Sultan Shalahuddin sendiri dibawa dan dipindahkan ke pembaringannya dengan darah yang
terus mengalir dari pipinya. Pada hari itu perang berhenti, elit kalangan tentara terjadi ketakutan
terhadap kawan sendiri dan keadaan mereka menjadi kaeau balau karena muneul ketidakpercayaan
bahwa Sultan masih hidup sehingga menuntut agar dapat melihat Sultan. Ketika para pengawal setia
Sultan mau menghadirkan Sultan di tengah-tengah mereka, maka tentara menjadi tenang kembali
Kaum Salib (Eropa) Di saat masyarakat Muslim di seluruh pelosok negeri menderita
kerusakan dan kelemahan dalam berbagai bidang kehidupan, sedangkan penguasa-penguasa Muslim
terlibat pertikaian dan perpeeahan, datanglah pasukan Salib. Mereka berhasil menghancurkan
kekuasaan Bani Saljuq eli Asia Keeil dan menguasai ibu kota Nicea. Mereka melanjutkan
serangannya sehingga sampai eli wilayahSyam dan menganeam kedudukan dua penguasa bersaudara
di sana yaitu Ridwan di Halab dan Daqqaq di Damaskus. Aneaman tentara Salib begitu serius
sehingga dua bersaudara tersebut terpaksa tunduk dan membayar Jizyah (upeti) kepada mereka.
Kedua penguasa tersebut harus rela atas penghinaan itu dengan alas an menyelamatkan rakyat dan
menjaga kehormatan negeri Islam
Serangan-serangan pasukan Salib semakin agresif sehingga berhasil menguasai wilayah yang sangat
luas, pada tahun 491 Hijriah/1097 Masehi mereka menguasai Anthakiyah dan terus melakukan
serbuan sehingga berhasil merebut Baitul Maqdis (palestina) pada tahun 492 Hijriah/1098' Masehi. Di
setiap kota dan desa yang dilalui, pasukan Salib melakukan pembantaian terhadap penduduk dengan
eara yang sangat keji. Kuda-kuda yang mereka tunggangi berlumuran darah korban-korban
pembantaian yang terdiri dari laki-laki, perempuan dan anak-anak. Semua peristiwa ini terjadi di saat
mayoritas masyarakat Muslim terlena dengan pertikaian dan perselisihan antara mereka sendiri. Para
Sultan dan penguasa tidak melakukan tindakan apapun untuk menghentikan invasi pasukan Salib
yang terus merebak, seluruh lapisan masyarakat malah sibuk dengan urusan - urusan pribadi dan
masalah-masalah sepele, mereka justru terus bersaing dan bertikai dalam hal-hal itu.
Tuntutan perubahan atas kondisi masyarakat saat ituterasasemakin mendesak, demikian juga
dengan bahaya kekuatan luar yang terus mengancam. Saat itu, masyarakat Muslim
dihadapkan pada dua pilihan mutlak: melakukan perubahan radikal dari dalam ata.i menyerah
kepada ancaman yang akan membawa kehancuran dan kebinasaannya. Proses perubahan
yang kemudian terjadi melalui dua fase. Pada fase pertama, perubahan sangat bernuansa
politik yang diusung oleh penguasa Bani Saljuq dengan corong kelompok mazhab Syafi'i-
Asy'ari, namun perubahan ini tidak mampu mencapai target yang diinginkan. Pada fase
kedua, perubahan dimulai dari aspek nilai dan aqidah (keyakinan) serta segala darnpaknya
yang ada pada masyarakat, tanpa menyibukkan diri dengan dampak-dampak luarnya. Model
perubahan fase kedua ini terus berlanjut sehlngga pada akhirnya berhasil melahirkan
komunitas Muslim yang ideal dan sehat dalam batas-batas tertentu, mereka berhasil mengusir
pasukan Salib, menghantam kekuatan aliran Kebatinan dan membebaskan tanah-tanah suci
Diri manusia adalah fundamen pola-pola kebangkitan dan kehancuran masyarakat. Masalah terbesar
yang menghambat munculnya kepemimpinan yang bersatu dan kokoh adalah adanya beragam
kepemimpinan lemah yang terbelenggu dengan nilai-nilai fanatisme, kepentingan inelividu, status
sosial, dan nafsu untuk menguasai dan mengatur sarana-sarana publik. Di sisi lain, masalah tcrbesar
yang. menghambat munculnya pernikiran-pemikiran yang loyal kepada kesatuan umat Islam yang
utuh adalah adanya berbagai kelompok yang terbelenggu dengan pemikiran-pemikiran yang loyal
dengan fanatisme etnik, daerah dan mazhab. Selain itu masalah terbesar yang menghambat
terciptanya mentalitas pengorbanan yang kokoh adalah adanya individu-individu dan ke1ompok-
kelompokyang terbelenggu dengan mental yang serakah untuk menguasai lapangan kerja dan
kenikmatan dunia. Intinya, setiap proses Islab yang bersifat umum tidak mungkin berjalan dengan
baik karena terhambat oleh mentalitas dan gagasan yang bertentangan dengannya atau nilai yang
berlawanan yang membelenggu pemikiran setiap inelividu dan kelompok, serta mengarahkan prilaku
dan membentuk pola hubungan eli antara mereka
Dapat dikatakan bahwa saat Bani Saljuq berhasil memegang kendali posisi-posisi penting pada
pemerintahan eli Baghdad adalah permulaan dari proses islah dan pembaruan yang dilakukan oleh
para penganut mazhab Asy'ari-Syafi'i. Dari sekian banyak informasi mengenai tokoh-tokoh mazhab
Syafi'i yang bekerja pada pemerintahan Saljuq, dapat elipahami bahwa sejak orang-orang Saljuq
masuk ke Baghdad untuk menyelamatkan Khalifah Abbasiyah dati pemberontakan Basasiri dan
konspirasi kerajaan Fathimiyah, tokoh-tokoh mazhab Syafi'i itu mulai melakukan perubahan yang
menuntut mereka untuk memperluas tujuan-tujuannya melebihi sekadar batas afiliasi kepada mazhab
karena melihat ancaman Fathimiyah yang begitu besar melalui dua corongnya yaitu pemikiran
dan militer. Untuk menghadapi ancaman tersebut, mereka melakukan dua pendekatan;
Pertama: menggunakan senjata pemikiran dan penyebaran aqidah yang lurus. Kedua:
mendirikan berbagai institusi sebagai implementasi aqidah ini dalam kehidupan nyata
Untuk merealisasikan pendekatan pertama, mereka beruasaha keras dan melahirkan
karya-karya besar monumental saat berhasil mendirikan universitas-universitas dan
madrasah-madrasah di seluruh pelosok negeri baik eli kota maupun desa yang dikenal dengan
nama Madaris Nizhamfyyah yang diadopsi dari nama Menteri Nizham al-Mulk, Selam 30
tahun menjabat sebagai menteri, Nizham aI Mulk mencurahkan seluruh kemampuan dan
komitmen kepada prinsip-prinsip yang diyakininya.Nizham aIMulk memiliki pemikiran yang
lurus, pandangan yang jauh dan kemampuan manajemen yang handal. Di sisi lain, dia tidak
fanatik terhadap mazhab tertentu melainkan bersikap terbuka terhadap semua aliran dan
mazhab yang ada, menghormati mereka dan berusaha semampunya mengakomodasi dan
mengoptimalkan seluruh kemampuan mereka. Majelisnya selalu dipenuhi oleh para ulama
dan fuqaha. Ketika ada orang yang mempertanyakaan kebiasaan ini dan menyatakan:
"Sesungguhnya mereka telah menyibukkanmu dari sekain banyak kepentingan". Nizham al
Mulk menjawab singkat: "Mereka itulah perhiasan dunia dan akhirat, sekiranya aku
mendudukkan mereka di atas kepalaku, maka akutidak menganggapnya berlebihan
Riwayat hidupnya menunjukkan bahawa dia adalah seorang yang taat beragama dan
ikhlas. Di antara kebiasaannya, dia tidak duduk dalam suatu pertemuan kecuali dalam
keadaan berwudu, dan setiap selesai berwudu selaIu melakukan shalat sunnah. Dia selalu
membaca aI-Qur'an dengan tidak bersandar sebagai ungkapan rasa hormat, selalu membawa
mushaf AlQur'an ke mana-mana, seriap kali mendengar azan dikumandangkan maka dia
menghentikan seluruh aktivitasnya dan segera bergegas ke masjid. Dia juga senantiasa
melakukan puasa sunnah hari senin dan kamis, membuka pintu rumabnya lebar-lebar bagi
setiap orang yang dizalimi dan menyambut siapa saja yang mengetuk pintunya walaupun
ketika sedang makan
Usaha Nizham al-Mulk didukung oleh puluhan tokoh mazhab Asya'ri yang turut
memegang peranan dalam pemerintahan, ketentaraan, mahkamah dan institusi hisbah. Ada
pula yang memegang jabatan-jabatan penting di madrasah-madrasah Nizhamiyah seperti
Imam al Juwaini, Abu Ishak asy Syairazi, Abu al-Qasim al-Qusyairi, Abu Ali al-Farandi,
Imam al-Ghazzali dan al-Kiya al-Hirasy
Pada awalnya sasaran dakwah pernerintahan Saljuq disesuaikan dengan ancaman
kerajaan Fathimiyah di Baghdad, sehingga ketika bahaya ini sirna maka sasaran mereka pun
berubah dari yang tadinya bersifat aqidah menjadi sasaran duniawi belaka. Keadaan ini
tampak jelas pada masa pemerintahan Maliksyah, di mana diasering menentang proyek-
proyek Islah dan pembaruan Nizham al-Mulk demi mengokohkan hegemoni pribadi dan
keluarganya. Perubahan sasaran ini sangat berpengaruh terhadap pola pemerintahan dan sikap
orang lain terhadapnya. Kekuasaan menjadi orientasi setiap orang sehingga mendorong
terjadinya persaingan dan pertikaian antara mereka, dan kerajaan pun terbagi-bagi menjadi
bagian-bagian kecil. Masing-masing mendahulukan kepentingan pribadi dad pada
kepentingan umum. (sebagaimana telah diterangkan dalam Bab Kedua)
Dengan perubahan ini, usaha Nizham al-Mulk dan segenap pendukungnya
berbenturan dengan sikap Maliksyah yang selalu menentang proyek-proyek reformasi politik
dan pemerintahan yang telah dirancang olehnya. Untuk itu, tidak heran ketika mereka mulai
merealisasikan pendekatan kedua yaitu menempatkan sumber daya yang sudah matang dan
layak untuk mengemban tanggungjawab pada berbagai posisi penting dan jabatan tinggi di
pemerintahan, Maliksyah segera mengirim surat kepada Nizham al-Mulk yangisinya
mengecam dan menuduh Nizham al-Mulk telah membagi-bagikan jabatan kepada segenap
anak dan cucunya. Di dalam surat tersebut, Maliksyah mengatakan: "Kalau kedudukan Anda
sebagai mitra penuh saya dalam kekuasaan dan memiliki wewenang di kerajaan ini sarna
dengan wewenang saya maka tindakan Anda bisa dibenarkan. Tetapi jika kedudukan Anda
sebagai wakil saya dan mengikuti aturan saya, maka Anda harus komitmen dengan
ketentuan-ketentuan sebagai pengikut
Nizham al-Mulk menjawab dengan mengatakan kepada utusan Maliksyah "Katakan
kepada Sultan "Kalau memang Anda tahu bahwa saya adalah mitra anda dalam kekuasaan,
maka ketahuilah bahwa Anda tidak memperoleh kekuasaan ini kecuali dengan rancangan dan
pendapat saya. Tidakkah dia ingat ketika ayahnya dibunuh, akulah yang mengatur agar
kekuasaan jatuh ke tangannya dan aku juga yang menumpas para pemberontak baik dari
ka1angan keluarganya maupun orang lain apakah ke'tika aku berhasil mengalihkan kekuasaan
kepadanya, menyatukan rakyat di bawah kekuasaannya, menaklukan wilayah-wilayah yang
jauh maupun dekat sehingga dia ditaati oleh orang-orang yang sudah kenal maupun orang
asing, lantas dengan begitu mudah menuduhku me1akukan kesalahan dan mempercayai
fitnah-fitnah yang elituduhkan kepadaku"
Biografi Al-Ghazzali
Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al-Ghazzali lahir~pada tahun 450 Hijriah.
Setela~ menyelesaikan pendidikan dasar di~ota Thus, AlGhazzali pergi ke Naisabur untuk
berguru kepada Imam at Haramain alJuwaini. Di tempat yang baru inilah kecerdasan dan
kecemerlangan AlGhazzali berkembang dengan pesat sehingga al-Juwaini mengangkatnya
sebagai asisten, Selama menjalani tugas barunya, al-Ghazzali berhasil menulis karyanya yang
berjudul al-Manhul Ketika buku ini diperlihatkan, al Juwaini mengomentarinya: "Engkau
telah menguburku hidup-hidupll Apakah engkau tidak sabar menunggu sampai aku
meninggal. Keputusan Al-Ghazzali untuk berguru kepada Imam al Haramain al Juwaini tidak
bisa dipisahkan dari watak Al-Ghazzali sendiri dan trend pemikiran yang berkembang saat
itu, Imam al-Juwaini adalah seorang tokoh mazhab Asy'ari-Syafi'i, sementara tokoh-tokoh
mazhab Asy'ari saat itu menguasai tampuk trend pemikiran sehingga mereka memiliki daya
Tarik tersendiri bagi al-Ghazzali yang masih muda dan akalnya yang selalu haus dengan
pengetahuan dan afiliasi
Al-Ghazzali sangat menonjol di kalangan Asy'ari sehingga Menteri Nizham al-Mulk
memanggil dan mengangkatnya sebagai guru di Madrasah Nizhamiyyah pada tahun 484
Hijriah, serta menganugerahkan sebuah gelar kepadanya yaitu Zainuddi Syarafal Aimmah.
Banyak sekali pelajar yang berasal dati berbagai penjuru datang untuk menimba ilmu darinya
dan banyak ulama dati berbagai mazhab dan aliran yang mau berguru dengannya, mereka
sangat kagum dengan pendapatnya sehingga menukil ucapan-ucapan al-Ghazzali dalam
buku-buku karangan mereka
Disamping itu, pendapat al-Ghazzali tentang pemerintahan dan wewenang Sultan
sangat dihormati. Ketika Sultan Maliksyah meninggal, al-Ghazzali dimintai pandangan
tentang rencana pelantikan al Malik Mahmud bill Sultan Maliksyah. Al-Ghazzali menolaknya
dan dia adalah satu-satunya orang yang tidak setuju dengan pelantikan al Malilk Mahmud
dengan alas an karena masih terlalu kecil, padahal semua ulama lain membolehkannya.
Namun akhirnya, keputusan diambil sesuai dengan fatwa Al-Ghazzali dan Barkiyaruq
diangkat sebagai penggantinya. Bagaimanapun, kedudukan yang sangat tinggi itu tidak
menghalangi al-Ghazzali untuk mengkritisi fenomena formalitas yang menimpa sebagian
besar ulama dan politik yang bergabung dalam gerakan Islah yang dikomandoi oleh Nizham
al-Mulk. Al-Ghazzali mengamati segenap tujuan dan perilaku mereka, dan dia mendapati
bahwa Aqidah hanya sekadar simbol kosong yang digunakan untuk mendapatkan kedudukan
terhormat, sementara afiliasi kepada mazhab tidak lebih dati alat untuk memperoleh jabatan
dan keuntungan Hal ini membuat Al-Ghazzali mernandang rendah kedudukan terhormat yang
disandangnya, lalu dia memutuskan untuk keluar dati struktur mazhab dan melepaskan
jabatannya di institusi-institusi pendidikan milik pemerintah
Metode Al-Ghazzali Dalam Melakukan Islah
Metode Islah dan pembaruan yang dilakukan oleh AI-Ghazzali berdasarkan kepada
riga kaedah utama:
Kaedah Pertama: Sesungguhnya tujuan dasar keberadaan umat Muslim (al ummah al
Muslimah) adalah untuk membawa risalah Islam kepada seluruh alam semesta. Jika urnat ini
berpangku tangan dan tidak menyampaikan risalah Islam, maka dunia akan dipenuhi oleh
berbagai macam kekacauan dan kerusakan yang besar. Umat Islam dan masyarakat lainnya
akan menjadi korban dari keengganan kaum Muslim untuk menyebarkan risalahnya.
Kaedah Kedua: Kaedah ini memiliki hubungan yang sangat erat dengan kaedah
pertama. Selama umat Islam dituntut untuk menyebarkan misi reformasi ke seluruh pelosok
bumi, namun pada kenyataanya mereka malah berpangku tangan dan tidak menyampaikan
misi tersebut, maka yang harus dilakukan adalah mencari penyebab sikap berpangku tangan
tersebut dari internal umat Islam sendiri.
Kaedah Ketiga: Sebagai pelengkap kaedah kedua. Selama ada kebutuhan yang sangat
mendesak untuk menemukan penyebab sikap berpangku tangan yang dilakukan oleh kaum
Muslim, maka tujuan terakhir dari pencarian ini adalah melakukan diagnosa dan memberi
jalan keluar, bukan sekadar menunjukkan reaksi emosionalyang bersifat negatif dengan sibuk
mencari kambing hitam dan saling menuduh. 'Berdasarkan persepsi inilah, 'usaha Al-
Ghazzali untuk melakukan Islah dan pembaruan memiliki sifat-sifat istemewa seperti berikut,
Sifat Pertama: Tulisan-tulisan Al-Ghazzali sarna sekali tidak memuat ajakan kepada
kaum Muslimin untuk "berjihad" melawan kaum Salib dan agresor asing lainnya, seperti
bangsa Mongol. Selain itu juga tidak mencantumkan kecaman atas keganasan dan tindakan-
tindakan biadab yang mereka lakukan di segenap pelosok dunia Islam.
SifatKedua: Al-Ghazzali lebih cenderung melakukan kritik atas diri sendiri (an naqd
adz dzatt). Oleh sebab itu, dia tidak mencari-cari alasan apapun untuk menjustifikasi
kelemahan umat Islam serta melemparkan tanggungjawab atas segala keterpurukannya
kepada kekuatan-kekuatan asing yang menyerang yang sebenarnya termotivasi oleh faktor-
faktor kelemahan dan kondisi umat Islam yang layak kalah
Usaha yang dilakukan Al-Ghazzali adalah mengatasi masalah kondisi umat yang
layak menerima kekalahan (qabil!Jyat al hazimah) daripada menangisi segala bentuk
kekalahan (mazhahir al hazimah) yang diderita olehnya, persis seperti gagasan Malik bin
Nabi di abad ini yang manyeru agar mengkaji tentang kondisi umat yang layak dijajah (al
qabilqyyat Ii alisti~ar; daripada hanya terus mengecam penjajahan. Menurut Al-Ghazzali
masalah yang paling besar adalah rusaknya muatan pemikiran dan diri kaum Muslim yang
berkenaan dengan aqidah dan sosial, sedangkan di luar itu hanya merupakan gejala-gejala
lahiriah yang akan hilang dengan sendirinya apabila akar penyakit utamanya berhasil
disembuhkan.
Sifat Ketiga: Titik tolak perubahan yang dilakukan Al-Ghazzali bersifat islami dan
orisinil. Al-Ghazzali tidak bertolak dari reformasi politik dan militer atau semisalnya,
melainkan menjadikan retormasi pemikiran dan diri manusia sebagai titik tolak usaha Islah
dan pembaruannya. lni merupakan prinsip qur'ani yang sangat jelas
Sifat Keempat: Ketika mencari solusi bagi permasalahan-permasalahan kaum Muslim,
Al-Ghazzali tidak melihat mereka sebagai bangsa yang terpisah yang sedang berkonfrontasi
melawan bangsa-bangsa lain, melainkan melihat permasalahan-permasalahan tesebut sebagai
dampak dari keengganan dan kelemahan kaum Muslim untuk mengemban kewajibannya
yaitu menjalankan al amr bil ma'ruf wan nahy 'an al munkar. Oleh sebab itu, AI-Ghazzali
lebih memfokuskan usahanya untuk membersihkan masyarakat Muslim dati berbagai
penyakit yang menggerogotinya dati dalam dati pentingnya mempersiapkan kaum Muslim
agar mampu mengemban risalah Islam kembali sehingga dakwah Islam merambah seluruh
pelosok bumi dan pilar-pilar iman dan kedamaian dapat tegak dengan kokoh. Merupakan
suatu kezaliman yang besar terhadap Al-Ghazzali, apabila ada yang berpendapat bahwa dia
memilih jalan sufi yang pasif dan menghindar dari pergolakan peristiwa yang terjadi pada
masanya. Pendapat seperti ini bisa muncul karena didorong oleh cara berpikir parsial dan cara
pandang yang bersifat dangkal yang tidak menguasai seluruh partikel peristiwa dan
menelurusi seluruh sebab dan akibatnya. Pendapat itu muncul karena tidak mengerti jalan
yang ditempuh dan dijadikan landasan oleh AlGhazzali. I-Ial ini bisa dibuktikan dengan
sebab-sebab seperti berikut,
1. Al-Ghazzali tidak terus menerus menarik diri dan menghindar, tetapi kembali
terjun ke kancah sosial setelah merubah paradigma yang ada pada dirinya dan menyusun
kembali seluruh pemikiran dan persepsinya.
2. Sejumlah sumber sejarah menyebutkan tekad Al-Ghazzali untuk menemui Yusuf
bin Tasyfin, Sultan kerajaan al Murabithin di Maroko, ketika mendengar tentang keadilannya.
Al-Ghazzali ingin mengajaknya untuk membangkitkan dunia Islam kembali. Sayangnya Al-
Ghazzali mendengar berita kematiannya ketika dia sudah sampai di Iskandariyah sehingga
tidak meneruskan perjalanannya dan kembali ke tempat asalnya"
3. Pengaruh Al-Ghazzali terhadap Muhammad bin Tumart, pendiri kerajaan al-
Muwahhidin di Maroko. Dia pernah ke Baghdad dan belajar kepada Al-Ghazzali dan lainnya,
dia sangat terpengaruh dengan pandangan - pandangan Al-Ghazzali sehingga setelah
menyelesaikan belajarnya, dia berusaha menerapkan pandangan-pandangan gurunya itu di
Maroko. Mengenai hal ini, Ibn Khaldun mencatat:
"Dikatakan bahwa Muhammad bin Tumart menemui Abu Hamid alGhazzali dan
mengungkapkan semua yang selama ini dipikirkannya. Al-Ghazzali memberi saran
kepadanya agar dia sendiri yang me1akukannya, mengingat kondisi Islam di seluruh pelosok
bumi yang mengalami keterpurukan dan kehancuran pilar-pilar kesultanan sebagai
penyangga persatuan ummat dan penegak nilai-nilai Islam. Saran itu disampaikan oleh Al-
Ghazzali setelah menanyakan kepadanya tentang siapa saja yang bias mendukungnya baik
kerabat maupun kabilah sekaligus dapat memperkuat dan mempertahankannya. Dan
dengannya ia dapat menyempurnakan perintah Allah untuk mencapai cita-cita dan
tersebarnya dakwah Islam" Al-Ghazzali memiliki tingkat kecerdasan yang luar biasa,
berpandangan jauh, menguasai problematika zamannya, mulai dari pokok-pokok dasar
aqidah, sejarah dan sosial, Ia berhasil membangun konsep perubahan sendiri yang diawali
dengan berusaha sekuat tenaga untukmengobati penyakitpenyakit utama masyarakat Islam
yang menggerogotinya dari dalam seperti yang telah kami terangkan sebelumnya
Pertama: Al-Ghazzali sangat memahami pengaruh warisan intelektual dan budaya
yang diterima oleh generasinya dad generasi-generasi sebelumnya dan menjacli lahan subur
bagi akar semua penyimpangan yang terjadi, sekaligus sumber perubahan dan Islah yang
diharapkan. Bertolak dari sinilah, Al-Ghazzali mulai memilah-milah mana nilai-nilai Islam
yang murni namun kemudian terkontaminasi dan mana nilai-nilai yang berasal dari luar
Islam. Selanjutnya Al-Ghazzali meneermati tumpukkan warisan keyakinan (aqidah) dan
sosial yang sekian banyak partikelnya tersebar di dalam tradisi pelbagai mazhab fiqih,
kelompok tasawuf, mazhab ftlsafat dan aliran kebatinan. Dia berusaha keras menjauhkan
nilai-nilai asing yang berbahaya dan membiarkan nilai-nilai yang murni dan bermanfaat, lalu
membersihkannya dari distorsi dan penyimpangan yang menodai orisinalitasnya selama
perjalanan panjang sejarah pemikiran Islam. Selama proses usaha yang dilakukannya, Al-
Ghazzali tidak pernah merasa ragu untuk menebas nilai-nilai asing ,yang merasuki pemikiran
Islam dan berusaha sekuat tenaga untuk meneabut akarnya dan membersihkan pemikiran
Islam darinya sekalipun telah diterima sebagai warisan intelektual tingkat tinggi yang
dihormati di seluruh forum para eendekiawan dan institusi-institusi ilmiah. Itulah yang
dilakukan Al-Ghazzali terhadap pemikiran-pemikiran aliran Kebatinan dan filsafat yang
menyusup ke dalam duma pemikiran melalui ilmu-ilmu alam, matematika dan penerjemahan
ilmu-ilinu asing ke dalam bahasa Arab. Ia juga tidak ragu mempopulerkan apa yang diyakini
sebagai nilai murni yang bersumber dari Islam dan benar, walaupun keberadaannya
dipandang sebelah mata oleh orang banyak. Itulah yang dilakukan Al-Ghazzali terhadap
tasawuf yang sudah sekian lama mengarah kepada formalitas dan hanya menjadi tradisi
marjinal yang dipraktikkan oleh orang-orang darwisy yang awam