Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

“PANCASILA SEBAGAI ETIKA POLITIK”

DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH


PANCASILA

DOSEN PENGAMPU :
Dr. H. Metroyadi, SH., M.Pd
Zain Ahmad Fauzi, M.Pd

Disusun Oleh
KELOMPOK 1 KELAS 1D
1. Rabiatul Adawiah 2110125120019
2. Akhmad Zaki Ridhoni 2110125210080
3. Mir’atin Ayu Mina Sari 2110125220025
4. Isnaniah Rahayu 2110125220050
5. Cesilia Faulina Barus 2110125220083
6. Malia 2110125320020
7. Chairunnisa Wulandari 2110125320026
8. Rahmah Eka Putri 2110125320049

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
BANJARMASIN
2021
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang selalu memberikan Taufik dan Hidayah-
nya kepada kita semua, sehingga kami dapat menyelesaikan “PANCASILA
SEBAGAI ETIKA POLITIK” tepat pada waktunya. Shalawat dan salam selalu
kita curahkan kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW beserta
keluarganya, sahabat, dan pengikut beliau hingga akhir zaman.
Dalam kesempatan ini kami ingin menyampaikan terima kasih kepada
semua orang yang telah mendukung kami dari segi material dan in-material.
Terutama kepada dosen pengajar mata kuliah yang telah memberikan tugas guna
menambah pengetahuan kami sebagai generasi penerus yang baik.
kami telah berupaya dengan segenap kemampuan yang ada untuk
menyajikan makalah ini dengan sebaik-baiknya. Namun, kami juga menyadari
bahwa makalah ini juga masih banyak terdapat kekurangan, baik dari segi
penulisan ataupun isi makalah ini sendiri. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini sangat kami harapkan demi
kesempurnaan pembuatan makalah berikutnya. Semoga makalah ini bermanfaat
bagi kami khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.

Banjarmasin, 8 September 2021

Kelompok 1

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................2
DAFTAR ISI............................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................4
A. Latar Belakang..............................................................................................4
B. Rumusan Masalah.........................................................................................5
C. Tujuan Pembelajaran.....................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................6
A. Pengertian nilai-nilai, norma dan moral........................................................6
1) Pengertian Nilai.........................................................................................6
2) Hierarki Nilai.............................................................................................8
3) Hubungan nilai, norma dan moral.............................................................9
B. Etika Politik.................................................................................................10
BAB III PENUTUP...............................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................24

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pancasila sebagai dasar negara republik indonesia sebelum di sahkan pada
tanggal 18 Agustus 1945 oleh PPKI, nilai-nilainya telah ada pada bangsa
indonesia sejak zaman dahulu kala sebelum bangsa indonesia mendirikan
negara,yang berupa nilai-nilai adat istiadat, kebudayaan serta nilai-nilai religius.

Nilai-nilai tersebut telah ada dan melekat serta teramalkan dalam kehidupan
sehari-hari sebagai pandangan hidup, sehingga materi Pancasila yang berupa
nilaii-nilai tersebut tidak lain adalah dari bangsa indonesia sendiri, sehingga
bangsa indonesia sebagai kausa materialis Pancasila. Nilai-nilai tersebut kemudian
diangkat dan dirumuskansecara formaloleh para pendiri negara untuk dijadikan
sebagai dasar filsafat negara indonesia. Proses perumusan materi Pancasila secara
formal tersebut dilakukan dalam sidang sidang BPUPKI pertama, sidang panitia 9,
sidang BPUPKI kedua, serta akhirnya disahkan secara yuridis sebagai dasar
filsafat negara republik indonesia.

Pancasila bukan sekedar ideologi negara, melainkan juga merupakan filsafat


hidup bangsa yang digali dari nilai-nilai luhur dan budaya nenek moyang yang
sudah dimiliki bangsa Indonesia sebelum negara Indonesia terbentuk. Pancasila
merupakan rumusan dan pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara bagi
seluruh rakyat Indonesia. Dengan Pancasila, bangsa ini memiliki harga diri dan
martabat sebagai bangsa karena kelima sila yang terdapat di dalamnya berlaku
universal, untuk kehidupan spritual ataupun kehidupan materiil. Lima sandi utama
penyusun Pancasila adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil
dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, dan keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia. Kelima sila ini tercantum pada paragraf ke – 4
Preambule (Pembukaan) Undang - Undang Dasar 1945.

4
Untuk memahami pancasila secara lengkap dan utuh terutama kaitannya
dengan jati diri bangsa Indonesia, mutlak diperlukan pemahaman sejarah
perjuangan bangsa Indonesia untuk membentuk suatu negara yang berdasarkan
suatu asas hidup bersama demi kesejahteraan hidup bersama yaitu negara yang
berdasarkan pancasila. Selain itu, secara epistimologi sekaligus sebagai
pertanggungjawaban ilmiah, bahwa pancasila selain sebagai dasar negara.
Indonesia juga sebagai pandangan hidup bangsa, jiwa dan kepribadian bangsa
serta sebagai perjanjian seluruh bangsa Indonedia pada waktu mandirikan negara.

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu yang dimaksud dengan nilai-nilai, norma dan moral?
2. Apa itu etika politik ?

C. Tujuan Pembelajaran
1. Untuk mengetahui apa itu nilai-nilai, norma dan moral
2. Untuk mengetahui apa itu etika politik

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian nilai-nilai, norma dan moral

1) Pengertian Nilai
Nilai adalah kemampuan yang dipercayai ada pada suatu benda untuk
memuaskan manusia. Pada hakikatnya nilai adalah sifat dan kualitas yang melekat
pada pada suatu objeknya. Dengan demikian, maka nilai adalah suatu kenyataan
yang tersembunyi dibalik kenyataan-kenyataan lainnya. Menilai bararti
menimbang suatu kegiatan manusia untuk menghubungkan sesuatu dengan
sesuatu yang lain kemudian untuk selanjutnya diambil keputusan. Keputusan itu
adalah suatu nilai yang dapat menyatakan berguna atau tidak berguna, benar atau
tidak benar dan seterusnya.

Nilai termasuk bidang kajian filsafat, persoalan persoalan tentang nilai dibahas
dan dipelajari salah satu cabang filsafat yaitu filsafat (axiology, theory of value).
Filsafat juga diartikan sebagai ilmu tentang nilai-nilai. Istilah nilai dalam bidang
filsafat dipakai untuk merujuk kata benda abstrak yang artinya "kebiasaan" atau
kebaikan dan kata kerja yang artinya suatu tindakan kejiwaan tentu dalam menilai
atau melakukan penilaian.

