Anda di halaman 1dari 10

Efisiensi Penggunaan Nitrogen (Nue) Dan Resorpsi Nitrogen Pada Hutan Taman

Nasional Bukit Duabelas Dan Perkebunan Kelapa Sawit


Di Kabupaten Sarolangun, Provinsi Jambi

Violita1
1
Jurusan Biologi FMIPA Universitas Negeri Padang
e-mail: syam_unp@fmipa.unp.ac.id

ABSTRAK

Efisiensi penggunaan nitrogen (NUE) dan resorpsi N memegang peranan penting


dalam adaptasi tanaman terhadap kondisi nutrisi rendah, terutama nitrogen. Sistem
transformasi dari hutan alam menjadi perkebunan kelapa sawit mengakibatkan perubahan
NUE dan kandungan N tanah dalam ekosistem. Bagaimana pengaruh sistem transformasi
lahan terhadap NUE, resorpsi N, dan nutrisi tanah di Sarolangun, Provinsi Jambi belum
diketahui. tujuan dari penelitian ini adalah (1) menghitung NUE dan resorpsi N dan
korelasinya terhadap kandungan N tanah (2) menentukan kehilangan N dari serasah pada
hutan alam (HA) dan perkebunan kelapa swit (KS) di Sarolangun, Jambi. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa NUE tanaman (NUE c) dipengaruhi oleh resorpsi N. NUE c meningkat
seiring dengan peningkatan resorpsi N. Nitrogen dan kandungan karbon tanah pada HA lebih
tinggi dari pada KS. Tidak terdapat korelasi antara kandungan N tanah dengan kandungan N
daun dewasa, resorpsi N, dan NUE c. NUE pada skala ekosistem (NUE ES) lebih tinggi pada
HA dibandingkan KS. Terdapat 68,3% dari total kehilangan produksi N atau keluar dari
sistem.
Kata kunci : kandungan N tanah, NUE, resorpsi N, sistem transformasi

ABSTRACT

Nitrogen use efficiency (NUE) plays an important role on plant adaptation to the low
nutrient conditions. Transformation system from natural forest to oil palm plantation
changedthe NUE and soil nutrition in ecosystem. However, how the transformation system
affects NUE, N resorption, and soil nutrition in Sarolangun, Jambi province still unknown.
The aims of the study were (1) to quantify NUE and Nresorptionand its correlation to N soil
content (2)to determine nitrogen loss of litterfall in natural forest (HA) and oil palm planta-
tion (KS) in Sarolangun, Jambi. The result showed that NUE in plant scale (NUE c)
influenced by N resorption. NUE c increased with increasing of N resorption. Nitrogen and
carbon content of the soil in HA was higher than that of in KS. There was no correlation
between N soil content with foliar N content, N resorption, and NUE c. NUE in ecosystem
scale (NUEES) was higher in HA than that of in KS. There was 68.3% of total N
productionloss or out from the system inKS.

