LP Kolelitiasis Windy
LP Kolelitiasis Windy
A. Definisi Kolelitiasis
Cholelithiasis merupakan adanya atau pembentukan batu empedu; batu ini mungkin terdapat
dalam kandung empedu (cholecystolithiasis) atau dalam ductus choledochus
(choledocholithiasis). Kolelitiasis (kalkuli/kalkulus, batu empedu) merupakan suatu keadaan
dimana terdapatnya batu empedu di dalam kandung empedu (vesica fellea) yang memiliki
ukuran, bentuk dan komposisi yang bervariasi. Kolelitiasis (kalkulus/kalkuli, batu empedu)
biasanya terbentuk dalam kandung empedu dari unsur-unsur padat yang membentuk cairan
empedu; batu empedu memiliki ukuran, bentuk, dan komposisi yang sangat bervariasi. (Brunner
& Suddarth, 2012). Kolelitiasis, yaitu batu-batu (kalkuli) dibuat oleh kolesterol, kalsium
bilirubinat, atau campuran, disebabkan oleh perubahan pada komposisi empedu. (Doengoes,
Moorhouse, & Murr, 2010). Cholelithiasis yaitu adanya pembentukan batu dalam kandung
empedu. Berdasarkan ketiga pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa kolelitiasis
adalah pembentukan batu dalam kandung empedu, dibuat oleh kolesterol, kalsium bilirubinat,
atau campuran yang memiliki ukuran, bentuk, dan komposisi yang bervariasi.
D. Faktor Resiko
Penyakit batu empedu lebih banyak terjadi pada keadaan yang dikenal dengan 4F, yaitu
wanita (female), usia 40 tahunan (fourty), diet tinggi lemak (fatty) dan masih dalam reproduksi
aktif (fertile).Faktor resiko terjadinya batu empedu antara lain:
a. Jenis Kelamin
Wanita mempunyai resiko 3 kali lipat untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan
pria. Ini dikarenakan oleh hormon esterogen berpengaruh terhadap peningkatan eskresi
kolesterol oleh kandung empedu. Kehamilan, yang menigkatkan kadar esterogen juga
meningkatkan resiko terkena kolelitiasis. Penggunaan pil kontrasepsi dan terapi hormon
(esterogen) dapat meningkatkan kolesterol dalam kandung empedu dan penurunan
aktivitas pengosongan kandung empedu.
b. Usia
Resiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Orang
dengan usia > 60 tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan
orang degan usia yang lebih muda.
c. Berat badan (BMI)
Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai resiko lebih tinggi untuk
terjadi kolelitiasis. Ini karenakan dengan tingginya BMI maka kadar kolesterol dalam
kandung empedu pun tinggi, dan juga mengurasi garam empedu serta mengurangi
kontraksi/ pengosongan kandung empedu.
d. Makanan
Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat (seperti setelah operasi
gatrointestinal) mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia dari empedu dan dapat
menyebabkan penurunan kontraksi kandung empedu.
e. Riwayat keluarga
Orang dengan riwayat keluarga kolelitiasis mempunyai resiko lebih besar dibandingn
dengan tanpa riwayat keluarga.
f. Aktifitas fisik
Kurangnya aktifitas fisik berhungan dengan peningkatan resiko terjadinya kolelitiasis. Ini
mungkin disebabkan oleh kandung empedu lebih sedikit berkontraksi.
g. Penyakit usus halus
Penyakit yang dilaporkan berhubungan dengan kolelitiasis adalah crohn disease,
diabetes, anemia sel sabit, trauma, dan ileus paralitik.
h. Nutrisi intravena jangka lama
Nutrisi intravena jangka lama mengakibatkan kandung empedu tidak terstimulasi untuk
berkontraksi, karena tidak ada makanan/ nutrisi yang melewati intestinal. Sehingga resiko
untuk terbentuknya batu menjadi meningkat dalam kandung empedu.
i. Estrogen
Estrogen sebagai akibat kehamilan, penggunaan terapi hormone, pil KB akan
meningkatkan kadar kolesterol dalam empedu dan mengurangi gerakan kandung empedu
sehingga terjadi pembentukan batu empedu.
