenis Cinnamomum cullilawan
yang sudah dikenal di dunia perdagangan dengan nama kayu lawang. Jenis ini memiliki
kualitas kulit kayu yang baik dan beraroma sebagai penghasil minyak atsiri (obat-obatan).
(KPHL) Biak Numfor mengacu kepada Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
yang disusun sebagai dasar pelaksanaan pengelolaan hutan selama jangka waktu 10 (sepuluh)
tahun. Dokumen RPHJP KPHL Biak Numfor periode 2014-2022 saat ini telah berakhir masa
periodenya dan selanjutnya KPHL Biak Numfor berkewajiban untuk menyusun dokumen
Salah satu muatan dari Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP) tersebut
mencakup tentang rancangan program dan kegiatan selama kurung waktu 10 tahun yang akan
5
dilaksanakan pada blok-blok yang telah ditata sesuai dengan fungsinya. Hal ini membuktikan
bahwa kegiatan rancangan pembagian blok pada kawasan hutan KPHL Biak Numfor mutlak
dilakukan dalam rangka pengelolaan dan pemanfaatan kawasan hutan yang intensif, efisien,
dan efektif untuk memperoleh manfaat yang lebih optimal dan berkelanjutan.
1. Belum adanya kajian potensi Cinnamomum cullilawan di kawasan hutan KPHL Biak
Numfor sebagai salah satu penghasil produk hasil hutan bukan kayu.
2. Perlu adanya kajian kesesuaian rancangan pembagian blok pada kawasan KPHL Biak
Numfor berdasarkan potensi hasil hutan bukan kayu khususnya jenis Cinnamomum
cullilawan.
1. Mengetahui potensi kayu lawang Cinnamomum cullilawan sebagai salah satu produk
berdasarkan potensi hasil hutan bukan kayu khususnya jenis Cinnamomum cullilawan.
1.4. Manfaat
Ada dua manfaat yang diharapkan diperoleh dalam penelitian ini yaitu:
1. Manfaat Praktis (manfaat langsung), yaitu manfaat yang hasilnya dapat dirasakan oleh
KPHL Biak Numfor dan masyarakat sekitar hutan sebagai wujud kontribusi dari
6
2. Manfaat Teoritis (manfaat tidak langsung) yaitu, hasil penelitian ini dapat digunakan
sebagai salah satu sumber literatur untuk pengembangan ilmu pengetahuan, dan
7
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
Beberapa spesies Cinnamomum terdapat di hutan hujan dataran rendah dan hutan
hujan pegunungan rendah di seluruh pulau Papua. Pohon sedang dengan tinggi hingga 30
m dan diameter 40 cm. batang lurus dengan tajuk melebar, percabangan simpodial. Kulit
luar terkelupas persegi panjang halus sedikit kasar, berlenti sel, kulit dalam merah
berbentuk lanset, tepi daun rata, pertulangan daun primer menjari 3, ujung daun melancip,
tangkai daun runcing, permukaan daun hijau tua mengkilap, permukaan bawah daun
Kerajaan : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Subkelas : Magnoliidae
Ordo : Laurales
Famili : Lauraceae
Genus : Cinnamomum
8
2.1.2. Definisi Potensi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) arti kata potensi adalah
dua pengertian, yaitu potensi luasan umumnya dinyatakan dengan luas areal atau hutan,
dan potensi tegakan yang dinyatakan dengan kerapatan atau penyebaran jenis per hektar.
Hutan yang selanjutnya disingkat KPH adalah wilayah pengelolaan Hutan sesuai fungsi
pokok dan peruntukannya, yang dikelola secara efisien, efektif, dan lestari, dengan tugas
pengelolaan hutan jangka panjang dan rencana pengelolaan hutan jangka pendek;
9
4. Perlindungan dan pengamanan hutan, pengendalian kebakaran hutan dan lahan,
Hutan dan Penataan Kawasan Hutan dalam rangka Pemanfaatan Kawasan Hutan;
g. Melaksanakan fasilitasi kegiatan dalam rangka ketahanan pangan (food estatel dan
energi;
wilayah kerjanya
2021 adalah kegiatan menata ruang hutan dalam rangka pengelolaan dan pemanfaatan
kawasan hutan yang intensif, efisien, dan efektif untuk memperoleh manfaat yang lebih
penataan batas dalam unit pengelolaan hutan, pemetaan tata hutan, dan partisipasi para
pihak melalui konsultasi publik. Perancangan tata hutan dilakukan dengan perancangan
10
2.1.5. Pembagian Blok
dalam wilayah KPHL dan/atau KPHP yang kawasan hutannya berfungsi sebagai
a. Blok inti;
b. Blok pemanfaatan;
c. Blok khusus.