Key words: NUE, N soil content, N resorption, transformation system

I. PENDAHULUAN dibutuhkan dalam berbagai proses


Nitrogen merupakan unsur hara paling metabolisme tubuh tumbuhan khususnya
penting bagi tumbuhan. Nitrogen pada proses fotosintesis, yakni sebagai unsur
8
penting penyusun klorofil. Proses kondisi lingkungan memiliki pengaruh besar
fotosintesis berperan besar dalam terhadap NUE tumbuhan. Efisiensi
pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan. penggunaan N (NUE) itu sendiri, penting
Peningkatan laju fotosintesis tumbuhan akan untuk diketahui, karena NUE menunjukkan
dapat meningkatkan pertumbuhan tumbuhan adaptasi tumbuhan terhadap kondisi hara.
termasuk pertumbuhan daun (Taiz dan Hal tersebut dipengaruhi oleh karakteristik
Zeiger 2010). spesifik dari jenis tumbuhan termasuk
Daun dapat dijadikan sebagai indikator pohon(Rosleine et al. 2006).Jenis pohon
dalam melihat defisiensi N pada tumbuhan. menjadi faktor utama yang berperan penting
Kebutuhan N berbeda-beda pada setiap jenis dalam siklus hara. Masing-masing jenis
tumbuhan, hal ini dipengaruhi oleh banyak pohon memiliki karakter tersendiri dalam
faktor salah satunya ketersediaan N tanah menghasilkan serasah, dengan kandungan
(Hirel et al. 2007). Nitrogen yang terdapat hara, kontribusi serasah dan NUE tumbuhan
di dalam tanah tersedia dengan adanya (NUE c) yang berbeda-beda. Menurut
kontribusi serasah sebagai salah satu sumber Rosleine et al. (2006), bahwa tidak semua
hara terbesar dalam ekosistem teresterial. tumbuhan yang menghasilkan serasah
Serasah merupakan salah satu komponen banyak berkontribusi besar terhadap siklus
ekosistem yang berperan penting dalam hara, ketersediaan hara tanah dan NUE
berlangsungnya siklus hara. dalam skala ekosistem (NUE ES).
Siklusharamerupakan proses utama- Transformasi lahan hutan alam
dalam menjaga ketersediaan hara pada eko- menjadi perkebunan kelapa sawityang
sistemhutantermasuk agro-ekosistem untuk menyebabkan perubahan vegetasi tentunya
pertumbuhan tumbuhan. Secara umum ter- akan mempengaruhi nilai NUE c dan NUE
dapat tiga aspek penting dari siklus hara ES. Kontribusi tumbuhan terhadap
pada ekosistem hutan yaitu produksi dan ketersediaan hara tanah melalui serasah
dekomposisi serasah tumbuhan serta efisien- akan menentukan nilai NUE c dan NUE ES.

sipenggunaan hara (NUE) termasuk N Jenis pohon hutan yang ditanam diantara
(Lamberset al. 2008). tegakan pohon perkebunan dapat
Menurut Baligar et al. (2001), NUE memperbaiki NUE c maupun NUE ES

dapat dikatakan sebagai kemampuan (Triadiati et al. 2007).


tumbuhan dalam menggunakan hara yang Perkebunan kelapa sawit yang
disediakan oleh tanah untuk pertumbuhan. menggunakan sistem monokultur (tanpa
Interaksi tumbuhan terhadap perubahan pohon hutan) mengakibatkan perubahan

9
pada pengembalian hara dibandingkan II. METODE
dengan hutan, dan tentunya akan Waktu dan Tempat. Penelitian ini
mempengaruhi nilai NUEc maupun NUEES. dilakukan pada bulan September 2012
Pengembalian hara yang rendah sampai bulan September 2013 di
dibandingkan dengan pengambilan hara Perkebunan Kelapa Sawit dan hutan alam di
yang jauh lebih besar, membuat alternatif Kabupaten Sarolangun Provinsi Jambi
pemupukan menjadi hal yang sangat (untuk pengambilan sampel) dan dilanjutkan
diharapkan. Pemberian pupuk N dalam dilaboratorium Fisiologi dan Genetika
jumlah besar akan turut memenuhi Tumbuhan Biologi MIPA IPB.
kebutuhan N tumbuhan dan memperbaiki Bahan dan Alat. Bahan yang digunakan
NUE suatu tumbuhan. Menurut Baligar et adalah sampel daun tanaman kelapa sawit di
al. (2001) sekitar 50% dari pemberian perkebunan kelapa sawit dan sampel daun
pupuk adalah pupuk N untuk meningkatkan dari pohon yang ada di hutan alam. Alat
produksi dan ketersediaan hara tanah. yang digunakan adalah: oven dan alat
Informasi mengenai nilai NUE dan pemotong.
resorpsi N pada perkebunan kelapa sawit Pengambilan Sampel Daun.
dengan hutan alam sebagai pembanding Pengambilan sampel daun dilakukan
masih belum diketahui terutama di pada setiap lokasi. Untuk tiap lokasi diambil
Kabupaten Sarolangun. Informasi ini 3–5 (daun dewasa dan daun senesen) sampel
diperlukan untuk melihat seberapa besar daun dari 3 jenis pohon yang memiliki nilai
kerusakan yang terjadi akibat dari INP tertinggi dan 3 jenis dengan INP
perubahan penggunaan lahan dari hutan terendah pada lokasiHA, sedangkan pada
menjadi perkebunan kelapa sawit yang KS diambil tiap 5 pohon pada masing-
dilihat dari aspek efisiensi penggunaan N masing lokasiKS. Daun dewasa yang
tumbuhan dan ketersediaan N tanah. Oleh diambil pada KS adalah daun yang ke-17
karena itu dilakukanlah penelitian tentang dan daun senesen yang diambil pada KS
NUE dan resorpsi N pada perkebunan adalah antara daun yang ke-45 sampai daun
kelapa sawit dan hutan alam sebagai yang ke-48. Pengambilan sampel ini
pembanding. Tujuan penelitian ini dilakukan setiap periode pengamatan setiap
adalahuntuk menentukan NUE, resorpsi N 3 bulan selama satu tahun. Sampel daun
serta keterkaitannya dengan perubahan N dicuci, kemudiandikering udarakan dan
tanah pada perkebunan kelapa sawit dan dioven pada suhu 80°C selama 48 jam.
hutan alam.