j. Suku bangsa
Suku tertentu mempunyai kecenderungan untuk menghasilkan kolesterol tinggi dalam
empedu yang menyebabkan pembentukan batu empedu.
k. Diabetes
Penderita diabetes cenderung mengalami peningkatan kadar trigliserid yang
mempermudah terjadinya batu empedu
E. Manifestasi Klinis
Manifestasi yang biasa tampak pada pasien dengan penyakit kolelitiasis antara lain:
1. Rasa nyeri dan kolik bilier
Jika duktus sistikus tersumbat oleh batu empedu, kandung empedu akan mengalami
distensi dan akhirnya infeksi. Pasien akan menderita panas dan mungkin teraba massa padat pada
abdomen. Pasien dapat mengalami kolik bilier disertai nyeri hebat pada abdomen kuadran kanan
atas yang menjalar ke punggung atau bahu kanan, biasanya disertai dengan mual dan muntah dan
bertambah hebat beberapa jam sesudah makan makanan dalam porsi besar.
Serangan kolik bilier semacam ini disebabkan oleh kontraksi kandung empedu yang tidak
dapat mengalirkan empedu keluar akibat tersumbatnya saluran oleh batu. Dalam keadaan
distensi, bagian fundus kandung empedu akan menyentuh dinding abdomen pada daerah
akrtilago kosta Sembilan dan sepuluh kanan. Sentuhan ini menimbulkan nyeri tekan yang
mencolok pada kuadran kanan atas ketika pasien melakukan inspirasi dalam dan
mengembangkan pengembangan rongga dada (Murphy sign (+)). Kolik bilier biasanya timbul
malam hari atau dini hari, berlangsung lama antara 30 – 60 menit, menetap, dan nyeri terutama
timbul di daerah epigastrium.
2. Iktrerus akibat tersumbatnya duktus koledokus.
Obstruksi pengaliran getah empedu ke dalam duodenum menyebabkan getah empedu
yang tidak lagi dibawa ke dalam duodenum akan diserap oleh darah dan penyerapan empedu ini
membuat kulit dan membran mukosa berwarna kuning. Keadaan ini sering disertai dengan gejala
gata;-gatal yang mencolok pada kulit.
3. Perubahan warna urin dan feses
Ekskresi pigmen empedu oleh ginjal akan membuat urin berwarna gelap. Feses yang
tidak lagi diwarnai oleh pigmen empedu akan tampak kelabu.
4. Defisiensi vitamin
Obstruksi aliran empedu mengganggu absorpsi vitamin A, D, E, dan K yang larut dalam
lemak. Defisiensi vitamin K dapat mengganggu pembekuan darah yang normal.
F. Patofisiologi Umum
Batu empedu yang ditemukan pada kandung empedu di klasifikasikan berdasarkan bahan
pembentuknya sebagai batu kolesterol, batu pigment dan batu campuran. Lebih dari 90% batu
empedu adalah kolesterol (batu yang mengandung > 50% kolesterol) atau batu campuran (batu
yang mengandung 20-50% kolesterol). Angka 10% sisanya adalah batu jenis pigmen, yang mana
mengandung < 20% kolesterol. Faktor yang mempengaruhi pembentukan batu antara lain adalah
keadaan statis kandung empedu, pengosongan kandung empedu yang tidak sempurna dan
konsentrasi kalsium dalam kandung empedu.
Batu kandung empedu merupakan gabungan material mirip batu yang terbentuk di dalam
kandung empedu. Pada keadaan normal, asam empedu, lesitin dan fosfolipid membantu dalam
menjaga solubilitas empedu. Bila empedu menjadi bersaturasi tinggi (supersaturated) oleh
substansi berpengaruh (kolesterol, kalsium, bilirubin), akan berkristalisasi dan membentuk nidus
untuk pembentukan batu. Kristal yang yang terbentuk terbak dalam kandung empedu, kemuadian
lama-kelamaan kristal tersubut bertambah ukuran,beragregasi, melebur dan membetuk batu.
Faktor motilitas kandung empedu, biliary stasis, dan kandungan empedu merupakan predisposisi
pembentukan batu empedu empedu.
