Anda di halaman 1dari 10

UTS Mata Kuliah Islam & Modernisasi

R.Bagaskara W.P.D
22030400020

1. Implikasi tauhid rububiyah, mulkiyah, dan uluhiyah dalam


kehidupan.
Implikasi tauhid Rububiyah
Dalam kehidupan ini, manusia akan selalu merasakan berbagai manfaat dan kenikmatan yang
tak terhitung dan tidak akan mampu disebutkan satu per satu. Karena hal ini menunjukkan
bahwa luasanya rahmat Allah, benar-benar adanya Dia serta kebaikanNya
terhadap makhlukNya. Semua itu akan mendorong kita untuk mengagungkan Yang Maha
menciptakan dan membuatnya, mensyukurinya, senantiasa menggerakkan bibir untuk
berdzikir padaNya dan mengikhlaskan agama ini hanya milik Allah. Maka, implikasi nilai
rububiyah dalam kehidupan sehari-hari adalah sebagai berikut:
 Menjadikan manusia untuk konsisten dalam mengakui keesaan Allah sebagai
Pencipta alam semesta serta mengetahui bukti-bukti tentang kebenaran seluruh
ciptaanNya.

 Mengingatkan manusia untuk selalu memikirkan ayat-ayat kauniyah.

 Mengingatkan manusia untuk selalu memikirkan banyak nikmat dan ciptaan Allah
SWT.

Implikasi tauhid Mulkiyah

Tauhid mulkiyyah, yaitu meyakini hanya Allah-lah penguasa yang wajib ditaati segala
aturannya. Orang-orang yang memuja dan mensakralkan pemimpin apalagi sampai mentaati
perintahnya yang bertentanga dengan aturan Allah berarti ia melakukan kesalahan/kesesatan
dan bertentangan dengan tauhid mulkiyyah.

 Ucapan “lahul mulku” (bagi-Nya semua kerajaan) adalah pengakuan tauhid


mulkiyah.

Implikasi tauhid Uluhiyah

Tauhid uluhiyyah, yaitu meyakini bahwa hanya Allah-lah Dzat Tuhan yang benar (haq) dan
wajib disembah dan melakukan penyembahan/pemujaan hanya kepada-Nya. Orang-orang
yang melakukan penyembahan selain kepada Allah atau menduakan Allah berarti
melakukan kesalahan/kesesatan karena melakukan hal yang bertentangan dengan tauhid
uluhiyyah.
 Ucapan “la ilaha illallah” (tiada tuhan selain Allah) adalah pengakuan tauhid
uluhiyah. Sedangkan ucapan “Allahu akbar” (Allah Maha Besar) adalah pengakuan
tauhid mulkiyah yang berfaedah Allah semakin pantas ditakuti dan diharapkan
balasannya.

Bentuk syirik dalam kehidupan modern.


Percaya Zodiak

 Ramalan mengenai zodiak biasanya muncul hampir tiap pekan hingga bulan.
Umumnya berisikan ramalan mengenai percintaan, karier dan keuangan seseorang
berdasakan tanggal lahirnya. Tak heran bila akhirnya orang tertarik untuk
membaca.

 Tak hanya zodiak, perilaku syirik lainnya adalah percaya dengan hal berbau
ramalan, horoskop, shio, dan undian. Dalam Islam sudah jelas hal ini dilarang dan
sebaiknya dihindari.

 “Barangsiapa yang mendatangi dukun atau tukang ramal, lalu ia


membenarkannya, makai a berarti telah kufur pada Al-Qur’an yang telah
diturunkan pada Muhammad.” (Ahmad).

 Pada salah satu hadis, Rasulullah menjelaskan bahwasanya mereka yang


mendatangi peramal dan percaya terhadap apa yang dikatakan peramal tersebut,
maka salatnya tidak diterima selama 40 hari.

Bersumpah atas nama selain Allah SWT

 Dalam Islam bersumpah harus menggunakan nama Allah, bukan selain-Nya.


Rasulullah pernah bersabda:

 “Sesungguhnya Allah melarang kalian bersumpah atas nama nenek moyang


kalian, barang siapa yang ingin bersumpah, maka bersumpahlah atas nama Allah
atau lebih baik diam.” (Al-Bukhari).