10
Efisiensi Penggunaan Hara Nitrogen Resorpsi N. Proporsi resorpsi N
(NUE). Nilai NUE pada tumbuhan (NUE c) dihitung berdasarkan Sharma dan Pande
kelapa sawit dan pada hutan alam, dihitung (1986) yaitu sebagai berikut:
berdasarkan Vitousek (1982) dan Tateno
dan Kawaguchi (2002) dengan rumus
Pengukuran kandungan N tanah.
sebagai berikut:
Pengambilan contoh tanah dilakukan
sebanyak 4 kali periode pengamatan.
Efisiensi penggunaan nitrogen pada Contoh tanah diambil dengan menggunakan
skala ekosistem (NUEES) pada perkebunan bor tanah pada kedalaman 0–20 cm. Contoh
monokultur kelapa sawit dan hutan alam tanah yang diperoleh dibagi menjadi 2
dihitung berdasarkan Vitousek (1982): bagian yaitu pada kedalaman 0–10 cm dan
10–20 cm. Masing-masing sampel tanah
yang diperoleh dikering anginkan dan
Hutan alam digunakan sebagai kontrol
disaring dengan lobang pori 2 mm x 2 mm
ekosistem yang tidak mengalami gangguan
yang selanjutnya oven pada suhu 60°C
dibandingkan dengan NUE sistem
sampai bobot konstan untuk kemudian
monokultur kelapa sawit. Pemasukan N
dianalisis kandungan N-total (metode
pada hutan alam diperoleh dari total
Kjeldahl) dan C-organik (metode Walkley
produksi N pada serasah, sedangkan
and Black). Pengambilan contoh tanah ini
pemasukan N pada perkebunan KS
dilakukan untuk mengetahui kandungan N
diperoleh dari penjumlahan antara produksi
tanah sebagai data pendukung yang terkait
N pelepah serasah dan pupuk N (30 g
dengan produksi dan dekomposisi serasah
2
N/m /tahun) yang diberikan selama satu
serta akar halus (Bab 4 dan 5). Selain itu
tahun penelitian. Hal ini dilakukan
dosis pupuk yang diberikan petani pada
mengingat bahwa sumber N tidak hanya
perkebunan kelapa sawit juga dijadikan
berasal dari serasah pelepah tetapi juga dari
sebagai data tambahan, terhadap kandungan
pupuk yang diberikan petani pada
N tanah di perkebunan kelapa sawit.
perkebunan KS, selain itu untuk produksi N
N yang hilang. Kehilangan N pada
bagian reproduksi KS, tidak dimasukkan
perkebunan kelapa sawit ditentukan dengan
kedalam perhitungan, karena bagian
mengukur kandungan N dari tandan buah
reproduksi tidak dikembalikan ke sistem.
segar kelapa sawit pada saat pemanenan.
Analisis data. Data NUE c dan resorpsi
N dianalisis dengan menggunakan
11
Multivariate-test, uji lanjut dengan Angka yang diikuti huruf yang sama pada
menggunakan Tukey-Test, sedangkan data kolom yang sama menunjukkan tidak
kandungan N dan C tanah, NUE Es, dan signifikan (Tukey-test p<0.05)
produksi N dan C bagian tumbuhan Analisis korelasi dan regresi antara
dianalisis dengan menggunakan NUE c dan resorpsi N menunjukkan adanya
Independence sample T-test. Semua data korelasi positif yang signifikan pada
diuji dengan tingkat signifikan adalah p < p<0.05.Peningkatan NUE c seiring dengan
0.05. Untuk menentukan korelasi antara peningkatan resorpsi N (Gambar 6.1).
masing-masing parameter digunakan Namun korelasi ini sangat lemah (Gambar
analisis regresi dan korelasi Pearson’s. 6.1).
Semua data dianalisis dengan menggunakan
sofware SPSS 17.0.

