Anda di halaman 1dari 46

POTENSI KAYU LAWANG (Cinnamomum cullilawan Bl) DAN

KESESUAIAN RANCANGAN PEMBAGIAN BLOK PEMANFAATAN


DI KAWASAN KPHL BIAK NUMFOR

TESIS

ABRAHAM RUDOLF

PROGRAM PASCA SARJANA


UNIVERSITAS PAPUA
MANOKWARI
2023

1
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Secara geomorfologi wilayah gugusan Kepulauan Biak merupakan rangkaian kepulauan

koral yang terdiri dari tiga pulau besar yaitu Pulau Biak, Pulau Supiori dan Pulau Numfor serta

gugusan pulau-pulau kecil (Kepulauan Padaido dan Kepulauan Aruri). Kondisi yang demikian

berpengaruh juga terhadap keragaman, struktur dan komposisi jenis vegetasi hutannya.

Tipe hutan yang terbentuk tergolong dalam tipe hutan hujan tropis dataran rendah

primer dan tipe hutan hujan tropis dataran rendah sekunder. Tegakan hutan hujan tropis

dataran rendah primer umumnya cenderung masih cukup baik terlindungi disebabkan sebagian

besar areal ini sulit dijangkau akibat topografinya (kontur) yang cukup berat (terjal) dengan

kemiringan di atas 40%. Sedangkan pada areal hutan hujan tropis dataran rendah sekunder

kebanyakan terbentuk karena aksesibiltasnya yang mudah dijangkau sehingga mengakibatkan

adanya aktifitas pertanian tradisional (perladangan berpindah) dan penebangan liar (baik untuk

kayu perkakas maupun kayu/bahan bakar) yang banyak dijumpai dan menyebar hampir di

seluruh wilayah pulau Biak, Supiori dan Numfor.

Sebagai unit pengelola hutan yang kawasan hutannya didominasi fungsi lindung, maka

fokus pengelolaan hutan yang dilaksanakan di KPHL Biak Numfor lebih diutamakan kepada

produk-produk Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) baik yang telah dikembangkan melalui

proses budidaya maupun potensi yang terdapat di hutan alam. Selama ini pengelolaan produk

HHBK yang dilakukan masih terbatas kepada beberapa produk saja salah satunya pengelolaan

tanaman Melaleuca cajuputi sebagai penghasil minyak kayu putih. Sedangkan dari struktur

tegakan hutan alam kawasan KPHL Biak Numfor menyimpan potensi hasil hutan termasuk

potensi hasil hutan bukan kayu yang berasal dari anggota suku Lauraceae seperti yang telah

dikenal secara komersil sebagai salah satu penghasil minyak atsiri.

2
Bersama beberapa anggota suku Lauraceae lainnya, kayu lawang (Cinnamomum

cullilawane) dikelompokkan sebagai salah satu komoditas hasil hutan non kayu (non timber

forest product), yang masuk dalam 40 jenis komoditas minyak atsiri yang dihasilkan di

Indonesia (Wahyudi, 2019).

Masih menurut sumber yang sama, di tanah Papua beberapa komoditas minyak atsiri

yang sudah dikenal oleh masyarakat lokal adalah Kayu Lawang (Cinnamonum cullilawane

BL), kayu Masohi (Cryptocaria masohi), Kayu Putih (Melaleuca leucadendron L), Kenanga

(Cananga odorata), Cengkeh (Caryophylus spp), dan Pala (Myristica fragrans Houtt). Heyne

(1987) lebih lanjut menyatakan bahwa penyebaran Cinnamomum cullilawan ini di Indonesia

tidak merata karena hanya ditemukan tumbuh dan berkembang dengan baik di Kepulauan

Maluku dan Papua.

Berbeda dengan produk minyak atsiri lainnya, minyak lawang lebih khas, panas, dengan

multi fungsi. Persediaan minyak lawang di pasaran, masih sangat terbatas, sementara

permintaan terus meningkat. Kondisi ini terjadi dikarenakan daerah yang menghasilkan

minyak ini hanya berasal dari Indonesia bagian Timur terutama di Propinsi Papua. Pohon yang

mempunyai genus sama dengan species ini adalah pohon kayu manis (Cinnamomum burmanni

dan Cinnamomum zeylanicum), atau manis jangan, kulit pohon ini di Pulau Jawa, banyak

dimanfaatkan untuk aroma makanan dan minuman juga digunakan sebagai bahan untuk

campuran obat tradisional (Utomo, 2002 dalam Saeni dan Maruapey, 2022).

Luas kawasan hutan yang dikelola oleh Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL)

Biak Numfor saat ini seluas 176.018 ha yang ditetapkan melalui Surat Keputusan Menteri

Lingkungan Hidup dan Kehutanan NOMOR SK.28/ MENLHK/SETJEN/OTL.1/1/2020

dengan komposisi Hutan Lindung (117.395 ha), Hutan Produksi (24.236 ha) dan Hutan

Produksi Terbatas (34.386 ha). Kawasan hutan ini menyimpan banyak potensi hasil hutan baik

3
hasil hutan kayu, hasil hutan bukan kayu dan jasa lingkungan yang secara factual belum

dikelola secara maksimal.

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan

Kehutanan bahwa salah satu tugas dan fungsi Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) yaitu

menyusun rencana pengelolaan hutan yang dituangkan dalam dokumen rencana pengelolaan

hutan jangka panjang dan rencana pengelolaan hutan jangka pendek. Sedangkan penyusunan

rencana pengelolaan hutan salah satu muatannya adalah pelaksanaan tata hutan berupa

pembagian blok/petak pada wilayah KPH.

Selanjutnya dijelaskan bahwa rancangan tata hutan ditujukan untuk menata ruang hutan

dalam rangka pengelolaan dan pemanfaatan kawasan hutan yang intensif, efisien, dan efektif

untuk memperoleh manfaat yang lebih optimal dan berkelanjutan yang dilakukan dengan

perancangan pembagian blok dalam wilayah KPH. Pembagian blok dilakukan dengan

memperhatikan:

a. karakteristik biofisik lapangan;

b. kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitar;

c. potensi Pemanfaatan Kawasan, jasa lingkungan, Hasil Hutan Kayu dan HHBK;

d. keberadaan PBPH, persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan, dan persetujuan

pengelolaan perhutanan sosial; dan

e. Rencana Kehutanan Tingkat Nasional (RKTN), Rencana Kehutanan Tingkat Provinsi

(RKTP), Peta Arahan Pemanfaatan Hutan Lindung, Peta Arahan Pemanfaatan Hutan

Produksi, Peta Indikatif dan Areal Perhutanan Sosial (PIAPS), dan Peta Indikatif

Penghentian Pemberian Izin Baru (PIPPIB).

Blok-blok pada KPH terdiri atas petak-petak yang dibentuk dengan metoda desk analiss

berdasarkan satuan pemetaan lahan atau Land Mapping Unit (LMU) yang didesain dengan

mengikuti batas alam maupun menggunakan pendekatan Micro Catchment Area atau areal

4
model DAS mikro (MDM). Model DAS Mikro merupakan suatu wadah pengelolaan DAS

dalam skala lapang yang digunakan sebagai tempat atau media untuk memperagakan proses

pola partisipatif dalam pengelolaan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan, teknik-teknik

konservasi tanah dan air, usaha tani yang sesuai dengan kemampuan lahan, sosial ekonomi dan

kelembagaan masyarakat. (Zaini., et.al. 2019)

1.2 Rumusan Masalah

KPHL Biak Numfor sebagai garda terdepan pengelolaan hutan di tingkat tapak telah

berusaha untuk pengembangan diversikasi produk tanaman hutan bernilai ekonomis terutama

hasil hutan bukan kayu seperti tanaman kayu putih, gaharu dan damar pada lahan masyarakat

yang bermukim di dalam dan atau sekitar kawasan hutan. Namun selama ini produk-produk

hasil hutan bukan kayu tersebut belum dapat dikelola secara optimal kecuali produk minyak

kayu putih. Di lain pihak potensi hasil hutan bukan kayu yang terdapat pada tegakan hutan

alam sangat banyak (berdasarkan hasil pengamatan di lapangan) namun belum diketahui dan

diidentifikasi secara pasti tentang potensinya, termasuk dari jenis Cinnamomum cullilawan

yang sudah dikenal di dunia perdagangan dengan nama kayu lawang. Jenis ini memiliki

kualitas kulit kayu yang baik dan beraroma sebagai penghasil minyak atsiri (obat-obatan).