H. Pemeriksaan Diagnostik
Darah lengkap: Leukositosis sedang (akut).
Bilirubin dan amilase serum: Meningkat.
Enzim hati serum-AST (SGOT): ALT (SGPT); LDH; agak meningkat alkaline fosfat dan 5-
nukletiase; Di tandai obstruksi bilier.
Kadar protrombin: Menurun bila obstruksi aliran empedu dalam usus menurunkan absorbsi
vitamin K.
Ultrasound: Menyatakan kalkuli, dan distensi kandung empedu dan/atau ductus empedu
(sering merupakan prosedur diagnostik awal).
Kolangeopankreatografi retrograd endeskopik: Memperlihatkan percabangan bilier dengan
kanualasi duktus koledukus melalui deudenum.
Kolangiografi transhepatik perkutaneus: Pembedaan gambaran dengan flouroskopi anatara
penyakit kantung empedu dan kanker pankreas ( bila ekterik ada ).
Kolesistogram (untuk kolositisis kronis): Menyatakan batu pada sistem empedu. Catatan:
kontraindikasi pada kolesititis karena pasien terlalu lemah untuk menelan zat lewat mulut.
Skan CT: Dapat menyatakan kista kandung empedu, dilatasi duktus empedu, dan
membedakan anatara ikterik obstruksi/non obstruksi.
Skan hati (dengan zat radioaktif): Menunjukan obstruksi percabangan bilier.
Foto abdomen (multiposisi): Menyatakan gambaran radiologi (kalsifikasi) batu empedu,
kalsifikasi dinding atau pembesaran kandung empedu.
Foto dada: Menunjukan pernapasan yang menyebabkan penyebaran nyeri.
I. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan pendukung dan diet
Kurang lebih 80% dari pasien-pasien inflamasi akut kandung empedu sembuh dengan
istirahat, cairan infus, penghisapan nasogastrik, analgesik dan antibiotik. Intervensi bedah harus
ditunda sampai gejala akut mereda dan evalusi yang lengkap dapat dilaksanakan, kecuali jika
kondisi pasien memburuk.(Smeltzer, 2002)
Manajemen terapi :
1) Diet rendah lemak, tinggi kalori, tinggi protein
2) Pemasangan pipa lambung bila terjadi distensi perut.
3) Observasi keadaan umum dan pemeriksaan vital sign
4) Dipasang infus program cairan elektrolit dan glukosa untuk mengatasi syok.
5) Pemberian antibiotik sistemik dan vitamin K (anti koagulopati)
b. Pengangkatan batu empedu tanpa pembedahan
Pelarutan batu empedu Pelarutan batu empedu dengan bahan pelarut (misal : monooktanoin
atau metil tertier butil eter/MTBE) dengan melalui jalur : melalui selang atau kateter yang
dipasang perkutan langsung kedalam kandung empedu; melalui selang atau drain yang
dimasukkan melalui saluran T Tube untuk melarutkan batu yang belum dikeluarkan pada saat
pembedahan; melalui endoskop ERCP; atau kateter bilier transnasal.
a. Pengangkatan non bedah
Beberapa metode non bedah digunakan untuk mengelurkan batu yang belum terangkat pada
saat kolisistektomi atau yang terjepit dalam duktus koledokus. Prosedur pertama sebuah kateter
dan alat disertai jaring yang terpasang padanya disisipkan lewat saluran T Tube atau lewat
fistula yang terbentuk pada saat insersi T Tube; jaring digunakan untuk memegang dan menarik
keluar batu yang terjepit dalam duktus koledokus. Prosedur kedua adalah penggunaan endoskop
ERCP. Setelah endoskop terpasang, alat pemotong dimasukkan lewat endoskop tersebut ke
dalam ampula Vater dari duktus koledokus. Alat ini digunakan untuk memotong serabut-serabut
mukosa atau papila dari spingter Oddi sehingga mulut spingter tersebut dapat diperlebar;
pelebaran ini memungkinkan batu yang terjepit untuk bergerak dengan spontan kedalam
duodenum. Alat lain yang dilengkapi dengan jaring atau balon kecil pada ujungnya dapat
dimsukkan melalui endoskop untuk mengeluarkan batu empedu. Meskipun komplikasi setelah
tindakan ini jarang terjadi, namun kondisi pasien harus diobservasi dengan ketat untuk
mengamati kemungkinan terjadinya perdarahan, perforasi dan pankreatitis.