Blok inti merupakan blok yang difungsikan sebagai perlindungan tata air dan
perlindungan lainnya serta sulit untuk dimanfaatkan. Kriteria blok inti antara lain:
a. Kurang memiliki potensi jasa lingkungan, wisata alam, potensi hasil hutan non
kayu;
Blok inti pada Hutan Lindung dibatasi untuk kegiatan pemungutan HHBK dengan
a. Mempunyai potensi jasa lingkungan, wisata alam, potensi hasil hutan non kayu;
b. Terdapat izin pemanfaatan kawasan, jasa lingkungan, hasil hutan non kayu;
11
d. Dalam RKTN/RKTP/RKTK dimungkinkan masuk dalam kawasan untuk
perlindungan Hutan Alam dan Lahan Gambut atau untuk kawasan rehabilitasi.
Pembagian blok dalam wilayah KPHL atau KPHP yang kawasan hutannya
a. Blok perlindungan;
c. Blok khusus.
tata air dan perlindungan lainnya serta direncanakan untuk tidak dimanfaatkan.
12
b. Dalam RKTN/RKTP/RKTK dimungkinkan masuk dalam kawasan untuk
perlindungan Hutan Alam dan Lahan Gambut atau untuk kawasan rehabilitasi
atau kawasan hutan untuk pengusahaan hutan skala besar atau kecil.
jasa lingkungan.
Blok pemanfaatan pada Hutan Produksi dibagi untuk perizinan berusaha dan
meliputi:
yang telah ada izin pemanfaatan kawasan, jasa lingkungan dan HHBK dan yang
akan difungsikan sebagai areal yang direncanakan untuk pemanfaatan kawasan, jasa
lingkungan dan HHBK sesuai dengan potensi kawasan yang telah dihasilkan dari
kawasan atau jasa lingkungan atau HHBK. Kriteria blok ini antara lain:
a. Mempunyai potensi jasa lingkungan, wisata alam, potensi hasil hutan non
kayu;
b. Terdapat izin pemanfaatan kawasan, jasa lingkungan, hasil hutan non kayu;
13
c. Dalam RKTN/RKTP/RKTK dimungkinkan masuk dalam kawasan untuk
perlindungan Hutan Alam dan Lahan Gambut atau untuk kawasan rehabilitasi
atau kawasan hutan untuk pengusahaan hutan skala besar atau kecil.
Blok pemanfaatan HHK-HA merupakan blok yang telah ada izin pemanfaatan
HHK-HA dan yang akan difungsikan sebagai areal yang direncanakan untuk
pemanfaatan HHK-HA sesuai dengan potensi kawasan yang telah dihasilkan dari
Blok pemanfaatan HHK-HT merupakan blok yang telah ada izin pemanfaatan
HHK-HT dan yang akan difungsikan sebagai areal yang direncanakan untuk
pemanfaatan HHK-HT sesuai dengan potensi kawasan yang telah dihasilkan dari
atau kawasan hutan untuk pengusahaan hutan skala besar atau kecil.
14
Blok khusus merupakan blok yang difungsikan sebagai areal untuk
yang bersangkutan. Kriteria blok khusus pada Hutan Produksi antara lain :
rehabilitasi atau kawasan hutan untuk pengusahaan hutan skala besar atau
kecil.
Dalam mengelola suatu kawasan hutan perlu diketahui keberadaan potensi hutannya
baik hasil hutan kayu, hasil hutan bukan kayu dan jasa lingkungan. Selain potensi hasil hutan
bukan kayu yang sudah diketahui dan dikelola hasilnya oleh KPHL Biak Numfor, masih
terdapat beberapa potensi hasil hutan bukan kayu yang jenis dan penyebarannya belum
diketahui untuk dikelola secara langsung namun telah diketahui bentuk pemanfaatannya. Salah
satunya adalah potensi HHBK dari anggota suku Lauraceae yaitu kayu lawang (Cinamommum
cullilawan) yang terdapat pada tegakan hutan alam Kawasan KPHL Biak Numfor.