Dalam memanajemen hutan di tingkat tapak, Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung

(KPHL) Biak Numfor mengacu kepada Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)

yang disusun sebagai dasar pelaksanaan pengelolaan hutan selama jangka waktu 10 (sepuluh)

tahun. Dokumen RPHJP KPHL Biak Numfor periode 2014-2022 saat ini telah berakhir masa

periodenya dan selanjutnya KPHL Biak Numfor berkewajiban untuk menyusun dokumen

Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP) 10 tahun berikutnya.

Salah satu muatan dari Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP) tersebut

mencakup tentang rancangan program dan kegiatan selama kurung waktu 10 tahun yang akan

5
dilaksanakan pada blok-blok yang telah ditata sesuai dengan fungsinya. Hal ini membuktikan

bahwa kegiatan rancangan pembagian blok pada kawasan hutan KPHL Biak Numfor mutlak

dilakukan dalam rangka pengelolaan dan pemanfaatan kawasan hutan yang intensif, efisien,

dan efektif untuk memperoleh manfaat yang lebih optimal dan berkelanjutan.

Mengacu pada penjelasan di atas dapat digaris bawahi bahwa:

1. Belum adanya kajian potensi Cinnamomum cullilawan di kawasan hutan KPHL Biak

Numfor sebagai salah satu penghasil produk hasil hutan bukan kayu.

2. Perlu adanya kajian kesesuaian rancangan pembagian blok pada kawasan KPHL Biak

Numfor berdasarkan potensi hasil hutan bukan kayu khususnya jenis Cinnamomum

cullilawan.

1.3 . Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk :

1. Mengetahui potensi kayu lawang Cinnamomum cullilawan sebagai salah satu produk

hasil hutan bukan kayu di kawasan hutan KPHL Biak Numfor.

2. Mengetahui kesesuaian rancangan pembagian blok di kawasan KPHL Biak Numfor

berdasarkan potensi hasil hutan bukan kayu khususnya jenis Cinnamomum cullilawan.

1.4. Manfaat

Ada dua manfaat yang diharapkan diperoleh dalam penelitian ini yaitu:

1. Manfaat Praktis (manfaat langsung), yaitu manfaat yang hasilnya dapat dirasakan oleh

KPHL Biak Numfor dan masyarakat sekitar hutan sebagai wujud kontribusi dari

Cinnamomum cullilawan dalam pengelolaan hutan secara berkelanjutan.

6
2. Manfaat Teoritis (manfaat tidak langsung) yaitu, hasil penelitian ini dapat digunakan

sebagai salah satu sumber literatur untuk pengembangan ilmu pengetahuan, dan

menjadi bahan acuan atau dasar perbandingan untuk penelitian selanjutnya.

7
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1. Deskripsi Cinnamomum culilawan

Beberapa spesies Cinnamomum terdapat di hutan hujan dataran rendah dan hutan

hujan pegunungan rendah di seluruh pulau Papua. Pohon sedang dengan tinggi hingga 30

m dan diameter 40 cm. batang lurus dengan tajuk melebar, percabangan simpodial. Kulit

luar terkelupas persegi panjang halus sedikit kasar, berlenti sel, kulit dalam merah

kecoklatan memiliki aroma kuat yang menyenangkan. Daun tunggal, berhadapan,

berbentuk lanset, tepi daun rata, pertulangan daun primer menjari 3, ujung daun melancip,

tangkai daun runcing, permukaan daun hijau tua mengkilap, permukaan bawah daun

keperakan. (Jhons, 1997)

Klasifikasi kayu lawang secara taksonomi adalah sebagai berikut:

Kerajaan : Plantae

Sub kerajaan : Tracheobionta

Super divisi : Spermatophyta

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Subkelas : Magnoliidae

Ordo : Laurales

Famili : Lauraceae

Genus : Cinnamomum

Spesies : Cinnamomum cullilawan Bl.

https://plantamor-com. (diakses tanggal 21 Maret 2023).

8
2.1.2. Definisi Potensi

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) arti kata potensi adalah

kemampuan yang mempunyai kemungkinan untuk dikembangkan; kekuatan;

kesanggupan; daya. https://kbbi.web.id/potensi (diakses tanggal tanggal 21 Maret 2023).

Sedangkan Wahyudi (2013), menyatakan bahwa potensi dapat dibedakan ke dalam

dua pengertian, yaitu potensi luasan umumnya dinyatakan dengan luas areal atau hutan,

dan potensi tegakan yang dinyatakan dengan kerapatan atau penyebaran jenis per hektar.

2.1.3. Kesatuan Pengelolaan Hutan

Menurut Peraturan Pemerintah No 23 Tahun 2021, bahwa Kesatuan Pengelolaan

Hutan yang selanjutnya disingkat KPH adalah wilayah pengelolaan Hutan sesuai fungsi

pokok dan peruntukannya, yang dikelola secara efisien, efektif, dan lestari, dengan tugas

dan fungsi sebagai berikut:

a. Menyusun rencana pengelolaan hutan yang dituangkan dalam dokumen rencana

pengelolaan hutan jangka panjang dan rencana pengelolaan hutan jangka pendek;

b. Melaksanakan koordinasi perencanaan pengelolaan hutan dengan pemegang perizinan

berusaha, pemegang persetujuan penggunaan dan pelepasan kawasan hutan serta

pengelola perhutanan sosial;

c. Melaksanakan fasilitasi implementasi kebijakan di bidang lingkungan hidup dan

Kehutanan yang meliputi:

1. Inventarisasi hutan, pengukuhan kawasan hutan, penatagunaan kawasan hutan dan

penyusunan rencana kehutanan;

2. Rehabilitasi hutan dan reklamasi;

3. Pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan; dan

9
4. Perlindungan dan pengamanan hutan, pengendalian kebakaran hutan dan lahan,

mitigasi ketahanan bencana dan perubahan iklim.

d. Melaksanakan fasilitasi, bimbingan teknis, pendampingan, dan pembinaan kelompok

tani Hutan dalam mendukung kegiatan Perhutanan Sosial;

e. Melaksanakan fasilitasi Penataan Kawasan Hutan dalam rangka Pengukuhan Kawasan

Hutan dan Penataan Kawasan Hutan dalam rangka Pemanfaatan Kawasan Hutan;

f. Melaksanakan fasilitasi pertumbuhan investasi, pengembangan industri, dan pasar untuk

mendukung pemulihan ekonomi nasional;

g. Melaksanakan fasilitasi kegiatan dalam rangka ketahanan pangan (food estatel dan

energi;

h. Melaksanakan fasilitasi peningkatan kapasitas sumber daya manusia;

i. Melaksanakan pemantauan dan evaluasi atas pelaksanaan kegiatan pengelolaan Hutan;

j. Melaksanakan pengawasan dan pengendalian atas kegiatan pengelolaan Hutan; dan

k. Melaksanakan tugas lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di

wilayah kerjanya

2.1.4. Tata Hutan

Selanjutnya pengertian Tata Hutan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun

2021 adalah kegiatan menata ruang hutan dalam rangka pengelolaan dan pemanfaatan

kawasan hutan yang intensif, efisien, dan efektif untuk memperoleh manfaat yang lebih

optimal dan berkelanjutan.

Pelaksanaan tata hutan meliputi inventarisasi hutan, perancangan tata hutan,

penataan batas dalam unit pengelolaan hutan, pemetaan tata hutan, dan partisipasi para

pihak melalui konsultasi publik. Perancangan tata hutan dilakukan dengan perancangan

pembagian blok dalam wilayah KPHL atau KPHP.

10
2.1.5. Pembagian Blok

2.1.5.1. Pembagian Blok Hutan Lindung

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2021, bahwa pembagian blok

dalam wilayah KPHL dan/atau KPHP yang kawasan hutannya berfungsi sebagai

Hutan Lindung meliputi:

a. Blok inti;

b. Blok pemanfaatan;

c. Blok khusus.