 Bersumpah atas nama selain Allah termasuk dalam perilaku syirik. Raslullah
bersabda:

 “Barang siapa yang bersumpah atas nama selain Allah, maka dia telah berbuat
kekufuran atau kesyirikan.”  (Abu Daud dan At-Tirmidzi).

Penayangan Film-film horror

 Fenomena kesyirikan di layar televisi yang menayangkan sejumlah acara film


horor yang berbau mistis. Berbagai film horor itu kebanyakan mengisahkan
tentang para hantu yang menakut-nakuti dan meneror manusia, bahkan hantu-
hantu itu sampai ingin membunuh. Ini merupakan pembodohan sekaligus menebar
kesesatan ke tengah-tengah masyarakat. Padahal setiap orang mati tidak mungkin
bangkit kembali, mereka disibukkan dengan urusan besar mereka di alam kubur.

2. Konsep kenabian menurut pandangan Islam

 Kebutuhan manusia terhadap Nabi dan Rasul


Ketika Allah SWT menurunkan Adam AS beserta istrinya ke bumi, maka kemudian memiliki
anak,setiap kali mengandung Hawa melahirkan satu pasang anak kembar: laki-laki dan
perempuan Syari’at yang diterapkan: perkawinan silang dan tidak boleh menikah dengan
kembarannya.

Seiring waktu Manusia kemudian berkembang dan menyebar ke berbagai tempat Mereka
bersuku-suku dan berkabilah-kabilah, Mereka hidup tanpa petunjuk, sehingga menyimpang
dari kebenaran Allah SWT mengutus RasulNya untuk mengembalikan mereka ke jalan
kebenaran yang disyariatkan.

Allah akan mengutus Rasul yang biasanya berasal dari kaum mereka sendiri, Allah SWT
telah menanamkan fitrah (Islam) kedalam setiap janin yang sudah ditiupkan ruh Saat itulah
Allah mengambil perjanjian kepada manusia dengan sebuah pertanyaan, “Apakah Aku ini
Rabb kalian?” Maka semuanya membenarkannya dan menjadi saksi (7:172) Karena itulah,
peradaban apapun yang berlaku pada manusia, purba ataupun modern, ada yang tidak dapat
dihilangkan dari diri manusia yaitu adanya Sang pencipta Alam semesta.

Fitrah yang ditanam oleh Allah tidak akan pernah hilang, yang terjadi adalah tertutupi dengan
kotoran-kotoran yang bersumberdari hawa nafsu manusia Oleh karena itu, manusia pasti
mengakui bahwa di balik alam semesta yang megah danserba teratur ini, ada Penciptanya,
hanya saja, karena tidak ada petunjuk yang benar, manusia berbeda-beda (salah) dalam
menyebut dan mensifatinya.

 Implikasi keimanan kepada Nabi dan Rasul

Dasar pijakan Ahlus Sunnah wal Jamaah dalam hal mengimani para nabi dan rasul, bahkan
dalam semua urusan agama adalah al-Qur’an dan as-Sunnah dengan pemahaman yang lurus,
yaitu pemahaman salaful ummah. Telah kita lalui keterangan asy- Syaikh Ibnu
Utsaimin rahimahullah tentang empat hal yang terkandung dalam iman kepada rasul, di
antaranya adalah membenarkan seluruh berita yang sahih, baik dari al- Qur’an atau hadits-
hadits sahih tentang para nabi dan rasul. Untuk menyempurnakan pembahasan, berikut ini
kita sebutkan beberapa pokok iman kepada rasul sebagai rincian dari berita al-Qur’an serta
sabda-sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang nabi dan rasul
Allah Subhanahu wata’ala. Di antara pokok-pokok yang wajib diyakini adalah:
Pertama: Meyakini bahwa kenabian dan kerasulan adalah ikhtiyar (pilihan) Allah
Subhanahu wata,ala

Kenabian dan kerasulan bukan kedudukan yang bisa diusahakan layaknya jabatan duniawi,
seperti raja, presiden, menteri, atau jabatan-jabatan lainnya. Dengan upaya perang,
penggulingan kekuasaan, warisan, tirakat, atau sebab lain yang ditempuh, seseorang bisa
menduduki kursi kekuasaan sebagaimana kita lihat dalam sejarah umat manusia. Akan tetapi,
kenabian dan kerasulan adalah murni pilihan Allah Subhanahu wata’ala, bukan derajat yang
bisa diupayakan atau diwarisi dari nenek moyang.