Pelaksanaan kegiatan penataan hutan merupakan bagian tugas dan tanggung jawab setiap
Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) dalam rangka pengelolaan dan pemanfaatan kawasan
hutan yang intensif, efisien, dan efektif untuk memperoleh manfaat yang lebih optimal dan
berkelanjutan. Perancangan tata hutan dapat dilaksanakan setelah mengetahui potensi sumber
daya hutan yang terdapat di dalam suatu kawasan melalui kegiatan perancangan pembagian
15
Dengan diketahuinya potensi HHBK dari anggota suku Lauraceae yaitu kayu lawang
(Cinamommum cullilawan) maka dapat diperoleh data dan informasi yang bermanfaat untuk
selanjutnya disusun rancangan pembagian blok, khususnya tipe blok yang dapat
mengakomodir pengelolaan kayu lawang sesuai dengan kondisi ekologinya di hutan alam dan
Kerangka pikir merupakan model konseptual akan teori yang saling berhubungan satu
sama lain terhadap berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah yang penting.
Adapun variabel-variabel yang diamati dalam penelitian ini meliputi: potensi kayu lawang
terdahulu yang telah diuraikan oleh peneliti, kerangka pemikiran melalui paradigma penelitian
PROSES
IDENTIFIKASI Potensi Kayu Lawang
Cinnamomum cullilawan
Perancangan
Pembagian Blok
16
BAB III METODE PENELITIAN
Penelitian ini direncanakan akan dilakukan pada bulan Maret sampai dengan April
Tahun 2023 dan berlokasi di 3 (tiga) kampung yang mewakili 3 (tiga) wilayah Resort
Pengelolaan Hutan (RPH) pada UPTD Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung Biak Numfor.
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain :
Adapun alat yang digunakan yaitu perangkat komputer, alat tulis menulis, Global Positioning
System (GPS), kompas, clino meter, rol meter, kamera dan parang. Sementara bahan yang
digunakan yaitu Peta lokasi penelitian, papan lapangan, tally sheet, tali raffia dan spidol.
Jenis Penelitian komposisi dan potensi hutan ini merupakan jenis penelitian deskriptif
(Non Eksperiment) yang dilakukan dengan cara mengumpulkan data pada 3 (tiga) lokasi Resort
Pengelolaan Hutan (RPH) di kawasan hutan wilayah KPHL Biak Numfor. Areal yang akan
disampling distratifikasi berdasarkan penutupan lahan yaitu pada hutan lahan kering primer
Penelitian ini menggunakan metode (line plot purposive sampling) yaitu dengan
keberadaan kayu lawang di lokasi pengamatan. Jalur pengamatan dibuat tegak lurus kontur
dengan ukuran 20 m x 500 m, dan jarak antar jalur 200 m. Jumlah jalur pengamatan di masing-
masing lokasi penelitian adalah 2 jalur. Di dalam jalur pengamatan dibuat plot pengamatan
(ukuran petak 2 m x 2 m), pancang (ukuran petak 5 m x 5 m), tiang (ukuran petak 10 m x 10
sementara pengamatan vegetasi pada tingkat tiang dan pohon disamping pengamatan
parameter tersebut meliputi juga, diameter setinggi dada, dan tinggi pohon.
Keterangan pengamatan :
Penelitian dilakukan dalam dua tahap yaitu tahap pertama adalah identifikasi potensi
lawang, biofisik dan sosial ekonomi masyarakat pada kawasan KPHL Biak Numfor, dan tahap
kedua analisa berbasis ruang (spatial-based analysis) dilakukan dengan analisis Sistim
18
Informasi Geografi (SIG). Penggunaan teknologi SIG dalam analisis berbasis ruang diharapkan
mengevaluasi, dan memetakan informasi spasial yang berkaitan dengan kegiatan KPHL Biak
Numfor.
Metode pengumpulan data dengan dua jenis data yaitu primer dan data sekunder. Data
primer yaitu data yang diperoleh dengan mengamati secara keseluruhan kondisi di lapangan
Sedangkan data sekunder merupakan data pendukung berupa kondisi tempat penelitian
seperti peta-peta tematik, kondisi vegetasi, iklim, tanah, dan informasi tambahan tentang
Variabel Penelitian menurut Sugiyono (2017), variabel merupakan suatu atribut atau
sifat atau nilai dari orang, obyek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Penelitian ini
menggunakan variabel bebas atau variabel X (independent variable) dan variabel terikat atau
atau sering disebut variabel bebas. Pada pengertiannya variabel bebas merupakan variabel yang
mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen.