III. DISKUSI
Pada umumnya NUE bervariasi pada
setiap jenis tumbuhan yang diamati (Tabel
6.1). Nilai NUE c tertinggi diperoleh pada
jenis Baccaurea sp. 2sedangkan nilai NUE c Gambar 6.1 Korelasi dan regresi antara
efisiensi penggunaan N
terendah diperoleh pada Scutinanthe tumbuhan (NUE c) dan
brunnea Thwaites (Tabel 6.1). resorpsi N. * signifikan pada
p< 0.05
Nilai resorpsi N tertinggi diperoleh pada
jenis Ochanostachys amentacea Mast dan
Pada Gambar 6.2, terlihat kandungan
yang terendah diperoleh pada jenis
N tanah (%) pada HA dan KS. Kandungan
Baccaurea sp.2 dan terlihat signifikan
N tertinggi terjadi pada HA dan signifikan
(p<0.05) antara keduanya (Tabel 6.1).
(p<0.05) denganKS. Selain itu terjadi
Tabel 6.1 Efisiensi penggunaan nitrogen
perbedaan kandungan hara pada kedalaman
(NUE) dan resorpsi N pada perkebunan
kelapa sawit (KS) dan beberapa jenis pohon yang berbeda. Kandungan hara tertinggi
dengan nilai INP tinggi dan rendah di hutan
terjadi pada kedalaman tanah 0-10 cm
(HA)
dibandingkan dengan kedalaman 10-20 cm
dan signifikan (p<0.05) antara keduanya
(Gambar 6.2).

12
Pada Tabel 6.4 terlihat produksi N dan
C dari serasah pada KS, namun hanya
bagian pelepah saja yang diaplikasikan ke
tanah perkebunan, sedangkan bagian
reproduksinya berupa buah diambil dan
tidak dikembalikan pada ekosistem
Gambar 6.2Kandungan N tanah (%) pada perkebunan. Pada Tabel 6.4 ini dapat dilihat
hutan alam (HA) dan
perkebunan kelapa sawit bahwa sekitar 68.3% dari total hara N
(KS). Data menunjukkan dihasilkan pada KSsedangkan untuk C
nilai rata-rata±SD
sekitar 77.8% dari total C.
Kandungan N tanah tidak berkorelasi Tabel 6.4 Produksi N dan C dari bagian
dengan kandungan N daun dewasa, resorpsi tanaman kelapa sawit pada
perkebunan kelapa sawit
N dan NUE c (Tabel 6.2). Korelasi tidak
signifikan terjadi pada semua sumber
parameter yang dianalisis pada p < 0.05
(Tabel 6.2).
Tabel 6.2 Korelasi kandungan N tanah
dengan kandungan N daun Pembahasan
dewasa, resorpsi N, dan NUE c Nilai NUE cdan resorpsi N
pada hutan alam (HA) dan
perkebunan kelapa sawit (KS) bervariasipada HA. Variasi nilai NUE cdan
resorpsi N ini terjadi karena perbedaan jenis
pohon. Menurut Hirel et al. (2007)
keragaman nilai NUEc dipengaruhi oleh
jenis tumbuhan, faktor lingkungan dan
Produksi serasah dan produksi N pada
genetik. Hal ini lebih terkait dengan
KS lebih tinggi dari pada HA (Tabel 6.3).
kemampuan dan kebutuhan tumbuhan akan
Nilai NUE ES pada KS lebih rendah dari
N (Hirel et al. 2007). Yuan et al. (2005c)
pada HA dan terlihat signifikan (p<0.05)
menambahkan bahwa terjadinya perbedaan
antara keduanya (Tabel 6.3).
resorpsi N pada tumbuhan tergantung pada
Tabel 6.3 Efisiensi penggunaan nitrogen
pada skala ekosistem (NUE ES) jenis tumbuhan, bentuk hidup dan faktor
pada hutan alam (HA) dan
lingkungan tempat tumbuh tumbuhan.
perkebunana kelapa sawit (KS)
Peningkatan resorpsi N seiring dengan
peningkatan NUE c. Resorpsi N berperan
Data menunjukkan nilai rata-rata±SD penting dalam menentukan nilai NUE c