Nilai adalah suatu yang berharga, berguna, indah memperkaya batin dan
menyadarkan manusia akan harkat martabatnya. Nilai bersumber pada budi yang
berfungsi mendorong dan mengarahkan sikap dan perilaku manusia. Nilai suatu
sistem merupakan salah satu wujud kebudayaan, disamping sistem sosial dan
karyam Cita-cita, gagasan, konsep dan ide tentang sesuatu adalah wujud
kebudayaan sebagai sistem nilai. Oleh karena itu, nilai dapat dihayati atau
dipersepsikan dalam konteks kebudayaan atau sebagai wujud kebudayaan yang
abstrak. Manusia dalam memilih nilai-nilai menempuh berbagai cara yang dapat
dibedakan menurut tujuannya, pertimbangannya, penalarannya dan kenyataannya.
Nilai sosial berorientasi kepada hubungan antar manusia dan menekankan pada
segi-segi kemanusiaan yang luhur, sedangkan nilai politik berpusat pada

6
kekuasaan serta pengaruh yang terdapat dalam kehidupan masyarakat maupun
politik.

Dengan demikian, nilai adalah sesuatu yang berharga, berguna, memperkaya


batin dan menyadarkan manusia akan harkat dan martabatnya. Nilai bersumber
pada budi yang berfungsi mendorong dan mengarahkan sikap dan perilaku
manusia. Dalam Dictionary of Sociology and Related Sciences dikemukakan
bahwa nilai adalah kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda untuk
memuaskan manusia.

Norma adalah petunjuk tingkah laku yang harus dijalankan dalam kehidupan
sehari-hari berdasarkan motivasi tertentu. Norma sesungguhnya adalah
perwujudan martabat manusia sebagai makhluk budaya, sosial, moral dan religi.
Norma merupakan suatu kesadaran dan sikap luhur yang dikehendaki oleh tata
nilai untuk dipatuhi. Oleh sebab itu norma dalam perwujudannya dapat berupa
norma agama, norma kesopanan, norma kesusilaan, norma hukum dan norma
sosial. Norma memiliki kekuatan untuk dapat dipatuhi yang dikenal dengan sanksi
yang terdapat dalam norma itu sendiri. Misalnya norma agama dengan sanksi dari
Tuhan, norma kesusilaan dengan sanksi rasa malu dan penyesalan terhadap diri
sendiri, norma kesopanan dengan sanksi berupa dikucilkan dalam pergaulan
masyarakat dan norma hukum dengan sanksi berupa penjara atau denda.

Moral berasal dari kata mos (mores) yang artinya kesusilaan, tabiat, kelakuan.
Moral adalah ajaran tentang hal yang baik dan buruk yang menyangkut tingkah
laku dan perbuatan manusia. Seorang yang taat kepada aturan-aturan, kaidah-
kaidah dan norma yang berlaku dalam masyarakatnya, dianggap sesuai dengan
bertindak benar secara moral. Jika sebaliknya terjadi, pribadi itu akan dianggap
tidak bermoral. Moral dalam perwujudannya dapat berupa peraturan prinsip-
prinsip yang benar baik terpuji dan mulia.

Moral dapat berupa kesetiaan, kepatuhan terhadap nilai dan norma. Moral pun
dapat dibedakan seperti moral ketuhanan atau agama, moral filsafat, moral etika,
moral hukum, moral ilmu dan sebagainya. Nilai norma dan moral secara bersama
mengukur kehidupan masyarakat dalam berbagai aspek.

7
2) Hierarki Nilai
Hierarki nilai sangat tergantung pada titik tolak dan sudut pandang individu-
masyarakat terhadap sesuatu obyek. Misalnya kalangan materialis memandang
bahwa nilai tertinggi adalah nilai material. Max Scheler menyatakan bahwa nilai-
nilai yang ada tidak sama tingginya dan luhurnya. Menurutnya nilai-nilai dapat
dikelompokan dalam empat tingkatan yaitu :

1. Nilai kenikmatan adalah nilai-nilai yang berkaitan dengan indra yang


memunculkan rasa senang, menderita atau tidak enak,

2. Nilai kehidupan yaitu nilai-nilai penting bagi kehidupan yakni : jasmani,


kesehatan serta kesejahteraan umum,

3. Nilai kejiwaan adalah nilai-nilai yang berkaitan dengan kebenaran,


keindahan dan pengetahuan murni,

4. Nilai kerohanian yaitu tingkatan ini terdapatlah modalitas nilai dari yang
suci

Sementara itu, Notonagoro membedakan menjadi tiga, yaitu ;

1. Nilai material yaitu segala sesuatu yang berguna bagi jasmani manusia,

2. Nilai vital yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk
mengadakan suatu aktivitas atau kegiatan,

3. Nilai kerokhanian yaitu segala sesuatu yang bersifat rokhani manusia yang
dibedakan dalam empat tingkatan sebagai berikut ;

a. Nilai kebenaran yaitu nilai yang bersumber pada rasio, budi, akal atau
cipta manusia.

b. Nilai keindahan/estetis yaitu nilai yang bersumber pada perasaan


manusia.

c. Nilai kebaikan atau nilai moral yaitu nilai yang bersumber pada unsur
kehendak manusia.

d. Nilai religius yaitu nilai kerokhanian tertinggi dan bersifat mutlak.

Dalam pelaksanaannya, nilai-nilai dijabarkan dalam wujud norma, ukuran dan


kriteria sehingga merupakan suatu keharusan anjuran atau larangan, tidak
dikehendaki atau tercela. Oleh karena itu, nilai berperan sebagai pedoman yang
menentukan kehidupan setiap manusia. Nilai manusia berada dalam hati nurani,

8
kata hati dan pikiran sebagai suatu keyakinan dan kepercayaan yang bersumber
pada berbagai pada berbagai sistem nilai.

Dari uraian mengenai macam-macam nilai diatas, dapat dikemukakan pula


bahwa yang mengandung nilai itu bukan hanya sesuatu yang berwujud material
saja, akan tetapi juga sesuatu yang berwujud non material atau immatrial.
Notonagoro berpendapat bahwa nilai-nilai pancasila tergolong nilai-nilai
kerokhanian, tetapi nilai-nilai kerohanian yang mengakui adanya nilai material
dan vital. Dengan demikian nilai-nilai lain secara lengkap dan harmonis, baik nilai
material, nilai vital, nilai kebenaran, nilai keindahan, nilai kebaikan atau nilai
moral, maupun nilai kesucian yang bersifat sistematika-hierarkis, yang dimulai
dari sila Ketuhanan yang Maha Esa sebagai ‘dasar’ sampai dengan sila Keadilan
Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia sebagai ‘tujuan’.