Dalam penelitian ini yang menjadi variable bebas adalah potensi kayu lawang (Cinnamomum
19
2. Variabel Dependen, disebut juga sebagai variabel output, kriteria konsekuen. Dalam
bahasa Indonesia sering disebut sebagai variabel terikat. Pengertian variabel terikat merupakan
variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas. Dalam
penelitian ini variabel terikat adalah rancangan pembagian blok KPHL Biak Numfor dalam
Data yang didapatkan dari hasil pengamatan di lapangan kemudian dikumpulkan dan
1. Kerapatan (K)
Jumlah individu suatu jenis
K=
Luas petak contoh
20
3. Frekuensi (F)
Jumlah petak ditemukan suatu jenis
F=
Jumlah seluruh petak
5. Dominansi (D)
Jumlah luas bidang dasar suatu jenis
D=
Luas petak petak
kualitatif yang meliputi: kondisi sifat fisik tanah, batuan induk, topografi, kelerengan
kualitatif yang meliputi: jumlah penduduk, jenis kelamin, dan mata pencaharian
masyarakat.
HHBK kayu lawang Cinnamomum culilawan, data biofisik dan data sosial ekonomi
masyarakat sekitar menggunakan teknik deskripsi kualitatif dan analisa berbasis ruang
21
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
November 2010 dengan luas wilayah 206.016 ha, yang terbagi ke dalam 6 (enam) Resort
Pengelolaan Hutan (RPH), yaitu RPH Das Andoi II, RPH Das Andoi I, RPH Wari, RPH
kewenangan provinsi. Hal ini pada tahun 2018 menyebabkan KPHL Biak Numfor yang
awalnya menjadi SKPD Kabupaten Biak Numfor bertransformasi menjadi Unit Pelaksana
Teknis Daerah (UPTD) Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Provinsi Papua sampai
dengan sekarang.
Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi
3. HPT 24.236 ha
22
Perubahan ini berdampak juga terhadap perubahan wilayah kelola secara
administrasi pemerintahan kabupaten sehingga saat ini wilayah kelola KPHL Biak
pemerintahan Kabupaten Supiori, seperti yang tertera pada gambar 4, di bawah ini:
Kondisi iklim di Kawasan Hutan KPHL Biak Numfor menurut data Stasiun
Metereologi Kelas 1 Biak, yang dikeluarkan BPS Biak Numfor (2022), antara lain:
rata-rata curah hujan adalah 257,77 mm dengan curah hujan terbesar terjadi
pada bulan September (301,1 mm) dan terendah pada bulan Maret (118 mm).
Sedangkan rata-rata jumlah hari hujan dalam satu bulan adalah 24 hari hujan.
23
4.2. Potensi Kayu Lawang (Cinnamomum cullilawan)
Pengumpulan data yang dilakukan pada ketiga lokasi penelitian sengaja dilakukan
untuk mewakili 3 (tiga) Resort Pengelolaan Hutan (RPH), yaitu RPH Das Andoi II terletak
di Kampung Rimba Jaya, RPH Das Andoi I terletak di Kampung Sunyar, dan Kampung
Kondisi tutupan lahan pada lokasi Kampung Rimba Jaya merupakan tipe hutan alam
kering dan basah sekunder yang terletak pada kawasan Hutan Produksi. Potensi kayu
lawang per hektar yang diperoleh dari hasil pengumpulan data lapangan pada lokasi
1 Semai 56 5600
2 Pancang 24 384
3 Tiang 11 44
4 Pohon 7 7
Jumlah 98
Tipe penutupan lahan pada lokasi Kampung Sunyar merupakan tipe hutan alam kering
sekunder yang terletak pada kawasan Hutan Lindung. Potensi kayu lawang per hektar yang
diperoleh dari hasil pengumpulan data lapangan pada lokasi tersebut, dapat dilihat pada
24
No Fase Pertumbuhan Jumlah Individu Nilai Kerapatan
1 Semai 92 9200
2 Pancang 47 752
3 Tiang 13 52
4 Pohon 14 14
Jumlah 166
Kondisi tutupan lahan pada lokasi Kampung Dofyo Wafor merupakan tipe hutan alam
sekunder kering yang terletak pada kawasan Hutan Produksi. Potensi kayu lawang yang
diperoleh dari hasil pengumpulan data lapangan pada lokasi tersebut, dapat dilihat pada
tabel 3 berikut:
1 Semai 61 6100
2 Pancang 21 336
3 Tiang 12 48
4 Pohon 9 9
Jumlah 103
Data potensi kayu lawang (Cinamommum cullilawan) yang diperoleh dari ketiga lokasi
Potensi permudaaan pada fase pertumbuhan semai cukup banyak, hal ini
yang rapat.
