Anda di halaman 1dari 19

MANAJEMEN HUTAN DI KPH SUBAN JERIJI

(Laporan Praktikum Manajemen Hutan)

Disusun oleh:

Ahmad Fadhil Mutakabbiru (22541510043)


Amalya khairul Rahman (2251151004)
Rhinanda Maulaya Putri (2214151060)

JURUSAN KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2023
I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Manajemen hutan merupakan suatu pengertian luas dari
pengetrapan/aplikasi pengetahuan tentang kehutanan dan ilmu yang sejenis dalam
mengelola hutan untuk kepentingan umat manusia. Tugas manajer dalam
mengelola lahan ialah melaksanakan keinginan dari pemilik. Ia akan
menggunakan pengetahuannya dalam membuat perencanaan manajemen dan
memperhitungkan untuk mewujudkannya dalam suatu cara yang paling efektif
dan efisien. Perencanaan yang tepat dan baik sangat diperlukan agar pelaksaan
pengelolaan hutan dapat berjalan lancar, sesuai yang kita harapkan, yaitu
berdasarkan prinsip-prinsip kelestarian, dimana hutan selalu ada, produksi selalu
ada, dan kondisinya selalu baik. Di harapkan dengan adanya suatu perencanaan,
maka hutan dapat diurus dan diusahakan dengan baik agar kelestarian hutan dapat
terwujud (Rahmawaty, 2013).
Merujuk pada konsep pembangunan berkelanjutan (sustainability
development), pengelolaan sumberdaya hutan yang berkelanjutan pun harus
memperhatikan keberlanjutan pada aspek ekonomi, sosial, lingkungan, dan
kelembagaan. Paradigma pengelolaan hutan secara desentralisasi memberi
kesempatan kepada berbagai pihak untuk berperan serta dalam pengelolaan hutan.
Isu perubahan iklim mendorong pengelolaan hutan agar sejalan dengan mitigasi
dan adaptasi perubahan iklim sehingga dapat mengurangi emisi, deforestasi, dan
degradasi hutan. Kepedulian masyarakat untuk berperan serta dalam kegiatan
pengelolaan sumberdaya hutan yang lestari menjadi kunci utama keberhasilan
pengelolaan sumberdaya hutan yang berkelanjutan terutama peran serta dari
masyarakat yang tinggal di sekitar dan memanfaatkan sumberdaya hutan untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya setiap hari (Raihan, 2015).
Rencana Pengelolaan Hutan adalah rencana pada Kesatuan Pengelola
Hutan yang memuat semua aspek pengelolaan hutan dalam kurun jangka panjang
dan pendek. Di susun berdasarkan hasil tata hutan dan rencana kehutanan, dengan
memperhatikan aspirasi, peran serta dan nilai budaya masyarakat, serta kondisi
lingkungan dalam rangka pengelolaan kawasan hutan yang lebih intensif untuk
memperoleh manfaat yang lebih optimal dan lestari. Kegiatan pengelolaan hutan
yang bertujuan memproduksi hasil hutan umumnya melibatkan kegiatan-kegiatan
seperti inventarisasi hutan, tata hutan dengan membentuk blok dan petak,
pelaksanaan silvikultur, seperti penanaman, penjarangan, pemotongan, dll. Di
dalam sebuah KPH (Kesatuan Pengelolaan Hutan), manajemen sumber daya
hutan tidak terbatas pada kegiatan-kegiatan tersebut, karena di dalam KPH
dimungkinkan adanya perusahaan mandiri dan kelompok masyarakat pengelola
hutan. Manajemen sumber daya hutan dalam lingkup KPH dimulai dengan
penetapan rencana jangka panjang. Tujuan dalam rencana jangka panjang tersebut
akan diselaraskan dengan tujuan Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan
Kabupaten/Kota (Kemenhut, 2012).

1.2. Tujuan Praktikum


Tujuan dari praktikum ini adalah sebagai berikut.
1. Mengetahui sistem pengelolaan hutan yang terdapat di Taman Nasional,
Hutan Mangrove, maupun KPH (Kesatuan Pemangkuan Hutan) yang ada
di Indonesia.
2. Menjelaskan POAC dari masing-masing sistem pengelolaan hutan yang
ada.
3. Menjelaskan SWOT dari masing-masing sistem pengelolaan hutan yang
ada.
II. METODOLOGI PRAKTIKUM

2.1. Waktu dan Tempat


Praktikum kali ini dilaksanakan pada Selasa, 23 Februari 2023 pukul
07.00-09.50 WIB di KHT 3.2, Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas
Lampung.