13
tumbuhan (Aerts dan Chapin 2000). Li et Pada perkebunan kelapa sawit
al. (2012) menambahkan bahwa tingginya diberikan pupuk sebanyak 2 kali dalam
resorpsi N berkorelasi dengan tingginya setahun. Jenis pupuk yang diberikan yaitu
nilai NUE c, yakni semakin tinggi resorpsi urea.Rata-rata pemberian pupuk N yakni
N maka NUE c juga semakin tinggi. Pada sebanyak 0.03 kg N/m2/tahun. Pemberian
proses resorpsi N, hara N ditranslokasi pupuk ternyata tidak berhasil meningkatkan
selama senesen dan digunakan untuk kandungan N tanah melebihi pada lokasiHA
pertumbuhan tumbuhan. Hara yang tidak baik pada kedalaman 0-10 cm maupun pada
ditranslokasi selama senesen akan jatuh ke kedalaman 10-20 cm. Menurut Baligar et al.
tanah bersama serasah. Hara yang (2001), pengelolaan pupuk yang baik
terkandung di dalam serasah ini akan termasuk pemanfaatan sisa bagian tumbuhan
kembali digunakan oleh tumbuhan sebagai sebagai pupuk seperti kompos, pupuk
hara tersedia melalui proses dekomposisi hewan, pemanfaatan tumbuhan penutup
(Aerts 1996). tanah dapat meningkatkan kandungan hara
Kandungan N tanah pada kedua tipe tanah dan berkontribusi terhadap NUE. Pada
ekosistem (KS dan HA) berbeda. lokasi penelitian ini petani tidak
Kandungan N pada KS lebih rendah dari memanfaatkan sisa tumbuhan sebagai
pada HA. Selain itu semakin dalam tanah kompos, yang digunakan sebagai pupuk
maka semakin menurun kandungan N tanah hanya pupuk kimia yakni jenis urea seperti
(Chen et al. 2011). Hal ini terkait dengan yang telah dijelaskan sebelumnya. Namun
dekomposisi serasah dan akar halus pada pemberian pupuk tersebut tidak mampu
hutan alam (Bellingham et al. 2013) dan meningkatkan kandungan N tanah.
aplikasi pupuk pada perkebunan (Chen et al. Kandungan N tanah tidak
2011). Aplikasi pupuk pada lahan mempengaruhikandungan N daun dewasa,
perkebunan diberikan pada kedalaman tanah resorpsi N, dan NUE c. Beberapa peneliti
sekitar 10 cm (Chen et al. 2011) dan menyatakan bahwa kandungan N tanah
penyerapan hara oleh akar paling banyak menjadi salah satu faktor yang
terjadi pada kedalaman tersebut. Pada hutan mempengaruhi NUE c (Baligar et al. 2001;
alam serasah dan akar halus menjadi sumber Chen et al. 2011). Kandungan N tanah ini
hara utama melalui proses dekomposisi, dan tidak mempengaruhi resorpsi N pada kedua
proses ini paling banyak terjadi pada tipe ekosistem (KS dan HA). Menurut Aerts
kedalaman 0-10 cm (Jiménezet al.2009). (1996), bahwa resorpsi hara termasuk N
tidak responsif terhadap peningkatan