3) Hubungan nilai, norma dan moral


Hubungan nilai, norma, dan moral adalah suatu kenyataan yang seharusnya
tetap terpelihara di setiap waktu pada hidup dan kehidupan manusia. Keterkaitan
ini mutlak digaris bawahi bila individu, masyarakat, bangsa dan negara
menghendaki adanya fondasi yang kuat dapat tumbuh dan berkembang. Maka dari
itu, nilai akan berguna dalam menuntun tingkah laku manusia jika di kongkritkan
dan diformulakan menjadi lebih obyektif sehingga memudahkan manusia untuk
menjabarkannya didalam aktivitas sehari-hari.

Pada kaitannya dengan moral maka aktivitas turunan dari nilai dan norma
dapat memperoleh integritas dan martabat manusia. Dalam derajat kepribadian itu
sangat ditentukan oleh moralitas yang mengawalnya. Sementara itu, hubungan
antara etika dan moral seringkali disejajarkan arti dan maknanya. Namun, etika
didalam pengertiannya tidak memiliki wewenang untuk menentukan apa yang
boleh dan tidak boleh dilakukan seseorang. Wewenang ini dipandang berasa di
tangan pihak-pihak yang memberikan ajaran moral. Akan tetapi, pada etika
seseorang dapat mengerti mengapa dan atas dasar apa manusia harus hidup
menurut norma-norma tertantu, pada dasarnya ini ialah kelebihan dari etika
dibandingkan moral. Ajaran moral sebagai petunjuk tentang bagaimana kita
memperlakukan kendaraan dengan baik, sedangkan etika memberikan pengertian

9
pada kita tentang struktur dan teknologi kendaraan tersebut. Itulah hubungan
sistematik antara nilai, norma dam moral yang bermuara dalam suatu tingkah laku
praksis pada kehidupan manusia.

B. Etika Politik
1) Pengertian Etika Politik

Etika politik adalah cabang dari filsafat politik yang membicarakan perilaku
atau perbuatan-perbuatan politik untuk dinilai dari segi baik dan buruknya.
Filsafat politik adalah seperangkat keyakinan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara yang dibela dan di perjuangkan oleh para penganutnya, seperti
komunisme, fascisme, demokrasi. Filsafat tersebut erat dengan nama-nama
pendahulu-pendahulunya seperti komunisme oleh Karl marx/fascisme oleh
Mussolini dan demokrasi oleh Thomas Jefferson. Kiranya tidak mencampur
adukkan filsafat politik dengan sistem ekonomi yang tumbuh bersama antara
keduanya, demokrasi adalah filsafat politik sedangkan kapitalisme adalah sistem
ekonomi, kapitalisme adalah sistem ekonomi yang di dalamnya terdapat
kepemilikan pribadi atas sarana-sarana produksi, dan perangsang bagi hasil kerja
selanjutnya terletak pada kauntungan yang di peroleh si pengusaha.Komunisme
sebagai suatu filsafat perlu di bedakan dengan komunisme sebagai suatu sistem
ekonomi, yang tepatnya sosialisme, komunisme adalah suatu filsafat politik yang
di barengi sistem ekonomi sosialiame. Sebagai suatu sistem ekonomi, komunisme
menolak kepemilikan pribadi atas sarana-sarana produksi dan meletakan
perangsang bagi hasil kerja selanjutnya semata-mata pada kesejahteraan yang
semakin meningkat bagi semua orang, keuntungan sebagai suatu motifnya perlu
di tolak bila mana hanya berarti keuntungan pribadi, yang berarti pemupukan
kekayaan oleh orang seorang bagi dirinya sendiri semata-mata.Fascisme sebagai
suatu filsafat perlu di bedakan dengan sistem ekonomi korporasi. Sistem ekonomi
korporasi adalah suatu bentuk kapitalisme dimana Negara mengatur segala
pekerjaan menggantikan serikat buruh dan serikat majikan yang saling
bertentangan. Sistem ekonomi korporasi diawasi secara ketat oleh dewan fascis
tertinggi. Singkatnya Negara korporasi adalah suatu kapitalisme dengan bentuk
pemerintahan diktator. Jadi etika politik adalah suatu cabang dari filsafat politik.
Oleh karena itu baik buruknya perbuatan atau perilaku politik yang dinilai dalam
rangka etika politik, penilaian berdasarkan filsafat politik.

2) Pancasila Sebagai Etika Politik

Pancasila sebagai suatu sistem filsafat pada hakikatnya merupakan suatu nilai
sehingga merupakan sumber dari segala penjabaran norma baik norma hukum,
norma moral maupun norma kenegaraan lainnya. Terkandungn didalamnya suatu
pemikiran – pemikiran yang bersifat kritis, mendasar, rasional dan komprehensif (
menyeluruh ) dan sistem pemikiran ini merupakan suatu nilai.Sebagai suatu nilai,

10
Pancasila memberikan dasar – dasar yang bersifat fundamental dan universal bagi
manusia baik dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Nilai – nilai
tersebut kemudian di jabarkan dalam suatu norma – norma yang jelas sehingga
mereupakan suatu pedoman. Norma – norma tersebut meliputi :

a. Norma moral yaitu yang berkaitan dengan tingkah laku manusia yang
dapat diukur dari sudut baik maupun buruk.
b. Norma hukum yaitu suatu sistem peraturan perundang- undangan yang
berlaku di indonesia. Dalam pengertian inilah maka pancasila
berkedudukan sebagai sumber dari segala sumber hukum di negar
Indonesia.

3) Rumusan Kunci Etika Politik Pancasila

Dilihat dari rumus rangkaian kesatuan sila-sila Pancasila, maka masalah etika
dalam hal ini etika politik Pancasila, paling dekat dengan sila kedua. Maka dari itu
rumus rangkaian kesatuannya dengan keempat sila yang lain adalah sebagai
berikut:

Seperti yang kita ketahui, masalah etika adalah masalah nilai; sedangkan
postulat tentang nilai Ilmu Filsafat Pancasila adalah hakikat manusia Pancasila.
Maka dari itu rumus dari rangkaian kesatuan sila-sila dalam Pancasila yang
berkenaan dengan etika Politik Pancasila dimulai dari sila kedua: Kemanusiaan
yang Adil dan Beradab.