2.2. Alat dan Bahan


Alat-alat yang digunakan yaitu ATK (alat tulis) dan laptop. Bahan-bahan
yang digunakan adalah referensi dari berbagai sumber.

2.3. Prosedur Kerja


Langkah kerja pada praktikum kali ini adalah sebagai berikut.
1. Peserta praktikum berbagi menjadi 14 kelompok praktikum.
2. Setiap kelompok browsing manajemen hutan di KPHL, KPHK, dan KPHP
melalui website Kementerian Kehutanan, Lingkungan Hidup, Pertanian
dan Kelautan dan Perikanan.
3. Mengidentifikasi keterkaitan antara substansi POAC manajemen hutan
yang diperoleh dari kuliah dengan implementasi di lapangan.
4. Menyusun bahasan keterkaitannya dan juga kelemahan atau
kekurangannya.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Hasil
Hasil dari praktikum kali ini adalah sebagai berikut.
Tabel 1. Hasil analisis POAC di KPH Suban Jeriji.
Visi:
Mewujudkan UPTD KPH Wilayah IX Suban Jeriji melalui
peningkatan nilai ekonomi potensial bagi masyarakat untuk
mendukung keberlanjutan sumberdaya industri kehutanan
yang berwawasan lingkungan .

Misi:
Planning  Optimalisasi produksi hasil hutan kayu/non kayu dan
(Perencanaan) produktifitas sumberdaya hutan berbasis
keseimbangan ekosistem.
 Revitalisasi daya dukung (caring capacity)
sumberdaya hutan dan ekosistem hutan dan
sumberdaya hutan.
 Optimalisasi manajemen kawasan hutan secara
terpadu dan berkesinambungan.
 Mengoptimalkan peran stakeholder dalam
pengelolaan hutan.
Organizing
(Pengorganisasian)

1. Inventarisasi berkala wilayah kelola serta penataan


hutannya. Kegiatan yang dilakukan adalah:
 Inventarisasi Hutan Menyeluruh Berkala
 Inventarisasi potensi kayu berkala
2. Penataan Hutan. Kegiatan yang dilakukan adalah tata
batas luar/batas fungsi.
3. Pemanfaatan hutan pada wilayah tertentu. Kegiatan
yang dilakukan adalah:
 Pemanfaatan Jasa Lingkungan dan karbon
 Pemanfaatan kawasan hutan sebagai
Actuating ekoeducate
(Pelaksanaan)
4. HHBK dan kayu. Contoh kegiatan yang dilakukan
adalah:
 Pengembangan tanaman karet
 Pengembangan tanaman Ubi Kayu
5. Pemberdayaan Masyarakat. Contoh kegiatan yang
dilakukan adalah Pembinaan masyarakat desa sekitar
KPHP SJ.
6. Pembinaan dan Pemantauan pada area izin
pemanfaatan dan penggunaan Kawasan. Contoh
kegiatan yang dilakukan adalah pelaksanaan
Pembinaan dan Pemantauan terhadap pemegang izin
pemanfaatan hutan.
7. Penyelenggaraan rehabilitasi pada area di luar izin.
Contoh kegiatan yang dilakukan adalah pelaksanaan
rehabilitasi hutan di areal sangat kritis dan kritis.
8. Pembinaan dan pemantauan pelaksanaan rehabilitasi
dan reklamasi pada area yang sudah ada izin
pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutannya.
Contoh kegiatan yang dilakukan adalah: pembinaan
pelaksanaan rehabilitasi terhadap pemegang izin
pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan.
9. Penyelenggaraan perlindungan hutan dan konservasi
alam. Contoh kegiatan yang dilakukan adalah
Sosialisasi dan penyuluhan perlindungan kawasan
hutan.
10. Penyediaan sarana dan prasarana. Contoh kegiatan
yang dilakukan adalah pengadaan dan pembangunan
sarana kantor, rumah dinas, mess, dan basecamp
berupa tanah dan gedung kantor resort.