Pada fase pertumbuhan pancang, jumlah individunya kelihatan mulai berkurang, hal ini
disebabkan karena adanya kompetisi antara individu kayu lawang sendiri dan juga
persaingan dengan jenis tumbuhan yang lain dalam mendapatkan ruang tumbuh.
Pada fase tiang, ditemukan bahwa jumlah individu tentu akan semakin berkurang selain
persaingan tumbuh juga karena adanya pemungutan kayu-kayu muda secara masif
sebagai kayu buah untuk dimanfaatkan oleh masyarakat dan juga sebagai bahan tiang
Untuk fase pohon, jumlah individunya juga tergantung pada individu fase tiang, artinya
jumlah individu fase tiang sangat berpengaruh terhadap keberadaan jumlah individu
26
4.3.1.1. Kondisi Biofisik
lahan pertanian dan hutan sekunder yang terdiri dar jenis tumbuhan pionir dan
vegetasi hutan alam. Berdasarkan data INP yang diperoleh dari kegiatan pengukuran
Tabel 4. Indeks Nilai Penting (INP) tertinggi 5 jenis vegetasi pada berbagai fase
pertumbuhan di Kampung Rimba Jaya
No Jenis Famili Indeks Nilai Penting
Semai Pancang Tiang Pohon
1. Litsea sp Lauraceae 37,73
2. Cinnamomum culilawan Lauraceae 28,46
3. Chionantus macrocarpa Oleaceaae 26,63
4. Sphatiostemon javensis Euphorbiaceae 18,13 33,64
5. Haplolobus lanceolatus Burseraceae 14,79
6. Glochidion sp Phyllantaceae 27,80
7. Ilex sp 25,66
8. Euodia sp 25,55
9. Decaspermum sp 25,04
10. Buchanania arborenses 23,40
11. Horsfieldia laevigata 30,71
12. Syzygium sp 29,66
13. Pimelodendron amboinicum 27,15 28,26
14. Aglaia sp 22,61 26, 81
15. Celtis sp 23.39
16. Planconella sp 23,11
17. Horsfieldia irya 20,78
Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa potensi kayu lawang untuk fase semai
berada pada peringkat kedua dengan nilai 28,46 %. Hal ini menunjukkan adanya
27
potensi permudaaan kayu lawang yang cukup baik, namun pada fase pertumbuhan
berikutnya (pancang, tiang dan pohon) tidak menunjukkan hasil yang baik apabila
sebelah utara kampung Soon, sebelah selatan kampung Bosnik Sup, sebelah barat
Kampung Sunde, sebelah timur Kampung Kajasbo. Luas lahan yang diperuntukan
Kondisi topografi pada lokasi penelitian landai sampai dengan berbukit dengan
kemiringan lahan berkisar 0-20 %. Jenis tanah yang ditemukan jenis latosol yang
berwarna merah kecoklatan dengan berbahan induk batuan kapur. Hal ini serupa
dengan peta penyebaran jenis tanah yang dikeluarkan oleh pemerintah provinsi Papua
bahwa daerah pedalaman biak timur didominasi oleh jenis tanah latosol.