Untuk menjabarkan rumus kunci tersebut ke dalam deskripsi yang cukup jelas
mengenai etika politik Pancasila harus disesuaikan dengan keperluannya. Yakni
setiap sila pancasila harus dijabarkan ke dalam pengertian-pengertiannya dari
yang umum ke yang semakin khusus-konkrit, dan bersamaan dengan itu tidak
boleh dilupakan bahwa setiap pengertian jabaran sila-sila Pancasila secara
otomatis dikualifikasi oleh keempat sila lainnya. Contoh kasusnya adalah
“bagaimana berkampanye sesuai dengan etika Pancasila?”, maka jawabannya ada
bermacam-macam, tetapi pada prinsipnya:

a. Berkampanyelah secara tidak bertentangan dengan nilai-nilai


kemanusiaan, misalnya jangan menggangu keamanan orang lain, jangan
merugikan orang lain, hubungan dengan sesama manusia harus dijaga agar
tetap baik, jangan sampai bentrok dengan masa partai lain. Langkah ini
didasarkan pada sila ke-3
b. Peraturan berkampanye harus ditaati karena menaati peraturan berarti
menaati diri kita semua. Langkah ini didasarkan pada sila ke-4.
c. Pemilu dan khususnya berkampanye itu tujuan akhirnya adalah demi
kesejahteraan dan kemakmuran hidup kita bersama, usahakan jangan

11
sampai menghambat usaha-usaha menuju kemakmuran bersama. Langkah
ini didasarkan pada sila ke-5.
d. Ketahuilah bahwa semua perbuatan tidak baik yang berdalihkan Pemilu
atau berkampanye selalu tidak lepas dari pengamatan Tuhan Yang Maha
Kuasa. Langkah ini didasarkan pada sila ke-1

Inti masalah politik tidak hanya terbatas pada masalah kekuasaan. Tetapi
politik adalah masalah seperangkat keyakinan dalam bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara, yang dibela dan diperjuangkan oleh para penganutnya, yaitu
manusia-manusia Pancasila yang sedang berusaha dan berjuang untuk
menyelenggarakan suatu kehidupan bermasyarakat, berbagsa, dan bernegara yang
berdasarkan Pancasila. Itu tadi adalah pengertian “politik” yang ilmiah. Di
samping itu ada pengertian “politik” yang non-ilmiah, yang prinsip perjuangannya
adalah demi kemenangan dalam kekuasaan, masalah nilai kemanusiaan tidaklah
penting, kalau perlu “tujuan menghalalkan cara”.

Nilai-nilai Pancasila juga tidak selalu dianut, kalau perlu berbuat dan
bertindak yang bertentangan dengan Pancasila, bahkan mungkin pula tersembunyi
keinginan/ kehendak untuk mengganti Pancasila dengan dasar negara yang lain.
Jelas ini tidak lah ilmiah, karena tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada
Pancasila. Sejarah telah menunjukkan bahwa perilaku atau perbuatan politik yang
demikian ini tidak akan dan tidak mungkin mendatangkan keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia. Dilihat dari segi “politik” dalam pengertiannya yang
ilmiah ini betapa banyak politisi kita yang nampaknya “bermasalah”.

Kalau kita perhatikan panggung politik dunia, keakhiran kekuasaan Presiden


Sadam Husein yang bisa dinilai tragis dengan berbagai nestapa dibaliknya itu
pasti bukan cita-cita Sadam Husein sendiri. Demikian pula keakhiran presiden
Soekarno dan presiden Suharto yang bisa dinilai “tidak nyaman” dengan berbagai
masalah di baliknya itu pasti juga bukan cita-cita beliau. Semua ini menunjukkan
bahwa merealisasikan filsafat Politik secara benar yang dibuktikan dengan tetap
berpegang pada etika politik dalam pengertiannya yang ilmiah itu sungguh tidak
mudah, dan oleh karenanya harus selalu diupayakan. Kalau tidak diupayakan
dengan sungguh-sungguh, maka hambatan, kesukaran, dan godaan-godaan akan
selalu membelokkan para politisi dan orang pada umumnya untuk menjalankan
“politik” dalam pengertiannya yang tidak ilmiah, yang tidak dapat
dipertanggungjawabkan kepada Filsafat Politik Pancasila.

Filsafat politik pancasila ialah seperangkat keyakinan bermasyarakat,


berbangsa, dan bernegara yang dibela dan diperjuangkan oleh para penganutnya,
yaitu manusia-manusia Pancasila yang menyelenggarakan dan memperjuangkan
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara berdasarkan Pancasila.

12
Negara Indonesia, filsafat politiknya adalah Filsafat Politik Pancasila. Pancasila
adalah filsafat politik masyarakat, bangsa dan negara Indonesia.

Perbandingan antara filsafat politik Komunisme, Demokrasi, dan Fascisme,


sebagai berikut :

1. Filsafat politik komunisme : Memandang individu manusia hanya sekedar


nomor dalam keseluruhan hidup bersama sebagai masyarakat yang
menegara, kedudukan individu tidaklah penting dan yang penting adlaah
kehidupan bersama yang menegara.
2. Filsafat politik demokrasi : Memandang individu manusia teramat penting,
sedangkan kehidupan bersama yang merupakan masyarakat yang
menegara adanya sebagai akibat dari perjanjian kemasyarakatan bersama
untuk hidup menegara demi kepentingan individu-individu yang menjadi
warganya, sehingga individu adalah nomor satu pentingnya sedangkan
masyarakat yang menegara adalah penting yang nomor dua.
3. Filsafat politik fascisme : Memandang manusia hanya sebagai unsur dari
kebersamaan masyarakat manusia yang berwujud negara, sedangkan
negara yang mengatur dan menentukan segalanya (sebagai subjek) dan
induvidu bukanlah subjek melainkan hanya objek, maka filsafat politik
pancasila berkeyakinan bahwa manusia adalah subjek dan objek sekaligus.

Negara kita adalah negara demokrasi Pancasila. Suatu negara demokrasi


dimana manusia sebagai individu dan manusia sebagai mahluk sosial sama
pentingnya. Warga negara adalah mahluk sosial sekaligus.

Etika Politik Pancasila adalah cabang dari filsafat politik Pancasila yang
menilai baik dan buruknya perbuatan atau perilaku politik berdasarkan Filsafat
Politik Pancasila. Filsafat Politik Pancasila ialah seperangkat keyakinan di dalam
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara manusia Indonesia yang berdasarkan
Pancasila.