ESWL (Extracorporeal Shock-Wave Lithotripsy) Prosedur noninvasiv ini menggunakan
gelombang kejut berulang (Repeated Shock Wave) yang diarahkan pada batu empedu didalam
kandung empedu atau duktus koledokus dengan maksud memecah batu tersebut menjadi
beberapa sejumlah fragmen.(Smeltzer, 2002)
c. Penatalaksanaan bedah
Penanganan bedah pada penyakit kandung empedu dan batu empedu dilaksanakan untuk
mengurangi gejala yang sudah berlangsung lama, untuk menghilangkan penyebab kolik bilier
dan untuk mengatasi kolesistitis akut. Pembedahan dapat efektif jika gejala yang dirasakan
pasien sudah mereda atau bisa dikerjakan sebagai suatu prosedur darurat bilamana kondisi psien
mengharuskannya
Tindakan operatif meliputi
1) Sfingerotomy endosokopik
2) PTBD (perkutaneus transhepatik bilirian drainage)
3) Pemasangan “T Tube ” saluran empedu koledoskop
4) Laparatomi kolesistektomi pemasangan T Tube
Penatalaksanaan pra operatif :
1) Pemeriksaan sinar X pada kandung empedu
2) Foto thoraks
3) Ektrokardiogram
4) Pemeriksaan faal hati
5) Vitamin k (diberikan bila kadar protrombin pasien rendah)
Terapi komponen darah. Penuhi kebutuhan nutrisi, pemberian larutan glukosa scara
intravena bersama suplemen hidrolisat protein mungkin diperlikan untuk membentu kesemb
uhan luka dan mencegah kerusakan hati.
Jika tidak ditemukan gejala, maka tidak perlu dilakukan pengobatan. Nyeri yang hilang-
timbul bisa dihindari atau dikurangi dengan menghindari atau mengurangi makanan berlemak.
Pilihan penatalaksanaan antara lain:
a) Kolesistektomi terbuka
Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien denga kolelitiasis
simtomatik. Komplikasi yang paling bermakna yang dapat terjadi adalah cedera duktus
biliaris yang terjadi pada 0,2% pasien. Angka mortalitas yang dilaporkan untuk prosedur
ini kurang dari 0,5%. Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi adalah kolik
biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut.
b) Kolesistektomi laparaskopi
Indikasi awal hanya pasien dengan kolelitiasis simtomatik tanpa adanya kolesistitis akut.
Karena semakin bertambahnya pengalaman, banyak ahli bedah mulai melakukan
prosedur ini pada pasien dengan kolesistitis akut dan pasien dengan batu duktus
koledokus. Secara teoritis keuntungan tindakan ini dibandingkan prosedur konvensional
adalah dapat mengurangi perawatan di rumah sakit dan biaya yang dikeluarkan, pasien
dapat cepat kembali bekerja, nyeri menurun dan perbaikan kosmetik. Masalah yang
belum terpecahkan adalah kemanan dari prosedur ini, berhubungan dengan insiden
komplikasi 6r seperti cedera duktus biliaris yang mungkin dapat terjadi lebih sering
selama kolesistektomi laparaskopi.
c) Disolusi medis
Masalah umum yang mengganggu semua zat yang pernah digunakan adalah angka
kekambuhan yang tinggi dan biaya yang dikeluarkan. Zat disolusi hanya memperlihatkan
manfaatnya untuk batu empedu jenis kolesterol. Penelitian prospektif acak dari asam
xenodeoksikolat telah mengindikasikan bahwa disolusi dan hilangnnya batu secara
lengkap terjadi sekitar 15%. Jika obat ini dihentikan, kekambuhan batu tejadi pada 50%
pasien.