28
Gambar 7. Jenis tanah latosol berbahan induk batuan kapur
Data jumlah penduduk yang diperoleh dari data Monografi Kampung Rimba
Jaya menurut jenis kelamin adalah 578 dengan perincian 315 orang laki-laki dan 263
perempuan. Sedangkan menurut kelompok umur 0-12 tahun berjumlah 137 orang dan
kelompok 13 – 59 tahun 392 dan 60 tahun ke atas berjumlah 36 orang. Berikut data
No Profesi Jumlah
1 PNS 14 orang
2 Petani 96 orang
3 Nelayan 2 orang
4 TNI/POLRI 2 orang
5 Pedagang 4 orang
6 Tukang 6 orang
29
Tabel 6. Jumlah Penduduk menurut Pendidikan
No Pendidikan Jumlah
2 SD 62 orang
3 SMP 48 orang
5 Akademik 4 orang
6 Sarjana 30 orang
kondisi lahan pertanian dan hutan sekunder yang terdiri dar jenis tumbuhan pionir dan
vegetasi hutan alam. Berdasarkan data INP yang diperoleh dari kegiatan pengukuran
Tabel 7. Indeks Nilai Penting (INP) tertinggi 5 jenis vegetasi pada berbagai fase
pertumbuhan di Kampung Dofyo Wafor
No Jenis Famili Indeks Nilai Penting
Semai Pancang Tiang Pohon
1. Pometia acuminata Sapindaceae 53,33 26,64
2. Litsea timoriana Lauraceae 38,44 19,56
3. Cinnamomum cullilawan Lauraceae 38,09
4. Chrysopyhllum sp Sapotaceae 26,69
5. Calophyllum sp Calophyllaceae 18,81 28,87
6. Lunasia amara Rubiaceae 29,65
7. Polyalthia sumatrana Annonaceae 26,71
8. Syzygium sp Myrtaceae 25,66
30
9. Horsfieldia laevigata Myristicaceae 22,12
10. Actinodaphne sp Lauraceae 20,94
11. Adina multifolia Rubiaaceae
12. Sphatiostemon javensis Euphorbiaceae 27,15 28,37
13. Palaquium sp Sapotaceae 22,61 26, 06
14. Aglaia sp Meliaceae 23.26
15. Horsfieldia irya Myristicaceae 31,63 20,31
Dari keterangan tabel di atas, dapat dilihat bahwa potensi kayu lawang untuk
fase semai berada pada peringkat ketiga dengan nilai 38,09 %. Hal ini menunjukkan
adanya potensi permudaaan kayu lawang yang cukup baik, namun pada fase
pertumbuhan berikutnya (pancang, tiang dan pohon) tidak menunjukkan hasil yang
Luas wilayah Kampung Dofyo Wafor adalah 122 ha, dengan batas administrasi
pemerintahan meliputi perbatasan sebelah utara dengan Dusun Arwe, sebelah selatan
Dusun Douwnadik, sebelah barat kawasan hutan, dan sebelah timur adalah Kampung
Warsansan. Sedangkan aksesibilitas dari Distrik berjarak 6 km dan dari ibu kota
kabupaten 18 km.
Kondisi topografi pada lokasi penelitian landai sampai dengan berbukit dengan
kemiringan lahan berkisar 0-20 %. Jenis tanah yang ditemukan adalah jenis latosol
sama dengan di Kampung Rimba Jaya yaitu berwarna merah kecoklatan dengan
Dengan jumlah jiwa sebanyak 282 jiwa terdiri dari 143 berjenis kelamin laki-
laki dan 139 berjenis kelamin perempuan. Sedangkan menurut kelompok umur 0-14
tahun berjumlah 86 orang dan kelompok 15 – 59 tahun berjumlah 184 orang dan 60
31
tahun ke atas berjumlah 12 orang. Data jumlah penduduk menurut mata pencaharian
No Profesi Jumlah
1 PNS 14 orang
2 Petani 78 orang
3 Peternak 16 orang
4 TNI/POLRI 2 orang
5 Pedagang 6 orang
6 Tukang/Sopir 12 orang
No Pendidikan Jumlah
2 SD 62 orang
3 SMP 48 orang
4 SMA 92 orang
5 Akademik 4 orang
6 Sarjana 12 orang
32
4.3.2. Kondisi Biofisik dan Sosial Ekonomi Kampung Sunyar
Kondisi ekologis kawasan hutan di sekitar Kampung Sunyar merupakan kondisi lahan
pertanian dan hutan sekunder yang terdiri dar jenis tumbuhan pionir dan vegetasi hutan
alam. Berdasarkan data INP yang diperoleh dari kegiatan pengukuran pada lokasi tersebut,
antara lain:
Tabel 10. Indeks Nilai Penting (INP) tertinggi 5 jenis vegetasi pada berbagai fase