1. Pengawasan pelaksanaan rehabilitasi dan reklamasi


terhadap pemegang ijin pemanfaatan dan
penggunaan kawasan hutan. Kegiatan yang dilakukan
yaitu, UPTD KPH Wilayah IX Suban Jeriji
Controlling
(Pengawasan) melakukan kegiatan Penguatan Kelembagaan dan
Pengukuhan Kelompok Tani Hutan (KTH) di Dusun
VI Rumpuk Desa Jemenang Kec. Rambang Dangku
Kab. Muara Enim.
2. Pengawasan, Sosialisasi dan penyuluhan
perlindungan kawasan hutan.

3.2. Pembahasan
UPTD KPH Wilayah IX Suban Jeriji merupakan salah satu unit wilayah
pengelolaan hutan yang organisasinya dibentuk sesuai dengan Peraturan Daerah
Provinsi Sumatera Selatan Nomor 16 Tahun 2013. Wilayah kerja UPTD KPH
Wilayah IX Suban Jeriji, berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Republik
Indonesia Nomor SK.76/Menhut-II/2010 tanggal 10 Maret 2010 tentang
Penetapan Wilayah Kesatuan Penglolaan Hutan Lindung (KPHL) dan Kesatuan
Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Provinsi Sumatera Selatan, terdiri atas
wilayah KPHP Unit XIV seluas 203.316 ha (berdasarkan Perda Gubernur Provinsi
Sumsel No. 16 Tahun 2013). Berdasarkan hasil analisis spasial tim BPKH (dari
perhitungan land use dan land cover) diperoleh luasan kawasan pengelolaan
UPTD KPH Wilayah IX Suban Jeriji seluas 208.189,17 Ha (berdasarkan SK
822) atau seluas 207.667,89Ha (bedasarkan SK 866) berarti selisihnya sekitar
542,59 Ha. UPTD KPH Wilayah IX Suban Jeriji, terdiri dari 4 resort.

Analisis SWOT KPH Suban Jeriji

A. Strengthness (Kekuatan)
a) Wilayah kelola yang luas. Di mana potensi wilayah pengelolaan sangat
luas, membuat KPH Suban Jeriji dapat digunakan sebagai pemanfaatan
dan eksploitasi kawasan hutan yang berpotensi meningkat, kemudian
dapat mendukung masyarakat ekonomi lokal dan dapat mendukung
kegiatan pembangunan.
b) Memiliki SOP Pengelolaan KPH. Telah memiliki dasar hukum yang jelas
yaitu, 1. Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor
SK.76/Menhut-II/2010 tanggal 10 Februari 2010 Tentang Penetapan
KPHL dan KPHP di Provinsi Sumatera Selatan. 2. Peraturan Gubernur
Sumatera Selatan Nomor : 41Tahun 2017 Tanggal 19 September 2017
tentang Pembentukan Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesatuan Pengelolaan
Hutan Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Selatan.
c) Memiliki struktur organisasi yang jelas. UPTD KPH Wilayah IX Suban
Jeriji merupakan salah satu unit wilayah pengelolaan hutan yang
organisasinya dibentuk sesuai dengan Peraturan Daerah Provinsi Sumatera
Selatan Nomor 16 Tahun 2013.
d) Mempunyai status hukum dan kelembagaan. Wilayah kerja UPTD KPH
Wilayah IX Suban Jeriji, berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan
Republik Indonesia Nomor SK.76/Menhut-II/2010 tanggal 10 Maret 2010
tentang Penetapan Wilayah Kesatuan Penglolaan Hutan Lindung (KPHL)
dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Provinsi Sumatera
Selatan, terdiri atas wilayah KPHP Unit XI seluas 203.316 ha.
e) Memiliki potensi HHK, HHBK, dan jasa lingkungan. Potensi HHK yaitu,
Pengembangan investasi pada produksi hasil hutan kayu contoh kayu,
Tembesu, Mahoni, Kayu Karet. Potensi HHBK meliputi Karet, Bambu,
Matoa, Madu, Gaharu, ubi kayu, jagung, tebu dll. Potensi jasa lingkungan
yaitu, pengembangan jasa lingkungan ecoeducate dan ecotourism (wisata
alam).