Pancasila adalah dasar filsafat negara menjadi pusat dasar dan inti dari
Pembukaan UUD 1945. Pancasila dengan fungsi teoritisnya menemukan
kebenaran yang sedalam-dalamnya dan dengan fungsi praktisnya menjadi
pedoman di dalam mengambil kebijakan dan melangkah dengan melalui empat
pokok-pokok pikiran Pembukaan UUD 1945 yag merupakan Reschtsidee (cita-
cita hukum) dan merupakan Geistlichen Hintergrund (suasana kebatinan) Undang-
Undang Dasar menjelma kedalam pasal-pasal Batang Tubuh Undang-Undang
Dasar.

Fungsi Pancasila dasar filsafat negara sebagai ideologi negara, yaitu cita-cita
negara yang menjadi basis bagi sistem teori dan praktek penyelenggaraan negara.
Filsafat politik Pancasila adalah filsafat politik negara Pancasila, yang

13
memfungsikan Pancasila sebagai dasar filsafatnya dan sebagai ideologinya. Etika
politik Pancasila menilai baik-buruknya perilaku politik dan tindakan-tindakan
atau perbuatan politik dari sudut pandang Pancasila sebagai dasar filsafat negara
dan sebagai ideologi negara Republik Indonesia.Masalah-masalah politik dapat
digolongkan menjadi :

1. Sistem pemerintahan negara


2. Hak-hak dasar warga negara
3. Hubungan pemerintah negara dengan warga negara
4. Hubungan negara dengan dunia Internasional, dan lain-lain

Perilaku politik, perbuatan politik, dan tindakan-tindakan politik pemerintah


negara, alat-alat kekuasaan negara dan rakyat negara serta masyarakat dalam
lingkup negara itulah yang harus kita soroti atau kita nilai dari segi etika politik.
Tujuannya untuk mengetahui apakah semuanya itu dapat dipulangkan kembali
atau dipertanggung jawabkan dari segi Pancasila sebagai dasar filsafat negara dan
sebagai ideology negara ataukah tidak. Kalau dapat berarti memenuhi tuntutan
etika politik Pancasila dan kalau tidak dapat berarti sebaliknya dan harus
diluruskan agar dapat memnuhi tuntutan etika politik Pancasila.Biasanya orang
minta diberi contoh tentang perilaku politik, perbuatan politik, dan tindakan-
tindakan politik seperti itu. Contoh-contoh untuk ini sebaiknya diperoleh melalui
jalan diskusi.

4) Prinsip Dasar Etika Politik Pancasila

Pancasila sebagai etika politik maka mempunyai lima prinsip itu berikut ini
disusun menurut pengelompokan Pancasila, karena Pancasila memiliki logika
internal yang sesuai dengan tuntutan-tuntutan dasar etika politik modern.

a. Pluralisme

Pluralisme adalah kesediaan untuk menerima pluralitas, artinya untuk hidup


dengan positif, damai, toleran, dan biasa/normal bersama warga masyarakat yang
berbeda pandangan hidup, agama, budaya, adat. Pluralisme mengimplikasikan
pengakuan terhadap kebebasan beragama, kebebasan berpikir, kebebasan mencari
informasi, toleransi. Pluralisme memerlukan kematangan kepribadian seseorang
dan sekelompok orang.

b. Hak Asasi Manusia

Jaminan hak-hak asasi manusia adalah bukti Kemanusian yang adil dan beradab.
Karena hak-hak asasi manusia menyatakan bagaimana manusia wajib
diperlakukan dan wajib tidak diperlakukan. Jadi bagaimana manusia harus
diperlakukan agar sesuai dengan martabatnya sebagai manusia. Karena itu, hak-
hak asasi manusia adalah baik mutlak maupun kontekstual dalam pengertian

14
sebagai berikut. Mutlak karena manusia memilikinya bukan karena pemberian
Negara, masyarakat, melainkan karena pemberian Sang Pencipta . Kontekstual
karena baru mempunyai fungsi dan karena itu mulai disadari, diambang
modernitas di mana manusia tidak lagi dilindungi oleh adat/tradisi, dan seblaiknya
diancam oleh Negara modern.

c. Solidaritas Bangsa

Solidaritas bermakna manusia tidak hanya hidup demi diri sendiri, melainkan
juga demi orang lain, bahwa kita bersatu senasib sepenanggungan. Manusia hanya
hidup menurut harkatnya apabila tidak hanya bagi dirinya sendiri, melainkan
menyumbang sesuatu pada hidup manusia-manusia lain. Sosialitas manusia
berkembang secara melingkar yaitu keluarga, kampung, kelompok etnis,
kelompok agama, kebangsaan, solidaritas sebagai manusia. Maka di sini
termasuk rasa kebangsaan. Manusia menjadi seimbang apabila semua lingkaran
kesosialan itu dihayati dalam kaitan dan keterbatasan masing-masing.

d. Demokrasi

Prinsip “kedaulatan rakyat” menyatakan bahwa tak ada manusia atau sebuah elit
atau sekelompok ideologi berhak untuk menentukan dan memaksakan orang lain
harus atau boleh hidup. Demokrasi berdasarkan kesadaran bahwa mereka yang
dipimpin berhak menentukan siapa yang memimpin mereka dan kemana mereka
mau dipimpin. Jadi demokrasi memerlukan sebuah system penerjemah kehendak
masyarakat ke dalam tindakan politik. Demokrasi hanya dapat berjalan baik atas
dua dasar yaitu : Pengakuan dan jaminan terhadap HAM; perlindungan terhadap
HAM menjadi prinsip mayoritas tidak menjadi kediktatoran mayoritas.
Kekuasaan dijalankan atas dasar, dan dalam ketaatan terhadap hukum (Negara
hukum demokratis). Maka kepastian hukum merupakan unsur harkiki dalam
demokrasi (karena mencegah pemerintah yang sewenang-wenang).

e. Keadilan Sosial

Keadilan merupakan norma moral paling dasar dalam kehidupan masyarakat.


Moralitas masyarakat mulai dengan penolakan terhadap ketidakadilan. Tuntutan
keadilan sosial tidak boleh dipahami secara ideologis, sebagai pelaksanaan ide-
ide, ideologi-ideologi, agama-agama tertentu, keadilan sosial tidak sama dengan
sosialisme. Keadilan sosial adalah keadilan yang terlaksana. Dalam kenyataan,
keadilan sosial diusahakan dengan membongkar ketidakadilan-ketidakadilan yang
ada dalam masyarakat. Ketidakadilan adalah diskriminasi di semua bidang
terhadap perempuan, semua diskriminasi atas dasar ras, suku dan budaya. Untuk
itu tantangan etika politik paling serius di Indonesia sekarang adalah: Kemiskinan,
ketidakpedulian dan kekerasan sosial. Ekstremisme ideologis yang anti pluralism,

15
pertama-tama ekstremisme agama dimana mereka yang merasa tahu kehendak
Tuhan merasa berhak juga memaksakan pendapat mereka pada masyarakat.