Kedua: Meyakini bahwa nabi dan rasul adalah manusia terbaik dan termulia

Ahlus Sunnah wal Jamaah meyakini bahwasanya para nabi dan rasul adalah manusia paling
mulia di sisi Allah Subhanahu wata’ala, karena Allah Subhanahu wata’ala lah yang memilih
mereka. Mereka menjadi orang termulia karena jasa mereka, yaitu mendakwahi kaumnya,
menyeru manusia kepada agama Allah Subhanahu wata’ala, dan mengajak manusia
mencapai kebahagiaan. Semua mereka tempuh dengan penuh pengorbanan dan kesabaran.
Mereka adalah manusia terbaik karena Allah Subhanahu wata’alamenjadikan mereka
memiliki sifat-sifat paling mulia yang dicapai oleh makhluk, seperti pujian Allah Subhanahu
wata’ala kepada Rasul-Nya Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam.

Ketiga: Meyakini bahwa para nabi dan rasul terbebas dari sifat dusta, menipu, dan
khianat.

Sifat-sifat buruk ini sangat bertolak belakang dengan tugas mereka sebagai penyampai risalah
Allah Subhanahu wata’ala  kepada manusia. Sifat ini sangat tidak pantas dimiliki oleh
seorang da’i atau manusia yang mulia, lebih-lebih manusia yang dipilih oleh
Allah Subhanahu wata’ala untuk mengemban risalah. Oleh karena itu, seluruh nabi dan rasul
adalah manusia yang terbebas dari kedustaan, khianat, penipuan, atau sifat menyembunyikan
kebaikan. Allah Subhanahu wata’ala  menjaga nabi dan rasul- Nya dari sifat-sifat buruk ini.
Bahkan, sebelum mereka diutus, Allah Subhanahu wata’ala telah menjaga mereka sehingga
manusia mengenali mereka sebagai sosok yang bersih dari cela dan cacat, lebih-lebih sifat-
sifat ini. Penutup para nabi dan rasul, Muhammad bin Abdillah Shallallahu ‘alaihi
wasallam sebelum diangkat sebagai rasul telah diakui sebagai seorang yang sangat jujur, kuat
memegang amanat, serta bersih dari cela dan cacat. Seluruh manusia memberikan persaksian
atas kejujuran beliau. Bahkan, tanpa keraguan mereka bersepakat menggelari beliau
sebagai al-Amin (jujur dan tepercaya). Sejenak kita tengok fragmen sejarah perjalanan hidup
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam.

3. Etika, moral dan akhlak sangat penting dalam ajaran Islam

 Pengertian tentang Etika, Moral dan Akhlak

 Etika

Dari segi etimologi, etika berasal dari bahasa Yunani, ethos yang berarti watak kesusilaaan
atau adat. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, etika diartikan ilmu pengetahuan tentang
asas asas akhlak (moral). Dari pengertian kebahasaan ini terlihat bahwa etika berhubungan
dengan upaya menentukan tingkah laku manusia.

Adapun arti etika dari segi istilah telah dikemukakan para ahli dengan ungkapan yang
berbeda-beda sesuai dengan sudut pandangnya. Ahmad Amin misalnya, mengartikan etika
adalah ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya
dilakukan oleh manusia, menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia di dalam
perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang seharusnya diperbuat.

Etika berhubungan dengan 4 hal sebagai berikut :


1. Dari segi obyek pembahasannya, etika berupaya membahas perbuatan yang dilakukan
oleh manusia.
2. Dari segi sumbernya, etika bersumber pada akal pikiran atau filsafat. Sebagai hasil
pemikiran maka etika tidak bersifat mutlak, absolut dan tidak pula universal.
3. Dari segi fungsinya, etika berfungsi sebagai penilai, penentu dan penetap terhadap
suatu perbuatan yang dilakukan oleh manusia, yaitu apakah perbuatan tersebut akan
dinilai baik, buruk, mulia, terhormat, hina dan sebagainya.
4. Dari segi sifatnya, etika bersifat relatif yakni dapat berubah-ubah sesuai dengan
tuntutan zaman.