B. Weakness (Kelemahan)
a) Jumlah personil masih terbatas dan tidak sebanding dengan luasan KPH
Wilayah IX Suban Jeriji seluas 203.316 ha. Sekarang KPH Suban Jeriji
hanya mempunyai sedikit personil yaitu, Pegawai Negeri Sipil 8 Orang,
Tenaga Bakti Rimbawan 4 Orang, PTT Pamhutkarhutla 6 Orang, PTT
Kebersihan dan Jaga Malam 2 Orang.
b) Pendanaan yang kurang mencukupi. Selama ini banyak kegiatan yang
menjadi prioritas akhirnya tidak seluruhnya mampu diimplementasikan
dengan dana yang terbatas, terutama karena adanya kendala antara lain:
luas kawasan yang luas, aksesibilitas yang minim, jumlah lokasi kegiatan
dan jumlah kelompok sasaran target kegiatan yang cukup banyak.
c) Kurangnya sosialisasi KPH Suban Jeriji. Kurangnya sosialisasi kepada
pemangku kepentingan menyebabkan lemahnya pemahaman para pihak
terhadap peran dan fungsi. Kurangnya pemahaman disebabkan karena
lemahnya strategi komunikasi yang dibangun oleh pihak pemerintah
daerah. Hal ini bisa menimbulkan perbedaan persepsi antara masyarakat
dan pengelola.
d) Tidak didukung SDM yang memadai. Peningkatan keterampilan
pengelolaan KPH dan peluang melanjutkan pendidikan ke jenjang yang
lebih tinggi. Peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) akan
berdampak pada kualitas pengelolaan, artinya untuk mengatasi jumlah
tenaga pengelola yang masih kurang dan belum sebanding dengan konflik
dan luas kawasan kelolanya, maka ditempuh dengan peningkatan kualitas
dan kuantitas SDM.

C. Opportunity (Peluang)
a) Adanya pengakuan masyarakat terhadap kawasan hutan. Sebagian besar
masyarakat menyadari dan mengakui bahwa lahan yang mereka kuasai di
HP Suban Jeriji adalah kawasan hutan yang tidak bisa dimiliki.
b) Adanya kesedian masyarakat untuk bekerja sama dalam mengelola lahan.
Hasil diskusi pada beberapa lokasi permukiman dan di lapangan
menunjukkan bahwa masyarakat bersedia untuk bekerja sama dalam
pengelolaan lahan selama mereka dapat diakomodasi untuk memperoleh
manfaat dari lahan yang dikuasainya dan ada jaminan mereka tidak akan
digusur.
c) Adanya keberadaan tanaman karet sebagai komoditas utama dan kesediaan
masyarakat untuk diversifikasi produk, Kebun karet telah menjadi
komoditas utama yang dibudidayakan masyarakat, termasuk di dalam
kawasan HP Suban Jeriji.

D. Threat (Ancaman)
KPH Suban Jeriji mempunyai beberapa ancaman ketika melakukan
pengelolaan yaitu, tingginya degradasi sumberdaya lahan, perambahan hutan
untuk kegiatan perladangan, rendahnya pendidikan dan taraf hidup masyarakat
sekitar kawasan, rendahnya perekonomian masyarakat di sekitar kawasan,
berbatasan dengan kampung dan kebun milik masyarakat, perburuan satwa
liar,masih maraknya pembakaran lahan terdapat konflik pengelolaan KPH.

Rhinanda Maulaya Putri (2214151060)