pertumbuhan di Kampung Sunyar
No Jenis Famili Indeks Nilai Penting
Semai Pancang Tiang Pohon
1. Cinnamomum cullilawan Lauraceae 56,17 22,41 18,96
2. Calophyllum sp Calophyllaceae 45, 82 29,39
3. Chionanthus macrocarpa Oleaceae 44, 37 23,88
4. Chrysopyhllum sp Sapotaceae 29,54 18,94
5. Horsfieldia laevigata Myristicaceae 19,76 38,23
6. Lunasia amara Rubiaceae 29,65
7. Syzygium sp Myrtaceae 26,71
8. Polyalthia sumatrana Annonaceae 24,86
9. Osmoxylon globure 20,12
10. Sphatiostemon javensis Euphorbiaceae 20,04 32,41
11. Pimelodendron amboinicum Euphorbiaceae 30,13
12. Palaquium sp Sapotaceae 22,47
13. Buchanania arborences 18,08
Dari keterangan tabel di atas, dapat dilihat bahwa potensi kayu lawang untuk
fase semai berada pada peringkat pertama dengan nilai 56,17 %. Hal ini
didukung dengan kondisi topografi yang relatif datar sampai dengan landai. Diikuti
pada pada fase tiang dan pohon yang potensinya masih tergolong ke dalam 5 (lima)
33
Gambar 8. Potensi semai Cinammomum culilawan dan Calophyllum sp
Luas wilayah Kampung Sunyar adalah 114 ha, dengan batas administrasi
sebelah selatan kawasan Hutan Lindung, sebelah barat Kampung Waroi Sup, dan
sebelah timur adalah Kampung Padwa Sup. Sedangkan aksesibilitas dari Distrik
Kondisi topografi pada lokasi penelitian landai sampai dengan berbukit ringan
dengan kemiringan lahan berkisar 0-15%. Jenis tanah yang ditemukan adalah jenis
latosol sama dengan di Kampung Rimba Jaya yaitu berwarna merah kecoklatan dengan
34
Gambar 9. Jenis tanah Mediteran Rensina dan Landscape Kampung Sunyar
4.3.2.2. Kondisi Sosial Ekonomi
Data jumlah penduduk sebanyak 276 jiwa terdiri dari 144 berjenis kelamin laki-
laki dan 132 berjenis kelamin perempuan. Sedangkan menurut kelompok umur 0-14
tahun berjumlah 87 orang dan kelompok 15 – 59 tahun berjumlah 172 orang dan 60
tahun ke atas berjumlah 17 orang. Data monografi kampung menurut mata pencaharian
No Profesi Jumlah
1 PNS 24 orang
2 Petani 68 orang
3 Peternak 3 orang
4 TNI/POLRI 5 orang
5 Pedagang 6 orang
6 Tukang/Sopir 12 orang
35
Tabel 12. Jumlah Penduduk menurut Pendidikan
No Pendidikan Jumlah
2 SD 31 orang
3 SMP 30 orang
4 SMA 72 orang
5 Akademik 6 orang
6 Sarjana 15 orang
36
4.4. Rancangan Pembagian Blok
dalam wilayah KPHL dan/atau KPHP yang kawasan hutannya berfungsi sebagai
a. Blok inti; yaitu blok yang difungsikan sebagai perlindungan tata air dan
b. Blok pemanfaatan; yaitu blok yang difungsikan sebagai areal yang direncanakan
undangan pemanfaatan hutan pada kawasan hutan yang berfungsi Hutan Lindung
c. Blok khusus; yaitu blok yang difungsikan sebagai areal untuk menampung
bersangkutan
37
dalam kawasan untuk untuk kawasan
perlindungan Hutan rehabilitasi.
Alam dan Lahan
Gambut atau untuk
kawasan rehabilitasi.
a. Terdapat potensi hasil hutan bukan kayu dari jenis kayu lawang (Cinamommum
culilawan) yang membentuk struktur tegakan dari fase semai sampai dengan
fase pohon, potensi ini dapat dikembangkan menjadi salah satu komoditi HHBK
kampungnya berada di dalam kawasan hutan lindung biak barat. Pada RPHJP
lindung.
perlindungan Hutan Alam dan Lahan Gambut atau untuk kawasan rehabilitasi.
Perhutanan Sosial lokasi ini tidak termasuk atau dengan kata lain tidak terdapat
adanya ijin perhutanan sosial, namun blok ini dapat diarahkan menjadi blok
38
pemanfaatan apabila proses rehabilitasinya sudah selesai (PermenLHK No P.41
Tahun 2019).
