Anda di halaman 1dari 4

SKENARIO 4

Anosmia

Seorang laki-laki berusia 37 tahun datang ke puskesmas dengan keluhan


anosmia sejak ±1 hari yang lalu. Keluhan disertai pilek dan hidung tersumbat.
Keluhan demam, batuk, dan sesak napas disangkal. Riwayat trauma kepala
disangkal. Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran kompos mentis dan
tanda-tanda vital dalam batas normal. Pada meatus nasi dextra terdapat
pembesaran concha dan warna hiperemis. Kemudian dokter memberikan
tatalaksana lebih lanjut.

STEP 1 :
1. Anosmia : suatu keadaan dimana tidak mampu merasakan penciuman.
2. Concha hiperemis : kemerahan pada bagian concha , kemerahanya berasal dari aliran darah.
Concha merupakan lipatan di daerah hidung yang berlapis mukosa untuk menjaga kelebaban
hidung.
3. Meatus nasi : suatu muara dari beberapa keseluruhan dari bagian hidung.
4. Hiperemis : kemerahan yang bisa berasal dari aliran darah.

STEP 2 :
1. Kenapa bisa terjadi keluhan anosmia disertai pilek dan hidung tersumbat pada pasien tersebut?
2. Bagaimana pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan sesuai keluhan
pasien tersebut?
3. Apa saja tatalaksana yang bisa diberikan pada keluhan pasien?

STEP 3 :

1. Penyebab anosmia bisa di klasifikasikan menjadi 3 :


- Konduktif = pengurangan odoran
- Sensorif = kerusakan langsung pada neuro , contoh saluran pernafasan atas
- Neural = kerusakan pada sentral jalur olfactorius , contoh seperti tumor
Bisa disebabkan oleh rhinitis (alergi) , anosmia bisa bersifat sementara ataupun permanen. Bisa
terjadi karena adanya gangguan pada neuronsensorik yang menuju ke otak.
Anosmia timbul karena dari trauma frontal ataupun oksipital , bisa karena infeksi virus , trauma ,
dan juga timbul pada orang tua.

2. Prosedur awal untuk pemeriksaan penciuman , kuantitatif , kualitatif , treshold , diskriminasi ,


identifikasi. Lalu di hitung skornya sesuai dengan TDI.
- Pemeriksaan fisik :
 Rhinoskopi anterior , akan ditemukan konkan hipertrofi hiperemis (rhinitis hipertrofi)
 Posterior , untuk menilai ada tidaknya sumbatan di hidung , apakah ada penebalan dari
mukosa dan tumor.
 Rhinitis alergi  hidungny tersumbat dan keluar cairan dari hidung dan encer jernih dan
banyak , hidung dan mata gatal. Jika di periksa konka nya kebiruan (livide).
 Rhinitis atropi  ada gangguan penciuman dan cairan yang keluar bewarna hijau
 Common cold  bersin , malaise , hidung dan mata gatal.
- Pemeriksaan penunjang :
 test sniffing stick

3. Tatalaksana :
- Tergantung bedasarkan penyebab
1. Pembedahan untuk anosmia karena struktur , tumor
2. Pemberhentian Obat-obatan yang disebabkan efek samping obat
3. Pemberian dekongestan , yang disebabkan oleh anosmia yang hidung tersumbat
4. Pemberian antibiotik untuk anosmia yang disebabkan infeksi bakteri termasuk sinusitis.

STEP 4 :

1. Anosmia hilangnya fungsi penciuman dan penghidu , disebabkan oleh kerusakan di sel saraf dan
olfactorynya sehingga pasien tidak bisa mencium bau bau. Gangguan bisa terjadi karena ada
trauma pada sel-sel saraf.
Penyebab lain dari anosmia :
- Penyakit neurologis ( degeneratif)  alzheimer ( degeneratif) , parkinson , epilepsi
- Tumor  tumor osteoma , meningioma , polip , adenoma pituitry
- Tumor ( ganas)  carsinoma nasopharyng
- Infeksi bagian pernafasan atas  common cold ( virus) , peradangan ( pilek , rhinits )
- Mencium bahan bahan kimia ( beracun )  merorok
- Perubahan bentuk  congenital deformities
- Alergi
- Penyakit endokrin  diabetes melitus , gagal ginjal
- Anosmia timbul karena dari trauma frontal ataupun oksipital.