14
ketersediaan hara, yakni tidak terdapat untuk memperoleh nilai NUEES yang lebih
korelasi antara resorpsi N dengan tinggi dibandingkan dengan KS yang
kandungan N tanah. Penyerapan dan monokultur, yang mengindikasikan
efisiensi penggunaan hara (termasuk N) tingginya kesuburan tanah pada HA.
tergantung kepada jenis tumbuhan yang Pemberian pupuk N pada perkebunan KS
terkait dengan morfologi, proses fisiologi, tidak mampu meningkatkan kandungan N
dan biokimia dari tumbuhan dan termasuk tanah dan NUE ES. Pemasukan N pada
interaksi tumbuhan tersebut dengan faktor ekosistem yang lebih tinggi pada KS
lingkungan meliputi; iklim, tanah, dan (berasal dari pupuk N dan serasah pelepah)
pemberian pupuk (Baligar et al. 2001). tidak mampu meningkatkan NUE ES pada
Selain itu menurut Yuan et al. (2005a) dan KS, sehingga dapat dikatakan bahwa pada
Yuan et al. (2005b), menyatakan bahwa ekosistem perkebunan kelapa sawit belum
efisiensi resorpsi N tinggi pada daerah yang dapat memanfaatkan N dengan optimal.
memiliki ketersediaan N tanah yang rendah, Bagian reproduksi yang berkontribusi
hal ini dilakukan tumbuhan sebagai sistem besar terhadap produksi serasah pada
adaptasi tumbuhan pada kondisi rendah N. perkebunan kelapa sawit tidak dikembalikan
Efisiensi resorpsi N ini menentukan ke sistem, sehingga banyak hara yang keluar
ketersediaan hara pada tanah. Konsentrasi N dari sistem. Hal ini mengakibatkan
tanah tinggi umumnya terdapat ketidakseimbangan antara pengambilan hara
padaekosistem dengan keragaman tumbuhan N tanah dengan pengembalian hara N ke
tinggi dan produksi serasah tinggi. Hal ini tanah, sehingga NUE tidak optimal jika
tergantung pada jenis tumbuhan pada dibandingkan dengan hutan alam.
ekosistem tersebut. Walaupun begitu belum Tumbuhan membutuhkan unsur N ini
ada penjelasan yang jelas tentang kontrol dalam jumlah yang cukup besar terutama
hara pada resorpsi N (Aerts 1996). sebagai salah satu unsur penting penyusun
Efisiensi penggunaan nitrogen dalam klorofil yang berperan dalam proses
skala ekosistem (NUEES) diperlukan untuk fotosintesis. Pohon hutan yang memiliki
melihat penggunaan N dalam ekosistem keragaman tinggi dan tumbuh secara alami
yang berbanding lurus dengan produksi memungkinkan terjadinya tumpang tinding
serasah pada ekosistem tersebut. Nilai antar kanopi pohon. Hal ini akan
NUEES pada HA lebih tinggi dari pada KS. mempengaruhi proses fotosintesis.
Hutan alam yang memiliki keragaman Peningkatan N pada kanopi pohon bagian
tumbuhan yang tinggi, memungkinkan atas akan meningkatkan laju fotosintesis.