Dengan ciri-cirinya yang demikian, maka etika lebih merupakan ilmu pengetahuan yang
berhubungan dengan upaya menentukan perbuatan yang dilakukan untuk dikatakan baik atau
buruk. Dengan kata lain etika adalah aturan atau pola tingkah laku yang dihasilkan oleh akal
manusia.

 Moral

Arti moral dari segi bahasa Latin, mores yaitu jamak dari kata mosyang berarti adat
kebiasaan. Selanjutnya moral dalam arti istilah adalah suatu istilah yang digunakan untuk
menentukan batas-batas dari sifat, perangai, kehendak pendapat atau perbuatan yang secara
layak dapat dikatakan benar, salah, baik atau buruk.

Selanjutnya pengertian moral dijumpai pula dalam The Advanced Leaner’s Dictionary of


Current English.Dalam buku ini dikemukakan beberapa pengertian moral sebagai berikut.

1. Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan benar dan salah,baik dan buruk;


2. Kemampuan untuk memahami perbedaan antara benar dan salah;
3. Ajaran atau gambaran tingkah laku yang baik.

Berdasarkan kutipan tersebut di atas,dapat dipahami bahwa moral adalah dapat dipahami
bahwa moral adalah istilah yang digunakan untuk memberikan batasan terhadap aktivitas
manusia dengan nilai (ketentuan) baik atau buruk, benar atau salah. Jika dalam kehidupan
sehari-hari dikatakan bahwa orang tersebut tingkah lakunya baik.

 Akhlak

Akhlak berasal dari bahasa arab, khuluq, yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku
atau tabiat. Akhlak ialah hal ihwal yang melekat pada jiwa (sanubari). Dari situ timbul
perbuatan-perbuatan secara mudah tanpa dipikir panjang dan diteliti terlebih dahulu
(spontanitas). Apabila hal ihwal atau tingkah laku itu menimbulkan perbuatan-perbuatan baik
dan terpuji, menurut pikiran dan syariah, maka tingkah laku itu disebut akhlak yang baik.
Apabila menimbulkan perbuatan perbuatan yang buruk, maka tingkah laku disebut akhlak
yang buruk. Akhlak terpuji dan baik tidak akan terbentuk begitu saja, landasan dalam islam
adalah Al-Quran dan hadist, yakni kitab Allah dan sunnah Rasul-Nya. Kedua landasan itu
dapat dijadikan cermin dan ukuran akhlak seorang muslim. Ukuran itu ialah iman dan takwa.

Betapa penting kedudukan akhlak dan Islam. Al-Qur’an memuat ayat-ayat yang secara
spesifik berbicara masalah akhlak,malah setiap ayat yang berbicara hukum sekalipun, dapat
dipastikan bahwa ujung ayat tersebut selalu dikaitkan dengan akhlak atau ajaran moral. Ayat-
ayat yang pangkalnya menjelaskan ketentuan hukum,biasanya ujung ayat mengutarakan
masalah akhlak. Sebagai contoh terdapat dalam Q.S Al-Baqarah ayat 183 Allah berfirman:

“ Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan
atas orang-orang sebelum kalian agar kamu bertakwa” (QS. Al Baqarah: 183)
Bertaqwa artinya menjauhi perbuatan perbuatan buruk dan melakukan perbuatan perbuatan
baik.

 Bagaimana implikasinya didalam kehidupan manusia

1. Contoh Etika Bergaul dengan orang lain

Hormati perasaan orang lain, tidak mencoba menghina atau menilai mereka cacat. Jaga dan
perhatikanlah kondisi orang, kenalilah karakter dan akhlaq mereka, lalu pergaulilah mereka,
masing-masing menurut apa yang sepantasnya. Contoh Etika Bergaul dengan orang lain
Mendudukkan orang lain pada kedudukannya dan masing-masing dari mereka diberi hak dan
dihargai. Perhatikanlah mereka, kenalilah keadaan dan kondisi mereka, dan tanyakanlah
keadaan mereka.