Blok inti merupakan blok yang difungsikan sebagai perlindungan tata air dan

perlindungan lainnya serta sulit untuk dimanfaatkan. Kriteria blok inti antara lain:

a. Kurang memiliki potensi jasa lingkungan, wisata alam, potensi hasil hutan non

kayu;

b. Dalam RKTN/RKTP/RKTK termasuk dalam kawasan untuk perlindungan Hutan

Alam dan Lahan Gambut atau untuk kawasan rehabilitasi.

Blok inti pada Hutan Lindung dibatasi untuk kegiatan pemungutan HHBK dengan

tidak merusak tegakan hutan.

Blok pemanfaatan merupakan blok yang difungsikan sebagai areal yang

direncanakan untuk pemanfaatan terbatas sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan pemanfaatan hutan pada kawasan hutan yang berfungsi Hutan

Lindung. Kriteria blok pemanfaatan antara lain:

a. Mempunyai potensi jasa lingkungan, wisata alam, potensi hasil hutan non kayu;

b. Terdapat izin pemanfaatan kawasan, jasa lingkungan, hasil hutan non kayu;

c. Arealnya dekat masyarakat sekitar atau dalam kawasan hutan; mempunyai

aksesibilitas yang tinggi;

11
d. Dalam RKTN/RKTP/RKTK dimungkinkan masuk dalam kawasan untuk

perlindungan Hutan Alam dan Lahan Gambut atau untuk kawasan rehabilitasi.

Blok pemanfaatan meliputi blok pemanfaatan untuk perizinan berusaha berupa

pemanfaatan kawasan, pemanfaatan jasa lingkungan, dan pemungutan HHBK;

dan/atau blok pemanfaatan untuk pengelolaan perhutanan sosial.

Blok khusus merupakan blok yang difungsikan sebagai areal untuk

menampung kepentingan-kepentingan khusus yang ada di wilayah KPHL dan

KPHP yang bersangkutan. Kriteria blok khusus antara lain:

a. Terdapat pemakaian wilayah kawasan hutan untuk kepentingan religi, kebun

raya, kawasan dengan tujuan khusus (KHDTK), wilayah adat/ulayat;

b. Dalam RKTN/RKTP/RKTK dimungkinkan masuk dalam kawasan untuk

perlindungan Hutan Alam dan Lahan Gambut untuk kawasan rehabilitasi.

2.1.5.2. Pembagian Blok Hutan Produksi

Pembagian blok dalam wilayah KPHL atau KPHP yang kawasan hutannya

berfungsi sebagai Hutan Produksi meliputi:

a. Blok perlindungan;

b. Blok pemanfaatan; dan

c. Blok khusus.

Blok perlindungan merupakan blok yang difungsikan sebagai perlindungan

tata air dan perlindungan lainnya serta direncanakan untuk tidak dimanfaatkan.

Kriteria blok perlindungan dalam Hutan Produksi antara lain:

a. Termasuk dalam kriteria kawasan lindung;

12
b. Dalam RKTN/RKTP/RKTK dimungkinkan masuk dalam kawasan untuk

perlindungan Hutan Alam dan Lahan Gambut atau untuk kawasan rehabilitasi

atau kawasan hutan untuk pengusahaan hutan skala besar atau kecil.

Blok perlindungan dibatasi untuk kegiatan pemungutan HHBK dan pemanfaatan

jasa lingkungan.

Blok pemanfaatan pada Hutan Produksi dibagi untuk perizinan berusaha dan

untuk pengelolaan perhutanan sosial. Blok pemanfaatan untuk perizinan berusaha

meliputi:

1) blok pemanfaatan kawasan;

2) blok pemanfaatan jasa lingkungan;

3) blok pemanfaatan HHBK;

4) blok pemanfaatan HHK-HA; dan

5) blok pemanfaatan HHK-HT.

Blok pemanfaatan kawasan, jasa lingkungan, dan HHBK merupakan blok

yang telah ada izin pemanfaatan kawasan, jasa lingkungan dan HHBK dan yang

akan difungsikan sebagai areal yang direncanakan untuk pemanfaatan kawasan, jasa

lingkungan dan HHBK sesuai dengan potensi kawasan yang telah dihasilkan dari

proses inventarisasi. Dalam blok pemanfaatan ini diupayakan berintegrasi dengan

upaya solusi konflik atau upaya pemberdayaan masyarakat melalui pemanfaatan

kawasan atau jasa lingkungan atau HHBK. Kriteria blok ini antara lain:

a. Mempunyai potensi jasa lingkungan, wisata alam, potensi hasil hutan non

kayu;

b. Terdapat izin pemanfaatan kawasan, jasa lingkungan, hasil hutan non kayu;

13
c. Dalam RKTN/RKTP/RKTK dimungkinkan masuk dalam kawasan untuk

perlindungan Hutan Alam dan Lahan Gambut atau untuk kawasan rehabilitasi

atau kawasan hutan untuk pengusahaan hutan skala besar atau kecil.

Blok pemanfaatan HHK-HA merupakan blok yang telah ada izin pemanfaatan

HHK-HA dan yang akan difungsikan sebagai areal yang direncanakan untuk

pemanfaatan HHK-HA sesuai dengan potensi kawasan yang telah dihasilkan dari

proeses tata hutan. Kriteria blok ini antara lain:

a. Dalam RKTN/RKTP/RKTK diarahkan sebagai kawasan hutan untuk

pengusahaan hutan Skala Besar;

b. Mempunyai potensi hasil hutan kayu cukup tinggi;

c. Terdapat izin pemanfaatan HHK-HA;

d. Dalam RKTN/RKTP/RKTK dimungkinkan masuk dalam kawasan hutan

untuk pengusahaan hutan skala besar.

Blok pemanfaatan HHK-HT merupakan blok yang telah ada izin pemanfaatan

HHK-HT dan yang akan difungsikan sebagai areal yang direncanakan untuk

pemanfaatan HHK-HT sesuai dengan potensi kawasan yang telah dihasilkan dari

proses tata hutan. Kriteria blok ini antara lain:

a. Dalam RKTN/RKTP/RKTK diarahkan sebagai kawasan hutan untuk

pengusahaan hutan Skala Besar;

b. Mempunyai potensi hasil hutan kayu rendah;

c. Merupakan areal yang tidak berhutan;

d. Terdapat izin pemanfaatan HHK-HT;

e. Dalam RKTN/RKTP/RKTK dimungkinkan masuk dalam kawasan rehabilitasi

atau kawasan hutan untuk pengusahaan hutan skala besar atau kecil.

14
Blok khusus merupakan blok yang difungsikan sebagai areal untuk

menampung kepentingan-kepentingan khusus yang ada di wilayah KPHL dan KPHP

yang bersangkutan. Kriteria blok khusus pada Hutan Produksi antara lain :

a. Terdapat pemakaian wilayah kawasan hutan untuk kepentingan religi, kebun

raya, kawasan dengan tujuan khusus (KHDTK), wilayah adat/ulayat;

b. Dalam RKTN/RKTP/RKTK dimungkinkan masuk dalam kawasan untuk

perlindungan Hutan Alam dan Lahan Gambut atau untuk kawasan

rehabilitasi atau kawasan hutan untuk pengusahaan hutan skala besar atau

kecil.

2.2 Kerangka Penelitian

Dalam mengelola suatu kawasan hutan perlu diketahui keberadaan potensi hutannya

baik hasil hutan kayu, hasil hutan bukan kayu dan jasa lingkungan. Selain potensi hasil hutan

bukan kayu yang sudah diketahui dan dikelola hasilnya oleh KPHL Biak Numfor, masih

terdapat beberapa potensi hasil hutan bukan kayu yang jenis dan penyebarannya belum

diketahui untuk dikelola secara langsung namun telah diketahui bentuk pemanfaatannya. Salah

satunya adalah potensi HHBK dari anggota suku Lauraceae yaitu kayu lawang (Cinamommum

cullilawan) yang terdapat pada tegakan hutan alam Kawasan KPHL Biak Numfor.

Pelaksanaan kegiatan penataan hutan merupakan bagian tugas dan tanggung jawab setiap

Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) dalam rangka pengelolaan dan pemanfaatan kawasan

hutan yang intensif, efisien, dan efektif untuk memperoleh manfaat yang lebih optimal dan

berkelanjutan. Perancangan tata hutan dapat dilaksanakan setelah mengetahui potensi sumber

daya hutan yang terdapat di dalam suatu kawasan melalui kegiatan perancangan pembagian

blok-blok pada setiap wilayah KPH.