15
Menurut Tateno dan Kawaguchi (2002) penelitian. Peningkatan resorpsi N seiring
bahwa pohon kanopi memiliki kandungan N dengan peningkatan NUE c. Kandungan N
yang lebih tinggi dari pada sub kanopi. Hal tanah tidak mempengaruhi kandungan N
ini juga terjadi pada daun senesen. daun dewasa, resorpsi N dan NUE c.
Tingginya kandungan N ini disebabkan Efisiensi penggunaan nitrogen pada
karena tingginya laju fotosintesis ketika skala ekosistem lebih tinggi pada HA
mendapatkan cahaya matahari penuh (Taiz dibandingkan KS. Pemberian pupuk N tidak
dan Zeiger 2010). mampu meningkatkan NUE ES pada KS.
Lain halnya pada KS yang memakai Nitrogen yang keluar dari ekosistemmelalui
sistem monokultur dan ditanam pada jarak serasah selama satu tahun periode penelitian
tertentu yang memungkinkan untuk tidak terjadi sebanyak 68.3% dari total hara N
terjadinya tumpang tindih daun atau kanopi yang dihasilkan pada serasah KS.
pohon memungkinkan nilai N yang lebih
tinggi dibandingkan dengan HA yang DAFTAR PUSTAKA
Aerts R. 1996. Nutritional and plant-
heterogen. Produksi kelapa sawit meningkat
mediated controls on leaf litter
dengan pengelolaan penanaman yang baik decomposition of Carex species.
Ecology. 78:244-260.
dengan sistem jarak yang menghindari
tumbuhan kelapa sawit dari tumpang tindih Aerts R, Chapin FS III. 2000. The mineral
nutrition of wild plants revisited: Are-
pada pelepahnya (Witt et al. 2005). Hal ini
evaluation of processes and patterns.
terkait dengan laju fotosintesis tumbuhan. Advances Ecol Res. 30:1-67.
Laju fotosintesis pada kelapa sawit tinggi
Baligar FC, Fageria NK, He ZL. 2001.
ketika mendapatkan cahaya matahari penuh Nutrient use efficiency in plants.
Commun Soil Sci Plant Anal.
yang mengakibatkan tingginya kandungan N
32(7&8):921-950.
daun dengan NUE ES KS yang lebih tinggi
Chen L, Qi X, Zhang X, Li Q, Zhang Y.
dari pada HA. Hal ini disebabkan karena
2011. Effect of Agricultural Land Use
tingginya produksi serasah pada KS Changes on Soil Nutrient Use
Efficiency inan Agricultural Area,
terutama dari bagian reproduksi, namun
Beijing, China. Chin Geogra Sci.
68.3% dari total N yang dihasilkan pada KS 21(4):392-402.
tidak dikembalikan ke sistem. Hal ini
Hirel B, Gouis JL, Ney B, Gallais A. 2007.
mengakibatkan rendahnya N tanah pada KS. The challenge of improving nitrogen
use efficiency in crop plants: towards
IV. KESIMPULAN
a more central role for genetic varia-
Nilai NUE c dan resorpsi N bervariasi bility and quantitative genetics within
integrated approaches. JExpBot.
untuk setiap jenis tumbuhan pada lokasi
58:2369–2387.

16
Vitousek PM. 1982. Nutrient cycling and
Jiménez EM, Moreno FH, Penuela MC, Pa- nutrient use efficiency. Am Na-
tino S, and Lloyd J. 2009. Fine root tur.119:553-572.
dinamics for forests on contrasting
soils in the Colombian Amazon. Bio- Yuan Zhi-You, Li Ling-Hao, Han Xing-
geosciences.6: 2809-2827. Guo, Huang Jian-Hui, Wan Shi-Qiang.
2005. Foliar nitrogen dynamics and
Lambers H, Chapin III FS, Pons TL. 2008. nitrogen resorption of a sandy shrub
Plant Physiological Ecology. Edisi ke- Salix gordejeviiin northern China.
2. New York .Springer. Plant Soil. 278:183-193.

Li Lj, Zeng DH, Mao R, Yu ZY. 2012. Witt C, Fairhurst TH, Griffiths W. 2005.
Nitrogen and phosphorus resorption of Key principles of crop and nutrient
Artemisia scoparia,Chenopodium management in oil palm.Better crops.
acuminatum, Cannabis sativa, and 89(3):27-31.
Phragmitescommunis under nitrogen
and phosphorus additionsin a semiarid
grassland, China. Plant Soil Environ.
58 (10):446-451.

Rosleine D, Devi N, Choesin, Sulistyawati


E. 2006. The contribution of dominant
tree species to nutrient cycling in a
mixed forest ecosystem on mount
tangkubanperahu, West Ja-
va,Indonesia.International Conference
on Mathematics and Natural Sciences
(ICMNS). 29-30 November 2006.
Bandung-Indonesia.hlm 378-380.

Sharma SC, Pande PK. 1989. Patterns of lit-


ter nutrient concentratio in some plan-
tation ecosystems.ForestEcol Manage.
29:151-163.

Taiz L, Zeiger E. 2010. Plant Physiolo-


gy.Sunderland: Sinauer Asso-
ciates.690 p.
Tateno R, Kawaguchi H. 2002. Differences
in nitrogen use efficiency between
leaves from canopy and subcanopy
trees. Ecol Res. 17:695–704.

Triadiati, Tjitrosemito S, Guhardja E, Su-


darsono, Qayim I, Lueschner C. 2007.
Nitrogen resorption and nitrogen use
efficiency in cacao agroforestrysys-
tems managed differently in Central
Sulawesi. Hayati.14:127-132.

17

Anda mungkin juga menyukai