Bermuka manis dan senyumlah bila anda bertemu orang lain. Berbicaralah kepada mereka
sesuai dengan kemampuan akal mereka. Berbaik sangkalah kepada orang lain dan jangan
memata-matai mereka. Mema`afkan kekeliruan mereka dan jangan mencari-cari
kesalahankesalahannya dan tahanlah rasa benci terhadap mereka. Dengarkanlah pembicaraan
mereka dan hindarilah perdebatan dan bantah membantah dengan mereka.

2. Contoh Etika Di Jalan 


Berjalan dengan sikap wajar dan tawadlu, tidak berlagak sombong di saat berjalan atau
mengangkat kepala karena sombong atau mengalihkan wajah dari orang lain karena takabbur.
· Memelihara pandangan mata, baik bagi laki-laki maupun perempuan. Contoh Etika Di Jalan
tidak mengganggu, yaitu tidak membuang kotoran, sisa makanan di jalan-jalan manusia, dan
tidak buang air besar atau kecil di situ atau di tempat yang dijadikan tempat mereka
bernaung.

Menjawab salam orang yang dikenal ataupun yang tidak dikenal. Beramar ma`ruf dan nahi
munkar. Ini juga wajib dilakukan oleh setiap muslim, masing-masing sesuai kemampuannya.
Menunjukkan orang yang tersesat (salah jalan), memberikan bantuan kepada orang yang
membutuhkan dan menegur orang yang berbuat keliru serta membela orang yang teraniaya.
Perempuan hendaknya berjalan di pinggir jalan.

3. Contoh Etika Makan dan Minum

Berupaya untuk mencari makanan yang halal. Hendaklah makan dan minum yang kamu
lakukan diniatkan dengan ibadah, agar kamu mendapat kebaikan dari makan dan minummu
itu. Mencuci tangan sebelum makan jika tangan kamu kotor, dan begitu juga setelah makan
untuk menghilangkan bekas makanan yang ada di tanganmu. Kamu puas dan rela dengan
makanan dan minuman yang ada, dan jangan sekali-kali mencelanya.

Jangan makan sambil bersandar atau dalam keadaan menyungkur. Contoh etika makan dan
minum memulainya dengan membaca Bismillah. Makan dengan tangan kanan dan dimulai
dari yang ada di depanmu. Makan dengan tiga jari dan menjilati jari-jari itu sesudahnya.
Tidak meniup makan yang masih panas atau bernafas di saat minum. Tidak berlebih-lebihan
di dalam makan dan minum, pemilik makanan (tuan rumah) tidak melihat ke muka orang-
orang yang sedang makan, namun seharusnya ia menundukkan pandangan matanya, karena
hal tersebut dapat menyakiti perasaan mereka dan membuat mereka menjadi malu.

4. Contoh Etika Berbicara

Hendaknya pembicaran selalu di dalam kebaikan. Pembicaran dengan suara yang dapat
didengar, tidak terlalu keras dan tidak pula terlalu rendah, ungkapannya jelas dapat difahami
oleh semua orang dan tidak dibuat-buat atau dipaksa-paksakan. Jangan membicarakan
sesuatu yang tidak berguna bagimu. Janganlah kamu membicarakan semua apa yang kamu
dengar. Menghindari perdebatan dan saling membantah, sekali-pun kamu berada di pihak
yang benar dan menjauhi perkataan dusta sekalipun bercanda.

4. Jelaskanlah prinsip-prinsip Ibadah dalam Islam


 Hakikat dan tujuan Ibadah dalam Islam

Secara bahasa hakikat adalah kata benda yang dalam Bahasa Indonesia menjadi kata
pokok yakni kata ‘hak’ yang memiliki arti kepunyaan (milik), kebenaran atau yang
benar ada. Sedangkan secara etimolofi hakikat adalah inti sesuatu, sumber atau
puncak dari segala sesuatu. Jadi arti kata hakikat ibadah adalah sesuatu yang semata-
mata hanya untuk memperlihatkan makna sesungguhnya atau makna yang paling
dasar dari yang sebenarnya hanya karena Allah SWT.

Ibadah tersebut pada dasarnya yaitu memiliki hakikat, tujuan dan hikmah yang
terkandung didalamnya bagi kita semua. Sebagai mana telah dijelaskan dalam firman
Allah SWT:

Artinya: “sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-
baiknya, Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya
(neraka), kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh; maka
bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya.” (Q.S At-Tin (95) : 4-7).