Salah satu langkah dalam mengelola hutan adalah membentuk unit atau
organisasi yang disebut KPH. Kesatuan pengelolaan hutan (KPH) adalah kawasan
pengelolaan hutan sesuai fungsi pokok dan peruntukannya yang dapat dikelola
secara efisien dan lestari. Adanya KPH di Indonesia sebagai solusi atas
interpretasi kawasan hutan open acces karena kurangnya pengelola hutan tingkat
tapak (Ekawati, 2014).
Berdasarkan fungsi utamanya, KPH dibagi menjadi tiga kategori:
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP), Kesatuan Pengelolaan Hutan
Lindung (KPHL), dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi (KPHK). Menurut
Marmoah (2014), menunjukkan bahwa perkembangan KPH sangat dipengaruhi
oleh aspek kelembagaan yaitu bentuk dan struktur organisasi serta peraturan yang
mendasarinya. Selain itu, ada aspek lain yang secara khusus dapat mempengaruhi
perencanaan. Misalnya, Kematangan rencana induk yang dikembangkan, masalah
pendanaan dan batas wilayah.
Untuk mengelola atau mengatur hutan, kita perlu mengetahui faktor-faktor
yang mempengaruhi strategi yang digunakan. Oleh karena itu diperlukan suatu
metode analisis yang biasa disebut analisis SWOT. SWOT adalah singkatan dari
lingkungan internal strengths dan weaknesses serta lingkungan eksternal
opportunities dan threats.. Analisis SWOT adalah kegiatan membandingkan
faktor eksternal, opportunities dan threats dengan faktor internal, strengths dan
weaknesses. Analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunity and Threat)
digunakan untuk mengidentifikasi peluang dan ancaman serta kekuatan dan
kelemahan untuk menentukan jenis strategi apa yang harus diterapkan. Analisis
SWOT juga mencakup faktor internal (strengths dan weaknesses) dan faktor
eksternal (opportunities dan threats) yang mungkin mendukung atau tidak
mendukung tujuan strategi yang digunakan (Lestari, 2015).
Kehutanan membutuhkan pengetahuan tentang pengelolaan hutan.
Manajemen adalah pelaksanaan kemampuan untuk merencanakan, mengatur,
mengarahkan, dan mengendalikan kegiatan kelompok manusia dengan faktor-
faktor produksi, dengan menggunakan cara-cara ilmiah dan artistik, guna
mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. dapat diartikan sebagai proses
pengelolaan Hutan. Pengelolaan hutan adalah pelaksanaan fungsi perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan dan pengelolaan selalu berkaitan dengan hutan.
Selain fungsi POAC yang sudah ada, harus disertai dengan teknik analisis yang
disebut SWOT: Strengths, Weaknesses, Opportunities and Threats (Suryandari,
2015).
Ahmad Fadhil Mutakabbiru (2254151003)
Salah satu cara mengelola hutan ialah dengan membentuk Kesatuan
Pengelolaan Hutan (KHP). Sasaran umum yang ingin dicapai melalui kebijakan
KPH ini adalah memberikan kepastian areal kerja pengelolaan hutan, wilayah
tanggung jawab pengelolaan, dan satuan perencanaan pembangunan dan
pengelolaan hutan. Sasaran umum yang ingin dicapai melalui kebijakan KPH
adalah memberikan kepastian areal kerja pengelolaan hutan, wilayah tanggung
jawab pengelolaan, dan satuan perencanaan pembangunan dan pengelolaan hutan.
Pengelolaan hutan berkelanjutan menggunakan pendekatan tiga prinsip
kelestarian, yaitu kelestarian ekologi, ekonomi, dan sosial. Pengertian ini dapat
diartikan sebagai pengelolaan yang berasaskaan kelestarian yang menitikberatkan
pada penebangan pohon yang benar. Pengelolaan hutan harus dilakukan dengan
tujuan untuk memperoleh manfaat yang besar tanpa merusak lingkungan secara
lestari.
Untuk mengelola atau mengatur hutan, perlu kita ketahui juga faktor yang
sering mempengaruhi strategi yang digunakan. Oleh karena itu diperlukan suatu
metode analisis yaitu Analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunity and
Threat) digunakan untuk mengidentifikasi peluang dan ancaman dan kekuatan dan
kelemahan untuk menentukan jenis strategi apa yang harus diterapkan. Analisis
SWOT (Strength, Weakness, Opportunity and Threat) digunakan untuk
mengidentifikasi peluang dan ancaman dan kekuatan dan kelemahan untuk
menentukan jenis strategi apa yang harus diterapkan.
Kuncinya pada pengelolaan hutan, yaitu penerapan metode bisnis, asas-
asas teknik kehutanan, dan menjaga kelestarian sumber daya hutan itu sendiri.