15
Dengan diketahuinya potensi HHBK dari anggota suku Lauraceae yaitu kayu lawang

(Cinamommum cullilawan) maka dapat diperoleh data dan informasi yang bermanfaat untuk

selanjutnya disusun rancangan pembagian blok, khususnya tipe blok yang dapat

mengakomodir pengelolaan kayu lawang sesuai dengan kondisi ekologinya di hutan alam dan

juga proses budidayanya.

Kerangka pikir merupakan model konseptual akan teori yang saling berhubungan satu

sama lain terhadap berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah yang penting.

Adapun variabel-variabel yang diamati dalam penelitian ini meliputi: potensi kayu lawang

(Cinamommum cullilawan), kondisi biofisik, kondisi sosial ekonomi masyarakat, dan

rancangan pembagian blok. Berdasarkan tinjauan kepustakaan dan beberapa penelitian

terdahulu yang telah diuraikan oleh peneliti, kerangka pemikiran melalui paradigma penelitian

digambarkan sebagai berikut :

PROSES
IDENTIFIKASI Potensi Kayu Lawang
Cinnamomum cullilawan

Potensi Potensi Sosek


Biofisik Masyarakat

Perancangan
Pembagian Blok

REKOMENDASI PEMBAGIAN BLOK PEMANFAATAN HHBK


KPHL BIAK NUMFOR

16
BAB III METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat

Penelitian ini direncanakan akan dilakukan pada bulan Maret sampai dengan April

Tahun 2023 dan berlokasi di 3 (tiga) kampung yang mewakili 3 (tiga) wilayah Resort

Pengelolaan Hutan (RPH) pada UPTD Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung Biak Numfor.

3.2. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain :

Adapun alat yang digunakan yaitu perangkat komputer, alat tulis menulis, Global Positioning

System (GPS), kompas, clino meter, rol meter, kamera dan parang. Sementara bahan yang

digunakan yaitu Peta lokasi penelitian, papan lapangan, tally sheet, tali raffia dan spidol.

3.3. Rancangan yang Digunakan

Jenis Penelitian komposisi dan potensi hutan ini merupakan jenis penelitian deskriptif

(Non Eksperiment) yang dilakukan dengan cara mengumpulkan data pada 3 (tiga) lokasi Resort

Pengelolaan Hutan (RPH) di kawasan hutan wilayah KPHL Biak Numfor. Areal yang akan

disampling distratifikasi berdasarkan penutupan lahan yaitu pada hutan lahan kering primer

dan hutan lahan kering sekunder.

Penelitian ini menggunakan metode (line plot purposive sampling) yaitu dengan

menentukan jalur pengamatan yang dilakukan secara purposif dengan mempertimbangkan

keberadaan kayu lawang di lokasi pengamatan. Jalur pengamatan dibuat tegak lurus kontur

dengan ukuran 20 m x 500 m, dan jarak antar jalur 200 m. Jumlah jalur pengamatan di masing-

masing lokasi penelitian adalah 2 jalur. Di dalam jalur pengamatan dibuat plot pengamatan

berukuran 20 m x 20 m. Di dalam plot pengamatan ini dilakukan pengamatan terhadap semai

(ukuran petak 2 m x 2 m), pancang (ukuran petak 5 m x 5 m), tiang (ukuran petak 10 m x 10

m), dan pohon (ukuran petak 20 m x 20 m).


17
Pengamatan vegetasi pada tingkat semai dan pancang meliputi jenis dan jumlah individu,

sementara pengamatan vegetasi pada tingkat tiang dan pohon disamping pengamatan

parameter tersebut meliputi juga, diameter setinggi dada, dan tinggi pohon.

Gambar 1. Bentuk dan ukuran jalur dan plot pengamatan

Jarak jalur 200 m

Panjang jalur 500 m

Gambar 2. Bentuk dan Ukuran Sub Plot Pengamatan

Keterangan pengamatan :

a. Plot 20 m x 20 m untuk pengamatan pohon

b. Plot 10 m x 10 m untuk pengamatan tiang

c. Plot 5 m x 5 m untuk pengamatan pancang

d. Plot 2 m x 2 m untuk pengamatan semai

3.4. Prosedur Penelitian

Penelitian dilakukan dalam dua tahap yaitu tahap pertama adalah identifikasi potensi

lawang, biofisik dan sosial ekonomi masyarakat pada kawasan KPHL Biak Numfor, dan tahap

kedua analisa berbasis ruang (spatial-based analysis) dilakukan dengan analisis Sistim

18
Informasi Geografi (SIG). Penggunaan teknologi SIG dalam analisis berbasis ruang diharapkan

dapat menjamin efektifitas, efesiensi, akurasi serta kemudahan dalam mengukur,

mengevaluasi, dan memetakan informasi spasial yang berkaitan dengan kegiatan KPHL Biak

Numfor.

Metode pengumpulan data dengan dua jenis data yaitu primer dan data sekunder. Data

primer yaitu data yang diperoleh dengan mengamati secara keseluruhan kondisi di lapangan

atau lokasi penelitian meliputi:

1. Data potensi Cinnamomum culilawan pada lokasi penelitian.

2. Data Biofisik pada lokasi penelitian

3. Data sosial ekonomi masyarakat sekitar lokasi penelitian.

Sedangkan data sekunder merupakan data pendukung berupa kondisi tempat penelitian

seperti peta-peta tematik, kondisi vegetasi, iklim, tanah, dan informasi tambahan tentang

kondisi wilayah hutan KPHL Biak Numfor.

3.5. Variabel Pengamatan

Variabel Penelitian menurut Sugiyono (2017), variabel merupakan suatu atribut atau

sifat atau nilai dari orang, obyek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang

ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Penelitian ini

menggunakan variabel bebas atau variabel X (independent variable) dan variabel terikat atau

variabel Y (dependent variable).

1. Variabel Independen, sering disebut sebagai variabel stimulus, prediktor, antecedent

atau sering disebut variabel bebas. Pada pengertiannya variabel bebas merupakan variabel yang

mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen.

Dalam penelitian ini yang menjadi variable bebas adalah potensi kayu lawang (Cinnamomum

culilawan), kondisi biofisik dan sosial ekonomi masyarakat sekitar hutan.

19
2. Variabel Dependen, disebut juga sebagai variabel output, kriteria konsekuen. Dalam

bahasa Indonesia sering disebut sebagai variabel terikat. Pengertian variabel terikat merupakan

variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas. Dalam

penelitian ini variabel terikat adalah rancangan pembagian blok KPHL Biak Numfor dalam

menyusun rencana pengelolaan hutan..

1.6. Analisis Data

Data yang didapatkan dari hasil pengamatan di lapangan kemudian dikumpulkan dan

selanjutnya dilakukan analisis untuk menentukan:

1.6.1. Potensi Cinnamomum culilawan

Analisis yang dilakukan terhadap potensi kayu lawang (Cinnamomum

culilawan) dilakukan menggunakan pendekatan dalam bentuk jumlah individu / ha atau

tingkatan densitasnya dalam suatu unit area (Hutapea. et.al. 2019)

1.6.2. Indeks Nilai Penting (INP)

Mengikuti rumus Mueller-Dombois dan Ellenberg (1974) dalam

Wahyuningsih, et.al (2019) Indeks Nilai Penting (INP) diperoleh dengan

menjumlahkan besaran-besaran: Kerapatan Relatif (KR), Dominasi Relatif (DR), dan

Frekuensi Relatif (FR), Sebagai berikut :

1. Kerapatan (K)
Jumlah individu suatu jenis
K=
Luas petak contoh

2. Kerapatan relatif (KR)


Kerapatan suatu jenis
KR = X 100%
Kerapatan seluruh jenis

20
3. Frekuensi (F)
Jumlah petak ditemukan suatu jenis
F=
Jumlah seluruh petak

4. Frekuensi relatif (FR)


Frekuensi suatu jenis
FR = X 100%
Frekuensi seluruh jenis

5. Dominansi (D)
Jumlah luas bidang dasar suatu jenis
D=
Luas petak petak

6. Dominansi relatif (FR)


Dominansi suatu jenis
DR = X 100%
Dominansi seluruh jenis

1.6.3. Kondisi Biofisik

Analisis kondisi biofisik lokasi penelitian menggunakan pendekatan deskripsi

kualitatif yang meliputi: kondisi sifat fisik tanah, batuan induk, topografi, kelerengan

dan ketinggian tempat.

1.6.4. Kondisi Sosial Ekonomi

Sama dengan analisis kondisi biofisik, untuk menganalisa kondisi sosial

ekonomi masyarakat sekitar lokasi penelitian dilakukan melalui pendekatan deskripsi

kualitatif yang meliputi: jumlah penduduk, jenis kelamin, dan mata pencaharian

masyarakat.

1.6.5. Analisis Kesesuaian Pembagian Blok

Dalam menganalisis kesesuaian pembagian blok didasarkan kepada data potensi

HHBK kayu lawang Cinnamomum culilawan, data biofisik dan data sosial ekonomi

masyarakat sekitar menggunakan teknik deskripsi kualitatif dan analisa berbasis ruang

(spatial-based analysis) yaitu dengan Analisis Sistim Informasi Geografi (SIG).

21
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Kondisi Umum KPHL Biak Numfor

Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Unit XX Biak Numfor awalnya

ditetapkan sebagai KPHL Model melalui SK No. 648/Menhut-II/2010 tanggal 02

November 2010 dengan luas wilayah 206.016 ha, yang terbagi ke dalam 6 (enam) Resort

Pengelolaan Hutan (RPH), yaitu RPH Das Andoi II, RPH Das Andoi I, RPH Wari, RPH

Mansoben, RPH Napi-Das Andoi dan RPH Numfor.

Seiring dengan bergulirnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang

Pemerintahan Daerah, maka urusan kehutanan dilimpahkan dari kabupaten/kota menjadi

kewenangan provinsi. Hal ini pada tahun 2018 menyebabkan KPHL Biak Numfor yang

awalnya menjadi SKPD Kabupaten Biak Numfor bertransformasi menjadi Unit Pelaksana

Teknis Daerah (UPTD) Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Provinsi Papua sampai

dengan sekarang.

Seiring berjalannya waktu wilayah pengelolaan KPHL Biak Numfor mengalami

perubahan luasan yang awalnya 206.016 ha menurun menjadi 176.018 ha berdasarkan

Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor :

SK.28/MENLHK/SETJEN/OTL.1/1/ 2020 tanggal 10 Januari 2020 tentang Penetapan

Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi

Provinsi Papua, dengan perincian pada gambar 3, berikut ini:

Gambar 3. Luas Kawasan Hutan KPHL Biak Numfor

3. HPT 24.236 ha

2. HPT 34.386 ha 1. HL 117.395 ha


(19%) (67%)

22
Perubahan ini berdampak juga terhadap perubahan wilayah kelola secara

administrasi pemerintahan kabupaten sehingga saat ini wilayah kelola KPHL Biak

Numfor meliputi administrasi pemerintahan Kabupaten Biak Numfor dan admininitrasi

pemerintahan Kabupaten Supiori, seperti yang tertera pada gambar 4, di bawah ini:

Gambar 4. Peta Kawasan Hutan KPHL Biak Numfor

Kondisi iklim di Kawasan Hutan KPHL Biak Numfor menurut data Stasiun

Metereologi Kelas 1 Biak, yang dikeluarkan BPS Biak Numfor (2022), antara lain:

 rata-rata curah hujan adalah 257,77 mm dengan curah hujan terbesar terjadi

pada bulan September (301,1 mm) dan terendah pada bulan Maret (118 mm).

Sedangkan rata-rata jumlah hari hujan dalam satu bulan adalah 24 hari hujan.

 Suhu rata-rata tahunan adalah 27,17° C dan kelembaban rata-rata 87,17%.

 Rata-rata lama penyinaran matahari per bulan 103,7 jam

23
4.2. Potensi Kayu Lawang (Cinnamomum cullilawan)

Pengumpulan data yang dilakukan pada ketiga lokasi penelitian sengaja dilakukan

untuk mewakili 3 (tiga) Resort Pengelolaan Hutan (RPH), yaitu RPH Das Andoi II terletak

di Kampung Rimba Jaya, RPH Das Andoi I terletak di Kampung Sunyar, dan Kampung

Dofyo Wafor untuk RPH Wari.

4.2.1. Lokasi Kampung Rimba Jaya

Kondisi tutupan lahan pada lokasi Kampung Rimba Jaya merupakan tipe hutan alam

kering dan basah sekunder yang terletak pada kawasan Hutan Produksi. Potensi kayu

lawang per hektar yang diperoleh dari hasil pengumpulan data lapangan pada lokasi

tersebut, dapat dilihat pada tabel 1 sebagai berikut:

Tabel 1. Potensi kayu lawang (Cinnamomum cullilawan) di Kampung Rimba Jaya

No Fase Pertumbuhan Jumlah Individu Nilai Kerapatan

1 Semai 56 5600

2 Pancang 24 384

3 Tiang 11 44

4 Pohon 7 7

Jumlah 98

4.2.2. Lokasi Kampung Sunyar

Tipe penutupan lahan pada lokasi Kampung Sunyar merupakan tipe hutan alam kering

sekunder yang terletak pada kawasan Hutan Lindung. Potensi kayu lawang per hektar yang

diperoleh dari hasil pengumpulan data lapangan pada lokasi tersebut, dapat dilihat pada

tabel 2 sebagai berikut:

Tabel 2. Potensi kayu lawang (Cinnamomum cullilawan) di Kampung Sunyar

24
No Fase Pertumbuhan Jumlah Individu Nilai Kerapatan

1 Semai 92 9200

2 Pancang 47 752

3 Tiang 13 52

4 Pohon 14 14

Jumlah 166

4.2.3. Lokasi Kampung Dofyo Wafor

Kondisi tutupan lahan pada lokasi Kampung Dofyo Wafor merupakan tipe hutan alam

sekunder kering yang terletak pada kawasan Hutan Produksi. Potensi kayu lawang yang

diperoleh dari hasil pengumpulan data lapangan pada lokasi tersebut, dapat dilihat pada

tabel 3 berikut:

Tabel 3. Potensi kayu lawang (Cinnamomum cullilawan) di Kampung Dofyo Wafor

No Fase Pertumbuhan Jumlah Individu Nilai Kerapatan

1 Semai 61 6100

2 Pancang 21 336

3 Tiang 12 48

4 Pohon 9 9

Jumlah 103

Data potensi kayu lawang (Cinamommum cullilawan) yang diperoleh dari ketiga lokasi

tersebut dapat dianalisis sesuai fase pertumbuhannya, antara lain:

 Potensi permudaaan pada fase pertumbuhan semai cukup banyak, hal ini

mengindikasikan bahwa benih kayu lawang mampu bertahan terhadap naungan


25
(bersifat toleran) sehingga dapat berkecambah dengan baik di bawah tegakan hutan

yang rapat.

 Pada fase pertumbuhan pancang, jumlah individunya kelihatan mulai berkurang, hal ini

disebabkan karena adanya kompetisi antara individu kayu lawang sendiri dan juga

persaingan dengan jenis tumbuhan yang lain dalam mendapatkan ruang tumbuh.

 Pada fase tiang, ditemukan bahwa jumlah individu tentu akan semakin berkurang selain

persaingan tumbuh juga karena adanya pemungutan kayu-kayu muda secara masif

sebagai kayu buah untuk dimanfaatkan oleh masyarakat dan juga sebagai bahan tiang

bantu untuk bangunan baru (proyek).

 Untuk fase pohon, jumlah individunya juga tergantung pada individu fase tiang, artinya

jumlah individu fase tiang sangat berpengaruh terhadap keberadaan jumlah individu

pohon di waktu mendatang.

Potensi Kayu Lawang per Ha


100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
Semai Pancang Tiang Pohon

Rimba Jaya Sunyar Wafor

Gambar 5 Potensi kayu lawang per ha pada ketiga lokasi penelitian

4.3. Kondisi Biofisik dan Sosial Ekonomi

4.3.1. Kondisi Biofisik dan Sosial Ekonomi Kampung Rimba Jaya

26
4.3.1.1. Kondisi Biofisik

Kondisi ekologis hutan di sekitar Kampung Rimba Jaya merupakan kondisi

lahan pertanian dan hutan sekunder yang terdiri dar jenis tumbuhan pionir dan

vegetasi hutan alam. Berdasarkan data INP yang diperoleh dari kegiatan pengukuran

pada lokasi tersebut, antara lain:

Tabel 4. Indeks Nilai Penting (INP) tertinggi 5 jenis vegetasi pada berbagai fase
pertumbuhan di Kampung Rimba Jaya
No Jenis Famili Indeks Nilai Penting
Semai Pancang Tiang Pohon
1. Litsea sp Lauraceae 37,73
2. Cinnamomum culilawan Lauraceae 28,46
3. Chionantus macrocarpa Oleaceaae 26,63
4. Sphatiostemon javensis Euphorbiaceae 18,13 33,64
5. Haplolobus lanceolatus Burseraceae 14,79
6. Glochidion sp Phyllantaceae 27,80
7. Ilex sp 25,66
8. Euodia sp 25,55
9. Decaspermum sp 25,04
10. Buchanania arborenses 23,40
11. Horsfieldia laevigata 30,71
12. Syzygium sp 29,66
13. Pimelodendron amboinicum 27,15 28,26
14. Aglaia sp 22,61 26, 81
15. Celtis sp 23.39
16. Planconella sp 23,11
17. Horsfieldia irya 20,78

Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa potensi kayu lawang untuk fase semai

berada pada peringkat kedua dengan nilai 28,46 %. Hal ini menunjukkan adanya

27
potensi permudaaan kayu lawang yang cukup baik, namun pada fase pertumbuhan

berikutnya (pancang, tiang dan pohon) tidak menunjukkan hasil yang baik apabila

dilihat berdasarkan 5 (lima) jenis vegetasi yang dominan.

Gambar 6. Semai Litsea sp dan Cinamommum cullilawan

Luas wilayah Kampung Rimba Jaya adalah 712.025 ha dengan berbatasan

sebelah utara kampung Soon, sebelah selatan kampung Bosnik Sup, sebelah barat

Kampung Sunde, sebelah timur Kampung Kajasbo. Luas lahan yang diperuntukan

untuk pemukiman, pertanian dan kehutanan adalah 240 ha.

Kondisi topografi pada lokasi penelitian landai sampai dengan berbukit dengan

kemiringan lahan berkisar 0-20 %. Jenis tanah yang ditemukan jenis latosol yang

berwarna merah kecoklatan dengan berbahan induk batuan kapur. Hal ini serupa

dengan peta penyebaran jenis tanah yang dikeluarkan oleh pemerintah provinsi Papua

bahwa daerah pedalaman biak timur didominasi oleh jenis tanah latosol.

28
Gambar 7. Jenis tanah latosol berbahan induk batuan kapur

4.3.1.2. Kondisi Sosial Ekonomi

Data jumlah penduduk yang diperoleh dari data Monografi Kampung Rimba

Jaya menurut jenis kelamin adalah 578 dengan perincian 315 orang laki-laki dan 263

perempuan. Sedangkan menurut kelompok umur 0-12 tahun berjumlah 137 orang dan

kelompok 13 – 59 tahun 392 dan 60 tahun ke atas berjumlah 36 orang. Berikut data

penduduk menurut mata pencaharian:

Tabel 5. Jumlah Penduduk menurut Profesi

No Profesi Jumlah
1 PNS 14 orang

2 Petani 96 orang

3 Nelayan 2 orang

4 TNI/POLRI 2 orang

5 Pedagang 4 orang

6 Tukang 6 orang

29
Tabel 6. Jumlah Penduduk menurut Pendidikan

No Pendidikan Jumlah

1 Tidak bersekolah 75 orang

2 SD 62 orang

3 SMP 48 orang

4 SMA 121 orang

5 Akademik 4 orang

6 Sarjana 30 orang

4.3.2. Kondisi Biofisik dan Sosial Ekonomi Kampung Dofyo Wafor

4.3.2.1. Kondisi Biofisik

Kondisi ekologis kawasan hutan di sekitar Kampung Dofyo Wafor merupakan

kondisi lahan pertanian dan hutan sekunder yang terdiri dar jenis tumbuhan pionir dan

vegetasi hutan alam. Berdasarkan data INP yang diperoleh dari kegiatan pengukuran

pada lokasi tersebut, antara lain:

Tabel 7. Indeks Nilai Penting (INP) tertinggi 5 jenis vegetasi pada berbagai fase
pertumbuhan di Kampung Dofyo Wafor
No Jenis Famili Indeks Nilai Penting
Semai Pancang Tiang Pohon
1. Pometia acuminata Sapindaceae 53,33 26,64
2. Litsea timoriana Lauraceae 38,44 19,56
3. Cinnamomum cullilawan Lauraceae 38,09
4. Chrysopyhllum sp Sapotaceae 26,69
5. Calophyllum sp Calophyllaceae 18,81 28,87
6. Lunasia amara Rubiaceae 29,65
7. Polyalthia sumatrana Annonaceae 26,71
8. Syzygium sp Myrtaceae 25,66

30
9. Horsfieldia laevigata Myristicaceae 22,12
10. Actinodaphne sp Lauraceae 20,94
11. Adina multifolia Rubiaaceae
12. Sphatiostemon javensis Euphorbiaceae 27,15 28,37
13. Palaquium sp Sapotaceae 22,61 26, 06
14. Aglaia sp Meliaceae 23.26
15. Horsfieldia irya Myristicaceae 31,63 20,31

Dari keterangan tabel di atas, dapat dilihat bahwa potensi kayu lawang untuk

fase semai berada pada peringkat ketiga dengan nilai 38,09 %. Hal ini menunjukkan

adanya potensi permudaaan kayu lawang yang cukup baik, namun pada fase

pertumbuhan berikutnya (pancang, tiang dan pohon) tidak menunjukkan hasil yang

baik apabila dilihat berdasarkan 5 (lima) jenis vegetasi yang dominan.

Luas wilayah Kampung Dofyo Wafor adalah 122 ha, dengan batas administrasi

pemerintahan meliputi perbatasan sebelah utara dengan Dusun Arwe, sebelah selatan

Dusun Douwnadik, sebelah barat kawasan hutan, dan sebelah timur adalah Kampung

Warsansan. Sedangkan aksesibilitas dari Distrik berjarak 6 km dan dari ibu kota

kabupaten 18 km.

Kondisi topografi pada lokasi penelitian landai sampai dengan berbukit dengan

kemiringan lahan berkisar 0-20 %. Jenis tanah yang ditemukan adalah jenis latosol

sama dengan di Kampung Rimba Jaya yaitu berwarna merah kecoklatan dengan

berbahan induk batuan kapur.

4.3.2.2. Kondisi Sosial Ekonomi

Dengan jumlah jiwa sebanyak 282 jiwa terdiri dari 143 berjenis kelamin laki-

laki dan 139 berjenis kelamin perempuan. Sedangkan menurut kelompok umur 0-14

tahun berjumlah 86 orang dan kelompok 15 – 59 tahun berjumlah 184 orang dan 60

31
tahun ke atas berjumlah 12 orang. Data jumlah penduduk menurut mata pencaharian

sebagaimana pada tabel berikut:

Tabel 8. Jumlah Penduduk menurut Profesi

No Profesi Jumlah

1 PNS 14 orang

2 Petani 78 orang

3 Peternak 16 orang

4 TNI/POLRI 2 orang

5 Pedagang 6 orang

6 Tukang/Sopir 12 orang

Tabel 9. Jumlah Penduduk menurut Pendidikan

No Pendidikan Jumlah

1 Tidak bersekolah 64 orang

2 SD 62 orang

3 SMP 48 orang

4 SMA 92 orang

5 Akademik 4 orang

6 Sarjana 12 orang

32
4.3.2. Kondisi Biofisik dan Sosial Ekonomi Kampung Sunyar

4.3.2.1. Kondisi Biofisik

Kondisi ekologis kawasan hutan di sekitar Kampung Sunyar merupakan kondisi lahan

pertanian dan hutan sekunder yang terdiri dar jenis tumbuhan pionir dan vegetasi hutan

alam. Berdasarkan data INP yang diperoleh dari kegiatan pengukuran pada lokasi tersebut,

antara lain:

Tabel 10. Indeks Nilai Penting (INP) tertinggi 5 jenis vegetasi pada berbagai fase
pertumbuhan di Kampung Sunyar
No Jenis Famili Indeks Nilai Penting
Semai Pancang Tiang Pohon
1. Cinnamomum cullilawan Lauraceae 56,17 22,41 18,96
2. Calophyllum sp Calophyllaceae 45, 82 29,39
3. Chionanthus macrocarpa Oleaceae 44, 37 23,88
4. Chrysopyhllum sp Sapotaceae 29,54 18,94
5. Horsfieldia laevigata Myristicaceae 19,76 38,23
6. Lunasia amara Rubiaceae 29,65
7. Syzygium sp Myrtaceae 26,71
8. Polyalthia sumatrana Annonaceae 24,86
9. Osmoxylon globure 20,12
10. Sphatiostemon javensis Euphorbiaceae 20,04 32,41
11. Pimelodendron amboinicum Euphorbiaceae 30,13
12. Palaquium sp Sapotaceae 22,47
13. Buchanania arborences 18,08

Dari keterangan tabel di atas, dapat dilihat bahwa potensi kayu lawang untuk

fase semai berada pada peringkat pertama dengan nilai 56,17 %. Hal ini

mengindikasikan bahwa potensi permudaaan kayu lawang sangat melimpah karena

didukung dengan kondisi topografi yang relatif datar sampai dengan landai. Diikuti

pada pada fase tiang dan pohon yang potensinya masih tergolong ke dalam 5 (lima)

jenis vegetasi yang dominan.

33
Gambar 8. Potensi semai Cinammomum culilawan dan Calophyllum sp

Luas wilayah Kampung Sunyar adalah 114 ha, dengan batas administrasi

pemerintahan meliputi perbatasan sebelah utara dengan Kampung Ambyambenram,

sebelah selatan kawasan Hutan Lindung, sebelah barat Kampung Waroi Sup, dan

sebelah timur adalah Kampung Padwa Sup. Sedangkan aksesibilitas dari Distrik

berjarak 10 km dan dari ibu kota kabupaten 24 km.

Kondisi topografi pada lokasi penelitian landai sampai dengan berbukit ringan

dengan kemiringan lahan berkisar 0-15%. Jenis tanah yang ditemukan adalah jenis

latosol sama dengan di Kampung Rimba Jaya yaitu berwarna merah kecoklatan dengan

berbahan induk batuan kapur dan sebagaian tanah mediteran rensina.

34
Gambar 9. Jenis tanah Mediteran Rensina dan Landscape Kampung Sunyar
4.3.2.2. Kondisi Sosial Ekonomi

Data jumlah penduduk sebanyak 276 jiwa terdiri dari 144 berjenis kelamin laki-

laki dan 132 berjenis kelamin perempuan. Sedangkan menurut kelompok umur 0-14

tahun berjumlah 87 orang dan kelompok 15 – 59 tahun berjumlah 172 orang dan 60

tahun ke atas berjumlah 17 orang. Data monografi kampung menurut mata pencaharian

seperti pada tabel berikut:

Tabel 11. Jumlah Penduduk menurut Profesi

No Profesi Jumlah

1 PNS 24 orang

2 Petani 68 orang

3 Peternak 3 orang

4 TNI/POLRI 5 orang

5 Pedagang 6 orang

6 Tukang/Sopir 12 orang

35
Tabel 12. Jumlah Penduduk menurut Pendidikan

No Pendidikan Jumlah

1 Tidak bersekolah 18 orang

2 SD 31 orang

3 SMP 30 orang

4 SMA 72 orang

5 Akademik 6 orang

6 Sarjana 15 orang

36
4.4. Rancangan Pembagian Blok

4.4.1. Rancangan Pembagian Blok pada Hutan Lindung

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2021, bahwa pembagian blok

dalam wilayah KPHL dan/atau KPHP yang kawasan hutannya berfungsi sebagai

Hutan Lindung meliputi:

a. Blok inti; yaitu blok yang difungsikan sebagai perlindungan tata air dan

perlindungan lainnya serta sulit untuk dimanfaatkan

b. Blok pemanfaatan; yaitu blok yang difungsikan sebagai areal yang direncanakan

untuk pemanfaatan terbatas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan pemanfaatan hutan pada kawasan hutan yang berfungsi Hutan Lindung

c. Blok khusus; yaitu blok yang difungsikan sebagai areal untuk menampung

kepentingan-kepentingan khusus yang ada di wilayah KPHL dan KPHP yang

bersangkutan

Tabel 13. Kriteria blok pada hutan lindung:

No Kawasan Kriteria Fungsi Blok


Hutan Inti Pemanfaatan Khusus
1 Hutan  Kurangnya potensi  Mempunyai potensi  Terdapat
Lindung Jasling, wisata alam jasa lingkungan, pemakaian wilayah
dan HHBK. wisata alam, potensi kawasan hutan
 Dalam hasil hutan non kayu; untuk kepentingan
RKTN/RKTP/RKTK  Terdapat izin religi, kebun raya,
termasuk dalam pemanfaatan kawasan dengan
kawasan untuk kawasan, jasa tujuan khusus
perlindungan Hutan lingkungan, hasil (KHDTK), wilayah
Alam dan Lahan hutan non kayu; adat/ulayat;
Gambut atau untuk  Arealnya dekat  Dalam
kawasan rehabilitasi masyarakat sekitar RKTN/RKTP/RK
atau dalam kawasan TK dimungkinkan
hutan; mempunyai masuk dalam
aksesibilitas yang kawasan untuk
tinggi; perlindungan
 Dalam RKTN/RKTP/ Hutan Alam dan
dimungkinkan masuk Lahan Gambut

37
dalam kawasan untuk untuk kawasan
perlindungan Hutan rehabilitasi.
Alam dan Lahan
Gambut atau untuk
kawasan rehabilitasi.

Berdasarkan kriteria rancangan pembagian blok hutan lindung di atas dapat

dianalisis secara deskripsi terkait lokasi penelitian di Kampung Sunyar Distrik

Yendidori, antara lain:

a. Terdapat potensi hasil hutan bukan kayu dari jenis kayu lawang (Cinamommum

culilawan) yang membentuk struktur tegakan dari fase semai sampai dengan

fase pohon, potensi ini dapat dikembangkan menjadi salah satu komoditi HHBK

di wilayah KPHL Biak Numfor.

b. Mempunyai aksesibiltas yang tinggi, yaitu lokasi mudah dijangkau dengan

kendaraan roda 2 maupun roda 4.

c. Arealnya dekat masyarakat sekitar atau dalam kawasan hutan; lokasi

kampungnya berada di dalam kawasan hutan lindung biak barat. Pada RPHJP

10 tahun pertama, wilayah tersebut masuk dalam blok pemanfaatan hutan

lindung.

d. Dalam RKTN/RKTP/RKTK dimungkinkan masuk dalam kawasan untuk

perlindungan Hutan Alam dan Lahan Gambut atau untuk kawasan rehabilitasi.

Berdasarkan Rencana Kehutanan Tingkat Nasional dan Rencana Kehutanan

Tingkat Provinsi, areal tersebut masuk dalam kawasan rehabilitasi, sesuai

dengan Peta Rencana Umum Rehabilitasi Hutan dan Lahan Kementerian

Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Sedangkan untuk Peta Indikatif Areal

Perhutanan Sosial lokasi ini tidak termasuk atau dengan kata lain tidak terdapat

adanya ijin perhutanan sosial, namun blok ini dapat diarahkan menjadi blok

38
pemanfaatan apabila proses rehabilitasinya sudah selesai (PermenLHK No P.41

Tahun 2019).

4.4.1. Rancangan Pembagian Blok pada Hutan Produksi

Pembagian blok dalam wilayah KPHL atau KPHP yang kawasan hutannya

berfungsi sebagai Hutan Produksi meliputi:

a. Blok perlindungan; blok yang difungsikan sebagai perlindungan tata air dan

perlindungan lainnya serta direncanakan untuk tidak dimanfaatkan.

b. Blok pemanfaatan; dibagi untuk perizinan berusaha dan untuk pengelolaan

perhutanan sosial. Blok pemanfaatan untuk perizinan berusaha meliputi:

1) blok pemanfaatan kawasan;

2) blok pemanfaatan jasa lingkungan;

3) blok pemanfaatan HHBK;

4) blok pemanfaatan HHK-HA; dan

5) blok pemanfaatan HHK-HT.