5) Nilai-nilai Etika dalam Pancasila

Etika membantu manusia menunjukkan nilai-nilai untuk membulatkan hati


dalam mengambil keputusan tentang tindakan apa yang perlu dilakukan dan
mengapa perlu dilakukan. Pancasila adalah etika bagi bangsa Indonesia dalam
bermasyarakat dan bernegara. Nilai-nilai etika yang terkandung dalam Pancasila
tertuang dalam berbagai tatanan berikut ini:

a. Tatanan bermasyarakat, nilai-nilai dasarnya seperti tidak boleh ada


eksploitasi sesame manusia, berperikemanusiaan dan berkeadilan sosisal.
b. Tatanan bernegara, dengan nilai dasar merdeka, berdaulat,bersatu, adil dan
makmur.
c. Tatanan kerjasama antar negara atau tatanan luar negeri, dengan nilai tertib
dunia, kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
d. Tatanan pemerintah daerah, dengan nilai permusyawaratan mengakui asal
usul keistimewaan daerah.
e. Tatana hidup beragama, kebebasan beribadah sesuai dengan agamanya
masing-masing
f. Tatanan bela negara, hak dan kewajiban warga negara untuk membela
negara
g. Tatanan pendidikan,mencerdaskan kehidupan bangsa
h. Tatanan berserikat,berkumpul dan menyatakan pendapat
i. Tatanan hokum dan keikutsertaan dalam pemerintahan
j. Tatanan kesejahteraan sosial dengan nilai dasar kemakmuran masyarakat

6) Makna Nilai-Nilai Pancasila Dalam Etika Berpolitik

Pancasila sebagai dasar falsafah bangsa dan Negara yang merupakan satu
kesatuan nilai yang tidak dapat dipisah-pisahkan dengan masing-masing sila-
silanya. Karena jika dilihat satu persatu dari masing-masing sila itu dapat saja
ditemukan dalam kehidupan berbangsa yang lainnya. Namun, makna Pancasila
terletak pada nilai-nilai dari masing-masing sila sebagai satu kesatuan yang tidak
bisa ditukar balikan letak dan susunannya. Untuk memahami dan mendalami
nilai-nilai Pancasila dalam etika berpolitik itu semua terkandung dalam kelima
sila Pancasila

Ketuhanan Yang Maha Esa

Ketuhanan berasal dari kata Tuhan, sang pencipta seluruh alam. Yang
Maha Esa berarti Maha Tunggal, tidak ada sekutu dalam zat-Nya, sifat-Nya dan
perbuatan-Nya. Atas keyakinan demikianlah, maka Negara Indonesia berdasarkan

16
pada Ketuhanan Yang Maha Esa, dan Negara memberikan jaminan sesuai dengan
keyakinan dan kepercayaannya untuk beribadat dan beragama. Bagi semua warga
tanpa kecuali tidak boleh ada sikap dan perbuatan yang anti Ketuhanan Yang
Maha Esa dan anti keagamaan. Hal ini diatur dalam UUD 1945 Pasal 29 ayat 1
dan 2.

Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab

Kemanusiaan berasal dari kata manusia, yaitu makhluk yang berbudaya


dan memiliki potensi pikir, rasa, karsa, dan cipta. Dengan akal nuraninya manusia
menyadari nilai-nilai dan norma-norma. Adil berarti wajar, yaitu sepadan dan
sesuai dengan hak dan kewajiban seseorang. Beradab kata pokoknya adalah adab,
sinonim dengan sopan, berbudi luhur dan susila. Beradab artinya berbudi luhur,
berkesopanan, dan bersusila.

Hakikatnya terkandung dalam pembukaan UUD 1945 alinea pertama:


“Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab
itu, penjajahan diatas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan
prikemanusiaan dan prikeadilan …”. Selanjutnya dijabarkan dalam batang tubuh
UUD 1945.

Persatuan Indonesia

Persatuan berasal dari kata satu, artinya utuh tidak terpecah-pecah.


Persatuan mengandung pengertian bersatunya bermacam-macam corak yang
berabeka ragam menjadi satu kebulatan. Sila Persatuan Indonesia ini mencakup
persatuan dalam arti ideologis, politik, ekonomi, social bu wilayah tertentu. Sila
ini bermaksud bahwa Indonesia menganut system demokrasi, baik secara
langsung maupun tidak langsung. Hal ini berarti bahwa kekuasaan tertinggi
berada ditangan rakyat. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/perwakilan berarti bahwa rakyat dalam melaksanakan
tugas kekuasaannya ikut dalam pengambilan keputusan-keputusan.Sebagaimana
dinyatakan dalam Pembukaan UUD 1945 alinea keempat, yaitu, “… maka
disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia, yang berkedaulatan rakyat …”.
Selanjutnya lihat dalam pokok pasal-pasal UUD 1945.

Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia

Keadilan sosial berarti keadilan yang berlaku dalam masyarakat disegala


bidang kehidupan, baik materiil maupun spiritual. Seluruh rakyat berarti semua
warga Negara Indonesia baik yang tinggal didalam negeri maupun yang di luar
negeri. Hakikat keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia dinyatakan dalam
alinea kedua Pembukaan UUD 1945, yaitu “Dan perjuangan kemerdekaan
kebangsaan Indonesia … Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil
dan makmur”.Selanjutnya dijabarkan dalam pasal-pasal UUD 1945. Pola pikir

17
untuk membangun kehidupan berpolitik yang murni dan jernih mutlak dilakukan
sesuai dengan kelima sila yang telah dijabarkan diatas. Yang mana dalam
berpolitik harus bertumpu pada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang
adil dan beradab, persatuan Indonesia, Kerakyatan Yang Dipimpin oleh Hikmat
Kebijaksanaan dalam permusyarawatan/Perwakilan dan dengan penuh keadilan
social bagi seluruh rakyat Indonesia tampa pandang buluNilai-nilai Pancasila
tersebut mutlak harus dimiliki oleh setiap penguasa yang berkuasa mengatur
pemerintahan, agar tidak menyebabkan berbagai penyimpangan seperti yang
sering terjadi dewasa ini. Seperti tindak pidana korupsi, kolusi dan nepotisme,
penyuapan, pembunuhan, terorisme, dan penyalahgunaan narkotika sampai
perselingkuhan dikalangan elit politik yang menjadi momok masyarakat.