patofisiologi

 Trauma :
Menyebabkan kerusakan hidung dan sinus  kerusakan pada akson olfactorius yang ada
di lempeng cibiform , kerusakan bulbus ollfactorius , pada area di kortsx serebral. Bisa
menyebabkan anosmia permanen ataupun tidak. Tergantung kepada luas cedera.
 Polip: itoleransi  kerusakan nervus  kerusakan vasomotor  peningkatan
permeabilitas  edem. Faktor kontribus IgE.
 Tumor :
- Carcinoma nasophryng , tumor yng berasal dari celah sempit di hidung , disebabkan oleh
faktor infeksi virus esptein bar , pola hidup dengan kadar garam yang tinggi , konsumsi
makanan yang di awetkan, herediter , dikaitkan oleh gen metabolisme.
 Rhinits alergi :
Gangguan penghidu konduktif dan sensoris , dimana berkurangnya
Proses inflamasi juga dapat menyebabkan gangguan pada odoran
 Infeksi
- Covid-19 : dimana awalnya dia akan melakukan bendside , lisis sel dan virus mengalami
virulensi. Dan menyebabkan anosmia.
- Inflamasi rhinosinusitis : terjadi karean adanya invasi benda asing di saluran nafas ,
prosesnya akan terjadi kerusakan di epitel mukosa , jika rusak sistem penghidunya akan
berkurang dan terjadi anosmia. Dan oleh peradangan tadi akan terjadi pengurangan sel
mukosa.
 Congenital  berhubungan dengan autoimun dan degeneratif
- Degeneratif : berkaitan dengan sensitifitas , intensitas , dan identifikasi dan diskriminasi dari
sistem penghidu yang dimana dari umur yang bertambah akan semakin bekurang.

2. Pemeriksaan fisik :
- Rhinoscopy anterior :
 Polip  menemukan adanya massa yang bewarna pucat dan bisa dari meatus medius
 Rhinitis alergi  konka hipertrofi livide ( pucat kebiruan )
 Rhinitis hipertrofi  konkanya hiperemis dan hipertrofi
Pemeriksaan penunjang :
- Endoskopi  ditemukan sekret nasi , adanya edem atau obstruksi mukosa
- CT Scan
- Test sniffing stcik  dilakukan pemeriksaan untuk mengetahui kemosensoris pada penghidu.
dilakukan dengan menutup mata untuk menghindari visual dari odoranya
1. Ambang penghidu : entbutanol
2. Diskriminasi : 3 pena yang berbeda skornya 0-16
3. Identifikasi penghidu : 16 odoran berbeda skor 0-16
- elektrofatogra
- biopsi olfaktorius  mengambil jaringan
- transluminasi , laboratorium , radiologis terdiri dari foto polos ( jika tergolong kedalam
rhinositis akut) , nasoendeskopi
- Rhinitis alergi : pemeriksaan IgE , pemeriksaan alergi
- Polip : pemeriksaan foto polos
- Histopatologi

3. tatalaksana
- Diberikan histamin gen 2 : cetirizine 10 mg 1x1, loratidine 10 mg 1x1 ( alergi )
- Decongestan : nasal , phenylephiren 0,5% 4x2 tetes/hari
Sistemik : pseudoepehrine 60 mg , 2x1
- Kortikosteroid : oral , sebagai lini pertama dosis 200 mg 2x per hari
dilanjut operasi ( polip)
- Antibiotik golongan penicilin
MIND MAP :
gangguan
penciuman
penegakan
klasifikasi patofisiologi tatalaksana
diagnosis

trauma

infeksi

tumor

kongenital

STEP 5 : sasaran belajar

1. Macam-macam gangguan hidung ( infeksi , trauma , tumor , kongenital , sinus , rhintis ,


meningioma , polip , C. Nasopharyng , hipertofi adenoid )
2. Patofisiologi dari macam gangguan hidung
3. Penegakan diagnosis
4. Tatalaksana

Anda mungkin juga menyukai