Asas dasar dalam pengelolaan hutan ialah hasilnya lestari dan berkelanjutan
(Sustainable yield principle). Pengelolaan hutan di Indonesia didasarkan atas asas
manfaat yang berkelanjutan, yang berupa manfaat langsung misalnya kayu, rotan,
obat-obatan dan hasil hutan lainnya dan manfaat tidak langsung seperti pengendali
tata air, mikroklimat, jasa rekreasi dan lain-lain. Oleh karena itu, dalam
pengelolaan hutan diperlukan upaya pembalikan ke arah pemulihan hutan terus
lestari.
Hal yang perlu kita garis bawahi saat ini adalah,nilai ekonomi dari hutan
terletak tidak hanya pada sebatas tegakannya saja sebagai penghasil kayu yang
menggerakan perindustrian. Harga hutan terbesar justru terletak pada manfaat
lainnya, dimana hutan dapat berfungsi sebagai mega factory sumber bahan baku
obat, kosmetik, pangan premium, getah, resin, potensi sumber daya genetik
lainnya dan bahkan nilai jasa lingkungan.
Amalya Khairul Rahman (2254151004)
Kebijakan pembangunan kehutanan yang bersifat sentralistik (terpusat dan
dikelola oleh negara) dianggap oleh beberapa pihak tidak efektif dalam menjaga
kawasan hutan (Jatminingsih,2009: 1) dan hanya mengeksploitasi hasil hutan
tanpa memperhatikan faktor sosial yang diakibatkan nya. Dengan sistem
sentralistik tersebut, masyarakat lokal kurang dilibatkan dalam pengelolaan hutan
yang sesungguhnya merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari
kehidupan sehari-hari mereka. Oleh karena itu, pendekatan yang dilakukan dalam
pengelolaan hutan tersebut harus memperhatikan keberlanjutan ekosistem hutan
dan peduli dengan masyarakat di sekitar hutan. Salah satu pendekatan pengelolaan
hutan yang mengusung semangat itu adalah Pengelolaan Hutan Bersama
Masyarakat (PHBM).
Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk
merumuskan strategi perusahaan, analisis ini didasarkan pada logika yang dapat
memaksimalkan kekuatan (strength) serta peluang (opportunities), namun secara
bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weakness) dan ancaman (threats).
(Rangkuti, 2006). Analisis ini didasari pada asumsi bahwa suatu strategi yang
efektifakan memaksimalkan kekuatan dan peluang yang ada serta meminimalkan
kelemahan dan ancaman nya. Bila diterapkan secara akurat, asumsi sederhana ini
memiliki dampak yang sangat besar dari rancangan suatu strategi yang berhasil
dan analisis lingkungan bisnis yang memberikan informasi yang dibutuhkan untuk
mengidentifikasi peluang dan ancaman yang berada di dalam suatu perusahaan
tersebut.
Optimasi pemanfaatan dan pengelolaan hutan maupun kawasan hutan bagi
kesejahteraan masyarakat dapat dilakukan dengan memegang prinsip bahwa
semua hutan dan kawasan hutan harus dikelola dengan tetap memperhatikan sifat,
karakteristik dan fungsi pokoknya yaitu fungsi konservasi, lindung dan produksi.
Oleh karena itu, setiap bentuk pengelolaan hutan dan kawasan hutan harus selalu
memperhatikan salah satu fungsi konservasi, lindung, atau produksi. degradasi
hutan yang semakin meningkat, kehutanan Indonesia juga memiliki beberapa
permasalahan seperti kurang berkembangnya investasi di bidang kehutanan,
rendahnya kemajuan pembangunan hutan tanaman, kurang terkendali nya illegal
logging dan illegal trade, merosotnya perekonomian masyarakat di dalam dans
ekitar hutan, serta meningkatnya luas kawasan hutan yang tidak terkelola secara
baik sehingga perlu dilakukan usaha yang bersifat strategis baik dalam bentuk
deregulasimaupun debirokratisasi (Anonim, 2007)
Pembangunan Kesatuan Pengelolaan Hutan sebagai sebuah kebijakan
publik memerlukan sebuah dukungan penuh dari semua pihak dalam
mengimplementasikannya. KPH yang dibangun merupakan kesatuan pengelolan
hutan terkecil sesuai fungsi pokok dan peruntukannya yang dapat dikelola secara
efisien, lestari dan bertanggung jawab terhadap pelaksanaan tata hutan dan
penyusunan rencana pengelolaan hutan serta penyelenggaraan pengelolaan hutan
(Anonim, 2007). Pengelolaan hutan secara lestari dapat diwujudkan dengan
membagi habis seluruh kawasan hutan ke dalam Kesatuan Pengelolaan Hutan
baik Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi (KPHK), Kesatuan Pengelolaan
Hutan Lindung (KPHL), maupun Kesatuan Pengelolaan Hutan ProduksI
(KPHP).
IV. KESIMPULAN

4. Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari praktikum kali ini adalah sebagai berikut.
1. Pada KPH Suban Jeriji digunakan sistem dalam pengelolaan hutan yang
berdasarkan pada perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan rencana,
dan pengawasan (POAC).
2. Rencana ini dilakukan untuk mewujudkan pengelolaan kawasan hutan
produksi berkelanjutan dan hutan lindung dengan meningkatkan
pemberdayaan masyarakat dan individu melalui kemitraan. Pelaksanaan
penilaian rencana pengelolaan harus melibatkan kelompok kepentingan
dan penilaian yang sesuai dengan konteks wilayah KPH. Adapun salah
satu kegiatannya yaitu, inventarisasi potensi kayu berkala, inventarisasi
satwa berkala, inventarisasi non kayu, inventarisasi jasa lingkungan
berkala, rekonstruksi batas, pemeliharaan batas, penataan blok dan petak
berkala, pemanfaatan kawasan hutan sebagai ekoeducate, pemanfaatan
jasa air, pemanfaatan kawasan HP untuk produksi.
3. Analisis SWOT KPH Suban Jeriji yaitu, Strengthness (Kekuatan)
meliputi: wilayah kelola yang luas, memiliki SOP pengelolaan KPH,
memiliki struktur organisasi yang jelas, mempunyai status hukum dan
kelembagaan, Memiliki potensi HHK, HHBK, dan jasa lingkungan.
Weakness (Kelemahan) meliputi: jumlah personil masih terbatas dan tidak
sebanding dengan luasan KPH Wilayah IX Suban Jeriji seluas 203.316 ha,
pendanaan yang kurang mencukupi, kurangnya sosialisasi KPH Suban
Jeriji, tidak didukung SDM yang memadai. Opportunity (Peluang)
meliputi: adanya pengakuan masyarakat terhadap kawasan hutan, adanya
kesedian masyarakat untuk bekerja sama dalam mengelola lahan, adanya
keberadaan tanaman karet sebagai komoditas utama dan kesediaan
masyarakat untuk diversifikasi produk. Threat (Ancaman) meliputi:
tingginya degradasi sumberdaya lahan, perambahan hutan untuk kegiatan
perladangan, rendahnya pendidikan dan taraf hidup masyarakat sekitar
kawasan, rendahnya perekonomian masyarakat di sekitar kawasan.
DAFTAR PUSTAKA

Ekawati, S. 2014. Operasionalisasi Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH):


Langkah Awal Menuju Kemandirian. PT. Kanisius. Yogyakarta.

Kemenhut. 2012. Peraturan Direktur Jenderal Planologi Kehutanan Nomor:


P.5/VII- WP3H/2012, tanggal 14 Mei 2012, tentang Petunjuk Teknis Tata
Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan pada Kesatuan
Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) dan Kesatuan Pengelolaan Hutan
Produksi (KPHP). Departemen Kehutanan. Jakarta.

Lestari, D. & Agus B.S. 2015. Analisis SWOT dalam pengembangan real estate.
Jurnal Teknik Sipil. Vol. 8:13–18.

Marmoah, S. 2014. Manajemen Pemberdayaan Perempuan Rimba. Deepublish.


Yogyakarta.

Raihman. 2015. Analisis berkelanjutan sumberdaya hutan. Jurnal sumberdaya


alam. Vol. 4(2).

Rahmawaty. 2013. Perencanaan Pengelolaan Hutan di Indonesia. USU


Respository. Medan.

Suryandari, E.Y. & Sylviani. 2015. Rancangan dan Implementasi KPH. Laporan
Hasil Penelitian. Puslitsosek, Kemenhut. Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai