Setiap kajian yang membahas tentang sejarah Islam atau sejarah perjalanan hidup
Rasulullah Muhammad shallallâhu ‘alayhi wa sallam biasanya dimulai dengan
pembicaraan mengenai masa jahiliyah atau masa pra-Islam. Hal ini adalah wajar dan
logis. Mengapa demikian? Pertama, memang harus dipelajari lingkungan tempat Islam
itu tumbuh. Islam di sini adalah Islam dalam arti khusus, yaitu agama yang Allah
turunkan kepada nabi terakhir (Nabi Muhammad) untuk seluruh umat manusia hingga
akhir zaman; bukan Islam dalam arti umum, yaitu agama yang Allah turunkan kepada
semua nabi dan rasul terdahulu yang berlaku secara terbatas untuk waktu dan tempat
tertentu. Kedua, harus dipelajari juga apa reaksi lingkungan tersebut terhadap
kemunculan Islam. Ketiga, harus dipahami pula apa perubahan besar yang dilakukan
Islam dalam lingkungan tersebut.
Umar bin Khatthab radhiyallâhu ‘anhu pernah berkata,
َاهلِيَّة
ِ ف اجْل
ِ
َ ف اِْإل ْسالَ َم َم ْن مَلْ َي ْع ِر
ُ الَ َي ْع ِر
Seseorang tidak bisa mengenal Islam apabila ia tidak mengenal jahiliyah.
Perkataan Umar ini benar, teliti, dan bijaksana serta berangkat dari pengalaman
dan pemikiran yang dalam. Umar berbicara mengenai pengalamannya pribadi untuk
menggambarkan betapa besarnya perubahan yang terjadi dalam dirinya dan dalam diri
orang-orang di sekitarnya ketika mereka berpindah dari jahiliyah ke Islam. Perkataan ini
berlaku untuk sejarah mana pun dan untuk manusia mana pun. Hakikat Islam tidak akan
jelas baginya sebelum jelas pula hakikat jahiliyah baginya.
Hakikat Jahiliyah
Orang Arab menggunakan kata jahl dan pecahan-pecahannya untuk dua
pengertian. Pertama, jahl (bodoh) adalah lawan dari kata ‘ilm (mengetahui). Ini
menyangkut keadaan akal. Kedua, jahl adalah lawan dari kata hilm (sopan santun). Yang
ini menyangkut kejiwaan dan perilaku. Akan tetapi, mereka belum pernah menggunakan
kata jahiliyah dalam syair dan percakapan mereka. Kata ini baru dipergunakan pertama
kali dalam Al-Qur’an untuk menggambarkan keadaan orang Arab sebelum Islam.
Menurut istilah Al-Qur’an, jahiliyah mempunyai dua makna. Pertama, tidak
mengenal hakikat Tuhan. Makna ini terdapat dalam QS Ali Imran: 154 dan Al-Fath: 26.
Kedua, tidak mengikuti aturan yang diturunkan Allah. Makna ini terdapat dalam QS Al-
Maidah: 50 dan Al-Ahzab: 33.
Jahiliyah bisa saja terulang kapan dan di mana pun apabila ada unsur dan sarana
pendukungnya. Menurut Ibnu Taimiyah, jahiliyah yang terjadi setelah diutusnya
Rasulullah disebut jahiliyah mutlak. Jahiliyah seperti ini mungkin terdapat di satu kota
dan tidak di kota lain, sebagaimana terjadi di negeri-negeri orang kafir. Mungkin ada
pada seseorang dan tidak pada yang lain, seperti seseorang sebelum ia masuk Islam. Ia ini
berada dalam keadaan jahiliyah walaupun berada di negeri Islam. Ada lagi yang disebut
jahiliyah muqayyad, yaitu jahiliyah yang terikat. Jahiliyah seperti ini mungkin terdapat di
sebagian negeri Islam dan pada kebanyakan kaum Muslim. (Disadur dari Perlukah
Menulis Ulang Sejarah Islam karya Muhammad Quthb, hlm. 51-59)