Blok pemanfaatan kawasan, jasa lingkungan, dan HHBK merupakan blok

yang telah ada izin pemanfaatan kawasan, jasa lingkungan dan HHBK dan

yang akan difungsikan sebagai areal yang direncanakan untuk pemanfaatan

kawasan, jasa lingkungan dan HHBK sesuai dengan potensi kawasan yang

telah dihasilkan dari proses inventarisasi. Dalam blok pemanfaatan ini

diupayakan berintegrasi dengan upaya solusi konflik atau upaya

pemberdayaan masyarakat melalui pemanfaatan kawasan atau jasa lingkungan

atau HHBK

c. Blok khusus; blok yang difungsikan sebagai areal untuk menampung

kepentingan-kepentingan khusus yang ada di wilayah KPHL dan KPHP yang

bersangkutan.

39
Tabel 14. Kriteria blok pada hutan produksi

No Kawasan Kriteria Fungsi Blok


Hutan Perlindungan Pemanfaatan Khusus
1 Hutan  Termasuk dalam  Mempunyai potensi  Terdapat
Produksi kriteria kawasan jasa lingkungan, pemakaian wilayah
lindung; wisata alam, potensi kawasan hutan
 Dalam hasil hutan non kayu; untuk kepentingan
RKTN/RKTP/RKTK  Terdapat izin religi, kebun raya,
dimungkinkan masuk pemanfaatan kawasan dengan
dalam kawasan untuk kawasan, jasa tujuan khusus
perlindungan Hutan lingkungan, hasil (KHDTK), wilayah
Alam dan Lahan hutan non kayu; adat/ulayat;
Gambut atau untuk  Arealnya dekat  Dalam
kawasan rehabilitasi masyarakat sekitar RKTN/RKTP/RK
atau kawasan hutan atau dalam kawasan TK dimungkinkan
untuk pengusahaan hutan; mempunyai masuk dalam
hutan skala besar atau aksesibilitas yang kawasan untuk
kecil. tinggi; perlindungan
 Dalam RKTN/RKTP/ Hutan Alam dan
dimungkinkan masuk Lahan Gambut
dalam kawasan untuk untuk kawasan
perlindungan Hutan rehabilitasi.
Alam dan Lahan
Gambut atau untuk
kawasan rehabilitasi
atau kawasan hutan
untuk pengusahaan
hutan skala besar atau
kecil

Berdasarkan kriteria rancangan pembagian blok hutan produksi di atas dapat

dianalisis secara deskripsi terkait lokasi Kampung Rimba Jaya dan Kampung

Dofyo Wafor, bahwa:

a. Terdapat potensi hasil hutan bukan kayu dari jenis kayu lawang (Cinamommum

culilawan) yang membentuk struktur tegakan dari fase semai sampai dengan

fase pohon.

40
b. Mempunyai aksesibiltas yang tinggi, yaitu kedua kampung tersebut mudah

dijangkau dengan kendaraan roda 2 maupun roda 4.

c. Arealnya dekat masyarakat sekitar atau dalam kawasan hutan; lokasi

kampungnya berada di sekitar kawasan hutan produksi dan hutan produksi

terbatas.

d. Dalam RKTN/RKTP/RKTK dimungkinkan masuk dalam kawasan untuk

perlindungan Hutan Alam dan Lahan Gambut atau untuk kawasan rehabilitasi.

Berdasarkan dokumen RKTN dan RKTP lokasi tersebut masuk dalam kawasan

untuk pemanfaatan berbasis masyarakat, hal ini disebabkan pula karena pada

Kampung Rimba Jaya dan Kampung Dofyo Wafor telah mengantongi ijin akses

perhutanan sosial dalam skema kemitraan bersama KPHL Biak Numfor.

41
DAFTAR PUSTAKA

Ekowati, A. Setiyani A.D. Hariwibowo, D.R. dan Hidayah, K. 2016. Keaneragaman Jenis
Burung di Telaga Warna Desa Tugu Utara Cisarua Bogor. Jurnal
Biologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Jilid I dan II. Terj. Badan Litbang Kehutanan.
Cetakan I. Koperasi karyawan Departemen Kehutanan Jakarta Pusat.

Hutapea, F.J., Kuswandi, R. dan Asmoro, J.P. 2019. Potensi dan Sebaran Masoi (Cryptocarya
massoy) Di Kabupaten Teluk Bintuni dan Kabupaten Kaimana. Jurnal Penelitian
Kehutanan. FALOAK. Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan
Kehutanan Manokwari.

Irni, J. 2021. Sensitivitas Metode Pengukuran Keanekaragaman Jenis di Cikabayan Bogor.


Jurnal Ilmiah Rhizobia Vol 3 2021.

Jhons, R. 1997. Common Forest Trees of Irian Jaya-Indonesia. Royal Botanical Gardens,
Kew. (33)

Kabupaten Biak Numfor Dalam Angka, 2022. Badan Pusat Statistik Kabupaten Biak Numfor

KPHL Biak Numfor. (2014). Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang KPHL Model Biak
Numfor Unit XX.

Magurran, A.E. 2004. Measuring Biological Diversity. Blackwell Science Ltd. a Blackwell
Publishing Company. UK.

Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan.

Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor: P.41 Tahun 2019 tentang
Rencana Kehutanan Tingkat Nasional Tahun 2011-2030

Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor: P.8 Tahun 2021 tentang Tata
Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta
Pemanfaatan Hutan di Hutan Lindung dan Hutan Produksi

42
Putri, S.M., Indriyanto., dan Riniarti, M. 2019. Komposisi Jenis dan Struktur Vegetasi Hutan
Lindung Bengkunat di Resor III KPH Unit I Pesisir Barat.
Jurnal Silva Tropika. Universitas Lampung.

Rahman, E dan Hani, A. 2017. Potensi Keanekaragaman Jenis Vegetasi Untuk


Pengembangan Ekowisata di Cagar Alam Situ Panjalu. Balai
Penelitian dan Pengembangan Teknology Agroforestry
Ciamis.

Saeni, F dan Maruapey, A. 2022. Penyulingan Minyak Lawang Tradisional Oleh Masyarakat
di Kampung Pasir Putih Distrik Fkour Kabupaten Sorong Selatan. Median Volume
14 Nomor 1. Universitas Muhamadiyah Sorong.

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif dan R&D. Penerbit Alfabeta.
Bandung. Jawa Barat. (64)

Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan NOMOR SK.28/


MENLHK/SETJEN/OTL.1/1/2020 tentang Penetapan Wilayah Kesatuan
Pengelolaan Hutan Lindung dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi Provinsi
Papua.

Tamin, R.P. Ulfa, M. Saleh, Z. 2018. Keanekaragaman Anggota Famili Lauraceae di Taman
Hutan Kota M. Sabki Kota Jambi. Jurnal Ilmiah Ilmu Terapan
Universitas Jambi.

Wahyudi, 2013. Buku Pegangan Hasil Hutan Bukan Kayu. Penerbit Pohon Cahaya.
Yogyakarta.

Wahyuningsih, E. Faridah, E. Budiadi. Syahbudin, A. 2019. Komposisi dan Kenaeragaman


Tumbuhan pada Habitat Ketak (Lygodium circinatum) di
Pulau Lombok Nusa Tenggara Barat. Jurnal Hutan Tropis Vol
7 No1 Tahun 2019.

Wiryono. 2020. Ekologi Hutan dan Aplikasinya. Unib Press. Universitas Bengkulu.

43
Zaini, B., Polii, B.V.J., dan Walangitan, H.D. 2019. Arahan Pengelolaan Blok Pemanfaatan
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Unit VI Pada Areal Model Mikro
DAS (MDM) Talawan. Jurnal Ilmiah Agrisosioekonomi Unsrat.

https://kbbi.web.id/potensi (diakses tanggal tanggal 21 Maret 2023).

https://plantamor-com. Klasifikasi Cinnamomum (diakses tanggal 21 Maret 2023).

44
LAMPIRAN

Peta Tanah Provinsi Papua skala 1: 100.000

45
Peta Penutupan Lahan 2020

46

Anda mungkin juga menyukai