Allah SWT juga menerangkan dalam QS. Al Mukminun ayat 115, yaitu:

Artinya: “Apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu


secara main-main (tanpa ada maksud) dan bahwa kamu tidak dikembalikan kepada
kami?”.

 Landasan dan azas-azas Ibadah dalam Islam

Tiga Landasan/azas Ibadah dalam Islam ini sangat penting untuk diketahui sebagai landasan
ijtihad bagi para ulama. Tujuannya agar saat istimbat al-ahkam as-syar’iyyah (menggali
hukum-hukum syariat) dapat menghasilkan hukum-hukum yang solutif dan berorientasi
maslahat. Sebagaimana jargon dalam ijtihad:  al-Maslahat Qiblatul Mujtahidin (maslahat
adalah qiblat bagi para mujtahid).
Syekh Muhammad Ali as-Sayis menyebutkan asas – asas hukum Islam (at-Tasyri’ al-Islamy)
sebagai landasan ijtihad dalam kitab Tarikh al-Fiqh al-Islamy sebagai berikut:
Pertama, Adam al-Haraj  (Tidak Memberatkan)
Hukum Islam hadir bukan untuk memberatkan manusia melainkan untuk mempermudah dan
mengatur kehidupan mereka dengan baik.  Adam al-Haraj sangat tampak sekali ketika syariat
Islam memberikan keringanan-keringan hukum bagi yang uzur karena sakit, perjalanan, atau
haid dan sebagainya.

Ada beberapa ayat yang menjadi landasan konsep ini di antaranya Surat al-Baqarah ayat: 185,
an-Nisa’ayat: 27, al-Maidah ayat:6, al-Hajj ayat: 78, dan al-‘A’raf ayat: 157.

Konsep tersebut juga diperkuat oleh beberapa hadis, salah satunya dari sahabat Anas bin
Malik, Nabi Saw. bersabda;

Pemudahlah (oleh kalian) dan jangan mempersulit, berilah kabar gembira dan jangan
membuat lari (atau membuat enggan). (HR. Bukhari, Shahih al-Bukhari, juz 1, hal. 25)
Kedua; Taqlil at-Takalif  (Meminimalisir Pembebanan Hukum)
Meminimalisir taklif merupakan salah satu manifestasi karakter syariat Islam yang
membedakannya dengan syariat umat sebelumnya. Ini dibuktikan dengan firman Allah surat
al-Maidah ayat 101-102:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menanyakan (kepada Nabimu) hal-hal yang
jika diterangkan kepadamu akan menyusahkan kamu dan jika kamu menanyakan di waktu
Al-Qur’an itu diturunkan, niscaya akan diterangkan kepadamu, Allah memaafkan(kamu)
tentang hal-hal itu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun.  Sesungguhnya telah ada
segolongsn manusia sebelum kamu menanyakan hal-hal yang serupa itu(kepada Nabi
mereka), kemudian mereka tidak percaya kepadanya.
Ada beberapa hadis yang mendukung maksud Al-Qur’an sebelumnya. Dari Ibnu Abbas, dia
berkata; Rasulullah berkhotbah; wahai manusia, sesungguhnya Allah mewajibkan haji kepada
kalian. Lalu al-‘aqra’ bin habis berkata; Ya Rasul, apakah diwajibkan setiap tahun? Nabi
menjawab; andaikan aku menjawab (setiap tahun) nicaya wajib ditunaikan dan kalian tidak
akan mampu, sebenarnya kewajiban haji satu kali sedangkan lebih dari itu disebut
sunnah. (HR. Al-Hakim, al-Mustadrak ‘Ala al-Shohihain, hadis ke-3214, juz 2, hal. 350)
Dari Amir bin Sa’ad bin Abi Waqash dari ayahnya, Rasulullah bersabda; sesungguhnya
orang yang paling besar dosa atau kedholimannya dari kaum muslimin adalah orang yang
bertanya tentang sesuatu yang tidak haram lalu karena pertanyaanya maka diharamkan (HR.
Bukhari, hadis ke-7289, Shahih al-Bukhari, juz 9, hal. 95)
Dari Abi Sta’lab al-Khusyany, Rasulullah bersabda; sesungguhnya Allah mewajibkan
beberapa fardhu, maka jangan kalian tinggalkan, memberikan batasan atau had maka jangan
sampai kalian lampaui, dan mengharamkan beberapa hal maka jangan melanggarnya selian
itu Allah tidak membahas beragam hal sebagai rahmat bagi kalian bukan karena lupa oleh
karenanya jangan membahasnya. (Imam Nawawi, al-Adzkar an-Nawawiyyah, hal. 409)
Ketiga, At-Tadarruj Fi at-Tasyri’ (Gradual dalam Memberikan Aturan Hukum)