7) Fungsi Pancasila Sebagai Etika Politik

Fungsi etika bagi kehidupan kenegaraan adalah alat untuk mengatur tertib
hidup kenegaraan, memberikan pedoman yang merupakan batas gerak hak dan
wewenang kenegaraan, menampakkan kesadaran kemanusiaan dalam
bermasyarakat dan bernegara, mempelajari dan menjadikan objek tingkah laku
manusia dalam hidup kenegaraan, member landasan fleksibilitas bergerak yang
bersumber dari pengalaman.

Fungsi etika politik dalam masyarakat terbatas pada penyediaan alat-alat


teoritis untuk mempertanyakan serta menjelaskan legitimasi politik secara
bertanggung jawab. Jadi, tidak berdasarkan emosi, prasangka dan apriori,
melainkan secara rasional objektif dan argumentative. Etika politik tidak langsung
mencampuri politik praktis. Tugas etika politik membantu agar pembahasan
masalah-masalah idiologis dapat dijalankan secara obyektif.

8) Cara Ber-Etika Pancasila

Sudah jelas bahwa untuk ber-etika Politik Pancasila, pemahaman istilah


“politik” harus dari seginya yang ilmiah, bukan dari seginya yang non-ilmiah. Jadi
“politik” di sini harus diartikan dalam konteks filsafat politik Pancasila, yaitu
seperangkat keyakinan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang dibela dan
diperjuangkan oleh para penganutnya, dalam hal ini manusia manusia Pancasila
yang sedang berusaha dan berjuang menyelenggarakan suatu kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang berdasarkan Pancasila.Dalam
rangka upaya untuk ber-Etika Politik Pancasila, dua hal yang harus dipenuhi,
yaitu:

 Sikap ilmiah, kejujuran ilmiah, hasrat ilmiah, dan suasana ilmiah


 Pemahaman isi tulisan-tulisan ilmiah mengenai Pancasila, baik sebagai
filsafat maupun sebagai ilmu khusus

18
Karena pemahaman istilah “politik” untuk ber-Etika Pancasila harus dari
seginya yang ilmiah, bukan yang non-ilmiah, maka untuk dapat memiliki
kemampuan ber-Etika politik Pancasila orang dituntut memiliki sikap ilmiah,
kejujuran ilmiah, hasrat ilmiah dan mampu menjaga dan menyelenggarakan
suasana ilmiah. Sikap ilmiah meliputi:

a. Mengosongkan diri sendiri, yakni membebaskan diri dari segala


prasangka, baik atau pun buruk
b. Diri sendiri, adalah bersikap seperti apa adanya, mengatakan sesuatu
yang baik bukan karena cinta atau simpatinya, dan mengatakan sesuatu
yang buruk bukan karena benci atau tidak senangnya.
9) Pelanggaran- pelanggaran Etika Politik

Dewasa ini marak terjadi pelanggaran etika politik di Indonesia, bahkan sejak
pemerintahan Orde Lama pun hal ini sudah mewarnai kancah politik di negeri kita
ini. Dalam hal ini peran etika politik pancasila sangat dibutuhkan, karena etika
politik pancasila mampu mendeteksi adanya gejala- gejala awal dari pelanggaran
terhadap filsafat politik pancasila. Etika politik juga mampu mengubah paradigma
politik:

 Dari “Politik yang sering dilihat sebagai sebuah pertarungan kekuatan dan
kepentingan.Kecenderungannya adalah untuk mencapai tujuan dengan
menghalalkan segalacara, sehingga tujuan politik yang menghasilkan
kesejahteraan rakyat itu hanya sebatas mimpi. Dunia politik juga dapat
merubah kawan menjadi lawan,dan sebaliknya, musuh menjadi teman
untuk kepentingan individu dan golongan.Bahkan, rakyat pun bisa menjadi
sasaran permainan politik, martabat bangsadigadaikan, dan harga diri
dipertaruhkan.”
 Menjadi “Secara etimologi, politik adalah strategi. Ia dapat dimaknai
sebagai sebuah penggalian kemampuan manusia untuk menggunakan
kemampuan daya pikirnya dalam upaya proses perubahan. Secara
terminologi, politik berarti memerdekakan manusia dari segala bentuk
ketidakadilan, penindasan, kemiskinan, dan kebodohan. Maka, pada
tataran substansi, politik tentu tidak kejam, ia juga tidak berisi
permusuhan, apalagi penghancuran manusia. Politik mengenal etika, justru
peduli terhadap kaum minoritas, kaum tertindas, dan berbicara atas
kepentingan kolektif (masyarakat) secara jujur dan sungguh-sungguh.

Berikut akan dipaparkan suatu gambaran atau contoh pelanggaran- pelanggaran


etika politik yang mungkin terjadi:

a. Pelanggaran etika politik yang paling besar adalah perbuatan yang


bertujuan meniadakan atau mengganti Pancasila dengan ideologi negara

19
yang lain. Ini berarti pembubaran negara Pancasila yang setiap 1 Oktober
selalu kita peringati mulai berdirinya.
b. Menghilangkan cita- cita hukum (Rechsidee),yang menguasai dasar
hukum negara kita, baik hukum tertulis maupun hukum yang tidak tertulis.
c. Secara sengaja menafsirkan secara keliru pasal- pasal aturan perundangan
sehingga bertentangan dengan Pancasila, dan melaksanakannya sejalan
dengan kekeliruannya yang disengaja tersebut sehingga bertentangan
dengan maksud dan jiwa Pancasila.
d. Pelanggaran dalam tata pergaulan dalam rangka aktifitas politik di dalam
Negara Pancasila.
e. Kemiskinan, ketidakpedulian dan kekerasan social. Budaya politik yang
cendrung antagonis, pada akhirnya sering membenarkan kekerasan sebagai
panglima digjaya. Ketamakan dan kehausannya berwujud dalamsikap
korupsi sehingga terjadi pengabaian kemiskinan, kesenjangan sosial, dan
feodalisme kekuasaan yang mengangkangi hukum, dan pengabaian pada
sejarah kekerasan di masa lalu dengan mengubur ingatan sosial.
f. Ekstremisme ideologis yang anti pluralism, pertama-tama ekstremisme
agama dimana mereka yang merasa tahu kehendak Tuhan merasa berhak
juga memaksakan pendapat mereka pada masyarakat.
g. Korupsi

Hal ini telah menjadi permasalahan yang pelik di Indonesia. Bahkan sejak
masa Orde Lama pun, korupsi telah mewarnai dunia politik di negara kita.
Apalagi sekarang, korupsi semakin tumbuh subur saja.