d) Disolusi kontak
Meskipun pengalaman masih terbatas, infus pelarut kolesterol yang poten (metil-ter-butil-
eter (MTBE)) ke dalam kandung empedu melalui kateter yang diletakkan per kutan telah
terlihat efektif dalam melarutkan batu empedu pada pasien-pasien tertentu. Prosedur ini
invasif dan kerugian utamanya adalah angka kekambuhan yang tinggi (50% dalam 5
tahun).
e) Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL)
Sangat populer digunakan beberapa tahun yang lalu, analisis biaya-manfaat pad saat ini
memperlihatkan bahwa prosedur ini hanya terbatas pada pasien yang telah benar-benar
dipertimbangkan untuk menjalani terapi ini.
f) Kolesistotomi
Kolesistotomi yang dapat dilakukan dengan anestesia lokal bahkan di samping tempat
tidur pasien terus berlanjut sebagai prosedur yang bermanfaat, terutama untuk pasien
yang sakitnya kritis.
J. Pengkajian
Data pengkajian menurut (Doengoes, Moorhouse, & Murr, 2010):
Nyeri/ □ Nyeri lepas, otot tegang □ Nyeri abdomen atas berat, dapat menyebar
kenyamanan atau kaku biala kuadran kepunggung atau bahu kanan.
kanan atas ditekan; tanda □ Kolik epigastrium tengah sehubungan dengan
murphy positif makan.
□ Nyeri mulai tiba-tiba dan biasanya memuncak
dalam 30 menit
Black, J. M., & Hawks, J. H. (2005). Medical surgical nursing: Clinical management for positive
outcomes. 7th Ed. St. Louis: Elsevier, Inc.
Doenges, M. E., Moorhouse, M. F., Murr, A. C. (2010). Nursing care plans: Guidelines for
planning and documenting patient care. 8th Ed.. Philadelphia: F. A. Davis Company.
Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2004). Brunner & Suddart’s Textbook of medical-surgical
nursing.10th Ed. USA: Lippincott Williams & Wilkins.
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN KOLELITIASIS
Tanggal Diagnosa
No Tujuan/ sasaran Intervensi Rasional
Keperawatan
1. Nyeri akut Setelah diberikan Mandiri:
berhubungan dengan intervensi selama □ Observasi dan catat lokasi, Membantu membedakan
agen cedera biologis: 4x24 jam, klien akan: beratnya (skala 0-10) dan penyebab nyeri dan memberikan
obstruksi/spasme 1. Pasien akan karakter nyeri (menetap, informasi tentang kemajuan/
duktus, proses melapor bahwa hilang timbul, kolik) perbaikan penyakit, terjadinya
inflamasi, iskemia nyeri akan hilang. komplikasi dan keefiktifan
jaringan/nekrosis 2. Pasien akan intervensi
ditandai dengan menunjukkan
laporan nyeri, kolik penggunaan
□ Catat respon terhadap obat, Nyeri berat yang tidak hilang
bilier; wajah ketrampilan dan laporkan pada dokter dengan tindakan rutin dapat
menahan nyeri, relaksasi dan bila nyeri hilang menunjukkan terjadinya
perilaku berhati-hati; aktifitas hiburan komplikasi atau kebutuhan
respon otonomik sesuai indikasi terhadap intervensi lebih lanjut
(perubahan TD, untuk situasi □ Tingkatkan tirah baring,
nadi); fokus pada diri individual. biarkan pasien melakukan Tirah baring pada posisi fowler
sendiri; fokus posisi yang nyaman rendah menunjukkan tekanan
menyempit intraabdomen, namun pasien
akan melakukan posisi yang
menghilangkan nyeri secara
□ Gunakan sprei halus/katun; alamiah
cairan kalamin; minyak
mandi (Alpha keri);
Kompres dingin/lembab Menurunkan iritasi/kulit kering
sesuai indikasi dan sensasi gatal
Kolaborasi:
Menurunkan sekresi dan
□ Pertahankan pasien puasa
mortilitas gaster
sesuai keperluan
Memberikan istirahat pada waktu
□ Masukkan selang NG, GI
hubungkan ke penghisap
dan pertahankan patensi
sesuai indikasi
□ Berikan suasana
menyanangkan pada saat Untuk meningkatkan nafsu
makan, hilangkan makan/ menurunkan mual
rangsangan berbau