Sebelum Islam datang, bangsa Arab sudah memiliki aturan sosial tersendiri yang bercorak
liberal. Hal itu ditandai dengan perlakuan kaum elite yang menindas rakyat jelata, lalu para
lelaki menjadi subjek, hingga wanita sebagai objek  yang sering kali mendapatkan
diskriminasi baik dalam ruang lingkup keluarga maupun publik.

Selain itu kelompok kapitalis terus melakukan tindakan zalim untuk ‘mencekik’ pelaku
ekonomi menengah kebawah dan kasus-kasus lainnya.

Melihat konteks sosial tersebut, apabila hukum Islam yang ideal langsung diberikan secara
keseluruhan dalam waktu yang sangat singkat niscaya secara tabiat aturan-aturan yang
dibawa oleh Rasulullah cenderung ditolak.  Oleh sebab itu, Islam sebagai agama yang
berprinsip rahmatan lil alamin harus masuk ke tanah Arab dengan pelan-pelan (step by step).

Berikut beberapa contoh hukum Islam yang diterapkan secara bertahap oleh syariat:

Hukum minum khamr (arak)
Pada awalanya Al-Qur’an menyampaikan bahwa madharat arak lebih besar dari manfaatnya
(al-Baqarah; 219). Kemudian larangan minum arak mulai diberlakukan, hanya saja masih
sebatas di waktu shalat (an-Nisa’; 43). Akhinya minum arak dilarang secara total dan mutlak
bahkan sampai dikategorikan sebagai tindakan setan yang tercela dan harus dijauhi (al-
Maidah; 90-91).
Hukum berzina
Di awal syiar Islam, saksi yang diberikan pada pelaku zina hanya berkutat pada ditahan di
dalam rumah sembari mendapatkan ocehan atau cacian dari masyarakat (an-Nisa’; 15). Lalu
akhirnya syariat menetapkan hukum rajam bagi pezina muhshan (memiliki pasangan dengan
pernikahan yang sah).
Keterangan sumber hukum ini sebagaimana yang sudah masyhur dalam hadis salah satunya
riwayat Imam Bukhari dari sahabat Ibnu Umar. Sedangkan hukum bagi perawan atau ghair
muhshan yang melakukan zina mendapat sanksi dengan hukuman jild, yakni didera (cambuk)
100 kali (an-Nur; 2).
Hukum berperang

Pada saat komunitas Muslim masih sangat sedikit jumlahnya dan belum kuat, Allah
memeritahkan umat Islam untuk memaafkan, bersabar atas kedhaliman musuh dan tidak
memerangi mereka (al-An’am; 106, al-A’raf; 199 dan al-Hajr; 85).

Namun, setelah kaum Muslimin bertambah banyak dan kekuatan mereka mulai tampak,
Allah mengizinkan untuk melawan untuk berperang (al-Hajj; 39). Bahkan, setelah mereka
menyadari pentingnya perang dalam rangka mempertahankan diri dari serangan musuh, maka
akhirnya perang diwajibkan (al-Baqarah; 190-191, al-Anfal; 39 dan at-Taubah; 36).

Demikian 3 asas hukum Islam sebagai acuan ketika memecahkan problematika umat yang
semakin kompleks. Asas ini penting untuk dipegang dalam ijtihad seiring dengan
perkembangan zaman dan teknologi, sehingga ijtihad hukum-hukum Islam selaras dengan
prinsip utama agama; rahmatan lil ‘alamin. Wallahu a’lam.

TERIMA KASIH!!!

Anda mungkin juga menyukai