Inti masalah politik tidak hanya terbatas pada masalah kekuasaan. Tetapi
politik adalah masalah seperangkat keyakinan dalam bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara, yang dibela dan diperjuangkan oleh para penganutnya, yaitu
manusia-manusia Pancasila yang sedang berusaha dan berjuang untuk
menyelenggarakan suatu kehidupan bermasyarakat, berbagsa, dan bernegara yang
berdasarkan Pancasila.

Itu tadi adalah pengertian “politik” yang ilmiah. Di samping itu ada pengertian
“politik” yang non-ilmiah, yang prinsip perjuangannya adalah demi kemenangan
dalam kekuasaan, masalah nilai kemanusiaan tidaklah penting, kalau perlu “tujuan
menghalalkan cara”. Nilai-nilai Pancasila juga tidak selalu dianut, kalau perlu
berbuat dan bertindak yang bertentangan dengan Pancasila, bahkan mungkin pula
tersembunyi keinginan/ kehendak untuk mengganti Pancasila dengan dasar negara
yang lain.

Jelas ini tidak lah ilmiah, karena tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada
Pancasila. Sejarah telah menunjukkan bahwa perilaku atau perbuatan politik yang
demikian ini tidak akan dan tidak mungkin mendatangkan keadilan sosial bagi

20
seluruh rakyat Indonesia. Dilihat dari segi “politik” dalam pengertiannya yang
ilmiah ini betapa banyak politisi kita yang nampaknya “bermasalah”.

Kalau kita perhatikan panggung politik dunia, keakhiran kekuasaan Presiden


Sadam Husein yang bisa dinilai tragis dengan berbagai nestapa dibaliknya itu
pasti bukan cita-cita Sadam Husein sendiri. Demikian pula keakhiran presiden
Soekarno dan presiden Suharto yang bisa dinilai “tidak nyaman” dengan berbagai
masalah di baliknya itu pasti juga bukan cita-cita beliau.

21
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Nilai adalah kemampuan yang dipercayai ada pada suatu benda untuk
memuaskan manusia. Pada hakikatnya nilai adalah sifat dan kualitas yang melekat
pada pada suatu objeknya. Dengan demikian, maka nilai adalah suatu kenyataan
yang tersembunyi dibalik kenyataan-kenyataan lainnya. Menilai bararti
menimbang suatu kegiatan manusia untuk menghubungkan sesuatu dengan
sesuatu yang lain kemudian untuk selanjutnya diambil keputusan. Keputusan itu
adalah suatu nilai yang dapat menyatakan berguna atau tidak berguna, benar atau
tidak benar dan seterusnya.

Norma adalah petunjuk tingkah laku yang harus dijalankan dalam kehidupan
sehari-hari berdasarkan motivasi tertentu. Norma sesungguhnya adalah
perwujudan martabat manusia sebagai makhluk budaya, sosial, moral dan religi.
Norma merupakan suatu kesadaran dan sikap luhur yang dikehendaki oleh tata
nilai untuk dipatuhi. Oleh sebab itu norma dalam perwujudannya dapat berupa
norma agama, norma kesopanan, norma kesusilaan, norma hukum dan norma
sosial. Norma memiliki kekuatan untuk dapat dipatuhi yang dikenal dengan sanksi
yang terdapat dalam norma itu sendiri. Misalnya norma agama dengan sanksi dari
Tuhan, norma kesusilaan dengan sanksi rasa malu dan penyesalan terhadap diri
sendiri, norma kesopanan dengan sanksi berupa dikucilkan dalam pergaulan
masyarakat dan norma hukum dengan sanksi berupa penjara atau denda.

Moral berasal dari kata mos (mores) yang artinya kesusilaan, tabiat, kelakuan.
Moral adalah ajaran tentang hal yang baik dan buruk yang menyangkut tingkah
laku dan perbuatan manusia. Seorang yang taat kepada aturan-aturan, kaidah-
kaidah dan norma yang berlaku dalam masyarakatnya, dianggap sesuai dengan
bertindak benar secara moral. Jika sebaliknya terjadi, pribadi itu akan dianggap
tidak bermoral. Moral dalam perwujudannya dapat berupa peraturan prinsip-
prinsip yang benar baik terpuji dan mulia.

Hierarki nilai sangat tergantung pada titik tolak dan sudut pandang individu-
masyarakat terhadap sesuatu obyek. Misalnya kalangan materialis memandang
bahwa nilai tertinggi adalah nilai material. Max Scheler menyatakan bahwa nilai-
nilai yang ada tidak sama tingginya dan luhurnya

Hubungan nilai, norma, dan moral adalah suatu kenyataan yang seharusnya
tetap terpelihara di setiap waktu pada hidup dan kehidupan manusia. Keterkaitan
ini mutlak digaris bawahi bila individu, masyarakat, bangsa dan negara

22
menghendaki adanya fondasi yang kuat dapat tumbuh dan berkembang. Maka dari
itu, nilai akan berguna dalam menuntun tingkah laku manusia jika di kongkritkan
dan diformulakan menjadi lebih obyektif sehingga memudahkan manusia untuk
menjabarkannya didalam aktivitas sehari-hari.

Etika politik adalah cabang dari filsafat politik yang membicarakan perilaku
atau perbuatan-perbuatan politik untuk dinilai dari segi baik dan buruknya.
Filsafat politik adalah seperangkat keyakinan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara yang dibela dan di perjuangkan oleh para penganutnya, seperti
komunisme, fascisme, demokrasi.

B. Saran

Kami menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya
penulis akan lebih fokus dan detail dalam menjelaskan tentang makalah diatas
dengan sumber-sumber yang lebih banyak yang tentunya dapat dipertanggung
jawabkan.

Demikianlah pokok bahasan makalah ini yang dapat kami paparkan, besar
harapan kami makalah ini dapat bermanfaat untuk kalangan banyak. Apabila ada
terdapat kesalahan mohon dapat memaafkan dan memakluminya. Oleh karena itu,
saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan agar makalah ini dapat
disusun menjadi lebih baik lagi dimasa yang akan datang.

23
DAFTAR PUSTAKA

Pasaribu, Rowland BIsmark Fernando.2013. Pancasila sebagai Etika Politik.

Kaelan. 2016. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta. Paradigma

https://www.gurupendidikan.co.id/pancasila-sebagai-etika-politik/

24

Anda mungkin juga menyukai