Pembagian blok dalam wilayah KPHL atau KPHP yang kawasan hutannya
a. Blok perlindungan; blok yang difungsikan sebagai perlindungan tata air dan
yang telah ada izin pemanfaatan kawasan, jasa lingkungan dan HHBK dan
kawasan, jasa lingkungan dan HHBK sesuai dengan potensi kawasan yang
atau HHBK
bersangkutan.
39
Tabel 14. Kriteria blok pada hutan produksi
dianalisis secara deskripsi terkait lokasi Kampung Rimba Jaya dan Kampung
a. Terdapat potensi hasil hutan bukan kayu dari jenis kayu lawang (Cinamommum
culilawan) yang membentuk struktur tegakan dari fase semai sampai dengan
fase pohon.
40
b. Mempunyai aksesibiltas yang tinggi, yaitu kedua kampung tersebut mudah
terbatas.
perlindungan Hutan Alam dan Lahan Gambut atau untuk kawasan rehabilitasi.
Berdasarkan dokumen RKTN dan RKTP lokasi tersebut masuk dalam kawasan
untuk pemanfaatan berbasis masyarakat, hal ini disebabkan pula karena pada
Kampung Rimba Jaya dan Kampung Dofyo Wafor telah mengantongi ijin akses
41
DAFTAR PUSTAKA
Ekowati, A. Setiyani A.D. Hariwibowo, D.R. dan Hidayah, K. 2016. Keaneragaman Jenis
Burung di Telaga Warna Desa Tugu Utara Cisarua Bogor. Jurnal
Biologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Jilid I dan II. Terj. Badan Litbang Kehutanan.
Cetakan I. Koperasi karyawan Departemen Kehutanan Jakarta Pusat.
Hutapea, F.J., Kuswandi, R. dan Asmoro, J.P. 2019. Potensi dan Sebaran Masoi (Cryptocarya
massoy) Di Kabupaten Teluk Bintuni dan Kabupaten Kaimana. Jurnal Penelitian
Kehutanan. FALOAK. Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan
Kehutanan Manokwari.
Jhons, R. 1997. Common Forest Trees of Irian Jaya-Indonesia. Royal Botanical Gardens,
Kew. (33)
Kabupaten Biak Numfor Dalam Angka, 2022. Badan Pusat Statistik Kabupaten Biak Numfor
KPHL Biak Numfor. (2014). Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang KPHL Model Biak
Numfor Unit XX.
Magurran, A.E. 2004. Measuring Biological Diversity. Blackwell Science Ltd. a Blackwell
Publishing Company. UK.
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor: P.41 Tahun 2019 tentang
Rencana Kehutanan Tingkat Nasional Tahun 2011-2030
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor: P.8 Tahun 2021 tentang Tata
Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta
Pemanfaatan Hutan di Hutan Lindung dan Hutan Produksi
42
Putri, S.M., Indriyanto., dan Riniarti, M. 2019. Komposisi Jenis dan Struktur Vegetasi Hutan
Lindung Bengkunat di Resor III KPH Unit I Pesisir Barat.
Jurnal Silva Tropika. Universitas Lampung.
Saeni, F dan Maruapey, A. 2022. Penyulingan Minyak Lawang Tradisional Oleh Masyarakat
di Kampung Pasir Putih Distrik Fkour Kabupaten Sorong Selatan. Median Volume
14 Nomor 1. Universitas Muhamadiyah Sorong.
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif dan R&D. Penerbit Alfabeta.
Bandung. Jawa Barat. (64)
Tamin, R.P. Ulfa, M. Saleh, Z. 2018. Keanekaragaman Anggota Famili Lauraceae di Taman
Hutan Kota M. Sabki Kota Jambi. Jurnal Ilmiah Ilmu Terapan
Universitas Jambi.
Wahyudi, 2013. Buku Pegangan Hasil Hutan Bukan Kayu. Penerbit Pohon Cahaya.
Yogyakarta.
Wiryono. 2020. Ekologi Hutan dan Aplikasinya. Unib Press. Universitas Bengkulu.
43
Zaini, B., Polii, B.V.J., dan Walangitan, H.D. 2019. Arahan Pengelolaan Blok Pemanfaatan
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Unit VI Pada Areal Model Mikro
DAS (MDM) Talawan. Jurnal Ilmiah Agrisosioekonomi Unsrat.
44
LAMPIRAN
45
Peta Penutupan Lahan 2020
46